Tekanan darah : hal ini dapat terjadi akibat long-standing, untreated hipertensi yang
dialami Tn. Budi. Hipertensi dapat terjadi karena gangguan aliran darah akibat
peningkatan volume dan viskositas darah atau gangguan pada penyaluran tepatnya pada
jantung (kelemahan kontraksi) atau pembuluh darah (penyempitan lumen atau kekakuan
dinding) atau keduanya.
Kenaikan tekanan darah yang tinggi disebabkan oleh hipertensi kronik yang di derita oleh
Tn. Budi, ditambah lagi Tn. Budi tidak mengkonsumsi obat secara teratur. Selain karena
hipertensi kronik, meningkatnya tekanan darah pada stroke akut dapat pula disebabkan
oleh stress yang terjadi pada saat serangan stroke, distensi kandung kemih, respon
fisiologik terhadap hipoksia serebral, maupun respon Cushing terhadap peningkatan
tekanan intrakranial sebagai akibat edema otak atau hematoama. Seringkali tekanan darah
akan turun dengan sendirinya bila dirawat di ruangan yang tenang sehingga dapat
beristirahat dengan nyaman, kandung kemih dikosongkan dan nyeri yang dialami pasien
di obati dengan baik. Pengobatan terhadap tekanan intrakranial yang meningkat juga akan
menurunkan tekanan darah. Beberapa temuan menunjukkan bahwa dengan
penatalaksanaan tersebut, penurunan tekanan darah hingga mencapai normotensif dapat
terjadi dengan sendirinya tanpa pemberian obat anti hipertensi pada dua pertiga dari pasien
stroke akut, setelah minggu pertama.
d. Apa dampak dan komplikasi dari tekanan darah yang sangat tinggi pada kasus?
Tekanan darah yang sangat tinggi pada kasus akan memberikan dampak:
1. Aterosklerosis
Aterosklerosis ditandai gambaran patologik berupa fatty streaks, plak fibrous dan
plak komplikata, dimana lesi ateroslerotik dimulai dengan proses inflamasi diikuti
proliferasi sel otot polos dan penebalan dinding arteri. Hipertensi, disfungsi endotel, shear
stres, peningkatan lipoprotein densitas rendah, radikal bebas dan respons inflamasi kronik
adalah semua faktor yang erat hubungannya dengan terjadinya aterosklerosis.
Demikian pula peran dini nitric oxide (NO), peningkatan molekul adhesi pada
endotelium dan migrasi leukosit ke dinding arteri dengan peran dari lipoprotein densitas
rendah yang teroksidasi. Akhir akhir ini di ketahui bahwa hipertensi berkaitan dengan
disfungsi endotel menyebabkan progresifitas aterosklerosis, NO merupakan mediator
penting vasodilatasi endotelium dan NO yang berkurang akan menyebabkan proses
proinflamasi, protrombotik dan prokoagulasi endotel dan juga akan menyebabkan
perubahan struktur dinding pembuluh darah. Meningkatnya stress oksidatif diduga
merupakan mekanisme yang menyebabkan berkurangnya peran endotel dalam kaitannya
dengan NO dan beberapa faktor seperti nicotinamide adenine dinucleotide phosphate
(NADPH) oksidase, NO synthetase dan xantin oxidase yg diketahui sebagai sumber utama
terjadinya reactive oxygen species (ROS) pada hipertensi. Peningkatan stress oksidatif
vaskuler menyebabkan disfungsi endotel pada hipertensi
3. Autotoregulasi serebral.
Autoregulasi serebral adalah kemampuan otak untuk menjaga aliran darah otak
(ADO) relatif konstan terhadap perubahan tekanan perfusi. Batas atas dan bawah dari
mekanisme autoregulasi individu normotensi masing masing terjadi pada MAP antara 50
60 mmHg dan 150 160 mmHg. Resistensi serebrovaskuler menurun atau meningkat
dengan perubahan tekanan perfusi rata-rata dari otak dan memungkinkan ADO tetap
konstan. Perubahan dari resistensi sebagai akibat vasodilatasi dan vasokontriksi dari pial
arteri dan arteriol. Banyak faktor seperti hipertensi kronik, aktivitas simpatis, tekanan CO2
arteri dan obat obat farmakologik akan mengubah batas atas dan bawah autoregulasi. Pada
individu dengan hipertensi baik batas atas dan bawah kurva autoregulasi akan bergeser ke
MAP dengan nilai absolut yang lebih tinggi. Gejala gejala dari iskemia serebral secara
signifikan terjadi pada MAP yang lebih tinggi pada mereka dengan hipertensi dan
selanjutnya kerusakan yang berat oleh karena iskemia serebral terjadi pada beberapa
penderita setelah penurunan mendadak tekanan darah ke level normotensi dan pada studi
observasi menunjukkan pasien dengan accelerated hipertensi dapat berkembang menjadi
perburukan gejala neurologik setelah terapi anti hipertensi yang agresif. Pergeseran dari
autoregulasi dikaitkan dengan peningkatan tonus miogenik yang diinduksi oleh
peningkatan sensitivitas Ca terhadap sel sel miosit, remodeling dan hipertrofi, juga
berperan pada pergeseran tersebut karena terjadinya penurunan diameter lumen dan
peningkatan resistensi pembuluh darah serebrovaskuler.
4. Neurovascular coupling
Neurovascular coupling mengacu adanya hubungan aktivitas sel saraf dan
perubahan pada ADO. Besaran perubahan aliran darah serebral sangat erat hubungannya
dengan aktivitas neuron melalui rangkaian komplek yang melibatkan neuron, glia dan sel
pembuluh darah. Namun dalam beberapa keadaan seperti hipertensi, stroke hubungan
aktivitas saraf dengan pembuluh darah serebral akan terganggu dan menyebabkan ketidak
seimbangan homeostatik yang akan berperan pada disfungsi otak. Hipertensi akan
mempengaruhi hubungan aktivitas neuron dan aliran darah otak, dan perubahan ini
melibatkan perubahan mediator kimia dari neurovascular coupling dan dinamika dari
sistim pembuluh darah itu sendiri. Dari beberapa studi diperlihatkan bahwa saluran ion
pada otot pembuluh darah dapat dipengaruhi oleh hipertensi dan diabetes melitus yang
menyebabkan vasodilatasi abnormal setelah suatu aktivitas neuron. Secara garis besar
mekanisme gangguan peredaran darah otak yang akan menimbulkan keadaan-keadaan
iskemia, infark atau pun perdarahan dapat terjadi melalui empat cara yaitu :
Glasgow Coma Scale atau GCS adalah skala neurologis yang bertujuan untuk
memberikan cara, dapat diandalkan Tujuan merekam keadaan sadar seseorang untuk awal
serta penilaian berikutnya. Seorang pasien dinilai terhadap kriteria skala, dan poin yang
dihasilkan memberikan nilai pasien antara 3 (menunjukkan ketidaksadaran dalam) dan
baik 14 (skala asli) atau 15 (semakin banyak digunakan dimodifikasi atau direvisi skala).
GCS awalnya digunakan untuk menilai tingkat kesadaran setelah cedera kepala, dan skala
sekarang digunakan oleh pertolongan pertama, EMS, dan dokter sebagai berlaku untuk
semua pasien medis dan trauma akut. Di rumah sakit itu juga digunakan dalam
pemantauan pasien kronis dalam perawatan intensif.
Penilaian
* Refleks Membuka Mata (E)
4 : membuka secara spontan
3 : membuka dengan rangsangan suara
2 : membuka dengan rangsangan nyeri
1 : tidak ada respon
* Refleks Verbal (V)
5 : orientasi baik
4 : kata baik, kalimat baik, tapi isi percakapan membingungkan
3 : kata-kata baik tapi kalimat tidak baik
2 : kata-kata tidak dapat dimengerti, hanya mengerang
1 : tidak ada respon
* Refleks Motorik (M)
6 : melakukan perintah dengan benar
5 : mengenali nyeri lokal tapi tidak melakukan perintah dengan benar
4 : dapat menghindari rangsangan dengan tangan fleksi.
3 : hanya dapat melakukan fleksi
2 : hanya dapat melakukan ekstensi
1 : tidak ada respon
Cara penulisannya berurutan E-V-M sesuai nilai yang didapatkan. Penderita yang sadar =
compos mentis pasti GCS nya 15 (4-5-6), sedang penderita koma dalam, GCSnya 3 (1-1-
1). Bila salah satu reaksi tidak bisa dinilai, misal kedua mata bengkak sedang V dan M
normal, penulisannya X-5-6.Bila ada trakheostomi sedang E dan M normal, penulisannya
4-X-6.Atau bila tetra parese sedang E dan V normal, penulisannya 4-5-X. GCS tidak bisa
dipakai untuk menilai tingkat kesadaran pada anak berumur kurang dari 5 tahun. Atau jika
ditotal skor GCS dapat diklasifikasikan :
Kualitas Kesadaran
1. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab
semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya..
2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya,
sikapnya acuh tak acuh.
3. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-
teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
4. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang
lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah
dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.
5. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap
nyeri.
6. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan
apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon
pupil terhadap cahaya).Gangguan fungsi cerebral meliputi : gangguan komunikasi,
gangguan intelektual, gangguan perilaku dan gangguan emosi. Jika dihubungkan dengan
kasus trauma kapitis maka didapatkan hasil:
GCS : 14 15 = CKR (cidera kepala ringan)
Otak terletak dalam rongga kranium (tengkorak) berkembang dari sebuah tabung yang
mulanya memperhatikan tiga gejala pembesaran otak awal.
a Otak depan menjadi hemisfer serebri, korpus striatum, thalamus, serta hipotalamus.
b Otak tengah, tegmentum, krus serebrium, korpus kuadrigeminus.
c Otak belakang, menjadi pons varoli, medulla oblongata, dan serebelum.
Serebrum
1 Lobus frontalis, adalah bagian dari serebrum yang terletak di depan sulkus sentralis.
2 Lobus parietalis, terdapat di depan sulkus sentralis dan dibelakang oleh korako-
oksipitalis.
3 Lobus temporalis, terdapat dibawah
lateral dari fisura serebralis dan di depan
lobus oksipitalis.
4 Oksipitalis yang mengisi bagian belakang
dari serebrum.
1 Korteks sensoris. Pusat sensasi umum primer suatu hemisfer serebri yang mengurus
bagian badan, luas daerah korteks yang menangani suatu alat atau bagian tubuh
bergantung pada fungsi alat yang bersangkutan. Di samping itu juga korteks sensoris
bagian fisura lateralis menangani bagian tubuh bilateral lebih dominan.
2 Korteks asosiasi. Tiap indra manusia, korteks asosiasi sendiri merupakan kemampuan
otak manusia dalam bidang intelektual, ingatan, berpikir, rangsangan yang diterima
diolah dan disimpan serta dihubungkan dengan daya yang lain. Bagian anterior lobus
temporalis mempunyai hubungan dengan fungsi luhur dan disebut psikokorteks.
3 Korteks motoris menerima impuls dari korteks sensoris, fungsi utamanya adalah
kontribusi pada traktur piramidalis yang mengatur bagian tubuh kontralateral.
Korteks pre-frontal terletak pada lobus frontalis berhubungan dengan sikap mental dan
kepribadian.
Fungsi serebrum
1 Mengingat pengalaman yang lalu.
2 Pusat persarafan yang menangani, aktivitas mental, akal, intelegensi, keinginan, dan memori.
3 Pusat menangis, buang air besar, dan buang air kecil.
Batang otak
Batang otak terdiri dari:
Serebelum
Korteks serebelum dibentuk oleh subtansia grisea, terdiri dari tiga lapisan yaitu
granular luar, lapisan purkinye, lapisan granular dalam. Serabut saraf yang masuk dan yang
keluar dari serebrum harus melewati serebelum
Fungsi serebelum
1 Arkhioserebelum (vestibuloserebelum), serabut aferen berasal dari telinga dalam yang
diteruskan oleh nervus VIII (auditorius) untuk keseimbangan dan rangsangan pendengaran
ke otak.
2 Paleaserebelum (spinoserebelum. Sebagai pusat penerima impuls dari reseptor sensasi
umum medula spinalis dan nervus vagus (N. trigeminus) kelopak mata, rahang atas, dan
bawah serta otot pengunyah.
3 Neoserebelum (pontoserebelum). Korteks serebelum menerima informasi tentang gerakan
yang sedang dan yang akan dikerjakan dan mengaturgerakan sisi badan.
Saraf otak
Saraf otonom
Saraf Simpatis
Saraf ini terletak di depan kolumna vertebra dan berhubungan dengan sumsum tulang
belakang melalui serabut serabut saraf. Sistem simpatis terdiri dari 3 bagian, yaitu :
1 Kornu anterior segmen torakalis ke 1 sampai ke-12 dan segmen lumbalis 1-3 terdapat
nucleus vegetative yang berisi kumpulan kumpulan sel saraf simpatis. Sel saraf
simpatis ini mempunyai serabut serabut preganglion yang keluar dari kornu anterior
bersama- sama dengan radiks anterior dan nucleus spinalis. Setelah keluar dari foramen
intervertebralis, serabut serabut preganglion ini segera memusnahkan diri dari nucleus
spinalis dan masuk ke trunkus simpatikus serabut. Serabut preganglion ini membentuk
sinap terhadap sel sel simpatis yang ada dalam trunkus simpatikus. Tetapi ada pula
serabut serabut preganglion setelah berada di dalam trunkus simpatikus terus keluar lagi
dengan terlebih dahulu membentuk sinaps menuju ganglion ganglion / pleksus
simpatikus.
2 Trunkus simpatikus beserta cabang cabangnya. Di sebelah kiri dan kanan vertebra
terdapat barisan ganglion saraf simpatikus yang membujur di sepanjang vertebra. Barisan
ganglion ganglion saraf simpatikus ini disebut trunkus simpatikus. Ganglion ganglion
ini berisi sel saraf simpatis. Antara ganglion satu dengan ganglion lainnya, atas, bawah,
kiri, kanan, dihubungkan oleh saraf simpatis yang keluar masuk ke dalam ganglion
ganglion itu. Hali ini menyebabkan sepasang trunkus simpatikus juga menerima serabut
serabut saraf yang datang dari kornu anterior. Trunkus simpatikus di bagi menjadi 4
bagian yaitu :
Ganglion lainnya ( simpatis ) berhubungan dengan rangkaian dua ganglion besar, ini
bersama serabutnya membentuk pleksus pleksus simpatis :
1 Pleksus kardio, terletak dekat dasar jantung serta mengarahkan cabangnya ke daerah
tersebut dan paru paru
2 Pleksus seliaka, terletak di sebelah belakang lambung dan mempersarafi organ
organ dalam rongga abdomen
3 Pleksus mesentrikus ( pleksus higratrikus ), terletak depan sacrum dan mencapai
organ organ pelvis
Sistem Parasimpatis
Saraf cranial otonom adalah saraf cranial 3, 7, 9, dan 10. Saraf ini merupakan
penghubung, melalui serabut serabut parasimpatis dalam perjalanan keluar dari otak
menuju organ organ sebagian dikendalikan oleh serabut serabut menuju iris. Dan dengan
demikian merangsang gerakan gerakan saraf ke -3 yaitu saraf okulomotorik.
Saraf simpatis sacral keluar dari sumsum tulang belakang melalui daerah sacral.
Saraf saraf ini membentuk urat saraf pada alat alat dalam pelvis dan bersama saraf
saraf simpatis membentuk pleksus yang mempersarafi kolon rectum dan kandung kemih.
Refleks miksi juga menghilang bila saraf sensorik kandung kemih mengalami
gangguan. System pengendalian ganda ( simpatis dan parasimpatis ). Sebagian kecil organ
dan kelenjar memiliki satu sumber persarafan yaitu simpatis atau parasimpatis. Sebagian
besar organ memiliki persarafan ganda yaitu : menerima beberapa serabut dari saraf otonom
sacral atau cranial. Kelenjar organ dirangsang oleh sekelompok urat saraf ( masing masing
bekerja berlawanan ).
DAFTAR PUSTAKA
Snell, Richard S. . 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi 6. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Anatomi Otak Normal. [cited 2016 Feb 16]. Available from:
http://www.aboutcancer.com/brain_anatomy_normal.htm
Markum, Penuntun Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis, Jakarta, Pusat Informasi dan Penerbitan
Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2000