Anda di halaman 1dari 5

PROSEDUR PENYAKIT RHINITIS ALERGIKA

SOP/UMUM-

Disyahkan di Parigi, Tangerang Selatan


pada tanggal 1 Juni 2015

Dibuat Oleh Diperiksa Oleh Disetujui Oleh


Penanggung Jawab Poli Umum Wakil Manajemen Kepala UPT. Puskesmas Parigi
Nomor Dokumen SOP/UMUM-01
KOTA TANGERANG SELATAN
Nomor Revisi 00
DINAS KESEHATAN
Tanggal Efektif 8 Juni 2015
UPT. PUSKESMAS PARIGI
Halaman 1 dari 2

PROSEDUR PENYAKIT RHINTIS ALERGIKA

1. TUJUAN
Sebagai acuan dalam penatalaksanaan penyakit rhinitis alergik di Puskesmas

2. RUANG LINGKUP
Semua pasien yang periksa di Unit Pelayanan Umum di Puskesmas.

3. DEFINISI
Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi
yang sebelumnya sudah tersensitisasi oleh alergen yang sama serta dilepaskan suatu mediator
kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut. Menurut WHO ARIA
(Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma), 2001, rinitis alergi adalah kelainan pada gejala
bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang
diperantai oleh Ig E. Rinitis ditemukan di semua ras manusia, pada anak-anak lebih sering terjadi
terutama anak laki-laki. Memasuki usia dewasa, prevalensi laki-laki dan perempuan sama.
Insidensi tertinggi terdapat pada anak-anak dan dewasa muda dengan rerata pada usia 8-11
tahun, sekitar 80% kasus rinitis alergi berkembang mulai dari usia 20 tahun. Insidensi rinitis alergi
pada anak-anak 40% dan menurun sejalan dengan usia sehingga pada usia tua rinitis alergi
jarang ditemukan.

4. TANGGUNG JAWAB
Semua Tenaga Medis dan Paramedis

5. RINCIAN PROSEDUR
5.1 Petugas melakukan cuci tangan
5.2 Petugas menerima status pasien dari loket yang telah didaftar sesuai nomor urut
5.3 Petugas memanggil pasien sesuai dengan nomor urut pendaftaran
5.4 Petugas menjelaskan tujuan pemeriksaan tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu,
dan frekuensi nafas) dan dicatat di buku status pasien sesuai nama dan tanggal berobat
5.5 Petugas mengarahkan pasien untuk pemeriksaan dokter atau pemeriksa
5.6 Dokter atau pemeriksa melakukan anamnesa
Keluhan :
1. Keluarnya ingus encer dari hidung (rinorea), bersin, hidung tersumbat dan rasa gatal
pada hidung (trias alergi). Bersin terutama pada pagi hari. Bersin lebih dari lima kali

Dibuat Oleh : Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen tanpa DiperiksaOleh :
ijin tertulis dari
TIM UPT. PUSKESMAS PARIGI WKM
Nomor Dokumen SOP/UMUM-01
KOTA TANGERANG SELATAN
Nomor Revisi 00
DINAS KESEHATAN
Tanggal Efektif 8 Juni 2015
UPT. PUSKESMAS PARIGI
Halaman 2 dari 2

PROSEDUR PENYAKIT RHINTIS ALERGIKA

sudah dianggap patologik dan perlu dicurigai adanya rinitis alergi dan ini menandakan
reaksi alergi fase cepat.
2. Gejala lain berupa mata gatal dan banyak air mata.
Faktor Risiko
1. Adanya riwayat atopi.
2. Lingkungan dengan kelembaban yang tinggi merupakan faktor risiko untuk untuk
tumbuhnya jamur, sehingga dapat timbul gejala alergis.
3. Terpaparnya debu tungau biasanya karpet serta sprai tempat tidur, suhu yang tinggi.
5.7 Pemeriksa melakukan pemeriksaaan fisik pasien.
1. Perhatikan adanya allergic salute, yaitu gerakan pasien menggosok hidung dengan
tangannya karena gatal.
2. Wajah:
a. Allergic shiners yaitu dark circles di sekitar mata dan berhubungan dengan vasodilatasi
atau obstruksi hidung.
b. Nasal crease yaitu lipatan horizontal (horizontal crease) yang melalui setengah bagian
bawah hidung akibat kebiasaan menggosok hidung keatas dengan tangan.
c. Mulut sering terbuka dengan lengkung langit-langit yang tinggi, sehingga akan
menyebabkan gangguan pertumbuhan gigi-geligi (facies adenoid).
3. Faring: dinding posterior faring tampak granuler dan edema (cobblestone appearance),
serta dinding lateral faring menebal. Lidah tampak seperti gambaran peta (geographic
tongue).
4. Rinoskopi anterior:
a. Mukosa edema, basah, berwarna pucat atau kebiruan (livide), disertai adanya sekret
encer, tipis dan banyak. Jika kental dan purulen biasanya berhubungan dengan sinusitis.
b. Pada rinitis alergi kronis atau penyakit granulomatous, dapat terlihat adanya deviasi
atau perforasi septum.
c. Pada rongga hidung dapat ditemukan massa seperti polip dan tumor, atau dapat juga
ditemukan pembesaran konka inferior yang dapat berupa edema atau hipertropik.
Dengan dekongestan topikal, polip dan hipertrofi konkatidak akan menyusut, sedangkan
edema konka akan menyusut.
5. Pada kulit kemungkinan terdapat tanda dermatitis atopi.

Dibuat Oleh : Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen tanpa DiperiksaOleh :
ijin tertulis dari
TIM UPT. PUSKESMAS PARIGI WKM
Nomor Dokumen SOP/UMUM-01
KOTA TANGERANG SELATAN
Nomor Revisi 00
DINAS KESEHATAN
Tanggal Efektif 8 Juni 2015
UPT. PUSKESMAS PARIGI
Halaman 3 dari 2

PROSEDUR PENYAKIT RHINTIS ALERGIKA

5.8 Pemeriksa menentukan diagnosa pasien. Diagnosa didapatkan dari Anamnesa,


pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
5.9 Pemeriksaan penunjang :
Bila diperlukan dan dapat dilakukan di layanan primer.
1. Hitung eosinofil dalam darah tepi dan sekret hidung.
2. Pemeriksaan Ig E total serum
5.10 Pemeriksa memberikan penjelasan tentang diagnosa pasien
Bila diperlukan tindakan dan instruksi lebih lanjut pasien dapat dirujuk ke laboratorium
atau rujuk kerumah sakit dengan memberikan surat rujukan dan bila menolak harus
tandatangan inform consent form penolakan
5.11 Pasien diberikan terapi dan resep untuk mengatasi keluhannya
Penatalaksanaan
1. Menghindari alergen spesifik
2. Pemeliharaan dan peningkatan kebugaran jasmani telah diketahui berkhasiat dalam
menurunkan gejala alergis
3. Terapi topikal dapat dengan dekongestan hidung topikal melalui semprot hidung. Obat
yang biasa digunakan adalah oxymetazolin atau xylometazolin, namun hanya bila
hidung sangat tersumbat dan dipakai beberapa hari (< 2 minggu) untuk menghindari
rinitis medikamentosa.
4. Preparat kortikosteroid dipilih bila gejala sumbatan hidung akibat respons fase lambat
tidak dapat diatasi dengan obat lain. Obat yang sering dipakai adalah kortikosteroid
topikal: beklometason, budesonid, flunisolid, flutikason, mometason furoat dan
triamsinolon.
5. Preparat antikolinergik topikal adalah ipratropium bromida yang bermanfaat untuk
mengatasi rinorea karena aktivitas inhibisi reseptor kolinergik pada permukaan sel
efektor.
6. Terapi oral sistemik
a. Antihistamin
Anti histamin generasi 1: difenhidramin, klorfeniramin, siproheptadin.
Anti histamin generasi 2: loratadin, cetirizine
b. Preparat simpatomimetik golongan agonis alfa dapat dipakai sebagai dekongestan
hidung oral dengan atau tanpa kombinasi antihistamin. Dekongestan oral:
pseudoefedrin, fenilpropanolamin, fenilefrin.
Dibuat Oleh : Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen tanpa DiperiksaOleh :
ijin tertulis dari
TIM UPT. PUSKESMAS PARIGI WKM
Nomor Dokumen SOP/UMUM-01
KOTA TANGERANG SELATAN
Nomor Revisi 00
DINAS KESEHATAN
Tanggal Efektif 8 Juni 2015
UPT. PUSKESMAS PARIGI
Halaman 4 dari 2

PROSEDUR PENYAKIT RHINTIS ALERGIKA

7. Terapi lainnya dapat berupa operasi terutama bila terdapat kelainan anatomi, selain itu
dapat juga dengan imunoterapi
Konseling dan Edukasi
Memberitahu individu dan keluarga untuk:
1. Menyingkirkan faktor penyebab yang dicurigai (alergen).
2. Menghindari suhu ekstrim panas maupun ekstrim dingin.
3. Selalu menjaga kesehatan dan kebugaran jasmani
5.9 Pencatatan di register BPU ( poli umum )
Kriteria Rujukan :
1. Bila perlu dilakukan Prick Test untuk mengetahui jenis alergen.
2. Bila perlu dilakukan tindakan operatif.

6. REKAMAN
6.1 Karcis Retribusi
6.2 Buku Status Pasien
6.3 Form permintaan Laboratorium
6.4 Form Rujukan
6.5 Form Informed Consent
6.6 Kertas Resep
6.7 Buku Register BPU

Dibuat Oleh : Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen tanpa DiperiksaOleh :
ijin tertulis dari
TIM UPT. PUSKESMAS PARIGI WKM

Anda mungkin juga menyukai