KELOMPOK V :
1. Anggi Tresna Sembiring (15.005) 6. Nila Magdalena Sibarani (15.045)
2. Diana G Panjaitan (15.015) 7. Rani Kristina Simbolon (15.055)
3. Fitri Luaha (15.018) 8. Tiurma Simbolon (15.065)
4. Kristina Sagala (15.035) 9. Wenni Grecyana Sihotang (15.069)
5. Marta Halawa (15.040) 10. Yenny Rajagukguk (15.075)
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas RahmatNya sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan berjudul Deteksi Dini dan Penanganan
Kegawatdaruratan pada kasus Tetanus Neonatorum dengan baik dan tepat waktu.
Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca. Akhir kata kami
mengharapkan Makalah Deteksi Dini dan Penanganan Kegawatdaruratan pada kasus
Tetanus Neonatorum ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Kelompok V
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bayi baru lahir atau neonatus meliputi umur 0 28 hari. Kehidupan pada masa neonatus
ini sangat rawan karena memerlukan penyesuaian fisiologik agar bayi di luar kandungan
dapat hidup sebaik-baiknya. Peralihan dari kehidupan intrauterin ke ekstrauterin memerlukan
berbagai perubahan biokimia dan faali. Namun, banyak masalah pada bayi baru lahir yang
berhubungan dengan gangguan atau kegagalan penyesuaian biokimia dan faali.
Masalah pada neonatus ini biasanya timbul sebagai akibat yang spesifik terjadi pada masa
perinatal. Tidak hanya merupakan penyebab kematian tetapi juga kecacatan. Masalah ini
timbul sebagai akibat buruknya kesehatan ibu, perawatan kehamilan yang kurang memadai,
manajemen persalinan yang tidak tepat dan tidak bersih, serta kurangnya perawatan bayi baru
lahir.
Hal ini dapat dilihat dari tingginya angka kesakitan dan angka kematian neonatus.
Diperkirakan 2/3 kematian bayi di bawah umur satu tahun terjadi pada masa neonatus. Salah
satu kasus yang banyak dijumpai di sejumlah negara tropis dan negara yang masih memiliki
kondisi kesehatan rendah adalah kasus tetanus. Data organisasi kesehatan dunia WHO
menunjukkan, kematian akibat tetanus di negara berkembang adalah 135 kali lebih tinggi
dibanding negara maju. Mortalitasnya sangat tinggi karena biasanya baru mendapat
pertolongan bila keadaan bayi sudah gawat. Penanganan yang sempurna memegang peranan
penting dalam menurunkan angka mortalitas. Tingginya angka kematian sangat bervariasi
dan sangat tergantung pada saat pengobatan dimulai serta pada fasilitas dan tenaga perawatan
yang ada.
Di Indonesia, sekitar 9,8% dari 184 ribu kelahiran bayi menghadapi kematian. Contoh,
pada tahun 80-an tetanus menjadi penyebab pertama kematian bayi di bawah usia satu bulan.
Namun, pada tahun 1995 kasus serangan tetanus sudah menurun, akan tetapi ancaman itu
tetap ada sehingga perlu diatasi secara serius. Tetanus juga terjadi pada bayi, dikenal dengan
istilah tetanus neonatorum, karena umumnya terjadi pada bayi baru lahir atau usia di bawah
satu bulan (neonatus). Penyebabnya adalah spora Clostridium tetani yang masuk melalui luka
tali pusat, karena tindakan atau perawatan yang tidak memenuhi syarat kebersihan. Dengan
tingginya kejadian kasus tetanus ini sangat diharapkan bagi seorang tenaga medis, terutama
seorang bidan dapat memberikan pertolongan/tindakan pertama atau pelayanan asuhan
kebidanan yang sesuai dengan kewenangan dalam menghadapi kasus tetanus neonatorum.
2.2 Etiologi
Penyebabnya Klostrodium Tetani. Clostridium Tetani terdapat di tanah dan traktus
digestivus manusia dan hewan. Kuman ini dapat membuat spora yang tahan lama dan dapat
berkembang biak dalam luka yang kotor atau jaringan nekrotik yang mempunyai suasana
anaerob. Spora kuman tersebut masuk ke dalam tubuh bayi melalui pintu masuk satu
satunya, yaitu tali pusat yang dapat terjadi pada saat pemotongan tali pusat ketika bayi lahir
maupun pada saat perawatannya sebelum puput (terlepasnya tali pusat).
Tetanus Neonatorum merupakan penyebab radang yang sering di jumpai pada BBLR
bukan karena trauma kelahiran atau afiksia tetapi di sebabkan oleh infeksi masa neonatal.