MAKALAH
Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah
Dasar-dasar Administrasi Kebijakan Kesehatan (AKK)
yang dibina oleh Bapak dr. Farid Eka Wahyu Endarto
Oleh :
HALAMAN COVER
DAFTAR ISI ........................................................................................................ i
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 2
1.3 Tujuan ............................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................... 4
2.1 Definisi Pembiayaan Kesehatan Nasional ........................................ 4
2.2 Macam-macam Sistem Pembiayaan Kesehatan Nasional ................. 6
2.3 Sumber Pembiayaan Kesehatan Nasional ......................................... 9
2.4 Syarat Pokok Pembiayaan Kesehatan .............................................. 12
2.5 Fungsi Pembiayaan Kesehatan ......................................................... 14
2.6 Masalah Pokok Pembiayaan Nasional ............................................. 16
2.7 Tarif Pelayanan Kesehatan .............................................................. 21
2.8 Biaya Pelayanan Kedokteran .......................................................... 27
2.9 Biaya Pelayanan Kesehatan Masyarakat .......................................... 29
2.10 Definisi Anggaran Program Kesehatan ......................................... 32
2.11 Tahapan Penyusunan Anggaran Program Kesehatan ........................ 37
BAB III PENUTUP .............................................................................................. 44
3.1 Kesimpulan ....................................................................................... 44
3.2 Saran ................................................................................................ 45
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 46
i
BAB I
PENDAHULUAN
1
Salah satu sub sistem kesehatan nasional adalah subsistem pembiayaan
kesehatan. Jika ditinjau dari dari defenisi sehat, sebagaimana yang dimaksud
oleh WHO, maka pembiayaan pembangunan perumahan dan atau pembiayaan
pengadaan pangan, yang karena juga memiliki dampak terhadap derajat
kesehatan, seharusnya turut pula diperhitungkan. Pada akhir akhir ini, dengan
makin kompleksnya pelayanan kesehatan serta makin langkanya sumber dana
yang tersedia, maka perhatian terhadap sub sistem pembiayaan kesehatan
makin meningkat. Pembahasan tentang subsistem pembiayaan kesehatan ini
tercakup dalam suatu cabang ilmu khusus yang dikenal dengan nama ekonomi
kesehatan.(Delfi Lucy Stefani: 2013)
Oleh karena itu, diperlukan juga adanya upaya untuk meningkatkan
derajat kesehatan masyrakat yang setinggi-tingginya, peranan masyarakat juga
sangat diperlukan dalam hal ini karena dengan peran tersebut upaya-upaya
untuk meningkatkan derajat kesehatan tersebut dapat terlaksana dengan
baik.Upaya- upaya seperti promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang
bersifat menyeluruh terpadu dan berkesinambungan juga harus terus di
terapakan dalam hal ini agar derajat kesehatan masyarakat dapat terus terjaga
dan meningkat.Selain upaya-upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat tersebut diperlukan juga adanya managemen ulang terhadap
sistem pembiyayaan kesehatan dan penyusunan program anggaran kesehatan
agar subsistem dalam sistem kesehatan nasional dapat terlaksana dengan baik.
2
7. Bagaimana tarif pelayanan kesehatan?
8. Bagaimana biaya pelayanan kedokteran?
9. Bagaimana biaya pelayanan kesehatan masyarakat?
10. Apakah definisi anggaran program kesehatan ?
11. Bagaimanakah tahapan penyusunan anggaran program kesehatan?
1.3 Tujuan
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
dapat memanfaatkan jasa pelayanan. Berbeda dengan pengertian pertama,
maka biaya kesehatan di sini menjadi persoalan utama para pemakai jasa
pelayanan. Dalam batas-batas tertentu, pemerintah juga turut
mempersoalkannya, yakni dalam rangka terjaminnya pemenuhan
kebutuhan pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang membutuhkannya.
Dari batasan biaya kesehatan yang seperti ini segera dipahami bahwa
pengertian biaya kesehatan tidaklah sama antara penyedia pelayanan kesehatan
(health provider) dengan pemakai jasa pelayanan kesehatan (health consumer).
Bagi penyedia pelayanan kesehatan, pengertian biaya kesehatan lebih menunjuk
pada dana yang harus disediakan untuk dapat menyelenggarakan upaya
kesehatan. Sedangkan bagi pemakai jasa pelayanan kesehatan, pengertian biaya
kesehatan lebih menunjuk pada dana yang harus disediakan untuk dapat
memanfaatkan upaya kesehatan. Sesuai dengan terdapatnya perbedaan
pengertian yang seperti ini, tentu mudah diperkirakan bahwa besarnya dana
yang dihitung sebagai biaya kesehatan tidaklah sama antara pemakai jasa
pelayanan dengan penyedia pelayanan kesehatan. Besarnya dana bagi penyedia
pelayanan lebih menunjuk pada seluruh biaya investasi (investment cost) serta
seluruh biaya operasional (operational cost) yang harus disediakan untuk
menyelenggarakan upaya kesehatan. Sedangkan besarnnya dana bagi pemakai
jasa pelayanan lebih menunjuk pada jumlah uang yang harus dikeluarkan (out of
pocket) untuk dapat memanfaatkan suatu upaya kesehatan.
Secara umum disebutkan apabila total dana yang dikeluarkan oleh
seluruh pemakai jasa pelayanan, dan arena itu merupakan pemasukan bagi
penyedia pelayan kesehatan (income) adalah lebih besar daripada yang
dikeluarkan oleh penyedia pelayanan kesehatan (expenses), maka berarti
penyelenggaraan upaya kesehatan tersebut mengalami keuntungan (profit).
Tetapi apabila sebaliknya, maka berarti penyelenggaraan upaya kesehatan
tersebut mengalami kerugian (loss).
5
Perhitungan total biaya kesehatan satu negara sangat tergantung dari
besarnya dana yang dikeluarkan oleh kedua belah pihakk tersebut. Hanya saja,
karena pada umumnya pihak penyedia pelayanan kesehatan terutama yang
diselenggrakan oleh ihak swasta tidak ingin mengalami kerugian, dan karena itu
setiap pengeluaran telah diperhitungkan terhadap jasa pelayanan yang akan
diselenggarakan, maka perhitungan total biaya kesehatan akhirnya lebih banyak
didasarkan pada jumlah dana yang dikeluarkan oleh para pemakai jasa
pelayanan kesehatan saja.
Di samping itu, karena di setiap negara selalu ditemukan peranan
pemerintah, maka dalam memperhitungkan jumlah dana yang beredar di sektor
pemerintah. Tetapi karena pada upaya kesehatan pemerintah selalu ditemukan
adanya subsidi, maka cara perhitungan yang dipergunakan tidaklah sama. Total
biaya kesehatan dari sektor pemerintah tidak dihitung dari besarnya dana yang
dikeluarkan oleh para pemakai jasa, dan karena itu merupakan pendapatan
(income) pemerintah, melainkan dari besarnya dana yang dikeluarkan oleh
pemerintah (expenses) untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan.
Dari uraian ini menjadi jelaslah untuk dapat menghitung besarnya total
biaya kesehatan yang berlaku di suatu negara, ada dua pedoman yang dipakai.
Pertama, besarnya dana yang dikeluarkan oleh para pemakai jasa pelayanan
untuk sektor swasta. Kedua, besarnya dana yang dikeluarkan oleh para pemakai
jasa pelayanan kesehatan untuk sektor pemerintah. Total biaya kesehatan adalah
hasil dari penjumlahan dari kedua pengeluaran tersebut.
6
membayar kepada pemberi pelayanan kesehatan (PPK). PPK (dokter atau
rumah sakit) mendapatkan pendapatan berdasarkan atas pelayanan yang
diberikan, semakin banyak yang dilayani, semakin banyak pula pendapatan
yang diterima.
Sebagian besar masyarakat Indonesia saat ini masih bergantung pada
sistem pembiayaan kesehatan secara Fee for Service ini. Dari laporan World
Health Organization di tahun 2006 sebagian besar (70%) masyarakat
Indonesia masih bergantung pada sistem Fee for Service dan hanya 8,4%
yang dapat mengikuti sistem Health Insurance (WHO, 2009). Kelemahan
sistem Fee for Service adalah terbukanya peluang bagi pihak pemberi
pelayanan kesehatan (PPK) untuk memanfaatkan hubungan Agency
Relationship, dimana PPK mendapat imbalan berupa uang jasa medik untuk
pelayanan yang diberikannya kepada pasien yang besar-kecilnya ditentukan
dari negosiasi. Semakin banyak jumlah pasien yang ditangani, semakin besar
pula imbalan yang akan didapat dari jasa medik yang ditagihkan ke pasien.
Dengan demikian, secara tidak langsung PPK didorong untuk meningkatkan
volume pelayanannya pada pasien untuk mendapatkan imbalan jasa yang
lebih banyak.
2. Health Insurance
Sistem ini diartikan sebagai sistem pembayaran yang dilakukan oleh
pihak ketiga atau pihak asuransi setelah pencari layanan kesehatan berobat.
Sistem health insurance ini dapat berupa system kapitasi dan system
Diagnose Related Group (DRG system).
Sistem kapitasi merupakan metode pembayaran untuk jasa pelayanan
kesehatan dimana PPK menerima sejumlah tetap penghasilan per peserta
untuk pelayanan yang telah ditentukkan per periode waktu. Pembayaran bagi
PPK dengan system kapitasi adalah pembayaran yang dilakukan oleh suatu
lembaga kepada PPK atas jasa pelayanan kesehatan dengan pembayaran di
muka sejumlah dana sebesar perkalian anggota dengan satuan biaya (unit
7
cost) tertentu. Salah satu lembaga di Indonesia adalah Badan Penyelenggara
JPKM (Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat).
Sistem kedua yaitu DRG (Diagnose Related Group) tidak berbeda jauh
dengan system kapitasi di atas. Pada system ini, pembayaran dilakukan
dengan melihat diagnosis penyakit yang dialami pasien. PPK telah mendapat
dana dalam penanganan pasien dengan diagnosis tertentu dengan jumlah
dana yang berbeda pula tiap diagnosis penyakit. Jumlah dana yang diberikan
ini, jika dapat dioptimalkan penggunaannya demi kesehatan pasien, sisa dana
akan menjadi pemasukan bagi PPK.
Kelemahan dari system Health Insurance adalah dapat terjadinya
underutilization dimana dapat terjadi penurunan kualitas dan fasilitas yang
diberikan kepada pasien untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya.
Selain itu, jika peserta tidak banyak bergabung dalam system ini, maka
resiko kerugian tidak dapat terhindarkan. Namun dibalik kelemahan, terdapat
kelebihan system ini berupa PPK mendapat jaminan adanya pasien (captive
market), mendapat kepastian dana di tiap awal periode waktu tertentu, PPK
taat prosedur sehingga mengurangi terjadinya multidrug dan multidiagnose.
Dan system ini akan membuat PPK lebih kearah preventif dan promotif
kesehatan.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menilai, pembiayaan kesehatan dengan
sistem kapitasi dinilai lebih efektif dan efisien menurunkan angka kesakitan
dibandingkan sistem pembayaran berdasarkan layanan (Fee for Service) yang
selama ini berlaku. Hal ini belum dapat dilakukan sepenuhnya oleh
Indonesia. Tentu saja karena masih ada hambatan dan tantangan, salah
satunya adalah sistem kapitasi yang belum dapat memberikan asuransi
kesehatan bagi seluruh rakyat tanpa terkecuali seperti yang disebutkan dalam
UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
Sampai saat ini, perusahaan asuransi masih banyak memilah peserta asuransi
dimana peserta dengan resiko penyakit tinggi dan atau kemampuan bayar
rendah tidaklah menjadi target anggota asuransi. Untuk mencapai terjadinya
8
pemerataan, dapat dilakukan universal coverage yang bersifat wajib dimana
penduduk yang mempunyai resiko kesehatan rendah akan membantu mereka
yang beresiko tinggi dan penduduk yang mempunyai kemampuan membayar
lebih akan membantu mereka yang lemah dalam pembayaran. Hal inilah
yang masih menjadi pekerjaan rumah bagi sistem kesehatan Indonesia.
Memang harus kita akui, bahwa tidak ada sistem kesehatan terutama
dalam pembiayaan pelayanan kesehatan yang sempurna, setiap sistem yang
ada pasti memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Namun
sistem pembayaran pelayanan kesehatan ini harus bergerak dengan
pengawasan dan aturan dalam suatu sistem kesehatan yang komprehensif,
yang dapat mengurangi dampak buruk bagi pemberi dan pencari pelayanan
kesehatan sehingga dapat terwujud sistem yang lebih efektif dan efisien bagi
pelayanan kesehatan di Indonesia.
Contoh health insurance yang di berada dibawah naungan Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial diantaranya :
1. Askes
2. Jamkesmas
3. ASBRI
4. Taspen
5. Jamsostek
6. Dan lain sebagainya.
9
komersil. Di sebagian besar wilayah Indonesia, sektor swasta mendominasi
penyediaan fasilitas kesehatan, lebih dari setengah rumah sakit yang tersedia
merupakan rumah sakit swasta, dan sekitar 30-50 persen segala bentuk
pelayanan kesehatan diberikan oleh pihak swasta (satu dekade yang lalu hanya
sekitar 10 persen). Hal ini tentunya akan menjadi kendala terutama bagi
masyarakat golongan menengah ke bawah. Tingginya biaya kesehatan yang
harus dikeluarkan jika menggunakan fasilitas-fasilitas kesehatan swasta tidak
sebanding dengan kemampuan ekonomi sebagian besar masyarakat Indonesia
yang tergolong menengah ke bawah.
Sebelum desentralisasi alokasi anggaran kesehatan dilakukan oleh
pemerintah pusat dengan menggunakan model negosiasi ke provinsi-provinsi.
Ketika sifat big-bang kebijakan desentralisasi mengenai sektor kesehatan, tiba-
tiba menjadi alokasi anggaran pembangunan yang disebut dana alokasi umum
(DAU). Dan yang mengejutkan bahwa anggaran kesehatan eksplisit tidak
dimasukan di dalam formula DAU. Akibatnya, dinas kesehatan berjuang
mendapatkan anggaran untuk sektor kesehatan sendiri. Pemerintah di sektor
kesehatan harus merencanakan dan menganggarkan program kesehatan, dan
bersaing untuk mendapatkan dana dengan sektor lain.
Secara umum sumber biaya kesehatan dapat dibedakan sebagai berikut :
1. Bersumber dari anggaran pemerintah
Pada sistem ini, biaya dan penyelenggaraan pelayanan kesehatan
sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah. Pelayanannya diberikan secara
cuma-cuma oleh pemerintah sehingga sangat jarang penyelenggaraan
pelayanan kesehatan disediakan oleh pihak swasta. Untuk negara yang
kondisi keuangannya belum baik, sistem ini sulit dilaksanakan karena
memerlukan dana yang sangat besar.
Anggaran yang bersumber dari pemerintah ini dibagi juga menjadi :
- Pemerintahan pusat dan dana dekonsentrasi, dana program kompensasi
BBM dan ABT
10
- Pemerintah provinsi melalui skema dana provinsi (PAD ditambah dana
desentralisasi DAU provinsi dan DAK provinsi)
- Pemerintah kabupaten atau kota melalui skema dana kabupaten atau
kota (PAD ditambah dana desentralisasi DAU kabupaten atau kota dan
DAK kabupaten atau kota)
- Keuntungan badan usaha milik daerah
- Penjualan aset dan obligasi daerah
- Hutang pemerintah daerah
- Perusahaan swasta
- Lembaga swadaya masyarakat
- Dana kemanusiaan (charity)
11
H5N1 yang diberikan oleh WHO kepada negara-negara berkembang
(termasuk Indonesia).
12
penyelenggaraan semua upaya kesehatan yang dibutuhkan serta tidak
menyulitkan masyarakat yang ingin memanfaatkannya.
2. Penyebaran
Berupa penyebaran dana yang harus sesuai dengan kebutuhan. Jika
dana yang tersedia tidak dapat dialokasikan dengan baik, niscaya akan
menyulitkan penyelenggaraan setiap upaya kesehatan.
3. Pemanfaatan
Sekalipun jumlah dan penyebaran dana baik, tetapi jika
pemanfaatannya tidak mendapat pengaturan yang optimal, niscaya akan
banyak menimbulkan masalah, yang jika berkelanjutan akan menyulitkan
masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan.
Untuk dapat melaksanakan syarat-syarat pokok tersebut maka perlu
dilakukan beberapa hal, yakni :
1) Peningkatan Efektifitas
Peningkatan efektifitas dilakukan dengan mengubah penyebaran
atau alokasi penggunaan sumber dana. Berdasarkan pengalaman yang
dimiliki, maka alokasi tersebut lebih diutamakan pada upaya kesehatan
yang menghasilkan dampak yang lebih besar, misalnya mengutamakan
upaya pencegahan, bukan pengobatan penyakit.
2) Peningkatan Efisiensi
Peningkatan efisiensi dilakukan dengan memperkenalkan
berbagai mekanisme pengawasan dan pengendalian. Mekanisme yang
dimaksud untuk peningkatan efisiensi antara lain:
a. Standar minimal pelayanan. Tujuannya adalah menghindari
pemborosan. Pada dasarnya ada dua macam standar minimal yang
sering dipergunakan yakni:
- Standar minimal sarana, misalnya standar minimal rumah sakit
dan standar minimal laboratorium.
- Standar minimal tindakan, misalnya tata cara pengobatan dan
perawatan penderita, dan daftar obat-obat esensial.
13
Dengan adanya standard minimal pelayanan ini, bukan saja
pemborosan dapat dihindari dan dengan demikian akan ditingkatkan
efisiensinya, tetapi juga sekaligus dapat pula dipakai sebagai
pedoman dalam menilai mutu pelayanan.
b. Kerjasama. Bentuk lain yang diperkenalkan untuk meningkatkan
efisiensi ialah memperkenalkan konsep kerjasama antar berbagai
sarana pelayanan kesehatan. Terdapat dua bentuk kerjasama yang
dapat dilakukan yakni:
1) Kerjasama institusi, misalnya sepakat secara bersama-sama
membeli peralatan kedokteran yang mahal dan jarang
dipergunakan. Dengan pembelian dan pemakaian bersama ini
dapat dihematkan dana yang tersedia serta dapat pula dihindari
penggunaan peralatan yang rendah. Dengan demikian efisiensi
juga akan meningkat.
2) Kerjasama sistem, misalnya sistem rujukan, yakni adanya
hubungan kerjasama timbal balik antara satu sarana kesehatan
dengan sarana kesehatan lainnya.
14
masyarakat, misalnya dalam bentuk dana sehat atau dilakukan secara
pasif yakni menambahkan aspek kesehatan dalam rencana pengeluaran
dari dana yang sudah terkumpul di masyarakat, contohnya dana sosial
keagamaan.
2) Penggalian dana untuk Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) berasal dari
masing-masing individu dalam satu kesatuan keluarga. Bagi masyarakat
rentan dan keluarga miskin, sumber dananya berasal dari pemerintah
melalui mekanisme jaminan pemeliharaan kesehatan wajib.
b. Pengalokasian dana
1) Alokasi dana dari pemerintah yakni alokasi dana yang berasal dari
pemerintah untuk UKM dan UKP dilakukan melalui penyusunan
anggaran pendapatan dan belanja baik pusat maupun daerah sekurang-
kurangnya 5% dari PDB atau 15% dari total anggaran pendapatan dan
belanja setiap tahunnya.
2) Alokasi dana dari masyarakat yakni alokasi dana dari masyarakat untuk
UKM dilaksanakan berdasarkan asas gotong royong sesuai dengan
kemampuan. Sedangkan untuk UKP dilakukan melalui kepesertaan
dalam program jaminan pemeliharaan kesehatan wajib dan atau
sukarela.
c. Pembelanjaan
1) Pembiayaan kesehatan dari pemerintah dan public-private patnership
digunakan untuk membiayai UKM.
2) Pembiayaan kesehatan yang terkumpul dari Dana Sehat dan Dana Sosial
Keagamaan digunakan untuk membiayai UKM dan UKP.
3) Pembelajaan untuk pemeliharaan kesehatan masyarakat rentan dan
kesehatan keluarga miskin dilaksanakan melalui Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan wajib.
15
2.6 Masalah Pokok Pembiayaan Nasional
Jika diperhatikan syarat pokok pembiayaan kesehatan sebagaimana
dikemukakan di atas, segera terlihat bahwa untuk memenuhinya tidaklah
semudah yang diperkirakan.Sebagai akibat makin meningkatnya kesadaran
masyarakat terhadap kesehatan dan juga karena telah dipergunakannya sebagai
peralatan canggih, menyebabkan pelayanan kesehatan makin bertambah
komplek.
Kesemuanya ini disatu pihak memang mendatangkan banyak
keuntungan yakni makin meningkatnya derajat kesehatan masyarakat, namun
dipihak lain ternyata juga mendatangkan banyak masalah, adapun berbagai
masalah tersebut jika ditinjau dari sudut pembiayaan kesehatan secara
sederhana dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Kurangnya dana yang tersedia
Dibanyak Negara, terutama di Negara yang sedang berkembang, dana yang
disediakan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan tidaklah
memadai. Rendahnya alokasi anggaran ini kait berkait dengan masih
berkurangnya kesadaran mengambil keputusan akan pentingnya arti
kesehatan. Kebanyakan dari pengambilan keputusan menganggap pelayanan
kesehatan tidak bersifat produktif melainkan bersifat konsumtif dank arena
itu kurang diprioritaskan. Ambil contoh untuk Indonesia misalnya, jumlah
dana yang disediakan hanya berkisar antara 2-3% dari total anggaran belanja
Negara dalam setahun.
2. Penyebaran dana yang tidak sesuai
Masalah lain yang dihadapi ialah penyebaran dana tidak sesuai, karena
kebanyakan justru beredar di daerah perkotaan. Padahal jika ditinjau dari
penyebaran penduduk, terutama di Negara yang berkembang, kebanyakan
tempat tinggal di daerah pedesaan.
3. Pemanfaatan dana yang tidak tepat
Pemanfaatan dana yang tidak tepat juga merupakan satu masalah yang
dihadapi dalam pembiayaan kesehatan ini. Adalah mengejutkan bahwa di
16
banyak Negara ternyata biaya pelayanan kedokteran jauh lebih tinggi
daripada biaya pelayanan kesehatan masyarakat.Padahal semua pihak telah
mengetahui bahwa pelayanan kedokteran dipandang kurang efektif daripada
pelayanan kesehatan masyarakat.
4. Pengelolaan dana yang kurang sempurna
Seandainya dana yang tersedia amat terbatas, penyebaran dan
pemanfaatannya belum begitu sempurna, namun jika apa yang dimiliki
tersebut dapat dikelola dengan baik dalam batas-batas tertentu, tujuan dari
pelayanan kesehatan masih dapat dicapai. Sayangnya kehendak yang seperti
ini sulit diwujudkan, penyebab utamanya ialah karena pengelolaannya
belum sempurna, yang kait berkait tidak hanya dengan pengetahuan dan
ketrampilan yang masih terbatas, tetapi juga ada kaitannya dengan sikap
mental para pengelola.
5. Biaya kesehatan yang makin meningkat
Masalah lain yang dihadapi oleh pembiayaan kesehatan ialah makin
meningkatnya biaya pelayanan kesehatan itu sendiri. Banyak penyebab yang
berperan disini, beberapa yang terpenting adalah (Cambridge Research
Institute, 1976; Sorkin, 1975 dan Feldstein, 1988):
a. Tingkat Inflasi
Meningkatnya biaya kesehatan sangat dipengaruhi oleh tingkat inflasi
yang terjadi di masyarakat. Demikianlah apabila terjadi kenaikan harga
di masyrakat, maka secara otomatis biaya infestasi dan juga biaya
operasional pelayanan kesahatan akan meningkat pula.
Ambil contoh di Amerika Serikat misalnya, sebagai akibat inflasi yang
terjadi sepanjang periode januari 1973- juli 1974, maka setiap rumah
sakit di Negara tersebut harus mengeluarkan biaya tambahan sebesar
15% lebih tinggi untuk pembelian bahan makanan dan 17% lebih tinggi
untuk pembelian bahan bakar. Bertamabhnya pengeluaran yang seperti
ini, tentu akan besar pengaruhnya terhadap peningkatan biaya kesehatan
secara keseluruhan.
17
b. Tingkat Permintaan
Meningkatnya biaya kesehatan sangat dipengaruhi oleh tingkat
permintaan yang ditemukan di masyarakat.Untuk bidang kesehatan
peningkatan permintaan tersebut dipengaruhi setidak-tidaknya oleh dua
factor. Pertama, karena meningkatnya kuantitas penduduk yang
memerlukan pelayanan kesehatan, yang karena jumlah orangnya lebih
banyak menyababakan biaya yang harus disediakan dan untuk
menyelenggarakan pelayanan kesehatan akan lebih baik pula. Kedua,
karena meningkatnya kualitas penduduk, yang karena pendidikan dan
penghasilannya lebih baik, membutuhkan pelayanan kesehatan yang
lebih baik pula. Kedua keadaan yang seperti ini, tentu akan besar
pengaruh pada peningkatan biaya kesehatan.
c. Kemajuan Ilmu dan Teknologi
Meningkatnya biaya kesehatan sangat dipengaruhi oleh pemanfaatan
berbagai ilmu dan teknologi, yang untuk pelayanan kesehatan yang
ditandai dengan makin banyak dipergunakan berbagai peralatan modern
dan canggih.Kesemua kemajuan ini tentu alkan berpengaruh terhadap
pengeluaran yang dilakukan, baik terhadap biaya infestasi, ataupu biaya
operasional. Tidak mengherankan jika kemudian biaya kesehatan
meningkat dengan tajam oleh Waldman (1972) diperkirakan bahwa
kontribusi pemakaian berbagai peralatan canggih terhadap kenaikan
biaya kesehatan tidak kurang dari 31% dari total kenaikan harga. Suatau
jumlah yang memang tidak kecil.
Lebih dari pada itu, dengan kemajuan ilmu dan teknologi ini juga
berpengaruh terhadap penyembuhan penyakit.Jika dahulu banyak dari
penderita yang meninggal dunia, tetapi denga telah dipergunakannnya
berbagai peralatan canggih, penderita dapat diselamatkan.Sayangnya
penyelamat nyawa manusia tersebut sering diikuti dengan keadaan
cacat, yang untuk pemulihannya (rehabilitation) sering dibutuhkan biaya
18
yang tidak sedikit, yang kesemuanya juga mendorong makin
meningkatnya biaya kesehatan.
d. Perubahan Pola Penyakit
Meningkatnya biaya kesehatan sangat dipengaruhi oleh terjadinya pola
penyakit dimasyarakat.Jika dahulu banyak ditemukan berbagai penyakit
yang bersifat akut, maka pada saat ini telah banyak ditemukan berbagai
penyakit yang bersifat khonis.Dibandingkan dengan penyakit akut,
perawatan berbagai penyakit khronis ini ternyata lebih lama. Akibatnya
biaya yang dikeluarkan untuk perawatan dan penyembuhan penyakit
akan lebih banyak pula. Apabila penyakit yang seperti ini banyak
ditemukan, tidak mengherankan jika kemudian biaya kesehatan akan
meningkat dengan pesat.
e. Perubahan Pola Pelayanan Kesehatan
Meningkatnya biaya kesehatan sangat dipengaruhi oleh perubahan pola
pelayanan kesehataan. Pada saat ini sebagai akibat dari perkembangan
spesialisasi dan subspesialisasi menyebabakan pelayanan kesehatan
tekotak-kotak (fragmented health services) dan satu sama lain tidak
berhubungan. Akibatnya tidak mengherankan jika kemudian sering
dilakukan pemeriksaan yang sama secara berulang-ulang yang pada
akhirnya akan membebani pasien.
Lebih dari pada itu sebagai akibat banyak dipergunakan para spesialis
dan subspesialis menyebabakan hari perawatan juga akan meningkat.
Penelitian yang dilakukan Feldstein(1971) menyebutkan jika Rumah
Sakit lebih banyak mempergunakan dokter umum, maka Rumah Sakit
tersebut akan berhasil menghemat tidak kurang dari US$ 39.000 per
tahun per dokter umum, dibandingkan jika Rumah Sakit tersebut
mempergunakan dokter spesialis atau subspesialis.
f. Perubahan Pola Hubungan Dokter-Pasien
Meningkatnya biaya kesehatan sangat dipengaruhi oleh pola hubungan
antara dokter-pasien (doctor-patient relationship).Pada saat ini sebagi
19
akibat perkembangan spesialisasi dan subspesialisasi serta penggunaan
berbagai kemajuan ilmu dan teknologi, menyebabakan hubungan
dokter-pasien tidak begitu erat lagi.Tidak mengherankan jika kebetulan
sampai terjadi perselisihan paham, dapat mendorong munculnya
sengketa dan bahkan tuntutan hukumke pengadilan.Untuk menghindari
hal yang seperti ini, para dokter melakukan dua hal.
Pertama, mengasuransikan praktek kedokterannya, yang ternyata
sebagai akibat makin seringnya tuntutan hukum atas dokter
menyebabakan premi yang harus dibayar oleh dokter dari tahun ke tahun
tampaknya semakin meningkat. Menurut penelitian AMA Law
Departemant(1958) jumlah uang yang beredar untuk asuransi profesi
pada tahun 1958 tidak kurang dari US$ 45 sampai US$ 50 juta setahun.
Pada tahap-tahap selanjutnya, sejalan dengan makin sering diajukannya
tuntutan hukum atas dokter, maka jumlah premi yang harus dibayar
tampak makin meningkat.Altman (1975) memperkirakan setiap Rumah
Sakit di Amerika Serikat pada tahun 1975 harus mengeluarkan biya
asuransi tidak kurang dari US$ 850 per tahun per tempat tidur yang
dimilikinya.
Kedua, melakukan pemeriksaan yang berlebihan oleh Rubin ( 1973)
dilaporkan pemeriksaan yang berlebihan ini telah ditemukan di hampir
semua aspek pelayanan kedokteran. Penelitian yang dilakuakn
menyimpulkan bahwa 95% dari rekam medis yang diperiksa dari klinik-
klinik yang tergabung dalam Kaiser permanente plan di Northen
California mencatat berbagai pemeriksaan kedokteran yang berlebihan
tersebut.
Adanya kedua keadaan yang seperti ini yakni asuransi profesi disatu
pihak serta pemeriksaan yang berlebihan dipihak lain, jelas akan
berperan besar pada peningkatan biaya kesehatan, yang akhirnya
membebani masyarakat.
20
g. Lemahnya Mekanisme Pengendalian Biaya
Untuk mencegah peningkatan biaya kesehatan, sebenarnay telah tersedia
barbagai mekanisme pengendalian biaya (cost containment).Mekanisme
pengendalian biaya yang dimaksud banyak macamnya.Mulai dari
certificate of need, feasibility study, development plan, professional
standard, medical audit, sampai dengan rate regulation yang semunay
dituangkan dalam peraturan perundang-undangan yang jelas.Sayangnya
dalam banyak hal, mekanisme pengendalian harga ini sering telambat
dikembangkan. Akibatnya, tidaklah mengherankan jika kemudian biya
kesehatan menjadi tidak terkendali, yang akhirnya akan memebebani
masyarakat secara keseluruhan.
h. Penyalahgunaan Asuransi Kesehatan
Asuransi kesehatan ( health insurance ) sebenarnya adalah salah satu
mekanisme pengendalian biaya kesehatan. Tetapi jika diterapkan secara
tidak tepat sebagaimana yang lazim ditemukan pada bentuk yang
konvensional (third party system) dengan system mengganti biaya
(reimbursement) justru akan mendorong naiknya biaya kesehatan.
21
Indonesia misalnya obat-obatan, yang memeng penggolahannya sering
dilakukan terpisah dengan pengelolaan sarana pelayanan kesehatan.
Namun, terlepas dari adanya perbedaan pengertian tersebut, peranan
tarif dalam pelayanan kesehatan memang amat penting. Untuk dapat menjamin
kesinambungan pelayanan, setiap sarana kesehatan harus dapat menetapkan
besarnya tarif yang dapat menjamin total pendapatan yang lebih besar dari total
pengeluaran.
Sesungguhnya pada saat ini sebagai akibat dari mulai berkurangnya
pihak-pihak yang mau menyumbang dana pada pelayanana kesehatan (misal
Rumah Sakit), maka sumber keuangan utama kebanyakan sarana kesehatan
hanyalah dari pendapatan saja. Untuk ini jelas bahwa kecermatan menentukan
tarif memegang peran yang amat penting. Apabila tarif tersebut terlalu rendah,
dapat menyebabkan total pendapatan (income) yang rendah pula, yang apabila
ternyata juga lebih rendah dari total pengeluaran (expenses), pasti akan
menimbulkan kesulitan keuangan.
22
tersebut adalah besar, rencana titik impas, jangka waktu pengembalian biaya
investasi serta perhitungan masa kedaluwarsa terlalu singkat, maka tariff
pelayanan yang diterapkan akan cenderung mahal.
2. Biaya kegiatan rutin
Untuk suatu sarana kesehatan, biaya kegiatan rutin (operational cost) yang
dimaksudkan di sini mencakup semua biaya yang dibutuhkan untuk
menyelenggarakan berbagai kegiatan. Jika ditinjau dari kepentingan
pemakai jasa pelayanan, maka biaya kegiatan rutin ini dapat dibedakan atas
dua macam:
a. Biaya untuk kegiatan yang berhubungan langsung dengan kebutuhan
pelayanan kesehatan (direct cost)
Pelayanan kesehatan yang dapat dimanfaatkan sangat bervariasi
sekali.Tidak hanya pada tindakan yang dilakukan, tetapi juga pada
peralatan yang dipergunakan.Demikianlah jika pelayanan kesehatan
tersebut memerlukan tindakan yang lebih sulit serta peralatan yang lebih
canggih, maka tariff yang ditetapkan untuk jenis pelayanan kesehatan
tersebut umumnya lebih tinggi.
Dalam membicarakan biaya pelayanan kesehatan ini, perlulah
diperhatikan adanya peranan pengetahuan, sikap dan perilaku
penyelenggara dan pemakai jasa pelayanan kesehatan. Jika pengetahuan,
sikap dan perilaku tersebut tidak sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan dan atau berlebihan pasti akan mendorong pemakaian
pelayanan yang berlebihan pula, yang dampak akhirnya akan
meningkatkan total tariff yang dibayarkan ke Rumah Sakit.
b. Biaya untuk kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan
kebutuhan pelayanan kesehatan (indirect cost).
Ke dalam biaya ini termasuk gaji karyawan, pemeliharaan bangunan dan
peralatan, pemasangan rekening listrik dan air dan lain sebagainya yang
seperti ini. Secara umum disebutkan jika biaya kegiatan tidak langsung
23
ini tinggi, misalnya karena pengelolaan yang tidak efisien, pasti akan
berpengaruh terhadap tingginya tariff pelayanan.
Upaya Pengendalian
Dari uraian tentang kee mpat factor yang harus diperhitungkan dalam
menetapkan tarif pelayanan yang seperti ini, segeralah mudah dipahami bahwa
esarnya tarif pelayanan tersebut sangat dipengaruhi serta bersifat sensitive
terhadap besarnya biaya infestasi, biaya rutin, biaya rencana pembangunan serta
target perolehan keuntungan. Jika biaya untuk keempat factor ini tinggi maka
tarif pelayanan pasti akan tinggi pula.
Untuk mencegah tingginya tarif pelayanan kesehatan tersebut, maka biaya
untuk keempat factor ini haruslah dapat dikendalikan.Bertitik tolak dari
berbagai kegiatan yang dapat diakuakan pada program pengendalian biaya
24
kesehatan, maka hal yang dapat dilakukan pada program pengendalian tarif
pelayanan. Secara sederhana dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Biaya Investasi
Untuk mencegah biaya investasi yang terlalau besar dan jangka waktu
pengembalian yang terlalu singkat, mekanisme pengendalian yang lazim
diperlakukan adalah menerapkan ketentuan yang dikenal sebagai certificate
of need, serta kewajiban melakukan feasibility studyyang bersifat social.
2. Biaya Kegiatan Rutin
Untuk mencegah biaya kegiatan rutin yang terlautinggi, terutama yang
berhubungan langsung dengan kebutuhan pemakai jasa pelayanan
kesehatan, mekanisme pengendalian yang lazim diperlakuakn adalah
menerapkan ketentuan pelayanan kesehatan yang etis dan sesuai
standart, yang imbal jasa doctor (doctor fee) sering termasuk
didalamnya.Untuk menjamin efektifitas pelaksanaannya, penerapan etis
dan standar ini harus diikuti oleh medical audit secara berkala oleh suatu
badan yang bersifat netral yang di Amerika Serikat disebut sebagai
professional standard review organization.
3. Biaya rencana pengembangan
Untuk mencegah biaya rencana pengembangan yang berlebihan,
mekanisme pengendalian yang lazim diperlakukan ialah menerapkan
ketentuan development plan yang pada dasarnya hanya membenarkan
program pengembangan apabila telah direncanakan dan disetujui
sebelumnya.
4. Keuntungan
Untuk mencegah tingginya perhitungan target keuntungan, yang
terutama ditemukan pada sarana kesehatan swasta, tidak ditemukan
mekanisme pengendalian khusus, kecuali menerapkan berbagai
ketentuan sebagaimana dikemukakan di atas. Dengan perkataan lain
apabila semua ketentuan biaya (cost containtment) yang telah disebutkan
25
dapat terlaksana, maka secara otomatis perhitungan target keuntungan
yang terlalu tinggi akan dapat dicegah.
26
berpengaruh terhadap kenaikan tariff, karena apabila permintaan terhadap
pelayanan kesehatan meningkat, akan meningkatkan tariff pelayanan pula.
Tetapi untuk hukum penawaran (supply) tidaklah demikian. Sekalipun
penawaran berlebihan, tariff pelayanan tidak otomatis akan turun. Penyebabnya
adalah karena pada pelayanan kesehatan, apalagi yang agak mengabaikan
standard dan etika profesi, berlakunya hukum supplyinduces demand.
Akibatnya, sekalipun berbagai pelayanan tersedia secara berlebihan serta
sebenarnya kurang dibutuhkan oleh pasien, pemanfaatan pelayanan kesehatan
tersebut tetap saja dapat tinggi dan bahkan karena ada unsur ketidaktahuan
pasien (consumer ignorance), sering secara berlebihan (Sorkin, 1975).
Akibatnya tentu mudah dipahami, akan berdampak negative terhadap tingginya
tariff pelayanan.
Mekanisme Pembiayaan
27
pembiayaan yang berlaku banyak macamnya. Secara sederhana mekanisme
pembiayaan tersebut dapat dibedakan atas dua macam yakni:
1. Pembayaran Tunai
Mekanisme pembiayaan yang diterapkan mengikuti mekanisme pasar.
Setiap penderita yang membutuhkan pelayanan kedokteran diharuskan
membayar tunai pelayanan yang diperolehnya. Mekanisme pembiayaan
yang seperti ini dikenal dengan nama fee for service.
2. Pembayaran di muka
Bentuk lain yang banyak dipergunakan ialah melalui system pembayaran di
muka (prepayment) yang lazimnya dilakukan melalui program asuransi
kesehatan (health insurance).
Jika diperhatikan penggunaan dana yang berasal dari masyaakat ini, terutama
yang dibayarkan melalui system pembayaran tunai (out of pocket), 43%
(Rp.9.000 perorang/pertahun) dipergunakan untuk membayar biaya obat, 37%
(Rp.8.000 perorang/pertahun) untuk biaya pelayanan Rumah Sakit. Sisanya,
13% untuk praktek swasta serta 3% untuk pelayanan biaya pelayanan
Puskesmas.
28
Sekalipun mekanisme pembiayaan tersebut mengikuti system pembayaran
tunai, namun untuk pelayanan kedokteran yang dikelola oleh pemerintah, tarif
yang dikenakan tidaklah mencerminkan biaya kesehatan yang
sebenarnya.Pelayanan kedokteran di PUSKESMAS dan di Rumah Sakit
Pemerintah mendapat subsidi. Diperkirakan dana yang berasal dari dari
pemerintah adalah sekitar Rp. 9.000 perorang/pertahun. Jumlah ini secara
keseluruhan adalah sekitar 2,3- 2,5% dari anggaran belanja pemerintah atau
hanya 0.7-0,9% dari product domestic bruto (PDB). Jika dibandingkan dengan
Negara lain, jumlah dana yang berasal dari pemerintah ini tergolong kecil.
Misalnya untuk malaisya sebesar 1,3%, untuk Filipina sebesar 1,0%, untuk
Thailand sebeasar 1,1%, serta untuk india sebesar 1,3 persen adri PDB.
Yang dimaksud dengan biaya pelayanan kesehatan masyarakat ialah bagian dari
biaya kesehatana yang menunjuk pada besarnya dana ynag harus disediakan
untuk menyelenggarakan dan atau memanfaatnkan pelayanan kesehatan
masyarakat yang dibutuhkan oleh perorangan, keluarga, kelompok dan ataupun
masyarakat. Berbeda hanya dengan biaya kedokteran yang lebih mementingkan
kalangan pemakai jasa pelayanan dan karena itu pembahasan lebih diarahkan
agar pelayanan kedokteran tersebut dapat dimanfaatkan, maka pada biaya
kesehatan masyarakat yang dipentingkan adalah dari sudut penyedia pelayanan
kesehatan. Dengan demikian jiak membicarakan biaya kesehatan masyarakat
29
yang terpenting adalah bagaimana agar pelayanan kesehatan masyarakat
tersebut dapat diselenggarakan.
Mekanisme Pembiayaan
30
b. Semi Otonom
Disini tanggung jawab pemerintah daerah besifat terbatas karena
lazimnya sepanajng yang bersifat kebijakan masih mendapat pengaturan
adri pemerintah pusat.
31
Secara sederhana, ketiga mekanisme pembiayaan tersebut dapat
digambarkan dalam bagan :
DINAS KESEHATAN
PROVINSI/KABUPATEN/
sepenuhnya dari KOTA MADYA sebagian dari
Pemerintah Pusat Pemerintah Daerah
sepenuhnya dari
Pemerintah Daerah
32
(Kementerian Kesehatan), Direktur Perimbangan Keuangan, Direktur Anggaran
I (Kementerian Keuangan), Biro Perencanaan dan Keuangan (Badan POM), Dit.
Pengembangan Wilayah, Dit. Otonomi Daerah, Dit. Alokasi Pendanaan
Pembangunan (Bappenas).
1) Perlu penjelasan lebih jauh tentang pasal 171 ayat (1) dan (2) UU No. 36
Tahun 2009;
2) Struktur anggaran saat ini (UU APBN) adalah 26% untuk daerah, 26%
untuk subsidi, 20% untuk pendidikan, apabila untuk kesehatan dialokasikan
5% maka untuk sektor lainnya (infrastruktur, pertanian, hankam,dll)
menjadi 23%. Hal ini perlu mendapat perhatian khusus karena dalam
konstitusi (UUD) tidak menyebut nominal persentase untuk anggaran
kesehatan, sehingga jika masuk dalam pembahasan MK, posisi UU
Kesehatan menjadi sulit karena sejajar dengan UU APBN.Dengan
demikian, proses untuk memenuhi amanat UU No. 36 Tahun 2009 ini, perlu
dibahas di tingkat Eselon I (DJA, Kepala BKF, Ditjen Perimbangan
Keuangan) untuk selanjutnya dibahas di Sidang Kabinet;
3) Anggaran kesehatan 5% dihitung berdasarkan anggaran langsung terkait
program kesehatan karena apabila anggaran di sektor lain juga dihitung,
kemungkinan alokasi anggaran kesehatan akan melebihi 5%;
4) Perhitungan pemanfaatan anggaran kesehatan sebesar 2/3 untuk pelayanan
publik dapat mengacu pada pelaksanaan SPM kesehatan. Namun saat ini,
SPM kesehatan masih berada pada tataran kabupaten, harus dipikirkan
33
untuk diturunkan sampai dengan tingkat pelayanan, yaitu puskesmas dan
RS;
5) Tata cara alokasi anggaran kesehatan perlu diatur dengan PP tentang
pembiayaan kesehatan. Dengan ditetapkannya PP, maka upaya pemenuhan
alokasi anggaran Pemerintah sebesar 5% dapat segera dilakukan.
Penyusunan PP sedapat mungkin melibatkan seluruh stakeholder terkait
dalam Tim Sinkronisasi/Harmonisasi lintas sektor.
Sebagai tindak lanjutnya yaitu dibentuk Tim Kecil yang terdiri dari Dir.
KGM Bappenas, Dir. Otda Bappenas, Dir. Pengembangan Wilayah Bappenas,
Dir. Alokasi Pendanaan Pembangunan Bappenas, Dir. Penyusunan APBN
Kemenkeu, Kepala Pusat Kebijakan Belanja Negara Kemenkeu, Dir. Anggaran
I Kemenkeu, Dir. Dana Perimbangan Kemenkeu, Kepala Biro Perencanaan &
Anggaran Kemenkes, Kepala Biro Keuangan Kemenkes, Kepala Biro Hukum
dan Organisasi Kemenkes, Kepala Pusat Pembiayaan Kesehatan Kemenkes,
Staf Ahli Menkes Bidang Pembiayaan dan Pemberdayaan Masyarakat. Dengan
tugas Tim Kecil antara lain untuk Mendefinisikan alokasi anggaran kesehatan
Pemerintah dan memberikan masukan utama dalam penyusunan PP
Pembiayaan Kesehatan.
34
b. Pembangunan Puskesmas Perawatan;
c. Pembangunan Pos Kesehatan Desa;
d. Pengadaan Puskesmas Keliling Perairan;
e. Pengadaan Kendaraan roda dua untuk Bidan Desa.
2. Peningkatan pelayanan kesehatan rujukan, dapat dimanfaatkan untuk
peningkatan fasilitas rumah sakit provinsi, kabupaten/kota, antara lain:
35
UU No. 25/1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Daerah. Yang kemudian disempurnakan melalui penerbitan UU No.32 Tahun
2004 tentang Pemerintah Daerah sebagai pengganti dari UU No.22 Tahun 1999
dan UU No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Keuangan
Negara dan Keuangan Daerah sebagai pengganti UU No.25 Tahun 1999.
36
2.11 Tahapan Penyusunan anggaran Program Kesehatan
2.11.1 Penyusunan Anggaran Kesehatan adalah sebagai berikut:
a. Teknik Perencanaan dan Penggunaan Anggaran
Sumber Pembiayaan Teknik Perencanaan Penggunanan
Anggaran
Pendapatan asli daerah Kondisi kapasitas Program dan
fiskal daerah dan kegiatan oprasional
pemasukan retribusi
Dana alokasi umum Formulasi DAU Program dan
administrasi
kesehatan
Dana alokasi khusus Tergantung dari Infrastruktur (fisik)
bidang kesehatan pusat (sisa dana kesehatan
reboisasi) dibagi
berdasarkan
kapasitas fiskal
daerah
Dana bagi hasil Tergantung dari Program dan
kesediaan SDA kegiatan
(operasional dan
administrasi)
Dana dekonsentrasi Tergantung dari Kebutuhan fisik
dan dana pembantuan pusat (berbasis dan infrastruktur
anggaran taun
sebelumnya)
Anggaran biaya Lobby, advokasi Kebutuhan
tambahan dan negosiasi mendesak darurat
dan kejadian luar
biasa
37
Program kompensasi Jumlah penduduk Untuk jaminan dan
pengurangan subsidi miskin untuk kesehatan
BBM
Biaya lain (sisa dana Tergantung dari Kebutuhan
anggaran taun lalu, kondisi kapasitas mendesak darurat
hutang, penjualan aset dan financial dan kejadian luar
obligasi) daerah biasa
Dana perusahaan Tergantung proposal Untuk pelayanan
swasta (memberikan langsung/tidak
keuntungan normsl langsung
ekonomi)
Dana LSM Tergantung proposal Untuk pelayanan
(memberikan langsung/tidak
keuntungan sosial) langsung
Dana kemanusiaan Tergantung sosio Untuk pelayanan
kemasyarakatan langsung
38
dengan Rencana Kerja Pemerintah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
Menteri teknis menyampaikan ketetapan tentang kegiatan
khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Menteri
Keuangan.
39
c. Penghitungan Alokasi DAK
Dimana :
40
PAD = Pendapatan Asli Daerah
41
b. Kriteria Khusus
c. Kriteria Teknis
42
pelaksanaan kegiatan DAK di daerah. Kriteria teknis kegiatan
DAK dirumuskan oleh masing-masing menteri teknis terkait,
yakni :
43
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil pembahasan makalah ini antara lain :
44
7. Anggaran kesehatan nasional menggunakan dana Alokasi Khusus,
selanjutnya disebut DAK.
3.2 Saran
1) Diharapkan dengan adanya makalah ini dapat membantu pembaca dalam
memahami sistem pembiayaan kesehatan nasional dan penyusunan
anggaran program kesehatan
2) Perlu diadakan penelitian dan penulisan lebih lanjut mengenai kajian ini.
45
DAFTAR PUSTAKA
46