Anda di halaman 1dari 23

1.1.

Pendahuluan
1.1.1. Sub kompetensi
Kemampuan yang akan dimiliki oleh mahasiswa setelah memahami isi modul
ini adalah sebagai berikut :
1) Dapat melakukan pengujian tarik (tensile test) terhadap suatu material.
2) Mampu membuat diagram tegangan-regangan teknik dan sebenarnya
berdasarkan diagram beban-pertambahan panjang yang di dapat dari hasil
pengujian.
3) Mampu menjelaskan, menganalisa sifat-sifat mekanik material yang
terdiri dari kekuatan tarik maksimum, kekuatan tarik luluh, reduction of
area, elongation dan modulus elastisitas.

1.2. Uraian Materi


Salah satu sifat mekanik yang sangat penting dalam suatu perancangan
konstruksi dan proses manufaktur adalah kekuatan tarik. Kekuatan tarik suatu bahan
di dapat dari hasil uji tarik (tensile test) yang dilaksanakan berdasarkan standar
pengujian yang telah baku seperti ASTM (American Society of Testing Material),
JIS(Japan Industrial Standart), DIN (Deutches Institut for Nurmunge).dan yang
lainnya.
Terdapat beberapa Spesimen pada uji tarik. Bentuk spesimen sebagaimana
ditunjukkan pada gambar di bawah ini :

1. Spesimen plat
Batang uji berupa plat ditentukan dahulu gauge lengthnya, yaitu 60
mm. Setelah itu diambil titik tengah dari gauge length, yaitu A0 = 30 mm &
B0 = 30 mm. Kesemuanya itu diberi tanda dengan penitik kemudian diukur
kembali panjang gauge lenghtnya apakah tepat 60 mm atau tidak, setelah itu
nilainya dimasukkan kedalam penandaan (L0).
Wo

Gambar 1.1 Spesimen Plat

2. Spesimen round bar


Batang uji berupa rounded ditentukan dulu gauge length nya, yaitu 60
mm lalu ditentukan titik tegah gauge lenghtnya. Stelah itu diukur lagi panjang
gauge length dari A ke B untuk dimasukkan kedalam penandaan (Lo).
Setelah itu ditandai dengan penitik.

Gambar 1.2 Spesimen Round Bar

3. Spesimen beton neser


Batang uji berupa deformed diratakan dulu ujung-ujungnya supaya
dapat diperoleh pengukuran panjang yang lebih presisi. Ujung batang dapat
diratakan dengan cara dikikir maupun dipotong dengan alat pemotong logam.
Setelah itu diukur panjang batang uji dengan menggunakan jangka sorong,
lalu ditentukan titik tengahnya dan dapat ditandai dengan menggunakan
penitik. Setelah itu ditentukan gauge lenghtnya , yaitu 70 mm sehingga A0
dan B0 adalah masing-masing 35 mm dan juga ditandai dengan penitik. Baru
kemudian diukur lagi panjang gauge lenghtnya (A ke B) yang kemudian hasil
pengukuran dimasukkan kedalam penandaan (Lo)
C
Pot C-C

o
Ao Bo

Gauge Length

C
Gambar 1.3 Spesimen Beton Neser

Pada pengujian tarik spesimen diberi beban uji aksial yang semakin
besar secara kontinyu. Sebagai akibat pembebanan aksial tersebut, spesimen
mengalami perubahan panjang. Perubahan beban (P) dan perubahan panjang
(L) tercatat pada mesin uji tarik berupa grafik, yang merupakan fungsi
beban dan pertambahan panjang dan disebut sebagai grafik P - L dan
kemudian dijadikan grafik Stress- -
menggambarkan sifat bahan secara umum.

Gambar 1.4 grafik P- hasil pengujian tarik beberapa logam


Keterangan:
A = Titik propolsionalitas
B = Titik elastis
C = Titik yield
D = Titik maksimum
E = Titik patah

Dari gambar 1.4 di atas tampak bahwa sampai titik A perpanjangan


sebanding dengan pertambahan beban. Pada daerah inilah berlaku hukum
Hooke, sedangkan titik p merupakan batas berlakunya hukum tersebut. Oleh
karena itu titik A di sebut juga batas proporsional. Sedikit di atas titik A
terdapat titik B yang merupakan batas elastis di mana bila beban di hilangkan
maka belum terjadi pertambahan panjang permanen dan spesimen kembali
kepanjang semula. Daerah di bawah titik B di sebut daerah elastis. Sedangkan
di atasnya di sebut daerah plastis.
Di atas titik B terdapat titik C yang merupakan titik yield (luluh) yakni
di mana logam mengalami pertambahan panjang tanpa pertambahan beban
yang berarti. Dengan kata lain titik yield merupakan keadaan di mana
spesimen terdeformasi dengan beban minimum. Deformasi yang yang di
mulai dari titik C ini bersifat permanen sehingga bila beban di hilangkan
masih tersisa deformasi yang berupa pertambahan panjang yang di sebut
deformasi plastis. Pada kenyataannya karena perbedaan antara ke tiga titik A,
B dan C sangat kecil maka untuk perhitungan teknik seringkali keberadaan ke
tiga titik tersebut cukup di wakili dengan titik C saja. Dalam kurva titik y
ditunjukkan pada bagian kurva yang mendatar atau beban relatif tetap.
Penampakan titik C ini tidak sama untuk semua logam. Pada material yang
ulet seperti besi murni dan baja karbon rendah, titik C tampak sangat jelas.
Namun pada umumnya penampakan titik C tidak tampak jelas. Untuk kasus
seperti ini cara menentukan titik y dengan menggunakan metode offset.
Metode offset di lakukan dengan cara menarik garis lurus yang sejajar dengan
garis miring pada daerah proporsional dengan jarak 0,2% dari regangan
maksimal. Titik yield di dapat pada perpotongan garis tersebut dengan kurva
- (gambar 1.5)

(http://www.engineeringarchives.com/img/les_mom_stressstraindiagram_7.png)
Gambar 1.5 Metode offset untuk menentukan titik yield

Kenaikan beban lebih lanjut akan menyebabkan deformasi yang akan


semakin besar pada keseluruhan volume spesimen. Beban maksimum di
tunjukkan dengan puncak kurva, titik D, sampai pada beban maksimum ini,
deformasi yang terjadi masih homogen sepanjang spesimen. Pada material
yang ulet (ductile), setelahnya beban maksimum akan terjadi pengecilan
penampang setempat (necking), selanjutnya beban turun dan akhirnya
spesimen patah. Sedangkan pada material yang getas (brittle), spesimen akan
patah setelah tercapai beban maksimum.

Grafik Tegangan-Regangan Teknik t t

Hasil pengujian yang berupa grafik atau kurva P tersebut


sebenarnya belum menunjukkan kekuatan material, tetapi hanya
menunjukkan hubungan perubahan besarnya beban dengan pertambahan
panjng yang terjadi pada spesimen. Untuk mendapatkan kekuatan
materialnya maka grafik P tersebut harus di konversikan ke dalam
tegangan-regangan teknik (grafik t t ). Grafik t t di buat dengan
asumsi luas penampang spesimen konstan selama pengujian. Oleh karena itu
penggunaan grafik ini terbatas pada konstruksi yang man deformasi permanen
tidak di perbolehkan terjadi. Berdasarkan asumsi luas penampang konstans
tersebut maka persamaan yang di gunakan adalah :
t = P/Ao ....(1.1)
t 100 ...(1.2)
di mana t tegangan teknik (kN/mm2)
P = tegangan teknik (kN)
Ao = luas penampang awal spesimen (mm2)
t = regangan teknik (%)
= panjang awal spesimen (mm)

' = panjang spesimen setelah patah (mm)


= pertambahan panjang (mm)
= '

Grafik Tegangan-Regangan Sebenarnya s s

Grafik tegangan-regangan sebenarnya s s di buat dengan


kondisi luas penampang yang terjadi selama pengujian. Penggunaan grafik ini
khususnya pada manufaktur di mana deformasi plastis yang terjadi menjadi
perhatian untuk proses pembentukkan. Grafik tegangan regangan sebenarnya,
didasarkan atas asumsi bahwa volumen benda uji selama pengujian tidak
berubah atau konstan. Berdasarkan asumsi volume konstan maka persamaan
yang di gunakan adalah:
s = t ( 1 + t )..........................................................................................(1.3)

s = n ( 1 + t )........................................................................................(1.4)
Rumus (5) dan (6), berlaku sampai titik maksimum, karena sampai
titik maksimum deformasi yang terjadi pada material masih seragam (
uniform deformation), namun setelah melewati titik maksimum, deformasi
yang terjadi tidak seragam (non uniform deformation). Perbedaan paling
menyolok grafik ini dengan dengan grafik t t terletak pada keadaan kurva

setelah titik maksimum (beban ultimate). Pada grafik t t setelah titik


maksimum, kurva akan turun sampai patah di titik patah, sedangkan pada
grafik s s kurva akan terus naik sampai patah . Kenaikkan tersebut di
sebabkan tegangan yang terjadi di perhitungkan untuk luas penampang
sebenarnya sehingga meskipun beban turun namun karena tingkat pengecilan
penampang lebih besar, maka tegangan yang terjadi juga lebih besar.
Untuk menghitung nilai tegangan sebenarnya dan regangan
sebenarnya pada kedua titik tersebut gunakan persamaan berikut:
s P Ai ........................................................................................(1.5)
s = n (Ao/Ai) ...................................................................................(1.6)

Sifat Mekanik yang di dapat dari uji tarik


1. Tegangan Tarik Yield y
y Py A ..(1.7)

di mana y = tegangan yield (kN/mm2)

Py = beban yield (kN)


2. Tegangan Tarik Maksimum/ Ultimate u

u Pu A ...(1.8)
di mana u = tegangan ultimate (kN/mm2)
pu = beban ultimate (kN)
3. Regangan
100 0 0 ....................................................................(1.9)
di mana = regangan (%).
= pertambahan panjang (mm)
= panjang awal spesimen (mm)

Regangan tertinggi menunjukkan nilai keuletan suatu material.


4. Modulus Elastisitas (E)
Kalau regangan menunjukkan keuletan, maka modulus elastisitas
menunjukkan kekakuan suatu material. Semakin besar nilai E, menandakan
semakin kakunya suatu material. Harga E ini di turunkan dari persamaan
hukum Hooke sebagaimana telah di uraikan pada persamaan 3 dan 4.
Dari persamaan tersebut juga nampak bahwa kekakuan suatu material
relatif terhadap yang lain dapat di amati dari sudut kemiringan pada garis
proporsional. Semakin besar , semakin kaku material tersebut.
5. Reduksi Penampang/Reduction of Area (RA )
RA=[(A0-A)/A0] 100% ...................................................................(1.10)
di mana A = luas penampang setelah patah (mm2)
Reduksi penampang dapat juga di gunakan untuk menetukan keuletan
material. Semakin tinggi nilai RA, semakin ulet material tersebut.

1.3. Rangkuman
Untuk mendapatkan sifat mekanik suatu material, salah satu cara
pengujian yang dilakukan dengan pengujian Tarik. Pengujian Tarik yang
dilakukan terhadap specimen harus sesuai standar. Beberapa sifat mekanik
yang didapatkan dari uji Tarik adalah:
Kekeuatan Tarik
Kekuatan yield
Modulus elastisitas
Reduction of Area
Elongation

1.4. Prosedur Kerja


1.4.1. Alat dan bahan
Peralatan yang digunakan dalam praktek uji tarik adalah:
1. Mesin uji tarik dan kelengkapan
2. Kikir.
3. Jangka sorong.
4. Ragum.
5. Penitik.
6. Palu.

Bahan-bahan yang digunakan adalah :


1. Spesimen uji tarik pelat.
2. Spesimen uji tarik round bar.
3. Spesimen uji tarik deformat.
4. Specimen uji tarik beton neser.
5. Kertas milimeter.

1.4.2. Prosedur keselamatan


Prosedur keselamatan kerja yang dilakukan adalah:
1) Pakaian dan Celana Bengkel
2) Safety Shoes
3) Safety Gloves

1.4.3. Langkah kerja


Langkah-langkah kerja dalam pengujian Tarik adalah:
1. Speciment preparation, by grinding, wire brush or any other method, Gerinda
atau kikir ujung - ujung permukaan spesimen bekas proses pemotongan agar
mendapatkan hasil pengukuran yang lebih presisi.
2. Identification speciment, Beri penandaan, penamaan / penomoran pada
spesimen uji
3. Make gauge length for each speciment, Ambil penitik dan tandai spesimen,
untuk spesimen round bar dan plat sepanjang 60 mm sedangkan beton neser
sepanjang 70 mm. Posisikan gauge lenght tepat di tengah - tengah
spesimen.
4. Dimension check, Pengukuran dimensi yang meliputi, panjang aktual mula-
mula dan luas penampang spesimen.
5. Examination on tensile testing machine, Pengujian spesimen pada mesin uji
dengan pembebanan kontinu, dan mencatat beban yield dan ultimatenya
sampai benda uji putus
6. Dimension check after fracture, Pengukuran dimensi spesimen setelah patah,
yang meliputi panjang setelah patah dan luas penampang setelah patah.
7. Doing analysis, Lakukan analisa terhadap hasil pengujian dengan menghitung
kekuatan tarik, kakuatan luluh, regangan, modulus elastisitas dan reduksi
penampangnya.
1.5. Analisa dan Pembahasan

Setelah melakukan pengujian tarik yang telah dilakukan kami memperoleh


data yang ditunjukkan Tabel 1.1 dan Tabel 1.2.

Tabel 1.1 Hasil uji tarik

Specification Sample Tensile Test Results

No Width Thick Diameter Area L0 FYield FUlt Width Thick Diameter

w0 (mm) t0 (mm) d0 (mm) A0 (mm2) (mm) kgf kN kgf kN w1 (mm) t1 (mm) d1 (mm)

1 - - 8.57 57.65 68.25 2090 20.5 2753 27 - - 5.55

2 - - 12.70 126.61 59.60 - - 64254 63 - - 7.65

3 12.25 9.70 - 118.82 59.20 3212 31.5 3416 33.5 7.95 4.50 -

Tabel 1.2 Hasil uji tarik

Tensile Test Results

Area Yield Stress Yield. Ult. Stress Ult.


No L1 Reduction Elongation
A1
(mm) Remark
(mm ) 2 of Area (%) (%) kgf/mm2 MPa kgf/mm2 MPa

1 24.17 92.35 58.07 35.61 36.25 355.59 47.75 468.34 OK

2 45.94 73.63 63.71 23.57 - - 540.74 497.59 OK

3 35.77 80.40 69.89 35.81 27.03 265.1 28.74 281.93 OK

Note : - WM = Weld Metal - HAZ = Heat Affected Zone - BM = Base Metal


Keterangan :

1. Spesimen BETON NEZER


2. Spesimen ROUND BAR
3. Spesimen PLATE BAR

1.5.1 Spesimen 1 ( beton nezer)


Perhitungan untuk beton nezer dapat dilihat pada Tabel 1.3.

Skala beban = beban maksimal yang diberikan oleh mesin

tinggi maksimum pada kurva (ultimate)

= 27 kN/ 54 mm

= 0.5 kN/mm

1 mm = 0,5 kN

Skala l = perpanjang setelah patah spesimen ( l1 lo )

pertambahan panjang total pada kurva

= (92.33-68.25 ) mm/ 40 mm

= 0.602
Beberapa sifat mekanik yang didapat dari pengujian tarik pada spesimen
round bar adalah sebagai berikut :

1. Tegangan yield

y = Py/A0

= 20,5kN/57,65 mm

= 0,35MPa

2. Tegangan maksimum

u =Pu/A0

= 27 kN /57,65 mm

= 0,47 MPa

3. Regangan maksimum

max = (L/Lo)x100%

= (24,08 mm / 68,25 mm) x 100%

= 35,2 %

4. Reduksi penampang (reduction of area)

RA = (A0 A1)/A0 x 100%

= (123.05 59.42)mm / 123.05 mm x 100%

= 51.71 %

5. Modulus elastisitas
Dalam menentukan modulus elastisitas dapat menggunakan metode regresi
linier seperti pada gambar 1.8 dibawah ini.
Elastic zone
400
y = 19469x + 17.346
350
R = 0.9892
300
Tegangan (MPa)

250

200
Elastic zone
150
Linear (Elastic zone)
100

50
0
0 0.005 0.01 0.015 0.02
Regangan (mm/mm)

Gambar 1.6 Diketahui modulus elastisitas sebesar 19469 Mpa dengan metode regresi
linier

6. Interpolasi A13
( )( )
Ax = Amax -

( )(
= 47,234 )

= 43,041 mm2

7. Interpolasi A14

( )( )
Ax = Amax -

( )(
= 47,234 )

= 43,041 mm2
Nilai perhitungan tegangan dan regangan spesimen round bar dapat dilihat
pada Gambar 1.7

KURVA TEGANGAN REGANGAN


1000
TEGANGAN (MM/MM)

800

600

400 Teknik
sebenarnya
200

0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
REGANGAN (MM/MM)

Gambar 1.7 Kurva Tegangan dan Regangan

1.5.2 Spesimen 2 (round bar)


Perhitungan untuk round bar dapat dilihat pada Tabel 1.4.

Skala beban = beban maksimal yang diberikan oleh mesin

tinggi maksimum pada kurva (ultimate)

= 63 kN/126,61mm
= 0,5 kN/mm

1 mm = 0,5 kN

Skala l = perpanjangan setelah patah spesimen ( l1 lo )

pertambahan panjang total pada kurva

= ( 76,63-59,60) mm/ 48 mm

= 0,354

Beberapa sifat mekanik yang didapat dari pengujian tarik pada spesimen
plate bar adalah sebagai berikut :

1. Tegangan yield

y = Py/A0

= 55 kN/126,61 mm

= 0,43 MPa

2. Tegangan maksimum

u = Pu/A0

= 63 /126,61 mm.

= 0,49 MPa

3. Regangan maksimum

max = (L/Lo)x100%

= (14,04 / 59,60 mm) x 100%

= 23,5 %

4. Reduksi penampang (reduction of area)

RA = (A0 A1)/A0 x 100%


= (126,61 45,94) mm /126,61 mm x 100%

= 63,71 %

5. Modulus elastisitas
Dalam menentukan modulus elastisitas dapat menggunakan metode regresi
linier seperti pada gambar 1.8 dibawah ini.

Elastic Zone
500
450 y = 4660.4x + 34.489
400 R = 0.9706
TEGANGAN (MPa)

350
300
250 Elastic Zone
200
150 Linear (Elastic
100 Zone)
50
0
0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1
REGANGAN (mm/mm)

Gambar 1.8 Diketahui modulus elastisitas sebesar 4660.4 Mpa dengan metode
regresi linier

6. Interpolasi A13

( )( )
Ax = Amax -

( )(
= 108,69 )

= 105,11 mm2

7. Interpolasi A14

( )( )
Ax = Amax -

( )(
= 108,69 )
= 105,11 mm2

Nilai perhitungan tegangan dan regangan spesimen plate bar dapat dilihat
pada Gambar 1.9.

KURVA TEGANGAN REGANGAN


1200

1000
TEGANGAN (mm/mm)

800

600
Teknik
400
Sebenarnya
200

0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
REGANGAN (mm/mm)

Gambar 1.9. Gambar kurva tegangan dan regangan

1.5.3 Spesimen 3 ( baja tulangan bersirip)


Perhitungan untuk baja tulangan bersirip dapat dilihat pada Tabel 1.5.
Skala beban = beban maksimal yang diberikan oleh mesin

tinggi maksimum pada kurva (ultimate)

= 33,5 kN /67 mm

= 0.5 kN /mm

1 mm = 0,5 kN

Skala l = perpanjangan setelah patah spesimen ( l1 lo )

pertambahan panjang total pada kurva

= (80,42-59,2) mm/ 53,9 mm

= 0,393

Beberapa sifat mekanik yang didapat dari pengujian tarik pada spesimen baja
tulangan bersirip adalah sebagai berikut :

1. Tegangan yield

y = Py/A0

= 31,5 kN/ 118,82 mm

= 0,26 MPa

2. Tegangan maksimum

u = Pu/A0

= 33,5 kN /118,82 mm.

= 0,28 MPa

3. Regangan maksimum

max = (L/Lo)x100%

= (21,2 mm / 59,2 mm) x 100%


= 35,81%

4. Reduksi penampang (reduction of area)

RA = (A0 A1)/A0 x 100%

= (118,82-35,77) mm /118,82mm x 100%

= 69,89 %

8. Modulus elastisitas
Dalam menentukan modulus elastisitas dapat menggunakan metode regresi
linier seperti pada gambar 1.10. dibawah ini.

Elastic Zone
300
y = 4701.3x + 5.6107
250 R = 0.9929
TEGANGAN (Mpa)

200

150
Elastic Zone
100 Linear (Elastic Zone)

50

0
0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06
REGANGAN (mm/mm)

Gambar 1.10 Diketahui modulus elastisitas sebesar 4701.3 Mpa dengan metode
regresi linier

6. Interpolasi A12

( )( )
Ax = Amax -

( )(
= 102,49 )

= 102,31 mm2
Nilai perhitungan tegangan dan regangan spesimen baja tulangan bersirip
dapat dilihat pada Gambar 1.11.

KURVA TEGANGAN REGANGAN


700

600

500
TEGANGAN (mm/mm)

400 Teknik

300 Sebenarnya

200

100

0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4
REGANGAN (mm/mm)

Gambar 1.11. Grafik tegangan-regangan spesimen 3 (baja tulangan bersirip)


1.6. Penutup
1.6.1 Kesimpulan

Dari hasil penghitungan dan pembahasan diatas, maka dapat diperoleh tabel sifat
mekanik setiap spesimen pada Tabel 1.6 sebagai berikut :

Tabel 1.6 Sifat Mekanik Spesimen Uji

No Spesimen y(MPa) u(MPa) E(MPa/mm2) max(%) RA(%)


1 Beton 0.35 0.47 19469 35.2 51.71
2 Round Bar 0.43 0.49 4660.4 23.5 63.71
3 Plate 0.26 0.28 4701.3 35.81 69.89

Dari data yang diperoleh dari Tabel 1.6 diatas dapat disimpulkan bahwa :

Spesimen 2 memiliki kekuatan elastis paling besar karena nilai tegangan


yieldnya paling besar
Spesimen 2 memiliki kekuatan tarik paling besar karena memiliki tegangan
maksimum paling besar
Spesimen 3 memiliki kekakuan paling besar karena modulus elastisitasnya
paling tinggi
Spesimen 3 memiliki keuletan paling tinggi karena memiliki elongation
paling besar.

1.6.2 Saran
Ketidak tepatan hasil percobaan disebabkan oleh kesalahan pemasangan
spesimen pada mesin uji tarik, pembacaan nilai hasil pengujian yang kurang
tepat, ketidaktelitian pengukuran material yang tidak homogen (luasan tidak
sama), pembulatan bilangan desimal pada perhitungan dan hasil perhitungan
itu sendiri, kesalahan pengambilan titik pada kurva hasil pengujian serta
kesalahan dari praktikan
DAFTAR PUSTAKA

a) Callister, William, D., (2007). Material science and engineering, 7th edition,
john willey & sons, Inc
b) _______________, ASME IX
c) _______________, ASTM E8
d) Dosen Metallurgi, [1986], Petunjuk Praktikum Logam, Jurusan Teknik Mesin
FTI, ITS
e) Harsono, Dr, Ir & T.Okamura, Dr, [1991], Teknologi Pengelasan Logam, PT.
Pradya Paramita, Jakarta
f) M.M. Munir, [2000], Modul Praktek Uji Bahan, Vol 1, Jurusan Teknik
Bangunan Kapal, PPNS
g) Wachid Suherman, Ir, [1987], Diktat Pengetahuan Bahan, Jurusan Teknik
Mesin FTI, ITS

Anda mungkin juga menyukai