Anda di halaman 1dari 20

BAB I

STATUS PASIEN

A. Identitas Pasien

Nama : Tn. LS

TTL : 14 08 1947

Umur : 68 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : JL. Bintara 14 no. 03 Bekasi

Tanggal MRS : 14 April 2016

No. RM : 00 62 66 99

Dokter Poli Klinik : dr. Jusuf Sp.U

1. Keluhan Utama :
nyeri pinggang kiri
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke poli dengan keluhan saat BAK keluar darah, sejak
2 minggu SMRS sedikit dan hanya 1 kali saja sejak 2 minggu SMRS,
sebelumnya pasien merasakan nyeri pinggang kiri, nyeri dirasakan seperti
ditusuk-tusuk. Nyeri dirasakan hilang timbul mengurangi rasa nyerinya
pasien berbaring di tempat tidur, saat BAK terputus (), nyeri saat buang
air kecil (+), Butuh waktu untuk BAK (), saat BAK pasien mengedan (+),
Pancaran BAK lemah (+), terkadang setelah BAK kurang lampias, tidak
pernah BAK (-), saat ingin BAK pasien keburu kekamar mandi, saat

1
malam hari pasien sering BAK 4-5 kali, mual,muntah di sangkal, nafsu
makan lancar, demam (-), BAB normal.

3. Riwayat penyakit dahulu


Riwayat operasi batu ginjal -

DM (-)
HT (-)

4. Riwayat penyakit keluarga:

Disangkal

5. Riwayat alergi:

Riwayat alergi obat-obatan disangkal

6. Riwayat pengobatan:

Pasien sedang tidak menjalani pengobatan jangka panjang

7. Riwayat Psikososial :
Pasien mengaku kurang beraktifitas,
pasien mengaku jarang minum air putih, dalam sehari pasien hanya minum
air putih 2-3 gelas saja.
Pasien mengaku lebih suka minum air teh saja.

B. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : tampak sakit sedang


Kesadaran : Compos Mentis
Status gizi :
BB : 78 kg

2
TB : -

C. Tanda Vital
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Penafasan : 20 kali/ menit
Nadi : 80 kali/menit
Suhu : 36.6C

D. Status Generalis

1. Kepala : normocephal (+), rambut berwarna


hitam (+), distribusi rata (+)
2. Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera
ikterik (-/-), refleks pupil (+/+) isokor
3. Hidung : deviasi septum (-), sekret (-/-)
4. Telinga : normotia, sekret (-/-)
5. Mulut : mukosa bibir kering, sianosis (-),
stomatitis (-)
6. Thoraks
a. Inspeksi : kedua hemithoraks tampak simetris, retraksi sela iga (-)
b. Palpasi : kedua hemithoraks terangkat simetris
c. Perkusi : sonor pada semua lapang paru
d. Auskultasi : suara napas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing
(-/-)

7. Jantung
a. Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
b. Palpasi : ictus cordis teraba di ICS 5 linea midclavicularis sinistra
c. Perkusi : batas jantung relatif dalam batas normal
d. Auskultasi : bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-)
8. Abdomen
a. Inspeksi : datar (+), bekas operasi pada
b. Palpasi : supel, nyeri tekan (-), ballotement (-)
c. Perkusi : timpani pada seluruh kuadran abdomen, nyeri ketok CVA (-/-)
d. Auskultasi : bising usus (+) normal
9. Ekstremitas

a. Superior : akral hangat, udem (-/-), RCT < 2


detik (+)

3
b. Inferior : akral hangat, udem (-/-), RCT < 2
detik (+)
10. Status Lokalis
ballotement (-),nyeri ketok CVA (-/-),Tidak terdapat lesi di perineum,
tidak terdapat tanda hemoroid

a. Rectal Toucher :

Tonus sfingter ani baik


mukosa rectum licin
sulkus medianus prostat teraba
konsistensi kenyal
permukaan licin
tidak teraba massa
tidak terdapat benjolan
pool atas tidak teraba
nyeri tekan (-)
reflek bulbocavernosus (+), pada hand scoon darah & lendir (-)

E. Resume

Tn. LS, 68 th, datang ke poli dengan keluahan saat BAK keluar darah,
sejak 2 minggu SMRS sedikit dan hanya 1 kali saja 2 minggu SMRS,
sebelumnya merasakan nyeri pinggang kiri, nyeri dirasakan seperti
ditusuk-tusuk. Nyeri dirasakan hilang timbul mengurangi rasa nyerinya
pasien berbaring di tempat tidur, nyeri saat buang air kecil (+), BAK
pasien mengedan (+), Pancaran BAK lemah (+), terkadang setelah BAK
kurang lampias, saat malam hari pasien sering BAK 4-5 kali.

Tanda Vital
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Penafasan : 20 kali/ menit
Nadi : 80 kali/menit

4
Suhu : 36.6C

Status Lokalis
ballotement (-),nyeri ketok CVA (-/-),Tidak terdapat lesi di perineum,
tidak terdapat tanda hemoroid
Rectal Toucher :
Tonus sfingter ani baik
mukosa rectum licin
sulkus medianus prostat teraba
konsistensi kenyal
permukaan licin
tidak teraba massa
tidak terdapat benjolan
pool atas tidak teraba
nyeri tekan (-)
reflek bulbocavernosus (+), pada hand scoon darah & lendir (-)

F. Assessment

-hematuri
-nyeri pinggang kiri
-Luts
G. Rencana pemeriksaan penunjang

- Foto BNO tampak hiperden pada kalik medial superior renal sinistra
- CT-URO
- Laboratorium
a. Hematologi rutin: Hb, leukosit, Hct, trombosit
b. FAAl ginjal : Ur,Cr
c. Urin lengkap : kalium, natrium, kalsium
I. Diagnosa
- Nefrolitiasis

DD
- ISK
- BPH
J. Prognosa
-Quo Ad Vitam : ad Bonam
-Quo Ad Functionam : Dubia
K. Rencana Penatalaksanaan

5
1. Nonmedikamentosa
Istirahat
Olahraga
Banyak Minum air putih
ESWL
Anjuran operasi nefrolitotomi bila perlu
2. Medikamentosa

- Diuretik : gol Furosemid


- Antibiotik : gol Penisilin
- Antikoagulan : Asam treneksamat

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pendahuluan
Batu saluran kemih merupakan gangguan sistem saluran kemih
ketiga setelah infeksi saluran kemih (ISK) dan BPH (Benign Prostat
Hyperplasy). Data dalam negeri penderita batu saluran kemih semakin
tahun semakin meningkat.
Di Indonesia penyakit batu saluran kemih masih menempati porsi
terbesar dari jumlah pasien di klinik urologi. Insidensi dan prevalensi yang
pasti dari penyakit ini di Indonesia belum dapat ditetapkan secara pasti.
Dari data dalam negeri yang pernah dipublikasi didapatkan
peningkatan jumlah penderita batu ginjal yang mendapat tindakan di
RSUPN-Cipto Mangunkusumo dari tahun ke tahun mulai 182 pasien pada
tahun 1997 menjadi 847 pasien pada tahun 2002, peningkatan ini sebagian
besar disebabkan mulai tersedianya alat pemecah batu ginjal non-invasif
ESWL (Extracorporeal shock wave lithotripsy) yang secara total
mencakup 86% dari seluruh tindakan (ESWL, PCNL, dan operasi
terbuka).

6
Dari data di luar negeri didapatkan bahwa resiko pembentukan
batu sepanjang hidup (life time risk) dilaporkan berkisar 5-10% (EAU
Guidelines). Laki-laki lebih sering dibandingkan wanita (kira-kira 3:1)
dengan puncak insidensi antara dekade keempat dan kelima, hal ini kurang
lebih sesuai dengan yang ditemukan di RSUPN-CM.
Insiden terjadinya batu ginjal (nephrolithiasis) di Amerika utara,
dan Eropa diestimasikan mencapai 0,5%. Sedangkan di Amerika
prevalesninya meningkat dari 3,2% menjadi 5,2% dalam dua tahun.
Nephrolitiasis merupakan penyakit berulang, dengan tingkat kekambuhan
50% dalam 5-10 tahun dan 75% dalam 20 tahun. Sekali berulang, maka
risiko berulang selanjutnya akan meningkat dan intervalnya akan semakin
pendek. Insiden nephrolithiasis, banyak terjadi pada wanita dibandingkan
pada laki- laki. Batu kapur merupakan jenis batu terbanyak yang
ditemukan pada nephrolitiasis yaitu lebih dari 80%, kemudian batu asam
urat sebanyak 5- 10% (Moe, 2006).
Prevalensi penyakit ginjal di Indonesia diperkirakan sebesar 13%
pada laki-laki dewasa dan 7% pada perempuan dewasa. Angka kejadian
batu ginjal di Indonesia tahun 2002 berdasarkan data yang dikumpulkan
dari rumah sakit di seluruh Indonesia adalah sebesar 37.636 kasus baru,
dengan jumlah kunjungan sebesar 58.959 orang. Sedangkan jumlah pasien
yang dirawat adalah sebesar 19.018 orang, dengan jumlah kematian adalah
sebesar 378 orang (Taher, et al., 2005)

2. Anatomi dan Fisiologi Ginjal


Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak dirongga
retroperitoneal bagian atas. Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi
cekungnya menghadap ke medial. Pada sisi ini terdapat hilus ginjal yaitu
tempat struktur-struktur pembuluh darah, sistem limfatik, sistem saraf, dan
ureter menuju dan meninggalkan ginjal. Besar dan berat ginjal sangat
bervariasi. Hal ini tergantung pada jenis kelamin, umur, serta ada tidaknya
ginjal pada sisi yang lain. Pada autopsi klinis didapatkan bahwa ukuran
ginjal orang dewasa rata-rata adalah 11.5 cm x 6 cm x 3.5 cm. Beratnya

7
bervariasi antara 120-170 gram atau kurang lebih 0.4% dari berat badan
(Purnomo, 2008).
Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrus tipis dan mengkilat yang disebut
kapsula fibrosa (true kapsul) ginjal dan diluar kapsul ini terdapat jaringan
lemak perirenal. Di sebelah kranial ginjal terdapat kelenjar anak ginjal atau
glandula adrenal / suprarenal yang berwarna kuning. Kelenjar adrenal
bersama-sama ginjal dan jaringan lemak perirenal dibungkus oleh fasia
Gerota. Fasia ini berfungsi sebagai barier yang menghambat meluasnya
perdarahan dari parenkim ginjal serta mencegah ekstravasasi urine pada
saat terjadi trauma ginjal. Selain itu fasia Gerota dapat pula berfungsi
sebagai barier dalam menghambat penyebaran infeksi atau menghambat
metastasis tumor ginjal ke organ sekitarnya. Di luar fasia Gerota terdapat
jaringan lemak retroperitoneal atau disebut jaringan lemak para renal
(Purnomo, 2008 dan Frederic, 2006 ).
Di sebelah posterior, Ginjal dilindungi oleh otot-otot punggung yang
tebal serta tulang rusuk ke XI dan XII sedangkan disebelah anterior
dilindungi oleh organ-organ intraperitoneal. Ginjal kanan dikelilingi oleh
hepar, kolon, dan duodenum; sedangkan ginjal kiri dikelilingi oleh lien,
lambung, pankreas, jejenum, dan kolon (Purnomo, 2008).
Secara anatomis ginjal terbagi menjadi dua bagian yaitu korteks dan
medulla ginjal. Di dalam korteks terdapat berjuta-juta nefron sedangkan di
dalam medula banyak terdapat duktuli ginjal. Nefron adalah unit
fungsional terkecil dari ginjal yang terdiri atas, tubulus kontortus
proksimal, tubulus kontortus distalis, dan duktus kolegentes. Darah yang
membawa sisa-sisa hasil metabolisme tubuh difiltrasi di dalam glomeruli
kemudian di tubuli ginjal, beberapa zat yang masih diperlukan tubuh
mengalami reabsorbsi dan zat-zat hasil sisa metabolisme mengalami
sekresi bersama air membentuk urine. Setiap hari tidak kurang 180 liter
cairan tubuh difiltrasi di glomerulus dan menghasilkan urine 1-2 liter.
Urine yang terbentuk di dalam nefron disalurkan melalui piramida ke
sistem pelvikalikes ginjal untuk kemudian disalurkan ke dalam ureter.
Sistem pelvikalikes ginjal terdiri atas kaliks minor, infundibulum, kaliks

8
mayor, dan pielum/pelvis renalis. Mukosa sistem pelvikalikes terdiri atas
epitel transisional dan dindingnya terdiri atas otot polos yang mampu
berkontraksi untuk mengalirkan urine sampai ke ureter (Frederic, 2006).

Gambar 2.1. Struktur Ginjal


Ginjal mendapatkan aliran darah dari arteri renalis yang merupakan
cabang langsung dari aorta abdominalis, sedangkan darah vena dialirkan
melalui vena sentralis yang bermuara ke dalam vena kava inferior. Sistem
arteri ginjal adalah end arteri yaitu arteri yang tidak mempunyai
anstomosis dengan cabang-cabang dari arteri lain, sehingga jika terdapat
kerusakan pada salah satu cabang arteri ini, berakibat timbulnya
iskemia/nekrosis pada daerah yang dilayaninya (Purnomo, 2008).
Tiga proses penting dalam ginjal yaitu, filtrasi glomerulus, reabsorbsi
tubulus dan seksresi tubulus. Filtrasi glomerulus melewati tiga lapisan
yang membentuk membran glomerulus, lapisan pertama adalah dinding
kapiler glomerulus, lapisan kedua lapisan gelatinosa asesuler yang dikenal
sebagai membran basal dan lapisan yang ketiga lapisan dalam kapsul
bowman. Ketiga lapisan ini memiliki karakteristik yang berbeda-beda
dalam kerjanya (Guyton & Hall, 2007; Sherwood, 2010).
Reabsorbsi tubulus merupakan suatu proses perpindahan zat-zat
bersifat selektif dari lumen tubulus menuju kapiler peritubulus dan
diedarkan ke seluruh tubuh. Sekresi tubulus merupakan proses

9
perpindahan zat-zat bersifat selektif termasuk H+ dan K+, serta ion-ion
organik yang dari kapiler peritubulus ke lumen tubulus (Guyton & Hall,
2007; Sherwood, 2010).
3. Definisi Nefrolithiasis
Nefrolithiasis atau yang sering disebut dengan batu ginjal merupakan
suatu keadaan yang tidak normal di dalam ginjal dimana terdapat
komponen kristal dan matriks organik (Sjabani, 2006).
Batu staghorn adalah batu bentuknya yang menyerupai tanduk, dan
mempunyai cabang-cabang. Batu jenis ini dapat berukuran kecil atau besar
tergantung dari ukuran ginjalnya (Liou, 2009).

Gambar 2.2 Nephrolithiasis

4. Etiologi
Batu ginjal dapat disebabkan oleh peningkatan pH urine (misalnya
batu kalsium bikarbonat) atau penurunan pH urine (misalnya batu asam
urat). Konsentrasi bahan-bahan pembentuk batu yang tinggi di dalam
darah dan urine serta kebiasaan makan atau obat-obatan tertentu juga dapat
merangsang pembentukan batu. Segala sesuatu yang menghambat aliran
urine dan menyebabkan stasis (tidak ada pergerakan) urine meningkatkan
pembentukan batu (Corwin, 2009).

10
Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah
terjadinya batu saluran kemih pada seseorang, yaitu faktor intrinsic dan
faktor ekstrinsik.
Faktor intrinsic:
a. Herediter (keturunan): penyakit ini diduga diturunkan dari orang tua
b. Umur: paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun
c. Jenis kelamin: jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak
dibandingkan dengan pasien perempuan
Faktor ekstrinsik:
a. Geografi: pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu
saluran kemih yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal
sebagai daerah stone belt (sabuk batu), sedangkan daerah Bantu di
Afrika Selatan hampir tidak dijumpai penyakit batu saluran kemih.
b. Iklim dan temperature
c. Asupan air: kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium
pada air yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran
kemih.
d. Diet: diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya
penyakit batu saluran kemih
e. Pekerjaan: penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya
banyak duduk atau kurang aktivitas atau sedentary life.

5. Gejala Klinik
Keluhan yang disampaikan oleh pasien tergantung pada posisi atau
letak batu, besar batu dan penyulit yang telah terjadi.Keluhan yang paling
sering dirasakan oleh pasien adalah nyeri pada pinggang. Nyeri ini
mungkin bias berupa nyeri kolik ataupun bukan kolik. Nyeri kolik terjadi
karena aktifitas otot polos sistem kaliks maupun ureter meningkat dalam
usaha untuk mengeluarkan batu dari saluran kemih.Peningkatan peristaltik
itu menyebabkan tekanan intraluminalnya meningkat sehingga terjadi
peregangan dari saraf terminal yang memberikan sensasi nyeri. Nyeri
nonkolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena terjadi
hidronefrosis atau infeksi ginjal (Purnomo, 2009).
Hematuria seringkali dikeluhkan oleh pasien akibat trauma pada
mukosa saluran kemih yang disebabkan oleh batu.Kadang- kadang

11
hematuria didapatkan dari pemeriksaan urinalisis berupa hematuria
mikroskopik.Jika didaptakan demam harus dicurigai adanya urosepsis.
Dapat juga ditemukan mual muntah dikarenakan adanya jalur syaraf yang
menginervasi pelvis ginjal, lambung dan intestine melalui axis celiacus
dan syaraf vagal afferent (Purnomo, 2009).

6. Jenis Batu
Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur kalsium oksalat
atau kalsium fosfat, asam urat, magnesium ammonium fosfat (MAP),
xanthyn, sistin dan silikat.
1. Batu Kalsium
Batu jenis ini paling banyak dijumpai yaitu kurang lebih 70-80% dari
seluruh kemih.Kandungan batu jenis ini terdiri atas kalsium oksalat,
kalsium fosfat atau campuran dari kedua unsur itu.
Faktor terjadinya batu kalsium adalah :
a. Hiperkalsiuri ( kadar kalsium urin > 250- 300 mg/24 jam). Dapat
terjadi karena hiperkalsiuri absorbtif (karena peningkatan absorbsi
kalsium melalui usus). Hiperkalsiuri renal dapat terjadi karena
adanya gangguan kemampuan reabsorbsi kalsium melalui tubulus
ginjal, hiperkalsiuri resorptif terjadi karena adanya peningkatan
reasorpsi kalsium tulang, yang banyak terjadi pada
hiperparatiroidisme primer atau pada tumor paratiroid.
b. Hiperoksaluri, merupakan ekskresi oksalat urin yang melebihi 45
gram perhari. Keadaan ini banyak dijumpai pada pasien yang
mengalami gangguan pada usus sehabis menjalani pembedahan
usus dan pasien yang banyak mengkonsumsi makanan yang kaya
akan oksalat, diantaranya teh, kopi, jeruk dan bayam.
c. Hiperurikosuria, merupakan keadaan dimana kadar asam urat di
dalam urin melebihi 850 mg/24 jam. Asam urat yang berlebihan
dalam urin sebagai inti batu atau nidus dalam terbentuknya batu
kalsium oksalat. Sumber asam urat didalam urine berasal dari
metabolisme endogen.
d. Hipositraturia
Dalam urin, sitrat bereaksi dengan kalsium membentuk kalsium
sitrat, sehingga menghalangi ikatan kalsium dengan okalat atau

12
fosfat.Hipositrat dapat terjadi pada, sindrom malabsorbsi atau
pemakaian thiazide jangka lama.
e. Hipomagnesuria
Magnesium bertindak sebagai penghambat magnesium oksalat
sehingga mencegah ikatan kalsium dengan oksalat.Penyebab
tersering hipomagnesuria adalah penyakit inflamasi usus yang
diikuti gangguan malabsorbsi.
2. Batu Struvit
Batu struvit disebut juga batu infeksi, karena terbentuknya batu ini
disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih.Kuman penyebab
infeksi ini adalah kuman golongan pemecah urea atau urea splitter
yang dapat menghasilkan enzim urease dan merubah urin menjadi
bersuasana basa.Suasana basa ini yang memudahkan garam- garam
magnesium, ammonium, fosfat dan karbonat membentuk batu
magnesium ammonium fosfat (MAP).
3. Batu asam urat
Penyakit batu asam urat banyak diderita oleh pasien penyakit gout,
penyakit mieloproliferatif, pasien yang mendapatkan terapi antikanker
dan banyak menggunakan obat urikosurik ( thiazide,salisilat).Sumber
asam urat berasal dari diet yang mengandung purin dan metabolisme
endogen dalam tubuh. Asam urat relatif tidak larut dalam urin sehingga
dalam keadaan tertentu mudah sekali membentuk kristal asam urat.

4. Batu jenis lain


Batu sistin, xanthin, batu triamterene dan batu silikat sangat jarang
dijumpai.Batu sistin dapat terjadi karena kelainan metabolisme
sistin.Batu xanthin terbentuk karena penyakit bawaan berupa defisiensi
enzim xanthin oksidase yang mengkatalis perubahan hipoxanthin
menjadi xanthin dan xanthin asam urat (Purnomo, 2009).

7. Patofisiologi
Batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama pada
tempat- tempat yang sering mengalami hambatan dalam urin (stasis urin),
yaitu pada sistem kaliks ginjal atau buli- buli. Adanya kelainan pada
pelvikaliks, divertikel, obstruksi infravesika kronis seperti pada hiperplasia

13
prostat benigna, striktura dan buli- buli neurogenik merupakan keadaan-
keadaan yang memudahkan terjadinya pembentukan batu (Purnomo,
2009).
Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan- bahan
organik maupun anorganik yang terlarut dalam urin. Kristal- kristal
tersebut tetap berada dalam keadaan metastable (tetap terlarut) dalam urin
jika tidak ada keadaan- keadaan tertentu yang menyebabkan presipitasi
kristal. Kristal- kristal yang saling mengadakan presipitasi membentuk inti
batu (nukleasi) yang kemudian akan mengadakan agregasi, dan menarik
bahan- bahan lain sehingga menjadi kristal yang lebih besar. Meskipun
ukuranya cukup besar, agregatkristal masih rapuh dan belum cukup
mampu menghambat saluran kemih. Untuk itu agregrat kristal menempel
pada epitel saluran kemih (membentuk retensi kristal), dan bahan- bahan
lain diendapkan pada agregrat tersebut sehingga membentuk batu yang
cukup besar sehingga menyumbat saluran kemih (Purnomo, 2009).
Kondisi metastable dipengaruhi oleh suhu, pH larutan, adanya
koloid didalam urine, konsentrasi solute dalam urin, laju aliran urin di
dalam saluran kemih, atau adanya korpus alineum di dalam saluran kemih
yang bertindak sebagai inti batu (Purnomo, 2009).
Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu kalsium, baik
yang berikatan dengan oksalat maupun fosfat membentuk batu kalsium
oksalat dan kalsium fosfat, sedangkan sisanya berasal dari batu asam urat,
batu magnesium ammonium fosfat (batu infeksi), batu xanthyn, batu
sistein dan batu jenis lainnya. Meskipun patogenensis pembentukan batu-
batu diatas hampir sama, tetapi suasana didalam saluran kemih yang
memungkinkan terbentuknya jenis batu itu tidak sama. Misalnya asam urat
mudah terbentuk dalam suasana asam sedangkan batu magnesium
ammonium fosfat terbentuk karena urine bersifat basa (Purnomo, 2009).

8. Penegakan Diagnosis

14
Untuk menegakkan diagnosis, dapat dilakukan dengan anamnesa,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi.
1. Laboratorium
Pemeriksaan sedimen urin menunjukkan adanya leukosituria,
hematuria, dan dijumpai kristal-kristal pementuk batu. Pemeriksaan
kultur urin dapat menunjukkan adanya pertumbuhan kuman pemecah
urea. Pemeriksaan faal ginjal bertujuan untuk mencari kemungkinan
terjadinya penurunan fungsi ginjal dan untuk mempersiapkan pasien
menjalani pemeriksaan foto IVU. Perlu juga diperiksa kadar elektrolit
yang disuga sebagai faktor penyebab timbulnya batu saluran kemih
(antara lain kadar: kalsium, oksalat, fosfat, maupun urat dalam darah
maupun dalam urin) (Purnomo, 2008).
2. Foto Polos Abdomen
Pembuatan foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan
adanya batu radio-opak di saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium
oksalat dan kasium fosfat bersifat radio-opak dan paling sering
dijumpai diantara batu jenis lain, sedangkan batu asam urat bersifat
non-opak (radio-lusent) (Purnomo, 2008).
3. Intra Venous Urography atau Pielografi Intra Vena (PIV)
PIV adalah pemerikasaan gold standart untuk mendeteksi adanya
obstruksi pada pasien dengan fungsi ginjal yang normal, tidak alergi
dengan kontras dan tidak sedang hamil. PIV dapat menilai anatomi dan
fungsi dari organ traktus urinarius yang mengalami obstruksi.
Pada obstruksi urinarius yang akut maka pada PIV akan terlihat:
(a). Obstruksi nefrogram
(b). Terlambatnya pengisian kontras pada sistem urinarius
(c). Dilatasi dari system urinarius, mungkin juga terjadi ginjal
membesar
(d). Dapat juga terjadi ruptur fornix akibat extravasasi traktus urinarius
(Purnomo, 2008; Sylvia dan Lorraine, 2003).
4. USG

15
USG merupakan alat yang baik untuk mengevaluasi ginjal pada pasien
azotermia, alergi terhadap kontras, wanita yang sedang hamil, atau
pada anak-anak, faal ginjal yang menurun. Informasi yang signifikan
mengenai parenkim ginjal dan sistem urinarius dapat diperoleh tanpa
adanya expose dengan radiasi dan material kontras yang dapat
menimbulkan nefrotoxic dan reaksi anaplastik. Pemeriksaan USG
dapat menilai adanya batu di ginjal atau di buli-buli (yang ditunjukkan
sebagai echoic shadow), hidronefrosis, pionefrosis, atau pengerutan
ginjal (Purnomo, 2008).

9. Penatalaksanaan
1. Medika mentosa
Terapi medika mentosa yang diberikan bertujuan untuk mengurangi
rasa nyeri dan memperlancar aliran urin dengan pemberian
diuretik.Minum banyak air dimaksudkan untuk mendorong batu keluar.
2. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsi)
ESWL adalah pemecah batu, baik batu ginjal, batu ureter proksimal,
atau batu buli- buli tanpa melalui tidakan invasive dan tanpa
pembiusan.Batu dipecah menjadi fragmen- fragmen kecil sehingga
mudah dikeluarkan melalui saluran kemih.Pecahan batu yang sedang
keluar dapat menimbulkan nyeri kolik dan menyebabkan hematuria.

3. Endourologi
Tindakan endourologi adalah tindakan invasive minimal untuk
mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri atas pemecah batu dan
kemudian mengeluarkanya dari saluran kemih melalui alat yang
dimasukkan langsung kedalam saluran kemih.Alat tersebut dimasukkan
melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Proses
pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik, dengan memakai
tenaga hidraulik, energi gelombang suara atau energi laser. Beberapa
tindakan endourologi adalah:
a. PNL (Percutaneus Nephro Litholapaxy), yaitu mengeluarkan batu
yang berada didalam saluran ginjal dengan caramemasukkan alat
endoskopi ke sistem kaliks melalui insisi pada kulit. Batu

16
kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu menjadi
fragmen- fragmen kecil.
b. Litotripsi yaitu memecah batu buli- buli atau batu uretra dengan
memasukkan alat pemecah batu (litotriptor) ke dalam buli- buli.
Pecahan batu dikeluarkan dengan eavakuator ellik.
c. Ureteroskopi atau uretero renoskopi yaitu memasukkan alat
ureteroskopi per uretram guna melihat keadaan ureter atau sistem
pielo kaliks ginjal. Dengan memakai energi tertentu, batu yang
berada di dalam ureter maupun sistem pelvikaliks dapat dipecah
dengan bantuan ureteroskopi atauureterorenoskopi ini.
d. Ekstraksi dormia yaitu mengeluarkan batu ureter dengan
menjaringnya melalui alat keranjang dormia.
4. Bedah Laparoskopi
Pembedahan laparoskopi untuk mengambil batu saluran kemih, cara ini
banyak dipakai untuk mengambil batu ureter.
5. Pembedahan terbuka antara lain pielotomi atau nefrolitotomi untuk
mengambil batu pada ginjal dan ureterolitotomi untuk batu di ureter
(Purnomo, 2009).

10. Pencegahan
Setelah batu dikeluarkan dari saluran kemih, maka perlu dilakukan
pencegahan. Pencegahan yang dilakukan dapat berupa :
1. Menghindari dehidrasi dengan minum cukup dan diusahkan produksi
urin sebanyak 2-3 liter perhari.
2. Diet untuk mengurangi kadar zat- zat komponen pembentuk batu.
3. Olahraga yang cukup.
4. Pemberian medikamentosa (Purnomo, 2009)
Beberapa diet yang dianjurkan :
1. Rendah protein, karena protein akan memacu ekskresi kalsium urin dan
menyebabkan suasana urin menjadi lebih asam.
2. Rendah oksalat.
3. Rendah garam karena natriuresis akan memacu timbulnya hiperkalsiuri.
4. Rendah purin (Purnomo, 2009)

11. Komplikasi
1. Obstruksi, karena aliran urin terhambat oleh batu.
2. Infeksi saluran kemih

17
Infeksi dapat terjadi karena batu menimbulkan inflamasi saluran kemih
dan terhambatnya aliran urin.
3. Gagal ginjal akut
Gagal ginjal akut dapat terjadi karena urin yang tidak dapat mengalir,
akan kembali lagi ke ginjal, menekan bagian dalam ginjal dan
mempengaruhi aliran darah keginjal, sehingga dapat menimbulkan
kerusakan pada organ tersebut (Nevins, 2010)

18
BAB III
KESIMPULAN

1. Batu ginjal (nefrolithiasis) adalah suatu keadaan yang tidak normal di dalam
ginjal dimana terdapat komponen kristal dan matriks organic
2. Batu staghorn adalah demikian karena bentuknya yang menyerupai tanduk,
dan mempunyai cabang- cabang.batu jenis ini dapat berukuran kecil atau besar
tergantung dari ukuran ginjalnya
3. Etiologi batu ginjal terdiri dari 2 faktor yaitu faktor intrinsik dan ekstrinsik.
Faktor instrinsik herediter, umur, jenis kelamin. Faktor ekstrinsik geografi,
iklim, diet, pekerjaan.
4. Jenis batu saluran kencing, kalsium, batu struvit, batu asam urat, dan batu
jenis lain.
5. Penegakan diagnosis batu ginjal yaitu dengan anamnesis, pemeriksaan fisik,
serta dapat dilakukan pemeriksaan penunjang seperti foto polos abdomen,
ultrasonografi, pielografi intravena.
6. Penatalaksanaan bisa dengan medikamentosa, ESWL,endourologi. Bedah
laparoskopi.
7. Komplikasi ISK, Obstruksi, gagal ginjal akut.

DAFTAR PUSTAKA

Lidi, Yhang. 2012. Gambaran Radiologi Hidronefrosis dan hidroureter dextra


pada Pasien Laki-Laki usia 42 Tahun.

19
Liou, Louis. Kidney stone. 2009.di Di
http://www.umm.edu/ency/article/000458.htm#ixzz2OOaxPKmcpadatangg
al 10 April 2013.

Martini, Frederich. 2006. The Urinary System in Fundamentals of Anatomy and


Physiology. San Francisco: Perason Education, Inc.

Moe. W. Orson. 2006. Kidney stones: pathophysiology and medical management.


Diakses di www.researchgate.net padatanggal 10 April 2013.

Nevins,Patricia. 2010.Complication From Kidney Stone. Diakses dari


http://www.livestrong.com/article/91839-complications-kidney-stones/
pada tanggal 11 April 2013

Prince, Sylvia dan Lorrane ,Wilson. 2003. Gangguan Sistem Ginjal dalam
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.

Purnomo, Basuki. 2008. Anatomi Sistem Urogenital dalam Dasar-Dasar Urologi.


Sagung Seto: Jakarta.

Santoso, et al., 2005. Paduan Penatalaksanaan Pediatric Urology

Sherwood, Lauralee. 2010. Human Phsysiology : from cells to systems Seventh


Edition: 517-524. Jakarta:EGC

Taher, Akmal et al. 2005. Penggunaan Extracorporeal Shockwave Lithotripsy


pada Batu Saluran Kemih diakses di buk.depkes.go.id/index pada tanggal
20 Maret 2013

20

Anda mungkin juga menyukai