Kemajuan teknologi terjadi sangat pesat di berbagai bidang, termasuk juga
dalam bidang transportasi. Beberapa tahun belakangan ini telah muncul dan dikembangkan teknologi baru pengganti kereta api, Maglev. Secara bahasa, Maglev (Magnetically Levitated Train) berarti kereta api yang mengambang secara magnetis. Kereta ini secara konsisten mulai dikembangkan pada tahun 2004 di Jepang yang mengadopsi teknologi dari Jerman. Di tahun yang sama, China justru mendahului Jepang untuk meresmikan kereta ini. Sekarang hanya beberapa negara maju yang menggunakan kereta ini, antara lain Jepang, China, Jerman, Perancis dan Amerika. Dikarenakan mahalnya biaya pembuatan relnya, hingga tahun 2007 hanya ada 2 negara yang berani menggunakan kereta ini, yaitu China dan Jepang. Teknologi pendorongan kereta oleh motor induksi linear pertama kali dipatenkan oleh James R. Powell dan Gordon Danby pada tahun 1969 yang kemudian dikembangkan oleh Eric Laithwaite, kemudian tiga orang itulah yang dianggap paling berperan dalam penemuan teknologi maglev. Sesuai dengan namanya, kereta ini bekerja berdasarkan prinsip gaya angkat magnetis, sehingga sewaktu berjalan kereta ini tidak menyentuh rel, melainkan melayang diatasnya sekitar 10 mm. Hampir 98% bahan penyusun relnya terbuat dari magnet superkonduktor, sehingga kereta ini bisa tetap lengket dengan rel walaupun pada kecepatan 500 km/jam.Gaya dorong kereta ini dihasilkan oleh interaksi antara motor induksi raksasa di dalam kereta dengan rel magnetisnya, yang otomatis menghasilkan gaya dorong yang luar biasa kuatnya. Bila diasumsikan berat 1 buah kereta Maglev 3 gerbong adalah 300 ton, maka hal ini setara dengan seorang manusia yang mendorong 1 buah truk kontainer dengan kecepatan 50 km/jam. Maglev bisa membawa manusia melaju setara dengan mobil F1 dengan kecepatannya yang berkisar 650 km/jam, dikarenakan bentuk dan kecepatan kereta yang sangat tinggi, suara yang ditimbulkannya pun dapat menyamai pesawat jet atau sekitar 78% lebih bising daripada kereta api biasa.Biaya pengadaan dan perawatan relnya pun sangat fantastis. Dari data yang saya peroleh, biaya untuk membangun per 50 m rel maglev mencapai $600.000 atau bila dirupiahkan mencapai Rp 6,5 milyar. Untuk menciptakan sebuah rel yang menghasilkan medan magnet, menurut saya pastinya membutuhkan daya listrik yang cukup besar, namun bagi negara besar seperti Jepang pastinya hal itu bukan masalah yang cukup besar, apalagi Jepang termasuk negara maju di bidang teknologi, pastinya ada bermacam-macam alat konversi energi listrik yang bisa menjadi pasokan listrik untuk rel maglev. Lalu bagaimana dengan Indonesia? saya rasa akan sulit. Memang dikabarkan bahwa kereta ini akan mulai berkembang di Indonesia tiga tahun ke depan, tapi menurut saya Indonesia belum siap. Menurut data statistika Indonesia 2013, kebutuhan listrik Indonesia lebih besar dibanding pemasukkannya. Jangankan kereta listrik, kereta api biasa saja belum merata di kawasan Indonesia. Sangat rugi bila teknologi ini tidak bisa berkembang di Negara Indonesia, apalagi sistem levitasi tentunya bisa mengatasi masalah kemacetan di Indonesia. Masalah kebisingan mungkin beberapa tahun ke depan dapat diatasi, dan biaya yang mahal tentunya setara dengan fasilitas yang diberikan, Indonesia hanya perlu mengembangkan teknologi yang efisien untuk konversi listrik, dan dari informasi yang saya miliki, Indonesia adalah penghasil panas bumi terbesar, sehingga menurut saya pembangkit listrik seperti tenaga geothermal tentunya sangat efektif untuk digunakan di kawasan Indonesia. Teknologi lain seperti tenaga surya, angin, ombak maupun teknologi hybrid tentunya juga bisa membantu. Banyak hal yang bisa dilakukan jadi tidak ada kata tidak mungkin khususnya bagi Indonesia.