Anda di halaman 1dari 8

Standar Audit (SA) 330

Standar Audit ini berkaitan dengan tanggung jawab auditor untuk merancang dan menerapkan
respons terhadap risiko kesalahan penyajian material yang diidentifikasi dan dinilai oleh auditor
dalam suatu audit atas laporan keuangan.

Tujuan
Tujuan auditor adalah untuk memperoleh bukti audit cukup dan tepat yang berkaitan
dengan penilaian risiko kesalahan penyajian material, melalui pendesainan dan penerapan
respons yang tepat terhadap risiko tersebut.

Definisi
Untuk tujuan SA ini, istilah-istilah berikut mempunyai arti yang dijelaskan seperti di
bawah ini:
(a) Prosedur substantif: Suatu prosedur audit yang dirancang untuk mendeteksi kesalahan penyajian
material pada tingkat asersi. Prosedur substantif terdiri dari:
(i) Pengujian rinci (dari setiap golongan transaksi, saldo akun, dan pengungkapan); dan
(ii) Prosedur analitis substantif.
(b) Pengujian pengendalian: Suatu prosedur audit yang dirancang untuk mengevaluasi efektivitas
operasi pengendalian dalam mencegah, atau mendeteksi danmengoreksi, kesalahan penyajian
material pada tingkat asersi.

Ketentuan
1. Respons Keseluruhan
Auditor harus merancang dan mengimplementasikan respons keseluruhan untuk menanggapi
risiko kesalahan penyajian material yang telah dinilai pada tingkat laporan keuangan.
2. Prosedur Audit Sebagai Respons terhadap Risiko Kesalahan PenyajianMaterial yang Telah
Dinilai pada Tingkat Asersi
Auditor harus merancang dan mengimplementasikan prosedur audit lebih lanjut yang sifat, saat,
dan luasnya didasarkan pada dan merupakan respons terhadap risiko kesalahan penyajian
material yang telah dinilai pada tingkat asersi.

3. Kecukupan Penyajian dan Pengungkapan


Auditor harus melaksanakan prosedur audit untuk menilai apakah penyajian menyeluruh laporan
keuangan, termasuk pengungkapan yang bersangkutan, adalah sesuai dengan kerangka pelaporan
keuangan yang berlaku.
4. Evaluasi terhadap Kecukupan dan Ketepatan Bukti Audit
Auditor harus menyimpulkan apakah bukti audit yang cukup dan tepat telah diperoleh. Dalam
menyatakan suatu opini, auditor harus mempertimbangkan semua bukti audit relevan, tanpa
memperhatikan apakah bukti tersebut mendukung atau bertentangan dengan asersi dalam laporan
keuangan.
5. Dokumentasi
Auditor harus memasukkan dalam dokumentasi audit:2
a. Respons keseluruhan untuk menanggapi risiko kesalahan penyajian material yang telah dinilai
pada tingkat laporan keuangan, dan sifat, saat, dan luas prosedur audit lebih lanjut yang
dilaksanakan;
b. Hubungan antara prosedur audit dengan risiko yang telah dinilaipada tingkat asersi; dan
c. Hasil prosedur audit, termasuk kesimpulan ketika prosedur audit belum memberikan hasil yang
jelas.

Standart Audit (SA) 402


Standar Audit (SA) ini mengatur tentang tanggung jawab auditor pengguna untuk memperoleh
bukti audit yang cukup dan tepat ketika suatu entitas pengguna memanfaatkan jasa dari satu atau
lebih organisasi jasa. Secara spesifik, standar ini menjelaskan tentang bagaimana auditor
pengguna menerapkan SA 315:1 dan SA 330:2 dalam memperoleh pemahaman tentang entitas
pengguna, termasuk pengendalian internal yang relevan dengan audit, yang cukup untuk
mengidentifikasi dan menilai risiko adanya kesalahan penyajian material dan dalam merancang
dan melaksanakan prosedur audit lebih lanjut sebagai respons terhadap risiko tersebut.

Tujuan
Tujuan auditor pengguna, ketika entitas pengguna menggunakan jasa dari suatu organisasi jasa,
adalah:
a) Untuk memperoleh pemahaman tentang sifat dan signifikansi jasa yang disediakan oleh
organisasi jasa dan dampaknya terhadap pengendalian internal entitas pengguna yang relevan
dengan audit, yang cukup untuk mengidentifikasi dan menilai risiko kesalahan penyajian
material.
b) Untuk merancang dan melaksanakan prosedur audit sebagai respons terhadap risiko tersebut.

Ketentuan-ketentuan terkait SA 402


1. Pemerolehan Pemahaman tentang jasa yang disediakan oleh organisasi jasa, termasuk
pengendalian internal
Pada waktu pemerolehan pemahaman tentang entitas pengguna berdasarkan SA 315,3 auditor
pengguna harus memperoleh suatu pemahaman tentang bagaimana entitas pengguna
memanfaatkan jasa organisasi jasa dalam kegiatan operasi entitas pengguna.
2. Respons terhadap risiko yang telah dinilai atas kesalahan penyajian material
Dalam merespons risiko yang telah dinilai berdasarkan SA 330, auditor pengguna harus
melakukan hal-hal sebagai berikut:
a) Menentukan apakah kecukupan dan ketepatan bukti audit tentang asersi laporan keuangan yang
relevan tersedia dari catatan yang ada di tangan entitas pengguna; dan, jika tidak
b) Melaksanakan prosedur audit lebih lanjut untuk memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat
atau menggunakan auditor lain untuk melaksanakan prosedur tersebut di organisasi jasa bagi
kepentingan auditor pengguna.
3. Laporan tipe 1 dan tipe 2 yang tidak memasukkan jasa organisasi subjasa
Apabila auditor pengguna merencanakan untuk menggunakan laporan tipe 1 atau tipe 2 yang
tidak memasukkan jasa yang disediakan oleh organisasi subjasa dan jasa tersebut relevan dengan
audit atas laporan keuangan entitas pengguna, auditor pengguna harus menerapkan ketentuan SA
ini sesuai dengan jasa yang disediakan oleh organisasi subjasa.
4. Kecurangan, ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dan kesalahan penyajian
yang tidak dikoreksi berkaitan dengan aktivitas di organisasi jasa.
Auditor pengguna harus meminta keterangan kepada manajemen entitas pengguna apakah
organisasi jasa telah melaporkan kepada entitas pengguna, atau apakah entitas pengguna
menyadari adanya kecurangan, ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, atau
kesalahan penyajian yang tidak dikoreksi yang memengaruhi laporan keuangan entitas
pengguna. Auditor pengguna harus mengevaluasi bagaimana hal-hal tersebut memengaruhi sifat,
saat, dan luas prosedur audit lebih lanjut, termasuk dampak terhadap kesimpulan dan laporan
auditor pengguna.
6. Pelaporan oleh Auditor pengguna
Auditor pengguna tidak boleh mengacu ke pekerjaan auditor jasa dalam laporan auditor
pengguna yang berisi opini tanpa modifikasian kecuali jika diwajibkan oleh peraturan
perundang-undangan. Jika pengacuan tersebut diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan,
laporan auditor pengguna harus menunjukkan bahwa pengacuan tersebut tidak mengurangi
tanggung jawab auditor pengguna terhadap opini audit tersebut.

Standar Audit (SA) 450


Standar Audit ini berkaitan dengan tanggung jawab auditor untuk mengevaluasi dampak
kesalahan penyajian yang diidentifikasi dalam audit dan kesalahan penyajian yang tidak
dikoreksi, jika ada, terhadap laporan keuangan.

Tujuan
Tujuan auditor adalah untuk mengevaluasi:
a) Dampak kesalahan penyajian yang diidentifikasi atas audit
b) Dampak kesalahan penyajian yang tidak dikoreksi, jika ada, terhadap laporan keuangan.

Ketentuan dalam SA 450


1. Akumulasi Kesalahan Penyajian yang Diidentifikasi
Auditor harus mengakumulasi kesalahan penyajian yang diidentifikasi selama audit.
2. Pertimbangan atas Kesalahan Penyajian yang Diidentifikasi selama Audit Berlangsung
Auditor harus menentukan apakah strategi audit dan rencana audit secara keseluruhan perlu
direvisi jika sifat kesalahan penyajian yang diidentifikasi dan keadaan keterjadiannya
menunjukkan bahwa kesalahan penyajian lain mungkin ada dan jika diagregasikan dengan
kesalahan penyajian yang telah diakumulasi selama audit, dapat menjadi material.
Jika berdasarkan permintaan auditor, manajemen telah memeriksa suatu golongan transaksi,
saldo akun, ataupengungkapan dan mengoreksi kesalahan penyajian yangtelah dideteksi, auditor
harus melaksanakan prosedur audittambahan untuk menentukan apakah kesalahan
penyajiantersebut masih ada.
3. Komunikasi dan Koreksi atas Kesalahan Penyajian
Auditor harus mengomunikasikan secara tepat waktu semua kesalahan penyajian yang
diakumulasi selama audit dengantingkat manajemen yang tepat, kecuali jika dilarang
olehperaturan perundang-undangan. Namun jika manajemen menolak untuk mengoreksi
beberapa atau semua kesalahan penyajian yang dikomunikasikan olehauditor, auditor harus
memperoleh pemahaman tentangalasan manajemen mengapa menolak membuat koreksi dan
harus memperhitungkan pemahaman tersebut pada waktumengevaluasi apakah laporan keuangan
secara keseluruhanbebas dari kesalahan penyajian material
4. Pengevaluasian Dampak Kesalahan Penyajian yang Tidak Dikoreksi
Auditor harus menentukan apakah kesalahan penyajian yang tidak dikoreksi adalah material,
secara individual atausecara agregasi. Dalam membuat penentuan ini, auditor harus
mempertimbangkan:
a) Ukuran dan sifat kesalahan penyajian tersebut baik dalamhubungannya dengan golongan
transaksi, saldo akun,atau pengungkapan tertentu dan laporan keuangansecara keseluruhan, dan
kondisi tertentu tentangterjadinya kesalahan penyajian tersebut.
b) Dampak kesalahan penyajian yang tidak dikoreksi yangberkaitan dengan periode lalu atas
golongan transaksi,saldo akun, atau pengungkapan yang relevan, sertalaporan keuangan secara
keseluruhan.
5. Representasi Tertulis
Auditor harus meminta suatu representasi tertulis dari manajemen dan, jika relevan, pihak yang
bertanggungjawab atas tata kelola apakah mereka yakin bahwa dampakkesalahan penyajian yang
tidak dikoreksi adalah tidakmaterial, secara individual dan agregasi, terhadap laporankeuangan
secara keseluruhan.
6. Dokumentasi
Auditor harus mencantumkan dalam dokumentasi audit :
a. batas dari jumlah kesalahan penyajian yang dipandang tidak penting
b. Semua kesalahan penyajian yang diakumulasi selama audit dan apakah kesalahan penyajian
tersebut telahdikoreksi
c. Kesimpulan auditor tentang apakah kesalahan penyajian yang tidak dikoreksi tersebut adalah
material, secaraindividual atau agregasi, dan dasar kesimpulannya

KASUS
PT Great River International merupakan perusahaan pakaian jadi berkualitas tinggi dan terkemuka di Indonesia. PT Great
River International Didirikan oleh Sukanta Tanudjaja dan Sunjoto Tanudjaja pada tahun 1976 dengan nama PT. Great River
Garments Industries. Kemudian pada tahun 1996 Berganti nama menjadi PT Great River International. Pada awalnya, PT Great
River International mengalami perkembangan yang sangat pesat hal ini ditandai dengan diperolehnya beberapa kali penghargaan
dari majalah Asiamoney dan berhasil lulus sertifikasi ISO 9002 untuk quality management. Namun mulai tahun 2002, PT. Great
River International mulai mengalami kesulitan keuangan dengan mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang (PKPU) ke Pengadilan Niaga.
Akuntan publik Justinus Aditya Sidharta diindikasi melakukan kesalahan dalam mengaudit laporan keuangan PT. Great
River Internasional, Tbk. tahun buku 2003. Kasus tersebut muncul setelah adanya temuan auditor investigasi dari Bapepam yang
menemukan indikasi penggelembungan account penjualan, piutang dan asset hingga ratusan milyar rupiah pada laporan
keuangan Great River yang mengakibatkan perusahaan tersebut akhirnya kesulitan arus kas dan gagal dalam membayar utang.
Berdasarkan investigasi tersebut Bapepam menyatakan bahwa akuntan publik yang memeriksa laporan keuangan Great River
ikut menjadi tersangka.
Kasus Great River berawal pada sekitar bulan Juli hingga September 2004, PT Bank Mandiri telah membeli obligasi PT
Great River International, Tbk sebesar Rp50 miliar dan memberi fasilitas Kredit Investasi; Kredit Modal Kerja; dan Non Cash
Loan kepada PT. Great River Internasional senilai lebih dari Rp265 milyar yang diduga mengandung unsur melawan hukum
karena obligasi tersebut default dan kreditnya macet.
Sejak Agustus 2005, Bapepam menyidik akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan Great River tahun buku 2003.
Bapepam telah menemukan adanya:
a. Overstatement atas penyajian akun penjualan dan piutang dalam Laporan Keuangan GRIV per 31 Desember 2003
b. Penambahan aktiva tetap perseroan, khususnya yang terkait dengan penggunaan dana hasil emisi obligasi, yang tidak dapat
dibuktikan kebenarannya.
Akibatnya, Great River kesulitan arus kas. Perusahaan tidak mampu membayar utang Rp 250 miliar kepada Bank
Mandiri dan gagal membayar obligasi senilai Rp 400 miliar.
Ketua Bapepam Fuad Rahmany menyatakan telah menemukan adanya indikasi konspirasi dalam penyajian laporan
keuangan perusahaan tekstil tersebut. Berdasarkan hal-hal tersebut, Bapepam pada tanggal 22 November 2005 meningkatkan
Pemeriksaan atas kasus GRIV ke tahap Penyidikan. Sehubungan dengan tindakan Penyidikan tersebut, Bapepam telah dan akan
berkoordinasi dengan instansi penegak hukum terkait.
Menteri Keuangan (Menkeu) RI terhitung sejak tanggal 28 Nopember 2006 telah membekukan izin Akuntan Publik (AP)
Justinus Aditya Sidharta selama dua tahun. Sanksi tersebut diberikan karena Justinus terbukti melakukan pelanggaran terhadap
Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) berkaitan dengan Laporan Audit atas Laporan Keuangan Konsolidasi PT Great River
International Tbk (Great River) tahun 2003.
Pembekuan izin oleh Menkeu ini merupakan tindak lanjut atas Surat Keputusan Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik
(BPPAP) Nomor 002/VI/SK-BPPAP/VI/2006 tanggal 15 Juni 2006 yang membekukan Justinus dari keanggotaan Ikatan Akuntan
Indonesia Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP). Hal ini sesuai dengan Keputusan Menkeu Nomor 423/KMK.06/2006
tentang Jasa Akuntan Publik sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menkeu Nomor 359/KMK.06/2003 yang menyatakan
bahwa AP dikenakan sanksi pembekuan izin apabila AP yang bersangkutan mendapat sanksi pembekuan keanggotaan dari IAI
dan atau IAI-KAP

Analisis Kasus
1. Analisis terkait SA 330
Dalam SA 330 terkait dengan tanggung jawab auditor untuk merancang dan menerapkan respon
terhadap risiko kesalahan penyajian material yang diidentifikasi dan dinilai auditor dalam suatu
audit atas laporan keuangan. Kasus PT Great River International, Tbk di atas, yang melibatkan
akuntan publik Justinus Aditya Sidharta, Auditor dengan sengaja tidak menerapkan respon
terhadap risiko salah saji yang material sehingga menyebabkan overstatement atas penyajian
akun penjualan dan piutang serta penambahan aktiva perseroan di bagian obligasi yang
menyebabkan perusahaan mengalami kesulitan dalam arus kas dan gagal membayar utang.
Berdasarkan informasi dari ketua Bapepam Fuad Rahmany, auditor telah melakukan tindakan
konspirasi dengan pihak entitas ( melakukan fraud ) dan tidak menerapkan independensinya
sebagai auditor dalam penyajian laporan keuangan. Hal ini sudah menunjukan bahwa AP
Justinus Aditya Sidharta melanggar ISA 330.6, 330.7, dan 330.20. Tindakan auditor tersebut
menjadi faktor terkuat auditor tidak mengaplikasikan dengan benar prosedur substantif yang
terdiri dari pengujian rinci dari pengungkapan yang dilakukan pihak entitas, prosedur analitis
substantif, dan prosedur pengendalian ( gagal mencegah, mendeteksi, dan mengoreksi salah saji )
Padahal seharusnya Auditor mampu untuk menjalankan prosedur substantif, prosedur
pengendalian sebelum akhirnya menentukan respon terhadap kesalahan salah saji secara
tepat. AP bersangkutan lebih menunjukkan kecerobohan-nya dalam melaksanakan prosedur
audit. Seharusnya AP Justinus A. Sidharta melakukan prosedur substantive secara tepat seperti
pada ISA 330.18-330.23. Setelah itu AP Justinus A. Sidharta dapat melakukan perubahan
penilaian risiko sebelum berakhirnya audit (ISA 330.25). AP Justinus A. Sidharta juga telah
melakukan kesalahan sesuai ISA 330.27 apakah bukti yang cukup dan tepat sudah diperoleh
sehingga overstatement tidak akan terjadi.

2. Analisis terkait SA 402


Standar Audit (SA) ini memberi petunjuk-petunjuk mengenai pertimbangan audit berkenaan
dengan entitas yang menggunakan organisasi pemberi jasa. Faktor sosio-ekonomis, daya-tawar
(bargaining power) serikat pekerja, dan kebijakan pemerintah sangat mempengaruhi
perkembangan organisasi pemberi jasa di Indonesia. Sesuai dengan ISA ini maka seorang audit
wajib mempertimbangkan audit plan yang telah dibuat. Terdapat pula data bahwa:
PT Great River International merupakan perusahaan pakaian jadi berkualitas tinggi dan
terkemuka di Indonesia. PT Great River International Didirikan oleh Sukanta Tanudjaja dan
Sunjoto Tanudjaja pada tahun 1976 dengan nama PT. Great River Garments Industries.
Kemudian pada tahun 1996 Berganti nama menjadi PT Great River International. Pada awalnya,
PT Great River International mengalami perkembangan yang sangat pesat hal ini ditandai dengan
diperolehnya beberapa kali penghargaan dari majalah Asiamoney dan berhasil lulus sertifikasi
ISO 9002 untuk quality management. Namun mulai tahun 2002, PT. Great River International
mulai mengalami kesulitan keuangan dengan mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang (PKPU) ke Pengadilan Niaga.
Permohonan PKPU tersebut diajukan sehubungan dengan permohonan pailit yang diajukan oleh
Citibank atas utang senilai US $10 juta yang berasal dari US $ 2 juta dari Revolving Credit
Agreement pada 16 Februari 1994 dan US $ 8 juta dari Revolving Credit Agreement-Domestic
Trade Payable Onshore tanggal 16 November 1995. PT Great River International memperkirakan
jumlah kewajibannya yang telah dan akan jatuh tempo, di luar utangnya kepada Citibank, adalah
sebesar US $179.291.292. Sedangkan total aset yang dimiliki diperkirakan sebesar
Rp1.674.716.315.355. Perusahaan garmen PT Great River International Tbk membukukan laba
bersih sebesar Rp 1,023 trilyun per September 2002, melonjak dari periode yang sama tahun
sebelumnya yang masih membukukan rugi bersih Rp 11,298 milyar. Demikian dikemukakan
Dirut Great River Sunjoto Tanudjaja dalam laporan keuangan kepada Bursa Efek Jakarta (BEJ).
Lonjakan laba bersih itu lebih disebabkan adanya pendapatan pos luar biasa dari hasil
restrukturisasi utang sebesar Rp 1,277 trilyun. Dari total utang sebesar 172,5 juta dollar AS,
Great River memperoleh potongan utang (hair cut) sebesar 85 persen atau untuk setiap dollar
utangnya, perseroan hanya membayar 15 sen. Oleh karena itu, pos-pos yang tadinya
untuk membayar utang, karena ada koreksi pembukuan, berubah menjadi keuntungan. Secara
langsung, pendapatan dari pos luar biasa tersebut tidak mempengaruhi aliran dana tunai
(cashflow) perusahaan, tetapi mengubah struktur keuangan perseroan menjadi positif.
Sebagaimana dialami berbagai emiten lainnya, perusahaan garmen ini mengalami kesulitan
keuangan semenjak krisis ekonomi tahun 1998. Melonjaknya nilai tukar dollar AS terhadap
rupiah membuat nilai utang perseroan melejit ke atas. Proses restrukturisasi yang sudah dirintis
manajemen selama 4 tahun, sejak tahun 1998 tersebut akhirnya membuahkan hasil dengan
penandatanganan scheme buy back (skema pembelian kembali) utang pada bulan Agustus 2002.
Dengan mengetahui data di atas auditor bisa menjalanka ISA 402.7 mengenai menetapkan tujuan
audit laporan keuangan entitas pengguna organisasi pemberi jasa. Apabila AP Justinus A.
Sidharta telah membuat audit plan maka ap tersebut mengetahui pasti risiko pada PT Great River
Internasional Tbk sehingga tidak terjadi salah saji yang material. Auditor yang berpengalaman
mempunyai pemahaman yang lebih baik atas laporan keuangan. Mereka juga lebih mampu
memberi penjelasan yang masuk akal atas kesalahan-kesalahan dalam laporan keuangan dan
dapat mengelompokkan kesalahan berdasarkan pada tujuan audit dan struktur dari sistem
akuntansi yang mendasari. Namun sesuai dengan tanggung jawabnya untuk menaikkan tingkat
keandalan laporan keuangan suatu perusahaan, maka akuntan publik tidak hanya perlu memiliki
kompetensi atau keahlian saja tetapi juga harus independen dalam mengaudit. Tanpa adanya
independensi, auditor tidak berarti apa-apa. Masyarakat tidak percaya akan hasil audit dari
auditor sehingga masyarakat tidak akan meminta jasa pengauditan dari auditor. Atau dengan kata
lain, keberadaan auditor ditentukan oleh independensinya (Supriyono, 1988).

3. Analisis terkait SA 450


Dalam SA 450.5 dijelaskan bahwa auditor wajib mengumpulkan salah saji yang ditemukan
dalam auditnya, kecuali salah saji yang jelas-jelas sepele. Namun dalam laporan keuangan PT
Great River Internasional Tbk terdapat salah saji berupa :
c. Overstatement atas penyajian akun penjualan dan piutang dalam Laporan Keuangan GRIV per 31 Desember 2003
d. Penambahan aktiva tetap perseroan, khususnya yang terkait dengan penggunaan dana hasil emisi obligasi, yang tidak dapat
dibuktikan kebenarannya.
Akibat adanya penggelembungan account penjualan, piutang dan asset tersebut terjadi salah saji
hingga mencapai ratusan milyar rupiah, dimana salah saji tersebut bukanlah merupakan salah saji
yang sepele. Seharusnya auditor melakukan koreksi terhadap salah saji tersebut karena hal ini
sangat mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pengguna laporan keuangan. Misalnya
pengambilan keputusan yang akan diambil oleh kreditur, dalam hal ini Bank Mandiri telah
memberikan fasilitas kredit kepada PT Great River Internasional Tbk, karena dalam laporan
keuangan yang disajikan tercatat bahwa PT Great River memperoleh laba yang cukup tinggi,
namun pada kenyataannya PT Great River saat itu sedang mengalami kesulitan arus kas. Dalam
kasus ini auditor telah mengetahui adanya salah saji dalam laporan keuangan PT Great River
yang bersifat material namun auditor secara sengaja menyembunyikan kesalahan tersebut.
Menanggapi tudingan tersebut, Kantor akuntan publik Johan Malonda & Rekan membantah telah
melakukan kegiatan konspirasi dalam mengaudit laporan keuangan tahunan PT Great River
International, Tbk. Justinus A. Sidharta selaku Deputy Managing Director Johan Malonda
menyatakan, selama mengaudit pembukuan PT Great River International Tbk, pihaknya tidak
menemukan adanya penggelembungan akun penjualan atau penyimpangan dana obligasi. Akan
tetapi pihak KAP menemukan adanya penggunaan metode pencatatan akuntansi yang berbeda
dengan ketentuan yang ada.
Menurut Justinus, PT Great River International, Tbk banyak menerima order pembuatan pakaian
dari luar negeri dengan ketentuan bahan baku dari pihak pemesan. Sehingga perusahaan hanya
dibebankan ongkos operasi pembuatan pakaian. Akan tetapi pada saat pesanan dikirimkan ke
luar negeri, dalam nilai ekspornya dicantumkan dengan menjumlahkan harga bahan baku,
aksesori, ongkos kerja, dan laba perusahaan dengan tujuan untuk menghindari dugaan dumping
dan sanksi perpajakan. Sebab, katanya, saldo laba bersih tak berbeda dengan yang diterima
perusahaan. Dia menduga hal itulah yang menjadi pemicu dugaan adanya penggelembungan
nilai penjualan. Sehingga diinterpretasikan sebagai menyembunyikan informasi secara sengaja.
Justinus menyatakan model pencatatan seperti itu bertujuan menghindari dugaan dumping dan
sanksi perpajakan. Sebab, katanya, saldo laba bersih tak berbeda dengan yang diterima
perusahaan. Dia menduga hal itulah yang menjadi pemicu dugaan adanya penggelembungan
nilai penjualan. Sehingga diinterpretasikan sebagai menyembunyikan informasi secara sengaja.
Johan Malonda & Rekan mulai menjadi auditor Great River sejak 2001. Saat itu perusahaan
masih kesulitan membayar utang US$150 Juta kepada Deutsche Bank. Pada 2002, Great River
mendapat potongan pokok utang 85 persen dan sisa utang dibayar menggunakan pinjaman dari
Bank Danamon.Setahun kemudian Great River menerbitkan obligasi Rp 300 miliar untuk
membayar pinjaman tersebut. "Kami hanya tahu kondisi perusahaan pada rentang 2001-2003,"
kata Justinus.
Hal ini menunjukan bahwa AP Justinus A. Sidharta tidak lakukan prosedur audit ISA 450
yang berkaitan dengan tanggung jawab auditor untuk mengevaluasi dampak kesalahan penyajian
yang diidentifikasi dalam audit dan kesalahan penyajian yang tidak dikoreksi, jika ada, terhadap
laporan keuangan. Sebelum seorang audit menerbitkan opini harus meninjau kembali ISA 450.11
dan 450.12 yang berkaitan dengan materialitas dan pelaporan. Apabila ada bantahan dari AP
bersangkutan seperti diatas ada kemungkinan AP bersangkutan melewatkan prosedur pada ISA
450.11 alinea A13-A17, A19-A20 tentang besar dan sifat salah saji.
Seharusnya AP Justinus A. Sidharta dapat bertidak sesuai dengan ISA 450.9 tentang manaje-
men menolak koreksi salah saji yang dikomunikasikan oleh auditor. Auditor wajib mempero-leh
pemahaman mengenai alasan penolakan manajemen dan dapat mempertimbangkan pema-haman
tersebut ketika evaluasi. Sehingga auditor dapat menilai WTP atau WDP (dan membe-rikan
penekanan pada bagian mana yang tidak bisa dinilai secara tepat).

Anda mungkin juga menyukai