Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kandidiasis kutis

Kandidiasis kutis adalah penyakit infeksi pada kulit yang disebabkan oleh

organisme genus Candida. Spesies yang paling sering menyebabkan penyakit ini

adalah Candida albicans, Candida glabrata, Candida krusei, Candida parapsiloris,

dan Candida tropicalis.1-5

2.1.1 Epidemiologi

Penyakit ini terdapat di seluruh dunia, dapat menyerang semua umur, baik

laki-laki maupun perempuan. Jamur penyebabnya terdapat pada orang sehat sebagai

saprofit. 1-5

2.1.2 Etiologi dan Patogenesis

Terdapat sekitar 200 genus Candida, yang paling patogen adalah Candida

albicans, diikuti berurutan oleh Candida stellatoidea, Candida tropicalis, Candida

parapsilosis, Candida krusei, dan Candida guillermondii.1,2,5

Candida termasuk dalam famili Cryptococcaceae, klas Blastomyces, Fungi

Imperfecta. C.albicans merupakan ragi dimorfik yang merupakan penyebab utama

terjadinya kandidiasis mukokutan dan sistemik sekitar 38% sampai 94,4%

dibandingkan dengan spesies Candida lainnya.3,5,7-18

Sel jamur Candida berbentuk bulat atau lonjong dengan ukuran 2-5,5 x 3-28,5

m, bergantung pada umur koloni. Jamur ini memperbanyak diri dengan bertunas

(budding) yang disebut blastospora. Selain membentuk hifa sejati Candida juga

Universitas Sumatera Utara


membentuk hifa semu (pseudohifa) yang merupakan rangkaian blastospora, yang juga

dapat tumbuh bercabang-cabang.15-21 Spesies Candida tumbuh dengan baik pada

media kultur di lingkungan aerob dengan pH 2,5-7,5 dan suhu 20-38C dalam waktu

1-3 hari. Pada medium padat koloni Candida sedikit menimbul dari permukaan,

berwarna putih kekuningan, dengan permukaan halus, licin, atau berlipat-lipat dan

berbau asam. Ukuran koloni bergantung pada umur, pada tepi koloni dapat dilihat hifa

semu sebagai benang-benang halus yang masuk ke dalam medium.19,20,22

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadi atau tidaknya infeksi Candida

yaitu faktor pejamu (sawar mekanik, flora normal, fagositosis, imunitas selular dan

faktor predisposisi), faktor patogen (faktor aderen dan enzim), dan faktor

lingkungan.20-23

Beberapa spesies Candida mampu untuk dimorfisme yaitu perubahan bentuk

blastospora menjadi hifa yang terjadi karena perubahan kondisi lingkungan seperti pH,

temperatur, atau nutrisi.13-15,20 Struktur antigen permukaan menjadi berbeda dan ini

berperan dalam patogenisitas dan virulensi Candida.15 Somerville dkk melaporkan

bahwa patogenesis infeksi C. albicans bukan hanya ditentukan oleh bentuk

blastospora atau bentuk pseudohifa saja, namun yang utama adalah kemampuan

Candida untuk melakukan perubahan bentuk morfologi dari blastospora menjadi

pseudohifa.20 Pada awalnya bentuk hifa dianggap sebagai bentuk patogen dan bentuk

blastospora adalah avirulen. Tetapi ternyata bentuk hifa memiliki peranan penting

dalam stadium awal infeksi Candida.20 Blastospora lebih berperan dalam proses

penyebaran infeksi, sedangkan bentuk hifa berperan penting dalam proses invasi ke

dalam epitel dan jaringan endotel pejamu.20

Universitas Sumatera Utara


Langkah awal yang penting dalam proses infeksi Candida adalah perlekatan

Candida pada sel epitel pejamu. Galur yang mampu melekat paling kuat pada sel

pejamu memiliki patogenisitas yang tinggi. Di antara spesies Candida yang dapat

menimbulkan infeksi, C. albicans memiliki kemampuan melekat paling kuat, disusul

oleh C. tropicalis dan C. parapsilosis. Beberapa gen berperan dalam proses

perlekatan itu telah berhasil diidentifikasi, antara lain golongan adhesion like

sequence (ALS) yang menyandi cell surface adhesion glycoprotein (x-agglutinin) dan

Hipal wall protein 1 ( HWP-1) yang menyandi protein Hwp I.19 Proses perlekatan

tersebut dipengaruhi adesin pada dinding sel C. albicans yang akan mengenali

protein-protein spesifik di permukaan sel pejamu dengan menghasilkan komponen

permukaan seperti manan, kitin, manoprotein, dan lektin.20-24

C.albicans mensekresi berbagai enzim hidrolitik seperti proteinase aspartat,

lipase, dan fosfolipase yang berhubungan dengan virulensinya. Enzim hidrolitik

mendukung tingkat invasif dan proliferasi jamur dengan mendestruksi jaringan

pejamu.24-28 Proteinase aspartat atau proteinase keratolitik yang disekresi C. albicans

merupakan enzim utama dalam pertumbuhan jamur pada medium yang mengandung

stratum korneum.25 Proteinase aspartat ini akan mencerna nutrisi yang didapat C.

albicans serta merusak membran sel pejamu untuk memudahkan adesi dan invasi

Candida ke jaringan. Fosfolipase mendukung virulensi jamur dengan merusak dan

melisiskan sel pejamu.25

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.1 Gambaran mikrokopis candida, tampak adanya budding yeasts dengan
hypa dan pseudohypa.
Dikutip dari kepustakaan no. 1

Adanya faktor predisposisi tertentu, baik endogen maupun eksogen

berhubungan dengan peningkatan kolonisasi dan insidens infeksi oleh Candida ini.
11,13,15,18,20-23
Faktor endogen antara lain kehamilan, obesitas, debilitas, penyakit

keganasan, HIV/AIDS dan endokrinopati (DM). Sedangkan faktor eksogen antara lain

iklim panas dan kelembaban, kebersihan kulit yang kurang/buruk, kebiasaan

berendam kaki dalam air yang terlalu lama menimbulkan maserasi dan memudahkan

masuknya jamur, trauma dan oklusi lokal.

2.1.3 Gambaran Klinis

Gambaran klinis kandidiasis kutis berdasarkan tempat yang terkena, dibagi

sebagai berikut 1-5,8,9,13-15 :

2.1.3.1 Kandidiasis kutis lokalisata : A. Daerah intertriginosa

B. Daerah perianal

2.1.3.2 Onikomikosis kandida / paronikia kandida

2.1.3.3 Kandidiasis kutis generalisata

2.1.3.4 Kandidiasis kutis granulomatosa

Universitas Sumatera Utara


A. 1. Kandidiasis kutis intertriginosa

Lesi ditemukan di daerah lipatan kulit, yaitu aksila, lipat leher, infra mama,

lipat inguinal, intergluteal, umbilikus, lipatan kulit di daerah abdomen, dan

interdigital. Kelainan yang tampak berupa bercak yang berbatas tegas, bersisik, basah,

dan eritematosa. Lesi tersebut dikelilingi oleh satelit berupa vesikel dan pustul kecil

atau bula, yang bila pecah meninggalkan daerah erosif, dengan tepi yang kasar dan

berkembang seperti lesi primer.1-3,11Pada sela jari kaki sering terjadi pada sela jari 3

dan 4. Kelainan kulit terlihat sebagai area kulit eritematosa dengan erosi dan

maserasi.1-3,11-15

A. 2. Kandidiasis kutis perianal

Lesi di daerah perianal ini menimbulkan pruritus ani. Infeksi Candida pada

kulit di sekitar anus yang banyak ditemukan pada bayi dikenal sebagai "kandidiasis

popok" atau "diaper rash". Hal ini sering terjadi oleh karena popok yang basah oleh

karena urin tidak segera diganti, sehingga menyebabkan iritasi dan maserasi kulit di

sekitar genitalia dan anus.1-3,19,20

Manifestasi klinis kandidiasis popok berupa plak eritematosa, papul, dan

pustul yang mengenai perineum dengan predileksi pada lipatan inguinal. Skuama

putih dan pustul satelit sering terlihat pada tepi lesi.Pustul sangat superfisial sehingga

mudah pecah. Pemakaian antibiotika dan kortikosteroid topikal dapat mempermudah

terjadinya infeksi Candida di daerah ini.1-3,19,20

B. Kandidiasis kutis generalisata

Lesi terdapat pada glabrous skin. Biasanya di daerah intertriginosa ikut

terkena, misalnya lipat payudara, intergluteal, umbilikus, aksila dan lipat inguinal,

Universitas Sumatera Utara


sering disertai glositis, stomatitis dan onikomikosis. Kelainan berupa lesi eksematoid,

dengan vesikel dan pustul milier generalisata.Penyakit ini sering terdapat pada bayi,

disebabkan karena ibunya menderita kandidiasis vaginalis dengan daya tahan tubuh

bayi yang rendah.1-3,19,20,26-28

C. Onikomikosis kandida / paronikia kandida

Onikomikosis kandida / paronikia kandida merupakan peradangan jaringan di

sekitar lipat kuku yang bersifat kronis, umumnya dimulai dari jaringan sekitar lipat

kuku proksimal. Jaringan sekitar lipat kuku membengkak, eritematosa, dan nyeri.

Pada paronikia kronik biasanya kuku akan terkena sehingga terjadi onikomikosis

kandida. Secara klinis kuku terlihat menebal, mengeras dan permukaannya tidak rata,

berwarna kecoklatan dan tidak rapuh. Pada kasus lanjut kuku dapat hancur /

destruksi.3,19,28

D. Kandidiasis kutis granulomatosa

Lesi berupa papul kemerahan tertutup krusta tebal berwarna kuning

kecoklatan dan melekat erat pada dasarnya. Krusta ini dapat menimbul seperti tanduk

sepanjang 2 cm. Lokasi tersering adalah pada wajah, tetapi juga ditemukan pada skalp,

badan, dan tungkai.3,19,28

2.1.4 Diagnosis

Diagnosis kandidiasis kutis umumnya dapat ditegakkan dengan adanya gejala

klinis yang khas yaitu makula eritematosa, maserasi dikelilingi lesi satelit berupa

papul, vesikel, atau pustul yang kemudian pecah meninggalkan skuama kolaret dan

ditunjang penemuan elemen jamur berupa pseudohifa dan/atau blastospora dalam

Universitas Sumatera Utara


jumlah banyak pada pemeriksaan langsung menggunakan larutan kalium hidroksida

(KOH), kultur, slide culture dari kerokan kulit dan kuku. 11,29-34

2.1.5. Pemeriksaan Penunjang

2.1.5.1 Pemeriksaan Langsung

Pemeriksaan dari bahan kerokan kulit atau kuku, diperiksa dengan

larutan KOH 10% atau 20%, akan didapatkan hifa semu (pseudohifa)

dengan atau tanpa blastospora.30

2.1.5.2 Pemeriksaan biakan

Bahan yang akan diperiksa ditanam pada agar Sabouraud dekstrosa

(ASD), dengan antibiotika (kloramfenikol) untuk mencegah

pertumbuhan bakteri. Inkubasi dalam suhu kamar atau lemari suhu

37C, koloni tumbuh setelah 24-48 jam, berupa yeast like colony. 30

2.1.5.3 Slide culture

Dilakukan dari media yang positif candida, dengan menusukkan

sampel ke media cornmeal agar lalu dipotong 1,5 cm x 1,5 cm,

kemudian letakkan di atas gelas objek, kemudian ditutup dengan gelas

penutup, disimpan 3 x 24 jam dalam suhu kamar dan keadaan

lembab.30

2.1.6 Diagnosis Banding

Universitas Sumatera Utara


Ada beberapa diagnosis banding kandidiasis kutis,antara lain kandidiasis

kutis lokalisata adalah eritrasma, dermatitis intertriginosa, dermatofitosis

(tinea), dermatosis seboroik, psoriasis, dan dermatitis kontak.3,19

2.1.7 Pengobatan

Pengobatan kandidiasis kutis terdiri dari pencegahan, pengobatan lokal

dan pengobatan sistemik. Pencegahan dilakukan dengan menekan

perkembangan jamur, dimana infeksi jamur umumnya diperberat oleh cuaca

panas, basah dan lembab. Jika faktor-faktor ini dapat dicegah maka

perkembangan jamur dapat berkurang. Selain itu kepada pasien juga

dianjurkan untuk memakai pakaian nyaman dan tidak terlalu tebal atau ketat

dan sering mengganti pakaian jika sudah basah.19

Pengobatan lokal infeksi jamur pada lesi yang meradang disertai vesikel dan

eksudat terlebih dahulu dengan kompres basah secara terbuka, topikal anti

jamur dapat yang diberikan yaitu nistatin, derivat imidazol,toksiklat,

haloprogin dan tolnaftat.20,30-36 Sedangkan terapi sistemik untuk kandidiasis

pada pasien DM tipe 2 menjadi tantangan tersendiri disebabkan kemungkinan

adanya interaksi antara obat anti hiperglikemi dengan anti jamur oral. 12,37,38

Drozdowska dan Drzewoski (2008) mempelajari jalur metabolisme baik

antijamur oral dan antidiabetik oral, baik azol dan kebanyakan antidiabetik

oral dimetabolisme di sitokrom P-450 tetapi dengan berbagai enzim yang

terlibat (antidiabetik-CYP2C9, itrakonazol-CYP3A4, ketokonazol-CYP3A4

dan flukonazol-CYP2C9) sedangkan terbinafin umumnya aman dan

ditoleransi dengan baik.26

Universitas Sumatera Utara


2.2 Diabetes Melitus

DM menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 merupakan

sekelompok penyakit metabolik dengan karakteristik kenaikan kadar glukosa

dalam darah atau hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,

kerja insulin atau kedua-duanya.11

Klasifikasi DM sebagai berikut :

2.2.1 Tipe 1 : Diabetes melitus tergantung insulin (IDDM)

2.2.2 Tipe 2 : Diabetes melitus tidak tergantung insulin (NIDDM)

2.2.3 Diabetes melitus yang berhubungan dengan keadaan sindroma lainnya

(tipe lain)

2.2.4 Diabetes melitus gestasional (GDM).

Etiologi DM multifaktorial, beberapa faktor predisposisi termasuk

diantaranya faktor genetik, faktor imunologi, faktor lingkungan, usia, obesitas

dan prilaku. Gejala klinis DM ditandai dengan keluhan seperti poliuri, polidipsi,

polifagi disamping keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh

darah dan saraf. Menurut Supartondo, gejala-gejala yang sering ditemukan yaitu

katarak, glaukoma, retinopati, pruritus diseluruh badan, pruritus vulva, infeksi

bakteri di kulit, infeksi jamur di kulit, neuropati perifer, ulkus neurotropik,

penyakit pembuluh darah perifer, hipertensi dan penyakit jantung koroner. 12

Sampai saat ini diagnosis DM masih ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar

gula darah.11

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.1. Kriteria diagnosis DM

1. Gejala klasik DM + Glukosa plasma sewaktu 200 mg/dL (11.1 mmol/L)


Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu
hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir
Atau
2. Gejala klasik DM
+
Kadar glukosa puasa 126 mg/dL (7.0 mml/L)
Puasa diartikan pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam
Atau
3. Kadar glukosa plasma 2 jam pada TTGO 200 mg/dL (11.1 mmol/L)
TTGO dilakuan dengan standard WHO, menggunakan beban glukosa
yang setara dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air

Dikutip berdasarkan kepustakaan no.3

2.2.1 Klasifikasi

2.2.2 Tabel 2.2. Klasifikasi DM berdasarkan etiologi

Tipe 1 Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolute


Autoimun
Idiopatik
Tipe 2 Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi
insulin relative sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai
resistensi insulin
Tipe lain Defek genetik fungsi sel beta
Defek genetik kerja insulin
Penyakit eksokrin pankreas
Endokrinopati
Karena obat atau zat kimia
Infeksi
Sebab imunologi yang jarang
Sindrom, genetik lain yang berkaitan dengan DM
Diabetes
mellitus
gestasional

Dikutip dari kepustakaan no.3

Universitas Sumatera Utara


2.2.2 Hemoglobin glikosilat (HbA1c)

Hemoglobin glikosilat (HbA1c) adalah suatu bentuk ikatan nonenzimatik

glukosa dengan hemoglobin.1,9-11 HbA1c terbentuk dari glukosa yang terikat pada N

valin ujung rantai molekul hemoglobin pada keadaan hiperglikemi. HbA1c

diperkenalkan Allen et al (1958) bahwa hemoglobin dapat dipisahkan atas beberapa

komponen yaitu hemoglobin (90%) dan komponen minor yaitu HbA1 (HbA1a,

HbA1b, HbA1c).31-33 HbA1c merupakan fraksi yang terpenting dan terbanyak yaitu 4-

5% dari hemoglobin total. HbA1c inilah yang merupakan ikatan antara glukosa

dengan hemoglobin sedangkan fraksi lainnya merupakan ikatan antara hemoglobin

dengan heksosa lainnya.29,30,32,34

Pada mulanya ikatan bersifat labil, kemudian menjadi stabil dan menetap serta

terakumulasi selama hidup eritrosit. Dari percobaan diketahui bentuk labil sudah naik

dalam jangka waktu 2 jam setelah pemberian 100 gram glukosa. Apabila kadar

glukosa kembali ke rentang normal maka ikatan labil ini akan terurai kembali

(reversibel). Bentuk stabil akan meningkat bila kadar glukosa melampaui 160-180

mg/dl selama lebih dari 12 jam. Ikatan ini akan berlangsung lambat dan terus menerus

dan tidak dipengaruhi oleh enzim sepanjang hidup eritrosit. Nilai kadar HbA1c

menggambarkan status metabolik glukosa darah selama 2-3 bulan. Dan nilai

pemeriksaan ini telah diterima sebagai uji yang menggambarkan status pengendalian

kadar glukosa darah (status glikemik).11

Penggunaan HbA1c dalam diagnosis DM masih diperdebatkan, namun seiring

dengan perkembangan tehnologi, pemeriksaan HbA1c sama efektifnya dengan

glukosa plasma puasa untuk diagnosis DM tipe 2 walaupun masih menggunakan nilai

cut off yang berbeda-beda. Diagnosis DM sebaiknya dikonfirmasi dengan

Universitas Sumatera Utara


pengulangan pemeriksaan HbA1c, namun konfirmasi tidak diperlukan bagi individu

yang menunjukkan gejala dan kadar glukosa plasma < 200 mg/dl. 11

Untuk menafsirkan hasil pemeriksaan kadar HbA1c dengan baik, perlu

memperhatikan keadaan-keadaan yang mempengaruhi kadarnya yakni

hemoglobinopati, keadaan yang disertai dengan peningkatan retikulosit/eritrosit muda

(perdarahan, hemolisis), splenektomi dan gagal ginjal. Pengaruh obat-obatan terhadap

HbA1c sampai sekarang belum diketahui.16

2.2.3 Hubungan antara DM dan kandidiasis kutis

Telah diketahui bahwa DM merupakan faktor predisposisi terjadinya

kandidiasis kutis. Status metabolik pasien DM memberikan keuntungan berupa

pemenuhan kebutuhan nutrisi spesifik serta mempermudah pertumbuhan jamur

khususnya spesies Candida.2,3

Gangguan fungsi PMN paling jelas terlihat pada pasien DM tidak terkendali.

Defisiensi kemotaksis sel PMN ini akan menjadi lebih parah apabila disertai dengan

penebalan endotel pembuluh darah kecil. Bertambah tebalnya membran basalis

endotel pembuluh darah kapiler akan menghalangi pergerakan leukosit dan mencegah

difusi insulin serta glukosa pada leukosit yang telah ada di luar pembuluh darah di

tempat masuknya mikroorganisme.11,12,14

Hubungan pasti antara hiperglikemi dengan kemudahan terjadinya infeksi

pada suatu individu masih belum diketahui dengan pasti, namun derajat hiperglikemia

cenderung meningkat dari waktu ke waktu seiring perjalanan penyakit. 39,40 Proses

kerusakan, pada umumnya berawal dari kelainan pada pembuluh darah baik mikro

maupun makrovaskular. Selain itu hiperglikemia sendiri dapat langsung menyebabkan

hipoksia jaringan akibat adanya defek mikro dan makrovaskular. 39-46

Universitas Sumatera Utara


Selain itu hiperglikemia menyebabkan gangguan pada fungsi kemotaksis,

fagositosis dan penghancuran mikroba, dimana gangguan fungsi leukosit juga terjadi

pada saat infeksi yang dihubungkan dengan metabolisme yang tidak adekuat. 41,47,50,51

Selain infeksi kandidiasis kuitis, pada pasien DM juga dapat terjadi kelainan

kulit non kandidiasis seperti infeksi bakteri, virus, dermatofita dan kelainan kulit non

infeksi. Eckhard dkk (2007) menyatakan prevalensi infeksi jamur superfisial

meningkat pada DM tipe 2 dibanding kontrol normal, prevalensi infeksi jamur

meningkat pada DM tipe 2 dengan peningkatan kadar HbA1c.2 Mahler dan Adler

(1998) menunjukkan kerentanan infeksi pada pasien DM, baik infeksi bakteri maupun

infeksi jamur meningkat karena kontrol glikemik yang rendah. 13 Berbeda dengan

seluruh hasil diatas penelitian oleh Suheyla dkk (2006) menunjukkan tidak ada

hubungan antara kadar HbA1c dengan frekuensi infeksi jamur superfisial pada pasien

DM dibandingkan dengan kontrol.11

Universitas Sumatera Utara


2.2.4 Kerangka Teori

Genetik
Imunologik
Lingkungan
Usia
Obesitas
Perilaku

DM tipe 2
Kriteria:
Poliuri
Polidipsi
Polifagi
Kenaikan kadar gula
darah

Kadar HbA1c yang


tinggi

Insufisiensi vaskular

Kemotaksis
Fagositosis
Imunitas seluler

Kelainan Kulit

Non infeksi
Infeksi bakteri
dan virus Infeksi jamur

Faktor Eksogen
Faktor endogen - Kebersihan
- Kehamilan Kandidiasis kutis - Pekerjaan yang
- Obesitas berhubungan
- Endokrinopati dengan
- Imunosupresif kelembaban

Universitas Sumatera Utara


1.6 Kerangka Konsep

Kadar HbA1c pada pasien Kandidiasis kutis


DM tipe 2

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai