MAKALAH
Di Kerjakan Oleh
NIM : 01123217
WATAMPONE
2013
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan
Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan tepat pada
waktunya. Dalam makalah ini kami membahas mengenai POKOK-POKOK AJARAN
TASAWUF.
Makalah ini dibuat dengan berbagai observasi dan beberapa bantuan dari berbagai pihak untuk
membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan selama mengerjakan makalah ini. Oleh
karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh karena
itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat membangun
kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah
selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian.
PENULIS
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
1. Latar Belakang 1
2. Rumusan Masalah 2
3. Tujuan 2
BAB II PEMBAHASAN 3
1. Tasawuf Akhlaqi 3
2. Tasawuf Amali 10
3. Tasawuf Falsafi 12
2. Saran 15
DAFTAR PUSTAKA 16
BAB I
PENDAHULUAN
1. A. Latar Belakang
Tasawuf timbul dalam Islam sesudah umat Islam mempunyai kontak dengan agama Kristen,
filsafat Yunani dan agama Hindu dan Budha, muncullah anggapan bahwa aliran tasawuf lahir
dalam Islam atas pengaruh dari luar. Ada yang mengatakan bahwa pengaruhnya datang dari
rahib-rahib Kristen yang mengasingkan diri untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Tuhan
di gurun pasir Arabia. Tempat mereka menjadi tujuan orang yang perlu bantuan di padang yang
gersang. Di siang hari, kemah mereka menjadi tempat berteduh bagi orang yang kepanasan; dan
di malam hari lampu mereka menjadi petunjuk jalan bagi musafir. Rahib-rahib itu berhati baik,
dan pemurah dan suka menolong. Sufi juga mengasingkan diri dari khalayak ramai. Mereka
adalah orang yang berhati baik, pemurah dan suka menolong.
Pengaruh filsafat Yunani dikatakan berasal dari pemikiran mistik Pythagoras. Dalam filsafatnya,
Ruh manusia adalah suci dan berasal dari tempat suci, kemudian turun ke dunia materi dan
masuk ke dalam tubuh manusia yang bernafsu. Ruh yang pada mulanya suci itu menjadi tidak
suci dan karena itu tidak dapat kembali ke tempatnya semula yang suci. Untuk itu ia harus
menyucikan diri dengan memusatkan perhatian pada filsafat serta ilmu pengetahuan dan
melakukan beberapa pantangan. Filsafat sufi juga demikian. Ruh yang masuk ke dalam janin di
kandungan ibu berasal dari alam Ruhani yang suci, tapi kemudian dipengaruhi oleh hawa nafsu
yang terdapat dalam tubuh manusia. Maka untuk dapat bertemu dengan Tuhan Yang Maha Suci,
Ruh yang telah kotor itu dibersihkan dahulu melalui ibadah yang banyak serta melewati
beberapa ujian-ujian dari mulai membersihkan diri dari segala dosa hingga mencapai rida Ilahi.
Dari agama Budha, pengaruhnya dikatakan dari konsep Nirwana. Nirwana dapat dicapai dengan
meninggalkan dunia, memasuki hidup kontemplasi dan menghancurkan diri. Ajaran
menghancurkan diri untuk bersatu dengan Tuhan juga terdapat dalam Islam. Sedangkan
pengaruh dari agama Hindu dikatakan datang dari ajaran bersatunya Atman dengan Brahman
melalui kontemplasi dan menjauhi dunia materi. Dalam tasawuf terdapat pengalaman ittihad.
Kita perlu mencatat, agama Hindu dan Budha, filsafat Yunani dan agama Kristen datang lama
sebelum Islam. Bahwa yang kemudian datang dipengaruhi oleh yang datang terdahulu adalah
suatu kemungkinan. Tapi pendapat serupa ini memerlukan bukti-bukti historis.
Hakekat tasawuf adalah mendekatkan diri kepada Tuhan. Dalam ajaran Islam, Tuhan memang
dekat sekali dengan manusia. Dekatnya Tuhan kepada manusia disebutkan Alquran dan Hadits.
Jika hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, maka Aku dekat dan mengabulkan seruan
orang yang memanggil jika Aku dipanggil.
Disini, sufi melihat persatuan manusia dengan Tuhan. Perbuatan manusia adalah perbuatan
Tuhan. Tuhan dekat bukan hanya kepada manusia, tapi juga kepada makhluk lain sebagaimana
dijelaskan hadis berikut, Pada mulanya Aku adalah harta yang tersembunyi, kemudian Aku
ingin dikenal. Maka Kuciptakan makhluk, dan melalui mereka Aku pun dikenal.
1. B. Rumusan masalah
1. C. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
1. A. Tasawuf Akhlaqi
Tasawuf ahlaki, jika di tinjau dari sudut bahsa arab merupakan bentuk frase dalam kaidah bahasa
arab di kenal dengan sebutan jumlah idhofah yaitu merupakan gabungan dua kata menjadi satu
kesatuan makna yang utuh dan menentukan realitas yang khusus,yaitu kata tasawuf dan ahklak.
Kata tasawuf menurut kaidah ilmu shorof merupakan bentuk isim masdar yaitu tasho wufan yang
artinya bisa membersihkan atau saling membersihkan, kata membersihkan merupakan kata kerja
transitif yang membutuhkan objek. Objek tasawwuf dalah ahklak manusia saling membersihkan
merupakan kata kerja yang di dalamnya harus terdapat dua subyek yang aktif meberi dan
menerima.
Kemudian ahklak dalam konteks agama adalah perangai, budi, adab atau tingkah laku. Kosepsi
ajaran ahklak menurut islam adalah menuju perbuatan amal sholeh, yaitu semua perbuatan baik
dan terpuji,berfaedah untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat yang di ridhoi oleh
Allah.
Jika kata tasawuf dengan kata ahlaki di satukan akan terbentuk sebuah frase yaitu tasawuf
ahklaki, secara etimologis tasawuf ahklaki ini bermakna membersihkan tingkah laku atau saling
membersihkan tingkah laku, jika konteksnya dalah manusia, tingkah laku manusia menjadi
sasarannya .tasawuf ini bisa di pandang sebagai sebuah tatanan dasar untuk menjaga ahklak
manusia, atau dalam dalam bahasa sosialnya moralitas masyarakat.
Oleh karena itu tasawuf ahklaki merupakan kajian ilmi yang sangat memerlukan praktik untuk
menguasainya.tidak hnya berupa teori sebagai sebuah pengetahuan akan tetapi harus terealisasi
dalam perbutan manusia,supaya lebih mudah menempatkan posisi tasawuf dalam kehidupan
masyarakat.
Tasawuf akhlaki merupakan gabungan antara ilmu tasawuf dan ilmu ahklak.ahklak hubungannya
sangat erat dengan tingkah laku dan perbuatan manusia dalam interaksi sosial pada lingkungan
tempat tinggalnya.[1]
Tasawuf akhlaqi adalah tasawuf yang berkonstrasi pada teori-teori perilaku, akhlaq atau budi
pekerti atau perbaikan akhlaq.
Dengan metode-metode tertentu yang telah dirumuskan, tasawuf seperti ini berupaya untuk
menghindari akhlaq mazmunah dan mewujudkan akhlaq mahmudah[2]
1. a. Hasan Albasri
Nama lengkap Hasan Al-Bashri adalah Abu Said Al Hasan bin Yasar.Ia seorang yang masyur
dikalangan tabiin.ia lahir di Madinah pada tahun 21 H/632 M dan wafat pada hari Kamis bulan
Rajab tanggal 10 tahun 110 H/728 M.
Para sahabat nabi pun mengakui kebesaran hasan al basri,karir pendidikan hasan al basri di mulai
di hijaz,kemudian ia pindah ke basrah dan memperoleh puncak keilmuannya di sana.
Ajaran-ajaran tasawufnya.
Ajaran-Ajaran tasawufnya Hasan Al-Bashri adalah anjuran kepadanya setiap orang untuk
senantiasa bersedih hati dan takut kalau tidak mampu melaksanakanseluruh perintah Allah dan
menjauhi larangan-larangan-Ny
3) Tafakur membawa kita pada kebaikan dan selalu berusaha untuk mengerjakannya.
Menyesal atas perbuatan jahat menyebabkan kita bermaksud untuk tidak mengulanginya lagi.
4) Dunia ini adalah seorang janda tua yang telah bungkuk dan beberapa kali ditinggalkan
mati suaminya.
5) Orang yang beriman akan senantiasa berduka cita pada pagi dan sore hari karena berada
di antara dua perasaan takut
6) Hendaklah setiap orang sadar akan kematian yang senantiasa mengancamnya, dan juga
takut akan kiamat yang hendak menagih janjinya
1. b. Al Muhasibi
Nama lengkapnya adalah abu abdillah Al Harits bin asad Al muhasibi (w 243 H). Ia di lahirkan
di basrah irak tahun 165 H/781M dan meninggal di bahgdad irak tahun 243H/857M.Ia
menempuh jalan tasawuf karena hendak keluar dari keraguan yang dihadapinya.
Dia memandang bahwa jalan keselamatan hanya dapat ditempuh melalui ketakwaan
kepadaAllah, melaksanakan kewajiban, wara dan meneladani Rasulullah.
Menurut AL Muhasibi, marifat harus ditempuh melalui jalan tasawuf yang mendasarkan kepada
kitab dan sunnah. Tahapan marifat adalah sebagai berikut:
a) Taat. Awal kecintaan kepada Allah SWT adalah taat, yaitu wujud konkret ketaatan hamba
kepada Allah. Kecintaan kepada Allah hanya dapat dibuktikan dengan jalan ketaatan, bukan
hanya sekedar pengungkapan semata. Implementasinya adalah memenuhi hati dengan sinar dan
kemudian melimpah pada lidah dan anggota tubuh yang lain.
b) Aktivitas anggota tubuh yang telah disinari oleh cahaya yang memenuhi hati merupakan
marifat selanjutnya.
c) Pada tahap ketiga ini Allah menyingkapkan khazanah-khazanah keilmuan dan keghaiban
kepada setiap orang yang telah menempuh kedua tahap di atas. Ia akan menyaksikan berbagai
rahasia yang selamam ini disimpan Allah.
d) Tahap keempat adalah apa yang dikatakan oleh sementara sufi dengan gana yang
menyebabkan baqa.
Khauf (rasa takut) dan raja (pengharapan) menempati posisi penting dalam perjalanan seseorang
dalam membersihkan jiwa.
Menurut Al Muhasibi, pangkal wara adalah ketakwaan; pangkal ketakwaan adalah introspeksi
diri (musabat Al nafs); pangkal instrospeksi diri adalah khauf dan raja; pangkal khauf dan raja
adalah pengetahuan tentang janji dan ancaman Allah; pangkal pengetahuan tentang keduanya
adalah perenungan.
Khauf dan raja dapat dilakukan dengan sempurna bila berpegang teguh pada Al Qur-aan dan As
Sunnah.
Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa itu berada dalam taman-taman (syurga) dan mata
air-mata air, Sambil menerima segala pemberian Rabb mereka. Sesungguhnya mereka sebelum
itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat kebaikan. Di dunia mereka sedikit sekali tidur
diwaktu malam. Dan selalu memohonkan ampunan diwaktu pagi sebelum fajar.(Q.S. Adz
Dzariyyat: 15-18)
Raja dalam pandangan Muhasibi seharusnya melahirkan amal saleh. Inilah yang dilakukan oleh
mukmin yang sejati dan para sahabat nabi, sebagaimana digambarkan oleh ayat:
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan
Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi
1. c. Al-Qusyairi
Nama lengkapnya adalah Abdul karim bin hawazin ia lahir tahun 376H di istewa,kawasan
naisabur dan wafat pada tahun 465H.
Disamping berguru pada mertuanya, abu ali ad daqoq Imam Al-Qusyairy juga berguru pada para
ulama lain. Diantaranya, Abu Abdurrahman Muhammad ibn al-Husain (325-412 H/936-1021 M),
seorang sufi, penulis dan sejarawan. Al-Qusyairy juga belajar fiqh pada Abu Bakr Muhammad
ibn Abu Bakr at-Thusy (385-460 H/995-1067 M, belajar Ilmu Kalam dari Abu Bakr Muhammad
ibn al-Husain, seorang ulama ahli Ushul Fiqh. Ia juga belajar Ushuluddin pada Abu Ishaq
Ibrahim ibn Muhammad, ulama ahli Fiqh dan Ushul Fiqh. Al-Qusyairy pun belajar Fiqh pada
Abu Abbas ibn Syuraih, serta mempelajari Fiqh Mazhab Syafii pada Abu Mansyur Abdul Qohir
ibn Muhammad al-Ashfarayain.
Dia juga penentang keras doktrin-doktri aliran Mutazilah, Karamiyah, Mujassamah dan Syiah.
Karena tindakannya itu, Al-Qusyairy pernah mendekam dalam penjara selama sebulan lebih, atas
perintah Taghrul Bek, karena hasutan seorang menteri yang beraliran Mutazilah yaitu Abu Nasr
Muhammad ibn Mansyur al-Kunduri
Selain itu dia mengecam keras para sufi yang gemar mempergunakan pakaian orang miskin,
sedangkan tindakan mereka bertentangan dengan pakaian mereka.
Dalam konteks berbeda, Al Qusyairi mengemukanan suatu penyimpangan lain dari para sufi,
dengan ungkapan pedas.
Kebanyakan para sufi yang menempuh jalan kebenaran dari kelompok tersebut telah tiada.
Tidak ada bekas mereka yang tinggal dari kelompok tersebut kecuali bekas-bekas mereka.
Dalam hal ini jelaslah bahwa Al Qusyairi adalah pembuka jalan bagi kedatangan Al Ghazali yang
berafiliasi pada aliran yang sama, yaitu Al Asyariyyah, yang nantinya merujuk pada gagasan Al
Qusyairi.[4]
1. d. Al Ghozali
Nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Taus Ath
Thust Asy Syafii Al Ghazali.Dia dipanggil Al Ghazali karena dilahirkan di Ghazlah. Iran pada
yahun 1058 M. Dan meninggal pada tahun 505 H pada usia 54 tahun.
Karya-karyanya menunjukkan bahwa AL Ghazali merupakan seorang pemikir kelas dunia yang
sangat berpengaruh. Di kalangan Islam sendiri banyak yang menilai bahwa dalam hal ajaran ia
adalah seorang kedua yang paling berpengaruh sesudah rasulullah Saw.
Di kalangan Kristen abad tenha, pengaruh Al Ghazali merembes melalui filsafat
Bonabentura.Banyak literatur yang menyebutkan tentang jaza-jasa Al Ghazali bagi peradaban
Islam.
Didalam tasawufnya, Al Ghazali memilih tasawuf sunni yang berdasarkan Al Qur-aan dan
sunnah Nabi. Ditambah dengan doktrin Ahlu Al Sunnah wa Al Jamaah. Dari paham tasawufnya,
ia menjauhkan semua kecenderungan gnotis yang mempengaruhi para filosof Islam, sekte
Ismalilyah, aliran Syiah, Ikhwan Ash Shafa. Ia menjauhkan tasawufnya dari paham ketuhanan
Aristoteles seperti emanasi dan penyatuan. Itulah sebabnya dapat dikatakan bahwa Al Ghazali
benar-benar bercorak Islam.
Corak tasawufnya adalah psiko-moral yang mengutamakan pendidikan moral. Hal ini dapat
dilihat dari karya-karyanya seperti Ihya Ulum Al Din, Minhaj Al Abidin, Mizan Al Amal,
Bidayah Al Hidayah, Miraj Al Salikin, Ayyuhal Walad. Oleh sebab itu, Al Ghazali mempunyai
jasa besar dalam dunia Islam. Dialah yang memadkan antara ketiga keilmuan Islam, yakni
tasawuf, fiqih dan ilmu kalam.
Al Ghazali menjadikan tasawuf sebagai sarana untuk beroalh rasa dan berolah jiwa, hingga
sampai pada marifat yang membantu menciptakan (saadah).
Menurut Al Ghazali, marifat adalah mengetahui rahasia Allah dan pengetahui peraturan-
peraturan Tuhan tentang segala yang ada. Alat memperoleh marifat bersandar pada sir, qalb dan
roh.
Marifat seorang sufi tidak dihalangi oleh hijab, sebagaimana ia melihat si Fulan ada di dalam
rumah dengan mata kepala sendiri. Jadi marifat menurut AL Ghazali adalah marifat yang
dibangun atas dasar dzauq rohani dan jasyf ilahi. Marifat seperti ini dapat dicapai oleh para
khawash auliya tanpa melalui perantara atau langsung dari Allah, sebagaimana ilmu kenabian.
Nabi mendapat ilmu Allah melalui perantara malaikat, sedangkan wali mendapat ilmu melalui
ilham. Namun kedua-duanya sama-sama memperoleh ilmu dari Allah.
Menurut AL Ghazali, kelezatan dan kebahagiaan yang paling tinggi adalah melihat Allah
(ruyatullah). Kenikmatan qalb sebagai alat memperoleh marifat terletak ketika melihat Allah.
Melihat Allah merupakan kenikmatan paling agung yang tiada taranya karena marifat itu sendiri
agung dan mulia.
Kenikmatan qolb sebagai alat memperoleh marifat terletak ketika melihat Allah. Melihat Allah
merupakan kenikmatan paling agung yang tiada taranya karena marifat itu sendiri agung dan
mulia.Kelezatan dan kenikmatan dunia tergantung pada nafsu dan akan hilang setelah manusia
mati, sedangkan kelezatan dan kenikmatan melihat Tuhan tergantung pada qalbu dan tidak akan
hilang walaupun manusia sudah mati, hal ini karena qalbu tidak ikut mati, malah kenikmatannya
bertambah karena dapat keluar dari kegelapan menuju cahaya terang.
1. B. Tasawuf Amali
Tasawuf amali adalah tasawuf yang penekanannya pada amaliah berupa wirid dan amaliah
lainnya. Tasawuf amali atau hadah, menghapuskan sifat-sifat yang tercela, melintasi semua
hambatan itu, dan menghadap total dari segenap esensi diri hanya kepada Alla SWT. Di
dalamnya terdapat kaedah-kaedah suluk (perjalanan tarbiyah ruhaniyah), macam-macam etika
(adab) secara terperinci, seperti hubungan antara murid dengan shaykh, uzlah dengan khalwah,
tidak banyak makan, mengoptimalkan waktu malam, diam, memeperbanyak zikir, dan semua
yang berkaitan dengan kaedah-kedah suluk dan adab.[5]
Pada hakikatnya metode kaum shufi ini hanyalah sebuah lanjutan atau pengembangan dari
tasawuf sunni. Dinamakan tasawuf amali karena sisi amal di dalamnya lebih dominan dari sisi
teori.
Dilihat dari tingkatan dan komunitas itu, terdapat beberapa istilah sebagai berikut, yaitu :
1. Menurut Al- Kalabazi dalam bukunya At-Taarruf li al- Madzhab ahli ash-shaufiyah;
menyatakan bahwa murid yaitu, orang yang mencari pengetahuan dan bimbingan dalam
melaksanakan amal ibadahnya, dengan memusatkan segala perhatian dan usahanya
kearah itu, melepas segala kemauannya dengan menggantungkan diri dan nasibnya
kepada iradah Allah.
2) Mutawassith, adalah tingkatan menengah yaitu, orang yang sudah dapat melewati kelas
pemula, telah mempunyai pengetahuan yang cukup dengan syariat.
3) Muntahi, adalah tingkat atas atau orang yang telah matang ilmu syariat sudah menjalani
tarekat dan mendalami ilmu bathiniyah.
2. Wali dan Quthub , yaitu seseorang yang telah sampai kepuncak kesuucian bathin,
memperoleh ilmu laduni yang tinggi sehingga tersingkap tabir rahasia yang gaib-gaib.
Orang seperti ini akan memperoleh karunia dari Allah dan itulah yang disebut wali.[6]
Dilihat dari sudut amalan serta jenis ilmu yang dipelajari, maka terdapat beberapa istialah yang
khas dalam dunia tasawuf, yaitu : ilmu-lahir dan ilmu-bathin. Oleh karena itu cara memahami
dan mengamalkannya juga harus memiliki aspek lahir dan aspek batin. Kedua aspek yang
terkandung dalam ilmu itu mereka bagi kepada empat kelompok, yaitu :
1) Syariat.
Syariat mereka artikan sebagai amalan-amalan lahir yang difardukan dalam Agama, yang
biasanya dikenal sebagai rukun Islam dan segala hal yang berhubungan dengan itu bersumber
dari Al Quran dan Sunnah Rasul.
2) Tarekat.
Dalam melakukan syariat tersebut di atas, haruslah berdasarkan tata cara yang telah digariskan
dalam Agama dan dilakukan hanya karena pengahambaan diri kepada Allah, karena kecintaan
kepada Allah dan karena ingin berjumpa dengan-Nya.
3) Hakikat.
Secara lughawi, hakikat berarti inti sesuatu, puncak atau sumber asal sesuatu. Dalam dunia sufi,
hakikat diartikan sebagai aspek lain dari syariat yang bersifat lahiriyah, yaitu aspek bathiniah.
Dengan demikian dapat diartikan sebagai rahasia yang paling dalam dari segala amal, inti dari
syariat dan akhir dari perjalanan yang ditempuh oleh seorang sufi.
4) Marifah.
Dari segi bahasa, marifah berarti pengetahuan atau pengalaman, sedangkan dalam istilah sufi,
marifah itu diartikan sebagai pengetahuan mengenai tuhan melalui hati sanubari.[7]
1. C. Tasawuf Falsafi
Tasawuf falsafi adalah tasawuf yang ajaran-ajarannya memadukan antara visi mistis dan visi
rasional.Tasawuf ini menggunakan terminologi filosofis dalam pengungkapannya,yang berasal
dari berbagai macam ajaran filsafat yang telah mempengaruhi para tokohnya.
Konsep-konsep mereka yang disebut dengan tasawuf falsafi yakni tasawuf yang kaya dengan
pemikiran-pemikiran filsafat. ajaran filsafat yang paling banyak dipergunakan dalam analisis
tasawuf adalah Paham emanasi neo-Plotinus.
Perbedaan tasawuf sunni dan salafi lebih menonjol kepada segi praktis () , sedangkan
tasawuf falsafi menonjol kepada segi teoritis ( ) sehingga dalam konsep-konsep tasawuf
falsafi lebih mengedepankan asas rasio dengan pendektan-pendekatan filosofis yang ini sulit
diaplikasikan ke dalam kehidupan sehari-hari khususnya bagi orang awam, bahkan bisa
dikatakan mustahil.
Kaum sufi falsafi menganggap bahwasanya tiada sesuatupun yang wujud kecuali Allah, sehingga
manusia dan alam semesta, semuanya adalahAllah. Mereka tidak menganggap bahwasanya Allah
itu zat yang Esa, yang bersemayam diatas Arsy.
2. Hulul
Hulul merupakan salah satu konsep didalam tasawuf falsafi yang meyakini terjadinya kesatuan
antara kholiq dengan makhluk. Paham hululini disusun oleh Al-hallaj
1. Wahdah Al-Wujud
Istilah wahdah Al-wujud sangat dekat dengan pribadi Ibnu Arabi,sehingga ketika menyebut
pemikiran Ibnu Arabi seakan-akan terlintas tentang doktrin wahdah Al-wujud sebenarnya
wihdatul wujud bukan penyebutan aari ibnu arbai sendiri melainkan sebutan yang dilontarkan
oleh musuh bebuyutannya yaitu Ibnu taimiyah.
1. Ittihad
Pengertian ittihad sebagaimana disebutkan dalam sufi terminologi adalah; ittihad adalah
penggabungan antara dua hal yang menjadi satu.Ittihad merupakan doktrin yang menyimpang
dimana didalamnya terjadiproses pemaksaan antara dua ekssistensi. Kata ini berasal dari
katawahd atau wahdah yang berarti satu atau tunggal. Jadi ittihad artinyabersatunya manusia
dengan Tuhan.
1. Insan Kamil
Al-jilli adalah seorang yang sangat terkenal di Baqhdat, riwayat hidupnya tidak banyak diketahui
oleh sejrah tapi yang jelas ajran yang al-jilli ini ialah Insan kamil. Insan kamil menurut aljilli
ialah manusia
Disamping para sufi ia juga seorang filosof yang sangat terkenal dari Andalusia, ia adalah
seorang penggagas paham tasawwuf yang lebih dikenal dengan kesatuan Mutlak
Ibnu Khaldun dalam karyanya Al-Muqaddimah, menyimpulkan bahwa ada empat objek utama
yang menjadi perhatian para sufi filosof, antara lain :
1. Latihan rohaniah dengan rasa, instiusi serta introspeksi diri yang timbul darinya.
2. Iluminasi atau hakekat yang tersingkap dari alam gaib, seperti sifat sifat rabbani, arsy,
kursi, malaikat dll.
3. Peristiwa peristiwa dalam alam maupun kosmos yang berpengaruh terhadap berbagai
bentuk kekeramatan atau keluarbiasaan.
BAB III
PENUTUP
1. A. KESIMPULAN
Tasawuf ahlaki, jika di tinjau dari sudut bahsa arab merupakan bentuk frase dalam kaidah
bahasa arab di kenal dengan sebutan jumlah idhofah yaitu merupakan gabungan dua kata
menjadi satu kesatuan makna yang utuh dan menentukan realitas yang khusus,yaitu kata tasawuf
dan ahklak.
Tasawuf amali adalah tasawuf yang penekanannya pada amaliah berupa wirid dan amaliah
lainnya. Tasawuf amali atau hadah, menghapuskan sifat-sifat yang tercela, melintasi semua
hambatan itu, dan menghadap total dari segenap esensi diri hanya kepada Alla SWT. Di
dalamnya terdapat kaedah-kaedah suluk (perjalanan tarbiyah ruhaniyah), macam-macam etika
(adab) secara terperinci, seperti hubungan antara murid dengan shaykh, uzlah dengan khalwah,
tidak banyak makan, mengoptimalkan waktu malam, diam, memeperbanyak zikir, dan semua
yang berkaitan dengan kaedah-kedah suluk dan adab
Tasawuf falsafi adalah tasawuf yang ajaran-ajarannya memadukan antara visi mistis dan visi
rasional.Tasawuf ini menggunakan terminologi filosofis dalam pengungkapannya,yang berasal
dari berbagai macam ajaran filsafat yang telah mempengaruhi para tokohnya.
1. B. SARAN
Untuk menuju kesempurnaan tentu butuh koreksi dari semua pihak yaitu koreksi yang bersifat
konstruktif agar pembuatan makalh selanjutnya dapat lebih baik, olehnya itu penulis
mengharapkan adanya koreksi dari pembaca agar kesempurnaan dalam penulisan makalh dapat
tercapai.
DAFTAR PUSTAKA
Nata M.A, Prof. Dr. H. Abudin. 2003. Akhlak Tasawuf. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, cet.
Kelima
7
Ibid, hal. 128-129
[8]
Ibid, hal, 135