Anda di halaman 1dari 13

ABSTRAK

Pada praktikum mengenai Penetapan Kadar Co2 Respirasi Jaringan Tumbuhan bertujuan untuk
mengetahui laju respirasi dari kecambah kacang hijau berdasarkan kadar CO2 yang dihasilkan.
Penentuan tersebut dilakukan dengan metode titrasi NaOH dengan HCl. Dilakukan dengan
membandingkan 2 perlakuan. Perlakuan pertama kecambah di biarkan di suhu ruang (25C)
sedangkan perlakuan kedua kecambah ditaruh di dalam oven bersuhu 40. Didapatkan hasil
bahwa kecambah yang di taruh di dalam oven memiliki laju respirasi yang lebih rendah
dibandingkan diruangan terbuka. Hal tersebut dipengaruhi oleh suhu, ketersediaan oksigen, dan
C02. Suhu yang tinggi menyebabkan laju respirasi menurun karena enzim yang berperan dalam
proses metabolisme mengalami denaturasi. Selain itu pada oven yang tertutup ketersediaan
oksigen jauh lebih sedikit sehingga proses penangkapan oksigen tidak semaksimal pada suhu
ruang sehingga kadar CO2 yang dihasilkan pun juga tidak sebanyak pada kecambah pada suhu
ruang.
Kata kunci :Respirasi, Laju respirasi, CO2, O2, Suhu

A. PENDAHULUAN
a). Latar Belakang
Respirasi merupakan proses penting yang dilakukan oleh setiap mahluk hidup. Bahkan dengan
mengetahui laju respirasi suatu mahluk hidup maka selanjutnya kita dapat menentukan laju
metabolisme mahluk hidup tersebut. Adapun laju respirasi setiap mahluk hidup berbeda-beda
antar yang satu dengan yang lainnya. Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal meliputi tingkat perkembangan, susunan kimia jaringan, ukuran
produk, pelapis alami dan jenis jaringan. Sedangkan faktor eksternal meliputi suhu, gas etilen,
ketersediaan O2 dan CO2. Proses respirasi yang dominan terjadi pada bagian tumbuhan yang
sedang aktif tumbuh dan melakukan metabolisme, yaitu: tunas, biji yang berkecambah, ujung
tunas, ujung akar, serta kuncup bunga.
Pada praktikum kali ini digunakan kecambah biji kacang hijau (Phaseolus radiatus) untuk
menetapkan laju respirasi berdasarkan kadar CO2 yang dikeluarkannya pada suhu berbeda.

b). Dasar Teori


Respirasi berasal dari kata latin yaitu respirare yang berarti bernafas. Reaksi respirasi merupakan
reaksi katabolisme yang memecah molekul-molekul gula menjadi molekul anorganik berupa CO 2
dan H2O (Salisbury & Ross, 1995).
Fotosintesis menyediakan molekul organik yang dibutuhkan oleh tumbuhan dan mahluk hidup
lainnya. Fotosintesis juga terjadi proses metabolisme lain yang disebut respirasi. Respirasi
merupakan proses katabolisme atau penguraian senyawa organik menjadi senyawa anorganik.
Respirasi sebagai proses oksidasi bahan organik yang terjadi didalam sel dan berlangsung secara
aerobik maupun anaerobik. Dalam respirasi aerob diperlukan oksigen dan dihasilkan
karbondioksida serta energi. Sedangkan dalam respirasi anaerob dimana oksigen tidak atau
kurang tersedia dan dihasilkan senyawa selain karbondiokasida, seperti alkohol, asetaldehida
atau asam asetat dan sedikit energi (Lovelles, 1997).

Bahan organik yang dioksidasi adalah glukosa (C6H12O6) maka persamaan reaksi dapat dituliskan
sebagai berikut:
C6H12O6 + 6 O2 6CO2 + 6H2O + Energi

(Krisdianto, 2005).

Respirasi adalah suatu proses pengambilan O2 untuk memecah senyawa-senyawa organik


menjadi CO2, H2O dan energi . Respirasi dan metabolisme karbon yang terkait di dalamnya
melepas energi yang tersimpan di dalam senyawa karbon dengan cara yang terkontrol untuk
digunakan oleh sel. Pada waktu yang bersamaan, respirasi menghasilkan banyak senyawa
karbon yang dibutuhkan sebagai prekursor untuk biosintesis senyawa organik lainnya.
Respirasi aerob merupakan proses yang umum terjadi dalam hampir semua organisme eukariot,
dan secara umum proses respirasi di dalam tumbuhan mirip dengan apa yang dijumpai di dalam
hewan dan eukoriot tingkat rendah, tetapi beberapa aspek khusus dari respirasi tumbuhan
membedakannya dari respirasi hewan. Respirasi aerob adalah proses biologi yang memobilisasi
dan mengoksidasi molekul organik secara terkontrol. Selama respirasi, energi bebas dilepas dan
disimpan sementara dalam bentuk ATP yang siap digunakan untuk aktifitas sel dan
perkembangan tumbuhan (Tjitrosomo, 1987).
Proses respirasi diawali dengan adanya penangkapan O2 dari lingkungan. Oksigen yang
digunakan dalam respirasi masuk ke dalam setiap sel tumbuhan dengan jalan difusi melalui
ruang antar sel, dinding sel, sitoplasma dan membran sel. Demikian juga halnya dengan CO 2
yang dihasilkan respirasi akan berdifusi ke luar sel dan masuk ke dalam ruang antar sel.
Sedangkan untuk menghitung respirasi dapat menggunakan koefisian respirasi (KR), yaitu
perbandingan CO2 dengan O2 (Kamariyani, 1984).
Perbedaan antara jumlah CO2 yang dilepaskan dan jumlah O2 yang digunakan biasa dikenal
dengan Respiratory Ratio atau Respiratory Quotient dan disingkat RQ. Nilai RQ ini tergantung
pada bahan atau subtrat untuk respirasi dan sempurna atau tidaknya proses respirasi tersebut
dengan kondisi lainnya (Simbolon, 1989).
Substrat respirasi meliputi senyawa karbohidrat, glukosa, fruktosa, sukrosa, pati, lipid, asam-
asam organik, dan protein. Proses respirasi yang dominan terjadi pada bagian tumbuhan yang
sedang aktif tumbuh dan melakukan metabolisme, yaitu: tunas, biji yang berkecambah, ujung
tunas, ujung akar, serta kuncup bunga. Hubungan respirasi dengan lintasan metabolisme lain di
dalam tumbuhan dapat dilihat melalui glikolisis, lintasan pentosa fosfat, serta siklus asam sitrat
(Achmad, 2010).
Kecambah melakukan pernapasan untuk mendapatkan energi yang dilakukan dengan melibatkan
gas oksigen (O2) sebagai bahan yang diserap atau diperlukan dan menghasilkan gas
karbondioksida (CO2), air (H2O) dan sejumlah energy (Putra, 2010).
Oksigen sangat penting dalam perkembangan kecambah, karena kecambah melakukan respirasi
aerob untuk memecahkan cadangan makanan dalam endosperma yang kaya akan lemak.
Cadangan makanan yang digunakan dalam respirasi ini, berfungsi sebagai substrat yang dapat
menghasilkan energi dalam menyokong proses pembelahan sel dan metabolisme sel lainnya
(tahap awal pertumbuhan) (Achmad, 2010).
Faktor yang mempengaruhi laju respirasi ada dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal meliputi tingkat perkembangan, susunan kimia jaringan, ukuran produk, pelapis
alami dan jenis jaringan. Sedangkan faktor eksternal meliputi suhu, gas etilen, ketersediaan O2
dan CO2. Laju respirasi menentukan daya tahan produk yang disimpan sehingga produk yang
laju respirasinya rendah umumnya disimpan lebih lama dalam kondisi yang baik. Respirasi pada
tumbuhan ditandai oleh penurunan konsentrasi gas O 2 dan peningkatan konsentrasi CO2 dalam
chamber (Wills et al., 1981).
Berbagai faktor lingkungan dapat mempengaruhi laju respirasi, diantaranya adalah sebagai
berikut :
1. Ketersediaan substrat
Respirai bergantung pada ketersediaan substrat. Tumbuhan yang kandungan pati, fruktan, atau
gulanya rendah, melakukan respirasi pada laju yang rendah. Tumbuhan yang banyak gula sering
melakukan respirasi lebih cepat bila gula disediakan. Bahkan laju respirasi daun sering lebih
cepat setelah matahari tenggelam, saat kandungan gula tinggi dibandingkan dengan ketika
matahari terbit, saat kandungan gulanya lebih rendah (Salisbury & Ross, 1995).
2. Ketersediaan oksigen
Ketersediaan oksigen akan mempengaruhi laju respirasi, namun besarnya pengaruh tersebut
berbeda bagi masing-masing spesies dan bahkan berbeda antara organ pada tumbuhan yang
sama. Fluktuasi normal kandungan oksigen di udara tidak banyak mempengaruhi laju respirasi,
karena jumlah oksigen yang dibutuhkan tumbuhan untuk berespirasi jauh lebih rendah dari
oksigen yang tersedia di udara ( Yasa, 2009).
3. Suhu
Pengaruh faktor suhu bagi laju respirasi tumbuhan sangat terkait dengan faktor Q 10, dimana
umumnya laju reaksi respirasi akan meningkat untuk setiap kenaikan suhu sebesar 10 oC, namun
hal ini tergantung pada masing-masing spesies. Bagi sebagian besar bagian tumbuhan dan
spesies tumbuhan, Q10 respirasi biasanya 2,0 sampai 2,5 pada suhu antara 5 dan 25C. Bila suhu
meningkat lebih jauh sampai 30 atau 35C, laju respirasi tetap meningkat, tapi lebih lambat, jadi
Q10 mulai menurun (Salisbury & Ross, 1995).
4. Jenis dan Umur Tumbuhan
Masing-masing spesies tumbuhan memiliki perbedaan metabolisme, dengan demikian kebutuhan
tumbuhan untuk berespirasi akan berbeda pada masing-masing spesies. Tumbuhan muda
menunjukkan laju respirasi yang lebih tinggi dibanding tumbuhan yang tua. Demikian pula pada
organ tumbuhan yang sedang dalam masa pertumbuhan (Yasa, 2009).

c). Masalah
Adapun permasalahan yang terdapat pada praktikum Penetapan Kadar co2 Respirasi Jaringan
Tumbuhan adalah untuk mengetahui perbedaan laju respirasi kecambah kacang hijau
(phaseolus radiatus) pada dua suhu yabg berbeda.

B. TUJUAN
Tujuan praktikum Penetapan Kadar CO2 Respirasi Jaringan Tumbuhan kali ini yaitu untuk
menetapkan laju respirasi kecambah kacang hijau berdasarkan kadar CO2 yang dikeluarkannya
pada suhu berbeda.

C. MATERIAL DAN METODA


a). Waktu dan Tempat
Melaksanakan praktikum Penetapan Kadar CO2 Respirasi Jaringan Tumbuhan ini di
Laboratorium Pendidikan Biologi FKIP UNTAN pada hari Sabtu, 12 Mei 2012 dari pukul 07.30
hingga pukul 09.30 WIB.
b). Alat dan Bahan
Praktikum ini menggunakan alat antara lain yaitu pipa kapiler bengkok, erlenmeyer, gelas kimia,
tabung reaksi kecil, buret dan pipet tetes. Sedangkan bahan yang digunakan antara lain yaitu
kecambah kacang hijau (Phaseolus radiatus), NaOH 10 N, vaselin dan metilen blue.
c). Cara Kerja
Mula-mula yang dilakukan adalah memasukkan NaOH 10 M sebanyak 10 ml ke dalam botol
selai sebanyak 4 buah. Selanjutnya menimbang 5 gr kecambah kacang hijau dan kemudian
dibungkus dengan kain kasa lalu dimasukkan ke dalam masing-masing botol selai dengan
keadaan menggantung ( jangan terkena NaOH) selanjutnya membungkus botol dengan
aluminium foil dan menutupnya dengan tutup botol selai. Lalu kemudian memasukkan 2 botol
selai dalam oven dengan suhu 40 C dan meletakkan 2 botol lainnya pada suhu ruang selama 24
jam. Kemudian setelah 24 jam maka praktikan mengambil 2 ml NaOH pada masing-masing
botol selai lalu memasukkannya ke dalam erlenmeyer dan kemudian praktikan menambah 3 tetes
indikator PP dan larutan BaCl2 0,2 M sebanyak 0,5 ml kedalamnya. Langkah selanjutnya
praktikan menitrasi dengan HCl 1 M sampai larutan berubah warna menjadi pink ( merah muda).
Dan terakhir menghitung kadar CO2 dengan rumus:
Kadar CO2 =

D. DATA PENGAMATAN
Pengamatan Kadar CO2

No Perlakuan Volume HCl titran(ml) Kadar CO2 (ml/L)


1 Suhu ruangan (250 C) (Botol 1) 8,6 (Botol 1) 68,8
(Botol 2) 9 (Botol 2) 72
2 Dalam oven (400 C) (Botol 1) 7,4 (Botol 1)59,2
( Botol 2) 3,5 (Botol 2) 28
E. PEMBAHASAN
Pada praktikum Penetapan Kadar Co2 Respirasi Jaringan Tumbuhan langkah pertama yang
kami lakukan yaitu menyediakan 4 buah botol selai yang kemudian diisi dengan NaOH.
Selanjutnya kacang hijau yang telah dibungkus terlebih dahulu dengan kain kasa dimasukkan
pada tiap botol selai dengan keadaan menggantung. Lalu botol selai dibungkus dengan
aluminium foil. Barulah setelahnya dilakukan perlakuan yang berbeda dimana 2 botol selai
dimasukkan dalam oven dengan suhu 40C sedangkan 2 botol lainnya dibiakan pada suhu ruang
selama 24 jam. Setelah itu NaOH pada tipa botol dimabil 2 ml dan dimasukkan ke dalam
erlenmeyer dengan ditambah 3 tetes indikator PP dan larutan BaCl 2. Dan terakhir dititrasi dengan
HCl hingga larutan berubah menjadi merah muda. Selanjutnya menghitung kadar CO 2
menggunakan rumus berikut:
Kadar CO2 =

Untuk perlakuan pada suhu ruang (25C) pada botol 1 memerlukan volume HCl sebanyak 8,6
ml untuk mengubah larutan menjadi berwarna merah muda sedangkan kadar CO2 yang
dikeluarkan berdasarkan perhitungan rumus yaitu sebesar 68,8 ml/L. Sedangkan pada botol 2 di
suhu ruang memerlukan volume HCl sebanyak 9 ml untuk mengubah warna larutan dan kadar
CO2 yang dikeluarkan sebesar 72 ml/L.
Untuk perlakuan dalam oven (40C) pada botol 1 memerlukan volume HCl sebanyak 7,4 ml dan
kadar CO2 yang dikeluarkan sebesar 59,2ml/L. Pada botol 2 yang ditaruh di oven memerlukan
volume HCl sebanyak 3,5 ml dan kadar CO2 yang dikeluarkan sebesar 28 ml/L.
Berdasarkan data yang didapat tersebut maka dapat diketahui bahwa laju respirasi dipengaruhi
oleh suhu dan CO2. Selain itu juga dipengaruhi oleh oksigen. Menurut Salisbury (1995) Bagi
sebagian besar bagian tumbuhan dan spesies tumbuhan, Q 10 respirasi biasanya 2,0 sampai 2,5
pada suhu antara 5 dan 25C. Bila suhu meningkat lebih jauh sampai 30 atau 35C, laju respirasi
tetap meningkat, tapi lebih lambat, jadi Q10 mulai menurun.
Jadi wajar apabila dalam pengamatan laju respirasi kecambah kacang hijau lebih cepat pada suhu
ruang (25C) karena memang pada suhu tersebut laju respirasi berlangsung dengan cepat.
Sedangkan pada oven yang suhunya makin meningkat maka laju respirasi akan menjadi menurun
yang disebabkan oleh enzim yang mengalami denaturasi akibat pemanasan. Hal tersebut akan
memperlambat proses metabolisme yang terjadi. Selain itu kecambah yang terletak dalam oven
juga mengalami kesulitan dalam menangkap oksigen karena berada dalam ruangan yang gelap
dan tertutup. Berbeda halnya dengan kecambah yang ditaruh di ruangan terbuka. Padahal
ketersediaan oksigen juga mempengaruhi laju respirasi. Menurut Achmad (2010) Oksigen sangat
penting dalam perkembangan kecambah, karena kecambah melakukan respirasi aerob untuk
memecahkan cadangan makanan dalam endosperma yang kaya akan lemak. Cadangan makanan
yang digunakan dalam respirasi ini, berfungsi sebagai substrat yang dapat menghasilkan energi
dalam menyokong proses pembelahan sel dan metabolisme sel lainnya (tahap awal
pertumbuhan).
Faktor lain yaitu CO2, dimana CO2 yang dihasilkan pada proses respirasi didalam oven tidak
diimbangi dengan tersedianya oksigen. Adapun kadar CO2 yang dikeluarkan oleh kecambah
kacang hijau dapat menjadi tolak ukur laju respirasi yang dilakukan oleh kecambah kacang
hijau tersebut.
Dan jika melihat dari data yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa volume HCl yang
dikeluarkan sebanding dengan laju respirasi yang dilakukan oleh kecambah biji kacang hijau.
Beikut merupakan reaksi kimia yang terjadi pada saat respirasi kecambah biji kacang hijau:

CO2 +2 NaOH Na2CO3+H2O


Na2CO3+BaCl2 2NaCl+BaCO3
BaCO3+2HCl BaCl2+CO2+H2O

Adanya penggabungan unsur negatif dan positif dan unsur asam dan unsur basa pada reaksi
tersebut menyebabkan terjadinya yang disebut dengan kesetimbangan reaksi.
F. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Berdasarkan hasil praktikum Penetapan Kadar Co2 Respirasi Jaringan Tumbuhan maka dapat
disimpulkan bahwa laju respirasi dipengaruhi oleh suhu, CO2, dan oksigen. Laju respirasi pada
kecambah biji kacang hijau lebih tinggi pada suhu ruang (25C) dibandingkan di dalam oven
(40C). Hal ini karena bagi sebagian besar bagian tumbuhan dan spesies tumbuhan, Q 10 respirasi
biasanya 2,0 sampai 2,5 pada suhu antara 5 dan 25C. Bila suhu meningkat lebih jauh sampai 30
atau 35C, laju respirasi tetap meningkat, tapi lebih lambat, jadi Q 10 mulai menurun. Selain itu
pada suhu tinggi enzim yang berperan dalam proses metabolisme akan mengalami denaturasi
sehingga proses respirasi akan berlangsung lebih lama.
Ketersediaan oksigen juga mempengaruhi laju respirasi. Dalam oven oksigen yang tersedia jauh
lebih sedikit dibanding ruangan terbuka sehingga laju respirasi menurun.
Faktor lain yaitu CO2, dimana CO2 yang dihasilkan pada proses respirasi didalam oven tidak
diimbangi dengan tersedianya oksigen. Adapun kadar CO2 yang dikeluarkan oleh kecambah
kacang hijau dapat menjadi tolak ukur laju respirasi yang dilakukan oleh kecambah kacang
hijau tersebut.
Adapun rekomendasi yang diberikan yaitu agar praktikan lebih berhati-hati dan teliti dalam
melakukan praktikum terutama dalam melakukan titrasi agar dapat menentukan laju respirasi
secara lebih akurat.

DAFTAR PUSTAKA
Achmad, Balie. 2010. Penetapan Kuosien Respirasi Jaringan Tumbuhan.
http://arcturusarancione.wordpress.com/2010/06/28/penetapan-kuosien-respirasi-jaringan-
tumbuhan/. (Diakses pada tanggal 10 Mei 2012).

Kamariyani. 1984. Fisologi Pasca Panen. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Krisdianto, dkk. 2005. Penuntun Praktikum Biologi Umum. Banjarbaru: FMIPA
Universitas Lambung Mangkurat.
Lovelles. A. R. 1997. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan untuk Daerah Tropik. Jakarta: PT Gramedia.
Putra, Issanto. 2010. Penetapan Kuosien Jaringan Tumbuhan.
http://4thena.wordpress.com/category/fisiologi-tumbuhan/. (Diakses pada tanggal 10 Mei 2012).

Salisbury, Frank B. & Ross, Cleon W. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Bandung: ITB.
Simbolon, Hubu. 1989. Biologi Jilid 3. Jakarta: Erlangga.
Tjitrosomo.1987. Botani Umum 2. Bandung: Angkasa.
Wills RHH, Lee TH, Graham D, Glasson WBM, Hall EG. 1981. Postharvest. An Introduction to the
Physiology and Handling of Fruits and Vegetables. Kensington, N.S.W. Australia: New South
Wales University Press Limited.

Yasa, I Komang Jaya Santika. 2009. Respirasi Dipengaruhi oleh Beberapa Faktor.
http://www.idonbiu.com. ( Diakses pada tanggal 10 Mei 2012).

LAMPIRAN
Pengamatan Kadar CO2

No Perlakuan Volume HCl titran(ml) Kadar CO2 (ml/L)


1 Suhu ruangan (250 C) (Botol 1) 8,6 (Botol 1) 68,8
(Botol 2) 9 (Botol 2) 72
2 Dalam oven (400 C) (Botol 1) 7,4 (Botol 1)59,2
( Botol 2) 3,5 (Botol 2) 28

Perhitungan:

Suhu ruangan 250C:

1. Kadar CO2 = =68.6 ml/l.

2. Kadar CO2 = =72 ml/l.


Suhu oven 400C:
3. Kadar CO2 = =59.2 ml/l.

4. Kadar CO2 = =28 ml/l.

KOH / NaOH berfungsi sebagai peningkat suhu agar respirasi terpicu menjadi cepat. Selain itu
KOH juga berfungsi sebagai pengikat CO2. Kristal KOH/NaOH dapat mengikat CO2 karena
bersifat hidroskopis. Reaksi antara KOH dengan CO2, sebagai berikut:
(i) KOH + CO2 KHCO3
(ii) KHCO3 + KOH K2CO3 + H2O
Respirasi dipengaruhi oleh massa tubuh, suhu dan jenis hewan/tumbuhan.
Pada proses respirasi menghasilkan karbondioksida (CO2), uap air (H2O) dan sejumlah energi.

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum kali ini adalah:

1. Pada peristiwa respirasi menghasilkan karbondioksida, air, dan sejumlah energi.

2. Pada respirasi kecambah bernilai positif dengan akuades 160 sedangkan dengan KOH bernilai
negatif 200.
5.1 Kesimpulan
a. Laju transpirasi tertinggi dengan faktor cahaya terdapat pada 30 menit terakhir yaitu 1030
dengan perlakuan di dalam ruangan.
b. Laju transpirasi terendah dengan faktor cahaya terdapat pada 30 menit pertama dan 30 menit
terakhir yaitu 1050 yang berada di luar ruangan.
c. Dari data diperoleh bahwa laju transpirasi lebih cepat terjadi dengan faktor cahaya yang
berada di luar ruangan bila di bandingkan dengan laju transpirasi yang berada di dalam ruangan.
d. Berdasarkan dari hasil pengamatan yang dilakukan, terlihat jelas adanya perbedaan berat awal
dan berat akhir pada semua perlakuan..

A. Kesimpulan

Laju respirasi pada praktikum ini berpengaruh terhadap larutan yang diberikan (NaOH dan
aquades), sehingga menimbulkan perbedaan laju respirasi yang cukup signifikan. Pada bahan uji
(kecambah kacang hijau, biji jagung, dan biji buncis) yang diberi larutan NaOH seharusnya lebih
lambat dari pada bahan uji yang diberi aquades. Hal ini diakibatkan karena aquades tersebut
bersifat asam (pH 5,5) sehingga menimbulkan berbagai zat berbahaya yang dapat menghambat
terhadap respirasi bahan ujinya.

Anda mungkin juga menyukai