ABSTRAK
Tulisan ini bertujuan untuk menyajikan informasi mengenai jasa freight forwarding dan
bagaimana proses pengenaan pajak penghasilannya apabila ditinjau dari peraturan
perundang-undangan perpajakan di Indonesia.
I. Pendahuluan
Istilah freight forwarding pertama kali disebut di Amerika Serikat pada tahun 1942 dalam
Freight Forwarders Act, 1942. Kegiatan usaha freight forwarding sudah dimulai sejak tahun 1930
oleh beberapa forwarder yang melayani jasa pengangkutan di darat dan di air dan hanya
melayani pengangkutan domestik. Menurut Giles Morrow dan G. Lloyd Wilson (1943) dalam
jurnalnya yang berjudul Some Problems of Freight Forwarders menyebutkan pengertian freight
forwarding adalah sebagai berikut
Freight forwarders or freight forwarding company are the companies engaged in consolidation of small lots
of less-than-carload or less-than-truckload freight from shippers, either at their depots or through the pickup
services maintained by motor carriers; the forwarding of the consolidated shipments via the services of
railroads, steamship lines, or motor truck carriers, usually in carload or truckload lots to destination; and the
distribution of the goods to the individual consignees of the small lots at the depots or by motor carrier
distributing services.
Dari definisi diatas dapat diartikan bahwa perusahaan freight forwarding adalah
perusahaan yang kegiatan usahanya mengurusi pengangkutan/pengiriman barang muatan dari
kapal laut, juga barang-barang yang berada di gudang melalui pengangkutan mobil, mengurusi
pengiriman barang melalui kereta api, kapal laut, atau melalui mobil/truk ke tujuan yang
diminta/tempat si penerima barang dan pengiriman barang dari gudang si penjual ke tempat si
pembeli.
Freight Forwarding nasional pada pertengahan tahun 1970-an sudah ada di Indonesia
walaupun masih dalam bentuk kelompok-kelompok atau associate member. Pada tahun 1977
1978 beberapa perusahaan freight forwarding nasional yang secara mandiri melakukan
kegiatan jasa freight forwarding. Kemudian pada tanggal 16 Juli 1980 dengan mendapat
bimbingan dan pengarahan dari Direktorat Jendral perdagangan Luar negeri Departement
perdagangan ( Dirjen, Deplu , Deperdag ) maka diberikan ijin operasi kepada 15 perusahaan
freight forwarding di Indonesia . Karena dinilai sangat pesat, didirikannya Indonesian Freight
Forwarder Association di singkat INFFA yang resmi di akui pemerintah RI yang beranggotakan
60 perusahaan freight forwarding yang ada di Indonesia yang pada akhirnya diakui sah sebagai
anggota FIATA pada tahun 1981.
Page 1 of 20
Dalam perkembangan volume perdagangan Indonesia semakin meningkat sehingga
memerlukan perusahaan jasa angkutan yang betul-betul dapat dapat menunjang kegiatan
ekspor komoditi Indonesia ke luar negeri, pada tanggal 25 Juli 1989 terjadilah peleburan antara
beberapa assosiasi yang bergerak dalam bidang pengurusan barang export import yang terdiri
dari INFAA ( Indonesia Freight Forwarder Association ) GAVEKSI ( Gabungan Veem dan
Ekspedisi Seluruh Indonesia = EMKL ) EMPU ( Espedisi Muatan Pesawat Udara = EMKU ) ,
yang menjadi INFA ( Indonesia Forwarder association ) atau GAFEKSI (Gabungan Freight dan
Ekspedisi Seluruh Indonesia ) yang diresmikan oleh menteri Perhubungan pada dengan jumlah
anggota pada saat itu 288 anggota dan pada tahun 2011 telah mencapai 1800 perusahaan yang
tersebar berbagai daerah di Indonesia dengan pembinaan dari Departement Perhubungan RI.
kegiatan usaha yang ditujukan untuk mewakili kepentingan pemilik barang untuk mengurus semua
kegiatan yang diperlukan bagi terlaksananya kegiatan pengiriman barang melalui transportasi udara, laut,
dan darat, dengan kegiatan penerimaan barang, penyimpanan barang, sortasi barang, pengepakan barang,
penandaan barang, pengukuran barang, penimbangan barang, pengurusan penyelesaian dokumen,
penerbitan dokumen angkutan, perhitungan biaya angkutan, klaim asuransi atas pengiriman barang serta
penyelesaian tagihan dan biaya-biaya lainnya.
c. Trucking
d. Pergudangan
Definisi jasa pengurusan transportasi murni sama dengan pengertian jasa freight
forwarding yang diatur dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 10 Tahun 1988.
Kegiatan usaha jasa pengurusan transportasi murni berhubungan dengan pengiriman barang ke
berbagai tujuan baik domestik maupun ke luar negeri, dimulai dari pengambilan barang dari
tempat penjual/pemilik barang sampai barang tersebut selamat sampai di pelabuhan / bandara
Page 2 of 20
yang dituju sesuai dengan sifat barang, tujuan pengiriman, jadwal pengiriman dan jenis
transportasi pengiriman apakah melalui udara atau laut. Jenis pelayanan yang diberikan dalam
jasa pengurusan transportasi murni mulai dari door to door (barang diantar dari tempat/gudang
penjual ke tempat/gudang pembeli), door to port (barang diantar dari tempat/gudang penjual
ke pelabuhan tempat pembeli), port to door (barang diantar dari pelabuhan tempat penjual ke
tempat/gudang pembeli) dan port to port (barang diantar dari pelabuhan tempat penjual ke
pelabuhan tempat pembeli).
Pengertian trucking sendiri tidak ada diatur dalam peraturan sehingga setiap orang dapat
memberikan definisinya. Secara umum trucking merupakan jasa freight forwarding melalui
transportasi darat dengan menggunakan truk.
Pengertian pergudangan juga tidak diatur dalam peraturan. Secara umum pergudangan
adalah salah satu jenis jasa freight forwarding yang melayani konsumen dalam penyimpanan
barang-barang yang dimuat dari kapal sebelum didistribusikan ke tempat si penerima barang.
Seiring peningkatan jumlah perusahaan freight forwarding di Jakarta sendiri yang tidak
terarah yang berimbas pada banyaknya perusahan freight forwarding yang tumbuh secara liar,
mengakibatkan pihak pemerintah diwakili oleh Dirjen Perhubungan melakukan batasan dan
pengketatan pengajuan perijinan perusahaan freight forwarding. Selain isu terkait perbankan,
kerahasiaan data Wajib Pajak yang diatur dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang
Tata Cara dan Ketentuan Umum Perpajakan (UU KUP) menyisakan silang sengketa di antara dua
lembaga. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai lembaga tinggi negara merasa tugasnya
dihalangi pihak pemerintah, Direktorat Jenderal Pajak (DJP), dalam mengaudit data pajak.
Menurut Koleangan (2004:20) pengertian Freight Forwading adalah orang atau badan
usaha yang melakukan jasa pengurusan dokumen dan atau definisi baku yang diberlakukan
secara international, pengapalan barang atas permintaan importer atau eksportir dengan
menerima pembayaran sebagai kompensasi.
Menurut Suyono (2003:155) pengertian Freight Forwarding adalah badan usaha yang
bertujuan memberikan jasa pelayanan/pengurusan atau seluruh kegiatan diperlukan bagi
terlaksananya pengiriman , pengangkutan dan penerimaan barang dengan menggunakan
multimodal transport baik melalui darat, laut atau udara.
badan usaha yang bertujuan memberikan jasa pelayanan/pengurusan atas seluruh kegiatan yang
diperlukan bagi terlaksanannya pengiriman, pengangkutan dan penerimaan barang dengan
menggunakan multimodal transport melalui darat, laut , dan/udara. Disamping itu, freight forwarder juga
melaksanakan pengurusan prosedur dan formalitas dokumentasi yang dipersyaratkan oleh adanya
peraturan-peraturan pemerintah Negara export, Negara transit dan Negara import. Freight Forwarding
adalah seseorang yang mendapatkan order dari langganan untuk pengangkutan barang-barang tersebut
ketempat tujuan . Sukrisman (1985:1).
Sedangkan dalam Keputusan Menteri Perhubungan No. 10 Tahun 1988 tanggal 26 Januari
1988, disebutkan bahwa,
yang dimaksud dengan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarding) ialah usaha yang ditujukan
untuk mewakili kepentingan pemilik barang untuk mengurus semua kegiatan yang diperlukan bagi
terlaksananya pengiriman dan penerimaan barang melalui transportasi darat, laut atau udara, yang dapat
mencakup kegiatan : Penerimaan, Penyimpanan, Sortasi, Pengepakan, Penandaan, Pengukuran,
Page 3 of 20
Penimbangan, Pengurusan Penyelesaian Dokumen, Penerbitan Dokumen Angkutan, Perhitungan Biaya
Angkutan, Klaim, Asuransi atas Pengiriman Barang serta Penyelesaian Tagihan dan Biaya-Biaya Lainnya
berkenaan dengan pengiriman barang-barang tersebut sampai dengan diterimanya barang oleh yang
berhak menerimanya.
Sedangkan orang atau badan hukum yang melaksanakan pekerjaan forwarding adalah seorang
freight forwarder. Freight forwarder adalah seseorang atau suatu badan hukum yang
melaksanakan perintah pengiriman barang (muatan) dari satu atau beberapa orang pemilik
barang,yang di kumpulkan dari satu atau beberapa tempat , sampai ke tempat tujuan akhir
melalui system pengaturan lalu lintas barang dan dokumen , dengan menggunakan satu atau
beberapa jenis angkutan dengan tanpa harus memiliki sarana angkutan di maksud.
Dalam kegiatannya sehari-hari, Freight Forwarding dapat dibagi dalam 2 jenis golongan
yaitu:
2. Domestik/Regional Forwarder
Perbedaan yang mendasar dengan Internasional Freight Forwarder adalah
mereka berhak untuk menggunakan FIATA B/L sedangkan dari Forwarder
Domestik/Regional belum berhak menggunakannya atau menerbitkan B/L sendiri
(House B/L)
3. Local Forwarder
Page 4 of 20
Jenis Forwarder ini merupakan forwarder dengan klasifikasi yang minim. Hal ini
dikarenakan forwarder local termasuk golongan yang belum memiiki agen di luar
negeri, dan mereka adalah para pengelolah jasa EMKL dan EMKU
Page 5 of 20
terhadap kerusakan maupun kehilangan atas suatu barang , di bandingkan system
konvensional.
Adapun Syarat untuk disebut sebagai seorang Forwarder yang professional adalah
sebagai berikut :
a. Memiliki sejumlah pengalaman luas dan memiliki berbagai aspek perdaganngan
internasional, angkutan serta memiliki hubungan luas serta mitra kerja yang baik pada
sector paengangkutan darat ,laut dan udara ,pergudangan stevedoring ,bank asuransi
dan sebagainya.
b. Memiliki ketrampilan kerja yang efektif dan efisien yang didukung oleh tenaga ahli di
bidangnya seperti ahli logistic dan mobilitasi ,bongkar muat, tata cara pengemasan, dan
asuransi dan sebagainya.
c. Mampu memberikan pelayanan maksimal kepada para pemakai jasa. Sebagai forwarder
professional mereka perluvmemiliki sarana-sarana serta perlengkapannya untuk
penumpukan dan pelayanan barang muatan selama berada dibawah kekuasaannya.
d. Mampu membayar segala jenis biaya-biaya tekait pada setiap proses pengiriman barang
terlebih dahulu untuk kemudian menagih pembiayaan tersebut kepada pera pemakai
jasa bersangkutan dan mampu memberikan tariff yang relative lebih murah.
Page 7 of 20
2. Port to Port Services
Suatu system pelayanan pengiriman barang yang dilaksanakan oleh seorang Forwarder ,
dimulai dari gudang/truck/tongkang di pelabuhan pemuatan sampai dengan gudang
/truck/tongkang di pelabuhan tujuan (Pembongkaran),degan menggunakan satu jenis sarana
angkutan (single transportation system)
3. Port to Door Services
Suatu sistem pengiriman barang yang dilaksankan oleh seorang Forwarder yang mulai dari
pelabuhan pemuatan ,sampai dengan pintu gudang si penerima (end User) , dengan
meggunakan lebih dari sarana angkutan.
4. Door to Port Services
Suatu layanan pengiriman barang yang dilaksanakan oleh seorang forwarder mulai dari
pintu gudang pengirim sampai dengan pelabuhan pembongkaran di tempat tujuan dengan
menggunakan lebih dari sarana angkutan.
1. Sebagai agen
Freight Forwarder bertindak sebagai agen apabila:
A. menerima kewajiban/tanggung jawab atas pengaturan pengangkutan barang dilakukan atas
dasar aturan tradisional keagenan, melakukan pemesanan ruangan kapal, mengatur
transportasi, pengurusan di Bea Cukai, dan sebagainya, dan dalam melaksankan tugasnya
patuh kepada prinsipal, mematuhi instruksi-instruksi yang beralasan dan harus mampu
melaksanakan seluruh transaksi yang terjadi.
B. tidak bertanggung jawab terhadap tindakan atau kesalahan maupun kelalaian pihak ketiga,
seperti carrier, re-forwarder dan sebagainya, dengan catatan bahwa pemilihan pihak ketiga
tersebut telah dilakukan sungguh-sungguh. Contoh-contoh kesalahan terbatas yang menjadi
tanggung jawabnya yaitu :
penyerahan barang tidak sesuai dengan instruksi pengirim barang
kesalahan mengasuransikan barang yang tidak sesua dengan instruksi
kesalahan selama pengurusan di pabean/Bea Cukai (customs operations)
barang dikirim kepelabuhan yang salah
re-export dilakukan tanpa memenuhi syarat kepabeanan/Bea Cukai
penyerahan barang tanpa menagih uang freight dari consignee
2. Sebagai principal
Freight Forwarder bertindak sebagai prinsipal apabila:
A. Freight Forwarder berlaku sebagai suatu kontraktor bebas (independent contractor),
bertanggung jawab atas namanya sendiri, tidak hanya kesalahnnya sendiri tetapi
terhadap seluruh pelaksanaan angkutan termasuk periode barang selama dalam
pengawasan carrier dan semua penangung jawab multimoda lainnya yang diguanakan
atas pekerjaan yang diminta pelanggan.
B. Bertanggung jawab atas tindakan dan kesalahan carrier dan pihak-pihak lainnya yang
terkait dengan pelaksanaan kontrak angkutan.
C. Melakukan konsolidasi, yaitu mengumpulkan muatan partai kecil dari beberapa shipper
dan mengirim muatan tersebut dalam satu shipment kepada agent consolidation di
pelabuhan tujuan dan menyerahkannya kepada consignee.
D. Apabila freight forwarder mengambil alih tugas angkutan darat, mengangkut sendiri
barang yang menjadi tanggung jawabnya, melaksanakan konsolidasi dan multimodal
Page 8 of 20
transport, menerbitkan House Bill of Lading atau House Airwaybill sendiri, maka dapat
dikatakan freight forwarder tersebut berlaku prinsipal.
Untuk mendapatkan gambaran tentang seluk beluk bisnis ini, seperti jenis jasa yang
diberikan (domestik atau internasional), agen/mitra freight forwarder, dokumen-
dokumen yang diterbitkan dan pemahaman atas sumber-sumber penghasilan dari
freight forwarder sendiri, maka perlu memahami proses bisnis freight forwarder yang
dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Page 9 of 20
Berdasarkan gambar di atas, diketahui bahwa kegiatan freight forwarder diawali dengan
adanya permintaan pengurusan barang dari shipper yang ingin melakukan ekspor ke
pembeli di luar negeri. Shipper meminta bantuan forwarder dikarenakan keahliannya
dalam mengurus proses pengiriman barang ke seluruh penjuru dunia, seperti
penentuan moda transportasi, pengurusan dokumen kepabeanan atau pengangkutan,
baik di negara asal maupun negara tujuan. Setelah terjadi kesepakatan harga Freight
forwarder melakukan kegiatan pengurusan seperti pick up order, packing, storage,
pengurusan dokumen kepabeanan dengan meminta bantuan Pengusaha Pengurusan
Jasa Kepabeanan (PPJK), menghubungi agen pelayaran (feeder vessel atau mother vessel)
dan pengangkutan barang ke pengangkut. Selanjutnya, forwader menghubungi
agen/mitra forwarder di luar negeri guna pengurusan barang di pelabuhan tujuan dan
mengirim ke consignee (pemilik barang). Setelah barang diterima, kegiatan freight
forwarder dianggap selesai dan forwarder akan melakukan penagihan atas jasa yang
dilaksanakan.
Dari gambar di atas, kegiatan proses pengurusan di awali ketika freight forwarder
menerima perintah dari shipper disertai Final Shipping Instructions (FSI). Freight
forwarder menerbitkan surat pengajuan pengiriman barang ke meskapai pelayaran (SI)
(atas nama freight forwarder bukan shipper). Setelah Ocean Bill of Lading (Sea waybill
dan Bill of Lading) diterima dari agen pelayaran, forwarder menerbitkan House Bill of
Lading (HBL) dan meneruskan Delivery Order (DO) dari pihak shippingke shipper.
Page 10 of 20
Terakhir, dokumen Ocean Bill of Lading dan House Bill of Lading dikirim ke Agen/mitra
Forwarder di negara tujuan.
Page 11 of 20
Kegiatan pengurusan barang impor di mulai ketika Freight forwarder menerima Ocean
B/L (OBL) dan House Bill of Lading (HBL) dari Agent forwarder di LN. Forwarder
melakukan cross check ke agen pelayaran terkait rencana kedatangan kapal di
Pelabuhan Indonesia. Selajutnya, freight forwarder mengirimkan Notice of Arrival
(pemberitahuan kedatangan kapal) kepada importir. Tahap selanjutnya, forwarder
menyiapkan tagihan-tagihan ke importir tergantung jenis pembayaran untuk ocean
freight-nya, apakah Freight Prepaid atau Freight Collect. Freight forwarder memberikan
Surat Pengantar Pengambilan D/O ke importir untuk proses clearence di Pelabuhan
termasuk pengurusan di Bea Cukai. Forwarder melakukan pengurusan clearence ke
untuk penerbitan dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB).
Lingkup kegiatan forwarder jika dilihar dari segi fungsinya sebagai konsultan
angkutan, maka freight forwarder dapat mewakili pihak shipper atau pihak penerima
Barang (consignee) yang akan melakukan kegiatan pengiriman / penerimaan
barang dari tempat asal ke tempat lain yang dituju atau sebaliknya, baik yang
berskala Nasional (Interinsuler) maupun Internasional (Export/ import), maka untuk
memudahkan pekerjaan tersebut, pihak pemilik barang (cargo owner) dapat
mempercayakan pelaksanaan pekerjaan tersebut dilakukan oleh Freight forwarder.
Dalam melaksanakan perwalian tersebut freight forwarder akan mengambil alih
semua tanggung jawab atas barang, mulai pada saat barang diserahkan oleh cargo
owner sampai barang tersebut tiba dan diterima oleh pihak yang berhak menerimanya
atau pihak yang tercantum dalam dokumen pengapalan di suatu tempat tujuan yang
telah ditentukan.
Prosedur dalam pelaksanaan perwalian ini, freight forwarder memiliki lingkup
kegiatan yang mencakup:
1. Forwarder Bertindak Atas Nama Eksportir :
a. Memilih route serta mode transport yang dikehendaki
b. Melakukan booking space ke perusahaan Shipping Line
c. Melakukan serah terima barang dengan cargo owner (Eksportir). Pada saat
serah terima barang dilakukan, maka freight forwarder menyerahkan
dokumen Forwarders Cerificate of Receipt (CFR) dan Forwarder
Certificate of Transport (FCT) kepada eksportir.
d. Mempelajari bentuk Letter of Credit (L/C) serta aturan pemerintah yang
relevan dengan rencana pengiriman barang, baik di Negara eksportir
(Country of Origin) dan Negara yang memungkinkan barang tersebut akan
transit (Country of Transito) serta Negara tujuan dimana barang tersebut
akan dibongkar (Country of Destination).
e. Melaksanakan pengepakan (packing) barang dengan mempertimbangkan
kondisi alam dan regulasi yang berlaku pada negara yang akan dilalui atau
negara transit serta Negara tujuan barang sehingga keamanan dan
keselamatan barang akan tetap terjaga.
f. Melaksanakan pergudangan barang (jika memungkinkan)
g. Penimbangan serta pengukuran barang
h. Mengasuransikan barang, bilamana pihak eksportir menghendaki agar
barangnya untuk diasuransikan.
Page 12 of 20
i. Melakukan pengangkutan barang ke pelabuhan muat (Port of Loading)
dengan terlebih dahulu mengurus dokumen ekspor Barang (PEB) serta
dokumen pelengkap lainnya yang dibutuhkan oleh (carrier).
j. Membayar semua biaya yang timbul terkait dengan pengangkutan dan
pengurusan dokumen, termasuk pembayaran freight
k. Menerima full set Bill of Lading (B/L) dari carrier
l. Memonitor pergerakan barang selama dalam perjalanan serta melakukan
komunikasi dengan forwarding agent yang ada di luar negeri (Port of
Destination) dengan terlebih dahulu mengirim Telex Release dalam rangka
persiapan clearance dokumen dan Cargo delivery saat barang tiba.
m. Dalam hal terjadi kerusakan barang, maka forwarder, melalui agentnya di
pelabuhan tujuan, melaksanakan pencatatan kerusakan serta kehilangan
barang dalam proses claim.
Incoterms atau International Commercial Terms adalah kumpulan istilah yang dibuat untuk
menyamakan pengertian antara penjual dan pembeli dalam perdagangan internasional.
Incoterms menjelaskan hak dan kewajiban pembeli dan penjual yang berhubungan dengan
pengiriman barang. Hal-hal yang dijelaskan meliputi proses pengiriman barang, penanggung
jawab proses ekspor-impor, penanggung biaya yang timbul dan penanggung risiko bila terjadi
perubahan kondisi barang yang terjadi akibat proses pengiriman.
a) EXW (nama tempat): Ex Works, pihak penjual menentukan tempat pengambilan barang.
b) FCA (nama tempat): Free Carrier, pihak penjual hanya bertanggung jawab untuk
mengurus izin ekspor dan meyerahkan barang ke pihak pengangkut di tempat yang
telah ditentukan.
c) FAS (nama pelabuhan keberangkatan): Free Alongside Ship, pihak penjual bertanggung
jawab sampai barang berada di pelabuhan keberangkatan dan siap disamping kapal
untuk dimuat. Hanya berlaku untuk transportasi air.
d) FOB (nama pelabuhan keberangkatan): Free On Board, pihak penjual bertanggung jawab
dari mengurus izin ekspor sampai memuat barang di kapal yang siap berangkat. Hanya
berlaku untuk transportasi air.
e) CFR (nama pelabuhan tujuan): Cost and Freight, pihak penjual menanggung biaya
sampai kapal yang memuat barang merapat di pelabuhan tujuan, namun tanggung jawab
hanya sampai saat kapal berangkat dari pelabuhan keberangkatan. Hanya berlaku untuk
transportasi air.
f) CIF (nama pelabuhan tujuan): Cost, Insurance and Freight, sama seperti CFR ditambah
pihak penjual wajib membayar asuransi untuk barang yang dikirim. Hanya berlaku
untuk transportasi air.
g) CPT (nama tempat tujuan): Carriage Paid To, pihak penjual menanggung biaya sampai
barang tiba di tempat tujuan, namun tanggung jawab hanya sampai saat barang
diserahkan ke pihak pengangkut.
h) CIP (nama tempat tujuan): Carriage and Insurance Paid to, sama seperti CPT ditambah
pihak penjual wajib membayar asuransi untuk barang yang dikirim.
i) DAF (nama tempat): Delivered At Frontier, pihak penjual mengurus izin ekspor dan
bertanggung jawab sampai barang tiba di perbatasan negara tujuan. Bea cukai dan izin
impor menjadi tanggung jawab pihak pembeli.
j) DES (nama pelabuhan tujuan): Delivered Ex Ship, pihak penjual bertanggung jawab
sampai kapal yang membawa barang merapat di pelabuhan tujuan dan siap untuk
dibongkar. izin impor menjadi tanggung jawab pihak pembeli. Hanya berlaku untuk
transportasi air.
k) DEQ (nama pelabuhan tujuan): Delivered Ex Quay, pihak penjual bertanggung jawab
sampai kapal yang membawa barang merapat di pelabuhan tujuan dan barang telah
dibongkar dan disimpan di dermaga. Izin impor menjadi tanggung jawab pihak pembeli.
Hanya berlaku untuk transportasi air.
l) DDU (nama tempat tujuan): Delivered Duty Unpaid, pihak penjual bertanggung jawab
mengantar barang sampai di tempat tujuan, namun tidak termasuk biaya asuransi dan
biaya lain yang mungkin muncul sebagai biaya impor, cukai dan pajak dari negara pihak
pembeli. Izin impor menjadi tanggung jawab pihak pembeli.
m) DDP (nama tempat tujuan): Delivered Duty Paid, pihak penjual bertanggung jawab
mengantar barang sampai di tempat tujuan, termasuk biaya asuransi dan semua biaya
lain yang mungkin muncul sebagai biaya impor, cukai dan pajak dari negara pihak
pembeli. Izin impor juga menjadi tanggung jawab pihak penjual.
Page 14 of 20
VIII. Dasar Hukum Pengenaan Pajak Penghasilan atas Freight Forwarding di Indonesia
1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008
2. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-178/PJ/2006 tentang Jenis Jasa Lain dan
Perkiraan Penghasilan Neto Sebagaimana Dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (1) Huruf c
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Penghasilan
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000.
3. Peraturan DIrektur Jenderal Pajak Nomor PER-70/PJ/2007 tentang Jenis Jasa Lain dan
Perkiraan Penghasilan Neto Sebagaimana Dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (1) Huruf c
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Penghasilan
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000.
4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-244/PMK.03/2008 tentang tentang Jenis Jasa
Lain dan Perkiraan Penghasilan Neto Sebagaimana Dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (1)
Huruf c Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Penghasilan
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.
5. Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-785/PJ.032/2007 perihal keberatan pelaku
industri freight forwarding dan logistik terhadap peraturan Dirjen Pajak Nomor: PER-
178/PJ/2006
6. Peraturan lain yang terkait dengan perpajakan atas ekspor/impor.
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari
modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21.
a) badan pemerintah;
Page 15 of 20
b) Subjek Pajak badan dalam negeri;
c) penyelenggaraan kegiatan;
d) bentuk usaha tetap (BUT);
e) perwakilan perusahaan luar negeri lainnya;
f) Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri tertentu, yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal
Pajak.
a) WP dalam negeri;
b) BUT
a) 15% dari jumlah bruto atas: dividen kecuali pembagian dividen kepada orang pribadi
dikenakan final, bunga, dan royalti; hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong
PPh pasal 21.
b) 2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta kecuali sewa tanah dan/atau bangunan.
c) 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi dan jasa
konsultan.
d) 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa lainnya yang ditetapkan di PMK Nomor
244/PMK.03/2008
Berdasarkan Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 Undang-undang Nomor 7 tahun 1983 tentang
Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No 36 tahun
2008, antara lain diatur bahwa atas penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa
teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan dan jasa lain selain jasa yang telah
dipotong PPh Pasal 21 yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak
badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan
luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap dipotong pajak
oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar 2 % (dua persen) dari penghasilan bruto.
Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis jasa lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
angka 2 diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
a) Jenis jasa lain tersebut antara lain adalah jasa perantara atau keagenan;
Tidak terdapat penjelasan lebih lanjut mengenai apa saja yang termasuk jasa perantara
dalam PMK ini sehingga freight forwarding dianggap tidak termasuk dalam jasa
perantara.
1
PMK ini merupakan bentuk positif list yang artinya hanya yang disebut di PMK tersebut yang dikenakan
PPh Pasal 23. Prinsip berlawanan atau negatif list dipakai di PPN dimana hanya yang disebutkan yang tidak
dikenakan PPN, selain yang disebut dikenakan PPN.
Page 16 of 20
b) Dalam hal penerima imbalan sehubungan dengan jasa tersebut tidak memiliki NPWP,
besarnya tarif pemotongan adalah lebih tinggi 100% daripada tarif sebagimana
dimaksud pada ayat (1)
Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008, jasa freight forwarding
bukan merupakan objek pemotongan PPh Pasal 23. Bahkan sebelumnya, dengan Surat Direktur
Jenderal Pajak Nomor: S-785/PJ.032/2007 ditegaskan pula bahwa freight forwarding
bukanlah jasa perantara.
Akan tetapi, jasa freight forwarding tidak bebas sepenuhnya dari pemotongan PPh, sebab, jika
dalam tagihan freight forwarding terdapat unsur sewa harta dan atau jasa-jasa yang menjadi
Objek PPh Pasal 23, maka tagihan freight forwarding dapat dipotong PPh. Hal ini sesuai dengan
pasal 23 ayat 1 huruf c Yang menyatakan akan dipotong sebesar 2% untuk sewa dan
penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain
sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai Pajak Penghasilan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2);
Hal ini yang harus dipahami oleh mereka yang dalam kegiatan usahanya terkait dengan bisnis
freight forwarding, terutama shipper yang menurut peraturan pajak diembani dengan
kewajiban memotong PPh Pasal 23, agar terhindar dari sanksi-sanksi perpajakan. Dalam
konteks ini, pihak-pihak yang terkait dengan bisnis freight forwarding tersebut harus
memahami apa saja jenis jasa yang disediakan oleh freight forwarder dan bagaimana cara
penagihan (invoicing) yang dilakukan. Karena bisa jadi jasa-jasa yang disediakan freight
forwarding tadi merupakan objek pemotongan PPh Pasal 23.
Dalam praktik, sebagian dari kegiatan-kegiatan operasional tersebut ada yang dilakukan sendiri
oleh freight forwarder (dengan menggunakan sarana dan prasarana milik sendiri atau sewaan)
dan ada pula yang menggunakan jasa-jasa dari pihak ketiga yang memiliki sarana dan prasarana
yang lebih lengkap dan memadai.
Apabila tagihan (invoice) atas imbalan kegiatan operasional tersebut dilakukan secara
menyatu (misalnya dengan menggunakan nama akun imbalan jasa forwarders fee atau
handling fee), maka seluruh imbalan atas jasa-jasa operasional tersebut semestinya tidak
dipotong PPh Pasal 23.
Akan tetapi, jika tagihannya dilakukan secara terpisah (di-breakdown), dan ini yang
biasanya terjadi, maka sebagian dari tagihan tersebut dapat menjadi objek pemotongan
PPh Pasal 23 secara pasti, seperti jasa pengepakan atau jasa fumigasi2 (jasa pembasmian hama
terhadap barang-barang yang akan dimasukan ke kontainer) yang ditagih secara terpisah, maka
imbalan jasa tersebut akan menjadi objek pemotongan PPh Pasal 23
2
Disebutkan di PMK 244/2008
Page 17 of 20
Sementara sebagian lagi dapat masuk ke dalam wilayah remang-remang (grey area), seperti jasa
penyimpanan-yang merupakan salah satu rangkaian dari jasa-jasa freight forwarding dalam
proses pengiriman barangdilakukan sendiri oleh freight forwarder, baik dengan
menggunakan gudang milik sendiri atau gudang yang disewa dari pihak ketiga.
Dalam hal ini, grey area akan ada jika seandainya imbalan atas jasa penyimpanan tersebut
ditagih secara terpisah. Di sini muncul pertanyaan, apakah jasa tersebut termasuk sebagai jasa
penyimpanan atau jasa sewa gudang (sewa tanah dan atau bangunan)? Sebab dalam peraturan
pajak tidak dijelaskan batasan dan perbedaan dari kedua jenis jasa tersebut. Begitu juga dengan
jasa pengangkutan, termasuk sewa (charter) atau bukan.
Dalam praktik, memang tidak banyak perusahaan freight forwarding yang menyediakan sendiri
semua jasa-jasa yang diperlukan dalam proses pengiriman barang. Sebab, semua kegiatan
tersebut membutuhkan modal yang tidak sedikit dan beberapa di antaranya membutuhkan izin
usaha dan sertifikasi yang khusus seperti misalnya jasa fumigasi. Artinya, dalam hal ini
perusahaan freight forwarding biasanya akan memanfaatkan pihak ketiga penyedia jasa.
Bagi shipper agar terhindar dari sanksi-sanksi perpajakan, sebaiknya meyakini bahwa apabila
terdapat obyek PPh Pasal 23 dalam tagihan jasa forwarding tersebut, pajaknya telah dipotong
oleh pengusaha jasa forwarding dengan meminta foto copy bukti potong dan SPT Masa-nya.
Jika perusahaan freight forwarding juga bergerak dalam biang pelayaran maka akan dikenai
pajak final 1,2% dari peredaran bruto sesuai Keputusan Menteri Keuangan Nomor
416/KMK.04/1996 ditetapkan tanggal 14 Juni 1996 tentang Norma Perhitungan Khusus
Penghasilan Neto Bagi Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri.
Berikut adalah contoh sederhana pengenaan PPh Pasal 23 atas Jasa Freight Forwarding.
Tim Fungsional Pemeriksa Pajak yang sedang memeriksa PT. Suka Impor, menemukan transaksi
dengan PT. Bantu Impor (Freight Forwarder) di dalam laporan keuangannya. Transaksi tersebut
tertulis sebagai Jasa Freight Forwarding senilai jumlah yang ditagihkan oleh PT. Bantu Impor
tidak termasuk PPN. Untuk itu tim fungsional bermaksud untuk memeriksa bukti transaksi
(tagihan) dari PT. Bantu Impor kepada PT. Suka Impor. rincian tagihan adalah sbb:
Jawab:
Biaya yang Ditagih Nominal Per-178/2006 Per-70/2007 PMK-244/2008
Jasa Freight Forwarder 5,000,000.00 150,000.00 0.00 0.00
Apabila transaksi tersebut terjadi pada waktu di mana ketentuan Per-178/PJ/2006 masih berlaku,
maka atas Jasa Freight Forwarding ini dikenakan PPh Pasal 23 sebesar Rp150.000,00, dipotong,
disetor, dan dilaporkan oleh PT.Suka Impor. Namun apabila transaksi ini terjadi ketika Per-
70/PJ/2007 dan PMK 244/PMK.03/2008, maka atas Jasa FF tersebut tidak dipotong PPh pasal 23.
Dari kasus yang sama, detil atas tagihan dari PT. Bantu Impor kepada PT. Suka Impor. rincian
tagihan adalah sbb:
Page 18 of 20
Biaya yang Ditagih Nominal
Handling Fee 2,000,000.00
Jasa Pengepakan 1,000,000.00
Jasa Penyimpanan 1,300,000.00
Biaya Komunikasi 250,000.00
Biaya Terminal 400,000.00
Biaya Bank 50,000.00
Total 5,000,000.00
Maka dalam transaksi ini tim pemeriksa dapat membuat table rincian sebagai berikut:
Biaya yang Ditagih Nominal Per-178/2006 Per-70/2007 PMK-244/2008
Handling Fee 2,000,000.00 60,000.00 0.00 0.00
Jasa Pengepakan 1,000,000.00 30,000.00 45,000.00 20,000.00
Jasa Penyimpanan 1,300,000.00 39,000.00 58,500.00 26,000.00
Biaya Komunikasi 250,000.00 7,500.00 0.00 0.00
Biaya Terminal 400,000.00 12,000.00 0.00 0.00
Biaya Bank 50,000.00 1,500.00 0.00 0.00
Total 5,000,000.00 150,000.00 103,500.00 46,000.00
Apabila transaksi tersebut terjadi pada waktu di mana ketentuan Per-178/PJ/2006 masih
berlaku, maka atas rincian Jasa Freight Forwarding secara keseluruhan dikenakan PPh Pasal
23 sebesar Rp150.000,00, dipotong, disetor, dan dilaporkan oleh PT.Suka Impor. Namun
apabila transaksi ini terjadi ketika Per-70/PJ/2007 dan PMK 244/PMK.03/2008, maka atas
Jasa FF yang dikenakan PPh Pasal 23 hanya terkait dengan Jasa Pengepakan dan Jasa
Penyimpanan saja, dengan jumlah total masing-masing Rp103.500,00 dan Rp46.000,00.
Page 19 of 20
Daftar Pustaka
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008
Peraturan DIrektur Jenderal Pajak Nomor PER 178/PJ/2006 tentang Jenis Jasa Lain dan
Perkiraan Penghasilan Neto Sebagaimana Dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (1) Huruf c
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Penghasilan
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000.
Peraturan DIrektur Jenderal Pajak Nomor PER 70/PJ/2007 tentang Jenis Jasa Lain dan
Perkiraan Penghasilan Neto Sebagaimana Dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (1) Huruf c
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Penghasilan
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008 tentang tentang Jenis Jasa Lain dan
Perkiraan Penghasilan Neto Sebagaimana Dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (1) Huruf c
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Penghasilan
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.
Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-785/PJ.032/2007 perihal keberatan pelaku industri
freight forwarding dan logistic terhadap peraturan Dirjen Pajak Nomor: PER-178/PJ/2006
Manurung, Surya.2010. ANALISIS PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS JASA FREIGHT
FORWARDING (STUDY KASUS PADA PT. BBTI ). Jakarta: Universitas Indonesia
Page 20 of 20