Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kultur jaringan tumbuhan merupakan suatu teknik menumbuhkan
sel/jaringan/organ dari suatu tumbuhan kedalam medium dalam kondisi aseptis
secara in vitro. Selain kondisi aseptis, ketersediaan medium yang optimal dan
sesuai juga merupakan faktor penting dalam melakukan teknik kultur jaringan
tumbuhan. Kesuksesan kegiatan kultur jaringan tanaman akan sangat ditentukan
oleh pillihan media yang digunakan. Secara umum kebutuhan nutrisi kebanyakan
tanaman sama,yakni memerlukan hara makro dan mikro, vitamin-vitamin,
karbohidrat, asam aminodan N-organik, zat pengatur tumbuh, zat pemadat dan
terkadang ada penambahan bahan-bahan seperti air kelapa, ekstrak ragi, jus tomat,
ekstrak kentang, buffer organik maupun arang aktif. Kebutuhan tanaman akan
berbeda dalam hal komposisi dan jumlah yang diperlukan. Salah satu medium
yang sering digunakan dalam kultur jaringan tanaman adalah Medium Sesuai
dengan namanya, medium ini dikembangkan oleh Murashige dan Skoog. Medium
ini digunakan secara luas untuk kultivasi kalus. Keistimewaan medium ini adalah
kandungan nitrat, kalium danamoniumnya tinggi. Jumlah hara anorganik yang
terdapat pada medium ini layak untuk dapat menumbuhkan banyak jenis sel
tanaman dalam kultur.
Salah satu aspek yang menarik dari penerapan kultur jaringan dan dewasa
ini sangat pesat perkembangannya adalah mikropropagasi/perbanyakan mikro
(micro pro-pagation). Teknik mikropropagasi telah banyak digunakan untuk
memperbanyak secara cepat berbagai jenis tanaman dalam skala industri. Teknik
kultur jaringan terbukti ampuh membantu para pemulia tanaman untuk
menghasilkan tanaman dengan karakter yang sudah diperbaiki.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan mikropropagasi?
2. Apa saja tipe-tipe mikropropagasi?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian mikropropagasi
2. Mengetahui tipe-tipe mikropropagasi

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Mikropropagasi
Mikropropagasi merupakan suatu bentuk aplikasi teknik kultur jaringan
yang bertujuan untuk perbanyakan tanaman. Teknik mikropropagasi dimulai dari
bagian tanaman yang terorganisasi, sering kali berupa mata tunas, yang
selanjutnya proses kultur dilakukan dengan memelihara organisasi jaringan sambil
mengarahkan pertumbuhan ke arah penggandaan dan regenerasi tanaman lengkap
(Zulkarnain dalam Rhomi ardiansyah, 2015). Teknik mikropropagasi atau in vitro
sering digunakan untuk menghasilkan tumbuhan yang true-to-type atau disebut
klon (clone) atau sama dengan tumbuhan asalnya (Mantell dalam lili sugiarto,
2012).
Keuntungan mikropropagasi dibandingkan dengan propagasi benih
konvensional adalah memungkinan multiplikasi tanaman secara klonal dengan
genotipe yang diharapkan. Salah satu keuntungan yang paling penting dari teknik
mikropropagasi adalah dapat menghasilkan suatu varietas baru ke pasaran lebih
cepat dari metode perbenihan konvensional. Hasil dari produk, seperti kayu, buah,
dan minyak, lebih tinggi dari material klonal. Beberapa hasil pekerjaan
menunjukkan lebih dari 60 000 planlet dapat dihasilkan dari satu tunas dalam
waktu lebih dari 8 bulan periode kultur (Dodds dalam Rhomi ardiansyah, 2015).

2.2 Tipe-Tipe Mikropopagasi


Kultur jaringan tanaman terdiri atas berbagai tipe berdasarkan
penggunaannya. Beberapa tipe utama disajikan pada Tabel 1.1 dan Gambar 1.1.
Tabel 1.1. Berbagai Tipe Kultur Sel dan Jaringan Tanaman serta Penggunaannya
untuk Perbaikan Tanaman

1. Kultur Embrio
Kultur embrio merupakan isolasi dan pertumbuhan aseptik embrio zigotik
matur dan immatur yang bertujuan untuk mendapatkan tanaman yang viabel.
Teknik ini telah digunakan untuk sejumlah tanaman dengan berbagai tujuan,
antara lain:
a) penyelamatan embrio setelah persilangan intergenerik,
b) mempercepat siklus pemuliaan melalui pengkulturan in vitro bagi embrio yang
lambat berkembang,
c) pematahan dormansi bagi biji-biji yang sulit berkecambah, dan
d) mendapatkan tanaman yang viabel setelah persilangan sendiri.
Teknik kultur embrio yang mungkin paling banyak digunakan adalah
penyelamatan embrio setelah dilakukan persilangan intergenerik, seperti
persilangan antara kedelai dengan Glycine liar. Persilangan tersebut tidak
mungkin berlangsung secara normal. Dengan cara ini beberapa sifat, seperti
ketahanan terhadap penyakit, dapat diintroduksikan ke dalam tanaman kultivasi.
2. Kultur Meristem
Kultur meristem (atau mikropropagasi) merupakan isolasi dan
pertumbuhan aseptik ujung tunas (shoot-tips) atau meristem seca-ra in vitro yang
bertujuan untuk mendapatkan klon-klon tanaman, tanaman bebas virus, atau untuk
konservasi plasmanutfah (kriopreservasi). Teknik kultur meristem yang mungkin
paling banyak digunakan adalah untuk tujuan memproduksi klon-klon secara
cepat. Teknik Kultur Jaringan Tanaman 7 kultur meristem telah digunakan
untuk berbagai species tanaman, antara lain pisang, kentang, sawit, eukaliptus,
krisan, dan stroberi. Penggunaan kultur meristem yang tidak kalah penting adalah
produksi tanaman bebas virus, seperti pada tanaman kentang, tebu, dan anggrek.
3. Kultur Kalus
Kultur kalus merupakan induksi dan pertumbuhan aspetik kalus secara in
vitro yang bertujuan untuk mendapatkan tanaman yang baru (diperbaiki
sifatnya) atau untuk mendapatkan produk sekunder tanaman. Teknik kultur kalus
telah digunakan untuk berbagai tujuan, antara lain: a) menghasilkan varian
genetik yang berguna, b) penyaringan sel-sel secara in vitro bagi tipe-tipe yang
memiliki karakter berguna, dan c) memproduksi produk kimia yang berguna.
Salah satu teknik kultur kalus yang umum digunakan adalah untuk memperoleh
keragaman somaklonal dan seleksi in vitro galur-galur sel terhadap cekaman
kekeringan, garam, herbisida, patogen, atau virus.
4. Kultur Anter
Kultur anter merupakan isolasi steril anter dan perkembangan kultur kalus
haploid dari polen secara in vitro. Teknik kultur anter berguna, antara lain untuk:
a) produksi haploid untuk memproduksi dengan cepat homozigot dan b) seleksi
bentuk-bentuk mutan.
Teknik untuk mendapatkan tanaman homo-zigot adalah melalui
penanaman anter tanaman F1 setelah dilakukan persilangan dari tetua tanaman
yang kita kehendaki (Gambar 1.2). Kalus haploid yang terbentuk kemudian
diseleksi. Tanaman homozigot diperoleh melalui aplikasi kolkisin (penggandaan
kromosom).
5. Kultur Protoplas
Kultur protoplas merupakan isolasi steril protoplas yang bertujuan untuk
memodifikasi genetik sel. Teknik kultur protoplas telah digunakan pada sejumlah
percobaan, seperti fusi protoplas dan injeksi DNA secara langsung (mikroinjeksi
dan microprojectile bombardment).

Gambar 1. Metode utama micropropagasi.

Produksi tanaman dengan merangsang terbentuknya tunas-tunas aksilar


merupakan teknik mikropropagasi yang paling umum dilakukan. Ada 2 (dua)
metode produksi tunas aksilar yang dilakukan yaitu:
1) Kultur Pucuk (shoot culture atau shoot-tip culture).
Kultur Pucuk (Shoot culture) adalah teknik mikropropagasi yang
dilakukan dengan cara mengkulturkan eksplan yang mengandung meristem pucuk
(apikal dan lateral) dengan tujuan perangsangan dan perbanyakan tunas-
tunas/cabang-cabang aksilar. Istilah yang digunakan untuk teknik kultur pucuk ini
tergantung dari eksplan yang digunakan (Debergh & Zimmerman, 1990). Teknik
ini telah digunakan secara luas untuk perbanyakan tanaman termasuk tanaman
hortikultura seperti pisang, asparagus, anggrek Cymbidium, dll. (Taji, et al.,
2002).
Pertumbuhan pucuk, inisiasi dan perbanyakan tunas aksilar yang
dihasilkan umumnya dirangsang dengan cara menambahkan hormon pertumbuhan
(umumnya sitokinin) ke dalam media pertumbuhannya. Perlakuan ini dapat
merangsang pertumbuhan tunas samping dan mematahkan dominasi apikal dari
pucuk yang dikulturkan. Selain itu, dominasi apikal juga dapat dihilangkan
dengan perlakuan-perlakuan lain misalnya pemangkasan daun-daun yang terdapat
pada buku-buku tunas atau meletakkan eskpan dalam posisi horisontal. Tunas-
tunas aksilar yang dihasilkan selanjutnya digunakan sebagai stek miniatur bagi
proses perbanyakan berikutnya. Dengan teknik ini dan disertai dengan sub kultur
dapat diperoleh banyak sekali plantet dari satu eksplan. Dengan membatasi
jumlah sub kultur sampai maksimal 810 kali dapat diperoleh klon tanaman yang
true-to-type. Teknik ini telah digunakan secara luas untuk perbanyakan tanaman
termasuk tanaman hortikultura seperti pisang, asparagus, anggrek Cymbidium, dll.
2) Kultur Mata Tunas
Kultur mata tunas ini merupakan salah satu teknik in-vitro yang digunakan
untuk perbanyakan tanaman dengan merangsang munculnya tunas-tunas aksilar
dari mata tunas yang dikulturkan (Debergh & Zimmerman, 1990). Teknik ini telah
lama dan banyak dipergunakan untuk perbanyakan tanaman hortikultura seperti
kentang, asparagus, melon, semangka, anggrek, dan banyak lagi lainnya (Winata,
1992).
Seperti halnya kultur pucuk, eksplan yang digunakan dalam kultur mata
tunas dapat berasal dari tunas lateral, tunas samping atau bagian dari batang yang
mengandung satu atau lebih mata tunas (mengandung satu atau lebih buku).
Dikenal dua teknik kultur mata tunas yaitu eksplan yang mengandung mata tunas
lebih dari satu ditanam secara horisontal di atas medium padat (teknik invitro
layering) atau (2) tiap buku yang mengandung satu mata tunas dipotong-potong
dan ditanam secara terpisah dalam tiap-tiap botol kultur.
Seperti halnya teknik kultur pucuk, pertumbuhan tunas-tunas aksilar juga
berdasarkan pada prinsip pematahan dominasi apikal. Oleh karena itu,
pertumbuhan tunas-tunas aksilar ini terjadi jika eksplan (mata tunas) ditanam pada
media yang mengandung sitokinin dalam konsentrasi cukup tinggi sehingga
sitokinin ini dapat menghentikan dominasi pucuk apikal dan menyebabkan
berkembangnya tunas-tunas aksilar.
Kedua teknik kultur ini berdasarkan pada prinsip perangsangan terbentuknya atau
munculnya tunas-tunas samping dengan cara mematahkan dominasi apikal dari
meristem apikal.
Induksi pembentukan tunas dari meristem bunga
Meristem bunga dapat juga dirangsang untuk membentuk tunas-tunas vegetatif
dalam kondisi invitro. Eksplan yang digunakan adalah inflorescence bunga yang
belum matang (immature inflorescences) yaitu yang belum membentuk organ-
organ kelamin jantan dan betinanya. Penggunaan infloresence yang telah dewasa
akan menghasilkan pembentukan organ bunga bukan kuncup vegetatif. Beberapa
contoh tanaman hortikultura yang diperbanyak dengan teknik ini adalah brokoli,
kol bunga, krisan dan sugar beat.
Inisiasi langsung tunas adventif
Tunas adventif adalah tunas yang terbentuk dari eksplan pada bagian yang bukan
merupakan tempat asal terbentuknya (bukan dari mata tunas atau buku). Tunas-
tunas adventif ini dapat terbentuk langsung dari eksplan tanpa melalui proses
terbentuknya kalus terlebih dahulu. Teknik ini merupakan salah satu teknik
mikropropagasi yang juga banyak dilakukan dan dapat menghasilkan plantlet
dalam jumlah jauh lebih banyak dari teknik terdahulu (pembentukan tunas
aksilar). Proses pembentukan tunas adventif langsung dari jaringan eksplan seperti
akar, pucuk dan bunga disebut organogenesis.
Somatic embryogenesis langsung
Embrio aseksual atau embrio somatik (somatic embryo) adalah embrio yang
terbentuk bukan dari penyatuan sel-sel gamet jantan dan betina atau dengan kata
lain embrio yang terbentuk dari jaringan vegetatif/somatik. Embrio ini dapat
terbentuk dari jaringan tanaman yang dikulturkan tanpa melalui proses yang
dikenal dengan nama somatic embryogenesis. Jika proses ini terbentuk langsung
pada eksplan tanpa melalui proses pembentukan kalus terlebih dahulu, maka
prosesnya disebut somatic embryogenesis langsung (direct somatic
embryogenesis).
Perbanyakan tanaman secara in vitro dapat dilakukan dengan teknik
embriogenesis somatik dan teknik microcutting. Microcutting merupakan salah
satu teknik mikropropagasi tanaman berbasis kultur in vitro dan telah berhasil
diaplikasikan untuk perbanyakan tanaman karet asal biji (seedling) dengan
menggunakan tunas aksilar sebagai eksplan. Dengan keberhasilan tersebut maka
terbuka peluang untuk menghasilkan batang bawah klonal yang seragam dengan
kualitas baikdan tidak tergantung musim (Hariset dalam Revina syahdewi, 2015).
Pembentukan organ penyimpan cadangan makanan mikro
Beberapa jenis tanaman dapat dikembangbiakan secara vegetatif dengan
menggunakan organ penyimpanan seperti tuber, rhizome, bulbus, dll. Organ-organ
penyimpanan ini juga bisa dihasilkan pada tanaman-tanaman yang memang secara
alamiah memproduksi organ penyimpanan tersebut. Teknik untuk mendapatkan
organ penyimpanan ini sangat bervariasi tergantung pada jenis jaringan yang
dikulturkan. Organ penyimpanan mikro ini dapat digunakan sebagai bibit untuk
penanaman langsung di lapangan atau ditanam untuk produksi umbi-umbi bibit.
Beberapa jenis organ penyimpanan mikro yang telah dikembangkan adalah
pembentukan umbi lapis mikro (bulbil) pada amarylis dan lili paris, pembentukan
corm mikro (cormlet) pada gladiol, pembentukan protocorm pada anggrek dan
pembentukan tuber mikro (tuberlet) pada kentang.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Djusna dan K. Novri. 2017. Bahan Ajar/Kultur Jaringan Tumbuhan.


UNG. Gorontalo

Ardiansyah, Romi, 2015. Mikropropagasi Tembesu/Tesis.IPB:Bogor

Hartmann, H.T., D.E. Kester, F.T. Davies Jr., and R.L. Geneve. 1997. Plant
Propagation: Principle And Practices. Sixth Ed.

Syahdewi, Revina dkk. 2015. Pengaruh lama penyinaran dan Komposisi Media
Terhadap Mikropropagasi Tanaman Karet. Jurnal Agroteknologi. Vol.4
No.1

Anda mungkin juga menyukai