Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH HUKUM PERTAMBANGAN

IZIN PERTAMBANGAN RAKYAT

DISUSUN OLEH :
YOSKA SAPUTRA
143112330050060

UNIVERSITAS NASIONAL
FAKULTAS HUKUM
2016

KATA PENGANTAR
1
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT dengan rahmat, karunia,
dan berkahnya kamo dapat menyelesaikan makalah tentang Izin
Pertambangan rakyat walaupun masih jauh dari kata kesempurnaan. Dan
saya juga berterima kasih kepada Bapak Hendra Mukhlis yang telah
memberikan tugas ini.
Kami sangat berharap agar makalah ini akan berguna dalam rangka
menambah wawasan bagi yang membaca makalah ini walaupun makalah ini
masih banyak kekurangan dan jauh dari kata kesempurnaan. Oleh sebab itu
kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ini,karena hanya dengan saran dan kritik yang
membangunlah kami bisa mengerjakan makalah ini dengan lebih baik lagi di
kemudian hari.
Semoga makalah ini mampu mudah dipahami oleh pembaca.
Setidaknya makalah ini berguna bagi kami sendiri maupun bagi pembaca.
Dan kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca. Terima kasih.

Jakarta, 08 Oktober 2016

Penyusun

2
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sumber daya alam yang dimiliki oleh Indonesia adalah sumber daya
alam yang sangat melimpah ruah dan sangat beragam, baik sumber daya
yang ada dilaut, sumber daya alam yang ada di daratan maupun yang
ada didalam perut bumi. Segala sumber daya alam itu dianugerahkan
oleh Tuhan kepada makhluknya untuk digunakan se-arif dan se-bijaksana
mungkin untuk keberlangsungan kehidupannya. Dengan adanya
kebebasan untuk mengolah sumber daya alam yang cukup besar itu
sering kali disalah gunakan oleh beberapa oknum yang tidak bertanggung
jawab dan tidak memikirkan keberlanjutan dari ulah mereka yang dengan
rakus memanfaatkan sumber daya alam. Hampir diseluruh wilayah
indonesia yang terdapat potensi alam dan kekayaannya sudah dilirik
bahkan sudah dieksploitasi secara sederhana maupun secaara besar-
besaran, terkadang pengelolaan itu menimbulkan banyak masalah
sesudah aktifitas eksploitasi yang merugikan rakyat penghuni yang telah
mendiami tempat itu.
Pengolahan dan pemanfaatan lingkungan harus dilakukan dengan
sistem yang baik dan dapat memberikan kemakmuran untuk semua
orang atau dengan kata lain semua orang dapat merasakan kekayaan
alam yang begitu besar, sebagaimana dimanatkan dalam undang undang
dasar bahwa Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung
didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar besar
kemakmuran rakyat. (Pasal 33 ayat 3 UUD 1945) egala kekayaan yang
ada di daratan maupun lautan indonesia harus dimanfaatkan untuk
kemakmuran rakyat dan bukan hanya dikeruk oleh pihak asing tanpa
memberikan manfaat bagi rakyat indonesia sebagai empunya kekayaa
alam yang melimpah ruah dan begitu beragam ini. Pengelolaan
lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan
untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya

3
pencemaran dan/atau kerusankan lingkungan hidup yang meliputi
perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan,
dan penegakan hukum (pasal 1 ayat 2 UUPLH No. 32 Tahun 2009) hal ini
menggambarkan kepada kita bahwa pengelolaan lingkungan harus
dilakukan dengan teknik yang benar dan dilakukan secara serius agar
pengelolaannya dapat memberikan hasil yang baik serta berkelanjutan
hingga beberapa generasi kedepan, kekayaan alam bukan hanya milik
dari generasi yang saaat ini hidup, melainkan milik semua generasi dan
semua generasi berhak untuk menikmatinya.

1.2 Rumusan Masalah


Apa pengertian hukum pertambangan?
Apa izin pertambangan rakyat itu?
Apakah dasar hukum izin pertambangan rakyat?

4
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Hukum Pertambangan
Istilah hukum pertambangan merupakan terjemahan dari bahasa
Inggris, yaitu mining law. Menurut ensiklopedia Indonesia, hukum
pertambangan adalah hukum yang mengatur tentang penggalian atau
pertambangan bijih-bijih dan meineral-mineral dalam tanah. Definisi ini
hanya difokuskan pada aktivitas penggalian atau pertambangan bijih-
bijih. Penggalianatau pertambangan merupakan usaha untuk menggali
berbagai potensi-potensi yang terkadung di dalam perut bumi.Dalam
definisi diatas juga tidak terlihat hubungan antara pemerintah dengan
subjek hukum. padahal untuk menggali bahan tambang itu diperlukan
perusahaan atau badan hukum yang megelolanya Dalam black law
dictionary, mining law diartikan sebagai the act of appropriating a
mining claim (parcel of land containing precious metal in its soil or rock)
according to certain astablished rule.
Artinya, hukum pertambangan adalah ketentuan yang khusus yang
mengatur hak menambang ( bagian dari tanah yang mengandung logam
berharga di dalam tanah atau bebatuan) menurut aturan-aturan yang
ditetapkan. Definisi ini difokuskan kepada hak masyarakat semata-mata
untuk melakukan penambangan pada sebidang tanah atau bebatuan
yang ditentukan. Sementara itu, hak menambang adalah hak untuk
melakukan kegiatan penyelidikan dan hak untuk melakukan kegiatan
eksploitasi. Objek kajian hukum pertambangan tidak hanya mengatur hak
penambang semata-mata, tetapi juga mengatur kewajiban penambang
kepada negara
Menurut H. Salim H.S. (2005:8), hukum pertambangan adalah
keseluruhan kaidah hukum yang mengatur kewenangan negara dalam
pengelolaan bahan galian (tambang) dan mengatur hubungan hukum
antara negara dengan orang dan atau badan hukum dalam pengelolaan
dan pemanfaatan bahan galian (tambang).

1
Kaidah dalam hukum pertmbangan dibedakan menjadi dua macam,
yaitu kaidah hukum pertambangan tertulis dan kaidah
hukupertambangan tidak tertulis. Hukum pertambangan tertulis adalh
kaidah-kaidah hukum yang terkandung dalam peraturan perundang-
undangan, traktat dan yurisprudensi.Hukum pertambangan tidak tertulis
merupakan ketentuan-ketentuan hukum yang hidup dan berkembang
dalam masyarakat. Bentuknya tidak tertulis dan sifatnya lokal, artinya
hanya berlaku dalam masyarakat setempat.Ada tiga unsur penting dalam
definisi hukum pertambangan yaitu adanya kaidah hukum, adanya
kewenangan negara dalam pengelolaan bahan galian, dan adanya
hubungan hukum antara negara dengan orang dan/atau badan hukum
dalam pengusahaan bahan galian.

2.2. Izin pertambangan rakyat


Izin Pertambangan Rakyat, yang selanjutnya disebut IPR, adalah izin
untuk melaksanakan usaha pertambangan dalam wilayah pertambangan
rakyat dengan luas wilayah dan investasi terbatas.
Perizinan pertambangan Rakyat terdiri dari dua tahapan perizinan yaitu :
Penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR)
a) Pengertian Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR)
Sebelum dikeluarkannya Izin Usaha Pertambangan Rakyat (IPR)
maka terlebih dahulu ditetapkan Wilayah Pertambangan Rakyat
(WPR) , Dalam UU No.4 tahun 2009 pasal 20 bahwa kegiatan
Pertambangan Rakyat dilaksanakan dalam suatu WPR. Wilayah
Pertambangan Rakyat (WPR) adalah bagian dari wilayah
pertambangan(WP) yang memiliki potensi mineral dan/atau
batubara tempat dilakukannya kegiatan usaha pertambangan
rakyat.

b) Kriteria Penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR)


I. Dalam UU No. 4 tahun 2009 Pasal 22 Kriteria untuk menetapkan
WPR adalah sebagai berikut :
- Mempunyai cadangan mineral sekunder yang terdapat di
sungai dan/atau di antara tepi dan tepi sungai;

2
- Mempunyai cadangan primer logam atau batubara dengan
kedalaman maksimal 25 (dua puluh lima) meter;
- Endapan teras, dataran banjir, dan endapan sungai purba;
- Luas maksimal wilayah pertambangan rakyat adalah 25 (dua
puluh lima) hektare;\
- Menyebutkan jenis komoditas yang akan ditambang; dan/ atau
- Merupakan wilayah atau tempat kegiatan tarnbang rakyat
yang sudah dikerjakan sekurang-kurangnya 15(lirna belas)
tahun.

II. Peraturan Pemerintah (PP) No. 22 Tahun 2010 Pasal 26 ayat 2


- Mempunyai cadangan mineral sekunder yang terdapat di
sungai dan/atau di antara tepi dan tepi sungai;
- Mempunyai cadangan primer logam atau batubara dengan
kedalaman maksimal 25 (dua puluh lima) meter;
- Merupakan Endapan teras, dataran banjir, dan endapan sungai
purba;
- Luas maksimal wilayah pertambangan rakyat (WPR) adalah 25
(dua puluh lima) hektare;
- Menyebutkan jenis komoditas yang akan ditambang; dan/ atau
- Merupakan wilayah atau tempat kegiatan tarnbang
rakyat yang sudah dikerjakan sekurang-kurangnya 15(lirna
belas) tahun.
- Tidak tumpang tindih dengan WUP dan WPN.
- Merupakan kawasan peruntukan pertambangan sesuai dengan
rencana tata ruang.

c) Tata cara Penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR)


I. UU No. 4 tahun 2009 , Pasal 21 mengenai tata cara penetapan
WPR berbunyi:
WPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ditetapkan oleh
bupati/walikota setelah berkonsultasi dengan Dewan Penvakilan
Rakyat Daerah kabupaten/ kota

II. UU No. 4 tahun 2009, Pasal 23, berbunyi :


Dalam menetapkan WPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal
21, Bupati/Walikota berkewajiban melakukan pengumuman
mengenai rencana WPR kepada masyarakat secara terbuka.

3
III. UU No. 4 tahun 2009, Pasal 24, berbunyi :
Wilayah atau tempat kegiatan tambang rakyat yang sudah
dikerjakan tetapi belum ditetapkan sebagai WPR diprioritaskan
untuk ditetapkan sebagai WPR.

IV. UU No. 4 tahun 2009, Pasal 25, berbunyi :


Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman, prosedur, dan
penetapan WPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan
Pasal 23 diatur dengan peraturan pemerintah.

V. UU No. 4 tahun 2009, Pasal 26, berbunyi :


Penetapan WPR, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dan
Pasal 23 diatur dengan peraturan Daerah kabupaten/kota.

VI. Peraturan Pemerintah (PP) No.22 tahun 2010 , Pasal 26 ayat (1)
tentang tata cara pemberian WPR berbunyi :
Bupati/Walikota menyusun rencana penetapan suatu wilayah di
dalam WP menjadi WPR sebagaimana dimaksud dalam pasal 16
ayat (1) huruf b berdasarkan Peta potensi mineral dan/atau
batubara sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 ayat (1) serta
peta potensi /cadangan mineral dan/atau batubara
sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ayat(1).

VII. PP No. 22 tahun 2010, Pasal 27 berbunyi :


- Wilayah di dalam WP (wilayah Pertambangan) sebagaimana
dimaksud dalam pasal 26 yang memenuhi kriteria
ditetapkan menjadi WPR oleh Bupati/Walikota Setempat
setelah berkoordinasi dengan pemerintah Provinsi dan
berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten /Kota
- Penetapan WPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan secara tertulis oleh Bupati/Walikota kepada
Menteri dan Gubernur
- Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dilakukan
untuk mendapatkan pertimbangan berkaitan dengan data

4
dan informasi yang dimiliki pemerintah Provinsi yang
bersangkutan
- Konsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk
memperoleh pertimbangan
VIII. Peraturan Menteri No.2 tahun 2013, pasal 3 ayat 2 berbunyi :
Pengawasan dalam rangka penetapan WPR oleh
Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
sekurang-kurangnya:
- Penetapan WPR dilakukan setelah berkoordinasi dengan
pemerintah provinsi dan berkonsultasi dengan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota;
- sebelum melakukan koordinasi dengan pemerintah
provinsi dan konsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat
Derah kabupaten/kota, sebagaimana dimaksud pada
huruf a wajib memastikan lokasi WPR:
Masuk dalam Kawasan Peruntukan Pertambangan
sebagaimana tercantum dalam rencana tata ruang
wilayah kabupaten/kota yang ditetapkan dalam
Peraturan Daerah;
Telah mendapatkan persetujuan dari pemegang hak
atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
Telah menggunakan sistem koordinat pemetaan
dengan Datum Geodesi Nasional yang mempunyai
parameter sarna dengan parameter Ellipsoid World
Geodetic System;
Telah memenuhi kriteria penetapan WPR sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
dan
Telah dilaksanakan pengumuman rencana penetapan
WPR kepada masyarakat seeara terbuka paling sedikit
pada kantor kelurahan/ desa di lokasi WPR sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

5
Pemberian Izin Usaha Pertambangan Rakyat (IPR)
a) Pengertian Izin Pertambangan Rakyat (IPR)
Setelah Penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) maka
selanjutnya Izin Pertambangan Rakyat (IPR) dapat diproses untuk
diberikan kepada Pemohon.
Izin Pertambangan Rakyat (IPR) adalah Izin untuk melaksanakan
usaha pertambangan dalam wilayah pertambangan rakyat dengan
Luas wilayah dan investasi terbatas.

b) Tata Cara Penerbitan IPR


I. UU No.4 tahun 2009, pasal 67 Berbunyi :
- Bupati/Walikota memberikan IPR terutama kepada penduduk
setempat, baik perseorangan maupun kelompok masyarakat
dan/atau Koperasi.
- Bupati/Walikota dapat melimpahkan kewenangan
pelaksanaan pemberian IPR sebagaimana dimaksud pada
ayat(1) kepada Camat sesuai dengan ketentaun peraturan
perundang-undangan.
- Untuk memperoleh IPR sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) pemohon wajib menyampaikan surat permohonan
kepada Bupati/Walikota.

II. Didalam Peraturan Pemerintah (PP) No.23 Tahun 2010, pasal 47


Berbunyi:
- IPR diberikan oleh Bupati/Walikota berdasarkan permohonan
yang diajukan oleh penduduk setempat, baik orang
perseorangan maupun kelompok masyarakat dan/atau
koperasi.
- IPR diberikan stelah ditetapkan WPR oleh Bupati/Walikota.
- Dalam 1(satu) WPR dapat diberikan 1 (satu) atau beberapa
IPR.

III. Didalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM No. 2 tahun 2013


terkait Tatacara Proses Penerbitan IPR adalah :

6
Pengawasan penerbitan IPR dalam proses penerbitan IPR oleh
bupati/walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
sekurang-kurangnya:
- Dalam penerbitan IPR pada WPR, telah menyusun rencana
reklamasi dan rencana pascatambang untuk setiap WPR
yang telah ditetapkan berdasarkan dokumen lingkungan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
- Pemberian IPR terutama kepada penduduk setempat, baik
perseorangan maupun kelompok masyarakat atau koperasi
yang beranggotakan penduduk setempat berdasarkan surat
permohonan yang telah memenuhi persyaratan
administratif, teknis, dan finansial sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan

c) Kriteria Pemberian IPR


I. Kriteria Komoditas Bahan Galian
UU No.4 tahun 2009, pasal 66 menyebutkan Kegiatan
Pertambangan Rakyat dikelompokkan berdasarkan komoditas
bahan galiannya yaitu :
- Pertambangan Mineral Logam;
- Pertambangan Mineral Bukan Logam;
- Pertambangan Batuan;dan/atau
- Pertambangan Batubara
II. Kriteria Pemohon terdiri dari : (UU No. 4 tahun 2009, pasal 67
ayat 1)
- Perseorangan
- Kelompok Masyarakat
- Koperasi
III. Kriteria Pemberian Luas Wilayah (UU No. 4 tahun 2009,pasal 68
ayat 1 )
- Perseorangan , paling banyak 1 (satu) hectare.
- Kelompok Masyarakat, paling banyak 5(lima) hectare
- Koperasi, paling banyak 10 (sepuluh) hectare.
IV. Kriteria Jangka waktu (UU No. 4 tahun 2009, pasal 68 ayat 2 )
IPR diberikan untuk jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun
dan dapat diperpanjang.

d) Persyaratan IPR

7
Peraturan Pemerintah (PP) No. 23 tahun 2010 Pasal 48 ayat 2
tentang persyaratn IPR berbunyi :
Untuk mendapatkan IPR, Pemohon harus memenuhi :
- Persyaratan Administratif;
- Persyaratan Teknis;
- Persyaratan Finansial.
Adapun Persyaratan-persyaratan yang dimaksud adalah sbb :
I. Persyaratan Adminsitrasi sebagai berikut: (PP No.23 tahun
2010 pasal 48 ayat 3)
i. Orang Perseorangan, paling sedikit meliputi :
- Surat permohonan;
- Kartu Tanda Penduduk;
- Komoditas Tambang yang dimohon;
- Surat keterangan dari kelurahan/Desa setempat.
ii. Kelompok Masyarakat, paling sedikit meliputi:
- Surat permohonan;
- Komoditas Tambang yang dimohon;
- Surat keterangan dari keluraha/Desa setempat.
iii. Koperasi setempat, paling sedikit meliputi :
- Surat permohonan;
- Nomor Pokok wajib Pajak;
- Akte Pendirian koperasi yang telah disahkan oleh
pejabat yang berwenang;
- Komoditas Tambang yang dimohon;
- Surat keterangan dari kelurahan/Desa setempat.
II. Persayaratan Teknis sebagai berikut : (PP No.23 tahun 2010
pasal 48 ayat 4) Berupa surat pernyataan yang memuat
paling sedikit mengenai :
i. Sumuran pada IPR paling dalam 25 (dua puluh lima)
meter;
ii. Menggunakan pompa mekanik, penggelundungan atau
permesinan dengan jumlah tenaga maksimal 25 (dua
puluh lima) horse Power untuk 1 (satu) IPR dan
iii. Tidak Menggunakan alat berat dan bahan peledak.
III. Persyaratan Finansial, sebagai berikut :(PP No.23 tahun
2010, pasal 48 ayat 5)
Berupa laporan Keuangan 1 (satu) tahun terakhir dan
hanya dipersyaratkan bagi Koperasi setempat.

e) Hak dan Kewajiban


I. Hak Pemegang Izin Pertambangan Rakyat (IPR)

8
Hak Pemegang Izin Pertambangan Rakyat (IPR) menurut UU No.
4 Tahun 2009 Pasal 69 antara lain sbb :
i. Mendapat pembinaan dan pengawasan di bidang
keselamatan dan kesehatan kerja, lingkungan,
teknispertambangan, dan manajemen dari
Pemerin~ahdan/ atau pemerintah daerah; dan
ii. Mendapat bantuan modal sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
II. Kewajiban Pemegang Izin Pertambangan Rakyat
Kewajiban Pemegang IPR berdasarkan UU No. 4 Tahun 2009
Pasal 70 antara lain Sbb:
i. melakukan kegiatan penambangan paling lambat 3 (tiga)
bulan setelah IPR diterbitkan;
ii. mematuhi peraturan perundang-undangan di
bidang keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan,
pengelolaan lingkungan, dan memenuhi standar yang
berlaku;
iii. mengelola lingkungan hidup bersama pemerintah daerah;
iv. membayar iuran tetap dan iuran produksi; dan
v. menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan usaha
pertambangan rakyat secara berkala kepada pemberi IPR.
Berdasarkan UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan daerah dan
Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor :
120/253/sj, tanggal 16 Januari 2015 tentang Penyelenggaraan Urusan
Pmerintahan setelah ditetapkan Undang-undang nomor 23 tahun 2014
tentang pemerintahan Daerah serta ditindaklanjuti dengan Rapat
Koordinasi Pengelolaan Energi Dan Sumber Daya Mineral Provinsi Se
Sulawesi Barat Tanggal 18 s/d 20 Maret 2015 di Kabupaten Mamuju,
maka segala kebijakan mengenai sektor pertambangan seperti
penerbitan Izin Baru, sedang dalam proses, dan yang telah diterbitkan
oleh pemerintah Kabupaten berkaitan dengan Izin Usaha Pertambangan
(IUP/IUPK/IPR) Komoditas Mineral, Batubara, Non Logam dan Batuan,
kewenangannya telah dilimpahkan ke Pemerintah Provinsi Sulawesi
Barat.

9
2.3. Dasar Hukum
Dasar penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) dan Izin
pertambangan Rakyat (IPR) diatur dalam beberapa Peraturan Perundang-
Undangan dan juga Peraturan Pemerintah yaitu :
1. Undang Undang Dasar 1945 Pasal 33, yang terdiri atas:
a. Ayat 1 berbunyi Perekonomian disusun sebagai usaha bersama
berdasar atas azas kekeluargaan.
b. Ayat 2 berbunyi Cabang-cabang produksi yang penting bagi
Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai
oleh Negara.
c. Ayat 3 berbunyi Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung
didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
d. Ayat 4 berbunyi Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar
atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi
berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian,
serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan
ekonomi nasional.
e. Ayat 5 berbunyi Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan
pasal ini diatur dalam undang-undang
2. Undang Undang No.23 tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah Yaitu pada Lampiran pembagian urusan pemerintahan
konkuren antara pemerintah pusat dan daerah provinsi dan daerah
kabupaten/kota huruf cc tentang pembagian urusan Pemerintahan
Bidang Energi & Sumber Daya Mineral yang terdiri atas:
a. Mengenai Wilayah Pertambangan Rakyat tercantum pada sub
urusaan Mineral dan Batubara (2), kolom kewenangan pemerintah
pusat huruf (a) yang berbunyi : Penetapan Wilayah
Pertambangan sebagai bagian dari rencana tata ruang wilayah
nasional, yang terdiri atas Wilayah Usaha Pertambangan, Wilayah
Pertambangan Rakyat dan Wilayah Pencadangan Negara serta
Wilayah Usaha Pertambangan Khusus.

10
b. Mengenai Izin Pertambangan Rakyat tercantum pada sub urusan
Mineral dan Batubara (2), Kolom kewenangan Daerah Provinsi
huruf (d) yang berbunyi : Penerbitan Izin pertambangan rakyat
untuk komoditas mineral logam, batubara, mineral bukan logam
dan batuan dalam wilayah pertambangan rakyat.
3. Undang-undang No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral
dan Batubara (pasal 20-26 tentang Wilayah Pertambangan Rakyat
dan pasal 66-73 tentang Ijin Pertambangan Rakyat)
4. PP No. 22 Tahun 2010 Tentang Wilayah Pertambangan (pasal 26-27
tentang Wilayah Pertambangan Rakyat)
5. PP No. 23 Tahun 2010 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral
dan Batubara (pasal 47-48 tentang Ijin Pertambangan Rakyat)

2.4. Kasus diskriminasi antara Pemegang Izin Pertambangan rakyat


dengan Pemegang Izin Usaha Pertambangan
Masih hagat diingatan kita, anarkisme demonstran berujung pada
pengrusakan kantor DPRD Panua pada akhir tahun 2011. Aspirasi yang
dibawa para demonstran menuntut penolakan terhadap masuknya
investor yang berdampak kepada penurunan mata pencahariannya.
Penolakan tersebut karena mereka (baca: Penambang rakyat) dianggap
sebagai penambang yang ilegal. Padahal penambang rakyat maupun
perusahan memiliki hak untuk mengelola wilayah tambang mineral dan
batubara. Jaminan hukum bagi pelaku penambangan yang berhak
mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP) diatur dalam Pasal 38
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara.
Pemerintah Daerah Pohuwato sangatlah tanggap terhadap permasalah
yang terjadi. Bupati Syarif Mbuinga dalam rapat Musyawarah Pimpinan
Daerah (28/12/2011), berjanji mencari jalan tengah dalam menyelesaikan
permasalah yang terkait pertambangan. Pemerintah Daerah
mengakomodir seluruh kepentingan rakyat khususnya penambang rakyat
dan investor yang telah mengantongi Izin Usaha Pertambangan.

Kesulitan Pemda dan Kritik Terhadap UU Pertambangan

11
Awal tahun 2012 pemerintah daerah dan anggota DPRD
Kabupaten Pohuwato langsung melakukan beberapa langkah strategis
dalam menyelesaikan permasalahan pertambangan. Langkah tersebut
diambil karena banyaknya kasus-kasus pertambangan yang berujung
kepada tindak kekerasan. Serta mewujudkan janji pemerintah daerah
kepada masyarakat Bumi Panua. Adapun realisasi janji pemerintah
pohuwato: pertama, melakukan pertemuan dengan masyarakat
yangmurni penambang rakyat di Aula Kantor Bupati Pohuwato.
Pertemuan tersebut dilakukan karena adanya kabar angin soal
penurunan penambang rakyat dari lokasi penambangan. Sekali lagi
dalam pertemuan tersebut pemerintah daerah menegaskan bahwa
penambang rakyat tidak akan diturunkan dari lokasi penambangan.
Kedua, kunjungan gabungan Komisi DPRD Pohuwato di kantor
Direktorat Jenderal Plonologi Kehutanan.
Kunjungan para anggota DPRD Pohuwato dengan pihak
Kementerian Kehutanan yakni untuk mempertanyakan persoalan izin
penggunaan kawasan hutan. Hal tersebut karena Kementerian
Kehutanan adalah lembaga yang berwenang dalam hal mengeluarkan
izin penggunaan kawasan.
Upaya-upaya yang telah dilakukan Pemerintah Kabupaten
Pohuwato haruslah diapresiasi dan diacungi jempol. Akam tetapi,
pemerintah daerah mengalami kesulitan dalam hal mencari solusi
permasalahan ini. Pemerintah daerah Pohuwato berada salam situasi
serba sulit. Di satu sisi tetap mempertahankan penambang rakyat
karena merupakan mata pencaharian masyarakatnya, disisi lain lokasi
tambang tersebut telah dikuasai Investor dengan keluarnya Izin Usaha
Pertambangan.
Kesulitan pemerintah daerah nampaknya juga terbentur dengan
UU Nomor 4 Tahun 2009 yang melarang aktivitas penambangan tanpa
memiliki Izin Usaha Pertambangan, Izin Pertambangan Rakyat dan Izin
Usaha Pertambangan Khusus (Pasal 35 UU No.4 Tahun 2009).
Walaupun penambang rakyat telah berpuluh-puluh tahun melakukan

12
aktivitas penambangan, meraka tetap dianggap sebagai penambang
illegal. Sedangkan pihak investor telah melakukan ekplorasi di lokasi
tambang dengan menguasai luas wilayah paling sedikit 5.000 hektare
dan paling banyak 100.000 hektare (Vide: Pasal 52 UU No.4 Tahun
2009). Desakan dari elemen masyarakat agar pemerintah daerah
mencabut izin para investor yang telah melakukan eksplorasi di
gunung pani (baca: lokasi tambang) terus berdatangan. Pemerintah
Daerah tentunya mengetahui bahwa dalam hal mencabut Izin Usaha
Pertambangan para investor tidaklah mudah. Pencabutan Izin Usaha
Pertambangan dapat dilakukan Bupati apabila pemegang Izin Usaha
Pertambangan tidak memenuhi kewajibannya, melakukan tindak
pidana dalam bidang pertambangan, dan mengalami pailit (vide: Pasal
119 UU No.4 Tahun 2009).
Selain dari sulitnya pencabutan Izin Usaha Pertambangan yang
sudah terlancur terbit, undang-undang ini juga hanya memungkinkan
penambang rakyat untuk mengurus Izin Pertambangan Rakyat. Dimana
terjadi perbedaan yang sangat signifikan dalam hal wilayah yang bisa
dikelolah dalam pertambangan. Luas wilayah pertambangan bagi
pemegang Izin Usaha Pertambangan untuk Izin Usaha Pertambangan
Eksplorasi diberi Wilayah Izin Usaha Pertambangan paling sedikit 5.000
hektare dan paling banyak 100.000 hektare. Sedangkan pemegang Izin
Usaha Pertambangan operasi produksi diberi wilayah dengan luas
paling banyak 25.000 hektare. Dibandingkan dengan pemegang Izin
Pertambangan Rakyat hanya diberikan maksimal 10 hektare untuk
dikelolah dan dilaksanakan dalam Wilayah Pertambangan Rakyat
(WPR) dengan luas 25 hektare.

13
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Istilah hukum pertambangan merupakan terjemahan dari bahasa Inggris,
yaitu mining law. Menurut ensiklopedia Indonesia, hukum pertambangan
adalah hukum yang mengatur tentang penggalian atau pertambangan
bijih-bijih dan meineral-mineral dalam tanah. Izin Pertambangan Rakyat,
yang selanjutnya disebut IPR, adalah izin untuk melaksanakan usaha
pertambangan dalam wilayah pertambangan rakyat dengan luas wilayah
dan investasi terbatas. Sebelum dikeluarkannya Izin Usaha
Pertambangan Rakyat (IPR) maka terlebih dahulu ditetapkan Wilayah
Pertambangan Rakyat (WPR) , Dalam UU No.4 tahun 2009 pasal 20
bahwa kegiatan Pertambangan Rakyat dilaksanakan dalam suatu WPR.
Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) adalah bagian dari wilayah
pertambangan(WP) yang memiliki potensi mineral dan/atau batubara
tempat dilakukannya kegiatan usaha pertambangan rakyat. Dasar
penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) dan Izin pertambangan
Rakyat (IPR) diatur dalam beberapa Peraturan Perundang-Undangan dan
juga Peraturan Pemerintah yaitu :
Undang Undang Dasar 1945 Pasal 33, yang terdiri atas:
a. Ayat 1 berbunyi Perekonomian disusun sebagai usaha bersama
berdasar atas azas kekeluargaan.
b. Ayat 2 berbunyi Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara
dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.

14
c. Ayat 3 berbunyi Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung
didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat.
d. Ayat 4 berbunyi Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar
atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi
berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian,
serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan
ekonomi nasional.
e. Ayat 5 berbunyi Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal
ini diatur dalam undang-undang

15

Anda mungkin juga menyukai