Anda di halaman 1dari 32

REFERAT

Peran mTOR Terhadap Ca Mammae

Perceptor:
dr. Juspeni Sp.PD

Disusun Oleh:
Zaraz Obella N.A.
1218011164

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT ABDOEL MOELOEK


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2017

2
BAB I
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang Masalah

Kanker adalah salah satu penyakit yang banyak menimbulkan


kesengsaraan dan kematian pada manusia. Di negara-negara barat, kanker
merupakan penyebab kematian nomor 2 setelah penyakit-penyakit
kardiovaskular. Diperkirakan, kematian akibat kanker di dunia mencapai 4,3
juta per tahun dan 2,3 juta di antaranya ditemukan di negara berkembang.
Jumlah penderita baru per tahun 5,9 juta di seluruh dunia dan 3 juta di
antaranya ditemukan di negara sedang berkembang.

Kanker payudara sering ditemukan di seluruh dunia dengan insidens


relatif tinggi, yaitu 20% dari seluruh keganasan. Dari 600.000 kasus kanker
payudara baru yang didiagnosis setiap tahunnya. Sebanyak 350.000 di
antaranya ditemukan di negara maju, sedangkan 250.000 di negara yang
sedang berkembang. Di Amerika Serikat, keganasan ini paling sering terjadi
pada wanita dewasa. Diperkirakan di AS 175.000 wanita didiagnosis menderita
kanker payudara yang mewakili 32% dari semua kanker yang menyerang
wanita. Bahkan, disebutkan dari 150.000 penderita kanker payudara yang
berobat ke rumah sakit, 44.000 orang di antaranya meninggal setiap tahunnya.
American Cancer Society memperkirakan kanker payudara di Amerika akan
mencapai 2 juta dan 460.000 di antaranya meninggal antara 1990-2000.

Kanker payudara merupakan kanker terbanyak kedua sesudah kanker


leher rahim di Indonesia. Sejak 1988 sampai 1992, keganasan tersering di
Indonesia tidak banyak berubah. Kanker leher rahim dan kanker payudara tetap
menduduki tempat teratas. Selain jumlah kasus yang banyak, lebih dari 70%
penderita kanker payudara ditemukan pada stadium lanjut. Data
dari Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan
menunjukkan bahwa Case Fatality Rate (CFR) akibat kanker payudara

3
menurut golongan penyebab sakit menunjukkan peningkatan dari tahun 1992-
1993, yaitu dari 3,9 menjadi 7,8.

Gejala permulaan kanker payudara sering tidak disadari atau dirasakan


dengan jelas oleh penderita sehingga banyak penderita yang berobat dalam
keadaan lanjut. Hal inilah yang menyebabkan tingginya angka kematian kanker
tersebut. Padahal, pada stadium dini kematian akibat kanker masih dapat
dicegah. Penyakit kanker payudara ditemukan dalam stadium dini, angka
harapan hidupnya (life expectancy) tinggi, berkisar antara 85 s.d. 95%. Namun,
dikatakannya pula bahwa 70--90% penderita datang ke rumah sakit setelah
penyakit parah, yaitu setelah masuk dalam stadium lanjut.

Pengobatan kanker pada stadium lanjut sangat sukar dan hasilnya


sangat tidak memuaskan. Pengobatan kuratif untuk kanker umumnya operasi
dan atau radiasi. Pengobatan pada stadium dini untuk kanker payudara
menghasilkan kesembuhan 75%. Pengobatan pada penderita kanker
memerlukan teknologi canggih, ketrampilan, dan pengalaman yang luas.
Perlu peningkatan upaya pelayanan kesehatan, khususnya di RS karena jumlah
yang sakit terus-menerus meningkat, terlebih menyangkut golongan umur
produktif. Informasi tentang faktor-faktor ketahanan hidup memberikan
manfaat yang besar. Bukan hanya untuk peningkatan penanganan penderita
kanker payudara, tapi juga untuk memberikan informasi yang cukup kepada
masyarakat tentang kanker payudara dan perkembangan serta prognosis
penyakit tersebut di masa mendatang.

Di seluruh dunia pengobatan kanker adalah topik hangat penelitian


dan sebagai akibat dari pekerjaan yang luas dalam bidang ini banyak agen
terapi baru sedang menjalani uji klinis untuk memilah obat dengan efek
samping sedikit. Dalam keberhasilan penelitian dan pengembangan bukanlah
satu-satunya yang berada di bawah pertimbangan tetapi juga
spesifisitas. Dalam pengobatan kanker obat sebagian besar dirancang sebagai
agen regulasi atau hambat untuk protein siklus sel. Rapamycin adalah salah

4
satu inhibitor seperti yang menargetkan mTOR enzim protein
kinase. Memeriksa fungsi protein mTOR pertumbuhan sel dan proliferasi dapat
dikontrol dengan mempengaruhi transkripsi dan translasi gen tertentu.
Rapamycin mTOR inhibitor sedang digunakan sejak puluhan tahun untuk
pengobatan kanker. Salah satu hasil yang efektif telah dilaporkan untuk
menyembuhkan kanker dan beberapa gangguan lainnya juga dicatat untuk
diperlakukan dengan obat ini. Empat dekade kembali inhibitor ini ditemukan
sebagai obat anti-jamur. Rapamycin juga digunakan untuk kasus-kasus
transplantasi di mana ia bertindak sebagai senyawa immunosuppressing karena
juga menghambat proses siklus sel.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi

Payudara wanita dewasa berlokasi dalam fascia superficial dari dinding depan
dada. Dasar dari payudara terbentang dari iga kedua di sebelah atas sampai iga
keenam atau ketujuh di sebelah bawah, dan dari sternum batas medialnya sampai
ke garis midaksilrasis sebagai batas lateralnya. Duapertiga dasar tersebut terletak
di depan M.pectoralis major dan sebagian M.serratus anterior. Sebagian kecil
terletak di atas M.obliquus externus.
Pada 95% wanita terdapat perpanjangan dari kuadran lateral atas sampai ke
aksila. Ekor ini (tail of Spence) dari jaringan mammae memasuki suatu hiatus
(dari Langer) dalam fascia sebelah dalam dari dinding medial aksilaI. Hanya ini
jaringan mammae yang ditemukan secara normal di bawah fascia sebelah dalam.

Gambar 1.3. Potongan sagital mammae dan dinding dada sebelah depan

6
Gambar 1.4. Topografi aksila (Anterior view)
Setiap payudara terdiri dari 15 sampai 20 lobus, beberapa lebih besar
daripada yang lainnya, berada dalam fascia superficial, dimana dihubungkan
secara bebas dengan fascia sebelah dalam. Lobus-lobus ini beserta duktusnya
adalah kesatuan dalam anatomi, bukan kesatuan dalam bedah. Suatu biopsy
payudara bukan suatu lobektomi, dimana pada prosedur semacam itu, sebagian
dari 1 atau lebih lobus diangkat.
Antara fascia superficial dan yang sebelah dalam terdapat ruang
retromammary (submammary) yang mana kaya akan limfatik.
Lobus-lobus parenkim beserta duktusnya tersusun secara radial berkenaan
dengan posisi dari papilla mammae, sehingga duktus berjalan sentral menuju
papilla seperti jari-jari roda berakhir secara terpisah di puncak dari papilla.
Segmen dari duktus dalam papilla merupakan bagian duktus yang tersempit. Oleh
karena itu, sekresi atau pergantian sel-sel cenderung untuk terkumpul dalam
bagian duktus yang berada dalam papilla, mengakibatkan ekspansi yang jelas dari
duktus dimana ketika berdilatasi akibat isinya dinamakan lactiferous sinuse . Pada
area bebas lemak di bawah areola, bagian yang dilatasi dari duktus laktiferus
(lactiferous sinuses) merupakan satu-satunya tempat untuk menyimpan susu.
Intraductal papillomas sering terjadi di sini.
Ligamentum suspensori Cooper membentuk jalinan yang kuat, pita
jaringan ikat berbentuk ireguler menghubungkan dermis dengan lapisan dalam
dari fascia superfisial, melewati lobus-lobus parenkim dan menempel ke elemen
parenkim dan duktus. Kadang-kadang, fascia superfisial terfiksasi ke kulit,
sehingga tidak mungkin dilakukan total mastectomy subkutan yang ideal. Dengan
adanya invasi keganasan, sebagian dari ligamentum Cooper akan mengalami
kontraksi, menghasilkan retraksi dan fiksasi atau lesung dari kulit yang khas. Ini
berbeda dengan penampilan kulit yang kasar dan ireguler yang disebut peau
d'orange, dimana pada peau d'orange perlekatan subdermal dari folikel-folikel
rambut dan kulit yang bengkak menghasilkan gambaran cekungan dari kulit.

Suplai darah

7
Mammae diperdarahi dari 2 sumber, yaitu A. thoracica interna, cabang dari
A. axillaries, dan A. intercostal.
Vena aksilaris, vena thoracica interna, dan vena intercostals 3-5 mengalirkan
darah dari kelenjar mamma. Vena-vena ini mengikuti arterinya.
Vena aksilaris terbentuk dari gabungan vena brachialis dan vena basilica,
terletak di medial atau superficial terhadaop arteri aksilaris, menerima juga 1 atau
2 cabang pectoral dari mammae. Setelah vena ini melewati tepi lateral dari iga
pertama, vena ini menjadi vena subclavia. Di belakang, vena intercostalis
berhubungan dengan sistem vena vertebra dimana masuk vena azygos,
hemiazygos, dan accessory hemiazygos, kemudian mengalirkan ke dalam vena
cava superior. Ke depan, berhubungan dengan brachiocephalica.
Melaui jalur kedua jalur pertama, metastasis ca mammae dapat mencapai
paru-paru. Melalui jalurketiga, metastasis dapat ke tulang dan system saraf pusat.

2.2. Etiologi (Faktor risiko)

Etiologi pasti dari kanker payudara masih belum jelas. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa wanita dengan faktor risiko tertentu lebih sering untuk
berkembang menjadi kanker payudara dibandingkan yang tidak memiliki
beberapa faktor risiko tersebut. Beberapa faktor risiko tersebut :
Umur :
Kemungkinan untuk menjadi kanker payudara semakin meningkat seiring
bertambahnya umur seorang wanita. Angka kejadian kanker payudara rata-rata
pada wanita usia 45 tahun ke atas. Kanker jarang timbul sebelum menopause.
Kanker dapat didiagnosis pada wanita premenopause atau sebelum usia 35

8
tahun, tetapi kankernya cenderung lebih agresif, derajat tumor yang lebih
tinggi, dan stadiumnya lebih lanjut, sehingga survival rates-nya lebih rendah.
Riwayat kanker payudara :
Wanita dengan riwayat pernah mempunyai kanker pada satu payudara
mempunyai risiko untuk berkembang menjadi kanker pada payudara yang
lainnya.
Riwayat Keluarga :
Risiko untuk menjadi kanker lebih tinggi pada wanita yang ibunya atau
saudara perempuan kandungnya memiliki kanker payudara. Risiko lebih
tinggi jika anggota keluarganya menderita kanker payudara sebelum usia 40
tahun. Risiko juga meningkat bila terdapat kerabat/saudara (baik dari keluarga
ayah atau ibu) yang menderita kanker payudara.
Perubahan payudara tertentu :
Beberapa wanita mempunyai sel-sel dari jaringan payudaranya yang
terlihat abnormal pada pemeriksaan mikroskopik. Risiko kanker akan
meningkat bila memiliki tipe-tipe sel abnormal tertentu, seperti atypical
hyperplasia dan lobular carcinoma in situ [LCIS].
Perubahan Genetik :
Beberapa perubahan gen-gen tertentu akan meningkatkan risiko terjadinya
kanker payudara, antara lain BRCA1, BRCA2, dan beberapa gen lainnya.
BRCA1 and BRCA2 termasuk tumor supresor gen. Secara umum, gen BRCA-
1 beruhubungan dengan invasive ductal carcinoma, poorly differentiated, dan
tidak mempunyai reseptor hormon. Sedangkan BRCA-2 berhubungan dengan
invasive ductal carcinoma yang lebih well differentiated dan mengekspresikan
reseptor hormon. Wanita yang memiliki gen BRCA1 dan BRCA2 akan
mempunyai risiko kanker payudara 40-85%. Wanita dengan gen BRCA1 yang
abnormal cenderung untuk berkembang menjadi kanker payudara pada usia
yang lebih dini.
Riwayat reproduksi dan menstruasi :
Meningkatnya paparan estrogen berhubungan dengan peningkatan risiko
untuk berkembangnya kanker payudara, sedangkan berkurangnya paparan

9
justru memberikan efek protektif. Beberapa faktor yang meningkatkan jumlah
siklus menstruasi seperti menarche dini (sebelum usia 12 tahun), nuliparitas,
dan menopause yang terlambat (di atas 55 tahun) berhubungan juga dengan
peningkatan risiko kanker. Diferensiasi akhir dari epitel payudara yang terjadi
pada akhir kehamilan akan memberi efek protektif, sehingga semakin tua
umur seorang wanita melahirkan anak pertamanya, risiko kanker meningkat.
Wanita yang mendapatkan menopausal hormone therapy memakai estrogen,
atau mengkonsumsi estrogen ditambah progestin setelah menopause juga
meningkatkan risiko kanker.
Ras :
Kanker payudara lebih sering terdiagnosis pada wanita kulit putih,
dibandingkan wanita Latin Amerika, Asia, or Afrika. Insidensi lebih tinggi
pada wanita yang tinggal di daerah industrialisasi.
Wanita yang mendapat terapi radiasi pada daerah dada :
Wanita yang mendapat terapi radiasi di daerah dada (termasuk payudara)
sebelum usia 30 tahun, risiko untuk berkembangnya kanker payudara akan
meningkat di kemudian hari.

Kepadatan jaringan payudara :


Jaringan payudara dapat padat ataupun berlemak. Wanita yang
pemeriksaan mammogramnya menunjukkan jaringan payudara yang lebih
padat, risiko untuk menjadi kanker payudaranya meningkat.
Overweight atau Obese setelah menopause:
Kemungkinan untuk mendapatkan kanker payudara setelah menopause
meningkat pada wanita yang overweight atau obese, karena sumber estrogen
utama pada wanita postmenopause berasal dari konversi androstenedione
menjadi estrone yang berasal dari jaringan lemak, dengan kata lain obesitas
berhubungan dengan peningkatan paparan estrogen jangka panjang.
Kurangnya aktivitas fisik :

10
Wanita yang aktivitas fisik sepanjang hidupnya kurang, risiko untuk
menjadi kanker payudara meningkat. Dengan aktivitas fisik akan membantu
mengurangi peningkatan berat badan dan obesitas.
Diet :
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa wanita yang sering minum
alkohol mempunyai risiko kanker payudara yang lebih besar. Karena alkohol
akan meningkatkan kadar estriol serum. Sering mengkonsumsi banyak makan
berlemak dalam jangka panjang akan meningkatkan kadar estrogen serum,
sehingga akan meningkatkan risiko kanker.

2.3. Klasifikasi kanker payudara

1. Non invasive carcinoma


a) Ductal carcinoma in situ
Ductal carcinoma in situ, juga disebut intraductal cancer, merujuk
pada sel kanker yang telah terbentuk dalam saluran dan belum
menyebar. Saluran menjadi tersumbat dan membesar seiring
bertambahnya sel kanker di dalamnya. Kalsium cenderung terkumpul
dalam saluran yang tersumbat dan terlihat dalam mamografi sebagai
kalsifikasi terkluster atau tak beraturan (clustered or irregular
calcifications) atau disebut kalsifikasi mikro (microcalcifications) pada
hasil mammogram seorang wanita tanpa gejala kanker.
DCIS dapat menyebabkan keluarnya cairan puting atau munculnya
massa yang secara jelas terlihat atau dirasakan, dan terlihat pada
mammografi. DCIS kadang ditemukan dengan tidak sengaja saat
dokter melakukan biopsy tumor jinak. Sekitar 20%-30% kejadian
kanker payudara ditemukan saat dilakukan mamografi. Jika diabaikan
dan tidak ditangani, DCIS dapat menjadi kanker invasif dengan potensi
penyebaran ke seluruh tubuh.
DCIS muncul dengan dua tipe sel yang berbeda, dimana salah satu
sel cenderung lebih invasif dari tipe satunya. Tipe pertama, dengan

11
perkembangan lebih lambat, terlihat lebih kecil dibandingkan sel
normal. Sel ini disebut solid, papillary atau cribiform. Tipe kedua,
disebut comedeonecrosis, sering bersifat progresif di awal
perkembangannya, terlihat sebagai sel yang lebih besar dengan bentuk
tak beraturan.

A B

Gambar 1.12 Ductal Carcinoma in situ (A) dan Sel-sel kanker menyebar keluar dari
ductus, menginvasi jaringan sekitar dalam mammae (B)

b) Lobular carcinoma in situ

12
Meskipun sebenarnya ini bukan kanker, tetapi LCIS kadang
digolongkan sebagai tipe kanker payudara non-invasif. Bermula dari
kelenjar yang memproduksi air susu, tetapi tidak berkembang
melewati dinding lobulus. Mengacu pada National Cancer Institute,
Amerika Serikat, seorang wanita dengan LCIS memiliki peluang 25%
munculnya kanker invasive (lobular atau lebih umum sebagai
infiltrating ductal carcinoma) sepanjang hidupnya.

Gambar 1.13 Lobular carcinoma in situ

2. Invasive carcinoma
I. Pagets disease dari papilla mammae
Pagets disease dari papilla mammae pertama kali dikemukakan pada
tahun 1974. Seringnya muncul sebagai erupsi eksim kronik dari papilla
mammae, dapat berupa lesi bertangkai, ulserasi, atau halus. Paget's disease
biasanya berhubungan dengan DCIS (Ductal Carcinoma in situ) yang luas dan
mungkin berhubungan dengan kanker invasif. Biopsi papilla mammae akan
menunjukkan suatu populasi sel yang identik (gambaran atau perubahan
pagetoid). Patognomonis dari kanker ini adalah terdapatnya sel besar pucat dan
bervakuola (Paget's cells) dalam deretan epitel. Terapi pembedahan untuk

13
Paget's disease meliputi lumpectomy, mastectomy, atau modified radical
mastectomy, tergantung penyebaran tumor dan adanya kanker invasif.
II. Invasive ductal carcinoma
a. Adenocarcinoma with productive fibrosis (scirrhous, simplex, NST) (80%)
Kanker ini ditemukan sekitar 80% dari kanker payudara dan pada 60%
kasus kanker ini mengadakan metastasis (baik mikro maupun
makroskopik) ke KGB aksila. Kanker ini biasanya terdapat pada wanita
perimenopause or postmenopause dekade kelima sampai keenam, sebagai
massa soliter dan keras. Batasnya kurang tegas dan pada potongan
meilntang, tampak permukaannya membentuk konfigurasi bintang di
bagian tengah dengan garis berwarna putih kapur atau kuning menyebar ke
sekeliling jaringan payudara. Sel-sel kanker sering berkumpul dalam
kelompok kecil, dengan gambaran histologi yang bervariasi.
b. Medullary carcinoma (4%)
Medullary carcinoma adalah tipe khusus dari kanker payudara,
berkisar 4% dari seluruh kanker payudara yang invasif dan merupakan
kanker payudara herediter yang berhubungan dengan BRCA-1.
Peningkatan ukuran yang cepat dapat terjadi sekunder terhadap nekrosis
dan perdarahan. 20% kasus ditemukan bilateral. Karakterisitik
mikroskopik dari medullary carcinoma berupa (1) infiltrat limforetikular
yang padat terutama terdiri dari sel limfosit dan plasma; (2) inti
pleomorfik besar yang berdiferensiasi buruk dan mitosis aktif; (3) pola
pertumbuhan seperti rantai, dengan minimal atau tidak ada diferensiasi
duktus atau alveolar. Sekitar 50% kanker ini berhubungan dengan DCIS
dengan karakteristik terdapatnya kanker perifer, dan kurang dari 10%
menunjukkan reseptor hormon. Wanita dengan kanker ini mempunyai 5-
year survival rate yang lebih baik dibandingkan NST atau invasive lobular
carcinoma.
c. Mucinous (colloid) carcinoma (2%)
Mucinous carcinoma (colloid carcinoma), merupakan tipe khusus lain
dari kanker payudara, sekitar 2% dari semua kanker payudara yang

14
invasif, biasanya muncul sebagai massa tumor yang besar dan ditemukan
pada wanita yang lebih tua. Karena komponen musinnya, sel-sel kanker ini
dapat tidak terlihat pada pemeriksaan mikroskopik.
d. Papillary carcinoma (2%)
Papillary carcinoma merupakan tipe khusus dari kanker payudara
sekitar 2% dari semua kanker payudara yang invasif. Biasanya ditemukan
pada wanita dekade ketujuh dan sering menyerang wanita non kulit putih.
Ukurannya kecil dan jarang mencapai diameter 3 cm. McDivitt dan
kawan-kawan menunjukkan frekuensi metastasis ke KGB aksila yang
rendah dan 5- and 10-year survival rate mirip mucinous dan tubular
carcinoma.
e. Tubular carcinoma (2%)
Tubular carcinoma merupakan tipe khusus lain dari kanker payudara
sekitar 2% dari semua kanker payudara yang invasif. Biasanya ditemukan
pada wanita perimenopause dan pada periode awal menopause. Long-term
survival mendekati 100%.

III. Invasive lobular carcinoma (10%)


Invasive lobular carcinoma sekitar 10% dari kanker payudara.
Gambaran histopatologi meliputi sel-sel kecil dengan inti yang bulat, nucleoli
tidak jelas, dan sedikit sitoplasma. Pewarnaan khusus dapat mengkonfirmasi
adanya musin dalam sitoplasma, yang dapat menggantikan inti (signet-ring
cell carcinoma). Seringnya multifokal, multisentrik, dan bilateral. Karena
pertumbuhannya yang tersembunyi sehingga sulit untuk dideteksi.

2.4. Diagnosis
a. Gejala
Gejala yang yang paling sering meliputi:
1. Penderita merasakan adanya perubahan pada payudara atau pada puting
susunya

15
a. Benjolan atau penebalan dalam atau sekitar payudara atau di daerah
ketiak
b. Puting susu terasa mengeras
2. Penderita melihat perubahan pada payudara atau pada puting susunya
a. Perubahan ukuran maupun bentuk dari payudara
b. Puting susu tertarik ke dalam payudara
c. Kulit payudara, areola, atau puting bersisik, merah, atau bengkak.
Kulit mungkin berkerut-kerut seperti kulit jeruk.
3. Keluarnya sekret atau cairan dari puting susu
Pada awal kanker payudara biasanya penderita tidak merasakan nyeri. Jika
sel kanker telah menyebar, biasanya sel kanker dapat ditemukan di kelenjar
limfe yang berada di sekitar payudara. Sel kanker juga dapat menyebar ke
berbagai bagian tubuh lain, paling sering ke tulang, hati, paru-paru, dan otak.
Pada 33% kasus kanker payudara, penderita menemukan benjolan pada
payudaranya. Tanda dan gejala lain dari kanker payudara yang jarang
ditemukan meliputi pembesaran atau asimetrisnya payudara, perubahan pada
puting susu dapat berupa retraksi atau keluar sekret, ulserasi atau eritema kulit
payudara, massa di ketiak, ketidaknyamanan muskuloskeletal. 50% wanita
dengan kanker payudara tidak memiliki gejala apapun. Nyeri pada payudara
biasanya berhubungan dengan kelainan yang bersifat jinak.

b. Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi
Inspkesi bentuk, ukuran, dan simetris dari kedua payudara, apakah
terdapat edema (peau dorange), retraksi kulit atau puting susu, dan eritema.6

16
2. Palpasi
Dilakukan palpasi pada payudara apakah terdapat massa, termasuk palpasi
kelenjar limfe di aksila, supraklavikula, dan parasternal. Setiap massa yang
teraba atau suatu lymphadenopathy, harus dinilai lokasinya, ukurannya,
konsistensinya, bentuk, mobilitas atau fiksasinya.6

c. Pemeriksaan penunjang

1. Mammografi

Mammografi merupakan pemeriksaan yang paling dapat diandalkan untuk


mendeteksi kanker payudara sebelum benjolan atau massa dapat dipalpasi.
Karsinoma yang tumbuh lambat dapat diidentifikasi dengan mammografi
setidaknya 2 tahun sebelum mencapai ukuran yang dapat dideteksi melalui
palpasi.
Mammografi telah digunakan di Amerika Utara sejak tahun 1960 dan
teknik ini terus dimodifikasi dan diimprovisasi untuk meningkatkan kualitas
gambarnya. Mammografi konvensional menyalurkan dosis radiasi sebesar 0,1
sentigray (cGy) setiap penggunaannya. Sebagai perbandingan, Foto X-ray
thoraks menyalurkan 25% dari dosis radiasi mammografi. Mammografi dapat
digunakan baik sebagai skrining maupun diagnostik. Mammografi mempunyai
2 jenis gambaran, yaitu kraniokaudal (CC) dan oblik mediolateral (MLO).
MLO memberikan gambaran jaringan mammae yang lebih luas, termasuk

17
kuadran lateral atas dan axillary tail of Spence. Dibandingkan dengan MLO,
CC memberikan visualisasi yang lebih baik pada aspek medial dan
memungkinkan kompresi payudara yang lebih besar.
Radiologis yang berpengalaman dapat mendeteksi karsinoma payudara
dengan tingkat false-positive sebesar 10% dan false-negative sebesar 7%.
Gambaran mammografi yang spesifik untuk karsinoma mammae antara lain
massa padat dengan atau tanpa gambaran seperti bintang (stellate), penebalan
asimetris jaringan mammae dan kumpulan mikrokalsifikasi. Gambaran
mikrokalsifikasi ini merupakan tanda penting karsinoma pada wanita muda,
yang mungkin merupakan satu-satunya kelainan mammografi yang ada.
Mammografi lebih akurat daripada pemeriksaan klinis untuk deteksi
karsinoma mammae stadium awal, dengan tingkat akurasi sebesar 90%.
Protokol saat ini berdasarkan National Cancer Center Network (NCCN)
menyarankan bahwa setiap wanita diatas 20 tahun harus dilakukan
pemeriksaan payudara setiap 3 tahun. Pada usia di atas 40 tahun, pemeriksaan
payudara dilakukan setiap tahun disertai dengan pemeriksaan mammografi.
Pada suatu penelitian atas screening mammography, menunjukkan reduksi
sebesar 40% terhadap karsinoma mammae stadium II, III dan IV pada
populasi yang dilakukan skrining dengan mammografi.

2. Ultrasonografi (USG)

Penggunaan USG merupakan pemeriksaan penunjang yang penting untuk


membantu hasil mammografi yang tidak jelas atau meragukan, baik digunakan
untuk menentukan massa yang kistik atau massa yang padat. Pada
pemeriksaan dengan USG, kista mammae mempunyai gambaran dengan batas
yang tegas dengan batas yang halus dan daerah bebas echo di bagian
tengahnya. Massa payudara jinak biasanya menunjukkan kontur yang halus,
berbentuk oval atau bulat, echo yang lemah di bagian sentral dengan batas
yang tegas. Karsinoma mammae disertai dengan dinding yang tidak beraturan,
tetapi dapat juga berbatas tegas dengan peningkatan akustik. USG juga

18
digunakan untuk mengarahkan fine-needle aspiration biopsy (FNAB), core-
needle biopsy dan lokalisasi jarum pada lesi payudara. USG merupakan
pemeriksaan yang praktis dan sangat dapat diterima oleh pasien tetapi tidak
dapat mendeteksi lesi dengan diameter 1 cm.

3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Sebagai alat diagnostik tambahan atas kelainan yang didapatkan pada


mammografi, lesi payudara lain dapat dideteksi. Akan tetapi, jika pada
pemeriksaan klinis dan mammografi tidak didapat kelainan, maka
kemungkinan untuk mendiagnosis karsinoma mammae sangat kecil.
MRI sangat sensitif tetapi tidak spesifik dan tidak seharusnya digunakan
untuk skrining. Sebagai contoh, MRI berguna dalam membedakan karsinoma
mammae yang rekuren atau jaringan parut. MRI juga bermanfaat dalam
memeriksa mammae kontralateral pada wanita dengan karsinoma payudara,
menentukan penyebaran dari karsinoma terutama karsinoma lobuler atau
menentukan respon terhadap kemoterapi neoadjuvan.

4. Biopsi

Fine-needle aspiration biopsy (FNAB) dilanjutkan dengan pemeriksaan


sitologi merupakan cara praktis dan lebih murah daripada biopsi eksisional
dengan resiko yang rendah. Teknik ini memerlukan patologis yang ahli dalam
diagnosis sitologi dari karsinoma mammae dan juga dalam masalah
pengambilan sampel, karena lesi yang dalam mungkin terlewatkan. Insidensi
false-positive dalam diagnosis adalah sangat rendah, sekitar 1-2% dan tingkat
false-negative sebesar 10%. Kebanyakan klinisi yang berpengalaman tidak
akan menghiraukan massa dominan yang mencurigakan jika hasil sitologi

19
FNA adalah negatif, kecuali secara klinis, pencitraan dan pemeriksaan
sitologi semuanya menunjukkan hasil negatif.
Large-needle (core-needle) biopsy mengambil bagian sentral atau inti
jaringan dengan jarum yang besar. Alat biopsi genggam menbuat large-core
needle biopsy dari massa yang dapat dipalpasi menjadi mudah dilakukan di
klinik dan cost-effective dengan anestesi lokal.
Open biopsy dengan lokal anestesi sebagai prosedur awal sebelum
memutuskan tindakan defintif merupakan cara diagnosis yang paling dapat
dipercaya. FNAB atau core-needle biopsy, ketika hasilnya positif,
memberikan hasil yang cepat dengan biaya dan resiko yang rendah, tetapi
ketika hasilnya negatif maka harus dilanjutkan dengan open biopsy. Open
biopsy dapat berupa biopsy insisional atau biopsi eksisional. Pada biopsi
insisional mengambil sebagian massa payudara yang dicurigai, dilakukan bila
tidak tersedianya core-needle biopsy atau massa tersebut hanya menunjukkan
gambaran DCIS saja atau klinis curiga suatu inflammatory carcinoma tetapi
tidak tersedia core-needle biopsy. Pada biopsi eksisional, seluruh massa
payudara diambil.

5. Biomarker

Biomarker karsinoma mammae terdiri dari beberapa jenis. Biomarker


sebagai salah satu faktor yang meningkatkan resiko karsinoma mammae.
Biomarker ini mewakili gangguan biologik pada jaringan yang terjadi antara
inisiasi dan perkembangan karsinoma. Biomarker ini digunakan sebagai hasil
akhir dalam penelitian kemopreventif jangka pendek dan termasuk perubahan
histologis, indeks dari proliferasi dan gangguan genetik yang mengarah pada
karsinoma.

20
Nilai prognostik dan prediktif dari biomarker untuk karsinoma mammae
antara lain (1) petanda proliferasi seperti proliferating cell nuclear antigen
(PNCA), BrUdr dan Ki-67; (2) petanda apoptosis seperti bcl-2 dan rasio
bax:bcl-2; (3) petanda angiogenesis seperti vascular endothelial growth factor
(VEGF) dan indeks angiogenesis; (4) growth factors dan growth factor
receptors seperti human epidermal growth receptor (HER)-2/neu dan
epidermal growth factor receptor (EGFr) dan (5) p53.

2.5. Skrining
Rekomendasi untuk deteksi kanker payudara dini menurut American Cancer
Society 4 :
Wanita berumur 40 tahun harus melakukan screening mammogram
secara terus-menerus selama mereka dalam keadaan sehat, dianjurkan setiap
tahun.
Wanita berumur 20-30 tahun harus melakukan pemeriksaan klinis
payudara (termasuk mammogram) sebagai bagian dari pemeriksaan
kesehatan yang periodik oleh dokter, dianjurakan setiap 3 tahun.
Setiap wanita dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan payudara sendiri
mulai umur 20 tahun. untuk kemudian melakukan konsultasi ke dokter bila
menemukan kelainan.
Wanita yang berisiko tinggi (>20%) harus melakukan pemeriksaan MRI
dan mammogram setiap tahun.
Wanita yang risiko sedang (15-20%) harus melakukan mammogram
setiap tahun, dan konsultasi ke dokter apakah perlu disertai pemeriksaan
MRI atau tidak.
Wanita yang risiko rendah (<15%) tidak perlu pemeriksaan MRI
periodik tiap tahun.
Wanita termasuk risiko tinggi bila :
- mempunyai gen mutasi dari BRCA1 atau BRCA2

21
- mempunyai kerabat dekat tingkat pertama (orang tua, kakak-adik) yang
memiliki gen mutasi dari BRCA1 atau BRCA2 tetapi belum pernah
melakukan pemeriksaan genetik
- mempunyai risiko kanker 20-25% menurut penilaian faktor risiko
terutama berdasarkan riwayat keluarga
- pernah mendapat radioterapi pada dinding dada saat umur 10-30 tahun
- mempunyai Li-Fraumeni syndrome, Cowden syndrome, atau Bannayan-
Riley-Ruvalcaba syndrome, atau ada kerabat dekat tingkat pertama memiliki
salah satu sindrom-sindrom ini.
Wanita dengan risiko sedang bila :
- mempunyai risiko kanker 15-20% menurut penilaian faktor risiko terutama
berdasarkan riwayat keluarga
- mempunyai riwayat kanker pada satu payudara, ductal carcinoma in situ
(DCIS), lobular carcinoma in situ (LCIS), atypical ductal hyperplasia
(ADH), atau atypical lobular hyperplasia (ALH)
- mempunyai kepadatan yang tidak merata atau berlebihan terlihat pada
pemeriksaan mammogram

2.6. Penatalaksanaan

Terapi dapat bersifat kuratif atau paliatif. Terapi kuratif dianjurkan untuk
stadium I, II, dan III. Pasien dengan tumor lokal lanjut (T3,T4) dan bahkan
inflammatory carcinoma mungkin dapat disembuhkan dengan terapi
multimodalitas, tetapi kebanyakan hanya bersifat paliatif. Terapi paliatif diberikan
pada pasien dengan stadium IV dan untuk pasien dengan metastasis jauh atau
untuk karsinoma lokal yang tidak dapat direseksi.

A. Terapi secara pembedahan

1. Mastektomi partial (breast conservation)

22
Tindakan konservatif terhadap jaringan payudara terdiri dari reseksi tumor
primer hingga batas jaringan payudara normal, radioterapi dan pemeriksaan status
KGB (kelenjar getah bening) aksilla. Reseksi tumor payudara primer disebut juga
sebagai reseksi segmental, lumpectomy, mastektomi partial dan tylectomy.
Tindakan konservatif, saat ini merupakan terapi standar untuk wanita dengan
karsinoma mammae invasif stadium I atau II. Wanita dengan DCIS hanya
memerlukan reseksi tumor primer dan radioterapi adjuvan. Ketika lumpectomy
dilakukan, insisi dengan garis lengkung konsentrik pada nipple-areola complex
dibuat pada kulit diatas karsinoma mammae. Jaringan karsinoma diangkat dengan
diliputi oleh jaringan mammae normal yang adekuat sejauh 2 mm dari tepi yang
bebas dari jaringan tumor. Dilakukan juga permintaan atas status reseptor
hormonal dan ekspresi HER-2/neu kepada patologis.

Setelah penutupan luka payudara, dilakukan diseksi KGB aksilla ipsilateral


untuk penentuan stadium dan mengetahui penyebaran regional. Saat ini, sentinel
node biopsy merupakan prosedur staging yang dipilih pada aksilla yang tidak
ditemukan adanya pembesaran KGB. Ketika sentinel node biopsy menunjukkan
hasil negatif, diseksi KGB akilla tidak dilakukan.

2. Modified Radical Mastectomy

Modified radical mastectomy mempertahankan baik M. pectoralis mayor and


M. pectoralis minor, dengan pengangkatan KGB aksilla level I dan II tetapi tidak
level III. Modifikasi Patey mengangkat M. pectoralis minor dan diseksi KGB
axilla level III. Batasan anatomis pada Modified radical mastectomy adalah batas
anterior M. latissimus dorsi pada bagian lateral, garis tengah sternum pada bagian
medial, bagian inferiornya 2-3 cm dari lipatan infra-mammae dan bagian
superiornya m. subcalvia.
Seroma dibawah kulit dan di aksilla merupakan komplikasi tersering dari
mastektomi dan diseksi KGB aksilla, sekitar 30% dari semua kasus. Pemasangan
closed-system suction drainage mengurangi insidensi dari komplikasi ini. Kateter

23
dipertahankan hingga cairan drainage kurang dari 30 ml/hari. Infeksi luka jarang
terjadi setelah mastektomi dan kebanyakan terjadi sekunder terhadap nekrosis
skin-flap. Pendarahan sedang dan hebat jarang terjadi setelah mastektomi dan
sebaiknya dilakukan eksplorasi dini luka untuk mengontrol pendarahan dan
memasang ulang closed-system suction drainage. Insidensi lymphedema
fungsional setelah modified radical mastectomy sekitar 10%. Diseksi KGB aksilla
ekstensif, terapi radiasi, adanya KGB patologis dan obesitas merupakan faktor-
faktor predisposisi.

B. Terapi secara medikalis (non-pembedahan)

1. Radioterapi

Terapi radiasi dapat digunakan untuk semua stadium karsinoma mammae.


Untuk wanita dengan DCIS, setelah dilakukan lumpectomy, radiasi adjuvan
diberikan untuk mengurangi resiko rekurensi lokal, juga dilakukan untuk stadium
I, IIa, atau IIb setelah lumpectomy. Radiasi juga diberikan pada kasus
resiko/kecurigaan metastasis yang tinggi.
Pada karsinoma mammae lanjut (Stadium IIIa atau IIIb), dimana resiko
rekurensi dan metastasis yang tinggi maka setelah tindakan pembedahan
dilanjutkan dengan terapi radiasi adjuvan.

2. Kemoterapi
a. Kemoterapi adjuvan

Kemoterapi adjuvan memberikan hasil yang minimal pada karsinoma mammae


tanpa pembesaran KGB dengan tumor berukuran kurang dari 0,5 cm dan tidak
dianjurkan. Jika ukuran tumor 0,6 sampai 1 cm tanpa pembesaran KGB dan
dengan resiko rekurensi tinggi maka kemoterapi dapat diberikan. Faktor

24
prognostik yang tidak menguntungkan termasuk invasi pembuluh darah atau
limfe, tingkat kelainan histologis yang tinggi, overekspresi HER-2/neu dan status
reseptor hormonal yang negatif sehingga direkomendasikan untuk diberikan
kemoterapi adjuvan.
Contoh regimen kemoterapi yang digunakan antara lain siklofosfamid,
doxorubisin, 5-fluorourasil dan methotrexate.
Untuk wanita dengan karsinoma mammae yang reseptor hormonalnya negatif
dan lebih besar dari 1 cm, kemoterapi adjuvan cocok untuk diberikan.
Rekomendasi pengobatan saat ini, berdasarkan NSABP B-15, untuk stadium IIIa
yang operabel adalah modified radical mastectomy diikuti kemoterapi adjuvan
dengan doxorubisin diikuti terapi radiasi.

b. Neoadjuvant chemotherapy

Kemoterapi neoadjuvan merupakan kemoterapi inisial yang diberikan sebelum


dilakukan tindakan pembedahan, dimana dilakukan apabila tumor terlalu besar
untuk dilakukan lumpectomy.
Rekomendasi saat ini untuk karsinoma mammae stadium lanjut adalah
kemoterapi neoadjuvan dengan regimen adriamycin diikuti mastektomi atau
lumpectomy dengan diseksi KGB aksilla bila diperlukan, diikuti kemoterapi
adjuvan, dilanjutkan dengan terapi radiasi. Untuk Stadium IIIa inoperabel dan
IIIb, kemoterapi neoadjuvan digunakan untuk menurunkan beban atau ukuran
tumor tersebut, sehingga memungkinkan untuk dilanjutkan modified radical
mastectomy, diikuti dengan kemoterapi dan radioterapi.
3. Terapi anti-estrogen

Dalam sitosol sel-sel karsinoma mammae terdapat protein spesifik berupa


reseptor hormonal yaitu reseptor estrogen dan progesteron. Reseptor hormon ini
ditemukan pada lebih dari 90% karsinoma duktal dan lobular invasif yang masih
berdiferensiasi baik.

25
Setelah berikatan dengan reseptor estrogen dalam sitosol, tamoxifen
menghambat pengambilan estrogen pada jaringan payudara. Respon klinis
terhadap anti-estrogen sekitar 60% pada wanita dengan karsinoma mammae
dengan reseptor hormon yang positif, tetapi lebih rendah yaitu sekitar 10% pada
reseptor hormonal yang negatif. Kelebihan tamoxifen dari kemoterapi adalah
tidak adanya toksisitas yang berat. Nyeri tulang, hot flushes, mual, muntah dan
retensi cairan dapat terjadi pada pengunaan tamoxifen. Resiko jangka panjang
pengunaan tamoxifen adalah karsinoma endometrium. Terapi dengan tamoxifen
dihentikan setelah 5 tahun. Beberapa ahli onkologi merekomendasikan tamoxifen
untuk ditambahkan pada terapi neoadjuvan pada karsinoma mammae stadium
lanjut terutama pada reseptor hormonal yang positif. Untuk semua wanita dengan
karsinoma mammae stadium IV, anti-estrogen (tamoxifen), dipilih sebagai terapi
awal.

4. Terapi antibodi anti-HER2/neu

Penentuan ekspresi HER-2/neu pada semua karsinoma mammae yang baru


didiagnosis, saat ini direkomendasi. Hal ini digunakan untuk tujuan prognostik
pada pasien tanpa pembesaran KGB, untuk membantu pemilihan kemoterapi
adjuvan karena dengan regimen adriamycin menberikan respon yang lebih baik
pada karsinoma mammae dengan overekspresi HER-2/neu. Pasien dengan
overekspresi Her-2/neu mungkin dapat diobati dengan trastuzumab yang
ditambahkan pada kemoterapi adjuvan.

Prognosis

Survival rates untuk wanita yang didiagnosis karsinoma mammae antara tahun
1983-1987 telah dikalkulasi berdasarkan pengamatan, epidemiologi dan hasil
akhir program data, didapatkan bahwa angka 5-year survival untuk stadium I

26
adalah 94%, stadium IIa 85%, IIb 70%, dimana pada stadium IIIa sekitar 52%,
IIIb 48% dan untuk stasium IV adalah 18%.

2.7. mTOR inhibitor

Rapamycin, yang dikenal dengan nama dagang Sirolimus, adalah


antibiotik Macrolide yang diisolasi dari Streptomyces hygroscopicus yang telah
menunjukkan aktivitas imunosupresif. Rapamycin telah digunakan secara
tradisional pada penerima transplantasi. Rapamycin milik sekelompok novel
molekul yang dikenal sebagai mTOR (target mamalia dari rapamycin) inhibitor
dan telah disetujui untuk digunakan dalam transplantasi ginjal dan obat-eluting
stent. Mekanisme molekul rapamycin sangat kompleks, dan jalur yang sinyal yang
baru saja sebagian dimengerti. Selain efek diakui yang imunosupresif, molekul ini
menunjukkan aktivitas antineoplastik baik in vitro dan in vivo. Rapamycin
memberikan efek ini dengan penurunan produksi molekul VEGF proangiogenic
(faktor pertumbuhan endotel vaskular), yang terlibat dalam banyak kanker, serta
menghambat oleh sinyal hilir. Lain agen imunosupresif topikal seperti kalsineurin
tidak menunjukkan efek ini.

Rapamycin berat molekul 914.2gm dan strukturnya menggambarkan triene


makrosiklik. Sintase poliketida atau PKS tipe I dan sintetase peptida non ribosom
disintesis oleh Rapamycin. Rapamycin pemasok sumber yang tersedia dalam
bentuk bubuk dan nama merek dari senyawa ini adalah . Dalam metanol kelas
degassed dan HPLC kelarutan rapamycin dapat diperoleh hingga 10mg/ml dan ini
stabil selama seminggu jika disimpan pada suhu 4oC. Rapamycin juga larut dalam
senyawa kimia multiple termasuk etanol, DMSO, kloroform, eter dan aseton dan
N, N-dimehtylformamide.

Di seluruh dunia pengobatan kanker adalah topik hangat penelitian dan


sebagai akibat dari pekerjaan yang luas dalam bidang ini banyak agen terapi baru
sedang menjalani uji klinis untuk memilah obat dengan efek samping

27
sedikit. Dalam keberhasilan penelitian dan pengembangan bukanlah satu-satunya
yang berada di bawah pertimbangan tetapi juga spesifisitas. Dalam pengobatan
kanker obat sebagian besar dirancang sebagai agen regulasi atau hambat untuk
protein siklus sel. Rapamycin adalah salah satu inhibitor seperti yang menargetkan
mTOR enzim protein kinase. Memeriksa fungsi protein mTOR pertumbuhan sel
dan proliferasi dapat dikontrol dengan mempengaruhi transkripsi dan translasi gen
tertentu.

Rapamycin mTOR inhibitor sedang digunakan sejak puluhan tahun untuk


pengobatan kanker. Salah satu hasil yang efektif telah dilaporkan untuk
menyembuhkan kanker dan beberapa gangguan lainnya juga dicatat untuk
diperlakukan dengan obat ini. Empat dekade kembali inhibitor ini ditemukan
sebagai obat anti-jamur. Rapamycin juga digunakan untuk kasus-kasus
transplantasi di mana ia bertindak sebagai senyawa immunosuppressing karena
juga menghambat proses siklus sel.

Sel-sel kanker yang tumbuh dan berkembang dengan bantuan sebuah


proses yang dikenal sebagai angiogenesis, proses ini dapat diperiksa oleh
beberapa menghambat komponen penting yang terlibat dalam proses
ini. Rapamycin dilaporkan menghambat faktor pertumbuhan endotel vaskular
atau jalur VEGF yang mengarah ke penghambatan angiogenesis. Dalam fungsi
Rapamycin pengobatan kanker ginjal untuk menghambat proliferasi sel kanker
dan dalam hal pengobatan kanker payudara agen ini juga telah digunakan dalam
kombinasi dengan obat lain. NSCLC dan MM (multiple myeloma) juga
dipengaruhi oleh administrasi Rapamycin. Dan selama uji klinis rapamycin tahap
I itu memperoleh kesuksesan dalam glioblastoma ragam atau GBM.

Rapamycin adalah obat spektrum luas yang juga digunakan untuk


keperluan lain seperti untuk stent dan juga selama terapi laser. Hal ini juga telah
digunakan untuk angiofibromas yang dianggap disebabkan oleh TBC, dalam hal
ini digunakan secara topikal sebagai profil keamanan telah diperiksa. Tumor

28
disebabkan oleh TB juga diobati dengan Rapamycin tunggal atau dalam
kombinasi dengan agen lain, wajah angiofibroma juga diperlakukan dengan
itu. Sebuah penyakit yang sulit disembuhkan dikenal sebagai Oral Lichen Planus
Erosif (OELP) juga efisien diobati dengan Rapamycin

2.8. Peranan Jalur mTOR Dalam Karsinogenesis

Banyak mutasi predominan yang diamati pada kanker juga mengendalikan


metabolisme sel, sehingga mengarahkan kepada teori bahwa jaringan onkogen
dan supresor tumor mempengaruhi pergeseran metabolik dalam kanker. Sebuah
regulator sentral metabolisme, baik pada sel nontransformasi dan transformasi
adalah phosphatidylinositol-3-kinase (PI3K), suatu kinase lipid yang mengatur
level phosphatidylinositol terfosforilasi (PIP3) pada membran plasma. Aktivasi
PI3K terkait faktor pertumbuhan menyebabkan aktivasi efektor hilir, termasuk Akt
dan target rapamicin mamalia (mTOR mammalian target of rapamycin), yang
mengkoordinasi aktivitas metabolik pendukung biosintesis selular. Pada sel
normal, aktivasi PI3K dikendalikan ketat dengan defosforilasi PIP3 oleh fosfatase
PTEN, suatu supresor tumor poten. Aktivitas jalur ini mengalami deregulasi pada
kanker melalui beberapa mekanisme, termasuk mutasi aktivasi pada PI3K atau
kehilangan PTEN.

Secara keseluruhan, mutasi-mutasi sinyal PI3K menyebabkan salah satu


kelompok mutasi tersering pada tumor manusia. Sinyal PI3K/Akt yang meningkat
mempromosikan transformasi metabolik melalui berbagai jalur, termasuk:
Meningkatkan ekspresi permukaan transporter nutrien, sehingga
menyebabkan peningkatan asupan glukosa, asam amino dan nutrien lain;
Stimulasi dependen-Akt dari hexokinase dan fosfofruktokinase untuk
meningkatkan glikolisis;
Peningkatkan transkripsi gen yang terlibat dalam glikolisis dan
lipogenesis;dan
Meningkatkan translasi protein melalui aktivasi mTOR dependen-Akt.

29
Translasi protein penting untuk pertumbuhan tumor, dan gangguan
translasinya dapat menyebabkan efek tumorigenik. Jalur mTOR mengkoordinasi
sinstesis protein dengan mengatur asupan asam amino, pengisian tRNA dan
inisiasi translasi. Jalur mTOR juga berfungsi sebagai kinase sentral melalui dua
kompleks multiprotein berbeda, yang dikenal sebagai kompleks TOR1 (TORC1)
dan kompleks TOR2 (TORC2), di mana keduanya mempunyai perbedaan dalam
komposisi serta fungsi fisiologisnya. Transduksi sinyal oleh mTOR
mempromosikan peningkatan asupan asam amino dengan meregulasi naik dan
mempertahankan ekspresi permukaan transporter asam amino. Asam amino dapat
secara langsung mempengaruhi laju sintesis protein dengan stimulasi mTOR.
Keadaan ini dimediasi oleh keluarga Rag dari GTPase kecil, yang berinteraksi
dengan TORC1 dan mempromosikan aktivasinya sebagai respons terhadap sinyal
asam amino.

2.9. Peranan Inhibitor mTOR


Sayangnya, perkembangan klinis mengindikasikan bahwa rapamycin,
hanya memberikan harapan pada beberapa kanker, terutama limfoma sel mantle,
kanker endometrial dan karsinoma sel ginjal. Secara keseluruhan, respons terapi
terhadap rapamycin sangat bervariasi, menandakan bahwa penanda biologis yang
mampu memprediksi sel mana yang akan berespons terhadap terapi rapamycin
sangat dibutuhkan. Walaupun hasil-hasil terkini membuat frustasi, kemungkinan
hasil tersebut lebih merefleksikan fakta bahwa masih banyak yang belum
diketahui mengenai aksi rapamycin ataupun sirkuit mTOR.
Meskipun demikian, turunan rapamycin kemungkinan merupakan
inhibitor mTOR pertama yang akan dipasarkan sebagai terapi kanker. Rapamycin
merupakan inhibitor universal fosforilasi S6K1 dependen-mTORC1, namun
adanya umpan balik negatif kuat dari S6K1 terhadap sinyal AKT menggambarkan
adanya permasalahan terapeutik potensial, oleh karena kehilangan inhibisi umpan
balik AKT dapat mempromosikan kesintasan sel dan kemoresistensi. Efek
samping yang tentu saja tidak diinginkan. Temuan bahwa terapi rapamycin

30
berkepanjangan menghambat rangkaian mTORC2 dan fosforilasi AKT pada
beberapa tipe sel menunjukkan ide menarik dan mungkin provokatif, bahwa
beberapa respons klinis rapamycin berasal dari penghambatan kedua mTORC.

Inhibisi ganda jalur PI3K atau lainnya dan mTOR dapat menjadi suatu
strategi yang efektif. Strategi ini menghindari konsekuensi potensial adanya
umpan balik yang merugikan. Beberapa obat-obatan yang sedang
dipertimbangkan sebagai terapi kombinasi termasuk gefitinib, imatinib, tamoxifen
dan paclitaxel. Oleh karena aktivasi AKT ditemukan meluas pada kanker, juga
terdapat rasionale bahwa menciptakan inhibitor mTORC2 akan bermanfaat
(gambar 10). Selain itu juga dipertimbangkan bahwa inhibitor mTORC2 spesifik
akan mempunyai potensi terapeutikal yang baik, terutama pada kanker yang
kecanduan terhadap peningkatan sinyal PI3K. Namun demikian, meskipun
menarik untuk membicarakan beberapa strategi yang dapat dilakukan, nampaknya
fakta dari studi klinis menunjukkan bahwa masih banyak misteri mengenai jalur
mTOR yang harus diselidiki.

BAB III
KESIMPULAN

Kanker adalah salah satu penyakit yang banyak menimbulkan


kesengsaraan dan kematian pada manusia. Kanker payudara merupakan kanker
terbanyak kedua sesudah kanker leher rahim di Indonesia. Sejak 1988 sampai

31
1992, keganasan tersering di Indonesia tidak banyak berubah. Kanker leher rahim
dan kanker payudara tetap menduduki tempat teratas. Selain jumlah kasus yang
banyak, lebih dari 70% penderita kanker payudara ditemukan pada stadium lanjut.
Pengobatan kanker pada stadium lanjut sangat sukar dan hasilnya sangat tidak
memuaskan. Pengobatan kuratif untuk kanker umumnya operasi dan atau radiasi.
Pengobatan pada stadium dini untuk kanker payudara menghasilkan kesembuhan
75%.
Pengobatan pada penderita kanker memerlukan teknologi canggih,
ketrampilan, dan pengalaman yang luas. Dalam pengobatan kanker obat
sebagian besar dirancang sebagai agen regulasi atau hambat untuk protein siklus
sel. Rapamycin adalah salah satu inhibitor seperti yang menargetkan mTOR
enzim protein kinase. Memeriksa fungsi protein mTOR pertumbuhan sel dan
proliferasi dapat dikontrol dengan mempengaruhi transkripsi dan translasi gen
tertentu. Rapamycin mTOR inhibitor sedang digunakan sejak puluhan tahun untuk
pengobatan kanker. Salah satu hasil yang efektif telah dilaporkan untuk
menyembuhkan kanker dan beberapa gangguan lainnya juga dicatat untuk
diperlakukan dengan obat ini.
Pada beberapa kasus jalur mTOR dan inhibisinya juga dikaitkan dengan
hambatan terhadap metastasis kanker. Namun demikian, mekanisme tepat dari
inhibisi mTOR masih belum jelas, sehingga inhbitior mTOR spesifik seperti
rapamycin masih memerlukan studi lanjut untuk menentukan peranannya dalam
kemoterapi.

DAFTAR PUSTAKA

1. De jong, Syamsuhadi. Ilmu Bedah. EGC. Jakarta. 2005.


2. Kumpulan Naskah Ilmiah Muktamar Nasional VI Perhimpunan Ahli
Bedah Onkologi Indonesia. Semarang.2003
3. Moningkey, Shirley Ivonne, 2000. Epidemiologi Kanker Payudara.
Medika; Januari 2000. Jakarta.

32
4. Profil Kesehatan Indonesia. Pusat Data Kesehatan. Jakarta, 1997
5. Sumantri, Stevent. Peranan modulator sinyal intraselular jalur AMPK dan
mTOR dalam regulasi metabolisme sel dan karsinogenesis, serta
potensinya sebagai terapi sitostatika. Jakarta, 2011
6. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan. Jakarta.
7. Tjindarbumi, 2000. Deteksi Dini Kanker Payudara dan Penaggulangannya,
Dalam: Deteksi Dini Kanker. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta
8. Vaidya, M.P, and Shukla, H.S. A textbook of Breast Cancer. Vikas
Publishing House PVT LTD.

33

Anda mungkin juga menyukai