PENDAHULUAN
Gagal ginjal atau penyakit ginjal tahap akhir (PGTA) adalah gangguan
fungsi ginjal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal
untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit yang
dapat menyebabkan uremia yaitu retensi cairan dan natrium dan sampah nitrogen
lain dalam darah. (Smeltzer, 2002).
Di negara maju, angka penderita gangguan ginjal tergolong cukup tinggi.
Di Amerika Serikat misalnya, angka kejadian gagal ginjal meningkat dalam 10
tahun. Pada 1990, terjadi 166 ribu kasus GGT (gagal ginjal tahap akhir) dan pada
2000 menjadi 372 ribu kasus. Angka tersebut diperkirakan terus naik. Pada 2010,
jumlahnya diestimasi lebih dari 650 ribu.Selain data tersebut, 6 juta-20 juta
individu di AS diperkirakan mengalami GGK (gagal ginjal kronis) fase awal
(Djoko, 2008).
Hal yang sama terjadi di Jepang. Di Negeri Sakura itu, pada akhir 1996,
ada 167 ribu penderita yang menerima terapi pengganti ginjal. Menurut data 2000,
terjadi peningkatan menjadi lebih dari 200 ribu penderita. Berkat fasilitas yang
tersedia dan berkat kepedulian pemerintah yang sangat tinggi, usia harapan hidup
pasien dengan GGK di Jepang bisa bertahan hingga bertahun-tahun.Bahkan,
dalam beberapa kasus, pasien bisa bertahan hingga umur lebih dari 80
tahun. Angka kematian akibat GGK pun bisa ditekan menjadi 10 per 1.000
penderita. Hal tersebut sangat tidak mengejutkan karena para penderita di Jepang
mendapatkan pelayanan cuci darah yang baik serta memadai (Djoko, 2008).
Di indonesia GGK menjadi penyumbang terbesar untuk kematian,
sehingga penyakit GGK pada 1997 berada di posisi kedelapan. Data terbaru dari
US NCHS 2007 menunjukkan, penyakit ginjal masih menduduki peringkat 10
besar sebagai penyebab kematian terbanyak.Faktor penyulit lainnya di Indonesia
bagi pasien ginjal, terutama GGK, adalah terbatasnya dokter spesialis ginjal.
Sampai saat ini, jumlah ahli ginjal di Indonesia tak lebih dari 80 orang. Itu pun
1
sebagian besar hanya terdapat di kota-kota besar yang memiliki fakultas
kedokteran.Maka, tidaklah mengherankan jika dalam pengobatan kerap faktor
penyulit GGK terabaikan. Melihat situasi yang banyak terbatas itu, tiada lain yang
harus kita lakukan, kecuali menjaga kesehatan ginjal.Jadi, alangkah lebih baiknya
kita jangan sampai sakit ginjal. Mari memulai pola hidup sehat. Di antaranya,
berlatih fisik secara rutin, berhenti merokok, periksa kadar kolesterol, jagalah
berat badan, periksa fisik tiap tahun, makan dengan komposisi berimbang,
turunkan tekanan darah, serta kurangi makan garam. Pertahankan kadar gula darah
yang normal bila menderita diabetes, hindari memakai obat antinyeri nonsteroid,
makan protein dalam jumlah sedang, mengurangi minum jamu-jamuan, dan
menghindari minuman beralkohol. Minum air putih yang cukup (dalam sehari 2-
2,5 liter). (Djoko, 2008).
1.3.1Tujuan Umum
Setelah mendapatkan pembelajaran mengenai asuhan keperawatan
pada pasien dengan masalah Gagal Ginjal Kronik (GGK) Di Ruang
Hemodialisa RSUD Tangerang, diharapkan pengetahuan mahasiswa
mengenai asuhan keperawatan pada pasien dengan masalah Gagal Ginjal
Kronik (GGK) menjadi meningkat.
1.3.2 Tujuan Khusus
Untuk dapat memahami dan mengetahui tentang :
A. Definisi, etiologi, tanda dan gejala, patofisiologi, penatalaksanaan
medis dari Gagal Ginjal Kronik (GGK).
B. Proses perawatan mulai pengkajian sampai intervensi secara teori
2
C. Analisa sesuai kasus diatas dan tegakan diagnosa keperawatan sampai
intervensi dan rasional minimal 2 secara prioritas.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 1
Ket : Gambar anatomi ginjal tampak dari depan
Gambar 2
4
Ket : gambar anatomi ginjal tampak dari samping
Bentuk ginjal menyerupai kacang dengan sisi cekungnya
menghadap kemedial. Pada sisi ini terdapat hilus ginjal yaitu tempat
sruktur - struktur pembulu darah, sistem limfatik, sistem syaraf dan ureter
menuju dan meninggalkan ginjal.
Ginjal terletak di rongga abdomen ,retroperitoneal primer kiri dan
kanan kolumna vertebralis yang dikelilingi oleh lemak dan jaringan ikat di
belakang peritoneum. Batas atas ginjal kiri setinggi iga ke- 11 dan ginjal
kanan setingi iga ke- 12 dan batas bawah ginjal kiri setinggi vertebra
lumbalis ke-3. Setiap ginjal memiliki panjang 11- 25cm, lebar 5-7 cm, dan
tebal 2,5 cm.ginjal kiri lebih panjang dari ginjal kanan. Berat ginjal pada
pria dewasa150-170 gram dan pada wanita dewasa 115-155 gram dengan
bentuk seperti kacang, sisi dalamnya menghadap ke vertebra thorakalis,
sisi luarnya cembung dan di atas setiap ginjal terdapat kelenjar suprarenal.
(Setiadi,2007)
Struktur ginjal : setiap ginjal dilengkapi kapsul tipis dari jaringan
fibrus yang dapat membungkusnya ,dan membentuk pembungkus yang
halus. Didalamnya terdapat struktur ginjal, warnanya ungu tua dan terdiri
atas bagian korteks di sebelah luar,dan bagian medulla di sebelah dalam.
Bagian medulla ini tersusun atas lima belas sampai enam belas massa
berbentuk piramid,yang disebut piramid ginjal. Puncak puncaknya
langsung mengarah ke helium dan berakhir di kalies.kalies ini
menghubungkan ke pelvis ginjal.
5
Nefron : Struktur halus ginjal terdiri aatas banyak nefron yang
merupakan satuan satuan fungsional ginjal,diperkirakan ada 1000.000
nefron dalam setiap ginjal. Setiap nefron mulai berkas sebagai kapiler
(badan maphigi atau glumelurus) yang serta tertanam dalam ujung atas
yang lebar pada urineferus atau nefron. Dari sisni tubulus berjalan sebagian
berkelok kelok dan dikenal sebagai kelokan pertama atau tubula
proximal tubula itu berkelok kelok lagi, disebut kelokan kedua atau
tubula distal, yang bersambung dengan tubula penampung yang berjalan
melintasi kortek atau medulla, untuk berakhir dipuncak salah satu
piramidis.
Pembuluh darah : Selain tubulus urineferus,struktur ginjal
mempunyai pembulu darah. Arteri renalis membawa darah murni dari
aorta abdominalis keginjal cabang-cabangnya beranting banyak,didalam
ginjal dan menjadi arteriola (artriola afferents), dan masing- masing
membentuk simpul dari kapiler- kapiler didalam, salah satu badan
Malpighi, inilah glumelurus. Pembuluh eferen kemudian tampil sebagai
arterial aferen (arteriola afferents) yang bercabang- cabang membentuk
jaringan kapiler sekeliling tubulus uriniferus. Kapiler - kapiler ini
kemudian bergabung lagi membentuk vena renalis, yang membawa darah
dari ginjal kevena kava inferior. (Evelin, 2000)
6
Menurut Tarwoto (2009:314) ginjal terdiri dari 3 area yaitu:
A. Korteks
Korteks merupakan bagian paling luar ginjal, dibawah fibrosa
sampai dengan lapisan medulla, tersusun atas nefron-nefron yang
jumlahnya lebih dari 1 juta. Semua glomerulus berada di korteks dan
90% aliran darah menuju korteks.
B. Medula
Medulla terdiri dari saluran-saluran atau duktus collecting yang
disebut pyramid ginjal yang tersusun antara 8-18 buah.
C. Pelvis
Pelvis merupakan area yang terdiri dari kaliks minor yang
kemudian bergabung menjadi kalik mayor. Empat sampai lima kaliks
minor bergabung menjadi kaliks mayor dan dua sampai tiga kaliks
mayor bergabung menjadipelvis ginjal yang berhubungan dengan
ureter bagian proksimal.
Persyarafan Ginjal
Menurut Syaifuddin (2006:240) ginjal mendapatkan persarafan dari
fleksus renalis (vasomotor). Saraf ini berfungsi untuk mengatur jumlah
darah yang masuk ke dalam ginjal, saraf ini berjalan bersamaan dengan
pembuluh darah yang masuk ke ginjal. Diatas ginjal ini terdapat kelenjar
suprarenalis, kelenjar ini merupakan sebuah kelenjar buntu yang
menghasilkan dua macam hormon yaitu hormone adrenalin dan hormon
kortison.
Fisiologi Ginjal
A. Berbagai fungsi ginjal anatara lain adalah
a. Mengekresikan sebagian terbesar produk akhir metabolism tubuh
(sisa metabolisme dan obat obatan).
b. Mengontrol sekresi hormon- hormon aldosteron dan ADH dalam
mengatur jumlah cairan tubuh.
c. Mengatur metabolisme ion kalsium dan vitamin D.
d. Menghasilkan beberapa hormon antara lain.
7
Eritropoetin yangberfungsi sebagai pembentukan sel darah
merah.
Renin yang berperan dalam mengatur tekanan darah serta
hormon prostaglandin. (Setiadi,2007)
8
URETER
Jika karena sesuatu sebab terjadi sumbatan pada aliran urine, terjadi
kontraksi otot polos yang berlebihan yang bertujuan untuk mendorong
mengeluarkan sumbatan tersebut dari saluran kemih. Kontraksi itu
dirasakan sebagai nyeri kolik yang datang secara berkala, sesuai dengan
irama peristaltik ureter (Arif Muttaqin, 2011:17).
Menurut Arif Muttaqin (2011:17) kedua ureter merupakan
kelanjutan dari pelvis ginjal dan membawa urine ke dalam kandung kemih,
khususnya ke area yang disebut trigon. Trigon adalah area segitiga yang
terdiri atas lapisan membran mukus yang dapat berfungsi sebagai katup
untuk menghindari refluks urine ke dalam ureter ketika kandung kemih
berkontraksi (Mary Baradero, 2008:5). Ureter memasuki kandung kemih
menembus otot detrusor di daerah trigonum kandung kemih. Normalnya
ureter berjalan secara oblique sepanjang beberapa sentimeter menembus
kandung kemih yang disebut dengan ureter intramural.
9
Menurut Tarwoto (2009:325) kapasitas maksimum kandung kemih
pada oran dewasa sekitar 300-450 ml, dan anak-anak antara 50-200 ml.
Pada laki-laki kandung kemih berada dibelakang simpisis pubis dan
didepan rektum, pada wanita kandung kemih berada dibawah uterus dan
didepan vagina. Pada keadaan penuh akan memberikan rangsangan pada
saraf aferen ke pusat miksi sehingga terjadi kontraksi otot detrusor yang
mendorong terbukanya leher kandung kemih, sehingga terjadi proses
miksi. Fungsi utama dari ginjal adalah menampung urin dari ureter dan
kemudian dikeluarkan melalui uretra. Dinding kandung kemih memiliki 4
lapisan jaringan, yaitu:
URETRA
10
Gagal ginjal kronis adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan
penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan
cukup lanjut, hal ini terjadi bila laju filtrasi glomerulus kurang dari
50ml/min. (Suyono.et.al, 2001)
Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang
progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbanga cairann dn elektrolit
sehingga terjadi uremia. (Smeltzer & Bare, 2001)
11
pengaktifan komplemen, sehingga terjadi peningkatan aliran darah dan
peningkatan permeabilitas kapiler glomerulus dan filtrasi glomerulus.
Protein-protein plasma dan sel darah merah bocor melalui glomerulus.
Glomerulonefritis dibagi menjadi dua yaitu:
1. Gomerulonefritis Akut
Glomerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus
secara mendadak.
2. Glomerulonefritis Kronik
Glomerulonefritis kronik adalah pradangan yang lama dari
sel-sel glomerulus. (Price, 2005. 924)
C. Lupus Eritematosus Sistemik (SLE)
Nefritis lupus disbabkan oleh kompleks imun dalam sirkulasi
yang terperangkap dalam membrane basalis glomerulus dan
menimbulkan kerusakan. Perubahan yang paling dini sering kali hanya
mengenai sebagian rumbai glomerulus atau hanya mengenai beberapa
glomerulus yang tersebar. (Price, 2005:925)
12
diabetikum dari awitan hingga ESRD dapat dibagi menjadi lima fase
atau stadium:
1. Stadium 1 (fase perubahan fungsional dini) ditandai dengan
hifertropi dan hiperfentilasi ginjal, pada stadium ini sering terjadi
peningkatan GFR yang disebabkan oleh banyak factor yaitu, kadar
gula dalam darah yang tinggi, glucagon yang abnormal hormone
pertumbuhan, efek rennin, angiotensin II danprostaglandin.
2. Stadium 2 (fase perubahan struktur dini) ditandai dengan
penebalan membrane basalis kapiler glomerulus dan penumpukan
sedikit demi sedikit penumpukan matriks mesangial.
3. Stadium 3 (Nefropati insipient)
4. Stadium 4 (nefropati klinis atau menetap)
13
2. Laju filtrasi glomerulus 40-50% normal,
3. Bun dan kreatinin serum masih normal, dan
4. Pasien asimtomatik
Tahap ini merupakan tahap perkembangan penyakit ginjal yang
paling ringan, karena faal ginjal masih dalam kondisi baik. Oleh karena
itu, penderita juga belum merasakan gejala apapun. Bahkan, hasil
pemeriksaan laboratorium menunjukan bahwa faal ginjal masih berada
dalam batas normal.
Selain itu, kreatinin serum dan kadar BUN (blood urea
nitrogen) masih berada dalam batas normal dan penderita asimtomatik.
Gangguan fungsi ginjal baru diketahui setelah pasien diberi beban
kerja yang berat, seperti tes pemekatan kemih dalam waktu lama atau
melalui tes GFR dengan teliti.
14
C. Gagal ginjal (faal ginjal kurang dari 10%)
Beberapa hal yang terjadi dalam tubuh penderita, di antaranya:
1. laju filtrasi glomerulus 10-20% normal,
2. BUN dan kreatinin serum meningkat,
3. anemia, azotemia, dan asidosis metabolik,
4. poliuria dan nokturia, serta
5. gejala gagal ginjal.
D. End-Stage Meal Disease (ESRD)
Pada tahap ini, beberapa hal yang terjadi dalam tubuh
penderita, di antaranya:
1. lebih dari 85% nefron tidak berfungsi,
2. laju filtrasi glomerulus kurang dari 10% normal,
3. BUN dan kreatinin tinggi,
4. anemia, azotemia, dan asidosis metabolik,
5. berat jenis urine tetap 1,010,
6. oliguria, dan
7. gejala gagal ginjal.
15
penderita mengalaminokturia (sering berkemih pada malam hari).
Selain itu, penderita juga mengalami tekanan darah tinggi, karena
ginjal tidak mampu membuang kelebihan garam dan air. Hal inilah
yang memicu penyakit stroke atau gagal jantung.
Lambat laun, limbah metabolik yang tertimbun didalam darah
semakin banyak. Maka, penderita menunjukan berbagai macam gejala,
seperti mudah lelah, letih, kurang siaga, kedutan otot, kelemahan otot,
kram, anggota gerak seperti tertusuk jarum, dan hilangnya rasa pada
daerah-daerah tertentu. Selain itu, nafsu makan penderita menurun,
merasa mual dan muntah, terjadi peradangan pada lapisan mulut
(stomatitis), rasa tidak enak dimulut, dan penderita mengalami
penurunan berat badan dan malnutrisi. Apabila tekanan darah tinggi,
penderita akan kejang. Dan kelainan kimia darah menyebabkan
kelainan fungsi otak penderita (Muhammad, 2012)
A. Sistem kardiovaskuler
16
Klien tampak lemah, tidak bisa tidur, gangguan konsentrasi,
tremor, mioklonus, kejang.
4. Miopati
Klien tampak mengalami kelemahan dan hipotrofi otot-otot
terutama otot-otot ekstremitas proximal.
C. Sistem pulmoner
1. Krekel
2. Nafas dangkal
3. Kusmaull
4. Sputum kental dan liat
D. Sistem gastrointestinal
1. Anoreksia, nausea, dan vomitus yang berhubungan dengan
gangguan
2. metabolisme protein didalam usus, terbentuknya zat-zat toksik
akibat metabolisme bakteri usus seperti ammonia dan metal
gaunidin, serta sembabnya mukosa .
3. Fetor uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur
diubah oleh bakteri di mulut menjadi ammonia sehingga nafas
berbau ammonia.
4. Cegukan (hiccup) sebabnya yang pasti belum diketahui
E. Sistem muskuloskeletal
1. Kram otot
2. Kehilangan kekuatan otot
3. Fraktur tulang
2. Atrofi testis
17
2.1.7 Patway Gagal Ginjal Kronik (GGK)
Terlampir
18
19
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang Gagal Ginjal Kronik
A. Pemeriksaan Laboraturium
1. Laboraturium Darah :
2. Pemeriksaan Urine :
B. Pemeriksaan EKG
C. Pemeriksaan USG
D. Pemeriksan Radiologi
20
2.1.9 Pencegahan Gagal Ginjal Kronik (GGK)
21
dianjurkan untuk menerima transplantasi ginjal. Hal ini dikarenakan
kemungkinan terjadinya kegagalan transplantasi yang cukup tinggi.
Transplantasi ginjal dinyatakan berhasil jika ginjal dicangkokkan dapat
bekerja sebagai penyaring darah sebagaimana layaknya ginjal sehat
dan pasien tidak lagi memerlukan terapi cuci darah.
B. Dialisis (Cuci darah)
Dialisis atau dikenal dengan nama cuci darah adalah suatu
metode terapi yang bertujuan untuk menggantikan fungsi/kerja ginjal
yaitu membuang zat-zat sisa dan kelebihan cairan dari tubuh. Terapi ini
dilakukan apabila fungsi kerja ginjal sudah sangat menurun (lebih dari
90%) sehingga tidak lagi mampu untuk menjaga kelangsungan hidup
individu, maka perlu dilakukan terapi. Selama ini dikenal ada 2 jenis
dialisis :
1. Hemodialisis (cuci darah dengan mesin dialiser)
Hemodialisis atau HD adalah dialisis dengan menggunakan
mesin dialiser yang berfungsi sebagai ginjal buatan. Pada prose ini,
darah dipompa keluar dari tubuh, masuk kedalam mesin dialiser. Di
dalam mesin dialiser, darah dibersihkan dari zat-zat racun melalui
proses difusi dan ultrafiltrasi oleh dialisat (suatu cairan khusus
untuk dialisis), lalu setelah darah selesai dibersihkan, darah
dialirkan kembali kedalam tubuh. Proses ini dilakukan 1-3 kali
seminggu di rumah sakit dan setiap kalinya membutuhkan waktu
sekitar 2-4 jam.
2. Dialisis Peritoneal (cuci darah melalui perut)
Terapi kedua adalah dialisis peritoneal untuk metode cuci
darah dengan bantuan membran peritoneum (selaput rongga perut).
Jadi, darah tidak perlu dikeluarkan dari tubuh untuk dibersihkan
dan disaring oleh mesin dialisis.
C. Obat-obatan
1. Diuretik adalah obat yang berfungsi untuk meningkatkan
pengeluaran urin. Obat ini membantu pengeluaran kelebihan cairan
dan elektrolit dari tubuh, serta bermanfaat membantu munurunkan
tekanan darah.
22
2. Obat antihipertensi untuk mempertahankan agar tekanan darah
tetap dalam batas normal dan dengan demikian akan
memperlambat proses kerusakan ginjal yang diakibatkan oleh
tingginya tekanan darah.
3. Eritropoietin
Gagal ginjal juga menyebabkan penderita mengalami
anemia. Hal ini terjadi karena salah satu fungsi ginjal yaitu
menghasilkan hormon eritropoietin (Epo) terhambat. Hormon ini
bekerja merangsang sumsum tulang untuk memproduksi sel-sel
darah merah. Kerusakan fungsi ginjal menyebabkan produksi
hormon Epo mengalami penurunan sehingga pembentukan sel
darah merah menjadi tidak normal, kondisi ini menimbulkan
anemia (kekurangan darah). Oleh karena itu, Epo perlu digunakan
untuk mengatasi anemia yang diakibatkan oleh PGK. Epo
biasanyan diberikan dengan cara injeksi 1-2 kali seminggu.
4. Zat besi
Anemia juga disebabkan karena tubuh kekurangan zat besi.
Pada penderita gagal ginjal konsumsi zat besi (Ferrous Sulphate)
menjadi sangat penting. Zat besi membantu mengtasi anemia.
Suplemen zat besi biasanya diberikan dalam bentuk tablet (ditelan)
atau injeksi (disuntik).
5. Suplemen kalsium dan kalsitriol
23
mencakup :
A. Hiperkalemia
Akibat penurunan eksresi,asidosis metabolic, katabolisme dan
masukan diet berlebih
B. Perikarditis
Efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat
C. Hipertensi
Akibat retensi cairan dan natrium serta mal fungsi system renin,
angiotensin, aldosterone
D. Anemia
Akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel
darah merah, peradangan gastro intestinal
E. Penyakit Tulang
(Smeltzer & Bare, 2004)
A. Pengkajian
Pengkajian keperawatan untuk pasien dengan gagal ginjal
adalah rumit. Pengkijain keperawatan mencakup parameter fisik,
psikologis, dan social. (mary baradero, 2008 : 141)
1. Identitas klien
a. Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, umur, tempat lahir, asal
suku bangsa, nama orang tua, pekerjaan orang tua.tas dan koma
b. Keluhan utama
c. Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan
istirahat dan tidur, tachicard/tachipnea pada waktu melakukan
aktivitas dan koma.
d. Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan sebelumnya
e. Berapa lama klien sakit, bagaimana penanganannya, mendapat
terapi apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau
24
tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi
penyakitnya.
2. Aktifitas / istirahat :
a. Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise
b. Gangguan tidur (insomnia / gelisah atau somnolen
c. Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak
3. Sirkulasi
25
b. Kram otot / kejang, syndrome kaki gelisah, rasa terbakar pada
telapak kaki, kesemutan dan kelemahan, khususnya ekstremiras
bawah.
c. Gangguan status mental, contah penurunan lapang perhatian,
ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau,
penurunan tingkat kesadaran, stupor.
d. Kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang.
e. Rambut tipis, kuku rapuh dan tipis.
8. Nyeri / kenyamanan
a. Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/ nyeri kaki.
b. Perilaku berhati-hati / distraksi, gelisah.
9. Pernapasan
a. Napas pendek, dispnea, batuk dengan / tanpa sputum kental dan
banyak.
b. Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi / kedalaman.
c. Batuk dengan sputum encer (edema paru).
10. Keamanan
a. Kulit gatal
b. Ada / berulangnya infeksi
c. Pruritis
d. Demam (sepsis, dehidrasi), normotermia dapat secara aktual
terjadi peningkatan pada pasien yang mengalami suhu tubuh
lebih rendah dari normal.
e. Ptekie, area ekimosis pada kulit
f. Fraktur tulang, keterbatasan gerak sendi
11. Seksualitas
a. Penurunan libido, amenorea, infertilitas
12. Interaksi sosial
a. Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga.
13. Penyuluhan / Pembelajaran
a. Riwayat DM (resiko tinggi untuk gagal ginjal), penyakit
polikistik, nefritis heredeter, kalkulus urenaria, maliganansi.
b. Riwayat terpejan pada toksin, contoh obat, racun lingkungan.
c. Penggunaan antibiotic nefrotoksik saat ini / berulang.
B. Data subyektif
26
Riwayat keperawatan adalah komprehensif yang mencakup
gejala fisik dan gaya hidup pasien. Perilaku kesehatan dan lingkungan
rumah pasien perlu dikaji. Pasien ini juga mengeluh cepat lelah, mual
letargi, dan pruritus. (mary baradero, 2008 : 141)
C. Data obyektif
Tanda vital, asupan dan haluaran, auskultasi jantung dan paru,
status mental, serta tanda adanya nyeri. Perlu juga dikaji peningkatan
pigmentasi kulit dan adanya edema perifer. Berat badan ditimbang
setiap hari. (Mary Baradero, 2008 : 141-142)
D. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan untuk pasien ini mencakup :
1. Kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan gangguan
mekanisme regulasi tubuh.
2. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan yang
berhubungan dengan anoreksia, mual dan nyeri.
3. Risiko infeksi yang berhubungan dengan gangguan respon imun.
4. Risiko trauma yang berhubungan dengan deficit sensorimotor, tidak
sadar akan bahaya lingkungan, dan penurunan tingkat kesadaran.
5. Nyeri (kram otot, iritasi okular, luka akibat pruritus) yang
berhubungan dengan kekurangan natrium, uremia.
27
1.2.3 Perencanaan Keperawatan
28
6. Hb dan hematokrit menurun, 12. Kolaborasi dokter jika tanda cairan
perubahan elektrolit, khususnya berlebih muncul memburuk
perubahan berat jenis
7. Suara jantung SIII Fluid Monitoring
8. Reflek hepatojugular positif
1. Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake
9. Oliguria, azotemia
10. Perubahan status mental, cairan dan eliminasi
2. Tentukan kemungkinan faktor resiko dari
kegelisahan, kecemasan
ketidak seimbangan cairan (Hipertermia,
terapi diuretik, kelainan renal, gagal
jantung, diaporesis, disfungsi hati, dll)
3. Monitor serum dan elektrolit urine
Faktor-faktor yang berhubungan : 4. Monitor serum dan osmilalitas urine
5. Monitor BP, HR, dan RR
Mekanisme pengaturan
6. Monitor parameter hemodinamik infasif
melemah 7. Monitor adanya distensi leher, rinchi,
Asupan cairan berlebihan
Asupan natrium berlebihan eodem perifer dan penambahan BB
8. Monitor tanda dan gejala dari odema
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN NOC NIC
2 KETIDAKSEIMBANGAN NOC : MONITOR NUTRISI
NUTRISI: KURANG DARI Status Nutrisi 1. Berat badan pasien dalam batas normal
2. Monitor adanya penurunan berat badan
KEBUTUHAN TUBUH
3. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang
Definisi: asupan nutrisi tidak cukup Setelah dilakukan tindakan keperawatan
biasa dilakuakn
untuk memenuhi kebutuhan metabolik selama x24 jam status nutrisi pasien 4. Monitor interaksi anak dan orang tua
29
normal dengan indikator: selama makan
5. Monitor lingkungan selama makan
Batasan Karakteristik: 1. Intake nutrient normal
6. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak
2. Intake makanan dan cairan normal
1. Berat badan 20% atau lebih di
3. Berat badan normal selama jam makan
bawah rentang berat badan ideal 4. Masa tubuh normal 7. Monitor kulit kering dan perubahan
5. Pengukuran biokimia normal
2. Bising usus hiperaktif pigmentasi
8. Monitor turgor kulit
3. Cepat kenyang setelah makan
9. Monitor kekeringan, rambut kusam, total
4. Diare
protein, Hb dan kadar Ht
5. Gangguan sensasi rasa 10. Monitor makanan kesukaan
11. Monitor pertumbuhan dan perkembangan
6. Kehilangan rambut berlebihan
12. Monitor pucat, kemerahan, dan
7. Kelemahan otot pengunyah
kekeringan jaringan konjungtiva
8. Kelemahan otot untuk menelan 13. Monitor kalori dan intake nutrisi
14. Catat adanya edema, hiperemik,
9. Kerapuhan kapiler
hipertonik papila lidah dan cavitas oval
10. Kesalahan informasi
15. Catat jika lidah berwarna megenta,
11. Kesalahan persepsi
scarlet
12. Ketidakmampuan memakan
makanan
MANAJEMEN NUTRISI
13. Kram abdomen
1. Kaji adanya alergi makanan
14. Kurang informasi
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
15. Kurang minat pada makanan
menentukan jumlah kalori dan nutrisi
16. Membrane mukosa pucat
yang dibutuhkan pasien
30
17. Nyeri abdomen 3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan
18. Penurunan berat badan dengan intake Fe
asupan makan adekuat 4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan
19. Sariawan rongga mulut protein dan vitamin C
20. Tonus otot menurun 5. Berikan subtansi gula
6. Yakinkan diet yang dimakan
Faktor yang berhubungan: mengandung tinggi serat untuk mencegah
1. Faktor biologis konstipasi
2. Faktor ekonomi 7. Berikan makanan yang terpilih (sudah
3. Gangguan psikososial dikonsultasikan dengan ahli gizi)
4. Ketidakmampuan makan 8. Ajarkan pasien bagaimana membuat
5. Ketidakmampuan mencerna catatan makanan harian
makanan 9. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan
6. Ketidakmampuan mengabsorpsi kalori
nutrient 10. Berikan informasi tentang kebutuhan
7. Kurang asupan makanan nutrisi
31
3 RISIKO INFEKSI NOC: PROTEKSI INFEKSI
Definisi: Kontrol Infeksi 1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai
Rentan mengalami invasi dan Proteksi Infeksi pasien lain
multiplikasi organisme patogenik yang 2. Pertahankan teknik isolasi
dapat mengganggu kesehatan. Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3. Batasi pengunjung bila perlu
selama .....x24 jam status kekebalan pasien 4. Instruksikan pengunjung untuk mencuci
Faktor Risiko: meningkat dengan indilaktor: tangan saat berkunjung dan setelah
1. Kurang pengetahuan untuk 1. Tidak didapatkan infeksi berulang berkunjung
menghindari pemajanan pathogen 2. Tidak didapatkan tumor 5. Gunakan sabun anti mikroba untuk cuci
3. Status rspirasi sesuai yang diharapkan
2. Malnutrisi 4. Temperatur badan sesuai yang tangan
3. Obesitas diharapkan 6. Cuci tangan sebelum dan sesudah
4. Penyakit kronis 5. Integritas kulit tindakan keperawatan
6. Integritas mukosa
5. Prosedur invasif 7. Tidak didapatkan fatigue kronis 7. Gunakan universal precaution dan
8. Reaksi skintes sesuai paparan gunakan sarung tangan selma kontak
9. WBC absolut dbn
dengan kulit yang tidak utuh
8. Tingkatkan intake nutrisi dan cairan
9. Berikan terapi antibiotik bila perlu
10. Observasi dan laporkan tanda dan gejal
infeksi seperti kemerahan, panas, nyeri,
tumor
32
11. Kaji temperatur tiap 4 jam
12. Catat dan laporkan hasil laboratorium,
WBC
13. Gunakan strategi untuk mencegah
infeksi nosokomial
14. Istirahat yang adekuat
15. Kaji warna kulit, turgor dan tekstur, cuci
kulit dengan hati-hati
16. Ganti IV line sesuai aturan yang berlaku
17. Pastikan perawatan aseptik pada IV line
18. Pastikan teknik perawatan luka yang
tepat
19. Berikan antibiotik sesuai autran
20. Ajari pasien dan keluarga tanda dan
gejal infeksi dan kalau terjadi
melaporkan pada perawat
21. Ajarkan klien dan anggota keluarga
bagaimana mencegah infeksi
KONTROL INFEKSI
33
1. Monitor tanda dan gejala infeksi
2. Monitor hitung granulosit, WBC
3. Monitor kerentanan terhadap infeksi
4. Batasi pengunjung
5. Saring pengunjung terhadap penyakit
menular
34
3. Fisik (contoh: rancangan struktur mudah dijangkau pasien
dan arahan masyarakat, bangunan, 7. Batasi pengunjung
perlengkapan) 8. Berikan penerangan yang cukup
4. Nutrisi 9. Anjurkan keluarga menemani pasien
5. Biologial (imunisasi, 10. Kontrol lingkungan dari kebisingan
mikroorganisme) 11. Pindahkan barang-barang yang dapat
6. Kimia (racun, obat, alkohol, membahayakan.
bahan pengawet). 12. Berikan penjelasan pada pasien dan
keluarga atau pengunjung adanya
Internal : perubahan status kesehatan dan
1. Psikologis penyebab penyakit.
2. Malnutrisi
3. Bentuk darah abnormal
(penurunan Hb, talasemia,
trombositopeni)
4. Tidak berfungsinya sensori
5. Disfungsi afektor
6. Hipoksia jaringan
7. Perkembangan usia
8. Fisik (kerusakan kulit/tidak utuh,
35
berhubungan dengan mobilitas).
36
1. Laporan secara verbal atau non 5. Menggunakan analgetik sesuai 5. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
verbal kebutuhan 6. Evaluasi bersama pasien dan tim
2. Diaforesis 6. Mencari bantuan tenaga kesehatan kesehatan lain tentang ketidakefektifan
3. Dilatasi Pupil 7. Melaporkan gejala pada tenaga kontrol nyeri masa lampau
4. Ekspresi wajah nyeri kesehatan 7. Bantu pasien dan keluarga untuk
5. Fokus menyempit 8. Menggunakan sumber - sumber yang mencari dan menemukan dukungan
6. Fokus pada diri sendiri tersedia 8. Kontrol lingkungan yang dapat
7. Karakteristik nyeri 9. Mengenali gejala-gejala nyeri mempengaruhi nyeri seperti suhu
8. Laporan tentang perilaku nyeri 10. Mencatat pengalaman nyeri sebelumnya ruangan, pencahayaan dan kebisingan
9. Mengekspresikan gelisah, 11. Melaporkan nyeri sudah terkontrol 9. Kurangi faktor presipitasi
menangis dan waspada 10. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
10. Perilaku distraksi (farmakologi, non farmakologi dan inter
11. Perubahan TTV personal)
12. Perubahan posisi untuk 11. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menghindari nyeri menentukan intervensi
13. Perubahan selera makan 12. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
14. Putus asa 13. Berikan analgetik untuk mengurangi
15. Sikap melindungi area nyeri nyeri
16. Sikap tubuh melindungi 14. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
15. Tingkatkan istirahat
37
Faktor yang berhubungan: 16. Kolaborasikan dengan dokter jika
1. Agen cedera biologis (mis: keluhan dan tindakan nyeri tidak
infeksi, iskemia, neoplasma) berhasil
2. Agen cedera fisik (mis: abses,
amputasi, luka bakar, terpotong, TINGKAT NYERI
mengangkat berat, prosedur 1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas,
bedah, trauma, olahraga dan derajat nyeri sebelum pemberian
berlebihan obat
3. Agen cedera kimiawi (mis: luka 2. Cek instruksi dokter tentang jenis obat,
bakar, kapsaisin, metilen klorida, dosis dan frekuensi
agens mustar) 3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgetik yang diperlukan atau
kombinasi dari analgetik ketika
pemberian lebih dari satu
5. Tentukan pilihan analgetik tergantung
tipe dan beratnya nyeri
6. Tentukan analgetik pilihan, rute
pemberian dan dosis optimal
7. Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara teratur
38
8. Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgetik pertama kali
9. Berikan analgetik tepat waktu terutama
saat nyeri hebat
10. Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan
gejala (efek samping)
39
E. Hasil Yang Diharapkan
Arif, M. (2010). Kapita Selekta Kedokteran. Ed: 1. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Bulechek, dkk.(2016). Nursing Intervention Classification. Ed: 6. Elsevier Singapore:
Cv. Mocomedia.
Bulechek, dkk.(2016). Nursing Intervention Outcome. Ed: 6. Elsevier Singapore: Cv.
Mocomedia.
Ester, M. (2015). Nanda International Inc. Nursing Diagnoses: definitions &
classification 2015-2017. Jakarta: EGC.
Nursalam. (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. (Jilid kedua, Edisi ketiga). Jakarta :
Balai Penerbit FKUI.
Price, Sylvia Anderson, Ph.D., R.N. (2010). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. (Edisi keempat). Jakarta : EGC.