Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

Kehamilan merupakan peristiwa yang dinantikan oleh hampir setiap pasangan


usia subur. Sebagian besar kehamilan berlangsung dengan aman. Namun sebagian
kecil mengalami komplikasi selama kehamilan dan persalinan. Komplikasi yang
sering terjadi antara lain : perdarahan, hipertensi dalam kehamilan, infeksi, partus
macet, dan abortus.
Abortus adalah berakhirnya kehamilan baik secara spontan maupun disengaja,
sebelum janin viabel. Pada umumnya abortus didefinisikan sebagai berakhirnya
kehamilan sebelum umur kehamilan 20 minggu atau kurang dari 500 gram. Secara
klinis, abortus yang paling sering dijumpai di rumah sakit adalah abortus inkomplit.
Pasien pada umumnya datang dalam keadaan perdarahan dan nyeri perut, dari
pemeriksaan fisik ditemukan pembukaan serviks dan tampak keluarnya sebagian dari
produk konsepsi.
Mekanisme penyebab abortus tidak selalu dapat ditentukan dengan jelas, karena
pada umumnya lebih dari satu faktor yang berperan. Secara umum penyebab abortus
dapat dibagi menjadi faktor fetus dan faktor maternal. Faktor fetus seperti kelainan
kromosom menjadi penyebab sekitar 50% kejadian abortus spontan, dimana kelainan
yang paling sering ditemukan berupa autosomal trisomi. Faktor maternal yang turut
berperan seperti: usia ibu, kelainan anatomis, faktor imunologis, infeksi, penyakit
kronis, kelainan endokrin, nutrisi, penggunaan obat - obatan dan pengaruh
lingkungan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin
dapat hidup di laur kandungan. Sebagai batasan adalah kehamilan kurang dari
20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.
Abortus dapat dibagi atas dua golongan yaitu abortus spontan dan abortus
provokatus. Abortus spontan adalah abortus yang terjadi tanpa tindakan mekanis
dan disebabkan oleh faktor-faktor alamiah. Abortus provokatus adalah abortus
yang terjadi akibat tindakan atau disengaja, baik dengan memakai obat-obatan
maupun alat-alat.
Abortus inkomplit adalah keluarnya sebagian, tetapi tidak seluruh hasil
konsepsi, sebelum umur kehamilan lengkap 20 minggu dan sebelum berat janin
500 gram.

2.2 Etiologi
Abortus yang terjadi pada minggu-minggu pertama kehamilan umumnya
disebabkan oleh faktor ovofetal, pada minggu-minggu berikutnya (11-12
minggu), abortus yang terjadi disebabkan oleh faktor maternal.
Faktor ovofetal: Pemeriksaan USG janin dan histopatologis selanjutnya
menunjukkan bahwa pada 70% kasus, ovum yang telah dibuahi gagal untuk
berkembang atau terjadi malformasi pada tubuh janin. Pada 40% kasus, diketahui
bahwa latar belakang kejadian abortus adalah kelainan kromosom. Pada 20%
kasus, terbukti adanya kegagalan trofoblas untuk melakukan implantasi dengan
adekuat.
Faktor maternal: Sebanyak 2% peristiwa abortus disebabkan oleh adanya
penyakit sistemik maternal dan infeksi sistemik maternal tertentu lainnya. 8%
peristiwa abortus berkaitan dengan abnormalitas uterus.

1
Penyebab abortus inkomplit bervariasi. Penyebab terbanyak di antaranya adalah
sebagai berikut:
1 Faktor genetik. Sebagian besar abortus spontan, termasuk abortus inkompletus
disebabkan oleh kelainan kariotip embrio. Paling sedikit 50% kejadian abortus
pada trimester pertama merupakan kelainan sitogenetik. Separuh dari abortus
karena kelainan sitogenetik pada trimester pertama berupa trisomi autosom.
Insiden trisomy meningkat dengan bertambahnya usia. Risiko ibu terkena
aneuploidi adalah 1 : 80, pada usia diatas 35 tahun karena angka kejadian
kelainan kromosom/trisomi akan meningkat setelah usia 35 tahun. Selain itu
abortus berulang biasa disebabkan oleh penyatuan dari 2 kromosom yang
abnormal, dimana bila kelainannya hanya pada salah satu orang tua, faktor
tersebut tidak diturunkan. Studi yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa
bila didapatkan kelainan kariotip pada kejadian abortus, maka kehamilan
berikutnya juga berisiko abortus.
2 Kelainan kongenital uterus. Defek anatomik uterus diketahui sebagai
penyebab komplikasi obstetrik. Insiden kelainan bentuk uterus berkisar 1/200
sampai 1/600 perempuan dengan riwayat abortus, dimana ditemukan anomaly
uterus pada 27% pasien. Penyebab terbanyak abortus karena kelainan
anatomik uterus adalah septum uterus (40 - 80%), kemudian uterus bikornis
atau uterus didelfis atau unikornis (10 - 30%).
3 Infeksi. Berbagai teori diajukan untuk mencoba menerangkan peran infeksi
terhadap risiko abortus, diantaraya sebagai berikut.
a Adanya metabolik toksik, atau sitokin yang berdampak langsung pada
janin.
b Infeksi janin yang bisa berakibat kematian janin atau cacat berat sehingga
janin sulit bertahan hidup.
c Infeksi plasenta yang berakibat insufisiensi plasenta dan bisa berlanjut
kematian janin.

2
d Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genitalia bawah yang
bisa mengganggu proses implantasi.
4 Faktor Lingkungan. Diperkirakan 1 10% malformasi janin akibat dari
paparan obat, bahan kimia, atau radiasi dan umumnya berakhir dengan
abortus, misalnya paparan terhadap buangan gas anestesi dan tembakau.
Rokok diketahui mengandung ratusan unsur toksik, antara lain nikotin yang
telah diketahui mempunyai efek vasoaktif sehingga menghambat sirkulasi
uteroplasenta. Karbon monoksida juga menurunkan pasokan oksigen ibu dan
janin serta memacu neurotoksin. Dengan adanya gangguan pada sistem
sirkulasi fetoplasenta dapat terjadi gangguan pertumbuhan janin yang
berakibat terjadinya abortus.
5 Faktor Hormonal. Ovulasi, implantasi, serta kehamilan dini bergantung pada
koordinasi yang baik sistem pengaturan hormon maternal. Oleh karena itu,
perlu Perhatian langsung terhadap sistem hormon secara keseluruhan, fase
luteal, dan gambaran hormon setelah konsepsi terutama kadar progesterone.
Kadar progesteron yang rendah berhubungan dengan risiko abortus.

2.3 Faktor Resiko


Faktor yang mempengaruhi abortus inkompletus
1. Umur. Resiko abortus semakin tinggi dengan semakin bertambahnya usia
ibu. Insiden abortus dengan trisomy meningkat dengan bertambahnya usia
ibu. Risiko ibu terkena aneuploidi adalah 1 : 80, pada usia diatas 35 tahun
karena angka kejadian kelainan kromosom/trisomi akan meningkat setelah
usia 35 tahun.
2. Paritas. Risiko abortus semakin tinggi dengan bertambahnya paritas ibu.
3. Riwayat penyakit. Riwayat penyakit ibu seperti pneumonia, typhus
abdominalis, pielonefritis, malaria dan lain-lain dapat menyebabkan abortus.
Begitu pula dengan penyakit-penyakit infeksi lain juga memperbesar
peluang terjadinya abortus.

3
4. Riwayat Abortus. Riwayat abortus pada penderita abortus merupakan
predisposisi terjadinya abortus berulang. Kejadiannya sekitar 3 5 %. Data
dari beberapa studi menunjukkan bahwa setelah 1 kali abortus pasangan
punya risiko 15% untuk mengalami keguguran lagi, sedangkan bila pernah 2
kali, risikonya akan meningkat 25%. Beberapa studi meramalkan bahwa
risiko abortus setelah 3 kali abortus berurutan adalah 30 45%.

2.4 Patogenesis
Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atau seluruh
bagian embrio akibat adanya perdarahan minimal pada desidua. Kegagalan
fungsi plasenta yang terjadi akibat perdarahan subdesidua tersebut menyebabkan
terjadinya kontraksi uterus dan mengawali proses abortus. Pada kehamilan
kurang dari 8 minggu, embrio rusak atau cacat yang masih terbungkus dengan
sebagian desidua dan villi chorialis cenderung dikeluarkan, meskipun sebagian
dari hasil konsepsi masih tertahan dalam kavum uteri atau di kanalis servikalis.
Perdarahan pervaginam terjadi saat proses pengeluaran hasil konsepsi. Pada
kehamilan 814 minggu, mekanisme diatas juga terjadi atau diawali dengan
pecahnya selaput ketuban lebih dulu dan diikuti dengan pengeluaran janin yang
cacat namun plasenta masih tertinggal dalam cavum uteri. Plasenta mungkin
sudah berada dalam kanalis servikalis atau masih melekat pada dinding cavum
uteri. Jenis ini sering menyebabkan perdarahan pervaginam yang banyak. Pada
kehamilan minggu ke 14-22, janin biasanya sudah dikeluarkan dan diikuti
dengan keluarnya plasenta beberapa saat kemudian. Kadang-kadang plasenta
masih tertinggal dalam uterus sehingga menyebabkan gangguan kontraksi uterus
dan terjadi perdarahan pervaginam yang banyak. Perdarahan umumnya tidak
terlalu banyak namun rasa nyeri lebih menonjol. Dari penjelasan diatas jelas
bahwa abortus ditandai dengan adanya perdarahan uterus dan nyeri dengan
intensitas beragam.

4
2.5 Macam-macam Abortus
Aspek klinis abortus spontan dibagi menjadi abortus iminens (threatened
abortion), abortus insipiens (inevitable abortion), abortus inkompletus
(incomplete abortion) atau abortus kompletus (complete abortion), abortus
tertunda (missed abortion), abortus habitualis (recurrent abortion), dan abortus
septik (septic abortion).
1. Abortus Iminens (Threatened abortion)
Perdarahan yang lebih berat umumnya terjadi selama kehamilan awal dan
dapat berlangsung selama beberapa hari atau minggu. Secara keseluruhan,
sekitar setengah dari kehamilan ini akan berakhir dengan abortus. Abortus
iminens didiagnosa bila seseorang wanita hamil kurang dari 20 minggu
mengeluarkan darah sedikit pada vagina. Perdarahan dapat berlanjut beberapa
hari atau dapat berulang, dapat pula disertai sedikit nyeri perut bawah atau
nyeri punggung bawah seperti saat menstruasi. Pemeriksaan spekulum dapat
membedakan polip, ulserasi vagina atau karsinoma serviks.
2. Abortus Insipiens (Inevitable abortion)
Abortus insipiens didiagnosis apabila pada wanita hamil ditemukan
perdarahan banyak, kadang-kadang keluar gumpalan darah yang disertai
nyeri karena kontraksi rahim kuat dan ditemukan adanya dilatasi serviks
sehingga jari pemeriksa dapat masuk dan ketuban dapat teraba. Kadang-
kadang perdarahan dapat menyebabkan kematian bagi ibu dan jaringan yang
tertinggal dapat menyebabkan infeksi sehingga evakuasi harus segera
dilakukan.
3. Abortus Inkompletus dan Abortus Kompletus
Abortus inkompletus didiagnosis apabila sebagian dari hasil konsepsi
telah lahir atau teraba pada vagina, tetapi sebagian tertinggal (biasanya
jaringan plasenta). Perdarahan biasanya terus berlangsung, banyak, dan
membahayakan ibu. Sering serviks tetap terbuka karena masih ada benda di
dalam rahim yang dianggap sebagai benda asing (corpus alienum). Oleh

5
karena itu, uterus akan berusaha mengeluarkannya dengan mengadakan
kontraksi sehingga ibu merasakan nyeri, namun tidak sehebat pada abortus
insipiens. Jika hasil konsepsi lahir dengan lengkap, maka disebut abortus
kompletus. Pada keadaan ini kuretasi tidak perlu dilakukan. Pada abortus
kompletus, perdarahan segera berkurang setelah isi rahim dikeluarkan dan
selambat-lambatnya dalam 10 hari perdarahan berhenti sama sekali karena
dalam masa ini luka rahim telah sembuh dan epitelisasi telah selesai. Serviks
juga dengan segera menutup kembali. Kalau 10 hari setelah abortus masih
ada perdarahan juga, abortus inkompletus atau endometritis pasca abortus
harus dipikirkan.
4. Abortus Tertunda (Missed abortion)
Abortus tertunda adalah keadaan dimana janin sudah mati, tetapi tetap
berada dalam rahim dan tidak dikeluarkan selama 2 bulan atau lebih. Pada
abortus tertunda akan dijimpai amenorea, yaitu perdarahan sedikit-sedikit
yang berulang pada permulaannya, serta selama observasi fundus tidak
bertambah tinggi, malahan tambah rendah. Pada pemeriksaan dalam, serviks
tertutup dan ada darah sedikit.
5. Abortus Habitualis (Recurrent abortion)
Anomali kromosom parental, dan kelainan struktural uterus merupakan
penyebab langsung pada abortus habitualis. Abortus habitualis merupakan
abortus yang terjadi tiga kali berturut-turut atau lebih. Etiologi abortus ini
adalah kelainan dari ovum atau spermatozoa, dimana sekiranya terjadi
pembuahan, hasilnya adalah patologis. Tidak sanggupnya plasenta
menghasilkan progesterone sesudah korpus luteum atrofi juga merupakan
etiologi dari abortus habitualis.
6. Abortus Septik (Septic abortion)
Abortus septik adalah keguguran disertai infeksi berat dengan penyebaran
kuman atau toksinnya ke dalam peredaran darah atau peritoneum. Hal ini

6
sering ditemukan pada abortus inkompletus atau abortus provokatus,
terutama yang kriminalis tanpa memperhatikan syarat-syarat asepsi.

2.6 Manifestasi Klinik


Adapun gejala-gejala dari abortus inkompletus adalah sebagai berikut:
1. Amenorea
2. Perdarahan yang biasa sedikit dan biasa banyak, perdarahan biasanya berupa
darah beku
3. Nyeri perut dan sudah ada keluar fetus atau jaringan
4. Pada pemeriksaan dalam jika abortus baru terjadi didapati serviks terbuka,
kadang kadang dapat diraba sisa-sisa jaringan dalam kantung servikalis atau
kavum uteri dan uterus lebih kecil dari seharusnya kehamilan.

2.7 Penegakkan Diagnosis


Diagnosis abortus inkompletus ditegakkan berdasarkan :
1. Anamnesis
a. Adanya amenore pada masa reproduksi
b. Perdarahan pervaginam disertai jaringan hasil konsepsi
c. Nyeri perut di daerah atas simpisis
2. Pemeriksaan Fisik
a. Abdomen biasanya lembek dan dapat disertai nyeri tekan
b. Pada pemeriksaan dalam, sisa hasil konsepsi ditemukan di dalam uterus,
dapat juga menonjol keluar, atau didapatkan di liang vagina.
c. Serviks terlihat dilatasi dan tidak menonjol.
d. Pada pemeriksaan bimanual didapatkan uterus membesar dan lunak.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium berupa tes kehamilan, hemoglobin, leukosit,
waktu bekuan, waktu perdarahan, dan trombosit.

7
b. Pemeriksaan USG ditemukan kantung gestasi tidak utuh, ada sisa hasil
konsepsi

2.8 Penatalaksanaan
Setiap fasilitas kesehatan seharusnya menyediakan dan mampu melakukan
tindakan pengobatan abortus inkompletus sesuai dengan kemampuannya.
Sehingga peningkatan kemampuan melakukan tindakan pengobatan abortus
inkompletus di setiap tingkat jaringan pelayanan sesuai dengan kemampuannya
akan mengurangi risiko kematian dan kesakitan.
Tindakan pengobatan abortus inkompletus meliputi :
1. Membuat diagnosis abortus inkompletus
2. Melakukan konseling tentang keadaan abortus inkompletus dan rencana
pengobatan.
3. Menilai keadaan pasien termasuk perlu atau tidak dirujuk.
4. Mengobati keadaan darurat serta komplikasi sebelum dan setelah tindakan.
5. Melakukan evakuasi sisa jaringan dari rongga rahim.
Pada abortus insipiens dan abortus inkompletus, bila ada tanda-tanda syok
maka diatasi dulu dengan pemberian cairan dan transfusi darah. Kemudian,
jaringan dikeluarkan secepat mungkin dengan metode dilatasi dan kuretase.
Setelah itu, beri obat-obat uterotonika dan antibiotika. Pada keadaan abortus
kompletus dimana seluruh hasil konsepsi dikeluarkan (desidua dan fetus),
sehingga rongga rahim kosong, terapi yang diberikan hanya uterotonika. Untuk
abortus tertunda, obat diberi dengan maksud agar terjadi his sehingga fetus dan
desidua dapat dikeluarkan, kalau tidak berhasil, dilatasi dan kuretase dilakukan.

2.9 Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan abortus inkompletus adalah sebagai berikut:
1 Perdarahan.

8
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil
konsepsi dan jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena
perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya.
2 Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam
posisi hiperretrofleksi. Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya
perforasi, laparatomi harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya
perlukaan pada uterus dan apakah ada perlukan alat-alat lain.
3 Syok
Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan dan karena infeksi berat.
4 Infeksi
Sebenarnya pada genitalia eksterna dan vagina dihuni oleh bakteri yang
merupakan flora normal.

2.10 Prognosis
Angka kesembuhan yang terlihat sesudah mengalami tiga kali abortus
spontan akan berkisar antara 70-85% tanpa tergantung pada pengobatan yang
dilakukan. Abortus inkomplit yang dievakuasi lebih dini tanpa disertai infeksi
memberikan prognosis yang baik terhadap ibu.

Anda mungkin juga menyukai