Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH DETEKSI DINI DAN

PENANGANAN KEGAWATDARURATAN PADA


KASUS TETANUS NEONATORUM
D
I
S
U
S
U
N
OLEH :

KELOMPOK V :
1. Anggi Tresna Sembiring (15.005) 6. Nila Magdalena Sibarani (15.045)
2. Diana G Panjaitan (15.015) 7. Rani Kristina Simbolon (15.055)
3. Fitri Luaha (15.018) 8. Tiurma Simbolon (15.065)
4. Kristina Sagala (15.035) 9. Wenni Grecyana Sihotang (15.069)
5. Marta Halawa (15.040) 10. Yenny Rajagukguk (15.075)

DOSEN PEMBIMBING : Oktafiana Manurung, SST.M.Kes

STIKES SANTA ELISABETH MEDAN


PRODI DIII KEBIDANAN
T.A 2016/2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas RahmatNya sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan berjudul Deteksi Dini dan Penanganan
Kegawatdaruratan pada kasus Tetanus Neonatorum dengan baik dan tepat waktu.

Kami mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing kami yang telah


membantu dalam proses pembuatan makalah ini . Kami menyadari di dalam Makalah
Deteksi Dini dan Penanganan Kegawatdaruratan pada kasus Tetanus Neonatorum ini
banyak kekurangan.

Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca. Akhir kata kami
mengharapkan Makalah Deteksi Dini dan Penanganan Kegawatdaruratan pada kasus
Tetanus Neonatorum ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, 06 Maret 2017

Kelompok V
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bayi baru lahir atau neonatus meliputi umur 0 28 hari. Kehidupan pada masa neonatus
ini sangat rawan karena memerlukan penyesuaian fisiologik agar bayi di luar kandungan
dapat hidup sebaik-baiknya. Peralihan dari kehidupan intrauterin ke ekstrauterin memerlukan
berbagai perubahan biokimia dan faali. Namun, banyak masalah pada bayi baru lahir yang
berhubungan dengan gangguan atau kegagalan penyesuaian biokimia dan faali.
Masalah pada neonatus ini biasanya timbul sebagai akibat yang spesifik terjadi pada masa
perinatal. Tidak hanya merupakan penyebab kematian tetapi juga kecacatan. Masalah ini
timbul sebagai akibat buruknya kesehatan ibu, perawatan kehamilan yang kurang memadai,
manajemen persalinan yang tidak tepat dan tidak bersih, serta kurangnya perawatan bayi baru
lahir.
Hal ini dapat dilihat dari tingginya angka kesakitan dan angka kematian neonatus.
Diperkirakan 2/3 kematian bayi di bawah umur satu tahun terjadi pada masa neonatus. Salah
satu kasus yang banyak dijumpai di sejumlah negara tropis dan negara yang masih memiliki
kondisi kesehatan rendah adalah kasus tetanus. Data organisasi kesehatan dunia WHO
menunjukkan, kematian akibat tetanus di negara berkembang adalah 135 kali lebih tinggi
dibanding negara maju. Mortalitasnya sangat tinggi karena biasanya baru mendapat
pertolongan bila keadaan bayi sudah gawat. Penanganan yang sempurna memegang peranan
penting dalam menurunkan angka mortalitas. Tingginya angka kematian sangat bervariasi
dan sangat tergantung pada saat pengobatan dimulai serta pada fasilitas dan tenaga perawatan
yang ada.
Di Indonesia, sekitar 9,8% dari 184 ribu kelahiran bayi menghadapi kematian. Contoh,
pada tahun 80-an tetanus menjadi penyebab pertama kematian bayi di bawah usia satu bulan.
Namun, pada tahun 1995 kasus serangan tetanus sudah menurun, akan tetapi ancaman itu
tetap ada sehingga perlu diatasi secara serius. Tetanus juga terjadi pada bayi, dikenal dengan
istilah tetanus neonatorum, karena umumnya terjadi pada bayi baru lahir atau usia di bawah
satu bulan (neonatus). Penyebabnya adalah spora Clostridium tetani yang masuk melalui luka
tali pusat, karena tindakan atau perawatan yang tidak memenuhi syarat kebersihan. Dengan
tingginya kejadian kasus tetanus ini sangat diharapkan bagi seorang tenaga medis, terutama
seorang bidan dapat memberikan pertolongan/tindakan pertama atau pelayanan asuhan
kebidanan yang sesuai dengan kewenangan dalam menghadapi kasus tetanus neonatorum.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa Pengertian Tetanus Neonatorum?
2. Apa Faktor Resiko terjadinya Tetanus Neonatorum?
3. Apa Tanda dan Gejala Klinik Tetanus Neonatorum?
4. Apa Penanganan BBL dengan Tetanus Neonatorum?
1.3 Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui Pengertian Tetanus Neonatorum
2. Untuk mengetahui Faktor Resiko terjadinya Tetanus Neonatorum
3. Untuk mengetahui Tanda dan Gejala Klinik Tetanus Neonatorum
4. Untuk mengetahui Penanganan BBL dengan Tetanus Neonatorum
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Tetanus Neonatorum


Tetanus berasal dari bahasa Yunani Tetanos yang berarti peregangan.
Tetanus Neonatorum adalah penyakit tetanus pada bayi baru lahir dengan
tanda klinik yang khas, setelah 2 hari pertama bayi baru hidup, menangis
dan menyusu secara normal, pada hari ketiga atau lebih timbul kekakuan
seluruh tubuh dengan kesulitan membuka mulut dan menetek di susul
dengan kejang-kejang (WHO, 1989).
Tetanus Neonatorum adalah penyakit tetanus yang terjadi pada neonatus (bayi berusia
kurang 1 bulan) yang di sebabkan oleh Clostridium Tetani, yaitu kuman yang mengeluarkan
toksin (racun) dan menyerang sistem saraf pusat.
Tetanus Neonatorum terjadi karena pemotongan tali pusat yang masih banyak
menggunakan alat alat tradisional sehingga kuman tetanus Clostridium Tetani dapat
masuk ke tubuh.

2.2 Etiologi
Penyebabnya Klostrodium Tetani. Clostridium Tetani terdapat di tanah dan traktus
digestivus manusia dan hewan. Kuman ini dapat membuat spora yang tahan lama dan dapat
berkembang biak dalam luka yang kotor atau jaringan nekrotik yang mempunyai suasana
anaerob. Spora kuman tersebut masuk ke dalam tubuh bayi melalui pintu masuk satu
satunya, yaitu tali pusat yang dapat terjadi pada saat pemotongan tali pusat ketika bayi lahir
maupun pada saat perawatannya sebelum puput (terlepasnya tali pusat).
Tetanus Neonatorum merupakan penyebab radang yang sering di jumpai pada BBLR
bukan karena trauma kelahiran atau afiksia tetapi di sebabkan oleh infeksi masa neonatal.

2.3 Tanda dan Gejala Klinik


Masa tunas biasanya 5-14 hari, kadang-kadang sampai beberapa minggu jika infeksinya
ringan. Penyakit ini biasanya terjadi mendadak dengan ketegangan otot yang makin
bertambah terutama pada rahang dan leher. Dalam 48 jam penyakit menjadi nyata dengan
adanya trismus (Ilmu Kesehatan Anak, 1985).
Pada tetanus neonatorum perjalanan penyakit ini lebih cepat dan berat. Anamnesis sangat
spesifik yaitu :
1. Bayi tiba-tiba panas dan tidak mau minum (karena tidak dapat menghisap).
2. Bayi yang semula dapat menyusui menjadi sulit menyusui karena kejang otot rahang
dan faring (tenggorok).
3. Mulut mencucu seperti mulut ikan.
4. Kejang sampai pada otot pernapasan.
5. Kejang terutama apabila terkena rangsang cahaya, suara, dan sentuhan.
6. Kadang kadang disertai sesak nafas dan wajah bayi membiru.
7. Leher kaku diikuti spasme umum.
8. Dinding abdomen keras.
9. Posisi punggung melengkung
10. Kepala mendongkak keatas (opistotonus).

2.4 Faktor Resiko


Infeksi melalui tali pusat
Akibat pemotongan tali pusat yang kurang steril.
Pertolongan persalinan tidak memenuhi persyaratan kesehatan.
Pemberian Imunisasi Tetanus Toksoid (TT) pada ibu hamil tidak dilakukan, tidak
lengkap, atau tidak sesuai dengan ketentuan program.
Kekebalan terhadap tetanus hanya dapat diperoleh melalu imunisasi TT. Sembuh dari
penyakit tetanus tidak berate seorang bayi selanjutnya kebal terhadap tetanus. Toksin
tetanus dalam jumlah yang cukup untuk menyebabkan penyakit tetanus, tidak cukup
untuk merangsang tubuh penderita dalam bentuk zat anti (antibody) terhadap tetanus.
Itulah sebabnya seorang bayi penderita tetanus harus menerima imunisasi TT pada saat
diagnosis atau setelah sembuh.
TT akan merangsang pembentukan antibody spesifik yang mempunyai peranan
penting dalam perlindungan terhadap tetanus. Ibu hamil yang mendapatkan imunisasi TT
dalam tubuhnya akan membentuk antibody tetanus. Seperti difteri, antibody tetanus
termasuk dalam golongan IgG yang mudah melewati sawar plasenta, masuk dan
menyebar melalui aliran darah janin ke seluruh tubuh, yang akan mencegah terjadinya
tetanus neonatorum.
Imunisasi TT pada ibu hamil diberikan 2 kali (2 dosis). Jarak pemberian TT pertama
dan kedua serta jarak antara TT kedua dengan saat kelahiran, sangat menentukan kadar
antibody tetanus dalam darah bayi. Interval imunisasi TT dosis pertama dengan dosis
kedua minimal 4 minggu. Semakin lama interval antara pemberian TT pertama dan kedua
serta antara TT kedua dengan kelahiran bayi, maka kadar antibody tetanus dalam darah
bayi akan semakin tinggi, karena interval yang panjang akan mempertinggi respon
imunologik dan diperoleh cukup waktu untuk menyeberangkan antibody tetanus dalam
jumlah yang cukup dari tubuh ibu hamil ke tubuh bayinya.
TT adalah anti gen yang sangat aman dan juga aman untuk ibu hamil. Tidak ada
bahaya bagi janin apabila ibu hamil mendapatkan imunisasi TT. Pada ibu hamil yang
mendapatkan imunisasi TT tidak didapatkan perbedaan resiko cacat bawaan ataupun
abortus dengan mereka yang tidak mendapatkan imunisasi.

2.5 Kategori Tetanus Neonatorum


a. Tetanus Neonatorum Sedang Trismus kadang kadang
Usia bayi >7 hari Kejang rangsang (+)
Frekuensi kejang kadang Opistotonus kadang kadang
Masih sadar
kadang Tali pusat kotor
Mulut mencucu Lubang telinga bersih/kotor
b. Tetanus Neonatorum Berat Kejang rangsang (+)
Usia bayi 0 - 7 hari Selalu opistotonus
Frekuensi kejang sering Masih sadar
Mulut mencucu Tali pusat kotor
Trismus terus menerus Lubang telinga bersih/kotor
c.
2.6
2.7
2.8
2.9

Anda mungkin juga menyukai