Anda di halaman 1dari 10

5

BAB II

LANDASAN TEORITIS

A. Definisi Masalah
1. Pengertian Perilaku Kekerasan
Perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk ekspresi

kemarahan yang tidak sesuai dimana seseorang melakukan tindakan-

tindakan yang dapat membahayakan atau mencederai diri sendiri, orang

lain bahkan merusak lingkungan (Eko Prabowo, 2014)


Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang

melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik

terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan yang merupakan

respon dari kecemasan dan kebutuhan yang tidak terpenuhi yang

dirasakan sebagai ancaman (Stuart dan Sundeen, 1995, dalam Nita

Fitria, 2012)
Perilaku kekerasan merupakan salah satu respon marah yang

diekspresikan dengan melakukan ancaman, mencederai orang lain, dan

atau merusak lingkungan. Respon tersebut biasanya muncul akibat

adanya stressor. Respon ini dapat menimbulkan kerugian baik pada diri

sendiri, orang lain, maupun lingkungan (Keliat, dkk, 2007)

B. Rentang Respon Adaptif-maladaptif dari Masalah

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Perilaku


Kekerasan
Skema 1.1 : Rentang Respons Perilaku Kekerasan
Sumber : Herman, Ade (2014)
6

Keterangan :
a. Respon Adaptif
1. Asertif
Respon marah dimana individu mampu menyatakan atau

mengungkapkan rasa marah, rasa tidak setuju, tanpa menyalahkan

atau menyakiti orang lain. Hal ini biasanya akan memberikan

kelegaan.
2. Frustasi
Respons yang terjadi akibat individu gagal dalam mencapai tujuan,

kepuasan, atau rasa aman yang tidak biasanya dalam keadaan tersebut

individu tidak menemukan alternative lain.

b. Respon Maladaptif
1. Pasif
Suatu keadaan dimana individu tidak dapat mengungkapkan perasaan

yang sedang dialami untuk menghindari suatu tuntutan nyata.


2. Agresif
Perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan individu

untuk menuntut suatu yang dianggapnya benar dalam bentuk

destruktif tapi masih terkontrol.


3. Kekerasan
Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai hilang control,

dimana individu dapat merusak diri sendiri, orang lain maupun

lingkungan.

C. Pengkajian
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan

untuk melukai seseorang, baik secara fisik maupun psikologis. Berdasakan

definisi ini, perilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diarahkan pada

diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi
7

dalam dua bentuk, yaitu perilaku kekerasan saat sedang berlangsung atau

perilaku kekerasan terdahulu (riwayat perilaku kekerasan) (Dermawan,

Deden, 2013)

Proses Perilaku Kekerasan


1. Faktor Predisposisi
Faktor pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan

faktor predisposisi, artinya mungkin terjadi atau mungkin tidak terjadi

perilaku kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu.


1) Psikologis, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang

kemudian dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang

tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiaya atau

sangsi penganiayaan.
2) Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan

kekerasan, sering mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar

rumah, semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku

kekerasan.
3) Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif

agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasif terhadap pelaku kekerasan

akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan yang diterima

(permissive).
4) Bioneurologis, banyak bahwa kerusakan sistem limbic, lobus frontal,

lobus temporal dan ketidakseimbangan neurotransmitter turut

berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan.

2. Faktor Presipitasi
8

Faktor presipitasi dapat bersumber dari pasien, lingkungan atau

interaksi dengan orang lain. Kondisi pasien seperti ini kelemahan fisik

(penyakit fisik), keputus asaan, ketidak berdayaan, percaya diri yang

kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula

dengan situasi lingkungan yang rebut, padat, kritikan yang mengarah

pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintainya/pekerjaan dan

kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain. Interaksi yang

profokatif dan konflik dapat pula memicu perilaku kekerasan (Eko

Prabowo, 2014)

3. Tanda dan Gejala


Klien dengan perilaku kekerasan sering menujukkan antara lain :
1) Data subyektif : klien mengeluh perasaan terancam, marah dan

dendam, klien mengungkapkan perasaan tidak berguna, klien

mengungkapkan perasaan jengkel, klien mengungkapkan adanya

keluhan fisik seperti dada berdebar-debar, rasa tercekik, dada terasa

sekal dan bingung, klien mengatakan mendengar suara-suara yang

menyuruh melukai diri sendiri, orang lain dan lingkungan, klien

mengatakan semua orang ingin menyerangnya.


2) Data obyektif : muka merah, mata melotot, rahang dan bibir

mengatup, tangan dan kaki tegang, tangan mengepal, tampak mondar

mandir, tampak bicara sendiri dan ketakutan, tampak berbicara

dengan suara tinggi, tekanan darah meningkat, frekuensi denyut

jantung meningkat, napas pendek.

4. Akibat
9

Seseorang dapat berisiko mengalami perilaku kekerasan pada orang lain

dapat menunjukkan perilaku :


1) Data subyektif : mengungkapkan, mendengar atau melihat obyek

yang mengancam, mengungkapkan perasaan takut, cemas khawatir.


2) Data obyektif : wajah tegang mearah, mondar mandir, mata melotot,

rahang mengatup, tangan mengepal, keluar keringat banyak, mata

merah, tatapan mata tajam, muka merah.

D. Pohon Masalah
Resiko Tinggi Mencederai Diri, Orang Lain, dan Lingkungan.

PPS : Halusinasi
Perilaku
Regimen
Terapeutik
Inefektif Isolasi Sosial :
Harga Diri
Koping Keluarga Rendah Menarik Diri
Tidak Efektif
Berduka Disfungsi

Skema 1.2 Pohon Masalah Perilaku Kekerasan


Sumber : Fitria, 2009

E. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan ditetapkan sesuai dengan data yang didapat.

diagnosa keperawatan resiko perilaku kekerasan dirumuskan jika pasien saat

ini tidak melakukan perilaku kekerasan, tetapi pernah melakukan perilaku

kekerasan dan belum mempunyai kemampuan mencegah/ mengendalikan

perilaku kekerasan tersebut.


Masalah keperawatan yang mungkin muncul untuk masalah perilaku

kekerasan ( Iyus, Yosep, 2015) adalah :


1. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.
10

2. Perilaku kekerasan.
3. Gangguan konsep diri : harga diri rendah.
4. Regimen inefektif terapeutik
5. Koping Keluarga tidak Efektif

F. Perencanaan
Setelah menegakkan diagnosis keperawatan, perawat melakukan

beberapa tindakan keperawatan, baik pada pasien maupun keluarganya.


1. Tujuan tindakan keperawatan
Tujuan Umum :
Klien dapat mengontrol perilakunya dan dapat mengungkapkan

kemarahannya secara asertif.


Tujuan Khusus :
1) Klien dapat mengidentifikasi penyebab dan tanda-tanda perilaku

kekerasan.
2) Klien mampu memilih cara yang konstruktif dalam berespon terhadap

kemarahannya.
3) Klien mampu mendemonstrasikan perilaku yang terkontrol.
4) Klien memperoleh dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku dan

menggunakan obat dengan benar.


2. Tindakan keperawatan
1) Bina hubungan saling percaya, dalam membina hubungan saling

percaya perlu dipertimbangkanagar pasien merasa aman dan nyaman

saat berinteraksi dengan anda. Tindakan yang harus anda lakukan

dalam rangka membina hubungan saling percaya adalah :

mengucapkan salam terapeutik, berjabat tangan, menjelaskan tujuan

interaksi, membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap ali betemu

pasien.
2) Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan saat ini dan

yang lalu.
3) Diskusikan persaan pasien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan,

diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik,


11

diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara psikologis,

diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara sosial,

diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara spiritual,

diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara intelektual,

diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang biasa dilakukan

pada saat marah, yaitu secara verbal terhadap : Orang lain, diri

sendiri, dan lingkungan, diskusikan bersama pasien akibat

perilakunya, diskusikan bersama pasien cara mengontrol perilaku

kekerasan secara, fisik : pukul bantal dan kasur, tarik nafas dalam,

obat, sosial atau verbal : menyatakan secara asertif rasa marahnya,

spiritual : kegiatan ibadah sesuai keyakinan pasien, latih pasien

mengontrol mengontrol kekerasan secara fisik, latihan napas dalam

dan pukul kasur bantal, susun jadwal latihan napas dalam dan pukul

kasur bantal, latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara

sosial/verbal, latih mengungkapkan rasa marah secara verbal :

menolak dengan baik, meminta dengan baik, mengungkapkan

perasaan dengan baik, susun jadwal latihan mengungkapkan marah

secara verbal, latih mengontrol kekerasan secara spiritual : diskusikan

kegiatan ibadah yang pernah dilakukan pasien, latih mengontrol

marah dengan melakukan kegiatan ibadah yang biasa dilakukan

pasien, buat jadwal latihan kegiatan ibadah, latih mengontrol perilaku

kekerasan dengan patuh minum obat : latih pasien minum obat secara

teratur dengan prinsip lima benar (benar nama pasien, benar nama
12

obat, benar cara minum obat, benar waktu minum obat, dan benar

dosis obat) disertai penjelasan guna obat dan akibat berhenti minum

obat, susun jadwal inum obat secara teratur, ikut sertakan pasien

dalam terapi aktifitas kelompok stimulasi persepsi mengontrol prilaku

kekerasan.

G. Prinsip-prinsip Tindakan Untuk Mengatasi Masalah Utama


Intervensi menurut Keliat, Akemat dan Susanti (2011) :
1. Strategi Pelaksanaan pada pasien
SP I Pasien
a. Bina hubungan saling percaya
b. Identifikasi penyebab dan tanda gejala Resiko Perilaku Kekerasan

pada klien.
c. Ajarkan klien mengontrol Resiko Perilaku Kekerasan dengan cara

fisik pertama (tarik napas dalam).


d. Anjurkan klien memasukkan ke jadwal harian klien.

SP II Pasien

a. Evaluasi jadwal kegiatan harian klien sebelumnya.


b. Ajarkan klien mengontrol Resiko Perilaku Kekerasan dengan

melakukan fisik kedua (pukul bantal dan kasur).


c. Anjurkan klien memasukkan ke jadwal harian klien.

SP III Pasien

a. Evaluasi jadwal kegiatan harian klien sebelumnya.


b. Ajarkan klien mengontrol emosi dengan cara verbal seperti :
- Meminta dengan baik
- Menolak dengan baik
- Mengungkapkan perasaan dengan baik
c. Anjurkan klien memasukkan ke jadwal harian klien.
13

SP IV Pasien (lampiran)

a. Evaluasi jadwal harian klien sebelumnya.


b. Ajarkan klien mengontrol emosi dengan cara spiritual seperti sholat,

istighfar, membaca ayat suci Al-Quran dan berdoa.


c. Anjurkan klien memasukkan ke dalam jadwal harian klien.

SP V Pasien (lampiran)

a. Evaluasi jadwal kegiatan klien sebelumnya.


b. Ajarkan klien mengontrol emosi dengan cara minum obat secara

teratur.
c. Anjurkan klien memasukkan ke jadwal harian klien.

2. Strategi Pelaksanaan pada keluarga.


SP I Keluarga
a. Memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga tentang cara

merawat klien resiko perilaku kekerasan dirumah.


b. Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien.
c. Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan seperti

penyebab, tanda, dan gejala, perilaku yang muncul dan akibat dari

perilaku tersebut.
d. Diskusikan bersama keluarga kondisi pasien yang perlu segera

dilaporkan kepada perawat, seperti melempar atau memukul benda/

orang lain.

SP II Keluarga

a. Melatih keluarga melakukan cara-cara mengendalikan kemarahan.


b. Anjurkan keluarga untuk memotivasi pasien melakukan tindakan

yang telah diajarkan oleh perawat.


c. Ajarkan keluarga untuk memeberikan pujian kepada klien jika klien

dapat melakukan kegiatan tersebut dengan tepat.


14

d. Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus dilakukan jika

klien menunjukkan gejala-gejala perilaku kekerasan.

SP III Keluarga

Membuat perencanaan pulang bersama keluarga.

3. Evaluasi
Mengukur apakah tujuan dan criteria sudah tercapai. Perawat

dapat mengobservasi perilaku klien. Dibawah ini beberapa perilaku yang

dapat mengindikasikan evaluasi yang positif :


1. Identifikasi situasi yang dapat membangkitkan kemarahan klien.
2. Bagaimana keadaan klien saat marah dan benci pada orang tersebut.
3. Sudahkah klien menyadari akibat dari marah dan pengaruhnya pada

yang lain.
4. Apakah klien sudah mampu mengekspresikan sesuatu yang berbeda.
5. Klien mampu menggunakan aktivitas secara fisik untuk mengurangi

perasaan marahnya.
6. Mampu mentoleransi rasa marahnya.
7. Konsep diri klien sudah meningkat.
8. Kemandirian dalam berpikir dan aktivitas meningkat (Yosep, Iyus,

2015)

Anda mungkin juga menyukai