Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Oleh :
Kelompok 13
Anggit Kukuh P. 125070207111004
Oleh :
Kelompok 13
Anggit Kukuh P. 125070207111004
Mengetahui,
Kepala Ruangan
1. Pengertian
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri yang
berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap diri sendiri dan kemampuan diri.
Adanya perasaan hilang percaya diri, merasa gagal karena karena tidak mampu mencapai
keinginan sesuai ideal diri (Keliat, 2001). Menurut Schult & Videbeck (1998), gangguan
harga diri rendah adalah penilaian negatif seseorang terhadap diri dan kemampuan, yang
diekspresikan secara langsung maupun tidak langsung.
Konsep diri didefinisikan sebagai semua pikiran, keyakinan dan kepercayaan yang
membuat seseorang mengetahui tentang diriya dan mempengaruhi hubungannya dengan
orang lain (Stuart & Sunden, 1999). Konsep diri tidak terbentuk sejak lahir namun dipelajari.
Salah satu komponen konsep diri yaitu harga diri dimana harga diri adalah penilaian individu
tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal
diri (Keliat, 2001). Sedangkan harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai sesuatu
yang berharga dan tidak bertanggungjawab atas kehidupannya sendiri. Jika individu sering
gagal maka cenderung harga diri rendah. Harga diri rendah jika kehilangan
kasih sayang dan penghargaan orang lain. Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang
lain, aspek utama adalah diterima dan menerima penghargaan dari orang lain.
Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap
diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai
keinginan, mengkritik diri sendiri, penurunan produktivitas, destruktif yang diarahkan pada
orang lain, perasaan tidak mampu, mudah tersinggung dan menarik diri secara sosial.
Faktor yang mempegaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua yang
tidak realistis, kegagalan yang berulang kali, kurang mempunyai tanggungjawab personal,
ketergantungan pada orang lain dan ideal diri yag tidak realistis. Sedangkan stresor
pencetus mungkin ditimbulkan dari sumber internal dan eksternal seperti trauma seperti
penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan kejadian yang mengancam.
Ketegangan peran beruhubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan dimana
individu mengalami frustrasi. Ada tiga jenis transisi peran yaitu transisi peran perkembangan
adalah perubahan normatif yang berkaitan dengan pertumbuhan. Perubahan ini termasuk
tahap perkembangan dalam kehidupan individu atau keluarga dan norma-norma budaya,
nilai-nilai tekanan untuk peyesuaian diri. Transisi peran situasi terjadi dengan bertambah
atau berkurangnya anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian.
Transisi peran sehat sakit sebagai akibat pergeseran dari keadaan sehat ke keadaan
sakit. Transisi ini mungkin dicetuskan oleh kehilangan bagian tubuh, perubahan ukuran,
bentuk, penampilan dan fungsi tubuh, perubahan fisik, prosedur medis dan keperawatan.
Gangguan harga diri atau harga diri rendah dapat terjadi secara situasional, yaitu terjadi
trauma yang tiba-tiba, misal harus operasi, kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus
hubugan kerja dll. Pada pasien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah karena privasi
yang kurang diperhatikan seperti pemeriksaan fisik yang sembarangan, pemasangan alat
yang tidak sopan (pemasangan kateter, pemeriksaan pemeriksaan perianal dll.), harapan
akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena di rawat/sakit/penyakit,
perlakuan petugas yang tidak menghargai. Kronik, yaitu perasaan negatif terhadap diri telah
berlangsung lama.
Menurut Carpenito, L.J (2003 : 352); Keliat, B.A (2001 : 20), perasaan malu terhadap
diri sendiri akibat penyakit dan akibat tindakan terhadap penyakit. Misalnya malu dan sedih
karena rambut jadi botak setelah mendapat terapi sinar pada kanker
Rasa bersalah terhadap diri sendiri, misalnnya ini tidak akan terjadi jika saya segera ke
rumah sakit, menyalahkan/mengejek dan mengkritik diri sendiri. Merendahkan martabat,
misalnya saya tidak bisa, saya tidak mampu, saya orang bodoh dan tidak tahu apa-apa
Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri. Klien tidak ingin bertemu dengan orang
lain, lebih suka sendiri, percaya diri kurang. Klien sukar mengambil keputusan, misalnya
tentang memilih alternatif tindakan. Mencederai diri, akibat harga diri yang rendah disertai
harapan yang suram, mungkin klien ingin mengakhiri kehidupan.
4. Penyebab
Gangguan harga diri yang disebut sebagai harga diri rendah dan dapat terjadi
secara:
a. Situasional
Yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus operasi, kecelakaan, dicerai
suami, putus sekolah, putus hubungan kerja, perasaan malu karena sesuatu (korban
perkosaan, dituduh KKN, dipenjara tiba-tiba). Pada klien yang dirawat dapat terjadi harga
diri rendah, karena privasi yang kurang diperhatikan, misalnya pemeriksaan fisik yang
sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopan (pencukuran pubis, pemasangan kateter,
pemeriksaan perneal).
Harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena dirawat/
sakit/penyakit. Perlakuan petugas kesehatan yang tidak menghargai, misalnya berbagai
pemeriksaan dilakukan tanpa penjelasan, berbagai tindakan tanpa persetujuan.
b. Kronik
Yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama, yaitu sebelum
sakit/dirawat. Klien ini mempunyai cara berfikir yang negatif. Kejadian sakit dan dirawat akan
menambah persepsi negatif terhadap dirinya. Kondisi ini mengakibatkan respons yang
maladaptive. Kondisi ini dapat ditemukan pada klien gangguan fisik yang kronis atau pada
klien gangguan jiwa. Dalam tinjauan life span history klien, penyebab HDR adalah
kegagalan tumbuh kembang, misalnya sering disalahkan, kurang dihargai, tidak diberi
kesempatan dan tidak diterima dalam kelompok (Yosep, 2007).
Data objektif: tampak ketergantungan pada orang lain, tampak sedih dan tidak melakukan
aktivitas yang seharusnya dapat dilakukan, wajah tampak murung.
5. Akibat
Harga diri rendah dapat membuat klien menjdai tidak mau maupun tidak mampu
bergaul dengan orang lain dan terjadinya isolasi social (menarik diri). Isolasi sosial (menarik
diri) adalah gangguan kepribadian yang tidak fleksibel pada tingkah laku yang maladaptive,
mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial (DEPKES RI, 1998 : 336).
2.3 Isolasi Sosial
1. Definisi
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena
orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam (Twondsend, 1998). Atau suatu
keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan bahkan sama sekali tidak
mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya, pasien mungkin merasa ditolak, tidak
diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dan tidak mampu
membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Budi Anna Kelliat, 2006). Menarik diri
merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari
hubungan dengan orang lain (Pawlin, 1993 dikutip Budi Kelliat, 2001). Faktor perkembangan
dan sosial budaya merupakan faktor predisposisi terjadinya perilaku isolasi sosial. (Budi
Anna Kelliat, 2006).
2. Etiologi
1. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah
a. Faktor Perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu dengan
sukses, karena apabila tugas perkembangan ini tidak dapat dipenuhi, akan menghambat
masa perkembangan selanjutnya. Keluarga adalah tempat pertama yang memberikan
pengalaman bagi individu dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Kurangnya
stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan dari ibu/pengasuh pada bayi bayi akan
memberikan rasa tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa percaya diri. Rasa
ketidakpercayaan tersebut dapat mengembangkan tingkah laku curiga pada orang lain
maupun lingkungan di kemudian hari. Komunikasi yang hangat sangat penting dalam masa
ini, agar anak tidak mersaa diperlakukan sebagai objek.
Menurut Purba, dkk. (2008) tahap-tahap perkembangan individu dalam berhubungan
terdiri dari:
1) Masa Bayi
Bayi sepenuhnya tergantung pada orang lain untuk memenuhi kebutuhan biologis maupun
psikologisnya. Konsistensi hubungan antara ibu dan anak, akan menghasilkan rasa aman
dan rasa percaya yang mendasar. Hal ini sangat penting karena akan mempengaruhi
hubungannya dengan lingkungan di kemudian hari. Bayi yang mengalami hambatan dalam
mengembangkan rasa percaya pada masa ini akan mengalami kesulitan untuk
berhubungan dengan orang lain pada masa berikutnya.
2) Masa Kanak-kanak
Anak mulai mengembangkan dirinya sebagai individu yang mandiri, mulai mengenal
lingkungannya lebih luas, anak mulai membina hubungan dengan teman-temannya. Konflik
terjadi apabila tingkah lakunya dibatasi atau terlalu dikontrol, hal ini dapat membuat anak
frustasi. Kasih sayang yang tulus, aturan yang konsisten dan adanya komunikasi terbuka
dalam keluarga dapat menstimulus anak tumbuh menjadi individu yang interdependen,
Orang tua harus dapat memberikan pengarahan terhadap tingkah laku yang diadopsi dari
dirinya, maupun sistem nilai yang harus diterapkan pada anak, karena pada saat ini anak
mulai masuk sekolah dimana ia harus belajar cara berhubungan, berkompetensi dan
berkompromi dengan orang lain.
3) Masa Praremaja dan Remaja
Pada praremaja individu mengembangkan hubungan yang intim dengan teman sejenis,
yang mana hubungan ini akan mempengaruhi individu untuk mengenal dan mempelajari
perbedaan nilai-nilai yang ada di masyarakat. Selanjutnya hubungan intim dengan teman
sejenis akan berkembang menjadi hubungan intim dengan lawan jenis. Pada masa ini
hubungan individu dengan kelompok maupun teman lebih berarti daripada hubungannya
dengan orang tua. Konflik akan terjadi apabila remaja tidak dapat mempertahankan
keseimbangan hubungan tersebut, yang seringkali menimbulkan perasaan tertekan maupun
tergantung pada remaja.
4) Masa Dewasa Muda
Individu meningkatkan kemandiriannya serta mempertahankan hubungan interdependen
antara teman sebaya maupun orang tua. Kematangan ditandai dengan kemampuan
mengekspresikan perasaan pada orang lain dan menerima perasaan orang lain serta peka
terhadap kebutuhan orang lain. Individu siap untuk membentuk suatu kehidupan baru
dengan menikah dan mempunyai pekerjaan. Karakteristik hubungan interpersonal pada
dewasa muda adalah saling memberi dan menerima (mutuality).
5) Masa Dewasa Tengah
Individu mulai terpisah dengan anak-anaknya, ketergantungan anak-anak terhadap dirinya
menurun. Kesempatan ini dapat digunakan individu untuk mengembangkan aktivitas baru
yang dapat meningkatkan pertumbuhan diri. Kebahagiaan akan dapat diperoleh dengan
tetap mempertahankan hubungan yang interdependen antara orang tua dengan anak.
6) Masa Dewasa Akhir
Individu akan mengalami berbagai kehilangan baik kehilangan keadaan fisik, kehilangan
orang tua, pasangan hidup, teman, maupun pekerjaan atau peran. Dengan adanya
kehilangan tersebut ketergantungan pada orang lain akan meningkat, namun kemandirian
yang masih dimiliki harus dapat dipertahankan.
b. Faktor Komunikasi Dalam Keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk mengembangkan
gangguan tingkah laku.
1) Sikap bermusuhan/hostilitas
2) Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak
3) Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan untuk mengungkapkan
pendapatnya.
4) Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan pada pembicaananak,
hubungan yang kaku antara anggota keluarga, kurang tegur sapa, komunikasi kurang
terbuka, terutama dalam pemecahan masalah tidak diselesaikan secara terbuka dengan
musyawarah.
5) Ekspresi emosi yang tinggi
6) Double bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan saat bersamaan yang
membuat bingung dan kecemasannya meningkat)
c. Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor pendukung
terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan oleh karena norma-norma yang
salah yang dianut oleh satu keluarga.seperti anggota tidak produktif diasingkan dari
lingkungan sosial.
d. Factor Biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Insiden tertinggi skizofrenia
ditemukan pada keluarga yang anggota keluarga yang menderita skizofrenia. Berdasarkan
hasil penelitian pada kembar monozigot apabila salah diantaranya menderita skizofrenia
adalah 58%, sedangkan bagi kembar dizigot persentasenya 8%. Kelainan pada struktur otak
seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta perubahan
struktur limbik, diduga dapat menyebabkan skizofrenia.
2. Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor internal maupun
eksternal, meliputi:
a. Stressor Sosial Budaya
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan, terjadinya penurunan
stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai, kehilangan
pasangan pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh, dirawat dirumah sakit atau
dipenjara. Semua ini dapat menimbulkan isolasi sosial.
b. Stressor Biokimia
1) Teori dopamine: Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan mesolimbik serta tractus
saraf dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.
2) Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam darah akan meningkatkan
dopamin dalam otak. Karena salah satu kegiatan MAO adalah sebagai enzim yang
menurunkan dopamin, maka menurunnya MAO juga dapat merupakan indikasi
terjadinya skizofrenia.
3) Faktor endokrin: Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada pasien
skizofrenia. Demikian pula prolaktin mengalami penurunan karena dihambat oleh
dopamin. Hypertiroidisme, adanya peningkatan maupun penurunan hormon
adrenocortical seringkali dikaitkan dengan tingkah laku psikotik.
4) Viral hipotesis: Beberapa jenis virus dapat menyebabkan gejala-gejala psikotik
diantaranya adalah virus HIV yang dapat merubah stuktur sel-sel otak.
c. Stressor Biologik dan Lingkungan Sosial
Beberapa peneliti membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering terjadi akibat
interaksi antara individu, lingkungan maupun biologis.
d. Stressor Psikologis
Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya kemampuan individu untuk
berhubungan dengan orang lain. Intesitas kecemasan yang ekstrim dan memanjang disertai
terbatasnya kemampuan individu untuk mengatasi masalah akan menimbulkan berbagai
masalah gangguan berhubungan pada tipe psikotik.
Menurut teori psikoanalisa; perilaku skizofrenia disebabkan karena ego tidak dapat
menahan tekanan yang berasal dari id maupun realitas yang berasal dari luar. Ego pada
klien psikotik mempunyai kemampuan terbatas untuk mengatasi stress. Hal ini berkaitan
dengan adanya masalah serius antara hubungan ibu dan anak pada fase simbiotik sehingga
perkembangan psikologis individu terhambat.
Menurut Purba, dkk. (2008) strategi koping digunakan pasien sebagai usaha
mengatasi kecemasan yang merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya.
Strategi koping yang sering digunakan pada masing-masing tingkah laku adalah sebagai
berikut:
a) Tingkah laku curiga: proyeksi
b) Dependency: reaksi formasi
c) Menarik diri: regrasi, depresi, dan isolasi
d) Curiga, waham, halusinasi: proyeksi, denial
e) Manipulatif: regrasi, represi, isolasi
f) Skizoprenia: displacement, projeksi, intrijeksi, kondensasi, isolasi, represi dan regrasi.
BAB 3
PENGORGANISASIAN
3.1 TUJUAN
1. Tujuan Umum
Tujuan umum TAKS adalah klien dapat meningkatkan hubungan sosial dalam
kelompok secara bertahap.
2. Tujuan Khusus
a. Klien mampu memperkenalkan diri
b. Klien mampu berkenalan dengan anggota kelompok
c. Klien mampu bercakap-cakap dengan anggota kelompok
d. Klien mampu menyampaikan dan membicarakan topik percakapan
e. Klien mampu menyampaikan perasaan yang dirasakannya saat pelaksanaan
TAKS
f. Klien mampu bekerja sama dalam permainan sosialisasi kelompok
g. Klien mampu menyampaikan pendapat tentang manfaat kegiatan TAKS yang
telah diberikan
F
O
k
k
k k
Co
Keterangan:
L : Leader
Co-L : Co-Leader
O : Observer
F : Fasilitator
K : Klien
A. Tujuan
1. Tujuan Umum
Klien mampu menyampaikan topik pembicaraan tertentu dengan anggota
kelompok
2. Tujuan khusus
a. Menyampaikan topik yang ingin dibicarakan
b. Memilih topik yang ingin dibicarakan
c. Memberi pendapat tentang topik yang dipilih
3. Setting
1. Terapis & klien duduk bersama dalam lingkaran
2. Ruangan nyaman dan tenang
4. Alat
a. Alat
1) Mp3 player
2) Bola
3) Karton papan nama
4) Buku catatan dan pulpen
5) Jadwal kegiatan klien
6) Laptop
7) LCD
5. Metode
1. Dinamika kelompok
2. Diskusi dan tanya jawab
3. Bermain peran / simulasi Bola estafet
6. Langkah Kegiatan
1. Persiapan
a. Memilih klien dengan kriteria HDR dan Isolasi Diri
b. Membuat kontrak dengan klien
c. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
2. Orientasi
Pada tahap ini terapis melakukan:
a. Memberi salam terapeutik: salam dari terapis
b. Evaluasi/validasi: menanyakan perasaan klien saat ini
c. Kontrak:
- Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu memperkenalkan diri
- Menjelaskan aturan main, yaitu sebagai berikut:
Jika ada klien yang akan meninggalkan kelompok harus
meminta izin kepada terapis
Lama kegiatan + 45 menit
Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir.
3. Tahap kerja
a. Jelaskan kegiatan, yaitu musik akan dihidupkan serta bola diedarkan
berlawanan arah jarum jam. Dan pada saat tape dimatikan, maka anggota
kelompok yang memegang bola memperkenalkan diri dan menyampaikan
satu topik yang ingin dibicarakan. Dimulai oleh terapis sebagai contoh.
Misalnya, cara bicara yang baik atau cara mencari teman.
b. Tuliskan pada flipchart atau white board topik yang disampaikan secara
berurutan.
c. Ulangi a, b, dan c sampai semua anggota kelompok menyampaikan topik
yang ingin dibicarakan.
d. Hidupkan kembali musik dan edarkan bola. Pada saat musik dimatikan,
minta pada anggota kelompok yang memegang bola untuk memilih topik
yang disukai untuk dibicarakan dari daftar yang ada.
e. Ulangi e sampai semua anggota kelompok memilih topik.
f. Terapis membantu menetapkan topik yang paling banyak dipilih.
g. Hidupkan kembali musik dan edarkan bola. Pada saat musik dimatikan,
minta pada anggota kelompok yang memegang bola untuk menyampaikan
pendapat tentang topik yang dipilih.
h. Ulangi sampai semua anggota kelompok menyampaikan pendapat.
i. Beri pujian untuk tiap keberhasilan anggota kelompok dengan memberi
tepuk tangan.
4. Fase Terminasi
a. Evaluasi respons subjektif klien
Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
a. Evaluasi respons objektif klien
Memberkan pujian atas keberhasilan kelompok
c. Rencana tindak lanjut
1. Menganjurkan tiap anggota kelompok bercakap-cakap tentang topik
tertentu dengan orang lain pada kehidupan sehari-hari
2. Memasukan kegiatan bercakap-cakap pada jadwal kegiatan harian
klien.
d. Kontrak yang akan datang
1. Menyepakati kegiatan berikut, yaitu menyampaikan dan
membicarakan topic pembicaraan masalah pribadi
2. Menyampaikan waktu dan tempat
3.6 Evaluasi dan Dokumentasi
1. Evaluasi
Evaluasi dilakukan ketika proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap
kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK.
Untuk TAKS sesi 4 dievaluasi kemampuan verbal dalam bertanya dan menjawab
pada saat bercakap-cakap serta kemampuan nonverbal dengan menggunakan
formulir evaluasi berikut.
TAK sesi 4 : Sosialisasi
Kemampuan bercakap-cakap
a. Kemampuan verbal: menyampaikan topik
Nama Klien
No Aspek yang dinilai
Jumlah
Jumlah
Jumlah
Nama klien
NO Aspek yang dinilai
1 Kontak mata
2 Duduk tegak
3 Menggunakan bahasa tubuh yang
sesuai
4 Mengikuti kegiatan dari awal
sampai akhir
Jumlah
Petunjuk:
1. Dibawah judul nama klien, tulis nama panggilan klien.
2. Untuk tiap klien tiap aspek dinilai dengan member tanda jika ditemukan
pada klien dan berikan tanda x jika tidak ditemukan.
3. Jumlah kemampuan yang ditemukan. Jika mendapat nilai 3 atau 4, klien
mampu; jika niali 2 klien dianggap belum mampu.
Kriteria Evaluasi
1. Evaluasi Input
a. Tim berjumlah 4 orang yang terdiri atas 1 leader, 1 co-leader, 1 fasilitator, dan
1 observer.
b. Lingkungan memiliki syarat luas dan sirkulasi baik.
c. Peralatan mp3 sound system berfungsi dengan baik.
d. Klien, tidak ada kesulitan memilih klien yang sesuai dengan kriteria dan
karakteristik klien untuk melakukan terapi aktivitas kelompok sosialisasi.
2. Evaluasi Proses
a. Leader menjelaskan aturan main dengan jelas.
b. Fasilitator menempatkan diri di antara klien.
c. Observer menempatkan diri di tempat yang memungkinkan untuk dapat
mengawasi jalannya permainan.
d. 100% klien yang mengikuti permainan dapat mengikuti kegiatan dengan aktif
dari awal sampai selesai.
3. Evaluasi Output
Setelah mengadakan terapi aktivitas kelompok sosialisasi dengan 8 klien yang
diamati, hasil yang diharapkan adalah sebagai berikut :
a. 100% klien yang mengikuti permainan dapat mengikuti kegiatan dengan aktif
dari awal sampai selesai.
b. 100% klien dapat meningkatkan komunkasi non verbal: bergerak mengikuti
instruksi, ekspresi wajah cerah, berani kontak mata.
c. 100% klien dapat meningkatkan komunikasi verbal (menyapa klien lain atau
perawat, mengungkapkan perasaan dengan perawat).
d. 100% klien dapat meningkatkan kemampuan akan kegiatan kelompok
(mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai).
e. 100% klien mampu melakukan hubungan sosial dengan lingkungannya (mau
berinteraksi dengan perawat / klien lain)
2. Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang memiliki klien saat TAKS pada catatan proses
keperawatan tiap klien. Misalnya, nilai kemampuan verbal menyampaikan topik 2,
kemampuan verbal memilih topik 2, kemampuan verbal member pendapat 2 dan
kemampuan nonverbal 2, maka catatan keperawatan adalah klien mengikuti TAKS
sesi 4, klien belum mampu bercakap-cakap dengan topik tertentu secara verbal dan
nonverbal. Dianjurkan latihan diulang di ruangan (buat jadwal).
STRATEGI PELAKSANAAN
TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK SOSIALISASI SESI 4
1. Strategi Komunikasi
a. Salam Terapeutik
Selamat pagi ibu-ibu, sebelumnya kami akan memperkenalkan diri
terlebih dahulu. Nama saya Candra disamping kiri saya ada Kukuh disebelah
kanan saya ada Veni dan di belakang ibu-ibu ada Dini. Ibu-ibu sudah kenal
belum sama suster-suster yang ada disini. Bagus ibu-ibu
b. Evaluasi / validasi
Bagaimana kabar ibu-ibu pagi ini. Apa semuanya sehat? Ibu-ibu
sudah mandi dan sarapan belum, sudah minum obat belum? Ibu-ibu sudah
ada yang kenal dengan teman-teman nya yang ada disini. Bagus.
c. Kontrak
Bruder mau Tanya ada yang belum pernah ikut TAK sebelumnya.
Bagus semuanya sudah pernah ya mengikuti TAK. Ibu-ibu tau tidak TAK kita
kali ini tentang apa. TAK kita kali ini yaitu bercakap-cakap dengan teman
sekelompok dengan topik pembicaraan tertentu. Ibu-ibu, sebelumnya
memberi salam, selanjutnya ibu memperkenalkan diri, lalu ibu bisa
menyampaikan satu topik uang dingin dibicarakan. Misalnya, cara bicara
yang baik atau cara mencari teman. TAK ini akan berlangsung 45 menit
diruangan ini. Nanti selama permainan ini berlangsung ibu-ibu tidak boleh
meninggalkan tempat ini ya. Kalaupun ada yang ingin buang air (BAK) ibu-ibu
harus minta izin dahulu sama suster yang ada di sebelah kanan dan kiri ibu.
d. Tujuan
Tujuan TAK kita kali ini adalah agar ibu-ibu dapat bercakap-cakap
dengan teman-teman yang ada diruangan ini.
2. Fase Kerja
Baiklah ibu-ibu, sekarang kita mulai permainannya, tapi sebelumnya suster kasih tau
dulu ya cara dan peraturannya. Baiklah.. ibu-ibu nanti akan mendengarkan lagu yang akan
diputar. Ini lagunya Coba dengarkan. Dan ini juga ada bola, nanti bola ini dipegang
oleh ibu-ibu lalu dikasih ke temen yang ada disamping ibu-ibu (bola diedarkan berlawanan
dengan jarum jam) terus bola diedarkan sampai lagu yang didengarkan berhenti dan jika
bola berada ditangan ibu berarti ibu yang memegang bola harus memperkenalkan diri dan
menyampaikan satu topik yang ingin dibicarakan. Sekarang suster akan memberikan contoh
terlebih dahulu. Lalu ibu-ibu dengarkan lagi lagu yang sudah disetel kemudian bola
diedarkan lagi keteman-teman yang ada disebelahkan ibu-ibu. Bola diedarkan sampai lagu
berhenti. Lalu apabila lagu berhenti dan ibu-ibu yang memegang bola harus
memperkenalkan diri dan menyampaikan satu topik yang ingin dibicarakan. Tuliskan pada
flipchart atau white board topik yang disampaikan secara berurutan. Ulangi a, b, dan c
sampai semua anggota kelompok menyampaikan topik yang ingin dibicarakan. Hidupkan
kembali musik dan edarkan bola. Pada saat musik dimatikan, minta pada anggota kelompok
yang memegang bola untuk memilih topik yang disukai untuk dibicarakan dari daftar yang
ada. Ulangi e sampai semua anggota kelompok memilih topik. Terapis membantu
menetapkan topik yang paling banyak dipilih. Hidupkan kembali musik dan edarkan bola.
Pada saat musik dimatikan, minta pada anggota kelompok yang memegang bola untuk
menyampaikan pendapat tentang topik yang dipilih. Ulangi sampai semua anggota
kelompok menyampaikan pendapat. Beri pujian untuk tiap keberhasilan anggota kelompok
dengan memberi tepuk tangan. Dan begitu seterusnya. Bagaimana bu, apa ibu-ibu sudah
mengerti. Ada yang ingin ditanyakan tidak. Kalau begitu kita mulai saja ya permainannya.
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi Subjektif
Bagaimana perasaan ibu-ibu setelah kita melakukan TAK hari ini. Apa semua
senang. Sekarang sudah tahu cara bercakap-cakap dengan teman yang lainnya
dengan topik tertentu.
b. Evaluasi Objektif
Bagus ibu-ibu hebat ya . Bisa mendiskusikan topik tertentu dengan teman-
teman.
c. Rencana Tindak Lanjut
Suster berharap ibu-ibu bisa terus berlatih bercakap-cakap dengan teman-
teman yang lain. Ya. Dan juga memasukan kegiatan kali ini kedalam jadwal kegiatan
ibu ya.
d. Kontrak yang akan dating
Suster harap ibu-ibu mengikuti TAK yang akan diadakan selanjut. Tempat dan
waktu akan disesuaikan nanti. Sekarang ibu-ibu bisa melanjutkan kembali
kegiatannya masing-masing.