Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Bahan bakar premium merupakan diversifikasi dari bahan bakar

yang dipergunakan masyarakat, baik untuk digunakan untuk keperluan

bahan bakar rumah tangga, kendaraan atau untuk keperluan industri.

Karena fungsinya yang sangat penting inilah maka masalah bahan bakar

premium senantiasa menjadi perhatian masyarakat luas. Seringkali

masyarakat harus memperoleh bahan bakar premium ini dengan antrian

yang panjang, hal ini disebabkan keterbatasan minyak premium yang

dipasarkan, sementara bahan bakar jenis premium itu sekarang sudah

menjadi kebutuhan pokok masyarakat, karena sebagai penggerak aktivitas

ekonomi masyarakat

Kondisi ini seringkali menimbulkan gejolak ditengah masyarakat.

Ada sebagian pihak menganggap bahwa langkanya bahan bakar premium

ini disebabkan oleh bermainnya para spekulan yang mencari keuntungan

tersebut. Disisi lain ada juga tudingan yang dialamatkan kepada

Pertamina Unit Pemasaran Jambi tentang tidak transparannya penyaluran

bahan bakar premium ini.

Komentar yang beragam ini menimbulkan keresahan-keresahan

ditengah masyarakat, harga bahan bakar premium bergerak naik, bahkan

untuk memperolehnyapun harus antrian yang melelahkan. Apabila

ditelusuri pendistribusian bahan bakar premium secara seksama dan


1
dilakukan secara transparan tidak akan terjadi kelangkaan bahan bakar

premium . Karena bahan bakar premium yang akan disalurkan kepada

masyarakat dapat dihitung dan di cek langsung di lapangan serta sesuai

dengan kebutuhan masyarakat, namun pada kenyataannya seringkali

ditemukan berbagai kecurangan yang dilakuan oknum tidak

bertanggungjawab yang pada akhirnya menyebabkan kelangkaan BBM

jenis premium.

Pertamina Unit Pemasaran Jambi telah berupaya agar bahan bakar

premium yang sampai ketangan konsumen dalam jumlah yang cukup

dan dengan harga yang telah ditetapkan. Untuk itu dalam pendistribusian

bahan bakar premium ini senantiasa dilakukan pengawasan secara

intensif dengan melibatkan berbagai instansi termasuk di dalamnya adalah

aparat kepolisian dan TNI, semua itu dilakukan agar dalam

pendistribusiannya dilakukan dengan tepat. Namun semua kebijaksanaan

tersebut akan terpulang kepada kejujuran dari aparat pengawas

dilapangan.

Selama lima tahun terakhir jumlah penyaluran bahan bakar

premium di Jambi terus mengalami peningkatan. Untuk lebih jelasnya

perkembangan jumlah penyaluran bahan bakar premium di Jambi dapat

dilihat pada tabel berikut ini :

2
Tabel 1.1. Perkembangan penyaluran bahan bakar premium pada
Pertamina Unit Pemasaran Jambi tahun 2007-2013

Tahun Jumlah (Kilo liter) Perkembangan (%)


2007 22.987.236 -
2008 26.895.321 17,001
2009 32.016.766 19,04
2010 34.189.415 6,79
2011 45.252.764 32,36
2012 49.265.321 8,86
2013 53.824.321 9,25
Rata-rata 37.775.878 15,55
Sumber : Pertamina Unit Pemasaran Jambi Tahun 2014

Bila diperhatikan tabel 1.1 diatas terlihat bahwa jumlah

pendistribusian bahan bakar premium yang disalurkan Pertamina Unit

Pemasaran Jambi kepada masyarakat menunjukkan peningkatan. Secara

rata-rata selama periode 2007-2013 jumlah bahan bakar premium yang

disalurkan kepada masyarakat adalah sebanyak 37.775.878 kilo liter atau

mengalami perkembangan sebesar 15,55 persen pertahun. Peningkatan ini

menunjukkan bahwa kebutuhan masyarakat terhadap BBM Jenis premium

menjadi sumber energi yang penting.

Apabila dibandingkan dengan kebutuhan nyata dari penduduk di

Jambi terhadap bahan bakar premium, maka bahan bakar premium yang

disalurkan oleh Pertamina Unit Pemasaran Jambi lebih besar. Untuk lebih

jelasnya perkembangan kebutuhan bahan bakar premium masyarakat

Jambi dapat dilihat pada tabel berikut ini:

3
Tabel 1.2. Kebutuhan Bahan bakar premium Masyarakat Dan
Dunia Industri di Kota Jambi Tahun 2007-2013

Tahun Industri Perkembangan Masyarakat Perkembanga


(Kilo liter) (%) (Kilo liter) n (%)
2007 3.699.800 - 19.287.436 -
2008 5.079.901 37,30 21.815.420 13,11
2009 6.564.600 29,23 25.452.166 16,67
2010 4.959.113 -24,46 29.230.302 14,84
2011 9.016.224 81,81 36.236.540 23,97
2012 8.014.661 -11,11 41.250.660 13,84
2013 9.665.320 20,60 42.662.520 3,42
Rata-rata 22,23 14,31
Sumber : BPS Propinsi Jambi Tahun 2014

Dari tabel di atas terlihat bahwa kebutuhan bahan bakar premium

di Kota Jambi menunjukkan peningkatan. Selama periode 2007-2013

rata-rata laju permintaan bahan bakar premium di Jambi adalah sebesar

30.847.863 liter atau mengalami peningkatan sebesar 14,31 persen.

Permintaan masyarakat terhadap bahan bakar premium lebih besar dari

pada kebutuhan industri di Kota Jambi. Selama periode 2007-2013 rata-

rata kebutuhan bahan bakar premium penduduk Kota Jambi adalah

sebesar 30.847.863 liter, sementara untuk industri rata-rata sebesar

6.714.231 liter.

Peningkatan permintaan bahan bakar premium pada gilirannya

akan sangat tergantung dari perkembangan faktor ekonomi dan

demografis suatu wilayah atau daerah. Di sini peran pemerintah sangat

penting, terutama dalam penyediaan bahan bakar premium bagi

kemudahan masyarakat untuk memperolehnya. Dukungan pemerintah

4
sangat besar dalam menjamin ketersediaan bahan bakar premium . Namun

demikian keputusan dalam permintaan bahan bakar premium tetap

ditangan konsumen dengan mempertimbangkan kemampuan dan potensi

ekonomi yang pada konsumen itu sendiri.

Secara khusus permintaan bahan bakar premium di Kota Jambi

tidak terlepas dari kondisi sosial ekonomi konsumen. Secara teori

ekonomi permintaan sangat dipengaruhi oleh Harga, pendapatan

perkapita, Pertumbuhan Penduduk dan jumlah kendaraan . Berdasarkan

latar belakang di atas maka judul proposal ini adalah Analisis

Perkembangan Dan Faktor - Faktor Mempengaruhi Permintaan

Bahan Bakar Premium di Kota Jambi

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka permasalahan yang diangkat dalam

penelitian ini adalah :

1. Bagaimana perkembangan permintaan bahan bakar premium di Kota

Jambi pada periode tahun 2004-2014

2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi permintaan bahan bakar premium di

Kota Jambi pada periode tahun 2004-2014

1.3. Tujuan Penelitian

5
Berdasarkan latar belakang penelitian dan perumusan masalah di atas,

maka tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui perkembangan permintaan bahan bakar premium di

Kota Jambi pada periode tahun 2004-2014

2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan bahan

bakar premium pada periode tahun 2004-2014

1.4. Manfaat Penelitian

Mengacu kepada tujuan penelitian di atas maka manfaat dari penelitian

ini adalah :

1. Secara Teoritis penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi para ilmuwan

sebagai salah satu sumber bacaan bagi peneliti mengkaji topik yang sama

dan diharapkan menjadi tambahan dalam khazanah ilmu-ilmu ekonomi,

khususnya pada bidang bahan bakar premium.

2. Secara konstributif penelitian ini diharapkan dapat memberikan input bagi

pemerintah Kota Jambi dalam menyususn kebijakan pemenuhan

kebutuhan bahan bakar premium .

BAB II

6
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Hukum permintaan

Permintaan merupakan satuan unit atau jasa yang

diperlukan atau diminta konsumen atau pembeli dalam

berbagai tingkat harga pada jangka waktu atau periode

tertentu, permintaan haruslah disertai dengan kemampuan

daya beli yang cukup untuk membeli suatu barang atau

jasa.

Berkaitan dengan tingkat harga Soeparmoko (2008)

mengemukakan hukum permintaan yang menyatakan bahwa

apabila harga suatu barang naik, maka jumlah barang yang

diminta akan turun, apabila hal-hal lain tetap. Yang dimaksud

hal-hal lain menurut Soeparmoko (2008) variabel-variabel lain

yang dapat mempengaruhi jumlah barang yang diminta

selain harga barang yang bersangkutan. Sebagai misalnya

yang termasuk dalam variabel lain adalah dalam hukum

permintaan itu adalah tingkat pendapatan konsumen, selera

konsumen, harga yang berhubungan dengan barang tersebut,

jumlah penduduk, pengeluaran advertensi dan sebagainya.

7
2.1.2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi

Permintaan

Suatu jumlah barang yang ingin dibeli oleh konsumen

ketika menghadapi beberapa hal, yaitu: harga barang yang

diinginkan, harga barang lain yang terkait, pendapatan, selera,

dan segala sesuatu yang terkait dengan keinginan konsumen.


7
Keinginan konsumen dapat berbeda dengan kondisi aktual dari

jumlah barang yang sesungguhnya dibeli oleh konsumen.

Keinginan konsumen tidak bermakna pada keinginan belaka

(idle dreams), namun bermakna pada jumlah yang

sesungguhnya ingin dibeli oleh konsumen dengan berdasarkan

pada harga barang yang harus dibayar. Menurut Dernburg

(2004) bahwa permintaan agregat akan ditentukan oleh

sejumlah faktor disamping pendapatan, faktor-faktor

demografi seperti jumlah penduduk, investasi. Para pemilik

kekayaan menanggapi inflasi dengan menyimpan kekayaan

seperti membeli bahan bakar premium-bahan bakar premium

mewah.

Jumlah barang yang ingin dibeli oleh konsumen

dipengaruhi oleh beberapa hal:

1. Harga dari barang atau jasa itu sendiri

2. Rata-rata pendapatan bahan bakar premium tangga

8
3. Harga dari barang atau jasa lain yang terkait

4. Selera (cita rasa)

5. Distribusi pendapatan

6. Jumlah penduduk

7. Ekspektasi di masa yang akan datang

Secara teori ekonomi, permintaan terhadap suatu jenis

barang atau jasa senantiasa dipengaruhi oleh berbagai faktor

ekonomi dan non ekonomi. Dalam kaitan ini menurut Nopirin

(2000) permintaan adalah sebagai kombinasi antara harga

dan jumlah sesuatu barang yang diinginkan atau dapat

dibeli oleh konsumen pada berbagai tingkat harga untuk suatu

periode tertentu. Banyak faktor yang dapat mendorong

permintaan terhadap suatu jenis barang dan jasa. Menurut

sukirno, (2005), permintaan seseorang atau suatu masyarakat

atas suatu jenis barang dipengaruhi banyak faktor, yaitu

harga (P), harga barang lain (Pl) pendapatan konsumen (Y),

selera (S) dan jumlah penduduk suatu daerah (Pop);

Qd = f( P, Pl, Y, S, Pop ..

(1)

dalam bentuk fungsi ditulis

Qd = a0 - a1 P + a2 Pl + a3 Y + a4 S + a5 Pop + e

(2)

9
A1 < 0, a2 > 0 + a3 > 0 + a4 > 0 dan a5 > 0

Mekanisme teoritis hubungan antara variabel dapat dijelaskan

sebagai berikut

1. Harga barang atau jasa itu sendiri

Harga adalah tingkat kemampuan suatu barang untuk dapat

dipertukarkan dengan barang lain, dalam keadaan normal, bila harga barang

turun maka akan bertambah barang yang dibeli dan sebaliknya bila terjadi

kenaikan harga maka permintaan barang menurun atau berkurang.

Untuk mengkaitkan antara jumlah yang diminta dengan tingkat harga,

digunakan hipotesa bahwa harga dari suatu barang dan jumlah yang diminta

memiliki hubungan yang negatif, dengan faktor yang lain adalah konstan.

Hubungan yang negatif merupakan kondisi dimana hubungan antara jumlah

barang yang diminta dengan harganya berada dalam kondisi bahwa semakin

rendah tingkat harga, maka semakin tinggi jumlah barang yang diminta; dan

semakin tinggi tingkat harga, maka semakin rendah jumlah barang yang

diminta.

2. Harga barang lain yang mempunyai kaitan dengan barang tersebut.

Keterkaitan penggunaan antra suatu barang dengan barang lainnya

pada dasarnya atas dua macam yatu saling mengganti dan saling menyikapi.

Hubungan antara suatu barang dengan berbagai jenis barang lainnya dapat

dibedakan dalam tiga golongan:

10
a. Barang pengganti. Suatu barang disebut barang

pengganti kepada suatu barang lainnya apabila ia dapat

menggantikan fungsi dari barang lain tersebut. Bila

terjadi penurunan harga terhadap barang tersebut, maka

permintaan terhadap barang pengganti akan menurun

juga.

b. Barang penggenap. Apabila suatu barang selalu

digunakan bersama-sama dengan barang lainnya, maka

barang tersebut dinamakan barang penggenap.

Kenaikan atau penurunan permintaan terhadap barang

penggenap selalu sejalan dengan permintaan atas

barang yang digenapkan.

c. Barang netral. Apabila dua macam barang tidak

mempunyai kaitan yang rapat, maka perubahan atas

permintaan suatu barang tidak akan mempengaruhi

barang lainnya.

3. Pendapatan bahan bakar premium

Pendapatan merupakan balas jasa yang diterima oleh

pemilik faktor produksi atas penggunaan faktor produksi

yang dimilikinya yang diasumsikan dengan semakin besar

pendapatan seseorang atau masyarakat maka semakin

besar pula permintaan akan suatu jenis barang atau jasa.

11
Pendapatan bahan bakar premium merupakan faktor yang

sangat penting dalam menentukan bentuk permintaan

terhadap berbagai jenis barang. Perubahan dalam

pendapatan selalu menimbulkan perubahan terhadap

permintaan berbagai jenis barang. Berdasarkan sifat

perubahan permintaan yang akan berlaku apabila

pendapatan berubah, maka berbagai jenis barang dapat

dibedakan :

a. Barang inferior, merupakan barang yang banyak diminta

oleh konsumen berpendapatan rendah. Jika pendapatan

bertambah, maka permintaan terhadap barang inferior

juga berkurang, dan sebaliknya.

b. Barang esensial, merupakan barang yang sangat penting

artinya dalam kehidupan masyarakat sehari-hari,

sehingga barang tersebut akan tetap dikonsumsi pada

berbagai tingkat pendapatan.

c. Barang normal, merupakan barang yang akan

mengalami kenaikan permintaan jika pendapatan

meningkat.

d. Barang mewah, merupakan jenis barang yang akan

dibeli apabila pendapatan konsumen sudah relatif tinggi.

4. Selera.

12
Naiknya keinginan seseorang terhadap suatu barang

yang dimnta umumnya akan menaikkan permintaan pada

tingkat harga tertentu akan berakibat turunnya tingkat

permintaan biasanya pola konsumen berubah dari waktu

kewaktu.

Selera masyarakat mempunyai pengaruh yang besar

terhadap keinginan masyarakat untuk membeli suatu

barang. Contoh : sekitar tahun 1960an sangat sedikit

masyarakat menggunakan mobil buatan Jepang. Akan

tetapi mulai tahun 1970an selera masyarakat berubah

mengenai mobil Jepang, dan hingga saat ini dapat dikatakan

mobil Jepang dapat memenuhi selera masyarakat.

5. Jumlah penduduk.

Jumlah penduduk yang semakin bertambah pada

umumnya diikuti oleh peningkatan daya beli masyarakat

yang akan meningkatkan kegiatan produksinya.

Pertambahan penduduk tidak dengan sendirinya

menyebabkan pertambahan jumlah permintaan suatu

barang. Akan tetapi biasanya pertambahan penduduk diikuti

oleh perkembangan kesempatan kerja. Dengan demikian

akan lebih banyak orang yang menerima pendapatan dan

hal ini juga akan menambah daya beli masyarakat.

13
Pertambahan daya beli masyarakat akan menambah

permintaan.

6. Ramalan mengenai masa yang akan datang (investasi).

Keadaan yang tidak menentu yang dicirikan oleh

perubahan perubahan yang diramalkan akan terjadi dimasa

mendatang cenderung dipengaruhi oleh faktor permintaan.

Perubahan-perubahan yang diperkirakan akan terjadi di

masa yang akan datang dapat mempengaruhi permintaan.

Perkiraan bahwa harga-harga akan bertambah tinggi di masa

yang akan datang, dapat mendorong jumlah pembelian yang

lebih banyak pada saat ini, demikian juga sebaliknya bila

perkiraan harga-harga akan turun, maka hal tersebut akan

mendorong penundaan pembelian sehingga mengurangi

jumlah pembelian saat ini.

Secara sederhana permintaan hanya dipengaruhi oleh

harga produk itu sendiri (asumsi faktor lainnya konstan).

Harga berhubungan dengan tingkat jumlah barang yang

diminta. Hubungan tersebut dapat ditulis Qd = f (P)

dan <0 Dimana P, Q masing-masing adalah harga

produk dan jumlah barang yang diminta. Atau digambarkan

sebagai berikut

14
Qd
P

Qd = f (P)

1 Qd

2.1.3. Konsep Elastisitas Permintaan

Menurut Soedarsono (2003) elasitisitas adalah suatu

kondisi atau keadaan yang mengggambarkan derajat

kepekaan, sementara menurut Sukirno (2002) elastisitas

adalah besarnya responsif suatu variabel sebagai akibat

perubahan variabel lainnya.

Ada beberapa elastisitas yang dikenal yaitu (G. Lipsey,

2007) Elastisitas Permintaan adalah suatu elastisitas yang

menggambarkan derajat kepekaan fungsi permintaan

terhadap perubahan yang terjadi pada variabel-variabel yang

mempengaruhi nya. Oleh karena pada dasarnya ada tiga

variabel yang mempengaruhi, maka dikenal tiga elastisitas

permintaan, yaitu:

15
a. Elastisitas harga (Price Elasticity), yaitu elastisitas yang

disebabkan oleh perubahan harga batang itu sendiri.

b. Elastisitas Silang (Cross Elastcity), yaitu elastisitas yang

disebabkan oleh perubahan harga barang lain.

c. Elastisitas pendapatan (Income Elasticity), yaitu elastisitas

yang disebabkan oleh perubahan pendapatan

Menurut Soedarsono (2003) Konsep elastisitas harga

adalah suatu konsep yang digunakan untuk mengukur derajat

perubahan kuantitas barang yang dibeli sebagai akibat

perubahan harga barang tersebut. Pada harga tinggi kuantitas

barang yang dibeli sedikit sehingga persentase penambahan

kuantitas bila terjadi penurunan harga adalah besar.

Sebaliknya besarnya penurunan harga adalah relatif kecil

terhadap tingkat harga (yang tinggi) dengan kuantitas barang

yang rendah, indeks yang dihasilkan cenderung tinggi pula.

Penurunan harga yang tinggi akan selalu disambut oleh reaksi

konsumen dengan reaksi yang kuat dari pada bila penurunan

tersebut terjadi pada tingkat harga yang lebih rendah.

Keuntungan dan penerimaan yang diperoleh dari suatu

kegiatan usaha pada dasarnya dapat dilihat dari

perbandingan jumlah penerimaan dengan total biaya (TR >

TC). Pengeluaran total adalah penjumlahan dari semua unsur

16
biaya fixed dan variable cost, dengan persamaan sebagai

berikut:

TC = FC + VC
Secara teknis Soedarsono (2003) mengemukakan teori

biaya sebenarnya merupakan kumpulan dari penalaran,

gagasan dan penjelasan lain yang dapat dipergunakan

sebagai dasar untuk menjelaskan perilaku biaya. Selanjutnya

Soedarsono juga mengungkapkan bahwa yang dimaksud

dengan biaya dalam pengertian ekonomi adalah semua

beban yang harus ditanggung atau dikeluarkan untuk

menyediakan barang agar siap dipakai konsumen.

Biaya adalah faktor yang menentukan dalam kegiatan

operasional transportasi untuk penetapan tarif, alat kontrol

agar dalam pengoperasiannya mencapai tingkat efeisiensi dan

efektivitas.

Harga adalah sejumlah biaya yang dikeluarkan oleh

pembeli atau konsumen untuk mendapatkan barang atau jasa

yang diperlukannya. Oleh karena itu harga sangat berkaitan

erat dengan kemampuan pembeli atau konsumen untuk

menyediakan dana. Adanya perbedaan harga dapat

mendorong terjadinya perbedaan terhadap permintaan suatu

jenis barang atau jasa

17
2.1.4. Teori Produksi

Teori produksi sebagaimana teori perilaku konsumen

merupakan teori pemilihan atas berbagai alternatif. Dalam

hal ini keputusan yang diambil oleh seorang produsen dalam

menentukan pilihan alternatif tersebut. Produsen mencoba

memaksimumkan produksi yang bisa dicapai dengan suatu

kendala ongkos produksi tertentu agar dapat menghasilkan

profit (keuntungan maksimum). (Iswardono, 2002)

Menurut Assauri (2004) Produksi adalah segala kegiatan

dalam Menciptakan dan menambah kegunaan (utility) suatu

barang dan jasa, kegiatan mana dibutuhkan faktor-faktor

produksi yang dalam ilmu ekonomi berupa tanah, modal dan

tenaga kerja.

Produksi secara ekonomi merupakan kegiatan usaha

menambah arti guna suatu barang, sehingga memberi nilai

kepuasan bagi bagi pemakainya, atau dengan kata lain

produksi adalah suatu proses transformasi suatu input menjadi

output sedemikian rupa sehingga lebih bermanfaat bagi

pemenuhan kebutuhan manusia. Disamping pengertian diatas

(Reksohadiprojo, 2002) Selanjutnya mengemukakan, bahwa

produksi merupakan aktivitas penambahan nilai atau faedah

bentuk, tempat dan waktu atas faktor produksi sehingga lebih

18
bermanfaat dalam pemenuhan kebutuhan manusia. Dari

beberapa pengertian produksi di atas pada dasarnya

mempunyai tujuan dan prinsip yang sama dan sama-sama

melalui proses kegiatan menciptakan nilai guna dan

memberikan nilai kepuasan.

Menurut Assauri (2007) Produksi adalah segala kegiatan

dalam meciptakan dan menambah kegunaan (utility) suatu

barang dan jasa, kegiatan mana dibutuhkan faktor-faktor

produksi yang dalam ilmu ekonomi berupa tanah, modal dan

tenaga kerja. Produksi secara ekonomi merupakan kegiatan

usaha menambah arti atau nilai guna suatu barang, sehingga

memberi nilai kepuasan bagi pemakainya, atau dengan kata

lain produksi adalah suatu proses transformasi suatu input

menjadi output sedemikian rupa sehingga lebih bermanfaat

bagi pemenuhan kebutuhan manusia.

Secara umum, istilah produksi diartikan sebagai

penggunaan dan pemanfaatan sumber daya yang mengubah

suatu komoditi menjadi komoditi lainnya yang sama sekali

berbeda, baik dlam pengertian apa, yang dapat dikerjakan

konsumen terhadap komoditi itu. Dengan demikian produksi

tidak terbatas pada pembuatan saja, tapi juga penyimpanan,

distribusi, pengangkutan, pengeceran, pengemasan kembali,

19
upaya-upaya menyiasati lembaga regulator atau mencari

celah hukum demi memperoleh keringanan pajak atau

keleluasaan bergerak dengan jasa para akuntan dan

pengacara, dan sebagainya. (Meiners, 2006)

Istilah produksi berlaku untuk barang maupun jasa, karena

istilah komoditi memang mengacu kepada output dari suatu

usaha (kegiatan) yang menghasilkan barang dan jasa. Bahkan

sebenarnya perbedaan antar barang dan jasa itu sendiri, dari

sudut pandang ekonomi, sangat tipis. Keduanya sama-sama

dihasilkan dengan mengerahkan modal dan tenaga kerja.

Barang lebih disifatkan sebagai suatu wujud, sementara jasa

tidak berwujud, namun pada prinsipnya memiliki nilai, yaitu

kepuasan terhadap barang atau jasa yang dikonsumsi

tersebut.

Selanjutnya Reksohadiprojo (2002) mengemukakan,

bahwa produksi merupakan aktivitas penambahan nilai atau

faedah bentuk (form utility), tempat (place utility) dan waktu

(time utility) atas faktor produksi sehingga lebih bermanfaat

dalam pemenuhan kebutuhan manusia. Pengertian-

pengertian produksi tersebut pada dasarnya mempunyai

tujuan dan prinsip yang sama dan sama-sama melalui proses

kegiatan menciptakan nilai guna dan memberikan nilai

20
kepuasan kepada pemakainya. Hal ini dipertegas oleh Wisnuaji

(2008) bahwa produksi adalah sebagai suatu proses dimana

bahan baku (input) diubah menjadi barang dan jasa (output)

yang digunakan untuk kegiatan konsumsi.

Produksi merupakan konsep arus. Apa yang dimaksud

dengan konsep arus (flow concept) di sini adalah produksi

merupakan kegiatan yang diukur sebagai tingkat-tingkat

output per unit priode/waktu. Sedangkan output sendiri

senantiasa diasumsikan konstan kualitasnya. Jadi bila kita

berbicara mengenai peningkatan produksi, itu berarti

peningkatan tingkat output dengan mengasumsikan faktor-

faktor lain yang ada disekitarnya berpengaruh tidak berubah

sama sekali (konstan). Pemakaian sumber daya dalam suatu

proses produksi juga diukur sebagai arus. Modal dihitung

sebagai kesedian jasa, katakanlah mesin, per jam ; jadi bukan

di hitung sebagai jumlah mesinnya secara fisik. Lahan atau

faktor produksi tanah pun diukur sebagai jasa lahan sekitar

0,4646 hektar per tahun, bukan sebagai luas lahan sekian

acre. (Mainers, 2006)

Menurut Meiners (2006) fungsi produksi adalah hubungan

antara output fisik dengan input-input fisik. Konsep tersebut

didefinisikan sebagai skedul atau persamaan matematika yang

21
menunjukkan kualitas maksimum output yang dapat

dihasilkan dari serangkaian proses pengubahann input,

sementara faaktor lainnya dianggap sebagai ceteris paribus.

Ceteris paribus disini mengacu terutama kepada berbagai

kemungkinan teknik atau proses produksi yang ada untuk

mengolah input tersebut menjadi output ( singkatannya :

teknologi ).

Dalam pengertiannya yang paling umum, fungsi produksi

bisa ditunjukkan dengan suatu fungsi matematis yang dapat

digambarkan sebagai berikut:

Q = f (K,L)

Q adalah tingkat output perunit priode, K adalah arus jasa

dari cadangan atau sediaan modal perunit priode, dan L

adalah arus jasa dari pekerja perusahaan per unit periode.

Persamaan ini menunjukkan bahwa persamaan kuantitas

outputnya secara fisik, dalam hal ini adalah modal dan tenaga

kerja. Kita tidak memiliki penjelasan hubungan itu secara lebih

rinci. Persamaan itu sendiri kurang terinci. Tapi perlu

ditambahkan bahwa semua fungsi produksi pada dasarnya

hanya merupakan ungkapan mekanis atau transformasi fisik

dari input-input menjadi output. Tidak ada fungsi produksi

22
yang cukup gampang dalam menjelaskan nilai-nilai input dan

output itu.

Daya saing produk, khususnya berkaitan dengan

pembangunan bahan bakar premiuman menurut Ari Kuncoro

dalam Mari Pengsetu dan Ira Setiati (2007) akan sangat

ditetukan oleh :

1. Upah

Upah mempengaruhi biaya produksi secara langsung. Jika

faktor-faktor lain dianggap tetap maka suatu unit usaha akan

cenderung memilih suatu lokasi dengan upah yang rendah.

Namun demikian bagi suatu pembangunan bahan bakar

premium yang menghasilkan produk yang berkualitas tinggi

dan mempunyai tingkat differensiasi yang tinggi, tingkat upah

bukan menjadi pertimbangan utama.

2. Prasarana

Salah satu hal yang menyebabkan suatu usaha,

khususnya bahan bakar premiuman adalah prasarana. Tidak

hanya ada prasarana jalan, namun juga berkaitan dengan

penerangan (listrik), air bersih dan prasarana kesehatan.

Kegiatan investasi di daerah-daerah tersebut dihadapkan

kepada resiko Sunk Cost yang tinggi akibat terlalu besarnya

biaya yang harus dikeluarkan investor dalam memilih daerah.

23
3. Keanekaragaman Lingkungan Usaha

Konsentrasi dari beberapa perusahaan pada suatu lokasi

akan menimbulkan eksternaltas yang berasal dari tukar

menukan informasi , khususnya mengenai inovasi, informasi

pasar dan informasi penyediaan faktor produksi.

4. Permintaan pasar.

Besarnya populasi di suatu daerah dapat dianggap

sebagai ukuran besarnya permintaan pasar, sementara tingkat

pendapatan perkapita dapat dianggap sebagai ukuran daya

beli daerah tersebut.

5. Iklim Usaha

Makin banyaknya fungsi pemberian perizinan yang

didesentralisasikan pemerintah kepada pemerintah daerah

maka iklim usaha tidak hanya ditentukan oleh pemerintah

pusat tetapi juga mngandung elemen spasial.

6. Akses

Variabel akses ini mewakili pentingnya untuk berdekatan

dengan pusat bisnis baik untuk memperoleh keuntungan

ekonomis atau untuk berdekatan dengan pusat kekuasaan

politik.

2.1.5. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi

Permintaan bahan bakar premium

24
Manusia hidup memerlukan makanan, minuman, pakaian

dan tempat tinggal. Tempat tinggal manusia bersama dengan

keluarganya disebut dengan bahan bakar premium. Jadi bahan

bakar premium merupakan salah satu kebutuhan dasar

manusia setelah sandang, pangan, dan kesehatan. Bahan

bakar premium merupakan tempat berlindung dari gangguan

alam seperti cuaca dan serangan binatang buas; dan lebih

dari bahan bakar premium merupakan tempat beristirahat dan

mendapatkan kesenangan dan kebahagian dalam hidup

bebahan bakar premium tangga. Pusat kegiatan keluarga

sering terjadi di dalam bahan bakar premium seperti

pendidikan, pembentukan kepribadian, dan niali budaya

bangsa. Lebih jauh lagi bahan bakar premium beserta dengan

lingkunganya melambangkan peradaban bangsa dan

merupakan cermin dari jati diri dan taraf hidup penghuninya.

Banyak faktor yang mempengaruhi permintaan bahan

bakar premium, yaitu :

PDRB

Selanjutnya Djoyohadikusumo (2004) menyatakan PDRB

merupakan jumlah keseluruhan produk yang dihasilkan suatu

wilayah selama satu periode dimana jumlah barang-barang

dan jasa yang dihasilkan tersebut dinilai dengan uang atas

25
harga pasar yang sedang berjalan. Jadi pada umumnya

perhitungan pendapatan regional didasarkan pada harga

berlaku, inflasi belum dieleminir sehingga kenaikan

pendapatan yang diterima oleh faktor-faktor produksi dari

waktu ke waktu belum tentu kenaikan riil. Oleh sebab itu

perhitungan pendapatan regional juga dihitung berdasarkan

harga konstan guna melihat kenaikan riil dari kenaikan nilai

produksi suatu daerah.

Kenaikan-kenaikan dalam GNP nominal sebagai petunjuk

bahwa pelaksanaan atau prestasi perekonomian dalam

menghasilkan output barang dan jasa adalah bertambah baik

merupakan kesalahan besar dan sebaliknya mengacu kepada

GNP riil bukannya GNP nominal sebagai tolok ukur untuk

membandingkan output pada tahun-tahun yang berbeda

(Dornbusch dan Fisher, 2003). Jadi pada dasarnya ukuran

keberhasilan perekonomian suatu daerah tidak hanya

didasarkann pada GNP nominal saja tetapi juga GNP riil.

Untuk perhitungan PDRB berdasarkan harga konstan

digunakan untuk melihat pertumbuhan riill dari tahun ketahun

bagi setiap agregat ekonomi. Agregat ekonomi yang dimaksud

adalah PDRB, PDRB per kapita. Kenaikan PDRB perkapita

26
mencerminkan terjadinya kenaikan pendapatan pada

masyarakat

Pada tingkat pendapatan yang sangat rendah,

pengeluaran bahan bakar premium tangga cenderung lebih

besar dari pendapatannya, sedangkan pada suatu tingkat

pendapatan yang cukup tinggi, konsumsi bahan bakar

premium tangga akan sama besar dengan pendapatannya.

Apabila pendapatannya mencapai tingkat yang lebih tinggi

lagi, bahan bakar premium tangga tidak akan menggunakan

seluruh pendapatan yang dapat dibelanjakannya tersebut

melainkan sebagian merupakan tabungan (Sukirno, 2006).

Hal ini sejalan dengan pendapat Keynes, bahwa

besarnya pengeluaran bahan bakar premium tangga

tergantung dari tingkat pendapatan yang dimilikinya. Oleh

karena itu Keynes mengemukakan bahwa konsumsi adalah

fungsi dari pendapatan, dengan asumsi yakni:

a. Jumlah pengeluaran dalam perekonomian digunakan untuk

pengeluaran barang-barang konsumsi dan barang-barang

modal.

b. Semua penerimaan harus dikeluarkan untuk barang-barang

konsumsi atau ditabung.

27
c. Adanya syarat keseimbangan yaitu jumlah pengeluaran

harus sama dengan jumlah penerimaan.

Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian terdahulu

bahwa faktor yang menentukan besarnya pengeluaran bahan

bakar premium tangga adalah pendapatan. Keadaan ini

sejalan dengan pendapat ahli ekonomi umumnya yang

menghubungkan besarnya konsumsi sektor bahan bakar

premium tangga dengan besarnya penerimaan bahan bakar

premium tangga.

Perilaku semacam ini dinyatakan dengan model C =

F(Y) artinya konsumsi secara sistematis bergantung pada

jumlah pendapatan (Dornbusch, 2003). Sehubungan dengan

hal tersebut juga telah disepakati bahwa konsumsi merupakan

fungsi linier positif dari pendapatan ( C = a+b Y) . Dari fungsi

tersebut dapat dibedakan dua macam pengertian prospensity

to consumen. Menurut Boediono (2002) yakni:

a. Marginal Propensity to Consume (MPC) yang didefenisikan

sebagai perubahan pengeluaran konsumsi

disebabkan oleh perubahan tingkat pendapatan atau

d=C/dY, dan

b. Average popensity to Consume ( APC) yang didefenisikan

sebagai proporsi dari penghasilan yang dibelanjakan untuk

konsumsi atau

a+Y

28
C=
Y
Atas dasar Psycological Law of Consumption, itu

kemudian Keynes menyebutkan tiga dasar yang merupakan

lukisan dari hubungan antara konsumsi, pendapatan, dan

penabungan, yakni:

a. Jika pendapatan naik, konsumsi akan naik, tetapi kenaikan

konsumsi itu tidak sejajar atau paralel dengan tingkat

pendapatan.

b. Setiap kenaikan pendapatan dibagi antara C (konsumsi)

dan S (saving).

c. Kenaikan pendapatan jarang mendatangkan penurunan C

(konsumsi) dan S (saving).

Melalui tolak ukur yang mungkin bisa dilaksanakan dari

beberapa alternatif pengukuran yang telah diutarakan diatas

akan dapat dikatakan sampai dimana tingkat dan pola

konsumsi serta saving per bahan bakar premium tangga dari

penghasilan atau pendapatan yang diberikan.

Teori konsumsi yang diajukan oleh Keynes,

menggambarkan hubungan antara permintaan terhadap suatu

jenis produk dan pendapatan dengan hipotesa absolutnya.

Menurut Donbursch (2003) menyatakan bahwa: hukum dasar

psikologi manusia bahwa sebagai pegangan dan sebagai sikap

29
rata-rata, mereka akan meningkatkan konsumsinya, kalau

pendapatannya bertambah, tetapi pertambahan ini tidak akan

pernah sebesar kenaikan pendapatan itu sendiri.

Dari ungkapan tersebut diatas, menunjukkan hubungan

antara permintaan bahan bakar premium, dengan pendapatan

adalah positif. Disini ditekankan bahwa pendapatan

merupakan faktor utama dalam menentukan besarnya

konsumsi tanpa adanya faktor-faktor lain yang dapat

menyebabkan naiknya konsumsi, jadi besarnya konsumsi

tergantung pada besarnya pendapatan yang dimilikinya.

Menurut Lipsey (2003) Apa yang dilakukan oleh bahan

bakar premium tangga untuk mengkonsumsi barang

ditentukan oleh apa yang dapat dan apa yang ingin ia

kerjakan. Garis anggaran menunjukkan apa yang dapat

dikerjakan bahan bakar premium tangga, pilihan yang dapat

dibuatnya dengan adanya pendapatan yang berupa uang

dan harga-harga barang-barang yang ia kehendaki. Apa yang

akan dilakukan oleh suatu bahan bakar premium tangga

sangat di pengaruhi oleh tingkat pendapatan dan selera.

Kombinasi-kombinasi dari beberapa jenis barang tersebut

lebih dikenal dengan kurva indeferens.

30
Menurut soeparmoko (2002) pertumbuhan tingkat

pendapatan masyarakat juga merupakan sebab peningkatan

permintaan akan bahan bakar premium tempat tinggal.

Karena pendapatan yang semakin tinggi ada kecendrungan

keluarga memiliki lebih dari satu bahan bakar premium tempat

tinggal. Selanjutnya akan terjadi pergeseran pemilikan akan

bahan bakar premium tempat tinggal bersama dengan

meningkatnya penghasilan keluarga. Keluarga yang

penghasilannnya meningkat akan bergeser dari bahan bakar

premium yang sangat sederhana ke bahan bakar premium

yang sederhana, dan bahan bakar premium yang sederhana

ke bahan bakar premium yang menegah dan kemudian pindah

ke bahan bakar premium mewah. Dalam kehidupan yang

sangat sederhana pemilikan akan bahan bakar premium

dibedakan dari bahan bakar premium yang tidak permanen

(dinding terbuat bukan dari batu), bahan bakar premium semi

permanen (dinding terbuat dari batu dan sebagian lagi bukan

dari batu) dan bahan bakar premium permanen (dinding

seluruhnya dari batu).

Penduduk

Dalam konteks mengatasi masalah bahan bakar

premiuman maka diperlukan kebijakan lintas sektoral dan

31
pengendalian masalah demografis. Masalah laju pertumbuhan

penduduk yang tinggi telah menimbulkan masalah terhadap

penataan tata ruang. Kebutuhan bahan bakar premium yang

terus meningkat telah mendorong pembangunan bahan bakar

premium hampir disetiap sudut daerah.

Menurut Kusumosuwidho (2003) Jumlah penduduk yang

semakin besar telah membawa akibat jumlah angkatan kerja

yang semakin besar pula. Ini berarti makin besar jumlah

orang yang mencari pekerjaan dan membutuhkan kediaman

untuk tempat tinggal. Untuk mencapai keadaan yang

seimbang maka seyogyanya mereka semua dapat

tertampung dalam suatu pekerjaan yang cocok dan sesuai

dengan keinginan serta keterampilan mereka. Ini membawa

konsekwensi bahwa perekonomian seyogyanya harus selalu

menyediakan lahan bahan bakar premium

Pada kenyataannya permintaan akan bahan bakar

premium tempat tinggal selalu meningkat dari tahun ketahun.

Hal ni disebabkan oleh peningkatan jumlah penduduk dan

jumlah keluarga yang ada dalam masayarakat (Soeparmoko,

2002). Pertambahan jumlah penduduk sangat sulit untuk

dihindarkan. Walaupun Indonesia dinyatakan sebagai negara

yang berhasil dalam program keluarga berencana dan berhasil

32
menekan jumlah pertumbuhan penduduk menjadi kurang dari

1,5 % pertahun, tetapi jumlah penduduk secara absolut terus

bertambah. Demikian juga jumlah keluarga yang ada dalam

masyarakat tersebut. Dalam sistem kehidupan sosial modern

setiap keluarga atau bahan bakar premium tangga cendrung

untuk memisahkan diri dari orang tuanya dan tinggal dalam

bahan bakar premium yang terpisah dari bahan bakar

premium orang tuanya. Hal ini mendorong pertumbuhan

permintaan akan bahan bakar premium setiap tahunnya.

Tingkat bunga

Tingkat bunga yang tinggi akan menjadi beban bagi

konsumen dalam membayar cicilan. Tingkat bunga KPR akan

berhubungan negatif dengan permintaan bahan bakar

premium. Semakin tinggi tingkat bunga KPR akan

menyebabkan permintaan bahan bakar premiuman akan

turun. Tingginya bunga KPR mencemrinkan bahwa investasi

disektor bahan bakar premiuman memiliki resiko. Oleh karena

itu konsumen dibebani biaya bunga yang tinggi untuk

mengantisipasi resiko yang terjadi

Tingkat Harga

Secara teori apabila harga naik maka permintaan akan

suatu produk atau barang akan mengalami penurunan juga,

33
begitu juga yang terjadi pada permintaan bahan bakar

premium Konsumen yang rasional akan berpedoman kepada

harga. Harga yang tinggi akan menyebabkan konsumen

mengurangi minatnya dalam memberi bahan bakar premium.

Namun demikian pada kasus tertentu, permintaan bahan

bakar premiuman pada bahan bakar premium mewah atau elit

atau memiliki letak yang sangat strategis memiliki nilai jual

tinggi, tentu saja berkaitan dengan keuntungan yang dapat

diperoleh konsumen.

2.2. Kerangka Pemikiran

Energi merupakan faktor penting dalam kegiatan

manusia, tanpa energi maka aktivitas manusia akan

mengalami hambatan. Bagi manusia energi untuk

menggerakkan aktivitas ekonomi dan menjadi faktor penting

dalam kegiatan produksi hingga saat ini adalah minyak.

Banyak negara-negara di dunia akhirnya terlibat sengketa

yang berkepanjangan bahkan terjadi peperangan karena

memperbutkan minyak. Penemuan-penemuan awal tentang

mesin-mesin produksi banyak menggunakan minyak sebagai

tenaga penggeraknya.

Secara skematis kerangka pemikiran di atas dapat

digambarkan sebagai berikut :

34
Harga Pendapatan Jumlah Jumlah
BBM Perkapita Penduduk Kendaraan

Konsumsi
BBM

Kegiatan
Ekonomi

2.3. Hipotesis

Berdasarkan latar belakang penelitian, perumusan

masalah, kajian teori, hasil penelitian sebelumnya maka

hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

1. Diduga secara bersama-sama harga bahan bakar premium,

pendapatan perkapita, jumlah penduduk dan jumlah

kendaraan berpengaruh secara signifikan terhadap

permintaan bahan bakar premium di Kota Jambi

2. Diduga secara parsial harga bahan bakar premium

berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan bahan

bakar premium di Kota Jambi

35
3. Diduga secara parsial pendapatan perkapita berpengaruh

secara signifikan terhadap permintaan bahan bakar

premium di Kota Jambi

4. Diduga secara parsial jumlah penduduk berpengaruh

secara signifikan terhadap permintaan bahan bakar

premium di Kota Jambi

5. Diduga secara parsial jumlah kendaraan berpengaruh

secara signifikan terhadap permintaan bahan bakar

premium di Kota Jambi

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode analisis data sekunder. Menurut Singarimbun (2002) yang dimaksud

dengan analisis data sekunder adalah analisa yang dilakukan terhadap data

36
yang dikumpulkan oleh instansi lain yang telah terlebih dahulu

mengumpulkannya.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Data sekunder diperoleh dari literatur, hasil penelitian, laporan-

laporan instansi terkait, seperti BPS Kota Jambi, Pertamina Jambi , Bappeda

Kota Jambi.

Data Sekunder yang dikumpulkan dari berbagai sumber di atas

meliputi data jumlah permintaan bahan bakar premium, harga bahan bakar

premium, jumlah penduduk dan jumlah kendaraan.

3.3. Metode Analisis

3.3.1. Analisa deskriftif Kualitatif

Untuk menjawab tujuan penelitian pertama digunakan analisis

deskriftif kuantitatif analisa Ini disajikan dalam bentuk data dan tabel, dalam

memaparkan variabel yang akan dibahas. Analisis data deskriftif ini berbasis

pada data sekunder.

Dengan Menggunakan Rumus


31
X t X t 1
R = X t 1 x 100%

Dimana :

R = Perkembangan Permintaan Premium

Xt = Permintaan Premium di Kota Jambi Tahun t

37
t1
X = Permintaan premium di Kota Jambi Tahun t-1

3.3.2. Analisa Kuantitatif

Untuk menjawab tujuan kedua, yaitu mengetahui besarnya pengaruh

variabel yang diamati atau dianalisa dipergunakan model analisa dengan

persamaan regresi linear Berganda, dimana yang menjadi variabel terikat

adalah permintaan bahan bakar premium di Kota Jambi, yang menjadi

variabel bebas adalah: harga premium, pendapatan perkapita, jumlah penduduk

dan jumlah kendaraan, sehingga persamaan regresi berganda dapat disusun

sebagai berikut

Log Qd = 0+1 Log X1+2 Log X2+ 3 X3+4 Log X4 + ei..(1)

Dimana :

Qd = Permintaan bahan bakar premium


X1 = Harga Bahan Bakar premium
X2 = Pendapatan perkapita di Kota Jambi
X3 = Jumlah penduduk Kota Jambi
X4 = Jumlah kendaaran
0 = Konstanta
i -4 = Koofisien regresi
ei = Kesalahan pengganggu

3.3. Pengujian Hipotesis

1. Uji F

dengan menggunakan rumus : Uji F dipergunakan untuk melihat

pengaruh dan hubungan seluruh variabel bebas (independent) secara simultan.

38
Bila F hitung lebih besar dari F tabel berarti Ho di tolak, artinya variabel X i

secara simultan mampu menjelaskan variabel Y. Nilai F dapat dihitung

(1-R2) / (k-1)
F =
R2/ (n-k)
dimana :
R2 = Koofisien determinasi
k = Jumlah variabel
n = Jumlah sampel
2. Uji t

Uji t digunakan untuk melihat apakah secara parsial variabel bebas

(independent) berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikat

(dependent), dengan menggunakan rumus :

bi
t Hitung =
S bi

Dimana :
t = nilai t hitung
bi = Koofisien regresi
S bi = Standar error koofisien regresi

3. Koefisien Determinasi

Untuk melihat berapa besar pengaruh variable Independen terhadap

variable dependent digunakan koefisien determinan dengan symbol R 2 dan

dirumuskan :

1 - ei2

39
R2 =
ei2

Nilai r2 ini berkisar antara 0 1, semakin mendekati 1 nilai r 2 tersebut

berarti semakin besar variabel independen (X) mampu menerangkan variabel

dependen (Y).

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, Lincolin ( 2009), Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi


Daerah, Edisi Pertama, BPFE, Yogyakarta
Bilas, Richard A, 2002, Teori Ekonomi Mikro, Rineka Cipta, Jakarta

40
Boediono, 2002, Pengantar ekonomi Mikro, Penerbit BP FE-UGM, Yogyakarta

Dernburg, 2004, Ekonomi Mikro, terjemahan Erlangga, Jakarta

Djoyohadikusumo, Soemitro, 2004, Perkembangan Pemikiran Ekonomi (Dasar


Teori Ekonomi Pertumbuhan dan Ekonomi Pembangunan, LP3ES, Jakarta

Dornbusch, 2001, EkonomMikro Intermediat, Terjemahan, PT. Erlangga, Jakarta


Herlambang, 2002, Fungsi Permintaan dan Penawaran Rumah DI Indonesia,
Jakarta
Iswardono, 2002, Ekonomi Mikro Perilaku Produsen, BP FE-UGM, Yogyakarta

Ihsan Tanjung, 2003, Indikator Makro Ekonomi, BP FE-UI, jakarta

Kuncoro, Mudrajad, 2000, Ekonomi Pembangunan, UPP YKPN, Yokyakarta

Kusumowisudho, 1983, Dasar-dasar Demografi, BP FE-UGM, Yogyakarta

Lipsey, G, 2006, Ilmu Ekonomi, LPFE-UI, Jakarta

Mangkusoebroto, Guritno, 2002, Ekonomi Publik, BP FE-UGM, Yogyakarta

Mari Pengesti dan Setiati, 2007, Industrialisasi dan Transformasi, LP3ES, Jakarta

Miller dan Meiners, 2001, Mikro Ekonomi Intermediet, Rajawali Press, Jakarta

Nopirin, 2000, Ilmu Ekonomi, BP FE-UGM, Yogyakarta

Sukirno, Sadono, 2004, Pengantar Ekonomi Mikro, LPFE-UI, Jakarta

_____________, 2005, Pengantarr ekonomi Mikro, LP FE-UI, Jakarta

Susanti, Ikhsan dan Widyanti, 2005, Indikator Ekonomi Makro, LP FE-UI, Jakarta

_________, 2005, Ekonomi Pembangunan, LPFE-UI, Jakarta

Reksohadiprojo, Suyitno, 2002, Teori Ekonomi Mikro, BP FE-UGM, Yogyakarta

Singarimbun, Masri dan Effendi Sofyan, 2002, Metode Penelitian Survey, LP3ES,
Jakarta
Soedarsono, 2001, Teori Ekonomi Mikro, LP 3ES, Jakarta

Soeparmoko, 2008, Ekonomi Pembangunan, BP FE-UGM, Yokyakarta

41
___________, 2002, Ekonomi Publik, Andi Ofset, Yokyakarta

Todaro, MP, 2007, Ekonomi di Dunia Ketiga, Edisi ke lima Erlangga, Jakarta

________ MP, 2001, Ekonomi di Dunia Ketiga, Edisi Ketujuh Erlangga, Jakarta

42

Anda mungkin juga menyukai