PENDAHULUAN
Para pemasar berusaha untuk mengetahui kepribadian konsumen dan apa pengaruh
terhadap prilaku konsumsi. Pemahaman tersebut sangat penting agar pemasar dapat
merancang komunikasi yang sesuai dengan sasaran konsumen yang di tuju, sehingga
konsumen dapat menerima produk atau jasa yang si pasarkan sesuai dengan kepribadiannya.
Mempelajari kepribadian merupakan hal yang menarik karena dinamika pengetahuan
mengenai diri kita sendiri secara otomatis akan bertambah. Hal ini karena hakikatnya
1
manusia adalah yang ada dan tumbuh berkembang dengan kepribadian yang menyertai setiap
langkah dalam hidupnya
Berdasarkan rumusan masalah diatas tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut.
BAB II
2
PEMBAHASAN
1. Assael (2004) berpendapat bahwa kepribadian merupakan pola perilaku individual yang
konsisten dan bertahan lama.
2. Schiffman dan kanuk (2007) menyatakan bahwa kepribadian adalah berbagai
karakteristik psikologis dari dalam (inner psychological) yang menetukan sekaligus
mereflrksikan bagaimana seseorang memberi respon terhadap lingkungannya.
3. Soloman (2007) mengartikan kepribadian sebagai suatu hiasan atau dandanan psikologis
unik seseorang dan bahwa hal itu secara konsisten akan berpengaruh pada cara orang itu
memberi respon pada lingkungannya.
Kepribadian memiliki tiga properti berbeda yang merupakan pusat perhatian , yaitu:
3
Kepribadian seorang individu umumnya dianggap bersifat konsisten dan tahan lama.
Misalnya, ungkapan dari seorang ibu yang menyatakan bahwa anaknya bersifat keras kepala
sejak ia dilahirkan, mendukung sifat konsisten dan tahan lamanya kepribadian. Kedua sifat
itu sangat esensial bagi pemasar dalam menjelaskan dan memprediksi perilaku konsumen
yang berkaitan dengan aspek kepribadian.
Sifat stabil kepribadian memberi indikasi bahwa tidak beralasan bagi pemasar untuk
mencoba mengubah kepribadian konsumen agar cocok dengan produk tertentu. Bagi
pemasar, yang lebih baik dilakukan adalah mengidentifikasi karakteristik kepribadian tertentu
yang mempengaruhi respon konsumen dan mencoba untuk menarik trait tertentu dan relevan
yang melekat pada konsumen target mereka.
Meskipun kepribadian cenderung bersifat stabil dan tahan lama, hal itu masih mungkin
untuk berubah di bawah kondisi tertentu. Sebagai contoh, kepribadian seorang individu
mungkin bisa diubah oleh suatu peristiwa dalam kehidupannya, seperti kelahiran seorang
anak, kematian orang yang dicintai, perceraian, atau promosi karir. Berubahnya kepribadian
seseorang tidak hanya sebagai reaksi terhadap reaksiterhadap peristiwa yang tiba tiba,
melainkan juga sebagai bagian dari proses pendewasaan yang terjadi secara berangsur-
angsur.
Teori kepribadian psikioanalitik dipelopori oleh Sigmund Freud sehingga dikenal sebagai
teori Freudian. Teori ini merupakan landasan pertama psikologi modern, dan memiliki
pengaruh besar pada pemahaman tentang perilaku manusia. Freud menyatakan bahwa
kepribadian seseorang adalah hasil dari sesuatu perebutan dinamis antara dorongan psikologis
dari dalam (seperti rasa lapar, haus, seks, dan agresi) dan tekanan sosial yang harus diikuti
(seperti: hukum, aturan, dan norma). Ia mengemukakan bahwa makhluk hidup memiliki
pikiran yang sadar, setengah sadar, tidak sadar. Kekuatan yang mendorong perilaku, umunya
tidak disadari, sehingga tidak tersedia untuk bisa dicermati atau diobservasi.
4
Menurut Freud, kepribadian terdiri atas tiga kekuatan yang saling berinteraksi, yaitu id,
ego, dan supergo. Id (libido) merupakan sumber kekuatan yang ada sejak seseorang
dilahirkan, dan dianalogikan sebagai suatu gudang dorongan yang sifatnya primtif dan
implusif (yaitu kebutuhan fisiologis dasar seperti rasa lapar, haus, dan seks). Id beroperasi
dalam suatu keadaan yang disebut sebagai pleasure principle, yaitu suatu tindakan untuk
menghindari tekanandan mencari kesenangan segera. Dengan kata lain, bila id seseorang
muncul, ia akan mencari kepuasan (grafikasi) atau kegembiraan segera untuk memperoleh
perasaan dan emosi yang positif. Id juga beroperasi pada tingkat yang sangat subyektif dan
tidak disadari, serta tidak mampu menghadapi realita obyektif. Dorongan id yang sifatnya
implusif seringkali tidak mengindahkan nilai atau norma sosial. Misalnya, dalam keadaan
udara yang sangat panas, seseorang akan merasa sangat haus. Dorongan id-nya menyebabkan
ia segera mencari alat pemuas, tanpa peduli bagaimana caranya (apakah airnya bersih ataukah
mungkin air itu milik orang lain).
Komponen kepribadian lainnya adalah supergo, yang meliputi bagian moral dari struktur
psikis individu melalui internalisasi nilai nilai moral dan etika sosial. Menurut Freud,
supergo mulai terbentuk saat pertengahan masa kanak-kanak melalui suatu proses
identifikasi. Supergo merupakan pengikat bagi id dan mempresentasikan sesuatu yang ideal
dengan menunjukkan apa yang baik dan benar. Hal itu mempengaruhi seseorang untuk
mencapai perilaku yang sempurna. Dengan demikian, supergo merupakan sejenis rem yang
membatasi atau menghalangi kekuatan implusif dari id.
Sejalan dengan masa pertumbuhan, ego seseorang mulai berkembang. Ego membatasi id
yang terkait dengan dunia nyata. Melalui pembelajaran dan pengalaman , ego
mengembangkan kapabilitas seseorang agar berpikir realistik dan mengembangkan
kemampuannya untuk menghadapi lingkungan dengan tepat. Freud memnadang ego sebagai
bagian pikiran yang sadar yang beroperasi dalam suatu reality principle, yaitu kemampuan
untuk menunda pemuasan terhadap suatu tekanan sampai waktunya tepat sesuai dengan
lingkungan eksternal. Ego berperan untuk memperlibatkan bahwa seseorang memuaskan
kebutuhannya dengan cara-cara yang bisa diterima oleh nilai dan norma sosial. Meskipun
dorongan id seseorang (misalnya lapar) bisa menyebabkan pergi mencari makanan, tetapi
karena saat itu ia misalnya harus menemani tamunya, maka dorongan ego mampu
membuatnya menunda mencari alat pemuas.
5
Para teoritis yang mengaplikasikan teori Freudian dalam bidang pemasaran menyatakan
bahwa id dan superego menciptakan motif- motif tersembunyi atau motif yang tak disadari
oleh seseorang ketika membeli produk tertentu. Meskipun motif seperti itu sulit untuk
ditentukan atau diidentifikasi, namun merupakan sesuatu yang sentral dalam menentukan
perilaku pembelian tertentu. Karena itu, untuk menginvestasikan motif motif semacam itu,
aplikasi teori Freudian dalam bidang pemasaran dikenal sebagai riset tentang motivasi.
Dalam riset motivasi, identifikasi motif motif pembelian yang tersembunyi dapat
dilakukan dengan meneliti sejumlah kecil responden dengan menggunakan metode tidak
langsung. Dua metode tidak langsung yang sering dipakai adalah wawancara mendalam dan
teknik proyektif. Para pemasar menggunakan teori psikionalitik sebagai basis untuk
mempengaruhi konsumen. Salah satunya adalah daya tarik fantasi, yang memaainkan peran
penting dalam operasi dorongan id yaitu pleasure principle. Fantasi telah digunakan dalam
berbagai produk seperti parfum, sepatu olahraga, dan jeans.
Teori kepribadian sosial diinspirasi oleh beberapa murid Freud yang memiliki pandangan
berbeda. Mereka tidak sependapat dengan apa yang dikemukakan oleh Freud, bahwa
kepribadian bersifat instingtif dan seksual, dan meyakini bahwa hubungan sosial merupakan
sesuatu yang fundamental dalam pemberitahuan dan pengembangan kepribadian. Pemikiran
yang medukung teori ini dikenal sebagai sekolah neo freudian (neo freudian school).
Di antara para murid freud yang memiliki pandangan berbeda dalam pendekatan
psikioanalitik adalah Carl Jung dan Alfred Alder. Jung meyakinkan bahwa budaya seseorang
menciptakan suatu akumulasi kenangan bersama (shared memories) sejak masa lalu,
misalnya tentang hal-hal yang berkaitan dengan nilai kepahlawanan, kebijaksanaan, atau
keperawatan. Kenangan kenangan bersama seperti itu oleh Jung disebut dengan pola dasar
(archetype). Misalnya, dalam dunia pewayangan, gatot kaca dikenal sebagai sosok pemberani
sedangkan arjuna dikenal sebagai sosok lelaki ganteng dan romantis. Nilai - nilai tersebut
akan mempengaruhi kepribadian seseorang.
Kalau Jung lebih menekankan pada variabel budaya yang lebih mempengaruhi
perkembangan kepribadian seseorang, maka Adler lebih menekankan pada upaya individu
untuk memperoleh superiotas dalam konteks sosial sebagai upaya utnuk mengatasi perasaan
6
inferior, dan persaudaraan. Adler memandang bahwa makhluk hidup mencari berbagai tujuan
rasional, yang kemudian disebut sebagai gaya hidup (style of life).
Murid Freud lainnya yang ternasuk pendukung teori kepribadian sosial adalah Harry
Stach Sullivian. Ia menekannkan bahwa seseorang akan secara terus menerus berupaya
memelihara dan menghargai hubungannya dengan orang lain. Sullivan, khususnya, sangat
memperhatikan upaya upaya individu untuk mengurangi tekanan , seperti kecemasan atau
ketakutan.
Klasifikasi kepribadian seperti diajukan oleh Karen Horney sangat bermanfaat dipahami
oleh pemasar terutama dalam upaya merancang strategi komunikasi. Sebagai contohnya
adalah beberapa iklan produk rokok yang menampilkan seorang laki-laki tangguh dan kuat
dalam memanjat tebing, arung jeram, atau menjelajahi hutan belantara. Iklan-iklan seperti itu
menunjukkan bahwa konsumennya adlah orang-orang yang berani, agresif, dan menimbulkan
kekaguman.
3. Teori Trait
Baik teori kepribadian psikionalitik maupun teori kepribadian sosial didasari oleh ukuran
kualitatif. Dikatakan demikian karena kedua teori itu sangat mengandalkan riset-riset
7
motivasi dalam upaya mengidentifikasi motif-motif yang tersembunyi atau yang tak disadari
oleh seseorang ketika membeli produk tertentu. Dalam riset motivasi, data diperoleh melalui
observasi pribadi, laporan pengalamn sendiri, analisis mimpi, atau teknik proyektif.
Teori trait menggunakan orientasi kuantitatif atau empiris. Teori ini fokus pada
pengukuran kepribadian yang terkait dengan berbagai karakteristik psikologis spesifik, yang
disebut dengan trait. Sebuah trait didefinisikan sebagai suatu cara atau sifat yang relatif tahan
lama (enduring) yang dapat digunakan untuk membedakan satu individu dari individu
lainnya. Para teoritis trait memberi perhatian pada uji konstribusi (atau inventori) yang
memungkinkan mereka untuk menunjukkan perbedaan individu pada trait yang spesifik.
Konsep tentang trait didasari oleh tiga asumsi, yaitu
Teori teori trait tunggal menekankan pada trait kepribadian yang khusus dan relevan
untuk memahami seperangkat perilaku tertentu. Namun, itu tidak berarti trait lainnya tidak
ada atau tidak penting, tetapi teori itu membahas sebuah trait tunggal dan relevansinya
dengan seperangkat perilaku, dalam hal ini dengan perilaku yang berhubungan dengan
konsumsi. Beberapa di antarannya yang relevan dengan perilaku konsumsi adalah
8
berinteraksi dan muncul atau termanifestasi dalam perilaku bila didorong atau distimulasi
oleh situasi tertentu. Kelima trait tersebut disajikan pada tabel ini.
Trait Manifestasi
Exroversion - Lebih suka berada pada suatu kelompok
dari pada meneyendiri
- berbicara aktif bila bersama orang lain
- berani/tegas
Instability - Dipengaruhi mood
- temperamental
- cepat tersinggung
Agreeablesness - Simpatik
- Baik kepada orang laim
- Sopan
Openness to experience - Imajinatif
- Apresiasi pada seni
- Menemukan solusi baru
Conscientiousness - Hati- hati
- Seksama
- Efisien
Model kepribadian lima faktor telah terbukti sangat berguna dalam beberapa bidang
seperti dalam memahami perilaku tawar-menawar dan komplain serta dalam aktivitas belanja
yang komplusif. Keunggulan model lima faktor ini adalah memberi gambaran yang lebih
kaya tentang determinan-determinan perilaku dibandingkan hanya ingin memahami satu trait
tunggal. Dengan kata lain, makin banyak yang kita ketahui tentang konsume, makin baik kita
dapat memuaskan mereka.
9
Para pemasar seringkali berusaha untuk mempelajari perilaku dari para consumer
innovators, yaitu mereka yang selalu menjadi yang pertama untuk mencoba hal-hal baru baik
barang, jasa maupun kegiatan-kegiatan baru. Tanggapan dari para innovator ini seringkali
merupakan gambaran mengenai akan sukses atau tidaknya suatu produk dipasaran.
Beberapa karakteristik yang menentukan apakah konsumen seorang innovator atau bukan,
antara lain berikut ini.
a. Tingkat keinovatifan
Tingkat keinovatifan konsumen dapat diukur menggunakan instrument yang dibentuk
oleh para peneliti, yang bersifat fleksibel dalam domain kajiannya, misalnya untuk diterapkan
pada kategori produk yang luas(personal computer), subkategori produk (computer jenis
notebook) ataupun tipe produk (computer notebook mini beratnya 3 pound).
b. Dogmatisme
Dogmatisme merupakan karakteristik manusia yang mengukur kekakuan atau rigidity
dan keterbukaan yang ditunjukkan konsumen terhadap informasi atau hal-hal baru yang
kurang familiar atau yang tidak sesuai dengan system keyakinan mereka. Konsumen dengan
dogmatis tinggi akan sulit menerima hal-hal yang tidak familiar dengan mereka. Penerimaan
akan dilakukan dengan rasa tidak nyaman dan tidak psti, sedangkan konsumen dengan
tingkat dogmatis merendah akan memiliki sikap terbuka terhadap hal-hal yang kurang
familiar atau tidak sesuai dengan system keyakinan mereka.
Implikasi tingkat dogmatisme yang dianut oleh konsumen pada dunia pemasaran
adalah konsumen dengan tingkat dogmatisme tinggi seringkali dianggap sebagai konsumen
dengan pandangan tertutup dan biasanya memilih produk yang sudah lama ada, bukan
produk-produk inovatif. Hal ini bertolak belakang dengan konsumen dengan tingkat
dogmatisme rendah (berpandangan terbuka) yang lebih memilih produk-produk inovatif
daripada produk-produk tradisional. Oleh karena itu, dalam aspek komunikasi juga dibedakan
antara konsumen yang memiliki tingkat dogmatisme rendah dan yang tinggi.
Mereka yang cenderung rigid atau tingkat dogmatismenya tinggi biasanya lebih
tertarik apabila pada iklan produk inovatif ditampilkan endorser baik selebriti ataupun orang
ternama, sedangkan konsumen degan tingkat dogmatisme rendah cukup tertarik dengan iklan
produk inovatif yang menampilkan keunikan atau perbedaan produk baru tersebut jika
dibandingkan dengan produk lainnya.
c. Karakter sosial
10
Karakter sosial merupakan karakteristik seseorang yang meliputi 2 titik ekstrem
yaitu inner-directedness dan other-directedness. Istilah yang pertama berarti konsumen
cenderung menggunakan nilai-nilai maupun keyakinan dalam dirinya sendiri dalam
mengevaluasi produk, sedangkan other-directedness mencerminkan karakteristik konsumen
yang lebih mempertimbangkan nilai-nilai atau petunjuk dari orang lain mengenai apa yang
benar dan apa yang salah dalam mengevaluasi produk. Biasanya konsumen yang memiliki
karakter inner-directedness memiliki kemungkinan yang lebih besar dari pada other-
directedness untuk mengevaluasi suatu produk.
Dalam strategi komunikasi, konsumen dengan inner-directedness cenderung
menyukai iklan yang memuat pesan-pesan mengenai kegunaan produk, fitur-fiturnya maupun
keuntungan dari penggunaan produk tersebut, sedangkan konsumen dengan other-
directedness cenderung lebih menyukai iklan yang menekankan pada citra yang ditampilkan
oleh produk, penerimaan oleh masyarakat apabila menggunakan produk tersebut, dan lain
sebagainya. Pada dasarnya, konsumen dengan other-directedness lebih mudah untuk
dipengaruhi dalam perilaku pembeliannya karena mereka sangat peduli dengan apa yang
dianggap benar atau salah oleh pihak lain.
Tingkat stimulasi optimal yang tinggi dikaitkan dengan kemauan untuk menanggung
risiko, untuk mencoba produk baru, untuk menjadi inovatif, untuk mencari informasi yang
berkaitan dengan produk, dan menerima fasilitas baru, sedangkan konsumen dengan tingkat
stimulasi optimal yang rendah memiliki kemauan yang lebih rendah dalam hal-hal yang
disebutkan di atas.
e. Pencarian keragaman
Apabila dilihat dari perilaku pencarian variasi atau keragaman maka dapat
diklasifikasikan beberapa jenis perilaku pencarian variasi yang dilakukan oleh konsumen,
antara lain berikut ini.
1) Exploratory purchase behavior, yaitu bergonta-ganti merek untuk mencoba alternatif
baru dalam rangka menemukan yang lebih baik.
2) Vicarious exploration, yaitu mengumpulkan dan mengamankan informasi mengenai
alternatif baru dan memikirkan pilihan tersebut secara mendalam.
3) Use innovativeness, yaitu menggunakan produk yang sudah diadopsi dalam cara yang
baru atau unik.
11
2. Faktor Kognitif
12
d. Kepemilikan mereka atas berbagai hal tidak mendatangkan kepuasan dalam hidup
mereka.
Konsumen yang memiliki perilaku konsumen yang bersifat fixated biasanya tidak
merahasiakan benda-benda tersebut. Sebagai contoh adalah konsumen yang gemar
mengoleksi produk-produk, seperti boneka Barbie, boneka Beanie Babies, korek api Zippo
dan sebagainya. Mereka biasanya memajang barang-barang koleksi tersebut dan mencari
informasi yang berkaitan dengan produk bahkan melalui obrolan dengan sesama kolektor.
Karakteristik konsumen dengan perilaku konsumsi fixated, antara lain berikut ini.
a. Ketertarikan yang sangat dalam terhadap suatu kategori produk tertentu.
b. Bersedia untuk melakukan pengorbanan tertentu untuk memperoleh produk yang menjadi
ketertarikannya.
c. Mencari dan menyimpan informasi mengenai produk yang bersangkutan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, para kolektor ini tidak hanya tertarik pada
produk yang diperoleh sebagai koleksi, namun juga proses memperoleh produk tersebut,
seperti yang banyak dirasakan oleh para kolektor uang kuno atau perangko. Di satu sisi
ekstrem yang lain, terdapat kategori konsumen yang berperilaku pembelian kompulsif.
Konsumen dengan perilaku ini biasanya tidak dapat mengendalikan diri dan kecanduan
terhadap suatu produk tertentu. Beberapa contoh kegiatan konsumsi kompulsif adalah
kecanduan narkoba, alkohol dan gangguan pola makan. Masalah ini dapat diatasi dengan
terapi secara klinis.
4. Etnosentrisme Konsumen
13
menganggap Volvo menggambarkan citra keamanan yang tinggi, sementara Nike
memberikan kesan bahwa setiap orang memiliki jiwa sebagai atlet, dan BMW menampilkan
kesan yang menekankan pada kinerja kendaraan dalam hal menjaga keselamatan pengendara.
Semua kesan yang berhasil ditampilkan oleh merek tersebut dalam benak konsumen
menggambarkan bahwa konsumen dapat melihat karakteristik tertentu dari produk, kemudian
membentuk brand personality. Pada dasarnya, kepribadian dari suatu merek bisa bersifat
fungsional, seperti yang dimiliki oleh Volvo, namun bisa juga bersifat simbolik, seperti yang
dimiliki oleh Nike.
Contoh lainnya adalah ketika orang mengonsumsi Marlboro maka orang tersebut
tidak hanya mengonsumsi produk tetapi mereka juga berharap dirinya merasa berjiwa
petualang, maskulin dan berselera Amerika. Pada tahap tersebut, merek sudah menjadi bagian
dari diri seseorang sehingga dalam membuat keputusan pembelian dia lebih memilih merek
tertentu dan cenderung enggan membeli merek yang lain. Dari contoh di atas, kita bisa
melihat bahwa brand personality atau kepribadian merek mampu membuat sebuah hubungan
emosional yang kuat antara merek dengan konsumennya, sesuatu yang sulit dicapai jika
merek hanya mengandalkan keuntungan fungsional dan atribut merek semata. Orang bukan
hanya membeli produk dengan merek tertentu, namun merek merupakan suatu ekspresi diri
pribadi seseorang.
Keberadaan kaitan persepsi gender terhadap produk ini membantu pemasar dalam
merancang strategi pemasarannya terutama dalam strategi komunikasinya. Contohnya,
mereka dapat memilih desain visual maupun gaya bahasa atau susunan teks iklan yang sesuai
dengan suatu produk. Desain aspek-aspek tersebut disesuaikan dengan image gender yang
ditampilkan oleh produk, agar komunikasi yang terjadi dengan target audience menjadi lebih
efektif.
14
2.5 Citra Diri
Citra diri, disebut pula sebagai konsep diri atau persepsi tentang diri sangat berkaitan
dengan kepribadian. Teori konsep diri memandang bahwa tiap individu memiliki suatu
konsep tentang dirinya yang didasari oleh siapa dirinya (dirinya yang sebenarnya atau actual
self) dan suatu konsep tentang siapa dirinya seperti yang diinginkannya (dirinya yang ideal
atau ideal self ).
Teori konsep diri berkaitan erat dengan dua konsep kunci teori kepribadian
psikoanalitik, yaitu ego dan superego. Karena ego merupakan refleksi dari realita obyektifitas
seseorang, maka ia mirip dengan actual self. Sementara itu, superego ditentukan oleh sesuatu
yang seharusnya, dan karena itu merupakan suatu refleksi dari ideal selft.
Salah satu keunggulan penggunaan teori konsep diri dalam memahami perilaku
konsumen adalah bahwa konsumen member deskripsi tentang dirinya sebagai lawan dari
deskripsi yang dibuat oleh peneliti yang melakukan observasi dari luar. Artinya, konsumen
mendeskripsikan cara pandangnya sendiri. Cara ini berlawanan dengan uji kepribadian, yang
mencocokann respon konsumen ke dalam trait atau katagori yang sudah ditentukan
sebelumnya, sebagaimana sering dilakukan dalam berbagai uji tentang kepribadian.
Perbedaan ini menjadi penting, karena cara konsumen mempersepsi dirinya mungkin secara
substansial sangat berbeda dengan cara peneliti dalam melihat atau mengkatagorikan
konsumen tersebut. Untuk menentukan konsep dirinya, konsumen diminta untuk mengurangi
bagaimana mereka melihat dirinya (ideal self) pada berbagai atribut seperti : bahagia,
modern, praktis dapat diandalkan, energik, serius, keberhasilan, sensitive, agresif, dan
sebagainya.
Teori konsep diri dipengaruhi oleh dua prisip, yaitu (1) Keinginan untuk mencapai
konsistensi diri (self-consistency), (2) Keinginan untuk meningkatkan harga diri (self-
esteem). Upaya mencapai konsistensi diri berarti bahwa individu akan bertindak sesuai
dengan konsep dirinya yang actual. Misalnya, seorang konsumen mungkin memandang
dirinya sebagai individu yang praktis dan meiliki control diri. Ia member pakaian yang
konservatif, mengendarai mobil sedan besar dengan empat pintu, dan mengahabiskan
waktunya sepulang kerja untuk berada di rumah. Namun, di dalam hatinya ia ingin menjadi
lebih riang dan berani. Bila seandainya ia bertindak seperti konsep diri idealnya, ia mungkin
memiliki mobil sport yang kecil, memakai jeans dan T-shirt, dan pergi ke klub-klub rock.
15
Tindakan seperti itu akan meningkatkan harga dirinya melalui gambaran dirinya yang lebih
dekat dengan ideal self.
Tidak ada satupun konsep diri actual konsumen yang sifatnya tunggal. Konsumen
memiliki berbagai identitas peran. Sebagai contoh seorang wanita memiliki peran sebagai
istri, ibu, wanita, pekerja, relawan AIDS, dan sebagainya. Salah satu dari peran itu akan
dominan dalam situasi tertentu, dan peran tertentu itu akan mempengaruhi gaya berpakaian
dan perilakunya. Campuran atau kombinasi dari berbagai peran individu itu menentukan
konsep diri actual.
Hasil- Hasil riset mengindekasikan bahwa akan lebih akurat untul menganggap
konsumen memiliki konsep diri ganda atau multiple self. Perubahan ini didasari oleh
pemahaman bahwa seorang konsumen cenderung bertindak atau berperilaku berbeda ketika
berhadapan dengan orang yang berbeda dan dalam situasi yang berbeda. Seseorang yang
sehat dan normal akan menjadi orang yang sedikit berbeda ketika berada pada situasi yang
berbeda.Seseorang yang sehat dan sehat dan normal akan menjadi orang yang sedikit berbeda
ketika berada pada situasi yang berbeda ataun ketika menjalani peran social yang berbeda.
Bertindak sama persis pada situasi yang berbeda dan berhadapan dengan orang yang berbeda
cenderung merupakan tanda bahwa orang itu tidak normal atau tidak sehat.
Adanya pemahaman bahwa seseorang memiliki sejumlah self yang berbeda (yaitu
memiliki citra diri ganda) mengindikasikan bahwa pemasar sebaiknya membuat produk dan
jasanya tertuju bagi konsumen di dalam konteks diri tertentu. Bila diaplikasikan dalam
pemasaran, konsep tentang actual self menyatakan bahwa pembelian konsumen dipengaruhi
oleh citra yang dimiliki tentang dirinya. Mereka mencapai konsistensi diri dengan membeli
produk-produk yang dirasakannya mirip dengan konsep dirinya. Karena itu, terdapat
kongruensi antara citra merek dan citra diri.
Konsep tentang citra diri ideal berhubungan dengan harga diri seseorang. Makin besar
perbedaan antara konsep diri aktual dan konsek diri ideal, makin rendah harga diri seseorang.
Dalam konteks pemasaran, ketidakpuasan terhadap satu konsep diri dapat mempengaruhi
16
pembelian, khusunya untuk produk-produk yang dapat meningkatkan harga diri. Karena itu,
seorang wanita yang ingin menjadi lebih efisien, modern, dan imajinatif, mungkin akan
membeli jenis-jenis parfum atau deodoran yang berbeda, atau cenderung untuk berbelanja
pada took-toko yang berbeda dibandingkan wanita lain yang lebih hangat dan atraktif.
Richins (1991) menemukan bahwa berbagai tema dan citra yang ada pada iklan
seringkali menciptakan perbedaan yang besar antara konsep diri actual dan konsep diri ideal.
Iklan-iklan yang mempertontonkan model cantik atau gaya hidup mewah menciptakan dunia
edeal yang tak dapat dijangkau. Akibatnya konsumen dibiarkan berada pada suatu kondisi
dengan perasaan kekurangan yang didasari oleh perbandingan antara konsep diri aktualnya
dan citra ideal tersebut. Misalnya, sebuah iklan menggunakan model wanita dengan ukuran
tubuh ideal, yaitu tinggi badan 165 cm dan berat 50 kg. Sementara itu, rata-rata tinggi badan
wanita Indonesia adalah 160 cm dan berat 55 kg. Keadaan yang ditunjukkan oleh iklan
tersebut cenderung menurunkan harga diri konsumen.
Keinginan untuk memiliki konsistensi diri dan harga diri bias menimbulkan konflik.
Konsumen yang melakukan pemberian sesuai dengan konsep diri aktualnya mungkin
mencapai konsistensi, tetapi hal itu mungkin tidak meningkatkan harga dirinya. Pada
umumnya, konsumen membeli berbagai produk yang mengonfirmasi citra diri aktualnya.
Namun, bila mereka memiliki harga diri yang rendaah, maka kemungkinan mereka akan
membeli produk-produk yang sesuai dengan konsep diri idealnya dari pada konsep diri
aktualnya. Akibatnya, konsumen seperti itu akan lebih mudah dipengaruhi oleh daya tarik
fantasi yang digambarkan oleh keadaan konsep diri ideal. Bila pembelian didasari oleh
keinginan untuk mencapai citra diri ideal, yang seringkali tidak dapat direalisasikan, maka hal
itu dapat menyebabkan terjadinya perilaku pembelian kompulsif.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
17
Setiap orang memiliki kepribadian yang berbeda-beda yang dapat mempengaruhi
perilaku pembeliannya. Kepribadian (personality) mengacu pada karakteristik psikologi unik
yang menyebabkan respons yang realtif konsisten dan bertahan lama terhadap lingkungan
orang itu sendiri Kepribadian biasanya digambarkan dalam sifat-sifat kepribadian perilaku
seperti kepercayaan diri, dominasi, kemampuan bersosialisasi, otonomi, cara
mempertahankan diri, dan kemampuan beradaptasi. Kepribadian dapat digunakan untuk
menganalisis perilaku konsumen untuk produk atau pilihan merek tertentu.
Kepribadian memiliki tiga properti berbeda yang merupakan pusat perhatian , yaitu:
Citra diri, disebut pula sebagai konsep diri atau persepsi tentang diri sangat berkaitan
dengan kepribadian. Teori konsep diri memandang bahwa tiap individu memiliki suatu
konsep tentang dirinya yang didasari oleh siapa dirinya (dirinya yang sebenarnya atau actual
self) dan suatu konsep tentang siapa dirinya seperti yang diinginkannya (dirinya yang ideal
atau ideal self ).
Dalam Citra Diri Aktual (Konsep Diri Aktual) tidak ada satupun konsep diri actual
konsumen yang sifatnya tunggal. Konsumen memiliki berbagai identitas peran. Sedangkan,
18
Konsep tentang citra diri ideal berhubungan dengan harga diri seseorang. Makin besar
perbedaan antara konsep diri aktual dan konsek diri ideal, makin rendah harga diri seseorang.
Dalam konteks pemasaran, ketidakpuasan terhadap satu konsep diri dapat mempengaruhi
pembelian, khusunya untuk produk-produk yang dapat meningkatkan harga diri.
DAFTAR PUSTAKA
Suprapti, NW. 2010. Perilaku Konsumen: Pemahaman Dasar dan Aplikasinya dalamStrategi
Pemasaran. Cetakan ke-1. Denpasar: Udayana University Press.
http://www.bitebrands.co/2010/04/kepribadian-yang-baik-bukan-lagi_16.html
19
http://akommrtviglobalmedia.blogspot.co.id/2011/10/kepribadian.html
20