Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH SOSIODRAMA

PENCEGAHAN JATUH PADA LANSIA

Oleh :

KELOMPOK IV

Desak Ayu Wulan Mas Suari (1202106010)

I Kadek Agus Anggriawan (1202106032)

Ni Made Mega Ratih Pratiwi (1202106061)

Nyoman Ayu Puspitasari (1202106068)

Ni Made Erawati (1202106077)

I Putu Sena pratama (1202106078)

I Anom Mesa Wisnu Santa (1202106079)

Cokorda Putri Novasari Dewi (1202106081)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2017

I. LATAR BELAKANG
Secara global jumlah penduduk lansia di dunia saat ini di perkirakan ada
500 juta jiwa dengan usia rata-rata 60 tahun dan di perkirakan pada tahun 2025 akan
mencapai 1,2 milyar jiwa (Bandiyah, 2009). Secara demografi menurut Badan Pusat
Statistik (BPS) pada tahun 2010 jumlah penduduk di wilayah Indonesia sebanyak
237.641.326 juta jiwa dengan jumlah penduduk lanjut usia sebanyak 18.118.699 juta
jiwa dan di perkirakan pada tahun 2020 meningkat menjadi (11,09%) atau
29.120.000 juta jiwa lebih dengan umur harapan hidup menjadi 70- 75 tahun,
meningkatnya harapan hidup dipengaruhi oleh majunya pelayanan kesehatan,
menurunya angka kematian bayi dan anak, perbaikan gizi dan sanitasi,
meningkatnya pengawasan terhadap infeksi penyakit (Nugroho, 2008). Jumlah
lansia di Jawa Tengah tercatat 2.366.115 juta jiwa yang merupakan lansia dari
jumlah total penduduk sebanyak 32.864.563 juta jiwa. (Susenas,2009). Jatuh
merupakan masalah fisik yang sering terjadi pada lansia, dengan bertambahnya usia
kondisi fisik, mental, dan fungsi tubuh pun menurun. Jatuh di pengaruhi oleh
beberapa faktor di antaranya faktor intrinsik dimana terjadinya gangguan gaya
berjalan, kelemahan otot ekstremitas bawah, langkah yang pendek-pendek,
kekakuan sendi, kaki tidak dapat menapak dengan kuat, dan kelambanan dalam
bergerak. Sedangkan faktor ekstrinsik di antaranya lantai yang licin dan tidak
merata, tersandung oleh benda-benda, kursi roda yang tidak terkunci, penglihatan
kurang, dan penerangan cahaya yang kurang terang cenderung gampang terpeleset
atau tersandung sehingga dapat memperbesar resiko jatuh pada lansia. (Nugroho,
2008). Berdasarkan survei masyarakat di Amerika Serikat didapatkan sekitar 30 %
lansia umur lebih dari 65 tahun jatuh setiap tahunnya. Separuh dari angka tersebut
mengalami jatuh berulang. Insiden jatuh di masyarakat Amerika Serikat pada umur
lebih dari 65 tahun dengan ratarata jatuh 0,6/orang, sekitar 1/3 lansia umur lebih dari
65 tahun menderita jatuh setiap tahunnya dan sekitar 1/40 memerlukan perawatan
dirumah sakit. Kejadian jatuh pada lansia baik di institusi dan di rumah angka
kejadiannya mencapai 50% kejadian jatuh terjadi setiap tahunnya, dan 40%
diantaranya mengalami jatuh berulang prevalensi jatuh tampaknya meningkat
sebanding dengan peningkatan umur lansia yang tinggal di institusi (panti)
mengalami jatuh lebih sering dari pada yang berada di komunitas, mereka secara
khas lebih rentan dan memiliki lebih banyak disabilitas. Kejadian jatuh pada lansia
dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik (Kanne,dkk, 1994, dalam Nugroho,
2012).
Insiden jatuh di Indonesia tercatat dari 115 penghuni panti sebanyak 30
lansia atau sekitar 43.47% mengalami jatuh. Kejadian jatuh pada lansia
dipengaruhi oleh faktor intrinsik seperti gangguan gaya berjalan, kelemahan otot
ekstremitas bawah, kekakuan sendi, sinkope dan dizziness,serta faktor ekstrinsik
seperti lantai yang licin dan tidak rata, tersandung benda-benda, penglihatan
kurang karena cahaya kurang terang dan lain-lain (Darmojo, 2004).
Factor ekstrinsik sering kali menjadi factor resiko terjadinya jatuh pada
lansia. Salah satu yang paling sering terjadi adalah lansia yang mengalami jatuh
dari tempat tidur. Kondisi tempat tidur merupakan hal yang penting namun sering
kali disepelekan oleh pihak keluarga, sehingga kejadian lansia yang jatuh dari
tempat tidur masih sering terjadi mengingat factor factor dalam diri lansia yang
mulai mengalami penurunan misalnya dari kelemahan otot, kekakuan sendi dan
kekurangan kemampuan dalam pengelihatan. Berdasarkan hasil wawancara yang
dilakukan di Br. Kertajiwa, Kesiman Kertalangu dari 10 orang lansia yang
diwawancara didapatkan data bahwa 5 dari 10 orang lansia pernah jatuh di sekitar
rumah.
Upaya pencegahan perlu di lakukan untuk meminimalisir kejadian jatuh
pada lansia. Terdapat tiga usaha pokok pencegahan yang dapat di lakukan untuk
mencegah terjadinya jatuh pada lansia, mengidentifikasi faktor resiko di lakukan
untuk mencari adanya faktor intrinsik resiko jatuh, keadaan lingkungan rumah
yang berbahaya yang dapat menyebabkan jatuh harus di hilangkan. Adapun upaya
penilaian keseimbangan dan gaya berjalan di lakukan untuk berpindah tempat dan
pindah posisi, penilaian postural sangat di perlukan untuk mengurangi factor
penyebab terjadinya jatuh. Serta mengatur atau mengatasi fraktur situasional dapat
di cegah dengan melakukan pemeriksaaan rutin kesehatan lansia secara periodic
(Reuben, 1996).

II. TUJUAN
1) Tujuan Umum
Untuk mengetahui cara pencegahan jatuh pada lansia sehingga dapat
memelihara kesehatan lansia
2) Tujuan Khusus
Tujuan khusus penyusunan makalah ini adalah :
1) Untuk mengetahui pengertian jatuh pada lansia
2) Untuk mengetahui penyebab jatuh pada lansia
3) Untuk mengetahui factor resiko jatuh pada lansia
4) Untuk mengetahui akibat dan komplikasi jatuh pada lansia
5) Untuk mengetahui penatalaksanaan jatuh pada lansia
6) Untuk mengetahui pencegahan jatuh pada lansia

III. RENCANA KEGIATAN


1. Nama Kegiatan
Sosiodrama Penyuluhan Pencegahan Jatuh Pada Lansia
2. Waktu dan Tempat
a) Waktu
Kegiatan sosiodrama penyuluhan kesehatan lansia akan dilaksanakan pada:
Hari/ tanggal : Jumat, 3 Maret 2017
Pukul : 18.00 19.30 WITA
b) Tempat
Kegiatan sosiodrama penyuluhan kesehatan lansia ini akan dilaksanakan di
Br. Kertajiwa.
3. Pengorganisasian Kelompok
Ketua Pelaksana : I Anom Mesa Wisnu Santa
Pemeran :
1. Kader Lansia : Cokorda Putri Novasari Dewi
2. Lansia I : Ni Nyoman Ayu Puspitasari
3. Lansia II : Ni Made Erawati
4. Lansia III : I Kadek Agus Anggriawan
5. Lansia IV : I Anom Mesa Wisnu Santa
6. Lansia V : I Putu Sena Pratama
7. Mahasiswa Perawat : Ni Made Mega Ratih Pratiwi
8. Anak Lansia II : Desak Ayu Wulan Mas Suari

4. Sasaran
Lansia di Br. Kertajiwa
5. Alat/Media
a) Leaflet
b) Sound system, LCD, dan Laptop
h) Air mineral
6. Metode
Sosiodrama, demonstrasi, dan tanya jawab.
7. Susunan acara
a) Setting Waktu

Tahap Waktu Kegiatan Pelaksana


Pembukaan 5 menit Mengucapkan salam Narator

Melakukan perkenalan
anggota kelompok
Menyampaikan maksud
dan tujuan
Mengadakan kontrak
waktu
Kerja 35 menit Menyampaikan materi Pemeran
mengenai pencegahan jatuh sosiodrama.
pada lansia
15 menit Tanya jawab Narator
Penutup 15 menit Menyimpulkan materi Narator
yang diberikan
Mengakhiri kontrak.
Salam penutup
Mengevaluasi jalannya
kegiatan.

b) Setting Tempat
Keterangan :

: Narator

: Pemain sosiodrama

: Peserta

: Fasilitator

: Observer

8. Rancangan Biaya
NO Keperluan Dana
1. Pengadaan leaflet Rp 20.000,00
2. Konsumsi Rp 100.000,00
3. Bahan Untuk Demostrasi Rp 50.000,00
TOTAL Rp 170.000,00
IV. RENCANA EVALUASI
1. Evaluasi Struktur
a) Kepanitiaan dibentuk 5 hari sebelum pelaksanaan kegiatan.
b) Praplanning sudah disiapkan 5 hari sebelum pelaksanaan kegiatan.
c) Alat/media sudah disiapkan 3 hari sebelum pelaksanaan kegiatan
d) Naskah dan materi sosiodrama sudah disiapkan 5 hari sebelum pelaksanaan
kegiatan.
2. Evaluasi Proses
a) Kegiatan sosiodrama penyuluhan kesehatan lansia berlangsung tepat waktu.
b) Peserta yang hadir mencapai 100% dari sasaran yang diharapkan.
c) Sasaran yang aktif bertanya mencapai 2 orang.
3. Evaluasi Hasil
Sasaran penyuluhan mampu:
a) Mengetahui pengertian jatuh pada lansia
b) Mengetahui dan mampu menyebutkan 2 dari 5 penyebab jatuh pada lansia
c) Mengetahui dan mampu menyebutkan 2 dari 5 factor resiko jatuh pada lansia
d) Mengetahui dan mampu menyebutkan 3 dari 5 Pencegahan jatuh pada lansia
e) Mengetahui dan mampu menyebutkan 2 dari 5 akibat dan komplikasi jatuh
pada lansia
f) Mengetahui dan mampu menyebutkan 2 dari 4 penatalaksanaan jatuh pada
lansia mengetahui pengertian jatuh pada lansia

MATERI PENCEGAHAN JATUH PADA LANSIA

1.1 Pengertian jatuh


Jatuh merupakan suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi
mata, yang melihat kejadian mengakibatkan seseorang mendadak
terbaring/terduduk di lantai/tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa
kehilangan kesadaran atau luka. Jatuh merupakan suatu kejadian yang
menyebabkan subyek yang sadar menjadi berada di permukaan tanah tanpa
disengaja. Dan tidak termasuk jatuh akibat pukulan keras, kehilangan kesadaran,
atau kejang. Kejadian jatuh tersebut adalah dari penyebab yang spesifik yang
jenis dan konsekuensinya berbeda dari mereka yang dalam keadaan sadar
mengalami jatuh (Astika, 2010).

1.2 Penyebab jatuh


Faktor-faktor lingkungan yang menyebabkan jatuh adalah penerangan
yang tidak baik (kurang atau menyilaukan), lantai yang licin dan basah, tempat
berpegangan yang tidak kuat/tidak mudah dipegang dan alat-alat atau
perlengkapan rumah tangga yang tidak stabil dan tergeletak di bawah. Selain itu
adalah kondisi interior rumah meliputi bagaimana ruangan-ruangan tersebut
dilengkapi oleh perabot , kelayakan perabot, penerangan yang tidak memadai
dan eksterior rumah meliputi lantai, tangga, jeruji dalam keadaan buruk, tempat
obat-obatan tidak terjangkau dan pintu masuk dan pintu keluar ke rumah tidak
terdapat penerangan dan ruang gerak yang cukup untuk keluar dari rumah, kabel
listrik telanjang di lantai, kolam renang yang tidak di pagari secara memadai
(Astika, 2010).

1.3 Epidemiologi jatuh


Berdasarkan survai di masyarakat AS, Tinetti(1992) mendapatkan sekitar
30% lansia umur lebih dari 65 tahun jatuh setiap tahunnya, separuh dari angka
tersebut mengalami jatuh berulang. Reuben dkk (1996) mendapatkan insiden
jatuh di masyarakat AS pada umum lebih dari 65 tahun berkisar populasi
lansia setiap tahun, dengan rata-rata jatuh 0,6/orang. Insiden di rumah rumah
perawatan (nursing home) 3 kali lebih banyak(Tinetti, 1992). 5 % dari penderita
jatuh ini mengalami patah tulang atau memerlukan perawatan di rumah sakit.
Kane dkk(1994) mendapatkan dari survai masyarakat di AS lansia umur lebih
dari 65 tahun menderita jatuh setiap tahunnya dan sekitar 1/40 memerlukan
perawatan rumah sakit. Sedangkan di rumah rumah perawatan sekitar 50%
penghuninya mengalami jatuh dengan akibat antara 10 25%nya memerlukan
perawatan di rumah sakit. Penelitian WHO SEARO di Rumah sakit Kariadi
Semarang di dapatkan kejadian trauma/fraktur pada lansia akibat jatuh yaitu
tahun 1978 sebanyak 62(109,9%). Tahun 1985 sebanyak 86(4,5%) dan tahun
1987 sebanyak 86(4,6%) (Darmojo, 2004)

1.4 Faktor resiko jatuh


a. Faktor instrinsik
Faktor instrinsik adalah variabel-variabel yang menentukan mengapa
seseorang dapat jatuh pada waktu tertentu dan orang lain dalam kondisi yang
sama mungkin tidak jatuh. Faktor intrinsik tersebut antara lain adalah
gangguan muskuloskeletal misalnya menyebabkan gangguan gaya berjalan,
kelemahan ekstremitas bawah, kekakuan sendi, sinkope yaitu kehilangan
kesadaran secara tiba-tiba yang disebabkan oleh berkurangnya aliran darah
ke otak dengan gejala lemah, penglihatan gelap, keringat dingin, pucat dan
pusing (Astika, 2010).
b. Faktor ekstrinsik
Faktor ekstrinsik merupakan faktor dari luar (lingkungan sekitarnya)
diantaranya cahaya ruangan yang kurang terang, lantai yang licin,
tersandung benda-benda. Faktor-faktor ekstrinsik tersebut antara lain
lingkungan yang tidak mendukung meliputi cahaya ruangan yang kurang
terang, lantai yang licin, tempat berpegangan yang tidak kuat, tidak stabil,
atau tergeletak di bawah, tempat tidur atau WC yang rendah atau jongkok,
obat-obatan yang diminum dan alat-alat bantu berjalan (Astika, 2010).

Selain itu, Untuk dapat memahami faktor risiko jatuh, maka harus
dimengerti bahwa stabilitas badan ditentukan atau dibentuk oleh:
1) Sistem sensori
Yang berperan di dalamnya adalah visus (penglihatan), pendengaran,
fungsi vestibuler, dan proprioseptif. Semua gangguan atau perubahan
pada mata akan menimbulkan gangguan penglihatan. Semua penyakit
telinga akan menimbulkan gangguan pendengaran. Vertigo tipe
perifer sering terjadi pada lansia yang diduga karpena adanya
perubahan fungsi vestibuler akibat proses manua. Neuropati perifer
dan penyakit degeneratif leher akan mengganggu fungsi
proprioseptif(Tinetti,1992).Gangguan sensorik tersebut menyebabkan
hampir sepertiga penderita lansia mengalami sensasi abnormal pada
saat dilakukan uji klinik
2) Sistem saraf pusat ( SSP )
SSP akan memberikan respon motorik untuk mengantisipasi input
sensorik. Penyakit SSP seperti stroke, Parkinson, hidrosefalus
tekanan normal, sering diderita oleh lansia dan menyebabkan
gangguan fungsi SSP sehingga berespon tidak baik terhadap input
sensorik (Tinetti, 1992).
3) Kognitif
Pada beberapa penelitian, dementia diasosiasikan dengan
meningkatkan risiko jatuh.
4) Muskuloskeletal
Faktor ini disebutkan oleh beberapa peneliti merupakan faktor yang
benar benar murni milik lansia yang berperan besar terhadap
terjadinya jatuh. Gangguan muskuloskeletal. Menyebabkan gangguan
gaya berjalan (gait) dan ini berhubungan dengan proses menua yang
fisiologis. Gangguan yang terjadi akibat proses menua tersebut antara
lain disebabkan oleh:
- Kekakuan jaringan penghubung
- Berkurangnya massa otot
- Perlambatan konduksi saraf
- Penurunan visus / lapang pandang
- Kerusakan proprioseptif
Dari proses menua yang dipaparkan diatas dapat menyebabkan:
- Penurunan range of motion (ROM) sendi
- Penurunan kekuatan otot, terutama menyebabkan kelemahan
ekstremitas bawah
- Peningkatan postural sway (goyangan badan)
Semua perubahan tersebut mengakibatkan kelambanan gerak,
langkah yang pendek, penurunan irama, dan pelebaran
bantuan basal. Kaki tidak dapat menapak dengan kuat dan
lebih cenderung gampang goyah. Perlambatan reaksi
mengakibatkan seorang lansia susah/terlambat mengantisipasi
bila terjadi gangguan seperti terpleset, tersandung, kejadian
tiba tiba, sehingga memudahkan jatuh.

1.5 Akibat jatuh jatuh


Jatuh dapat mengakibatkan berbagai jenis cedera, kerusakan fisik dan
psikologis. Kerusakan fisik yang paling ditakuti dari kejadian jatuh adalah patah
tulang panggul. Jenis fraktur lain yang sering terjadi akibat jatuh adalah fraktur
pergelangan tangan, lengan atas dan pelvis serta kerusakan jaringan lunak.
Dampak psikologis adalah walaupun cedera fisik tidak terjadi, syok setelah jatuh
dan rasa takut akan jatuh lagi dapat memiliki banyak konsekuensi termasuk
ansietas, hilangnya rasa percaya diri, pembatasan dalam aktivitas sehari-hari,
dan fobia jatuh (Stanley, 2006).

1.6 Komplikasi jatuh


Komplikasi-komplikasi yang ditimbulkan karena jatuh pada lansia adalah
(Darmojo, 2004):
a) Perlukaan (injury)
Perlukaan (injury) mengakibatkan rusaknya jaringan lunak yang terasa
sangat sakit berupa robek atau tertariknya jaringan otot, robeknya
arteri/vena, patah tulang atau fraktur misalnya fraktur pelvis, femur,
humerus, lengan bawah, tungkai atas.
b) Disabilitas
Disabilitas mengakibatkan penurunan mobilitas yang berhubungan
dengan perlukaan fisik dan penurunan mobilitas akibat jatuh yaitu
kehilangan kepercayaan diri dan pembatasan gerak.
c) Fraktur
Fraktur adalah patah tulang atau terputusnya kontinuitas jaringan tulang
yang ditentukan sesuai dengan jenis dan luasnya Fraktur bisa terjadi
akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian).
Fraktur dapat terjadi pada semua tingkat umur. Yang beresiko tinggi
terjadinya fraktur adalah orang yang lanjut usia, orang yang bekerja yang
membutuhkan kesimbangan, dan masalah gerakan.
d) Resiko untuk dimasukkan dalam rumah perawatan
e) Perawatan Rumah Sakit
f) Meninggal

1.7 Pencegahan jatuh


Ada beberapa usaha pencegahan jatuh antara lain :
1) Mengindentifikasi faktor risiko, penilaian keseimbangan dan gaya
berjalan. Untuk mengkaji apakah lansia beresiko jatuh atau tidak, dapat
menggunakan pengkajian skala jatuh dari Morse (Morse Fall Scale).
Pada setiap lanjut usia perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari
adanya faktor instrinsik risiko jatuh, perlu dilakukan assessment keadaan
sensorik, neurologis, muskuloskeletal dan penyakit sistemik yang sering
menyebabkan jatuh. Keadaan lingkungan rumah yang berbahaya dan
dapat menyebabkan jatuh harus dihilangkan. Penerangan rumah harus
cukup tetapi tidak menyilaukan. Lantai rumah datar, tidak licin, bersih
dari benda-benda kecil yang susah dilihat, peralatan rumah tangga
yangsudah tidak aman (lapuk, dapat bergerser sendiri) sebaiknya diganti,
peralatan rumah ini sebaiknya diletakkan sedemikian rupa sehingga tidak
mengganggu jalan/tempat aktivitas lanjut usia. Kamar mandi dibuat tidak
licin sebaiknya diberi pegangan pada dindingnya, pintu yang mudah
dibuka. WC sebaiknya dengan kloset duduk dan diberi pegangan di
dinding.
2) Diberikan latihan fleksibilitas gerakan, latihan keseimbangan fisik dan
koordinasi keseimbangan. Latihan keseimbangan berguna untuk
meningkatkan fleksibilitas, menguatkan otot-otot tungkai dan
meningkatkan respon keseimbangan bila tidak dikombinasi dengan
intervensi lain hanya menurunkan risiko jatuh sebesar 11 %. Sedangkan
strategi manajemen yang meliputi kombinasi latihan keseimbangan yang
terstruktur, modifikasi lingkungan, penghentian atau pengurangan obat-
obatan psikotropik serta perbaikan visus dapat menurunkan risiko jatuh
sampai 25-39 % (Robbins, 1989 dalam Barnedh, 2006). Hal ini
sesuaidengan pendapat Colon-Emeric (2002) yang menyatakan bahwa
latihan fisik adalah salah satu bentuk intervensi tunggal yang dapat
dilakukan pada lansia karena kekuatan kedua ekstremitas bawah dan
keseimbangan dapat terlihat peningkatannya secara nyata dengan
program latihan yang sederhana dan terukur. Penelitian lain oleh Barnett,
et al. (2003, dalam Anonim, 2007) menyatakan bahwa program latihan
fisik yang terdiri dari pemanasan diikuti dengan keseimbangan,
koordinasi, dan latihan kekuatan otot serta pendinginan yang dilakukan 1
jam per minggu selama satu tahun dapat menurunkan angka kejadian
jatuh sebesar 40 %. Menurut Skelton (2001) Aktivitas fisik mempunyai
efek positif terhadap keseimbangan tubuh atau faktor risiko jatuh, yaitu
meningkatkankeseimbangan, kemampuan fungsional, mobilitas,
kekuatan dan tenaga,koordinasi dan gaya berjalanserta menurunkan
depresi dan ketakutan terhadap jatuh. Hal ini menandakan bahwa
aktivitas fisik pada lansia perlu dilakukan karena banyak keuntungan
yang dapat dirasakan oleh lansia itu sendiri.
3) Melakukan evaluasi bagaimana keseimbangan badannya dalam
melakukan gerakan pindah tempat dan pindah posisi. Penilaian
goyanganbadan sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya jatuh,
begitu pula dengan penilaian apakah kekuatan otot ekstremitas bawah
cukup untuk berjalan tanpa bantuan, apakah lansia menapakkan kakinya
dengan baik, tidak mudah goyah, dan mengangkat kaki dengan benar
saat berjalan. Kesemuanya itu harus diperbaiki bila terdapat penurunan
(Reuben, 1996; Tinetti, 1992; Van-der-Cammen, 1991 dalam Darmojo,
2004). Hal ini diperkuat oleh pendapat Brandt, et al. (1986, dalam
Rogers, 2001) bahwa program latihan yang dibarengi dengan perbaikan
input sensori sangat bermakna dalam meningkatkan keseimbangan
tubuh.
4) Anggota keluarga atau petugas panti dianjurkan agar mengunjungi/
menengok lansia secara rutin (karena selain kebutuhan fisik yang
diperlukan, kebutuhan psikologis dan sosial juga sangat penting),
mengamati kemampuan dan keseimbangan dalam berjalan, berjalan
bersama, dan membantu stabilitastubuh.
5) Memperbaiki kondisi lingkungan yang dianggap tidak aman, misalnya
dengan memindahkan benda berbahaya, peralatan rumah dibuatyang
aman (stabil, ketinggian disesuaikan, dibuat pegangan pada meja dan
tangga) serta lantai yang tidak licin dan penerangan yang cukup.
6) Menanggapi adanya keluhan pusing, lemas atau penyakit yang baru.
Apabila keadaan lansia lemah atau lemas tunda kegiatan sampai kondisi
memungkinkan dan usahakan pelan-pelan jika akan merubah posisi.
7) Menggunakan alat bantu jalan seperti cane(tongkat), crutch(tongkat
ketiak) dan walker. Jika hanya 1 ekstremitas atas yang digunakan, pasien
dianjurkan pakai tongkat. Pemilihan tipe tongkat yang digunakan,
ditentukan oleh kebutuhan dan frekuensi menunjang berat badan. Jika
kedua ekstremitas atas diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan
dan tidak perlu menunjang berat badan, alat yang paling cocok adalah
four-wheeled walker. Jika kedua ekstremitas atas diperlukan untuk
mempertahankan keseimbangan dan menunjang berat badan, maka
pemilihan alat ditentukan oleh frekuensi yang diperlukan dalam
menunjang berat badan.
Tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah jatuh dari tempat tidur :
Orientasikan lansia terhadap lingkungan fisik di sekitar tempat tidur
Jelaskan penggunaan system bel pemanggil atau handphone
Mengkaji resiko klien untuk jatuh
Tempatkan tempat tidur lansia yang beresiko jatuh dekat dengan kamar
keluarga
Ingatkan seluruh anggota keluarga terhadap resiko lansia jatuh
Instruksikan lansia untuk mencari bantuan bila lansia bangun dari tempat
tidur
Jaga agar tempat tidur lansia tetap berada pada posisi rendah dengan sisi
pembatas tempat tidur yang terpasang jika diperlukan
Jaga barang-barang pribasi tetap berada dalam jangkuan lansia
Kurangi keributan
Melihat lansia secara teratur
keluarga agar selalu berpartisipasi dalam perawatan lansia(Potter&Perry,
2005)

1.8 Penatalaksanaan jatuh


Penatalaksanaan bersifat individual, artinya berbeda untuk tiap kasus
karena perbedaan faktor-faktor yang bekerjasama mengakibatkan jatuh. Bila
penyebab merupakan penyakit akut penangananya menjadi lebih mudah, lebih
sederhana, dan langsung bisa menghilangkan penyebab jatuh secara efektif.
Tetapi lebih banyak pasien jatuh karena kondisi kronik, multifaktorial
sehingga diperlukan terapi gabungan antara obat, rehabilitasi, perbaikan
lingkungan, dan perbaikan kebiasaan lanjut usia itu.Pada kasus lain intervensi
diperlukan untuk mencegah terjadinya jatuh ulangan, misalnya pembatasan
bepergian/aktivitas fisik, penggunaan alat bantu gerak.Untuk penderita dengan
kelemahan otot ekstremitas bawah dan penurunan fungsional terapi
difokuskan untuk meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot sehingga
memperbaiki fungsionalnya. Sering terjadi kesalahan, terapi rehabilitasi
hanya diberikan sesaat sewaktu penderita mengalami jatuh. Padahal terapi
ini diperlukan secara terus-menerus sampai terjadi peningkatan kekuatan otot
dan status fungsional. Terapi untuk penderita dengan penurunan gait dan
keseimbangan difokuskan untuk mengatasi penyebab/faktor yang
mendasarinya.Penderita dimasukkan dalam progam gait training dan
pemberian alat bantu berjalan. Biasanya progam rehabilitasi ini dipimpin oleh
fisioterapis.Penderita dengan dizziness syndrom, terapi ditujukan pada penyakit
kardiovaskuler yang mendasari, menghentikan obat-obat yang menyebabkan
hipotensi postural seperti beta bloker, diuretic dan antidepresan. Terapi
yang tidak boleh dilupakan adalah memperbaiki lingkungan rumah/tempat
kegiatan lanjut usia seperti tersebut dipencegahan jatuh (Darmojo, 2004)

1.9 Pencegahan jatuh


Ada beberapa usaha pencegahan jatuh antara lain :
8) Mengindentifikasi faktor risiko, penilaian keseimbangan dan gaya
berjalan. Untuk mengkaji apakah lansia beresiko jatuh atau tidak, dapat
menggunakan pengkajian skala jatuh dari Morse (Morse Fall Scale).
Pada setiap lanjut usia perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari
adanya faktor instrinsik risiko jatuh, perlu dilakukan assessment keadaan
sensorik, neurologis, muskuloskeletal dan penyakit sistemik yang sering
menyebabkan jatuh. Keadaan lingkungan rumah yang berbahaya dan
dapat menyebabkan jatuh harus dihilangkan. Penerangan rumah harus
cukup tetapi tidak menyilaukan. Lantai rumah datar, tidak licin, bersih
dari benda-benda kecil yang susah dilihat, peralatan rumah tangga
yangsudah tidak aman (lapuk, dapat bergerser sendiri) sebaiknya diganti,
peralatan rumah ini sebaiknya diletakkan sedemikian rupa sehingga tidak
mengganggu jalan/tempat aktivitas lanjut usia. Kamar mandi dibuat tidak
licin sebaiknya diberi pegangan pada dindingnya, pintu yang mudah
dibuka. WC sebaiknya dengan kloset duduk dan diberi pegangan di
dinding.
9) Diberikan latihan fleksibilitas gerakan, latihan keseimbangan fisik dan
koordinasi keseimbangan. Latihan keseimbangan berguna untuk
meningkatkan fleksibilitas, menguatkan otot-otot tungkai dan
meningkatkan respon keseimbangan bila tidak dikombinasi dengan
intervensi lain hanya menurunkan risiko jatuh sebesar 11 %. Sedangkan
strategi manajemen yang meliputi kombinasi latihan keseimbangan yang
terstruktur, modifikasi lingkungan, penghentian atau pengurangan obat-
obatan psikotropik serta perbaikan visus dapat menurunkan risiko jatuh
sampai 25-39 % (Robbins, 1989 dalam Barnedh, 2006). Hal ini
sesuaidengan pendapat Colon-Emeric (2002) yang menyatakan bahwa
latihan fisik adalah salah satu bentuk intervensi tunggal yang dapat
dilakukan pada lansia karena kekuatan kedua ekstremitas bawah dan
keseimbangan dapat terlihat peningkatannya secara nyata dengan
program latihan yang sederhana dan terukur. Penelitian lain oleh Barnett,
et al. (2003, dalam Anonim, 2007) menyatakan bahwa program latihan
fisik yang terdiri dari pemanasan diikuti dengan keseimbangan,
koordinasi, dan latihan kekuatan otot serta pendinginan yang dilakukan 1
jam per minggu selama satu tahun dapat menurunkan angka kejadian
jatuh sebesar 40 %. Menurut Skelton (2001) Aktivitas fisik mempunyai
efek positif terhadap keseimbangan tubuh atau faktor risiko jatuh, yaitu
meningkatkankeseimbangan, kemampuan fungsional, mobilitas,
kekuatan dan tenaga,koordinasi dan gaya berjalanserta menurunkan
depresi dan ketakutan terhadap jatuh. Hal ini menandakan bahwa
aktivitas fisik pada lansia perlu dilakukan karena banyak keuntungan
yang dapat dirasakan oleh lansia itu sendiri.
10) Melakukan evaluasi bagaimana keseimbangan badannya dalam
melakukan gerakan pindah tempat dan pindah posisi. Penilaian
goyanganbadan sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya jatuh,
begitu pula dengan penilaian apakah kekuatan otot ekstremitas bawah
cukup untuk berjalan tanpa bantuan, apakah lansia menapakkan kakinya
dengan baik, tidak mudah goyah, dan mengangkat kaki dengan benar
saat berjalan. Kesemuanya itu harus diperbaiki bila terdapat penurunan
(Reuben, 1996; Tinetti, 1992; Van-der-Cammen, 1991 dalam Darmojo,
2004). Hal ini diperkuat oleh pendapat Brandt, et al. (1986, dalam
Rogers, 2001) bahwa program latihan yang dibarengi dengan perbaikan
input sensori sangat bermakna dalam meningkatkan keseimbangan
tubuh.
11) Anggota keluarga atau petugas panti dianjurkan agar mengunjungi/
menengok lansia secara rutin (karena selain kebutuhan fisik yang
diperlukan, kebutuhan psikologis dan sosial juga sangat penting),
mengamati kemampuan dan keseimbangan dalam berjalan, berjalan
bersama, dan membantu stabilitastubuh.
12) Memperbaiki kondisi lingkungan yang dianggap tidak aman, misalnya
dengan memindahkan benda berbahaya, peralatan rumah dibuatyang
aman (stabil, ketinggian disesuaikan, dibuat pegangan pada meja dan
tangga) serta lantai yang tidak licin dan penerangan yang cukup.
13) Menanggapi adanya keluhan pusing, lemas atau penyakit yang baru.
Apabila keadaan lansia lemah atau lemas tunda kegiatan sampai kondisi
memungkinkan dan usahakan pelan-pelan jika akan merubah posisi.
14) Menggunakan alat bantu jalan seperti cane(tongkat), crutch(tongkat
ketiak) dan walker. Jika hanya 1 ekstremitas atas yang digunakan, pasien
dianjurkan pakai tongkat. Pemilihan tipe tongkat yang digunakan,
ditentukan oleh kebutuhan dan frekuensi menunjang berat badan. Jika
kedua ekstremitas atas diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan
dan tidak perlu menunjang berat badan, alat yang paling cocok adalah
four-wheeled walker. Jika kedua ekstremitas atas diperlukan untuk
mempertahankan keseimbangan dan menunjang berat badan, maka
pemilihan alat ditentukan oleh frekuensi yang diperlukan dalam
menunjang berat badan.
Tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah jatuh dari tempat tidur :
Orientasikan lansia terhadap lingkungan fisik di sekitar tempat tidur
Jelaskan penggunaan system bel pemanggil atau handphone
Mengkaji resiko klien untuk jatuh
Tempatkan tempat tidur lansia yang beresiko jatuh dekat dengan kamar
keluarga
Ingatkan seluruh anggota keluarga terhadap resiko lansia jatuh
Instruksikan lansia untuk mencari bantuan bila lansia bangun dari tempat
tidur
Jaga agar tempat tidur lansia tetap berada pada posisi rendah dengan sisi
pembatas tempat tidur yang terpasang jika diperlukan
Jaga barang-barang pribasi tetap berada dalam jangkuan lansia
Kurangi keributan
Melihat lansia secara teratur
keluarga agar selalu berpartisipasi dalam perawatan lansia(Potter&Perry,
2005)

1.10 Langkah-langkah menolong lansia jatuh.


1. Jangan terburu- buru membagunkan orang yang terjatuh.
2. Tenangkan lansia yang jatuh dan tenangkan diri sendiri
(penolong)
3. Periksa apakah ada cidera.Jika ada cidera segera panggil
bantuan
4. Pastikan lansia yang jatuh mampu bergerak dan melakukan
perintah

5. Penolong harus memandu dengan jelas,membantu lansia yang


jatuh untuk berguling ke salah satu sisi
6. Bantu lansia berlutut.letakkan satu buah kursi didepan
lansia.
7. Mintak lansia untuk bertopang pada kursi tersebut dan
arahkan salah satu kaki ke depan,injakan telapak kaki pada
lutut.
8. Letakan satu buah kursi lain di belakang lansia.Mintak lansia
untuk sedikit mendorong dari belakang menggunakan lengan
dan kaki,kemudian duduk di kursi di belakang.Pandu lansia
untuk duduk,jangan mengangkat tubuh lansia
DAFTAR PUSTAKA

Astika, Ari. (2010). Kejadian Jatuh Pada Lanjut Usia.


Available at http://digilib.unimas.ac.id/download.php?id=5246. (Diakses pada 24
Februari 2017.)
Boedhi, Darmojo, R. 2004. Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut) edisi
ke-3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Nasution, Zulkarnain. Status Mental Dengan Resiko Jatuh pada Lansia. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI. Available at http://uda.ac.id/jurnal/files/Zulkarnain%202008.swf
diakses pada tanggal 24 Februari 2017

Darmojo, B.R, & Martono, H.H. (2004). Buku ajar Geriatrik; Ilmu kesehatan lanjut
usia. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Stanley, M. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Edisi 2. Jakarta: EGC
Nugroho, W (2008). Keperawatan Gerontik & Geriatrik, Edisi-3. Jakarta:EGC
Reuben, (1996). Respon Imunitas yang Rendah Pada Tubuh Manusia Usia Lanjut.
Dalam: Makara, Kesehatan 10 (1): 47-53.
Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan Volum 2. Jakarta : EGC
SKENARIO SOSIO DRAMA

Suatu malam di rumah Ibu Kader pada pukul 02.00 dini hari saat nenek Ayu
terbangun dan ingin ke kamar mandi untuk BAK namun dia terjatuh dari tempat tidur
yang mengakibatkan nenek Ayu menjadi keseleo.
Nenek Ayu : aduh, . . sakitt banget , aduh keles bangkiang yang e (sambil
memegang pinggangnya )
Karena semua keluarga yang lain sudah tertidur dengan lelap, nenek Ayu tidak
ada yang menolong, nenek Ayu juga tidak minta pertolongan karena merasa tidak enak
dengan anggota keluarga lainnya. Nenek Ayu berusaha merangkak, menuju kamar
mandi dan setelah itu kembali ke tempat tidur dengan menahan sakit di kaki dan
pinggangnya. Keesokan harinya terlihat nenek sarah berjalan agak pincang dan ibu
kader menanyakan ada apa dengan kaki nenek Ayu.
Ibu Kader : nenek kenapa dengan kaki nya ? kok jalannya begitu
Nenek Ayu : ya, kemarin saya terbangun di tengah malam ingin BAK karena
tidak bisa menahan saya terburu-buru namun saya terjatuh dan kaki
dan pinggang saya sampai sekarang masih sakit.
Ibu Kader : kenapa tidak membangunkan saya atau orang lain ?
Nenek Ayu : saya tidak enak membangunkan yang lainnya, saya takut
mengganggu waktu tidur kalian
Ibu Kader : sekarang masih sakit nek kaki nya ? Nenek berbaring saja di
tempat tidur dulu.
Ibu Kader memanggil Mahasiswa Perawat, sementara itu nenek Ayu hanya
berbaring dan masih merasakan sakit di kakinya. Beberapa saat kemudian, ibu Kader
dan mahasiswa Perawat datang.
Mahasiswa : nenek sarah, ada apa ? kata Ibu Kader, kemarin terjatuh ya ?
Nenek Ayu : ya dik, kemarin saya terbangun ingin BAK karena terburu-buru
saya terjatuh dan kaki saya sampai sekarang sakit sekali.
Mahasiswa : di sebelah mana nek sakitnya ? di kaki kanan atau kiri ?
Nenek Ayu : ini di kaki sebelah kiri saya, di pergelangan mata kaki dik.
Mahasiswa : coba saya periksa dulu ya nek.
Nenek Ayu : baik dik
Setelah beberapa menit kemudian, petugas selesai memeriksa kaki nenek Ayu.
Mahasiswa : nenek, saya sudah selesai memeriksa kaki nya. Ini hanya terkilir
ya nenek, tidak apa-apa. Nyerinya karena ada pembengkakan.
Nanti saya akan kompres kaki nenek dengan alkohol. Nenek jika
terjadi hal yang sama, saya harapkan nenek meminta pertolongan
dengan memanggil salah satu keluarga dan lebih berhati-hati.
Nenek Ayu : terimakasih dik
Di Balai Banjar terlihat ketiga kakek-kakek sedang berjalan-jalan menuju warung
tiba-tiba salah satu dari mereka terjatuh.
Kakek dekgus : mai ngopi malu mih, med melali nok ..
Kakek Anom : mai naee
Kakek Sena : ..
Kakek Anom : *gedebruk* adududduuhhh sakittt sakittt
Kakek dekgus : nak kenken ne pragat ulung geenn ..
Kakek Sena : (berjalan lurus meninggalkan kakek agus dan dekgus) weee
ngopii yuk jani?
Kakek dekgus : weeee tulungin timpale ulung
Kakek Anom : weee bongolll tulungin cang
Kakek Sena : wee ngudiang ditu negak ? payu ngopii enggalin nae
Kakek dekgus : wee nak labuh nee , tulungin maluu mai
Kakek Sena : apa ? ngudiang ke pelabuhan ?
Kakek Anom : maiii aluuu cangg ulung neee
Tiba-tiba Mahasiswa Perawat dan Ibu Kader yang sedang ada di dekat balai banjar
menghampiri dan datang karena mendengar sedikit keributan di halaman tersebut
Kader Lansia : weee, wenten kenapi niki kek ? adi uyut sajan ?
Kakek Sena : kenten buk jegeg, nee kak Anom Ulung, ulung gen gaenne
Kakek Dekgus : Nak jegeg ajak memunyi, ngidang nyambung,
Kader Lansia : nak mule umur nike kek, ampunang onyehe, jani mai tulungin
pekak Anom malu

Kakek dekgus dan kakek dana : ayo-ayo segera kita tolong.


Mahasiswa Perawat : Baik, Ibu Kader kita ambilkan 2 kursi untuk membantu kakek
anom. Kakek anom duduk saja dulu ngih.
Kader Lansia : Baik Bu Ayu.
Mahasiswa Perawat : Pertama, kakek Anom bisa tidak memiringkan badannya miring
kiri dan miring ke kanan ?
Kakek Anom : Bisa sus.
Mahasiswa Perawat : kakek, rasa sakit yang kakek rasakan di sebelah mana ?
Kakek Anom : Bangkiang sakit sus.
Mahasiswa Perawat : Baik sekarang ibu kader bisa membantu kakek anom miring
kekanan, bantu kakek anom untuk berlutut dan letakkan satu
buah kursi didepan kakek anom. Nah sekarang kakek anom
bertumpu yah pada kursi. Setelah itu kakek anom bisa
membawa salah satu kaki kedepan, kaki kanan nya
kedepan ya kek, sekarang injakan telapak kaki pada
lutut.sekarang kakek anom mendorong dari belakang
menggunakan lengan dan kaki,kemudian duduk di kursi di
belakang.
Mahasiswa Perawat : Nah, mangkin kakek istirahat dumun nggih.
Ampunang paksaange dumun mejalan.
Kakek anom : Nggih, suksma sus.

Pada sore hari yang terang, di sebuah warung tegal dekat panti Balai Banjar di
samping jalan raya yang cukup sepi, kakek Anom, kakek dekgus, dan kakek Sena
terlihat sedang duduk santai menikmati indahnya sore hari dengan secangkir teh di
masing-masing tangan mereka. Di kejauhan terlihat juga seorang nenek ditemani
cucunya sedang berjalan ke arah mereka. Sang nenek terlihat membawa barang bawaan
yang cukup banyak sedangkan cucunya yang masih remaja membawa beberapa barang
bawaan. Jika di terka umur nenek itu sekitaran 55 tahun ke atas dan cucunya sekitaran
18 tahun.
Kakek Dekgus : kek anom, cobak tolih kelod , ade cewek cantik mejalan.
Kakek Anom : ae, sajan. Cantik-cantik rajin membantu nenek ne kek. Kak Sena
coba tolih kelod mase, ade cewek cantik mejalan.
Kakek Dana : ngih, niki wawu teh adane. Enak sajan. . . .
Kakek Dekgus : sampunang kakek sena ajake ngomong, sing nyambung. Sing keto
kek Sena?
Kakek Dana : ahh ?? Ngih (kakek dana mengangguk dan tersenyum).

Ketika kakek dekgus, kakek anom dan kakek Sena sedang asyik berbincang-
bincang. Terdengar suara seorang wanita dari arah yang sangat dekat. Suara itu berteriak
meminta pertolongan. Kakek dekgus, kakek agus dan kakek dana pun segera menoleh
kea rah sumber suara. Mereka pun terkejut melihat nenek yang tadi di bicarakan tiba-
tiba tergeletak di permukaan jalan dan barang bawaannya pun berserakan di jalanan.
Sedangkan cucunya terlihat bingung mencari-cari pertolongan karena keadaan jalanan
pada saat itu benar-benar sepi, tidak ada satupun orang maupun kendaraan yang lewat.
Kakek dekgus, kakek anom pun segera bangun untuk menghampiri nenek yang jatuh
tersebut.
Sakmas : Tolong tolongg Dadong tiange ulung. Mih Antos dumun dong
nggih.
Kakek Sena : we, ngudiang bangun ??
Kakek Dekgus : ento, wenten anak labuh kakek sena . . .
Kakek Anom : Mai bangun, tulungin anak ulung.
Kakek Sena : ngih, jalan ampun maluan, teh tiang durung telas.
Kakek Dekgus : Ahh, ne mare kakek sena adan ne, mai encolan bangun tulungin
anak ulung (menyeret kakek sena bangun)
Kak Anom : ingetang ngabe kursi 2, kursi warung niki gen abe.
Setibanya ketiga kakek tersebut di tempat nenek yang jatuh, segeralah mereka
menolong nenek tersebut seperti yang di ajarkan oleh mahasiswa perawat ketika kakek
anom jatuh.
Kakek Dekgus : Ulung niki dadong gek?
sakmas : Ngih kak, tulungin dadong tiange kak.
Kakek Anom : Ngih mangkin sampun gek.
Kakek Sena : Mangkin kak nulungin sareng kak dekgus, gek tenang nggih.
Kakek Anom : Dong, napi ne ne sakit dong ?
Sakmas : Nggih dong napine sane sakit dong?
Nenek Era : Niki kak, bangkiang tiang sakit. Tulungin tiang kak.
Kakek Dekgus : Kak Sena, kak Anom, bantu tiang nggih nulungin dadong echa.
Tiang sane nuntun cara-cara menolong ne.
Kakek Dana dan Kakek Agus : Nggih Kak.
Kakek Sena : Baik sekarang Kak Anom teken Kak Dekgus untuk membantu
dadong Era miring kekanan, bantu dadong Era untuk berlutut
perlahan-lahan nggih dong. letakkan satu buah kursi didepan
dadong Era. Nah sekarang Dadong Era bertumpu yah pada
kursi. Setelah itu Dadong Era bisa membawa salah satu
kaki kedepan, kaki kanan nya kedepan ya dong, sekarang
injakan telapak kaki pada lutut. sekarang dadong Era
mendorong dari belakang menggunakan lengan dan
kaki,kemudian duduk di kursi di belakang .
Sakmas : Suksma nggih kak sampun nulungin dadong tiange.
Dadong Era : mihh, sakit sajan bangkiang dadong , aduhhh aduhhhh
duhh duh.
Kakek Anom : Nggih, mangkin dong era istirahat dumun dini. Niki cucu
dadong echa nggih? Nggih yening lakar mejalan mulih
alon-alon ngajak dadong nggih.
Sakmas : Dadong adeng-adeng mangkin mejalan nggih.
Kakek Sena : Mai tiang ngatin mulih mase, cen barang-barang dadong?
Tiang ngabe mulih

Anda mungkin juga menyukai