Oleh:
MUHAMAD FAQIH ZUHRI
BOA013016
2016
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN
PRAKTEK KERJA LAPANGAN
1
Judul PKL : Teknik Pemeliharaan Larva Udang Vannamei (Litopanaeus
vannamei) di Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan
Laut Wilayah Selatan Pangandaran.
Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Ahli Madya
pada Program Studi D-III Pengelolaan Sumberdaya Perikanan,
Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto
Mengetahui,
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas dapat
diselesaikannya Rencan Kerja Praktek Kerja Lapangan berjudul Teknik Pemeliharaan
Larva Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) di Balai Pengembangan Budidaya Air
Payau dan Laut Wilayah Selatan Pengandaran yang dilaksanakan selama 30 hari dari
29 Febuari 2016 s.d. 29 Maret 2016 di Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan
Laut Wilayah Selatan Pengandaran.
Dengan selesainya Rencana Kerja Praktek Kerja Lapangan ini, penyusun ingin
menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Dra. Yulia Sistina, M.Sc.Stud.,Ph.D. selaku Dekan Bidang Akademik Fakultas
Biologi yang telah memberikan ijin pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan.
2. Drs. Indarmawan, M.S., selaku Ketua Program Studi Diploma-III Biologi,
Pengelolaan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Biologi, Universitas Jenderal
Soedirman yang telah memberi izin kepada penulis untuk melaksanakan Praktek
Kerja Lapangan.
3. Dr. Ir. Tjahjo Winanto M.Si, selaku Dosen Pembimbing Praktek Kerja Lapangan
yang telah memberikan petunjuk, saran, arahan, bimbingan dan motivasi selama
proses penyusunan Laporan Kerja Praktek Kerja Lapangan.
4. Ir. Endang Haris, M.M. selaku kepala BPBAPL - WS Pangandaran yang telah
memberikan ijin dalam pelaksanaan PKL.
5. Yanto Ponco Saputro selaku Pembimbing Lapangan yang telah memberikan
arahan dalam melaksanakan Praktek Kerja Lapangan di Balai Pengembangan
Budidaya Air Payau dan Laut Wilayah Selatan Pangandaran.
6. Ibu dan Bapak yang telah memberikan dorongan Moral maupun Spiritual.
7. Seluruh staf Karyawan/Pegawai di BPBAPL WS Pangandaranyang telah banyak
membantu kelancaran dalam kegiatan Praktek Kerja Lapangan.
8. Rekan-rekan D-III PSDP yang telah membantu tenaga, support, dan kerja sama
dalam proses kegiatan Praktek Kerja Lapangan.
9. Teman-teman Praktek Kerja Lapangan yang telah membantu kelancaran dalam
proses kegiatan Praktek Kerja Lapangan.
10. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan Praktek Kerja
Lapangan ini.
3
Semoga laporan Praktek Kerja Lapangan ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang
membutuhkan informasi tentang teknik pemeliharaan larva udang vannamei
(Litopenaeus vannamei)
Penyusun
4
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 27
LAMPIRAN............................................................................................................. 29
5
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Padat tebar.............................................................................................. 10
2. Dosis dan waktu pemberian probiotik................................................... 18
6
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
7
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
8
RINGKASAN
A. Latar Belakang
9
Udang merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan Indonesia yang
diaharapkan dapat meningkatkan devisa negara. Permintaan pasar dalam maupun luar
negeni untuk udang yang terus meningkat. Sumber daya perikanan Indonesia yang
mendukung memberi peluang besar untuk pengusaha udang. Permintaan produksi udang
akan mengakibatkan permintaan benih udang yang bermutu juga bertambah
(Wardiningsih, 1999).
Tahun 1996 produksi udang yang sebelumnya terus meingkat cenderung
menurun. Penurunan produksi dibebabkan karena timbulnya berbagai macam penyakit
(terutama white spot dan vibriosi)(Subaidah ,2009). Upaya dilakukan untuk
meningkatkan produksi dengan menggunakan benih udang yang tahan terhadap
penyakit, cepat tumbuh dan mampu diterima pasar.
Udang vannamei (Litopenaeus vannamei) merupakan solusi alternatif dalam
memperkaya dan menambah produksi udang budidaya. Kelebihan jenis udang ini adalah
lebih tahan terhadap dan kualitas lingkungan yang rendah. Udang vannamei yang sering
disebut dengan udang putih tumbuh pada salinitas 5 ppt hingga 35 ppt pada kisaran suhu
24-32C, kadar oksigen 4 ppm, pH air 7-8,5 (Subaidah, 2009). Udang vannamei juga
toleran terhadap kepadatan tinggi yaitu lebih dari 70 ekor/ m2 , dan udang vannamei
mampu tumbuh baik dengan pakan berprotein rendah (DKP, 2007).
Kehadiran varietas udang vannamei tidak hanya menambah pilihan bagi
petambak, tetapi juga menopang kebangkitan usaha pertambakan udang di Indonesia.
Komoditas Udang pernah menjadi primadona perikanan budidaya, tetapi sekarang
keadaan tersebut sulit dipertahankan. Bahkan, keadaan tersebut bertambah parah dengan
adanya krisis multidimensi, gangguan lingkungan, dan ancaman penyakit (Haliman dan
Adijaya, 2005).
Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu jenis udang yang
memiliki pertumbuhan cepat dan nafsu makan tinggi, namun ukuran yang dicapai pada
saat dewasa lebih kecil dibandingkan udang windu (Paneus monodon), habitat aslinya
adalah di perairan Amerika, tetapi spesies ini hidup dan tumbuh dengan baik di
Indonesia. Di pilihnya udang Vannamei ini di sebabkan oleh beberapa faktor yaitu
sangat diminati dipasar Amerika, lebih tahan terhadap penyakit dibanding udang putih
10
lainnya, pertumbuhan lebih cepat dalam budidaya, mempunyai toleransi yang lebar
JABATAN FUNGSIONAL
terhadap kondisi lingkungan (Ditjenkan, 2006).
Ketersediaan benih (benur) yang bermutu merupakan satu diantara faktor
penentu keberhasilan budidaya udang di tambak. Tambak udang di Indonesia
diperkirakan memiliki area seluas 300.000 Ha, dari jumlah tersebut sekitae 3.500 Ha
dikelola secara intensif dengan padat penebaran tinggi yakni 400.000-600.000 benur/
Ha/ musim. Benur dari alam hanya dapat memenuhi 20 % dari total kebutuhan tambak
udang, sedangkan 80% kekurangannya diharapkan dari produksi benur hatchery
(Sugama, 1993).
Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut Wilayah Selatan kabupaten
Pangandaran adalah balai yang khusus mengembankan teknologi pemeliharaan larva
udang Windu dan Vanamae, melakukan pengelolaan kualitas air, dan budidaya pakan
alami. Pada kegiatan praktek kerja lapangan ini dilakukan teknik pemeliharaan larva
udang vannamei (Litopenaeus vannamei).Rencana kegiatan yang akan dilakukan
meliputi persiapan bak, penebaran naupli udang vannamei, pemberian pakan larva,
pengelolaan kualitas air, panen dan pengangkutan.
Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut Wilayah Selatan (BPBAPL
WS) Pangandaran berdiri di areal seluas 2,5 ha. Di sebelah timur, BPBAPL WS
berbatasan dengan muara, sebelah barat berbatasan dengan perkampungan, sebelah utara
berbatasan dengan lautan dan selatan berbatasan dengan pantai timur.
Subsektor perikanan budidaya menjadi harapan bagi pertumbuhan sektor
perikanan, maka penyediaan benih perlu ditangani secara baik. Sehubungan dengan
fungsi penyediaan benih tersebut, maka Balai Benih Ikan Sentral, Balai Benih Udang,
Balai Benih Udang Galah, dan Balai Benih ikan Pantai selaku Unit Pelaksanaan Teknis
Dinas (UPTD) pada Dinas Perikanan Propinsi di bidang pemeliharaan larva mengemban
misi yang cukup penting.
11
B. Perumusan masalah
Salah satu faktor penentu keberhasilan dalam usaha budidaya udang vannamei
adalah ketersediaan benih yang berkualiatas dan berkelanjutan sepanjang tahun. Benih
yang tersedia saat ini belum dapat memenuhi kebutuhan petani udang vannamei. Benih
udang vannamei yang berkualitas tinggi hanya dapat diperoleh melalui usaha
pembenihan. Kendala yang terdapat dalam pemeliharaan larva udang vannamei yaitu
survival rate yang rendah, laju pertumbuhan lambat, mudah terkena hama dan penyakit,
dan kualitas pakan yang rendah. Faktor pendukung yang dapat menghasilkan benih yang
berkualitas sehingga dapat meningkatkan survival rate dan laju pertumbuhan yang cepat
yaitu nauplii yang berkualitas, pakan berkualitas, kualitas air yang baik, dan dosis serta
waktu pemberian pakan yang tepat. Alur pikir rumusan masalah yang terdapat dalam
proses pemeliharaan larva udang vannamei disampaikan pada Gambar 1.
Laju pertumbuhan
lambat
Pemeliharaan Larva
Mudah terkena hama
dan penyakit
Nauplii berkualitas
Pakan berkualitas
12
C. Tujuan PKL
1. Tujuan Umum
Kegiatan praktek kerja lapangan ini bertujuan umum untuk:
1. Mengetahui teknik pemeliharaan larva udang vannamei (Litopenaeus vannamei).
2. Tujuan Khusus
Kegiatan praktek kerja lapangan ini bertujuan khusus untuk:
1. Mengetahui faktok-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pemeliharaan larva
udang vannamei (Litopenaeus vannamei) di hathchery.
D. Manfaat PKL
13
II. METODE PRAKTEK KERJA LAPANGAN
14
Skeletonema costatum. Kultur pakan alami diperlukan untuk mempersiapkan
pakan alami sebelum naupli-naupli datang. Pakan naupli, kultur pakan alami
untuk vannamei yaitu Skeletonema costatum dan pada stadia PL menjadi
Artemia.
d. Tandon air
Tandon air berada di sebelah kanan ruangan hatchery udang vannamei.
Tandon air tersebut terbuat dari beton, berjumlah dua unit dan memiliki
panjang 5 m, lebar 3 m, dan tinggi 2 dengan volume 30 ton. Tandon di
BPBAPL WS pangandaran digunakan sebagai tempat penyimpanan air yang
berasal dari laut. Air yang berasal dari tandon akan dialirkan ke bak-bak
hatchery, tetapi harus melalui proses filterisasi dan penyaringan minimal tiga
kali terlebih dahulu.
e. Aerasi
Sumber aerasi berasal dari blower (penyuplai O2) berukuran 3 inchi dan
pompa celup dengan debit 140 liter dan spesifikasi merk Shoufu tipwe RH-55.
Cara pendistribusiannya dengan menggunakan pipa untuk setiap bak ukuran
- 1 inchi, selang kecil berukuran 50/60 mm dan selang besar berukuran 1 inchi
jumlahnya sebanyak bak dan kran aerasi banyaknya sejumlah selang.
f. Peralatan
Pemeliharaan naupli sampai dengan post larva digunakaan alat-alat sebagai
berikut freshfilter 1 buah, sandfilter 1 buah, kran aerasi 840 buah, selang 840,
timah pemberat 840. Batu aerasi 840, ember 10 buah, gayung helm 10 buah,
gelas breaker 10 buah, pompa celup 3 huah (dengan ukuran imchi),
bagfilter 2 buah, seser 6 buah, jaring panen (hapa) untuk naupli terbuat dari
kain plastik 1 buah dan post larva terbuat dari plastik 1 buah.Fasilitas
pendukung pemeliharaan larva, terdiri dari listrik dan air. Sumber listrik
berasal dari PLN dengan kapasitas total 12.000 watt yang terdiri dari tambak
4.000 watt, hatchery 6.000 watt dan keperluan lain 2.000 watt.
Metode yang digunakan dalam kegiatan PKL kali ini adalah partisipasi aktif dan
wawancara dengan mengikuti seluruh kegiatan sesuai SOP yang terdapat di Balai
Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut Wilayah Selatan Pangandaran.. Adapun
15
langkah-langkah kerja yang dilakukan dalam PKL (BPBAPL, 2015 ab) ini adalah
sebagai beriku:
1. Pengeringan Bak dan Peralatan
a. Bak dan peralatan di cuci dengan detergen sampai bersih.
b. Dinding dasar bak di desinfeksi dengan larutan kaporit 100 ppm, lalu
keringkan.
c. Peralatan di rendam dengan larutan kaporit 100 ppm dan EDTA kemudian
keringkan.
2. Persiapan Bak
a. Cuci bak dan peralatan yang sudah dikeringkan dengan menggunakan
detergen sampai bersih sehingga tidak ada lagi sisa kaporit yang tertinggal.
b. Pasang selang aerasi dan timah pemberat aerasi pada masing-masing bak
dengan jarak antar aerasi 40 cm.
c. Memasang filter bag dan kapas pada pipa pemasukan.
d. Menyiapkan peralatan (gayung pakan, ember pakan, saringan pakan dan
peralatan lainnya).
3. Penebaran Nauplii
a. Aklimatisasi nauplii yang baru tiba dengan air bak.
b. Tebarkan nauplii secara perlahan dan merata di bak pemeliharaan larva.
4. Dosis Pemberian Pakan
a. Pemberian pakan dimulai pada saat nauplii memasuki stadia zoea, pakan yang
diberikan adalah pakan alami berupa Skeletonema costatum. Dosis yang
diberikan selama stadia zoea adalah 20.000 sampai 80.000 sel/ml.
b. Pakan alami artemia diberikan mulai stadia PL 1 sampai panen dengan dosis
150 gr/250.000 ekor.
c. Pakan buatan diberikan dengan dosis 6 sampai 10 ppm.
d. Membuat Feeding Progam setiap 3 hari sekali sesuai stadia dan jumlah larva.
5. Jadwal dan Frekuensi Pemberian Pakan
a. Frekuensi pemberian Skeletonema costatum diberikan 3 kali sehari pada jam
09.00, 15.00 dan 21.00
b. Frekuensi pemberian artemia diberikan 4 kali sehari pada jam 09.00, 15.00,
21.00 dan 03.00
c. Frekuensi pemberian pakan buatan diberikan 8 kali sehari pada jam 07.00,
11.00, 13.00, 15.00, 17.00, 19.00, 23.00, dan 01.00
6. Pergantian air
a. Pergantian air dilakukan pada saat larva memasuki stadia PL 1
b. Air bak dibuang sebanyak 10 % kemudian lap dinding permukaan dengan lap
bersih.
c. Air bak ditambahkan kembali sebanyak 10%
7. Pemanenan
16
Tahap pemanenan dilakukan sebagai berikut :
a. Turunkan salinitas secara bertahap sesuai dengan salinitas air tambak.
b. Siapkan alat dan bahan berupa hapa panen, ember, baskom, bak fiber, jaring
seser, tabung oksigen, plastik, karet gelang dan es balok.
c. Pasang hapa panen pada lubang pembuangan air bak.
d. Buka pipa pembuangan secara perlahan sehingga larva udang dapat keluar dan
tertampung di hapa panen.
e. Pindahkan larva ke dalam bak fiber glass berisis air dengan suhu sekitar 24-
25 C suhu air diturunkan dengan menggunakan es balok.
17
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
18
Gambar 2. Pencucian plastik pengepakan nauplii Gambar 3. Proses aklimatisasi
19
air sudah pada kondisi jenuh dan telah terjadi banyak perombakan-perombakan gas di
dalam air.
Pengelolaan kualitas air dimaksudkan untuk meningkatkan atau menjaga kualitas
air supaya tetap dalam keadaan yang sesuai bagi pertumbuhan dan kelangsungan hidup
udang. Pergantian air ini dilakukan pada saat memasuki stadia PL 1 berkisar 10-30%.
Pergantian air dilakukan berdasarkan pengamatan, jika warna air sudah tampak keruh
dan banyak terdapat busa maka air harus segera diganti. Pergantian air ini dimaksudkan
untuk mengurangi kandungan bahan organik sehingga tidak menimbulkan kematian
pada larva. Pergantian air ini dilakukan dengan cara mengurangi volume air sedikit demi
sedikit dengan cara menyipon atau menyedot air bagian dasar bak pemeliharaan.
Monitoring kualitas air yang dilakukan setiap hari yaitu pada pagi hari.
Parameter air yang diamati secara rutin adalah salinitas, suhu, pH , dan DO. Kualitas air
media pemeliharaan yang baik akan mendukung pertumbuhan dan perkembangan udang
vannamei secara optimal. Haliman dan Adijaya (2005) menyatakan bahwa kualitas air
media pemeliharaan perlu diperiksa dan dikontrol secara terus menerus. Alat pengukuran
kualiatas air disampaikan pada Gambar 4-
6.
20
Gambar 6. pH meter.
Hasil pengukuran terhadap kualitas air media pemeliharaan yang meliputi
salinitas, suhu, pH dan DO menunjukan masih berada pada kisaran yang dapat di
toleransi udang vannamei.
a. Salinitas
Hasil pengamatan salinitas selama 15 hari menunjukan berada pada kisaran 26-
32 ppt (Gambar 7). Subaidah (2008) menyatakan bahwa salinitas yang sesuai
untuk larva udang vannamei berkisar antara 29-33 ppt.
32
31
30
29
28
27
26
Salinitas (ppt) 25
24
23
Waktu pengamatan
b. Suhu
Hasil pengamatan suhu selama 15 hari menunjukan berada pada kisaran 30-34
ppt (Gambar 8). Haliman dan Adijaya, (2005) yang menyatakan bahwa suhu
optimal pertumbuhan larva udang vannamei antara 26 - 32C.
21
33.5
33.0
32.5
32.0
31.5
31.0
30.5
30.0
Suhu (C) 29.5
29.0
28.5
Waktu pengamatan
.
Gambar 8. Rata-rata suhu air media pemeliharaan udang vannamei.
c. pH
Hasil pengamatan pH selama 15 hari menunjukan berada pada kisaran 8(Gambar
9). Elovaara (2001) yang menyatakan bahwa pH optimal pertumbuhan larva
udang vannamei berkisar 8.
8.2
8.1
8.1
8.0
8.0
pH 7.9
7.9
7.8
Waktu pengamatan
22
8.0
6.0
4.0
2.0
DO (ppm) 0.0
Waktu pengamatan
23
Artemia. merupakan pakan alami jenis zooplankton yang diberikan pada larva
udang mulai dari stadia post larva. Pemberian nauplius artemia dikarenakan banyak
mengandung nilai nutrisi yang sangat dibutuhkan oleh larva udang. Kandungan nutrisi
yang terdapat pada artemia yaitu protein 52,50 %, karbohidrat 14,8 %, lemak 23,40 %,
air 5 - 10 %, dan abu 3 4 %. Nauplius artemia merupakan zooplankton yang bergerak
atraktif sehingga dapat merangsang dan meningkatkan nafsu makan larva udang.
Penetasan telur artemia di BPALP-WS Pangandaran dilakukan dengan
memasukan telur artemia ke dalam wadah berbentuk kerucut yang telah diisi air laut dan
diaerasi selama 24 jam. Pemanenan dilakukan dengan mencabut aerasi dan menutup
wadah selama 1 jam dengan tujuan supaya cangkang terpisah dengan artemia yang
sudah menetas dan artemia yang sudah menetas akan berenang ke bawah mengikuti
cahaya karena pada bagian bawah wadah yang transparan sehingga tembus cahaya,
selanjutnya kran dibagian bawah corong dibuka perlahan sehingga artemia dapat keluar
dan ditampung menggunakan plankton nett dengan ukuran 120 m. Pamanenan artemia
dapat dilihat pada Gambar 12 dan Gambar 13.
Pemberian pakan alami fitoplankton Skeletonema sp. diberikan mulai stadia zoea
1 yaitu dimana larva sudah mulai kehabisan persediaan kuning telur (yolk) dan diberikan
sampai stadia PL 1. Subaidah (2008) menyatakan bahwa pemberian fitoplankton
dilakukan mulai dari stadia zoea 1 mysis 3, sedangkan pada stadia naupli belum
diberikan pakan dikarenakan pada stadia ini larva udang putih vannamei masih
memanfaatkan kuning telur (yolk) sebagai pensuplai makanan. Pemberian Skeletonema
sp. bertujuan untuk memenuhi nutrisi yang sangat dibutuhkan oleh larva udang
vannamei terutama pada fase-fase transisi seperti dari stadia zoea ke stadia mysis dan
mysis ke PL.
24
Gambar 12. Bak penetasan artemia Gambar 13. Artemia yang telah dipanen
D
C
B
A
Artemia
Skeletonema sp.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Waktu pemeliharaan
Gambar 14. Feeding schedule larva udang vannamei.
Keterangan :
: Pakan Alami
: Pakan Buatan
A : Frippak 1,5 gr, Spirulina 1,0 gr, Tepung udang 1,5 gr -2,0 gr.
25
B : Tepung udang 2,5 gr 3,5 gr, Tepung ikan 2,0 gr 2,5 gr, Flake 1,5 gr 2,0 gr.
C : Tepung ikan 3,0 gr 4,5 gr, Pellet halus 4,0 gr , Flake 2,0 gr 2,5 gr.
D : Tepung ikan 4,5 gr 5,5 gr, Pellet halus 2,5 gr 4,0 gr, Jafo 1 3,0 gr 7,0 gr, Flake
3,5 gr 4,5 gr.
Mysis 2 10:00
PL 2 10:00
26
3.5. Pengamatan Pertumbuhan
Pengamatan pertumbuhan dilakukan setiap hari dengan cara mengambil sampel
langsung dari bak pemeliharaan dengan menggunakan gayung, kemudian dilihat kondisi
tubuh larva. Hal ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan larva, gerakan, dan sisa
pakan. Sedangkan pengamatan mikroskopis dengan cara mengambil beberapa ekor larva
dan dilakukan pengamatan menggunakan alat mikroskop, pengamatan ini dilakukan
untuk melihat dan mengamati morfologi larva. Dengan mengetahui perkembangan larva
maka juga dapat menentukan perubahan stadia dan mengamati aktifitas larva. Larva
dengan gerakan aktif menandakan bahwa larva tersebut sehat. Hasil pengamatan yang
dilakukan dalam pemeliharaan larva dapat diketahui pertumbuhan udang vannamei
dibagi menjadi empat stadia yaitu nauplli, zoea, mysis dan post larva.
27
stadia zoea 1, zoea 2, zoea 3 (Gambar 17-19). Lama waktu proses pergantian kulit
sebelum memasuki stadia berikutnya sekitar 3-4 hari.
Zoea 1 memiliki ciri berupa tubuh mulai tampak terbagi dua yaitu karapas
berbentuk bulat serta terdapat bintik mata dan abdomen yang memanjang. Zoea 2
memiliki ciri berupa ujung depan karapas terdapat sepasang mata, rostum mulai tumbuh,
dan abdomen yang semakin panjang. Zoea 3 memiliki ciri berupa ujung belakang
abdomen terdapat uropoda. Pada stadia ini, larva berenan mundur karena kaki renang
(pleopod) belum tumbuh. Haliman dan Adijaya (2005), menjelaskan bahwa pada stadia
zoea mengalami moulting sebanyak 3 kali, yaitu stadia zoea 1, zoea 2, zoea 3.
C B
A
D A
C
A
D
B
28
3.4.3. Stadia mysis
Stadia mysis sudah memiliki ekor kipas (uropoda) , ekor (telson) dan kaki
ranang (pleopod) mulai tumbuh, sehingga larva mulai berenang maju. Stadia ini
mengalami ganti kulit (moulting) sebanyak tiga kali yaitu mysis 1, mysis 2, dan mysis
3(Gambar 20-22). Lama waktu proses pergantian kulit sebelum memasuki stadia
berikutnya sekitar 3-4 hari. Mysis 1 memiliki ciri berupa tumbuhnya kaki renang
(pleopoda) tetapi belum tampak nyata. Mysis 2 memiliki ciri berupa tunas pleopoda
mulai tampak nyata tetapi belum beruas. Mysis 3 memiliki ciri berupa pleopoda
bertambah panjang dan memiliki ruas. Haliman dan Adijaya (2005) pada stadia ini, larva
sudah menyerupai bentuk udang yang dicirikan dengan sudah terlihat ekor kipas
(uropoda) dan ekor (telson).
F
C C
F
A A
E
D B
D B
29
B
C
F
D E
A
. C
D F
30
Keterangan :
A : Mata E : Abdomen
B : Rostrum F : Pleopod
C : Cephalotorax G : Uropoda
D : Periopod
Pengamatan pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup (survival rate/SR)
larva udang vannamei yang dilakukan di BPAPL-WS Pangandaran mendapatkan hasil
bahwa larva udang vannamei mengalami perubahan stadia mulai dari stadia N5 sampai
PL8 berlangsung selama 16 hari. Tingkat kelangsungan hidup larva udang vannamei
mendapatkan hasil 23% pada tiap bak. Muqsith dan Hidayat (2012) menyatakan bahwa
tingkat kelangsungan hidup (SR) di Balai Budidaya Air Payau Situbondo relatif tinggi
yaitu berkisar 24 % sampai 40 %. Berdasarkan literatur tersebut dapat di simpulkan
bahwa tingkat kelangsungan hidup larva udang vannamei di BPAPL-WS Pangandaran
relatif rendah. Pertumbuhan stadia larva disampaikan pada Gambar 24 dan tingkat
kelangsungan hidup udang vannamei disampaikan pada Gambar 25.
Stadia Larva
Waktu Pengamatan
.
Gambar 24. Pertumbuhan stadia larva udang vannamei selama 16 hari
31
60%
50%
40%
20%
10%
0%
Stadia larva
32
Gambar 26. Penurunan suhu menggunakan es balok.
33
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
Pratek kerja lapangan yang dikerjakan di Balai Pengembangan Budidaya Air
Payau dan Laut Wilayah Selatan Pangandaran dapat disimpulkan :
1. Teknik pemeliharaan larva udang vannamei yang dilakukan di Balai Pengembangan
Budidaya Air Payau dan Laut Wilayah Selatan Pangandaran antara lain :
a. Penebaran nauplii, meliputi pencucian kemasan plastik menggunakan trevlan
0,3-0,4 ppm, aklimatisasi dan penebaran nauplii sebanyak 1.000.000 ekor/bak.
b. Pengelolaan kualitas air, meliputi pengamatan kualitas air setiap pagi dan
pergantiaan air sebanyak 10%-30% dari volume total air khususnya pada saat
memasuki stadia PL 1.
c. Pengelolaan pakan, meliputi pemberian pakan alami berupa Skeletonema sp. dan
artemia pada stadia zoea 1 sampai PL 8, serta pemberian pakan buatan dengan
dosis berkisar 5-20 gr sesuai kebutuhan larva udang vannamei.
d. Pertumbuhan dari stadia nauplii 5 (N 5) sampai menjadi PL 8 berlangsung
selama 16, dengan tingkat kelangsungan hidup 23%.
e. Panen dilakukan malam hari untuk menghindari perubahan suhu yang tinggi.
f. Pengangkutan menggunakan cara transportasi tertutup.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pemeliharaan larva dalam udang
vannamei adalah kualitas air yang baik, kualitas larva yang baik, pemberian pakan
tepat waktu dan jumlah, dan kandungan nutrisi pada pakan yang tinggi.
4.2. Saran
Berdasarkan kegiatan pemeliharaan larva udang vannamei dapat disarankan
beberapa hal berikut :
34
DAFTAR PUSTAKA
BPBAPL. 2015 b. SOP 05 Pemanenan dan Packing Benur Udang Vannamei Standar
Operasional Prosedur (SOP) No. 05. Balai Pengembangan Budidaya Air Payau
dan Laut Wilayah Selatan. Pangandaran.
Ditjenkan Budidaya, 2005. Profil Budidaya air payau. Direktorat Perikanan Budidaya,
Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
Elovaara, A.K. 2001. Shrimp Farming Manual Practical Technology For Intensive
Commercial Shrimp Production. Caribbean Press, LTD and British West Indies.
United Statet of America
Heryadi D & Sutadi. 1993. Back Yard Usaha Pembenihan Udang Skala Rumah Tangga.
Penebar Swadaya. Jakarta.
35
Suryati, P.A., Hadie, W, & Harijati, S. 2010. Penggunaan Chaetoceros calcitrans,
Thalassiosira weissflogii dan Kombinasinya pada Pemeliharaan Larva Udang
Vaname (Litopenaeus vannamei, Boone 1931). Pusat Penelitian Biologi-LIPI.
Bogor.
Suwono, Hidayat S., & Mangampa M. 2010. Aplikasi Probiotik dengan Aplikasi
Berbeda pada Pemeliharaan Udang Vannamei (Litopanaeus vannamei). Balai
Riset Perikanan Budidaya Air Payau. Sulawesi Selatan.
36
LAMPIRAN
Balai Pengambangan Budidaya Air Payau dan Laut Wilayah Selatan Pangandaran
Pangandaran, 29 Febuari 2016 s.d. 04 Maret 2016
37
12 Jumat, 11 Maret 2016 Pemberian pakan setiap 2 jam sekali
berupa pakan alami dan pakan buatan
38
berupa pakan alami dan pakan buatan.
Mengetahui, Mengetahui,
Mahasiswa PKL Pembimbing Lapangan,
39
Lampiran 3 Data Kualitas Air
40
Kualitas air
No Tanggal Bak Stadia
Salinitas Suhu PH DO
Bak
Tanggal
Bak A3 Bak A4 Bak A9
01 Maret 2016 N5 N5 N5
02 Maret 2016 Z1 Z1 Z1
03 Maret 2016 Z2 Z2 Z2
04 Maret 2016 Z2 Z2 Z2
05 Maret 2016 Z3 Z3 Z3
06 Maret 2016 M1 M1 M1
7 Maret 2016 M2 M2 M2
8 Maret 2016 M3 M3 M3
9 Maret 2016 PL 1 PL 1 PL 1
10 Maret 2016 PL 2 PL 2 PL 2
11 Maret 2016 PL 3 PL 3 PL 3
12 Maret 2016 PL 4 PL 4 PL 4
13 Maret 2016 PL 5 PL 5 PL 5
14 Maret 2016 PL 6 PL 6 PL 6
15 Maret 2016 PL 7 PL 7 PL 7
16 Maret
PL 8 PL 8 PL 8
2016
Keterangan : N = nauplii, Z = zoea, M = mysis, dan PL = post larva
42
Lampiran 5 Dosis dan wakttu pemberian pakan alami
43
Lampiran 6 Dosis dan waktu pemberian pakan buatan
N Stadi Jumlah
Jenis Pakan Waktu Pemberian Pakan
o a Pakan
Frippak, 1,5 gr
Spirulina 1,0 gr 07.00, 11.00, 13.00, 15.00, 17.00,
1 Z1
Bios Zoea 1,5 gr 19.00, 23.00, dan 01.00
ZM 1,0 gr
Frippak, 1,5 gr
Spirulina 1,0 gr 07.00, 11.00, 13.00, 15.00, 17.00,
2 Z2
Bios Zoea 1,5 gr 19.00, 23.00, dan 01.00
ZM 1,5 gr
Frippak, 1,5 gr
Spirulina 1,0 gr 07.00, 11.00, 13.00, 15.00, 17.00,
3 Z3
Bios Zoea 2,0 gr 19.00, 23.00, dan 01.00
ZM 2,0 gr
Frippak, 1,5 gr
Spirulina 1,0 gr 07.00, 11.00, 13.00, 15.00, 17.00,
4 ZM
Bios Zoea 2,0 gr 19.00, 23.00, dan 01.00
ZM 2,0 gr
Bios Mysis 2,5 gr
R2 2,5 gr
07.00, 11.00, 13.00, 15.00, 17.00,
5 M1 Royal
19.00, 23.00, dan 01.00
Seafood 2,0 gr
Flake 1,5 gr
Bios Mysis 3,5 gr
R2 3,0 gr
07.00, 11.00, 13.00, 15.00, 17.00,
6 M2 Royal
19.00, 23.00, dan 01.00
Seafood 2,0 gr
Flake 1,5 gr
Bios Mysis 3,5 gr
R2 3,0 gr
07.00, 11.00, 13.00, 15.00, 17.00,
7 M3 Royal
19.00, 23.00, dan 01.00
Seafood 2,5 gr
Flake 2,0 gr
Royal
Seafood 3,0 gr
8 PL 1
MPL 4,0 gr 07.00, 11.00, 13.00, 15.00, 17.00,
Flake 2,0 gr 19.00, 23.00, dan 01.00
Royal
Seafood 3,5 gr
9 PL 2
MPL 4,0 gr 07.00, 11.00, 13.00, 15.00, 17.00,
Flake 2,0 gr 19.00, 23.00, dan 01.00
1 PL 3 Royal 4,5 gr 07.00, 11.00, 13.00, 15.00, 17.00,
0 Seafood 19.00, 23.00, dan 01.00
44
MPL 4,0 gr
Flake 2,5 gr
Royal
Seafood 4,5 gr
1 MPL 4,0 gr 07.00, 11.00, 13.00, 15.00, 17.00,
PL 4
1 19.00, 23.00, dan 01.00
Jafo 1 3,0 gr
Flake 3,5 gr
Royal
Seafood 5,0 gr
1 MPL 2,5 gr 07.00, 11.00, 13.00, 15.00, 17.00,
PL 5
2 19.00, 23.00, dan 01.00
Jafo 1 5,5 gr
Flake 3,5 gr
Royal
Seafood 5,5 gr
1 MPL 3,5 gr 07.00, 11.00, 13.00, 15.00, 17.00,
PL 6
3 19.00, 23.00, dan 01.00
Jafo 1 6,0 gr
Flake 4,0 gr
Royal
Seafood 5,5 gr
1 MPL 3,5 gr 07.00, 11.00, 13.00, 15.00, 17.00,
PL 7
4 19.00, 23.00, dan 01.00
Jafo 1 6,5 gr
Flake 4,5 gr
Royal
Seafood 5,5 gr
1 MPL 3,0 gr 07.00, 11.00, 13.00, 15.00, 17.00,
PL 8
5 19.00, 23.00, dan 01.00
Jafo 1 7,0 gr
Flake 4,5 gr
45