Anda di halaman 1dari 10

BAB 10

EKONOMI KELEMBAGAAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI (Disusun Untuk


Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sistem Ekonomi Semester 6 Tahun Pelajaran 2014-2015)

Buku Referensi : Ekonomi Kelembagaan dengan penulis Prof. Dr. Ahmad Erani Yustika

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 7

AISYAH FITRIYANI NIM : 5553120662


ENJAH FAIZAH NIM : 5553120564
IVAN RENALDI NIM : 5553121183
HUSNUL ULUM NIM : 5553131614
RULI DWI ANGGRAINI NIM : 5553111192

KELAS: 6 B

JURUSAN ILMU EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI SULTAN AGENG TIRTAYASA

SERANG-BANTEN

2015
Pertumbuhan ekonomi menjadi target pembangunan yang dipandang penting karena
didalamnya secara implisit menunjukkan kinerja ekonomi secara keseluruhan, seperti tingkat
investasi, penyerapan tenaga kerja, jumlah output dan peningkatan pendapatan nasional.
Sebaliknya, tanpa adanya pertumbuhan ekonomi (yang tinggi) akan sulit bagi Negara tersebut
untuk meningkatkan kemakmuran warganya.
A. Pendekatan Statis : Spesialisasi
Salah satu model pertumbuhan ekonomi yang paling popular adalah fungsi produksi,
seperti yang dikenalkan oleh Harrod-Domar dan Solow. Dalam model ini, pertumbuhan
ekonomi utamanya difokuskan kepada faktor-faktor produksi, yakni stok modal (capital
stock) dan tenaga kerja (labor force). Pada level nasional, fungsi produksi mendeksripsikan
hubungan ukuran dari tenaga kerja dan stok modal suatu Negara, yang biasanya terukur
dalam produk nasional bruto (PNB). Pada level perusahaan atau ekonomi mikro, fungsi
produksi tersebut mengabstraksikan seberapa banyak peningkatan output yang dihasilkan
suatu perusahaan bila jumlah tenaga kerja atau stok modal meningkat, dengan faktor
produksi yang lain dianggap tetap. Pada level makro, pertumbuhan ekonomi ditentukan
oleh tiga variabel, yakni tabungan, investasi dan penduduk. Tingkat tabungan yang tinggi
akan memacu investasi, kemudian investasi tersebut akan menyerap tenaga kerja,
selanjutnya tenaga kerja akan menghasilkan output.
Pada tahap ini pertumbuhan ekonomi dilakukan tanpa adanya perubahan atau
peningkatan teknologi, hal inilah yang disebut sebagai pertumbuhan kasus statis (static
case) [Yeager, 1998 : 35-36]. Salah satu cara untuk meningkatkan efisiensi atau sebagai
sumber pertumbuhan ekonomi adalah dengan meningkatkan produktivitas tenaga kerja dan
pembagian tenaga kerja. Spesialisasi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut; apabila ada
perusahaan yang membuat sepeda motor, maka ada dua kemungkinan model pembagian
kerja yang dilakukan. Pertama, seorang pekerja diminta merakit sepeda motor dari mulai
awal sampai jadi. Kedua, perusahaan membagi pembuatan sepeda motor tersebut menjadi
tiga bagian, yakni pembuatan kerangka, pemasangan perlengkapan sepeda dan pengecekan
akhir. Oleh karena itu seorang pekerja hanya dituntut untuk menguasai pekerjaan
berdasakran divisinya masing-masing.
Ilustrasi tersebut menerangkan bahwa efisiensi dan produktivitas tidak harus
dilakukan dengn menambah sumber daya maupun mengubah teknologi tetapi cukup
dengan pembagian kerja atau spesialisasi. Dengan landasan pemikiran tersebut, tugas
terpenting yang harus dikerjakan agar muncul spesialisasi adalah menciptakan
kelembagaan yang efisien, seperti yang terlihat pada bagan 10.1. Hal tersebut juga
menjelaskan bahwa indikator efisien kelembagaan bisa dilihat dari tinggi atau rendahnya
biaya transaksi.
Bagan 10.1 (Pertumbuhan Ekonomi : Kasus Statis)

Kelembagaan Biaya Transaksi Penciptaan Pasar Spesialisasi dan Pembagian


Kerja Produktivitas Kinerja Ekonomi

Sumber: Yeager, 1999 : 36

Semakin rendah biaya transaksi dari kegiatan ekonomi maka hal tersebut
menunjukkan kelembagaan yang efisien. Ada dua jalur yang bisa dilakukan untuk
mendesain kelembagaan ekonomi yang memunculkan biaya transaksi rendah. Pertama,
membuat regulasi yang menjamin kepastian pelaku ekonomi melakukan transaksi atau
pertukaran. Kedua, memperkuat sistem penegakan apabila terjadi masalah dalam proses
transaksi. Kelembagaan informal yang kuat dan baik, seperti menghargai waktu, disiplin,
kerja keras dan jujur diyakini akan mempengaruhi tingkat produktivitas.

B. Pendekatan Dinamis : Perubahan Teknologi


Sebagian besar masivitas produksi barang dan jasa sekaligus sebagai indicator
pertumbuhan ekonomi justru dipicu oleh inovasi dan perubahan teknologi. Proses
pertumbuhan ekonomi dalam penegrtian dinamika endogen, yakni dengan memasukkan
inovasi dan perubahan teknologi sebagai variabel endogen yang berkembang dinamis. Hal
itulah yang kemudian disebut sebagai teori pertumbuhan baru [Jaffee, 1998 : 107].
Menurut Yeager, 1999 :47-49, ada tiga upaya untuk meningkatkan teknologi dari
waktu ke waktu. Pertama, sebuah negara harus mempercepat dan memperkuat kreativitas
manusia. Kedua, mengupayakan agar pasar modal berfungsi dengan baik. Disini,
pemerintah dapat membantu dengan cara menciptakan kelembagaan yang memungkinkan
pasar modal berfungsi dengan baik, misalnya melalui deposit insurance dan legalisasi
pengungkapan informasi. Ketiga, menciptakan lingkungan yang kompetitif sehingga bisa
menekan korporasi untuk secara terus menerus memperbaiki produk-produknya atau
sanggup mengambil resiko.
Schumpeter (1947 : 83) memperkenalkan konsep creative destructive yaitu
keberanian untuk merusak konsep lama untuk digantikan dengan konsep baru, khususnya
yang bertujuan menangkap peluang barang baru yang dibutuhkan konsumen, metode
produksi dan transportasi baru, pasar baru, dan bentuk baru dari organisasi industrial.
Perusahaan dapat memperoleh laba dengan cara melalui perubahan dan peningkatan
teknologi sehingga produk yang dihasilkan kompetitif di pasar. Dalam jangka panjang cara
ini dapat bertahan karena kemampuannya untuk terus melakukan pembaruan produk lewat
perubahan dan adaptasi teknologi baru.
Mekanisme itulah yang disebut sebagai creative destruction dan menjadi sumber
pertumbuhan ekonomi yang abadi. Seperti yang terlihat pada bagan 10.2.
Bagan 10.2 (Pertumbuhan Ekonomi : Kasus Dinamis)

Kelembagaan Perilaklu Organisasi Proses Creative Destruction Perbaikan


Teknologi Pertumbuhan Ekonomi

Sumber: Yeager, 1999 : 36

Peran terpenting dari kelembagaan adalah mendesain aturan yang membuat


perusahaan mempunyai insentif untuk melakukan proses perusakan kreatif yang pada
akhirnya berimplikasi kepada penemuan teknologi baru dan memicu pertumbuhan
ekonomi. Namun di negara berkembang kesadaran meletakkan aspek penelitian dan
pengembangan masih sangat rendah, sehingga pada level perusahaan komitmen untuk
mengerjakan itu hampir tidak terlihat. Hal tersebut dapat dilihat dari struktur pembiayaan
R&D yang masih bertumpu pada pemerintah. Padahal semestinya sektor swasta harus
melakukan hal itu karena kemampuan pemerintah untuk membiayai R&D sangat terbatas.
Kunci bagi negara berkembang untuk bersaing dengan negara maju adalah dengan
meningkatkan anggaran R&D sehingga potensi penemuan teknologi baru dimungkinkan
terjadi. Hal lain yang bisa dilakukan oleh negara berkembang adalah membenahi sektor
pendidikan. Ada dua aspek yang bisa dikerjakan pemerintah pada sektor pendidikan.
Pertama, memberikan kebebasan akademik yang luas sehingga manusian yang bekerja
disektor pendidikan memiliki ruang dan keberanian untuk melakukan eksperimen baru.
Kedua, meningkatkan anggaran sektor public sehingga kesempatan penduduk memperoleh
akses terhadap pendidikan semakin besar. Akhirnya, dengan peningkatan kemampuan dan
pendidikan diharapkan menjadi elemen penting bagi proses creative destruction sehingga
sasaran pertumbuhan ekonomi lebih mungkin dicapai.

C. Hierarki dan Struktur Kepemimpinan Korporasi


Pemilik sumber daya tersebut meningkatkan produktivitas melalui spesialisasi hingga
hal ini mendorong tuntutan perorganisasian yang memfasilitasi terjadinya kerjasama
(cooperative). Dalam posisi seperti ini, adalah hal yang normal apabila perusahaan dilihat
sebagai etintas yang memiliki kekuatan menempatkan isu-isu strategis, semacam otoritas
atau tindakan disipliner yang superior, yang dapat dilakukan di pasar. Ada dua tuntutan
utama yang diminta oleh organisasi ekonomi supaya dapat berjalan dengan baik, yakni
pengukuran produktivitas input dan pengukuran penghargaan. Masalah pengukuran
tersebut dapat dikerjakan melalui pertukaran produk dalam pasar yang kompetitif (Alchian
dan Demsetz, 1972:777-778). Dengan begitu, pada dasarnya dipandang sebagai entitas
problem-facing dan problem solving (Thompson, 1967). Tetapi, organisasi sering kali
tidak jelas sehingga tuntutan terhadap adanya kontrol seringkali malah menyebabkan
pencapaian yang diinginkan tidak terjadi (Williamson, 1981:551).
Saat ini terdapat tiga pendekatan yang berbeda dalam menjalankan organisasi
ekonomi, yakni teori hak kepemilikan (property rights), teori agensi (agency theory)/desain
mekanisme, dan biaya transaksi. Secara umum teori organisasi ekonomi dapat dipisahkan
dalam dua kategori besar, yakni kontraktual (kelembagaan) dan non-kontraktual
(klasik/teknologis). Schlicht (Groenewegen, 2002:548-549) menganggap perusahaan
sebagai suatu kombinasi dari tiga mekanisme organisasi berikut: pasar internal dengan
pertukaran, mekanisme perintah (komando), dan mekanisme kebiasaan (custom). Elemen
pertukaran merujuk pada motivasi pekerja dalam struktur insentif. Elemen perintah
(komando) menyebabkan perusahaan seperti dapat menggantikan pasar. Sedangkan,
elemen kebiasaan/tradisi melihat perusahaan semacam suku kecil dengan peran sosial yang
saling menutup dan melekat dalam pembagian kerja. Proses inilah yang kemudian
menumbuhkan budaya korporasi.
Organisasi diartikan sebagai kesepakatan perencanaan untuk mengumpulkan sumber
daya produktif guna mengejar satu atau beberapa tujuan. Organisasi didasarkan pada
seperangkat aturan yakni semacam konstitusi yang berasal dari kontrak sukarela ataupun
dari struktur yang mempunyai otoritas politik (Vanberg, 1992). Tentu saja hal ini
memerlukan beberapa keputusan strategis. Dalam konteks ini, aturan-aturan itu memiliki
bagian penting dalam koordinasi internal organisasi.
Pada praktik organisasi ekonomi yang lebih kongkret, Hage dan Finsterbusch
mengidentifikasi empat model organisasi yang efektif untuk diterapkan. Pertama, model
birokrasi mekanik adalah model yang cocok untuk produksi dengan teknologi sederhana
dalam pasar yang besar. Kedua, model profesional organic adalah tipe yang tepat untuk
produksi dengan teknologi yang kompleks dengan pasar yang kecil. Ketiga, model
kerajinan tradisional adalah bentuk organisasi yang tepat untuk produksi dengan teknologi
sederhana dan pasar yang kecil. Keempat, model perpaduan organic mekanik adalah model
yang tepat untuk produksi dengan teknologi yang kompleks dan pasar yang besar.
Perusahaan didalam literatur didefinisikan menjadi dua. Pertama, menurut Alchian
dan Demesetz (1972), perusahaan adalah nexus kontrak artinya tidak ada yang unik tentang
pengaturan korporasi, yaitu versi yang lebih kompleks tentang pengaturan kontrak standar.
Kedua, Menurut Grossman, Hart dan Moore, perusahaan adalah kumpulan dari aset fisik
yang dimiliki secara gabungan, definisi ini memiliki manfaat membedakan antara
hubungan kontak sederhana dan perusahaan, karena perusahaan tersebut didefinisikan
dengan elemen non-kontrak (alokasi kepemilikan), tata kelola korporasi (corporate
governance). Di lain pihak, definisi ini memiliki kekurangan yang membuat semua
stakeholders tidak terlalu penting untuk memahami perusahaan (Zingales, 2000:3)
Dalam pandangan makro, salah satu isu utama terkait dengan perusahaan adalah
masalah kepemilikan. Pilihan antara publik dan pribadi tergantung pada bagaimana pola
kepemilikan yang berbeda memengaruhi insentif untuk mengantarkan kualitas non-
kontrak. Untuk memfokuskan pada efisiensi maupun kualitas, Hart, Sheiler dan Vishny
(1997) mempertimbangkan dua jenis insentif investasi: untuk mengurangi biaya dan untuk
memperbaiki kualitas atau berinovasi (Shleifer, 1998). Kontraktor yang diregulasi swasta
memiliki insentif yang lebih besar karena sebagai pemilik, mereka mendapatkan banyak
pendapatan dari investasi. Efisien atau tidaknya struktur kepemilikan tergantung apakah
mempunyai insentif untuk investasi dan inovasi.
Perusahaan publik dideskripsikan juga sebagai korporasi yang dimiliki oleh banyak
pemegang saham (saham-saham kecil). Oleh karena itu, kondisi ini memunculkan dua isu
penting yang barangkali tidak relevan dalam perusahaan tertutup/close firm (Hart,
1995:680-681). Pertama, pemilik (shareholder) meskipun memiliki hak pengawasan
mutlak dalam bentuk suara, namun tetap jumlah suaranya terlalu kecil dan banyak untuk
bisa menjalankan pengawasan setiap waktu. Kedua, isu yang berhubungan dengan pemilik
(Shareholders) yang terpecah-pecah dalam satuan kecil menyebabkan tidak ada insentif
untuk mengawasi pihak manajemen. Dengan asumsi pengawasan memerlukan biaya, setiap
pemilik saham akan memilih menjadi free-rider dengan harapan pemilik saham yang lain
akan melakukan pengawasan (monitoring). Argument itulah yang memunculkan ide
tentang privatisasi, atau setidaknya restrukturisasi perusahaan.

D. Tata Kelola Perusahaan dan Restrukturisasi


Dalam pendekatan ekonomi biaya transaksi, perusahaan (firms) dilihat sebagai
struktur tata kelola (governance structures), menggantikan pandangan aliran neoklasik
yang menempatkan perusahaan sebagai fungsi produksi. Dalam pendekatan neoklasik,
kuantitas input digunakan dalam proses produksi yang telah terspesifikasi, yakni melihat
teknologi sebagai faktor eksogen yang akan menentukan kuantitas output. Dalam tradisi
ekonomi biaya transaksi, perbedaan derajat sisa stok dari input yang berlainan akan
mempengaruhi perilaku pemilik modal; ketidakmampuan untuk mengamati kualitas atau
upaya akan mempengaruhi efektivitas dari input-input yang lain; kualitas manajerial akan
menentukan seberapa baik input-input bila dikombinasikan; dan seterusnya.mekanisme
tersebut berlangsung untuk menghindari terjadinya masalah biaya transaksi. Oleh karena
itu sejak pandangan neoklasik mendominasi teori ekonomi dalam beberapa dekade
terakhir, pendekatan yang dimunculkan oleh ekonomi biaya transaksi ini bisa disebut
sebagai hal yang dramatis dan revolusioner.
Terdapat tiga faktor yang terlibat dalam tata kelola perusahaan: independensi direksi
(board independence), kepemilikan lembaga (institutional ownership), dan kehadiran
pemegang saham mayoritas (the presence of large sharehlders). Ketiga faktor tersebut
dilihat sebagai variabel kunci yang akan mempengaruhi implementasi tata kelola korporasi.
Sementara itu, isu tata kelola korporasi sendiri muncul dalam organisasi bilamana
dua kondisi muncul. Pertama, ada masalah tentang agensi; mungkin pemilik, manajer,
pekerja, atau konsumen. Kedua, biaya transaksi, yakni bila masalah agensi ini tidak dapat
dilakukan melalui kontrak. Dalam dunia kontrak yang tidak lengkap (dimana masalah
agensi juga ada), struktur tata kelola tidak akan memiliki peran. Struktur tata kelola
mengalokasikan hak-hak kontrol terhadap aset non-manusia dari perusahaan, yaitu hak
untuk memutuskan bagaimana aset-aset ini harus digunakan, karena pemanfaatannya sejak
awal belum ditentukan di dalam kontrak. Di dalam konteks tata kelola korporasi, salah satu
isu penting adalah mekanisme untuk mengontrol manajemen.
Ada beberapa mekanisme untuk mengontrol manajemen yang terdapat dalam kelola
korporasi
1. Model komisaris (the board of directors model): pemegang saham memilih komisaris
bertidak mewakili kepentingan mereka, dan badan ini sbeliknya memonitor manajemen
puncak dan meratifikasi keputusan penting. Badan ini juga terdiri dari eksekutif (yaitu
tim manajemen) dan direktur non-eksekutif yang orang luar.
2. Model perjuangan perwakilan (proxy fights model): tentu saja, jika kinerja anggota
komisaris cukup buruk maka pemegang saham dapat menggantikannya.
3. Model pemegang saham besar (large shareholders model): pemegang saham kecil
memiliki sedikit insetif untuk memonitor manajemen atau meluncurkan model
perjuangan perwakilan.
4. Model pengambilalihan paksa (hostile takeovers model): pengambilalihan paksa pada
prinsipnya merupakan mekanisme yang jauh lebih kuat untuk mendisiplinkan
manajemen, karena model ini memungkinkan seseorang yang berhasil mengidentifikasi
kinerja perusahaan kurang baaik bakal mendapatkan penghargaan yang besar.
5. Model struktur keuangan (financial structure model): sumber disiplin lain yang penting
bagi manajer adalah adanyaa insentif yang diberikan melalui struktur keuangan
korporasi, khususnya pilihan perusahaan dalm melakukan utang (debt).
Isu lainnya yaang tidak kalah penting adalah restrukturasi transaksi perusahaan
sebagai sebuah inovasi dalam tata kelola perusahaan. Deskripsi restrukturasi transaksi
perusahaan (corporate restructuring transaction) digunakan untuk merangkum sebuah
cakupan pengembangan organisasi, misalnya model leveraged buy-outs (akuisisi saham
atau aset yang didanai dari utang), kepemilikan saham oleh pekerja, serta struktur
keuangan dan sistem insentif perusahaan. Perubahan-perubahan tersebut pada akhirnya
secara tipikal akan memiliki efek kepada jaminan kemanan dalam: (i) reunifikasi yang
substansial dari pembagian kepemilikan dan pengawasan manajer; (ii) substitusi sebagian
dari intrumen utang yang bervariasi untuk menjamin kesetaraan dalam struktur keuangan
perusahaan; (iii) pengenalan insentif yang meningkat bagi investor dan/atau kreditor untuk
mengawasi manajer senior; dan (iv) introduksi insentif yang lebih besar pada puncak
hierarki manajerial dan juga pada level bawah (subordinate). Restrukturasi transaksi
dibedakan dari akuisisi tradisional, meskipun hal itu harus dipahami degan catatan
motivasi dianggap sama.
Titik awal pandangan yang lebih proaktif tentang perusahaan adalah bahwa
perubahan tidak perlu dirangsang hanya dari lingkungan eksternal, tetapi juga merespons
ke pengembangan kesempatan produktif yang merefleksikan penggunaan, potensi, dan
biaya oportunitas dari sumber daya sumber daya perusahaan.
Lebih detail lagi, dengan asumsi kinerja perusahaan yang tidak memuaskan,
manajemen pada awalnya masih bisa bekerja dengan strategi yang ada dengan peengetatan
pembayaran atau kontrol yang ada. Jika ini tidak cukup, tahap yang lebih mendasar akan
dikerjakan, yakni rekontruksi strategi. Tetapi perkembangan baru akan terus dilakukan
untuk mengaplikasikan asumsi-asumsi yang mendasari dimana perusahaan tersebut
beroperasi, misalnya, mengeksploitasi posisi pasar produksi. Dengan menggunakan teori
perilaku (behavioral theory), kegiatan pencarian akan mendorong ke solusi yang
memuaskan. Atau, di dalam kerangka Nelson dan Winter (1982), perkembangan kebijakan
bisnis akan didominasi oleh rutinitas organisasi yang ada. Jika rekstrukturisasi ini kurang
cukup untuk menjangkau perkembangan lingkungan, menurut Dietrich, maka perusahaan
harus meengubah keyakinan dan asumsi yang mendasari dan dengan demikian praktik
organisasi menjadi berubah, demikian pula dengan motivasi manajerial, dan sebagainya.
Terakhir pendekatan terhadap studi organisasi dapat diterapkan dalam ketiga analisis
berikut: pertama, pada struktur usaha keseluruhan (overall structure of the enterprise).
Kedua, atau level menengah (middle level). Ketiga, level analisis yang berhubungan
dengan cara dimana aset manusia diorganisasi. Dengan pendekatan biaya transaksi ini,
aktivitas perusahaan diupayakan memiliki desain yang efisien sehingga memiliki efek yang
bagus bagi produksi. Jadi yang ditekankan disini bukan bagaimana cara mendapatkan
bahan baku yang murah atau melakukan kombinasi dari input-input yang tersedia agar
menghasilkan outpu yang optimal, namun mengupayakan agar manajemen perusahaan
bekerja secara efektif melalui kelembagaan yang efisien (ditunjukkan oleh biaya transaksi
rendah).

Anda mungkin juga menyukai