Anda di halaman 1dari 39

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Aluminium

Aluminium adalah logam yang paling banyak terdapat di kerak bumi,

dan unsur ketiga terbanyak setelah oksigen dan silikon. Aluminium terdapat di

kerak bumi sebanyak kira-kira 8,07% hingga 8,23% dari seluruh massa padat dari

kerak bumi, dengan produksi tahunan dunia sekitar 30 juta ton pertahun dalam

bentuk bauksit dan bebatuan lain (corrundum, gibbsite, boehmite, diaspore, dan

lain-lain) (USGS). Sulit menemukan aluminium murni di alam karena aluminium

merupakan logam yang cukup reaktif.

Selama 50 tahun terakhir, aluminium telah menjadi logam yang luas

penggunaannya setelah baja. Perkembangan ini didasarkan pada sifat-sifatnya

yang ringan, tahan korosi, kekuatan dan ductility yang cukup baik (aluminium

paduan), mudah diproduksi dan cukup ekonomis. Yang paling terkenal adalah

penggunaan aluminium sebagai bahan pembuat pesawat terbang, yang

memanfaatkan sifat ringan dan kuatnya.

Aluminium murni adalah logam yang lunak, tahan lama, ringan, dan

dapat ditempa dengan penampilan luar bervariasi antara keperakan hingga abu-

abu, tergantung kekasaran permukaannya. Kekuatan tensil aluminium murni

adalah 90 MPa, sedangkan aluminium paduan memiliki kekuatan tensil berkisar

200-600 MPa. Aluminium memiliki berat sekitar satu pertiga baja

Resistansi terhadap korosi terjadi akibat fenomena pasivasi, yaitu

terbentuknya lapisan aluminium oksida ketika aluminium terpapar dengan udara

Universitas Sumatera Utara


bebas. Lapisan aluminium oksida ini mencegah terjadinya oksidasi lebih jauh.

Aluminium paduan dengan tembaga kurang tahan terhadap korosi akibat reaksi

galvanik dengan paduan tembaga.

Aluminium juga merupakan konduktor panas dan elektrik yang baik.

Jika dibandingkan dengan massanya, aluminium memiliki keunggulan

dibandingkan dengan tembaga, yang saat ini merupakan logam konduktor panas

dan listrik yang cukup baik, namun cukup berat.Aluminium murni 100% tidak

memiliki kandungan unsur apapun selain aluminium itu sendiri, namun

aluminium murni yang dijual di pasaran tidak pernah mengandung 100%

aluminium, melainkan selalu ada pengotor yang terkandung di dalamnya.

Pengotor yang mungkin berada di dalam aluminium murni biasanya adalah

gelembung gas di dalam yang masuk akibat proses peleburan dan

pendinginan/pengecoran yang tidak sempurna, material cetakan akibat kualitas

cetakan yang tidak baik, atau pengotor lainnya akibat kualitas bahan baku yang

tidak baik (misalnya pada proses daur ulang aluminium). Umumnya, aluminium

murni yang dijual di pasaran adalah aluminium murni 99%, misalnya aluminium

foil.

Pada aluminium paduan, kandungan unsur yang berada di dalamnya

dapat bervariasi tergantung jenis paduannya. Pada paduan 7075, yang merupakan

bahan baku pembuatan pesawat terbang, memiliki kandungan sebesar 5,5% Zn,

2,5% Mg, 1,5% Cu, dan 0,3% Cr. Aluminium 2014, yang umum digunakan dalam

penempaan, memiliki kandungan 4,5% Cu, 0,8% Si, 0,8% Mn, dan 1,5% Mg.

Aluminium 5086 yang umum digunakan sebagai bahan pembuat badan kapal

Universitas Sumatera Utara


pesiar, memiliki kandungan 4,5% Mg, 0,7% Mn, 0,4% Si, 0,25% Cr, 0,25% Zn,

dan 0,1% Cu.

2.1.2. Sifat-sifat Aluminium

Semua sifat-sifat dasar aluminium, tentu saja, dipengaruhi oleh efek dari

berbagai elemen aluminium paduan.Unsur-unsur paduan utama dalam pengecoran

aluminium paduan dasar adalah tembaga, silikon, magnesium, seng, kromium,

mangan, timah dan titanium.Besi adalah elemen biasanya hadir dan biasanya

dianggap sebagai pengotor.

Aluminium-dasar paduan mungkin secara umum akan ditandai sebagai

sistem eutektik, mengandung bahan intermetalik atau unsur-unsur sebagai fase

berlebih. Karena kelarutan relatif rendah sebagian besar elemen paduan dalam

aluminium dan paduan kompleksitas yang dihasilkan, salah satu paduan dasar

aluminium dapat berisi beberapa fase logam. Fase ini biasanya lebih larut

lumayan dekat suhu eutektik dari pada suhu kamar, sehingga memungkinkan

untuk panas mengobati beberapa dari paduan oleh solusi dan penuaan panas

perawatan.

Dalam pengertian kimia aluminium merupakan logam yang reaktif.

Apabila di udara terbuka akan bereaksi dengan oksigen, jika reaksi berlangsung

terus maka aluminium akan rusak dan sangat rapuh. Permukaan aluminium

sebenarnya bereaksi bahkan lebih cepat daripada besi.Namun lapisan luar

aluminium oksida yang terbentuk pada permukaan logam itu merekat kuat sekali

pada logam dibawahnya, dan membentuk lapisan yang kedap.Oleh karena itu

dapat dipergunakan untuk keperluan kontruksi tanpa takut pada sifat kimia yang

Universitas Sumatera Utara


sangat reaktif. Tapi jika logam bertemu dengan alkali lapisan oksidanya akan

mudah larut. Lapisan oksidanya akan bereaksi secara aktif dan akhirnya akan

mudah larut pada cairan sekali. Sebaliknya berbagai asam termasuk asam nitrat

pekat tidak berpengaruh terhadap aluminium karena lapisan aluminium kedap

terhadap asam.

Aluminium merupakan logam ringan yang mempunyai ketahan korosi

yang sangat baik karena pada permukaannya terhadap suatu lapisan oksida yang

melindungi logam dari korosi dan hantaran listriknya cukup baik sekitar 3,2 kali

daya hantar listrik besi. Berat jenis aluminium 2,643 kg/m3 cukup ringan

dibandingkan logam lain.

Kekuatan aluminium yang berkisar 83-310 MPa dapat dilipatkan melalui

pengerjaan dingin atau pengerjaan panas.Dengan menambah unsur pangerjaan

panas maka dapat diperoleh paduannya dengan kekuatan melebihi 700 MPa

paduannya.

Aluminium dapat ditempa, diekstruksi, dilengkungkan, direnggangkan,

diputar, dispons, dirol dan ditarik untuk menghasilkan kawat. Dengan proses

pemanasan dapat diperoleh aluminium dengan bentuk kawat foil, lembaran pelat

dan profil. Semua paduan aluminium ini dapat dimampu bentuk (wrought alloys)

dapat dimesin, dilas dan dipatri.

2.2. Magnesium

Magnesium merupakan logam yang ringan, putih keperak-perakan dan

cukup kuat. Magnesium mudah ternoda di udara, dan magnesium yang terbelah-

Universitas Sumatera Utara


belah secara halus dapat dengan mudah terbakar di udara dan mengeluarkan lidah

api putih yang menakjubkan.

Magnesium digunakan di fotografi, flares, pyrotechnics, termasuk

incendiary bombs.Magnesium sepertiga lebih ringan dibanding aluminium dan

dalam campuran logam digunakan sebagai bahan konstruksi pesawat dan missile.

Logam ini memperbaiki karakter mekanik, fabrikasi dan las aluminium ketika

digunakan sebagai alloying agent. Magnesium digunakan dalam memproduksi

grafit dalam cast iron, dan digunakan sebagai bahan tambahan conventional

propellants. Magnesium juga digunakan sebagai agen pereduksi dalam produksi

uranium murni dan logam-logam lain dari garam-garamnya. Hidroksida (milk of

magnesia), klorida, sulfat (Epsom salts) dan sitrat digunakan dalam

kedokteran.Magnesite digunakan untuk refractory, sebagai batu bata dan lapisan

di tungku-tungku pemanas.

Magnesium dan paduannya lebih mahal daripada alumunium atau baja dan

hanya digunakan untuk industri pesawat terbang, alat potret, teropong, suku

cadang mesin dan untuk peralatan mesin yang berputar dengan cepat dimana

diperlukan nilai inersia yang rendah.Logam magnesium ini mempunyai

temperatur 650C yang perubahan fasanya dapat dilihat pada gambar 2.1.

Karena ketahanan korosi yang rendah ini maka magnesium memerlukan

perlakuan kimia atau pengecekan khusus segera setelah benda dicetak tekan.

Paduan magnesium memiliki sifat tuang yang baik dan sifat mekanik yang baik

dengan komposisi 9% Al, 0,5% Zn, 0,13% Mn, 0,5% Si, 0,3% Cu, 0,03% Ni dan

sisanya Mg. kadar Cu dan Ni harus rendah untuk menekan korosi.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.1 : Diagram fasa magnesium

2.3. Paduan Aluminium-Magnesium

Aluminium lebih banyak dipakai sebagai paduan daripada logam paduan

sebab tidak kehilangan sifat ringan dan sifat-sifat mekanisnya serta mampu cornya

diperbaiki dengan menambah unsur unsur lain. Unsur-unsur paduan yang tidak

ditambahkan pada aluminium murni selain dapat menambah kekuatan

mekaniknya juga dapat memberikan sifat-sifat baik lainnya seperti ketahanan

korosi dan ketahanan aus.

Keberadaan magnesium hingga 15,35% dapat menurunkan titik lebur

logam paduan yang cukup drastis, dari 660oC hingga 450oC. Namun, hal ini tidak

menjadikan aluminium paduan dapat ditempa menggunakan panas dengan mudah

karena korosi akan terjadi padasuhu di atas 60oC. Keberadaan magnesium juga

menjadikan logam paduan dapat bekerja dengan baik pada temperatur yang sangat

rendah, di mana kebanyakan logam akan mengalami failure pada temperatur

tersebut.

Universitas Sumatera Utara


Paduan magnesium (Mg) merupakan logam yang paling ringan dalam hal

berat jenisnya.Magnesium mempunyai sifat yang cukup baik seperti alumunium,

hanya saja tidak tahan terhadap korosi. Magnesium tidak dapat dipakai pada suhu

diatas 150C karena kekuatannya akan berkurang dengan naiknya suhu.

Sedangkan pada suhu rendah kekuatan magnesium tetap tinggi.

2.4. Logam Busa (Metal Foam)

Solid foam didefenisikan sebagai material koloid dengan adanya fasa gas

yang terdispersi kedalam fasa padat. Jenis-jenis koloid yang dapat tebentuk dari

dua fasa seperti terlihat pada gambar 2.2.

Gambar 2.2 : Diagram klasifikasi koloid berdasarkan fasa-fasa


pembentuknyafoam (John Banhart, Advance Material; 1999)

Solid foam sering kali juga disebut dengan celullar foam karena fasa gas

yang terdispersi dalam solid membentuk konstruksi sel seperti pada gambar 2.3.

jika solid foam berasal dari materi logam (metal) maka dinamakan dengan metalic

Universitas Sumatera Utara


foam.Metal foam dibedakan dari logam berpori melalui nilai densitasnya yang

lebih kecil dan jumlah % fasa gas sebesar 30-98 % vol.

Gambar 2.3 : Struktur dalam Metal Foam (AlporasTM)

Untuk menghasilkan aluminium busa (Aluminium foam), serbuk

aluminium perlu dicampur dengan gas pada temperatur tinggi sehingga

aluminium bisa mengembang dan mengandung pori-pori udara. Sesudah itu

campuran aluminium dan gas dikeluarkan dari dapur dan didinginkan, sehingga

aluminium foam akan membeku sesuai dengan bentuk cetakannya. Hasil dari

metode ini adalah sel tertutup aluminium busa yang menunjukkan kulit seperti

pengecoran yang tipis pada bagian permukaannya. Gas yang biasa digunakan

untuk membuat pori-pori pada logam bisa berasal dari tiga hal, yaitu gas dari luar

yang disuntikkan ke dalam logam cair, blowing agent atau pun gas-gas yang

terlarut. Pada gambar 2.4. menunjukkan metode-metode yang biasa digunakan

untuk membuat metal foam. Dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa secara

umum metalfoam dapat dibuat dari logam yang berbentuk lelehan (melt) dan

serbuk (powder).

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.4 : Skema beberapa metode pembuatan metal foam (John Banhart,
Advance Material; 1999)

Pada umumnya gelembung gas yang terbentuk di dalam lelehan logam

akan cenderung naik ke atas permukaan lelehan logam karena adanya gaya tekan

ke atas oleh zat cair. Namun gaya tekan terhadap gelembung udara ini dapat

dikurangi dengan cara meningkatkan kekentalan lelehan logam, penambahan

serbuk keramik atau penambahan unsur pemadu yang akan menjadi partikel-

partikel penstabil. Adapun metode-metode yang umum digunakan untuk membuat

metal foam adalah :

1. Penambahan gas secara langsung (Hydro/Alcan)

2. Metode pemanfaatan Blowing Agent (Alporas)

3. Solid-Gas Eutectic Solidification (Gasar)

4. Metode kompaksi antara serbuk Aluminium dengan blowing Agent

(Foaminal/Alulight)

5. Foaming of Ingots Containing Blowing Agents (Formgrip/Foamcast)

Universitas Sumatera Utara


2.4.1. Penambahan Gas Secara Langsung

Pertama kali metode ini digunakan untuk membuat aluminium foam oleh

perusahaan Hydro Aluminium di Norwegia dan Cymat Aluminium Corporation di

Kanada. Skema yang dilakukan pada metode ini seperti ditunjukkan pada gambar

2.5.

Gambar 2.5 : Skema proses penambahan gas secara langsung

Untuk mempertinggi kekentalan lelehan aluminium biasanya digunakan

partikel penguat seperti silicon-carbide, aluminium-oxide atau magnesium-oxide

sehingga kecenderungan naiknya gelembung gas ke permukaan lelehan logam

dapat dihambat. Pada metode ini, pertama kali disiapkan lelehan logam

aluminium yang mengandung salah satu partikel penguat tersebut di atas sehingga

campuran ini juga bisa disebut sebagai metal matrix composite. Namun dengan

cara ini, untuk memperoleh distribusi partikel yang merata di dalam lelehan

aluminium sangat sulit sehingga biasanya digunakan aluminium yang sudah

dipadukan. Fraksi volum dari partikel penguat adalah 10-20% dengan ukuran

partikel rata-rata 5m 20m. Apabila ukuran partikel terlalu kecil atau terlalu

besar maka akan muncul masalah pada kemampuan pencampuran (difficult to

Universitas Sumatera Utara


mix), kekentalan lelehan logam dan kestabilan metal foam yang terbentuk. Oleh

karena itu ukuran dan fraksi volum partikel penguat harus berada pada rentang

yang diperbolehkan sebagaimana pada gambar 2.6.

Gambar 2.6 : Rentang ukuran dan fraksi foam yang diperbolehkan untuk metal
foam

Langkah kedua yaitu penyuntikan gas (udara, nitrogen atau argon) dengan

menggunakan rotating impeller atau vibrating nozzle yang akan membantu

pemerataan gelembung gas di dalam lelehan aluminium. Campuran lelehan

aluminum dan gelembung gas akan mengapung di bagian atas aluminium cair

kemudian akan mengalami pembekuan.

Densitas aluminium foam yang dihasilkan 0.069 gr/cm3 0,54 gr/cm3,

ukuran pori-pori yang dihasilkan antara 3mm sampai 25mm dan ketebalan

aluminium foam yang bisa dihasilkan mulai dari 50m (L.D. Kenny, Mater. Sci.

Forum, 1996). Parameter yang mempengaruhi proses ini adalah kecepatan aliran

gas, kecepatan impeller dan frekuensi getaran nozzle. Adanya gaya gravitasi

berpengaruh selama proses pengeringan sehingga akan mempengaruhi produk

Universitas Sumatera Utara


akhir metal foam. Produk ini cenderung memiliki gardien pada densitas, ukuran

pori-pori dan pemanjangan pori-pori (pores elongation).

2.4.2. Metode pemanfaatan Blowing Agent (AlporasTM)

Di pasaran, metode ini disebut Alporas. Pada metode ini digunakan

blowing agent sebagai pengganti dari udara yang disuntikkan pada metode

pertama. Blowing agent akan terurai dan menghasilkan gas akibat proses

pemanasan. Skema metode pembuatan metal foam dengan metode ini ditunjukkan

pada gambar 2.7.

Gambar 2.7 :Skema Proses foaming secara langsungdengan penambahan gas-releasing


powders.

Pada metode ini, langkah pertama yang dilakukan yaitu penambahan

15%wt kalsium (Ca) ke dalam lelehan aluminium 680 oC kemudian diaduk selama

beberapa menit. Selama proses pengadukan, kekentalan lelehan aluminium akan

meningkat sampai 5 kali karena pembentukan calcium-oxide (CaO), calcium-

aluminium-oxide (CaAl2O4) atau pun Al4Ca intermetalic.

Pada proses ini sangat penting untuk menjaga lelehan logam yang sedang

mengembang agar tidak runtuh, oleh karena itu sebelumnya aluminium

ditambahkan Ca dan pada saat proses disuntikkan udara agar terbentuk CaO dan

Universitas Sumatera Utara


CaAlO4 untuk meningkatkan viskositas dari lelehan. Dengan metode ini dapat

dihasilkan produk dengan */ s sekitar 0.05-0.3 dengan ukuran rongga 2-10 mm.

metode ini memiliki keterbatasan terhadap bentuk. Karena memrlukan

pengadukan pada saat penambahan senyawa penghasil gas maka metode ini tidak

dapat membentuk benda yang kompleks.

2.4.3. Solid-Gas Eutectic Solidification (Gasar)

Metode ini dikembangkan sejak beberapa dekade lalu dengan berdasar

pada teori bahwa beberapa jenis logam cair memiliki sistem eutectic bersama

dengan gas hidrogen. Apabila salah satu logam ini dilelehkan pada lingkungan

mengandung hidrogen dan tekanan tinggi (sampai 50 atm) akan diperoleh lelehan

logam dan hidrogen yang homogen. Apabila temperatur diturunkan, lelehan

logam akan mengalam transisi eutectic menjadi lelehan yang memiliki fasa

heterogen terdiri dari padatan dan gas (solid+gas). Apabila komposis sisem ini

mendekati komposis pada titik eutectic, maka proses segregasi akan terjadi pada

satu temperatur. Pada saat lelehan logam membeku, gas-gas akan berusaha keluar

dari lelehan namun terperangkap di dalam lelehan sehingga diperoleh logam padat

yang mengandung pori-pori berisi gas hidrogen. Metode ini menghasilkan produk

dengan pori-pori antara 10m sampai 10mm dengan panjang pori-pori antara

100m sampai 300m dan derajat porositas 5% sampai 75%. Pada umumnya,

bentuk pori yang akan didapat berupa pori besar yang memanjang sesuai arah

pembekuan. Kata Gasar sendiri tercipta dari akronim rusia yang berarti gas-

reinforced. Saat ini metode ini telah diadaptasi oleh Jepang dengan penamaan

Universitas Sumatera Utara


lotus-structure karena menyerupai akar lotus (teratai). Gambar 2.8.

menunjukkan rute proses gasar dan hasil proses.

Gambar 2.8 : Rute proses aluminium foam dengan pembekuan eutectic dari Solid-Gas;
dan hasil proses

2.4.4. Metode kompaksi antara serbuk Aluminium dengan blowing Agent

Aluminium foam juga bisa diperoleh dari serbuk aluminium yang dicampur

dengan blowing agent kemudian dikompaksi menjadi semi-finish product

(precursor) sebagaimana ditunjukkan pada gambar 2.9. Metode kompaksi yang

bisa dilakukan dengan pembebanan uni-axial atau isostatic compression, misalnya

rod extruder atau powder rolling. Metode ini diawali dengan pencampuran serbuk

aluminium (aluminium murni, aluminium paduan atau serbuk campuran

aluminium dengan logam lain) dengan Langkah selanjutnya adalah pemanasan

precursor pada temperatur lebur aluminium sehingga blowing agent akan terurai

dan menghasilkan gas hidrogen. Lelehan precursor akan mengembang dan

menghasilkan struktur yang memiliki banyak pori. Waktu yang diperlukan untuk

mencapai ekspansi maksimum dari lelehan logam tergantung pada temperatur dan

ukuran precursor. Contoh metode kompaksi yang lazim digunakan adalah dengan

uniaxial atau isostatic compression, rod extrusion atau powder rolling.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.9 : Prinsip Metode kompaksi antara serbuk Aluminium dengan blowing Agent

2.4.5. Foaming of Ingots Containing Blowing Agents(Formgrip)

Metode ini dikembangkan dengan menggunakan bahan dasar ingot

aluminium agar tidak perlu menggunakan serbuk logam dalam pembuatan

aluminium foam. Material precursor juga dapat dibuat dengan mencampurkan

partikel titanium hydride (TiH2) kedalam logam cair, sesaat setelah cairan logam

akan membeku. Hasil precursor yang didapatkan, selanjutnya dapat diproses

dengan metode yang sama dengan yang sebelumnya. Untuk menghindari

pembentukan dini gas hidrogen saat pencampuran, maka pembekuan harus

dilakukan dengan cepat atau menggunakan blowing agent yang dipasifkan

sehingga mencegah pelepasan gas yang berlebihan. Salah satu metodenya adalah

dengan menggunakan mesin die-casting. Serbuk hidrida diinjeksikan kedalam

cetakan (die) bersamaan dengan logam cair. Untuk mendapatkan foam yang

stabil, maka sering digunakan partikel SiC sekitar 10-15 % volume.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.10 : Rute Proses Formgrip dan penampang melintang dari

produknya(Curran; 2003)

2.5. Senyawa Penghasil Gas (Blowing Agent)

Blowing agent atau foaming agent adalahzat yang dapat memproduksi

suatu struktur cellular melalui proses foaming pada berbagai material yang telah

mengeras atau pada fase transisi, contohnya plastic, polymer dan metal. Blowing

agent dicampurkan pada saat material parent dalam keadaan cair. Struktur seluler

pada matriks akan mengurangi kepadatan, meningkatkan panas dan penyerapan

akustik, serta meningkatkan kekakuan yang relatif lebih baik dari material aslinya.

Dalam pembuatan metal foam digunakan jenis blowing agent yang

merupakan senyawa penghasil gas. Dimana senyawa tersebut adalah suatu zat

yang stabil pada temperatur kamar namun dapat melepaskan gas apabila

dipanaskan. Contoh dari senyawa penghasil gas adalah TiH2 yang telah secara

komersil digunakan. Senyawa penghasil gas akan melepaskan gas pada

temperature dekomposisinya (400-1300oC) gas inilah yang akan mempuat cairan

Universitas Sumatera Utara


logam mengembang. Senyawa logam termasuk hidrida, oksida, nitride, sulfide

dan karbonat juga cocok digunakan.

Persayaratan umum dari senyawa penghasil gas yang dapat digunakan

sebagai blowing agent adalah temperature dekomposisinya secara termodinamika

sesuai dengan temperatur dimana logam tersebut meleleh. Jika temperatur

dekomposisi terlalu rendah maka reaksi akan berlangsung secara cepat sehingga

tidak cukup waktu untuk senyawa penghasil gas terdispersi secara merata pada

lelehan logam. Jika temperaturnya terlalu tinggi maka foam akan runtuh sebelum

pembekuan, selain itu secara ekonomi juga tidak menguntungkan.

Kenetika dan reaksi dekomposisi juga penting, foaming harus terjadi

secara cepat agar didapatkan ukuran rongga yang diinginkan sebelum foam runtuh

atau gelembung keluar dari lelehan. Volume dari gas yang dihasilkan dari gas

yang dihasilkan oleh senyawa penghasil gas juga merupakan hal yang penting,

senyawa penghasil gas dengan kemampuan menghasilkan gas yang tinggi

membutuhkan pengadukan yang lebih sedikit. Senyawa penghasil gas haru

memiliki densitas yang relative sama dengan lelehan agar senyawa penghasil gas

dapt terdispersi secara merata.

2.5.1. Titanium Hidrida (TiH2)

Titanium Hidrida merupakan jenis senyawa penghasil gas yang termasuk

dalam kategori chemical blowing. TiH2 adalah senyawa kimia dari titanium dan

hidrogen, dengan hidrida yang sangat reaktif. TiH2 merupakan senyawa penghasil

gas yang telah digunakan secara komersil dan telah banyak digunakan dalam

industri.

Universitas Sumatera Utara


Titanium hidrida merupakan senyawa penghasil gas yang baik dan telah

teruji dapat mengasilkan foam yang bagus untuk metal foam, namun

kekurangannya adalah senyawa ini sangat mahal dan sangat tidak efektif jika

hanya digunakan untuk produksi skala kecil.

2.5.2. Kalsium Karbonat (CaCO3)

Kalsium karbonat umumnya bewarna putih dan umumnya sering djumpai

pada batu kapur, kalsit, marmer dan batu gamping. Selain itu kalsium karbonat

juga banyak dijumpai pada skalaktit dan stalagmit yang terdapat di sekitar

pegunungan. Karbonat yang terdapat pada skalaktit dan stalagmit berasal dari

tetesan air tanah selama ribuan bahkan juataan tahun. Seperti namanya, kalsium

karbonat ini terdiri dari 2 unsur kalsium dan 1 unsur karbon dan 3 unsur oksigen.

Setiap unsur karbon terikat kuat dengan 3 oksigen dan ikatan ini ikatannya lebih

longgar dari ikatan antara karbon dengan kalsium pada satu senyawa. Kalsium

karbonat bila dipanaskan akan pecah dan menjadi serbuk remah yang lunak yang

dinamakan calsium oksida (CaO).

Kalsium karbonat sendiri memiliki densitas yang mirip dengan aluminium

yaitu sekitar 2710 kgm-3 sehingga dapat terdispersi secara baik pada lelehan

aluminium dan telah digunakan untuk membuat foam dari kaca selain itu jika

terjadi pengurangan pCO2, G reaksi akan menjadi lebih rendah sehingga

dekomposisi dapat terjadi pada temperatur yang lebih rendah. Jadi jika kita dapat

mengurangi tekanan parsial CO2 didalam rongga maka kita dapat melakukan

foaming pada temperatur yang lebih rendah. Hal-hal inilah yang merupakan

peluang penggunaan kalsium karbonat sebagai senyawa penghasil gas.

Universitas Sumatera Utara


Kalsium karbonat merupakan senyawa penghasil gas yang memiliki

potensi yang bagus karena murah dan ketersediannya yang banyak. Kalsium

karbonat sendiri memiliki densitas yang mirip dengan aluminium yaitu sekitar

2710 kgm-3 (Andri Agusta : 2009) sehingga dapat terdispersi secara baik pada

lelehan aluminium dan telah digunakan untuk membuat foam dari kaca.

2.5.3. Dolomite (CaMg(CO3)2)

Dolomite atau yang dikenal juga Kalsium Magnesium Karbonat,

dolomit adalah mineral yang berasal dari alam yang mengandung unsur hara

magnesium dan kalsium berbentuk tepung dengan rumus kimia CaMg(CO3)2.

Sama halnya seperti CaCO3 dolomit merupakan senyawa penghasil gas

dan memiliki potensi yang bagus karena harga yang ekonomis dan ketersediaan

yang banyak.

2.5.4. Zirkonium Hidrida (ZrH2)

Merupakan senyawa kimia campuran antara hidrida dan zirkonium.

Dipasaran biasanya berupa serbuk berwana abu-abu kehitaman dan bersifat

mudah terbakar.

Sering digunakan dalam metalurgi serbuk sebagai hidrogen katalis dan

sebagai reducing agent, vacum tube getter, dan foaming agent pada produksi busa

metal. ZrH2 juga digunakan sebagai neutron moderator pada thermal-spectrum di

reaktor nuklir. Kegunaan lainnya adalah senyawa ini bertindak sebagai bahan

bakar dalam komposisi piroteknik.Dalam pembuatan aluminium foam ZrH2bubuk

Universitas Sumatera Utara


dengan jumlah 0.6% - 1.4% (wt) ditambahkan pada aluminium cair, saat foaming

pada temperatur antara 933 1013 K.

2.6. Tahapan pembentukan struktur foam

2.6.1. Pertumbuhan Sel

Struktur sel umumnya terbangun melalui tahapan yang diperlihatkan pada

gambar 2.11. Bentuk sel pada umumnya hanya dikontrol oleh tegangan

permukaan, lalu membentuk pori bulat. Kemudian dilanjutkan dengan

pengembangan bentuk pori menjadi bertambah angular. Dikarenakan pergerakan

gelembnung relatif dengan gelembung lainnya menjadi sulit, maka akhirnya

membentuk jaringan 3 dimensi dari sel polihedral. Terminologi yang digunakan

untuk mengkarakterisasi struktur sel polyhedral dijelaskan melalui gambar 2.12.

Gambar 2.11 : skema pertumbuhan struktur sel dengan */ berkurang selama


pengembangan logam cair dengan menggunakan foaming agent yang terdispersi.

Gambar 2.12 : Terminologi dan notasi struktur sel

Universitas Sumatera Utara


2.6.2. Faktor yang Mempengaruhi Stabilitas Struktur Foam

2.6.2.1. Difusi Gas

Pada foam cair, perbedaan tekanan diantara sel dengan ukuran yang

berbeda akan menyebabkan terjadinya pengasaran, melalui mekanisme Otswald

Rippening. Tekanan gas didalam sel yang memiliki tekanan permukaan akan

berbanding terbalik dengan radius lengkungan selnya. Difusi yang terjadi, akan

tetapi dibatasi oleh tingkat difusivitas dan kelarutan berbagai macam gas

seringkali dapat diabaikan, kecuali H2 yang mempunyai kelarutan signifikan

dalam aluminium cair. Gambar 2.13 menunjukkan grafik kelarutan gas yang dapat

dikurangi secara signifikan dengan tambahan paduan Si. Dikarenakan, pada

proses foaming. Gelembung akan dipertahankan dalam keadaan cair untuk waktu

yang sebentar, maka dapat diasumsikan bahwa efek dari difusi gas pada struktur

sel dapat diabaikan.

Gambar 2.13 : Kelarutan H2 didalam paduan Al-Si sebagai fungsi dari konsentrasi Si.

2.6.2.2. Pengaturan Sel

Jika dikomposisi pada sel yang berdekatan menunjukkan perbedaan

tekanan yang jauh dan tidak dapat terakomodasi dengan difusi, maka sel-sel dapat

Universitas Sumatera Utara


mengatur kembali, lalu merubah sel tetangganya untuk mendistribusikan tekanan

kembali. Kemungkinan yang terjadi adalah permukaan sel dengan tegangan

permukaan yang rendah dapat melengkung.

2.6.2.3. Viskositas

Untuk membuat sel yang terdistribusi merata, maka gelembung harus

dapat ditahan didalam logam cair sampai foam membeku. Dengan kata lain,

kecepatan pergerakan naiknya gelembung dapat dikurangi. Pengaruh ukuran

gelembung dan tingkat viskositas logam cair pada kecepatan terminal gelembung

gas pada logam cair dapat diperoleh dengan menyeimbangkan kemampuan apung

gelembung dengan tahanan logam cair karena viskositas.

2.6.2.4. Tegangan Permukaan

Tegangan permukaan pada sel polyhedral akan menyebabkan pembulatan

bentuk sel dengan batas datar yang melebar dan permukaan sel yang menipis. Hal

ini diperlihatkan pada gambar 2.14. Kejadian ini dibarengi dengan pembekuan

logam cair dari permukaan sel ke batas datar sel.

Gambar 2.14 : Efek dari tegangan permukaan pada batas sisi yang datar

Universitas Sumatera Utara


Spesi yang bermigrasi dari permukaan gas-liquid, akan menurunkan energi

antar permukaan foam. Dengan membatasi efek dari tegangan permukaan pada

gelembung, maka akan mengurangi driving force aliran material dari permukaan

sel ke batas datar sel, karena bisa merusak (menipiskan) permukaan sel.

2.6.2.5. Oksidasi Pada Aluminium

Aluminium memiliki reaktifitas yang tinggi untuk membentuk lapisan oksida

sesuai dengan reaksi :

2Al(l) + 3/2O2(g) Al2O3(s)

Lapisan oksida ini lentur dan tidak terlalu signifikan mengganggu fluiditas dari

aluminium. Akan tetapi, keberadaan lapisan ini berefek pada tegangan

permukaan.

Permukaan aluminium solid dapat teroksidasi secara cepat, meskipun laju

oksidasi akan turun atau diabaikan saat mencapai batas ketebalan oksida pada

permukaan. Batas ini dikenal sebagai Mott thickness dengan nilai 2 nm pada

temperatur kamar, dan relative tidak sensitive terhadap tekanan parsial oksigen.

Diatas 200oC lapisan oksida akan tumbuh secara cepat dengan sekala waktu

harian sehingga ketebalan akan menebal secara signifikan.

2.7. Aplikasi-Aplikasi Aluminium Foam

Secara umum sifat-sifat yang dimiliki aluminium foam (kekakuan,

densitas, ketangguhan, dan lain sebagainya) terdapat juga pada material-material

lainya, namun keunggulan dari metal foam secara umum dan aluminium foam

Universitas Sumatera Utara


secara khusus adalah kombinasi dari sifat-sifat tersebut yang tidak dapat di miliki

oleh material lain. Aluminium foam memiliki sifat :

a) Kekuatan (10 Mpa) dan Kekakuan (1 Gpa) struktur yang cukup tinggi.

b) Densitas yang rendah (sekitar 1/5 dari aluminium padatan).

c) Kemampuan untuk menyerap energi mekanik, panas, dan getaran yang besar.

d) Secara khusus untuk jalur indirect foaming aluminium foam juga dapat

membentuk struktur yang kompleks seperti pada gambar 2.15.

Gambar 2.15 : Struktur Kompleks dari Aluminium Foam

Kombinasi sifat-sifat yang dimiliki aluminium foam tersebut

menjadikannya cocok untuk beberapa aplikasi seperti konstruksi ringan, alat

penyerap energi mekanik, akustik serta termal yang relevan dengan industri

otomotif. Aluminium foam juga berpotensi digunakan untuk aplikasi lain seperti

perkapalan, penerbangan serta teknik sipil. Diagram untuk beberapa aplikasi

didalam dunia otomotif serta sifat aluminium foam yang berhubungan

ditunjukkan pada gambar 2.16.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.16 : Diagram Sifat serta Aplikasi Aluminium Foam

2.7.1. Aplikasi struktur ringan

Foam secara intrinsik menggabungkan sifat kekakuan yang tinggi dengan

densitas yang rendah dibanding material bulk. Perlu di perhatikan bahwa jika

hanya kekuatan langsung yang diperhitungkan maka aluminium foam akan

memiliki performa yang sama atau bahkan sedikit lebih buruk dibanding material

bulk pada berat yang sama. Keuntungan sebenarnya dari foam adalah ketika

memperhitungkan beban bending yang dapat diterima suatu struktur sebagai

fungsi dari berat. Massa yang terdistribusi pada struktur rongga akan

meningkatkan momen inersia material secara keseluruhan sehingga akan

memberikan nilai kekakuan dan kekuatan terhadap beban bending yang lebih

tinggi dibanding bulk material untuk berat yang sama. Hal ini menjadikan foam

berguna sebagai komponen penahan beban yang memiliki kekuatan yang tinggi

serta densitas yang rendah pada aplikasi di otomotif maupun penerbangan.

Aluminium foam dapat digunakan sebagai komponen penahan beban

secara langsung namun yang paling banyak digunakan adalah sebagai bagian dari

struktur yang saling berikatan. Foam dapat digunakan sebagai elemen pengisi

bagian tengah sebuah struktur dari pelat logam seperti foam yang mengisi struktur

Universitas Sumatera Utara


pipa atau batang untuk meningkatkan kekakuan tanpa menambah berat

secarasignifikan.

Gambar 2.17 : (a) Pelat Aluminium Foam Sandwich (AFS) (b) Penggunaan Pelat AFS
pada Lifting Arm (c) Prototipe Engine Mounting Bracket BMW

2.7.2. Penyerap Energi Mekanik (impak)

Kategori dari aplikasi aluminium foam yang lain adalah pemanfaatan sifat

menyerap energi dari aluminium foam. Ketika ditekan foam menunjukkan hanya

sedikit deformasi elastis sebelum akhirnya runtuh. Pada sebagian besar foam

runtuhnya foam melibatkan deformasi plastis yang besar pada dinding rongga

yang runtuh yang merambat pada rongga-rongga yang lain akibat pemberian

tegangan yang kecil dan hampir konstan. Pergerakan dislokasi pada logam akan

menyebabkan jumlah energi yang dapat diserap semakin besar. Hal ini

memungkinkan aplikasi material yang dapat menyerap tumbukan, ringan, dan

murah. Contoh aplikasi ini adalah badan mobil atau kereta api untuk mengurangi

beban tumbukan namun tetap ringan dan telah secara komersil diproduksi.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.18: Prototipe Crash Absorber

2.7.3. Pengontrol panas

Aluminium memiliki ketahanan terhadap oksidasi dan beberapa bentuk

serangan kimia. Jika hal ini dikombinasikan dengan luas permukaaan yang besar

serta konduktifitas termal yang baik dari dinding rongga maka foam dengan

rongga terbuka cocok untuk aplikasi material penukar panas. Sebaliknya foam

dengan rongga tertutup dan secara intrinsik memiliki konduktivitas termal yang

rendah karena struktur rongganya dan memiliki ketahanan terhadap panas yang

tinggi dibanding logam penyusunya sebagai akibat terbentuknya lapisan oksida

pada permukaan aluminium cocok untuk aplikasi pelindung panas. Gambar

2.19.memperlihatkan contoh aplikasi metal foam sebagai pengontrol panas.

Gambar 2.19 : Dua jenis Heat Exchanger yang Terbuat dari Open Cell Foam

(gambar diambil dari ERG Aerospace)

Universitas Sumatera Utara


2.8. Teori Uji Impak

Uji impak adalah pengujian dengan menggunakan pembebanan yang cepat

(rapid loading). Pengujian impak merupakan suatu pengujian yang mengukur

ketahanan bahan terhadap beban kejut. Inilah yang membedakan pengujian impak

dengan pengujian tarik dan kekerasan dimana pembebanan dilakukan secara

perlahan-lahan. Pengujian impak merupakan suatu upaya untuk mensimulasikan

kondisi operasi material yang sering ditemui dalam perlengkapan transportasi atau

konstruksi dimana beban tidak selamanya terjadi secara perlahan-lahan melainkan

datang secara tiba-tiba.

Pengujian impak terjadi pada proses penyerapan energi yang besar ketika

beban menumbuk spesimen. Energi yang diserap material ini dapat dihitung

dengan menggunakan prinsip perbedaan energi potensial. Dasar pengujian impak

ini adalah penyerapan energi potensial dari pendulum beban yang berayun dari

suatu ketinggian tertentu dan menumbuk benda uji sehingga benda uji mengalami

deformasi. Pengujian impak menyatakan banyaknya energi yang diserap oleh

bahan untuk terjadinya perpatahan merupakan ukuran ketahanan impak atau

ketangguhan bahan tersebut. Proses penyerapan energi ini akan diubah menjadi

berbagai respon material, yaitu:deformasi plastis, efek hysteresis, efek inersia.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kegagalan material pada pengujian

impak adalah:

1. Kekuatan peluluhan dan keuletan

2. Takikan

3. Suhu dan laju regangan

4. Mekanisme perpatahan

Universitas Sumatera Utara


Ketangguhan sifat perpatahan suatu logam, keuletan maupun

kegetasannya, dapat dilakukan suatu pengujian yang dinamakan dengan uji

impak. Umumnya pengujian impak menggunakan batang bertakik. Berbagai jenis

pengujian impak batang bertakik telah digunakan untuk menentukan

kecenderungan bahan untuk bersifat getas. Uji impak dapat mengetahui perbedaan

sifat bahan yang tidak teramati dalam uji tarik. Metode pengujian impak ada dua

yaitu :

2.8.1. Metoda Charpy

Batang impak biasa, banyak di gunakan di Amerika Serikat. Benda uji

Charpy mempunyai luas penampang lintang bujur sangkar (10 x 10 mm)

dan mengandung takik V-45, dengan jari-jari dasar 0,25 mm dan

kedalaman 2 mm. Benda uji diletakan pada tumpuan dalam posisi

mendatar (horizontal) dan bagian yang tak bertakik diberi beban impak

dengan ayunan bandul hingga benda mengalami beban kejut. Benda uji

akan melengkung dan patah pada laju regangan yang tinggi.

Gambar 2.20: Benda Uji Impak Metode Charpy

Universitas Sumatera Utara


2.8.2. Metoda Izod

Batang impak kontiveler, benda uji Izod lazim digunakan di Inggris,

namun saat ini jarang digunakan. Benda uji Izod mempunyai penampang

lintang bujur sangkar atau lingkaran dan bertakik V di dekat ujung yang

dijepit. Benda uji di letakkan pada posisi vertikal pada tumpuan, angka

kuat pukul impak adalah Joule yaitu hasil bagi dari kerja pukul dalam (kg)

terhadap penampang dalam (cm) dari benda uji yang diukur dari luas

penampang yang diberi takikan dalam (cm).

Gambar 2.21: Benda Uji Impak Metode Izod

Alat uji impak yang digunakan pada penelitian ini adalah metode charpy

(gambar 2.22),dimana spesimen disokong pada kedua ujungnya, dan takikan

dibuat ditengah spesimen uji. Energi yang diperlukan untuk mematahkan benda

uji charpy sering kali dinyatakan sebagai energi yang diserap tiap satuan luas

penampang lintang benda uji. Pengukuran lain yang biasa dilakukan dalam

pengujian impak charpy adalah penelaahan permukaan perpatahan untuk

menentukan jenis perpatahan (fracografi) yang terjadi.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.22:Alat Uji Impact (charpy impact test)

Pada spesimen yang telah dilakukan pengujian impak, akan dapat

diketahui jenis patahan yang dihasilkan. Adapun jenis-jenis patahan tersebut

antara lain:

1. Patahan Getas

Ciri-ciri patahan getas adalah memiliki permukaan rata dan mengkilap,

apabila potongan ini disambung kembali maka kedua potongan ini akan

menyambung dengan baik dan rapat. Hal ini disebabkan pada saat proses

patahnya, spesimen tidak mengalami deformasi. Bahan yang memiliki jenis

patahan ini mempunyai kekuatan impak yang rendah.

2. Patahan Liat

Ciri-ciri permukaan patahan jenis ini tidak rata dan tampak seperti beludru,

buram dan berserat. Jika potongan disambungkan kembali maka sambungan

tidak akan rapat. Bahan yang memiliki jenis patahan ini mempunyai kekuatan

impak yang tinggi, karena sebelum patah bahan mengalami deformasi terlebih

dahulu.

Universitas Sumatera Utara


3. Patahan Campuran

Ciri-cirinya patahan jenis ini adalah permukaan patahan sebagian terdiri dari

patahan getas dan sebagian yang lain adalah patahan liat.

Gambar 2.23 : Sifat-sifat Patahan (a) Patahan getas, (b) Patahan liat, dan
(c) Patahan campuran

Bentuk dan dimensi dari uji impak Charpy dengan ukuran yang telah

ditentukan berdasarkan ASTM E23-02a. Dapat dilihat bentuk dan dimensinyapada

gambar di bawah ini :

Gambar 2.24 : Bentuk Dan Dimensi Uji Impak Berdasarkan ASTM E23-02a

Universitas Sumatera Utara


Hasil percobaan akan didapatkan energi yang diserap, energi akan

berbanding lurus dengan harga impak. Material dengan kadar karbon yang tinggi

akan semakin getasdan harga impaknya kecil. Hasil pengujian impak akan

diperoleh banyaknya energi yang diserap (Eserap) oleh spesimen uji.Banyaknya

energi yang diserap ini akan menyatakan ketangguhan (toughness) dari material

yang diuji. Besarnya energi yang diserap dinyatakan dengan :

E serap = P . D (cos Cos ) (1)

Dimana : Eserap = Energi Serap (Nm)

= Sudut Awal Pemukulan (147o)

= Sudut Akhir Pemukulan

P = 251,3 N (Beban Bandul Pendulum)

D = 0,6495 m (Diameter Bandul Pendulum)

Kekuatan impak /impact strength (Is) maka energi impak dibagi dengan

luas penampang efektif spesimen (A) sehingga dapat dinyatakan dengan

persamaan :

E serap
Is = (2 )
A

Dimana : Is = Kekuatan Impak (J/mm2)

Eserap= Energi Serap (Nm)

A = Luas Penampang(mm2)

2.9. Foto Mikro (metallografy)

Analisa mikro adalah suatu analisa mengenai struktur logam melalui

pembesaran dengan menggunakan mikroskop khusus metalografi. Analisa

struktur mikro kita dapat mengamati bentuk dan ukuran kristal logam, kerusakan

Universitas Sumatera Utara


logam akibat proses deformasi, proses perlakuan panas, dan perbedaan komposisi.

Sifat mekanis dan sifat teknologis dari logam sangat mempengaruhi struktur

mikro logam dan paduannya. Struktur mikro dari logam dapat diubah dengan

jalan perlakuan panas ataupun dengan proses perubahan bentuk (deformasi) dari

logam yang akan diuji. Pengujian mikrostruktur dilakukan dengan menggunakan

Reflected Metallurgical Microscope dengan type Rax Vision No.545491, MM -

10A,230V-50Hz.

Sebelum melakukan percobaan metalografi terhadap suatu material,

terlebih dahulu harus ditentukan material logam apa yang akan diuji. Data

perbandingansebaiknya harus ditentukan antara mikro struktur yang didapat dari

percobaan dengan mikro struktur yang sebenarnya dari suatu material yang akandi

uji. Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam percobaan metalografi ini

adalah sebagai berikut :

2.9.1. Cutting (Pemotongan)

Pemilihan sampel yang tepat dari suatu benda uji studi mikroskopik

merupakan hal yang sangat penting. Pemilihan sampel tersebut didasarkan

pada tujuan pengamatan yang hendak dilakukan. Umumnya bahan

komersil tidak homogen, sehingga satu sampel yang diambil dari suatu

volume besar tidak dapat dianggap representatif. Pengambilan sampel

harus direncanakan sedemikian sehingga menghasilkan sampel yang

sesuai dengan kondisi rata-rata bahan atau kondisi di tempat-tempat

tertentu (kritis), dengan memperhatikan kemudahan pemotongan pula.

Secara garis besar, pengambilan sampel dilakukan pada daerah yang akan

Universitas Sumatera Utara


diamati mikrostruktur maupun makrostrukturnya.Ada beberapa sistem

pemotongan sampel berdasarkan media pemotong yang digunakan, yaitu

meliputi proses pematahan, pengguntingan, penggergajian, pemotongan

abrasi (abrasive cutter), gergaji kawat, dan EDM (Electric Discharge

Machining). Berdasarkan tingkat deformasi yang dihasilkan, teknik

pemotongan terbagi menjadi dua yaitu teknik pemotongan dengan

deformasi yang besar, menggunakan gerinda dan teknik pemotongan

dengan deformasi kecil, menggunakan low speed diamondsaw. Sebagai

contoh, untuk pengamatan mikrostruktur material yang mengalami

kegagalan, maka sampel diambil sedekat mungkin pada daerah kegagalan

(pada daerah kritis dengan kondisi terparah), untuk kemudian

dibandingkan dengan sampel yang diambil dari daerah yang jauh dari

daerah gagal. Perlu diperhatikan juga bahwa dalam proses pemotongan,

harus dicegah kemungkinan deformasi dan panas yang berlebihan.

2.9.2. Mounting

Spesimen yang berukuran kecil atau memiliki bentuk yang tidak beraturan

akan sulit untuk ditangani khususnya ketika dilakukan pengamplasan dan

pemolesan akhir. Sebagai contoh adalah spesimen yang berupa kawat,

spesimen lembaran metal tipis, potongan yang tipis, dan lain-lain. Media

mounting yang dipilih haruslah sesuai dengan material dan jenis reagen

etsa yang akan digunakan. Pada umumnya mounting menggunakan

material plastik sintetik. Materialnya dapat berupa resin (castable resin)

yang dicampur dengan hardener, atau bakelit. Penggunaan castable resin

Universitas Sumatera Utara


lebih mudah dan alat yang digunakan lebih sederhana dibandingkan

bakelit, karena tidak diperlukan aplikasi panas dan tekanan. Bahan

castable resin ini tidak memiliki sifat mekanis yang baik (lunak) sehingga

kurang cocok untuk material-material yang keras. Teknik mounting yang

paling baik adalah menggunakan thermosetting resin dengan

menggunakan material bakelit. Material ini berupa bubuk yang tersedia

dengan warna yang beragam. Thermosetting mounting membutuhkan alat

khusus, karena dibutuhkan aplikasi tekanan (4200 lb/in2) dan panas

(1490C) pada mold saat mounting.

2.9.3. Grinding (Pengamplasan)

Sampel yang baru saja dipotong, atau sampel yang telah terkorosi

memiliki permukaan yang kasar. Permukaan yang kasar ini harus

diratakan agar pengamatan struktur mudah untuk dilakukan.

Pengamplasan dilakukan dengan menggunakan kertas amplas yang

ukuran butir abrasifnya dinyatakan dengan mesh. Urutan pengamplasan

harus dilakukan dari nomor mesh yang rendah (hingga 150 mesh) ke

nomor mesh yang tinggi (180 hingga 600 mesh). Ukuran grit pertama

yang dipakai tergantung pada kekasaran permukaan dan kedalaman

kerusakan yang ditimbulkan oleh pemotongan. Hal yang harus

diperhatikan pada saat pengamplasan adalah pemberian air. Air berfungsi

sebagai pemisah geram, memperkecil kerusakan akibat panas yang timbul

yang dapat merubah struktur mikro sampel dan memperpanjang masa

pemakaian kertas amplas. Hal lain yang harus diperhatikan adalah ketika

Universitas Sumatera Utara


melakukan perubahan arah pengamplasan, maka arah yang baru adalah

450 atau 900 terhadap arah sebelumnya.

2.9.4. Polishing (Pemolesan)

Setelah diamplas sampai halus, sampel harus dilakukan pemolesan.

Pemolesan bertujuan untuk memperoleh permukaan sampel yang halus

bebas goresan dan mengkilap seperti cermin dan menghilangkan ketidak

teraturan sampel. Permukaan sampel yang akan diamati di bawah

mikroskop harus benar-benar rata. Apabila permukaan sampel kasar atau

bergelombang, maka pengamatan struktur mikro akan sulit untuk

dilakukan karena cahaya yang datang dari mikroskop dipantulkan secara

acak oleh permukaan sampel. Tahap pemolesan dimulai dengan

pemolesan kasar terlebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan pemolesan

halus

2.9.5. Etching (Etsa)

Etsa merupakan proses penyerangan atau pengikisan batas butir secara

selektif dan terkendali dengan pencelupan ke dalam larutan pengetsa baik

menggunakan listrik maupun tidak ke permukaan sampel sehingga detil

struktur yang akan diamati akan terlihat dengan jelas dan tajam. Untuk

beberapa material, mikrostruktur baru muncul jika diberikan zat etsa.

Sehingga perlu pengetahuan yang tepat untuk memilih zat etsa yang tepat,

yaitu:

a. Etsa Kimia

Universitas Sumatera Utara


Merupakan proses pengetsaan dengan menggunakan larutan kimia

dimana zat etsa yang digunakan ini memiliki karakteristik

tersendiri sehingga pemilihannya disesuaikan dengan sampel yang

akan diamati. Contohnya antara lain : nitrid acid / nital (asam nitrit

+ alkohol 95%), picral (asam picric + alkohol), ferric chloride,

hydroflouric acid, dan lain-lain. Perlu diingat bahwa waktu etsa

jangan terlalu lama (umumnya sekitar 4 30 detik), dan setelah

dietsa, segera dicuci dengan air mengalir lalu dengan alkohol

kemudian dikeringkan dengan alat pengering.

b. Elektro Etsa (Etsa Elektrolitik)

Merupakan proses etsa dengan menggunakan reaksi elektro etsa.

Cara ini dilakukan dengan pengaturan tegangan dan kuat arus

listrik serta waktu pengetsaan. Etsa jenis ini biasanya khusus untuk

stainless steel karena dengan etsa kimia susah untuk mendapatkan

detil strukturnya.

Mikrostruktur hampir semua paduan alumunium terdiri dari kristal utama

padatan alumunium (biasanya berbentuk dendritik) ditambah dengan produk hasil

reaksi dengan paduan. Elemen paduan yang tidak berada dalam keadaan padat

biasanya membentuk fasa campuran pada eutectic, kecuali silikon yang muncul

sebagai produk utama. Paduan alumunium-silikon, eutektik terjadi pada sekitar 12

% Si (http://www.blog.ub.ac.id).

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.25 :Mikrostruktur Aluminium

Alloy biasanya bergabung bersama-sama dengan elemen lainya seperti

silikon, copper, magnesium, mangan, zin dan besi. Kelarutan dari seluruh elemen

ini biasanya meningkat dengan peningkatan temperatur. Hal ini menurun dari

temperatur tinggi ke konsentrasi yang relatif rendah selama proses pembekuan

dan proses heat treatment akan menghasilkan pembentukan fasa intermetallic.

Sebagai contoh pengendapan Si, Mn, dan Fe akan membentuk fasa Al12(FeMn)3Si

(Ye.H, 2002).

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai