Anda di halaman 1dari 6

Masalah Perumahan dan Tata Kota di Indonesia

1. Permasalahan Tata Ruang Kota Di Indonesia

Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terdiri dari banyak pulau yang
dikelilingi oleh lautan. Dengan adanya wilayah yang begitu luas pastinya menjadikan
wilayah Indonesia memiliki banyak kota yang tersebar di masing-masing pulau, namun
tata kota di Indonesia masih harus mendapatkan penanganan yang serius karena
belakangan ini surat kabar atau pun media tv, radio dan media online semakin sering
memberitakan tentang banjir, longsor, kemacetan, polusi udara, kemiskinan, dan tentang
masyarakat ataupun lingkungan di wilayah perkotaan seperti Jakarta, Surabaya, Bandung
dan kota besar lainnya.

Masalah tersebut dampak dari perbuatan manusia sendiri yang bertindak tanpa
perencanaan atau tanpa pikir panjang dampak ke depannya pada masyarakat dan
lingkungan sekitarnya. Selain itu berbagai masalah perkotaan timbul akibat perencanaan
tata ruang kota yang tidak jelas, serta inkonsistensi pembuat kebijakan dalam
melaksanakan perencanaan pembangunan. Jika dari manusianya sendiri saja kurang
kesadaran akan pentingnya perencanaa tata ruang kota, bagaimana nasib pembangunan
Negara kedepannya..? macetPadahal pemerintah atau pemda telah membuat berbagai
peraturan tertulis maupun himbauan kepada masyarakat tentang aturan-aturan mengenai
lingkungan dalam hidup bermasyarakat. Salah satunya adalah tentang tata ruang wilayah
perkotaan. Tetapi kebijakan atau kesepakatan bersama tidak akan berguna jika tidak
diimbangi dengan konsistensi pelaksanaan secara berkelanjutan oleh para pelaku yang
seharusnya bisa membawa perubahan jika melaksanakan perannya dengan maksimal.
Seperti yang kita ketahui kepala daerah masih banyak yang belum mengenal konsep
pembangunan perkotaan yang berkelanjutan yang berwawasan lingkungan dan mereka
melakukan pembangunan daerahnya tanpa ada perencanaan ke depannya padahal untuk
menciptakan kota yang nyaman, penataan kota harus direncanakan secara matang tidak
asal, tetapi ini lah yang terjadi di daerah-daerah yang ada di Indonesia. Sebagian dari
daerah yang ada di Indonesia sudah mulai memperhatikan perencanaan tata ruang dan
sudah memiliki Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), namun pelaksanaannya tidak
sesuai dengan yang telah ditetapkan pemerintah.

Pembangunan apaartemen di KBU Pembangunan apaartemen di KBU Karena itu


banyak pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan dan dibiarkan. Misalnya wilayah
cekungan Bandung yang merupakan Kawasan Strategis Nasional dimana pembangunan-
pembanguan berdiri tanpa melihat pada aspek social maupun lingkungan. Kemudian
Masalah lainnya pemebangunan-pembangunan semakin marak berdiri di Kawasan
Bandung Utara yang merupakan Kawasan Strategis Provinsi dimana KBU ini sebagai
sumber air untuk keberlangsungan masyarakat diwilayahnya termasuk pada cekungan
Bandung. Selain hal-hal diatas yang menjadi penyebab permasalahan tata ruang kota di
Indonesia ada tiga hal penting mengenai persoalan perkotaan: Indonesia tidak punya
perencanaan terintegrasi, sehingga berbagai macam persoalan muncul berkaitan dengan
pembangunan kota Konsistensi dalam melaksanakan aturan yang adapun, lemah. Misalnya
seluruh pemerintah, baik pusat dan daerah keliatannya konsistensinya, kalau berhadapan
dengan pemodal lemah, tetapi sebaliknya jika berhadapan dengan pemodal besar atau
pejabat tinggi pemerintah yang lemah, seperti kasus yang terjadi sekarang, tiba-tiba
kawasan hijau dijadikan Mall atau perumahan real estate dan apartemen Pemerintah
kurang memiliki kemampuan mengantisipasi persoalan-persoalan di masa yang akan
datang. Seharusnya kita mencontoh Negara-negara maju seperti Belanda yang membuat
rencana tata ruang kota dengan matang hingga beratus-ratus tahun tidak berubah, tetapi itu
kembali lagi kepada kita yang melaksanakannya. Bukti nyata dari masalah-masalah
inkonsistensi pemerintah dalam penataan kota adalah urbanisasi yang tidak terkontrol oleh
pemerintah.

Pemerintah terus melakukan pembiaran yang berakibat pertumbuhan penduduk


semakin pesat. Selain masalah tersebut ada juga masalah transportasi yaitu semakin
banyaknya masyarakat yang mempunyai kendaraan bermotor pribadi yang mengakibatkan
kemacetan karena jumlah kendaran tidak seimbang dengan jalan. Masalah-masalah
tersebut menambah kacaunya keadaan tata kota yang dari infrastrukturnya masih belum
baik. Pembangunan pantai utara Jakarta Pembangunan pantai utara Jakarta Akibat kurang
matangnya perencanaan tata ruang dan inkonsistensi pemerintah berdampak pada kurang
terkendalinya pergerakan masyarakat entah itu masalah urbanisasi atau membludaknya
kendaraan bermotor pribadi atau masalah tata kota. Tetapi di sini tidak hanya menjadi
masalah pemerintah tetapi sudah menjadi masalah kota tersebut menyangkut semua yang
ada di dalamnya termasuk penduduk yang bertempat tinggal. Pemerintah hanyalah sebagai
perwakilan yang masyarakat percaya sebagai yang dituakan atau pemberi fasilitas dan
pembangun situasi dan kondisi di masyarakat. Sedang subyek yang sesungguhnya adalah
masyarakat yang bertempat tinggal. Oleh karena itu harus terjadi kerja sama yang baik
antara pemerintah dan masyarakat untuk mengatasi masalah tersebut.

sumber:http://mediatataruang.com
2. Ruang Terbuka Hijau
(Arie) Surabaya sebagai kota metropolitan sekaligus ibukota Propinsi Jawa Timur
tak luput dari masalah kependudukan. Salah satu masalah kependudukan yang kini
melanda Surabaya adalah penggunaan lahan untuk tempat tinggal secara ilegal, contohnya
penggunaan lahan stren Kali Jagir serta kawasan pemukiman sepanjang jalur rel kereta
api. Faktor ekonomi adalah faktor utama penyebab maraknya penggunaan lahan ilegal
untuk pemukiman di Surabaya. Pendapatan masyarakat yang rendah memaksa mereka
memanfaatkan lahan kosong milik pemerintah maupun swasta sebagai tempat tinggal.
Karena ketidakmampuan ekonomi sebagai penyebab utama maraknya lahan ilegal untuk
pemukiman di Surabaya, maka tak heran bila pemukiman ilegal yang muncul cenderung
berkembang menjadi pemukiman kumuh. Penggunaan lahan ilegal menimbulkan dampak
lingkungan, serta materi.
Dampak lingkungan diantaranya terganggunya keindahan kota akibat
pembangunan pemukiman yang tidak sesuai dengan rencana tata kota Surabaya. Dampak
lingkungan lain adalah terganggunya ekosistem akibat pembangunan pemukiman ilegal
tersebut. Contohnya pembangunan pemukiman ilegal di daerah Ruang Terbuka Hijau
(RTH) mengakibatkan terganggunya penyerapan air, hal ini merupakan salah satu
penyebab banjir. Contoh lain, pembangunan pemukiman ilegal di stren kali dapat
mengakibatkan abrasi yang membuat tanggul sungai runtuh. Disamping itu pembangunan
pemukiman ilegal juga mendatangkan kerugian materi bagi negara akibat hilangnya tanah
negara, serta usaha pencurian sarana listrik, air, dan telepon untuk memenuhi kebutuhan
hidup mereka. Karena banyaknya dampak negatif yang muncul akibat pemukiman ilegal,
serta dalam rangka mewujudkan pembangunan infrastruktur kota Surabaya sebagaimana
yang tertuang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) , maka berbagai upaya
penertiban telah dilakukan oleh pemerintah kota. Namun upaya yang dilakukan
pemerintah kota belum cukup efektif mengatasi masalah penggunaan lahan untuk tempat
tinggal secara ilegal. Misalnya hampir tidak ada upaya penertiban secara berkala yang
dilakukan oleh pemerintah kota sehingga banyak penduduk ilegal yang mengaku telah
bertahun-tahun bermukim di tempat tinggalnya saat ini. Selain itu, jumlah penduduk yang
ilegal ini terus bertambah.
Kekurangan dalam cara mengatasi masalah di atas masih ditambah lagi dengan
ketidak-konsistensian dalam upaya pemerintah dalam mengatasi masalah penggunaan
lahan secara ilegal. Di satu sisi pemerintah mengadakan penertiban dan penggusuran
terhadap penduduk ilegal, di sisi lain tersedia berbagai fasilitas infrastruktur yang
menunjang bagi penduduk ilegal, contohnya tersedia fasilitas air bersih oleh PDAM,
saluran telepon oleh Telkom, serta fasilitas listrik oleh PLN. Kondisi ini seolah-olah
mendukung penggunaan lahan tersebut untuk pemukiman secara ilegal. Upaya mengatasi
penggunaan lahan ilegal untuk pemukiman di Surabaya perlu segera dilaksanakan secara
efisien dan terpadu untuk mencegah timbulnya kerugian materi yang lebih besar, serta
demi tercapainya rencana tata kota Surabaya yang dapat mewujudkan keindahan kota.
Hambatan lain adalah belum adanya pemetaan mengenai pemukiman ilegal saat ini.
Karenanya dalam penulisan ilmiah ini yang menjadi acuan adalah peta Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) Kota Surabaya.
Semua tempat pemukiman yang tidak sesuai dengan RTRW Surabaya serta tidak
dilengkapi surat kepemilikan yang sah diasumsikan ilegal. Fakta yang menarik perihal
bangunan ilegal tersebut adalah banyak diantara rumah-rumah tersebut yang telah
dilengkapi fasilitas listrik, air bersih , serta telepon. Hal ini tidak lazim mengingat rumah-
rumah tersebut tidak memiliki surat-surat kepemilikan yang sah sebagaimana yang
dicantumkan dalam UUPA No.5 tahun 1960 pasal 16. Arah pembangunan infrastruktur
diwujudkan melalui penguatan sistem perencanaan infrastruktur kota, pengembangan
sumber daya sungai; peningkatan kualitas dan kuantitas air bersih, pengembangan sistem
transportasi; pengembangan perumahan dan permukiman, pengembangan pengelolaan
energi; pengembangan telematika perkotaan, dan peningkatan konsistensi pengendalian
pembangunan infrastruktur kota.

Sumber: http://www.kompasiana.com

3. Masalah Perkotaan Disebabkan Inkonsistensi Pemerintah


Dalam Rencana Tata Ruang
Perkotaan di Indonesia mempunyai masalah yang tipikal, diantaranya urbanisasi,
lingkungan, dan sosial. Berbagai masalah perkotaan timbul akibat perencanaan tata ruang
kota yang tidak jelas, serta inkonsistensi pembuat kebijakan dalam melaksanakan
perencanaan pembangunan. Kritikan tersebut disampaikan anggota Dewan Perwakilan
Daerah dalam acara dialog Suara Daerah dengan tema Masalah Perkotaan di Berbagai
Daerah. Dialog berlangsung di Press Room DPD, Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta,
Kamis (22/07). Pembicara dalam acara tersebut adalah Intsiawati Ayus (Anggota DPD
Provinsi Riau), Wasis Siswoyo (Anggota DPD Provinsi Jawa Timur), Dani Anwar
(Anggota DPD Provinsi DKI Jakarta), dan Doni Janarto Widiantoro (Kasubdit Lintas
Wilayah Direktorat Penataan Ruang Wilayah II).

Intsiawati menilai bahwa pada umumnya eksekutif dan legislatif masih berpikir
konvensional, dan tidak memiliki konsep pembangunan yang tegas dan jelas. Ia juga
mengamati bahwa kepala daerah masih banyak yang belum mengenal konsep
pembangunan perkotaan yang berkelanjutan, yaitu yang berwawasan lingkungan. Menurut
Intsiawati ada dua hal untuk menyikapi masalah pembangunan kota, yaitu perencanaan
dan pembangunan. Namun, untuk masalahnya justru berawal dari kebijakan pemerintah
daerah itu sendiri, yang melakukan penyimpangan terhadap tata ruang kota. Perda yang
diturunkan tentang rencana tata ruang kota yaitu bagi saya hanyalah sebuah konsep
formalitas. Karena pemerintah daerah tidak konsekuen dalam melaksanakan perencanaan
pembangunan, belum lagi kita bicara kurang efektifnya dan koordinasi antar dinas dan
instansi, ungkap Intsiawati.

Masalah kedua yang disebutkan Intsiawati adalah integrasi antar kota dan
kabupaten, yaitu adanya isu kesenjangan wilayah. Langkah idealnya satu kota seimbang
memberikan kemajuan dan tidak melemahkan wilayah di sebelahnya, jelasnya.

Sementara itu, Wasis mengatakan bahwa untuk menciptakan kota yang nyaman,
penataan kota harus direncanakan secara matang. Ia menjelaskan keadaan di Jawa Timur
yang sudah memiliki Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), namun pelaksanaannya tidak
sesuai dengan yang telah ditetapkan pemerintah. Karena itu banyak pelanggaran-
pelanggaran yang dilakukan dan dibiarkan. Contoh, misalnya di kota Malang,
pembangunan mal tidak sesuai dengan rencana RTRW Kabupaten/Kota, ternyata ketika
masyarakat melakukan protes terhadap pembangunan itu, tapi tetap berjalan tanpa ada
sanksi yang jelas, katanya.
Wasis juga mencontohkan masalah lumpur Lapindo yang belum ada rencana
pengganti ruangan yang telah rusak, seperti jalan akses ke Surabaya maupun kota-kota
lain, sehingga mengganggu ekonomi masyarakat. Masalah lainnya berkaitan dengan
pembangunan Jalan Lingkar Selatan (JLS) yang tak kunjung rampung.

Dani Anwar yang menjadi anggota DPD dari ibukota negara menyebutkan tiga hal
penting mengenai persoalan perkotaan. Pertama, Indonesia tidak punya perencanaan
terintegrasi, sehingga berbagai macam persoalan muncul berkaitan dengan pembangunan
kota. Kedua, konsistensi dalam melaksanakan aturan yang ada juga lemah. Seluruh
pemerintah, baik pusat dan daerah keliatannya konsistensinya kalau berhadapan sama
pemodal, loyo dia, seperti kasus yang terjadi sekarang, tiba kawasan hijau itu mau
dijadikan mal, tegasnya.

Ketiga, pemerintah kurang memiliki kemampuan mengantisipasi persoalan-


persoalan di masa yang akan datang. Dani mencontohkan Belanda yang membuat rencana
tata ruang kota dengan matang hingga beratus-ratus tahun tidak berubah. Dikatakannya,
pemerintah Indonesia dianggap tidak mampu melaksanakan perencanaan, contohnya
pembangunan Becak Kayu (Bekasi, Cawang, Kampung Melayu) dan proyek monorel
yang terhenti pembangunannya. Kadang peraturan kurang mampu mengatasi persoalan-
persoalan di masa depan yang begitu cepat perkembangannya. Kemudian yang terjadi
adalah pembiaran pelanggaran terhadap tata kota, sehingga kotanya semrawut, katanya.

Pendapat Dani tersebut diakui oleh Doni Janarto yang mengatakan bahwa tidak
adanya kejelasan aturan main dalam tata ruang kota. Jadi sejak ada otonomi daerah, pusat
tidak lagi punya portofolio tentang perkotaan. Sehingga kalau kita tanya tentang kebijakan
pembangunan kota, tidak ada satupun yang berani mengatakan bertanggung jawab,
katanya. Tapi, pada kenyataannya kota-kota itu berkembang tanpa arah dan kendali,
lanjutnya.

Doni menerangkan bahwa isu-isu di perkotaan tipikal di berbagai daerah. Pertama


urbanisasi yang terbagi menjadi dua definisi, yaitu perpindahan penduduk dari desa ke
kota dan daerah rural yang menjadi urban. Dengan adanya perpindahan penduduk, sektor
pertanian yang menjadi andalan pedesaan kini berkurang kontribusinya hingga tersisa
15%-20% dari PDB nasional. Kemudian, proses desa yang berubah menjadi kota, menurut
Doni lebih berbahaya. Karena tidak hanya masalah sosial, tapi juga lingkungan, alih
fungsi yang luar biasa di kawasan-kawasan rural, yang mengakibatkan bencana-bencana
yang kita rasakan di perkotaan, jelasnya.

Sumber: http://www.dpd.go.id
Program Kerja Menteri PU Perumahan
1. Meningkatkan keterpaduan pembangunan infrastruktur PUPR antardaerah, antar sektor
dan antar tingkat pemerintahan.
2. Peningkatan keterpaduan perencanaan, pemograman dan penganggaran.
3. Meningkatkan kapasitas dan kualitas konstruksi nasional.
4. Meningkatnya dukungan kedaulatan pangan dan ketahanan energi.
5. Meningkatnya ketahanan air.
6. Meningkatnya dukungan konektifitas bagi penguatan daya asing.
7. Meningkatnya kemantapan jalan nasional.
8. Meningkatnya dukungan layanan infrastruktur dasar pemukiman dan perumahan.
9. Meningkatnya cakupan pelayanan dan akses permukiman yang layak.
10. Meningkatnya penyediaan dan pembiayaan perumahan.
11. Meningkatnya budaya organisasi yang berkinerja tinggi dan berintegritas.
12. Meningkatnya pengelolaan regulasi dan layanan hukum, data dan informasi publik, serta
saranadan prasarana.
13. Peningktan pengendalian dan pengawasan internal.
14. Meningkatnya SDM yang kmpeten, profesional dan berintegrasi.

Anda mungkin juga menyukai