Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pajak merupakan sumber penerimaan Negara yang digunakan untuk
membiayai kepentingan umum yang akhirnya juga mencakup kepentingan
pribadi individu seperti kepentingan rakyat, pendidikan, kesejahteraan rakyat,
kemakmuran rakyat dan sebagainya. Sehingga pajak merupakan salah satu alat
untuk mencapai tujuan Negara.
Pemungutan pajak yang dilakukan oleh pemerintah merupakan sumber
terpenting dari penerimaan Negara. Lagipula penerimaan Negara dari pajak dapat
dijadikan indicator atas peran serta masyarakat (sebagai subjek pajak) dalam
kontribusinya melakukan kewajiban perpajakan, karena pembayaran pajak yang
dilakukan akan dikembalikan lagi kepada masyarakat dalam bentuk tidak
langsung, dan berupa pengeluaran rutin dan pembangunan yang berguna bagi
rakyat.
PPh Pasal 21 merupakan pajak atas penghasilan berupa gaji, upah,
honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk
apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang
dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi permasalahan pada
makalah ini adalah:
1. Apa pengertian dari pajak penghasilan pasal 21?
2. Siapa subjek atau Wajib Pajak PPh pasal 21?
3. Siapa pemotong pajak penghasilan pasal 21?
4. Apa saja hak dan kewajiban wajib pajak PPh pasal 21?
5. Apa saja hak dan kewajiban pemotong pajak PPh pasal 21?

1
6. Penghasilan apa saja yang dipotong PPh Pasal 21 (Objek Pajak)?
7. Penghasilan apa saja yang tidak dipotong PPh pasal 21?
8. Bagaimana cara menghitung PPh Pasal 21?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan Penulisan makalah ini agar kami selaku penyusun mengetahui segala
hal mengenai PPh pasal 21, kemudian agar menambah wawasan para pembaca
serta menjadi referensi bagi penulis penulis berikutnya.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian PPh Pasal 21


PPh pasal 21 adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan berupa gaji, upah,
honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama apapun sehubungan
dengan pekerjaan atau jabatan atau sebagai imbalan atas jasa.

B. Subjek Pajak PPh Pasal 21 (Wajib Pajak PPh Pasal 21)


Wajib pajak yang dipotong PPh pasal 21 adalah orang pribadi yang merupakan :
1. Pegawai, karyawan atau karyawati tetap

Adalah orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja dan atas jasanya itu ia
memperoleh gaji dalam jumlah tertentu secara berkala.
2. Pegawai, karyawan atau karyawati lepas

Adalah orang pribadi yang berkeja untuk pemberi kerja dan hanya menerima
upah jika ia bekerja.
3. Penerima honorarium

Adalah orang pribadi atau sekelompok orang pribadi yang memberikan


jasanya, dan atas jasanya ia memperoleh imbalan tertentu sesuai dengan jasa
yang diberikan.
4. Penerima upah

Adalah orang pribadi yang atas jasanya ia memperoleh upah, seperti upah
harian, upah borongan, upah satuan dll

Yang tidak termasuk Wajib Pajak PPh Pasal 21 yaitu :

3
1. Pejabat perwakilan diplomatic dan konsulat atau pejabat lain dari Negara
asing dan orang orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja
pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat bukan warga
Negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh
penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut, serta Negara yang
bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.
2. Pejabat perwakilan organisasi internasional dimaksud dalam pasal 3 ayat (1)
huruf c Undang Undang Pajak Penghasilan, yang telah ditetapkan oleh
Menteri Keuangan, dengan syarat bukan warga Negara Indonesia dan tidak
menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia.

C. Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21


Pemotong PPh pasal 21 adalah setiap orang pribadi atau badan yang
diwajibkan oleh UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana
telah diubah dengan UU No. 17 tahun 2000 dan terakhir UU No 36 tahun 2008
untuk memotong PPh Pasal 21. Termasuk pemotong PPh Pasal 21 dalam
peraturan Menteri Keuangan No. 252/KMK.03/2008 adalah :
1. Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan, baik merupakan pusat
maupun cabang, perwakilan atau unit yang membayar gaji, upah, honorarium,
tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun
sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh
pegawai atau bukan pegawai.
2. Bendahara atau pemegang kas pemerintah termasuk bendahara atau pemegang
kas yang membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran
lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan
atau jabatan, jasa dan kegiatan.

4
3. Dana pensiun, badan penyelenggara jaminan social tenaga kerja dan badan
badan lain yang membayar uang pensiun dan tunjangan hari tua atau jaminan
hari tua.
4. Perusahaan dan badan yang membayar honorarium atau pembayaraan lain
atas jasa yang dilakukan di Indonesia oleh tenaga ahli dan atau kelompok
tenaga ahli sebagai wajib pajak dlam negeri yang melakukan pekerjaan bebas.

D. Hak dan kewajiban Wajib Pajak PPh pasal 21


1. Hak-hak WP PPh 21
a. Wajib pajak berhak meminta bukti pemotongan PPh pasal 21 kepada
pemotong pajak. Jumlah PPh pasal 21 yang telah dipotong dapat
dikreditkan dari pajak penghasilan untuk tahun yang bersangkutan.
b. Wajib pajak berhak mengajukan surat keberatan kepada Direktur Jendral
Pajak, jika PPh pasal 21 yang dipotong oelh pemotong pajak tidak sesuai
dengan peraturan yang berlaku dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal
pemotongan.
c. Wajib pajak berhak mengajukan banding kepada badan peradilan pajak
dalam jangka waktu 3 bulan sejak diterbitkannya surat keputusan Direktur
Jendral Pajak yang berhubungan dengan keberatannya.

2. Kewajiban Wajib Pajak PPH pasal 21


a. Wajib Mendaftarkan Diri ke KPP

b. Pegawai, Penerima Pensiun Berkala, dan Bukan Pegawai tertentu Wajib


Membuat Surat Pernyataan Yang Berisi Jumlah Tanggungan Keluarga Pada
Awal Tahun Kalender Atau Pada Saat Menjadi Subjek Pajak Dalam Negeri
c. Wajib Menyerahkan Surat Pernyataan Tanggungan Keluarga kpd Pemotong
Pajak Pada Saat Mulai Bekerja Atau Mulai Pensiun

E. Hak Dan Kewajiban Pemotong Pajak PPh Pasal 21

5
1. Hak-hak pemotong pajak PPh pasal 21
a. Pemotong pajak berhak utnuk mengajukan permohonan memperpanjang
jangka waktu penyampaina SPT tahunan PPh pasal 21
b. Pemotongan pajak berkhak untuk memperhitungkan kelebihan setoran
pada SPT tahuna terhadap pajak yang terhutang untuk bulan pada waktu
dilakukan perhitungan kembali.
c. Pemotong pajak berhak untuk membetulkan sendiri SPT dengan
menyampaikan pernyataan tertulis kepada Kepala Inspeksi Pajak setempat
atau tempat lai yang ditentukan oleh Direktur Jendral Pajak sepanjang
belum dimulai tindakan pemeriksaan.
d. Pemotong pjaka berhak mengajukan surat keberatan kepada Kepala
Inspeksi pajak atau suatu ketetapan pajak
e. Pemotong pajak berhak mengajukan banding kepada badan peradilan pajak
terhadap keputusan yang ditetapkan oleh Kepala Inspeksi Pajak mengenai
keberatan.

2. Kewajiban pemotong pjaka PPh pasal 21


a. Wajib Mendaftarkan Diri ke KPP
b. Wajib menghitung, memotong, menyetorkan dan melaporkan PPh Pasal 21
dan Pasal 26 yang terutang untuk setiap bulan kalender.
c. PPh Pasal 21/26 yang dipotong wajib disetor ke Kantor Pos atau Bank
paling lama 10 hari setelah Masa Pajak berakhir.
d. Pemotong Pajak wajib lapor sekalipun nihil, paling lama 20 hari setelah
Masa Pajak berakhir.
e. Wajib Membuat Catatan atau Kertas Kerja Perhitungan PPh Ps. 21/26
Untuk Setiap Masa Pajak
f. Wajib Menyimpan Catatan atau Kertas Kerja Sesuai Ketentuan
g. Wajib Membuat Bukti Potong dan Memberikannya Kepada Penerima
Penghasilan

6
F. Objek Pajak PPh Pasal 21
Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah :
1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai tetap, baik berupa
penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur;
2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Penerima paensiun secara teratur
berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya;
3. Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan
sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang
pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua dan
pembayaran lain jenis;
4. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian,
upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan
secara bulanan;
5. Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee,
dan imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang
dilakukan;
6. Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang
representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama
dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun;

G. Penghasilan yang Tidak Dikenakan PPh Pasal 21


1. Pembayaran manfaat atau santunan asuransi kesehatan, kecelakaan, jiwa,
dwiguna dan bea siswa
2. Natura/kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah
3. Iuran pensiun kepada dana pensiun yang telah disahkan Menkeu, iuran
THT/JHT yang dibayar pemberi kerja
4. Zakat/sumbangan wajib keagamaan dari badan/lembaga yang
dibentuk/disahkan pemerintah
5. Bea siswa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf l UU PPh

7
H. Menghitung Pajak Penghasilan Pasal 21
Rumus pengitungan PPH pasal 21 atas pegawai tetap:

Tarif Pajak pasal 17 x (PKP)


PKP = Penghasilan bruto- (Biaya Jabatan + iuran pensiun + Iuran Jamsostek)- PTKP

1. PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak)


adalah penghasilan yang menjadi batasan tidak kena pajak bagi Wajib Pajak
Orang Pribadi, dengan kata lain apabila penghasilan neto Wajib Pajak Orang
Pribadi jumlahnya dibawah PTKP tidak akan terkena Pajak Penghasilan (PPh)
Pasal 25/29 dan apabila berstatus sebagai pegawai atau penerima penghasilan
sebagai objek PPh Pasal 21, maka penghasilan tersebut tidak akan dilakukan
pemotongan PPh Pasal 21.
Besarnya penghasilan tidak kena pajak (PTKP) untuk tahun pajak 2013
sebagai berikut
PTKP
Untuk wajib pajak Rp 24.300.000,-
Tambahan WP kawin Rp 2.025.000,-
Tambahan istri bekerja Rp 24.300.000,-
Tambahan tanggunan Rp 2.025.000,-

2. Tarif Pajak
Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak
Orang Pribadi Dalam Negeri adalah sebagai berikut:

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak


Sampai dengan Rp 50.000.000,- 5%

8
di atas Rp 50.000.000,- sampai dengan Rp 250.000.000,- 15%
di atas Rp 250.000.000,- sampai dengan Rp 500.000.000,- 25%
di atas Rp 50.000.000,- 30%

3. Penghasilan dan biaya yang dikenakan


a. Penghasilan bruto (penghasilan, honor, upah, gaji, bunga, komosi,
imbalan, uang pensiun, uang pesangon)
b. Biaya-biaya yang dikenakan:
1) biaya jabatan, khusus untuk pegawai tetap. Besarnya adalan 5% dari
pengahsialn bruto maksimal yang diperkenakan adalah Rp 6.000.000,-
setahun dan Rp. 500.000,- sebulan
2) Iuran pensiun/ THT:
a) Yang dibayar pegawai
b) Yayasan dana pensiun yang disetujui oleh Menkeu
c) Jumlah tidak dibatasi
3) Biaya pensiun. Khusus untuk penerima pensiun berkala bulanan
besarnya 5% dari uang pensiun maksimal yang diperkenannkan adalah
Rp. 2.400.000,- setahun dan Rp. 200.000,- sebulan

4. Contoh Penghitungan PPh Pasal 21


Budiyanta pada tahun 2013 bekerja di PT Aman Bahagia dengan gaji sebulan
Rp 8.000.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp. 200.000,00.
Budiyanta menikah tetapi belum mempunyai anak. Pada bulan Juli 2013
menerima kenaikan gaji, menjadi Rp 10.000.000,00 sebulan dan berlaku surut
sejak 1 Januari 2013. Dengan adanya kenaikan gaji yang berlaku surut
tersebut, Budiyanta menerima rapel sejumlah Rp 12.000.000,00 (kekurangan
gaji untuk masa Januari s.d. Mei 2013). Pada bulan Oktober 2013 menerima
bonus tahunan sebesar Rp 20.000.000,00.

9
10
11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa :
PPh Pasal 21 merupakan pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium,
tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun
sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan
oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri. Pemotong PPh pasal 21 adalah
setiap orang pribadi atau badan yang diwajibkan oleh UU No. 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 17 tahun
2000 dan terbarupada tahun 2013 untuk memotong PPh Pasal 21.

B. Saran
Dari uraian pembahasan di atas penulis menyarankan kepada pembaca
sekalian agar manfaat dari pembahasan mengenai Pajak Penghasilan Pasal 21
dapat memberikan wawasan positif. Dimana sisi positif dari uraian tersebut bisa
dijadikan sebagai bahan untuk menambah pengetahuan tentang Pajak
Penghasilan Pasal 21 tersebut dan sisi kurang baiknya bisa dijadikan sebagai
bahan pembelajaran untuk menjadi lebih baik lagi. Untuk itu, penulis sangat
mengharapkan saran dari pembaca.

12
DAFTAR PUSTAKA

Diunda, Gustian dkk. Pajak Penghasilan Orang Pribadi. 2003. Jakarta: Salemba

Empat

Mardiasmo. Perpajakan. 1987. Yogyakarta: Andi Offset

http://google.com

13

Anda mungkin juga menyukai