Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada masalah gizi dapat menimbulkan suatu tidak seimbangnya tubuh
manusia dan dapat menimbulkan penyakit lainnya. Masalah gizi adalah masalah
kesehatan masyarakat. Namun penanggulannya tidak dapat dilakukan dengan
pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja. Penyebab timbulnya masalah
gizi adalah multi faktor, karena itu pendekatan penanggulangan harus melibatkan
berbagai sektor yang terkait.
Dan pada masalah gizi pada anemia gizi disini merupakan kondisi sakit
seseorang yang disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya yaitu: perdarahan,
kekurangan makanan yang mengandung besi, dan lain-lain. Anemia gizi
defisiensi besi dapat dilihat dari kadar Hb, dan penderita yang sering
mengalaminya yaitu pada wanita, disebabkan karena menstruasi, kehamilan dan
pada bayi: karena membutuhkan gizi zat besi yang tinggi karena proses
pertumbuhan yang cepat.
Seperti yang kita ketahui anemia merupakan penyakit kurang darah yang
ditandai dengan kadar hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit) lebih
rendah dibandingkan normal (Soebroto, 2010). Anemia pada umumnya terjadi di
seluruh dunia, terutama di Negara berkembang (Developing countries) dan pada
kelompok sosio-ekonomi rendah (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat,
2008). Di Indonesia, anemia gizi masih merupakan salah satu masalah kesehatan
di samping masalah-masalah gizi yang lainnya, yaitu: kurang kalori protein,
defisiensi vitamin A, dan gondok endemik (Arisman, 2007).
Anemia pada wanita masa nifas (pasca persalinan) juga umum terjadi,
sekitar 10% dan 22% terjadi pada wanita post partum dari keluarga miskin
(Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat, 2008). Anemia gizi disebabkan oleh
defisiensi zat besi, asam folat, dan / atau vitamin B12, yang kesemuanya berakar
2
pada asupan yang tidak adekuat, ketersediaan hayati rendah (buruk), dan
kecacingan yang masih tinggi (Arisman, 2007). Penyebab anemia gizi besi, selain
karena adanya pantangan terhadap makanan hewani faktor ekonomi merupakan
penyebab pola konsumsi masyarakat kurang baik, tidak semua masyarakat dapat
mengkonsumsi lauk hewani dalam sekali makan. Padahal pangan hewani
merupakan sumber zat besi yang tinggi absorbsinya (Waryana, 2010).
Data Profil Kesehatan Indonesia tahun 2008 menunjukkan bahwa
prevalensi anemia pada ibu hamil di Indonesia adalah 70% mengalami anemia
sedangkan di Sumatera Barat jumlah ibu hamil yang mengalami anemia sebesar
69% (Dinkes Sumbar, 2008). Dari hasil laporan Dinas Kesehatan Pasaman Barat
tahun 2008 kejadian anemia pada ibu hamil adalah 19,7%, tahun 2009 sebanyak
12,5% dan tahun 2010 sebanyak 9,2%. Ibu hamil yang mengalami anemia di
wilayah kerja UPTDK 3 Puskesmas Desa Baru tahun 2008 sebanyak 28,5%, tahun
2009 sebanyak 24,3% dan tahun 2010 sebanyak 21,1%. Sebagian besar anemia di
Indonesia selama ini dinyatakan sebagai akibat kekurangan besi dan perhatian
yang kurang terdapat ibu hamil merupakan perdisposis anemia divisiensi di
Indonesia (Saifuddin, 2006 : 281).
Tablet besi sangat diperlukan pada ibu hamil untuk pembentukan
hemoglobin, sehingga pemerintah Indonesia mengatasinya dengan mengadakan
pemberian suplemen besi untuk ibu hamil mulai tahun 1974, namun hasilnya
belum memuaskan (Depkes, 2003). Karena Anemia gizi besi merupakan masalah
gizi utama bagi semua kelompok umur dengan prevalensi paling tinggi pada ibu
hamil (70%), dan pekerja yang berpenghasilan rendah (40%). Sedangkan
prevalensi pada anak sekolah sekitar 30% serta pada balita sekitar 40% (Supariasa,
2002).
Berdasarkan data Rekam Medik RSUD Prof. Margono Soekarjo diperoleh
data mengenai jumlah kasus anemia pada tahun 2008 sebanyak 186 kasus, 2009
sebanyak 320 kasus, 2010 sebanyak 533 kasus dan 2011 sebanyak 467 kasus.
Untuk tahun 2012 sejak bulan Januari sampai dengan Mei sebanyak 132 kasus.
3
Berdasarkan data tersebut diatas, saya tertarik untuk mempelajari lebih lanjut
tentang asuhan keperawatan pasien dengan anemia.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Agar mahasiswa dapat mengetahui dan meremuskan asuhan
keperawatan pada klien Anemia di ruang Penyakit Dalam Wanita RSUD Cut
Meutia Aceh Utara.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian keperawatan dengan gangguan system
kardiovaskuler pada pasien anemia.
b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan dengan gangguan system
kardiovaskuler pada pasien anemia.
c. Mampu merumuskan rencana tindakan keperawatan dengan gangguan
system kardiovaskuler pada pasien anemia.
d. Mampu melakukan tindakan/implementasi keperawatan dengan gangguan
system kardiovaskuler pada pasien anemia.
C. Manfaat
1. Manfaat Bagi Penulis Mendapatkan pengalaman dan dapat menerapkan
Asuhan Keperawatan yang tepat pada pasien anemia.
2. Manfaat Bagi Institusi Dapat dijadikan sebagai acuan ataupun referensi
dalam pembelajaaran di kampus
BAB II
4
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Anemia adalah istilah yang menunjukan rendahnya hitungan sel darah
merah dan kadar hemoglobin dan hematokrit di bawah normal (Smeltzer,
2002 : 935). Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal sel
darah merah, kualitas hemoglobin dan volume packed red bloods cells
(hematokrit) per 100 ml darah (Price, 2006 : 256). Dengan demikian anemia
bukan merupakan suatu diagnosis atau penyakit, melainkan merupakan
pencerminan keadaan suatu penyakit atau gangguan fungsi tubuh dan
perubahan patotisiologis yang mendasar yang diuraikan melalui anemnesis
yang seksama, pemeriksaan fisik dan informasi laboratorium.
Anemia , dalam bahasa yunani tanpa darah adalah penyakit kurang
darah yang ditandai dengan kadar hemoglobin (Hb) dan sel darah merah
(eritrosit) lebih rendah dibandingkan normal.Jika kadar hemoglobin kurang
dari 14g/dl dan eritrosit kurang dari 41% pada pria , maka pria tersebut
dikatakan anemia. Demikian pula pada wanita , wanita yang memiliki kadar
hemoglobin kurang dari 12 g/dl dan eritrosit kurang dari 37% , maka wanita
itu dikatakan anemia.Berikut ini katagori tingkat keparahan pada anemia.
Kadar Hb 10 gram- 8 gram disebut anemia ringan.
Kadar Hb 8 gram -5 gram disebut anemia saedang.
Kadar Hb kurang dari 5 gram disebut anemia berat.
2. Etiologi
Anemia umumnya disebabkan oleh perdarahan kronik. Gizi yang
buruk atau gangguan penyerapan nutrisi oleh usus. Juga adapat menyebabkan
seseorang mengal;ami kekurangan darah. Demikian juga pada wanita hamil
atau menyusui, jika asupan zat besi berkurang, besar kemungkinan akan
terjadi anemia. Pendarahan saluran pencernaan, kebocoran pada saringan
darah di ginjal, menstruasi yang berlerbihan, serta para pendonor darah yang
tidak diimbangi dengan gizi yang baik dapat mjemiliki resiko anemia.
Perdarahan akut juga dapat menyebabkan kekurangan darah. Pada saat
terjadi pendarahan yang hebat, mungkin gejala anemia belum tampak transfusi
darah merupakan tindakan penanganan terutama jika terjadi pendarahan akut.
Pendarahan teresebut biasanya tidak kita sadari. Pengeluaran darah biasanya
berlangsung sedikit demi sedikit dan dalam waktu yang lama.Berikut ini tiga
kemungkinan dasar penyebab anemia :
Ini terjadi saat sumsum tulang tidak dapat membentuk sel darh merah
dalam jumpah cukup.ini diakibatkan infeksi virus,paparan terhadap kimia
beracun atau obat-obatan(antibiotic, antikejang atau obat kanker).
4. Jenis-jenis Anemia
a. Anemia Defisiensi zat besi
Anemia yang paling banyak terjadi adalah anemia akibat
kurangnya zat besi . Zat besi merupakan bagian dari molekul
hemoglobin.Oleh sebab itu , ketika tubuh kekurangan zat besi , produksi
hemoglobin akan menurun. Meskipun demikian , penurunan hemoglobin
sebetulnya baru akan terjadi jika cadangan zat besi (Fe) dsala tubuh sudah
benar-benar habis .Kurangnya zat besi dalam tubuh bisa disebabkan
banyak hal .Kekurangan zat besi pada bayi mungkin disebabkan
prematuritas, atau bayi tersebut lahir dari seorang ibu yang menderita
kekurangan zat besi.Pada anak-anak mungkin disebabkan oleh asupan
7
normal atau lebih tinggi (hiperkrom) dan MCV tinggi. MCV atau Mean
Corpuscular Volume merupakan salah satu karakteristik sel darah merah.
Sekitar 90% anemia makrositik yang terjadi adalah anemia pernisiosa.
Selain menggangu proses pembentukan sel darah merah
kekurangan vitamin b12 juga mempengaruhi sistem saraf,sehingga
penderita anemia ini akan merasakan kesemutan ditangan dan kaki
,tungkai dan kaki,dan tangan seolah mati rasa,serta kaki dalam
bergerak.gejala lain yang dapat terlihat diantaranya adalah buta warna
tertentu,termasuk warna kuning dan biru,luka terbuka dilidah atau lidah
seperti terbakar,penurunan berat badan,warna kulit menjadi lebih
gelap,linglung,depresi,penurunan fungsi intelektual.
d. Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik terjadi bila sel darah merah dihancurkan jauh
lebih cepatdari normal.umur sel darah merah normalnya 120 hari .pada
anemia hemolitik,umur sel darah merah lebih pendek sehingga sumsum
tulang penghasil sel darah merah tidak dapat memenuhi kebutuhan tubuh
akan sel darah merah.
e. Anemia Sel Sabit
Anemia sel sabit (sickle cell anemia) adalah suatu penyakit
keturunan yang ditandai dengan sel darah merah yang berbentuk sabit
,kaku ,dan anemia hemolitik kronik.pada penyakit sel sabit,sel darah
merah memiliki hemoglobin(prootein pengangkut oksigen) yang
bentuknya abnormal,sehingga mengurangi jumlah oksigen dalam sel dan
menyebabkan bentuk sel menjadi seperti sabit.sel yang berbentuk sabit
akan menyumbat dan merusak pembuluh darah terkecil dalam limpa
,ginjal,otak,tulang,dan organ lainnya ,dan menyebabkan kurangnya
pasokan oksigen ke organ tersebut.sel sabit ini rapuh dan akan pecah pada
saat melewati pembuluh darah,kerusakan organ ,bahkan sampai pada
kematian.
9
f. Anemia Aplastik
Merupakan jenis anemia yang berbahaya, karena dapat
mengancam jiwa.Anemia aplastik terjadi bila pabrik(sumsum tulang )
pembuatan darah merah terganggu .Pada anemia aplastik ,terjadi
penurunan produksi sel darah (eritrosit, leukosit dan trombosit).Anemia
aplastik disebabkan oleh bahan kimia ,obat-obatan ,virus dan terkait
dengan penyakit-penyakit yang lain.
5. Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum tulang
atau kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan
sumsum tulang dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi
tumor atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah
merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi) pada kasus
yang disebut terakhir, masalah dapat akibat efek sel darah merah yang tidak
sesuai dengan ketahanan sel darah merah normal atau akibat beberapa factor
diluar sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam system
fagositik atau dalam sistem retikuloendotelial terutama dalam hati dan limpa.
Sebagai hasil samping proses ini bilirubin yang sedang terbentuk dalam
fagosit akan masuk dalam aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah
merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan meningkatkan bilirubin plasma
(konsentrasi normalnya 1 mg/dl atau kurang kadar 1,5 mg/dl mengakibatkan
ikterik pada sclera.
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi,
seperti yang terjadi pada berbagai kelainan hemolitik, maka hemoglobin akan
muncul dalam plasma (hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya
melebihi kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat hemoglobin bebas)
untuk mengikat semuanya (mis., apabila jumlahnya lebih dari sekitar 100
10
mg/dL), hemoglobin akan terdifusi dalam glomerulus ginjal dan ke dalam urin
(hemoglobinuria). Jadi ada atau tidak adanya hemoglobinemia dan
hemoglobinuria dapat memberikan informasi mengenai lokasi penghancuran
sel darah merah abnormal pada pasien dengan hemolisis dan dapat merupakan
petunjuk untuk mengetahui sifat hemolitik tersebut.
6. Komplikasi
Komplikasi umum akibat anemia adalah:
1. Gagal jantung,
2. Parestisia dan
3. Kejang.
7. Pengobatan
11
a. Aktivitas/istirahat
Gejala : - Keletihan, kelemahan, malaise umum.
b. Sirkulasi
Gejala :- Riwayat kehilangan darah kronis, mis., perdarahan GI kronis,
menstruasi berat; angina, CHF (akibat kerja jantung berlebih)
- Disritmia : Abnormalitas EKG, mis., depresi segmen ST dan pendataran arau depresi
gelombang T; takikardia
- Ekstremitas (warna) : Pucat pada kulit daan membran mukosa (konjungtiva, mulut,
faring, bibir) dan dasar kuku; kulit seperti berlilin, pucat (aplastik, AP) atau kuning
lemon terang (PA)
- Sklera (Biru atau utih)
- Pengisian kapiler melambat
- kuku mudah patah
- Rambut kering, mudah putus, menipis, tumbuh uban secara premature.
c. Eliminasi
Gejala : - Riwayat pielonefritis, gagal ginjal
d. Makanan/cairan
Gejala : Penurunan masukan diet, mual/muntah, dyspepsia, adanya penurunn
berat badan.
Tanda : Lidah tampak merah (AP ; defisiensi as. folat dan vit. B12)
f. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri abdomen samar ; sakit kepala
g. Pernapasan
Gejala : Napas pendek pada istirahat dan aktivitas
h. Seksualitas
Gejala : Perubahan aliran menstruasi, mis., menoragia atau amenore, hilang
libido (pria dan wanita), impoten
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang biasa muncul pada pasien dengan sindrom nefrotik atau
difesiensi zat besu (fe) ada beberapa, tetrapi yang sering muncul pada kasus ini
ada tiga (Dunges 2009), meliputi :
a. Gangguan perfusi jaringan
b. Intoleransi aktifitas
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
3. Intervensi Keperawatan
Perencanaan dilakukan sesuai dengan diagnosa yang telah ditentukan,
adapun perencanaan menurut Doengoes 1999 adalah sebagai berikut :
a. Perubahan perfusi jaringan
1) Tujuan : peningkatan perfusi jaringan
2) Kriteria hasil : menunjukkan perfusi adekuat, misalnya tanda vital
stabil.
3) Intervensi:
a) Awasi tanda vital kaji pengisian kapiler, warna kulit/membrane
mukosa, dasar kuku. Rasional : memberikan informasi tentang
14
4. Implementasi
Pelaksanaan merupakan tahap keempat dalam proses keperawatan
dengan melaksanakan berabagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan)
yang telah direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan. Dalam tahap ini
perawat harus mengetahui berbagai hal diantaranya bahaya-bahaya fisik dan
16
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan
cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan
tercapai atau tidak. Dalam melakukan evaluasi perawat harusnya memiliki
pengetahuan dan kemampuan dalam memahami respons terhadap intervensi
keperawatan, kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang
dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada
kriteria hasil (Hidayat, A, 2008).
17
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Anemia adalah gejala dari kondisi yang mendasari, seperti kehilangan
komponen darah, eleman tidak adekuat atau kurang nutrisi yang dibutuhkan untuk
pembentukan sel darah, yang mengakibatkan penurunan kapasitas pengangkut
oksigen darah dan ada banyak tipe anemia dengan beragam penyebabnya.
Kemungkinan dasar penyebab anemia:
1. Penghancuran sel darah merah yang berlebihan.
Bisa disebut anemia hemolitik ,muncul saat sel darah merah
dihancurkan lebih cepat dari normal (umur sel darah merah normalnya
120 hari).
2. Kehilangan darah.
Kehilangan darah dapat menyebabkan anemia karena perdarahan
berlebihan,pembedahan atau permasalahan dengan pembekuan
darah.Kehilangan darah yang banyak karena menstruasi pada remaja atau
perempuan juga dapat menyebabkan anemia. Produksi sel darah merah
yang tidak optimal.
18
Ini terjadi saat sumsum tulang tidak dapat membentuk sel darh
merah dalam jumpah cukup.ini diakibatkan infeksi virus,paparan terhadap
kimia beracun atau obat-obatan (antibiotic, antikejang atau obat kanker).
B. Saran
Bagi pembaca dan masyarakat sebaiknya harus menjaga kesehatan
lingkungan dan makanan serta pola makan agar memenuhi kecukupan akan Fe
pada tubuh kita.Sehingga kita terjauh dari penyakit terlebih anemia yang di
sebabkan karena kurangnya zat besi untuk memproduksi darah.
DAFTAR PUSTAKA
Wilkinson, J.M (2014) Diagnosa Keperawatan Edisi 10. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Hidayat, A. ( 2008 ) pengantar konsep dasar keperawatan, edisi kedua. Jakarta :
salemba medika.
https://www.scribd.com/doc/51096675/LP-anemia
https://www.scribd.com/doc/163400205/Asuhan-Keperawatan-Pada-Pasien-Anemia