A. PENGERTIAN
Peritonitis adalah peradangan peritoneum yang biasanya disebabkan oleh infeksi. Peritoneum
adalah lapisan membran serosa rongga abdomen dan meliputi visera (Smeltzer & Bare,
2002).
Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih yang kaya akan vaskularisasi dan aliran limpa
berfungsi untuk membungkus organ perut dan dinding perut sebelah dalam (Price & Wilson,
2006).
Peritonitis adalah peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada selaput rongga
perut (peritoneum) lapisan membrane serosa rongga abdomen dan dinding perut bagian
dalam.
B. ETIOLOGI
1. Infeksi bakteri
a. Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus alpha dan beta hemolitik,
stapilokokus aureus, enterokokus dan yang paling berbahaya adalah clostridium
wechii.
b. Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal
c. Appendiksitis yang meradang dan perforasi
d. Tukak peptik (lambung / dudenum)
e. Tukak thypoid
f. Tukak pada tumor
2. Secara langsung dari luar
a. Operasi yang tidak steril
b. Terkontaminasi talcum venetum, lycopodium, sulfonamida, terjadi peritonitisyang
disertai pembentukan jaringan granulomatosa sebagai respon terhadap benda asing,
disebut juga peritonitis granulomatosa.
c. Trauma pada kecelakaan peritonitis lokal seperti rupturs limpa, ruptur hati
d. Melalui tuba fallopius seperti cacing enterobius vermikularis.
e. Trauma abdomen baik yang tumpul maupun tajam hingga menyebabkan perforasi,
perdarahan organ abdomen
f. Iritasi tanpa infeksi. Misalnya peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau bubuk
bedak pada sarung tangan dokter bedah juga dapat menyebabkan peritonitis tanpa
infeksi.
3. Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti radang saluran
pernapasan bagian atas, otitis media, mastoiditis, glomerulonepritis. Penyebab utama
adalah streptokokus atau pnemokokus.
C. PATOFISIOLOGI
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat
fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi
infeksi. Bila bahan-bahan infeksi tersebar luas pada pemukaan peritoneum atau bila infeksi
menyebar, dapat timbul peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus
paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang ke dalam
lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oliguri. Peritonitis
menyebabkan penurunan aktivitas fibrinolitik intraabdomen (meningkatkan aktivitas
inhibitor aktivator plasminogen) dan sekuestrasi fibrin dengan adanya pembentukan jejaring
pengikat. Produksi eksudat fibrin merupakan mekanisme terpenting dari sistem pertahanan
tubuh, dengan cara ini akan terikat bakteri dalam jumlah yang sangat banyak di antara
matriks fibrin.
Pembentukan abses pada peritonitis pada prinsipnya merupakan mekanisme tubuh yang
melibatkan substansi pembentuk abses dan kuman-kuman itu sendiri untuk menciptakan
kondisi abdomen yang steril. Pada keadaan jumlah kuman yang sangat banyak, tubuh sudah
tidak mampu mengeliminasi kuman dan berusaha mengendalikan penyebaran kuman dengan
membentuk kompartemen - kompartemen yang kita kenal sebagai abses. Masuknya bakteri
dalam jumlah besar ini bisa berasal dari berbagai sumber. Yang paling sering ialah
kontaminasi bakteri transien akibat penyakit viseral atau intervensi bedah yang merusak
keadaan abdomen. Selain jumlah bakteri transien yang terlalu banyak di dalam rongga
abdomen, peritonitis terjadi juga memang karena virulensi kuman yang tinggi hingga
mengganggu proses fagositosis dan pembunuhan bakteri dengan neutrofil.
Keadaan makin buruk jika infeksinya dibarengi dengan pertumbuhan bakteri lain atau
jamur, misalnya pada peritonitis akibat koinfeksi Bacteroides fragilis dan bakterigram
negatif, terutama E. coli. Isolasi peritoneum pada pasien peritonitis menunjukkan jumlah
Candida albicans yang relatif tinggi, sehingga dengan menggunakan skor APACHE II (acute
physiology and cronic health evaluation) diperoleh mortalitas tinggi, 52%, akibat kandidosis
tersebut. Saat ini peritonitis juga diteliti lebih lanjut karena melibatkan mediasi respon imun
tubuh hingga mengaktifkan systemic inflammatory response syndrome (SIRS) dan multiple
organ failure (MOF).
D. MANIFESTASI KLINIS
Gejala peritonitis tergantung pada jenis dan penyebaran infeksinya. Biasanya penderita
muntah, demam tinggi dan merasakan nyeri tumpul di perutnya. Bisa terbentuk satu atau
beberapa abses. Infeksi dapat meninggalkan jaringan parut dalam bentuk pita jaringan
(perlengketan, adhesi) yang akhirnya bisa menyumbat usus. Bila peritonitis tidak diobati
dengan seksama, komplikasi bisa berkembang dengan cepat. Gerakan peristaltik usus akan
menghilang dan cairan tertahan di usus halus dan usus besar. Cairan juga akan merembes dari
peredaran darah ke dalam rongga peritoneum. Terjadi dehidrasi berat dan darah kehilangan
elektrolit. Selanjutnya bisa terjadi komplikasi utama, seperti kegagalan paru-paru, ginjal atau
hati dan bekuan darah yang menyebar.
Tanda-tanda peritonitis relatif sama dengan infeksi berat yaitu demam tinggi atau pasien
yang sepsis bisa menjadi hipotermia, takikardi, dehidrasi hingga menjadi hipotensi. Nyeri
abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum maximum ditempat tertentu sebagai sumber
infeksi. Dinding perut akan terasa tegang karena mekanisme antisipasi penderita secara tidak
sadar untuk menghindari palpasinya yang menyakinkan atau tegang karena iritasi
peritoneum. Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa jadi positif palsu pada penderita dalam
keadaan imunosupresi (misalnya diabetes berat, penggunaan steroid, pascatransplantasi, atau
HIV), penderita dengan penurunan kesadaran (misalnya trauma cranial, ensefalopati toksik,
syok sepsis, atau penggunaan analgesic), penderita dengan paraplegia dan penderita geriatric.
E. KOMPLIKASI
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Test laboratorium
a. Leukositosis
b. Hematokrit meningkat
c. Asidosis metabolik
2. X. Ray
Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan :
a. Illeus merupakan penemuan yang tak khas pada peritonitis.
b. Usus halus dan usus besar dilatasi.
c. Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi.
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Bila peritonitis meluas dan pembedahan dikontraindikasikan karena syok dan kegagalan
sirkulasi, maka cairan oral dihindari dan diberikan cairan vena untuk mengganti elektrolit
dan kehilangan protein. Biasanya selang usus dimasukkan melalui hidung ke dalam usus
untuk mengurangi tekanan dalam usus.
b. Bila infeksi mulai reda dan kondisi pasien membaik, drainase bedah dan perbaikan dapat
diupayakan.
c. Pembedahan mungkin dilakukan untuk mencegah peritonitis, seperti apendiktomi. Bila
perforasi tidak dicegah, intervensi pembedahan mayor adalah insisi dan drainase terhadap
abses.
A. PENGERTIAN
Laparotomi adalah pembedahan yang dilakukan pada usus akibat terjadinya perlekatan usus
dan biasanya terjadi pada usus halus. (Arif Mansjoer, 2000)
Laparatomi adalah prosedur tindakan pembedahan dengan membuka cavum abdomen
dengan tujuan eksplorasi.
Perawatan post laparatomi adalah bentuk pelayanan perawatan yang diberikan kepada
pasien-pasien yang telah menjalani operasi pembedahan perut.
Laparatomi dapat dilakukan melalui 4 cara:
a. Midline incision
b. Paramedral yaitu sedikit ke tepid an garis tengah ( 2,5 cm), panjang (12,5 cm)
c. Transverse upper abdomen incision : insisi bagian atas, misal colesistotomy dan
splenektomy.
d. Transverse lower abdomen : insisi melintang badan bawah, misalnya appendictomy.
B. INDIKASI
a. Trauma abdomen (tumpul atau tajam)
b. Peritonitis
c. Pendarahan saluran pencernaan
d. Sumbatan pada usus besar
e. Masa pada abdomen (tumor, Cyste dll)
C. KOMPLIKASI
a. Ventilasi paru tidak adekuat
b. Gangguan kardiovaskuler : hipertensi, aritmia
c. Gangguan keseimbangan elektrolit
d. Gangguan rasa nyaman
D. PENATALAKSANAAN
Management peritonitis tergantung dari diagnosis penyebabnya. Hampir semua penyebab
peritonitis memerlukan tindakan pembedahan (laparotomi eksplorasi).
1. Pada pemeriksaan fisik didapatkan defans muskuler yang meluas, nyeri tekan terutama
jika meluas, distensi perut, massa yang nyeri, tanda perdarahan (syok, anemia
progresif), tanda sepsis (panas tinggi, leukositosis), dan tanda iskemia (intoksikasi,
memburuknya pasien saat ditangani).
2. Pada pemeriksaan radiology didapatkan pneumo peritoneum, distensi usus, extravasasi
bahan kontras, tumor, dan oklusi vena atau arteri mesenterika.
3. Pemeriksaan endoskopi didapatkan perforasi saluran cerna dan perdarahan saluran
cerna yang tidak teratasi.
4. Pemeriksaan laboratorium.
Apabila pasien memerlukan tindakan pembedahan maka kita harus mempersiapkan pasien
untuk tindakan bedah :
1. Kontrol sumber infeksi, dilakukan sesuai dengan sumber infeksi. Tipe dan luas dari
pembedahan tergantung dari proses dasar penyakit dan keparahan infeksinya.
2. Pencucian ronga peritoneum: dilakukan dengan debridement, suctioning,kain kassa,
lavase, irigasi intra operatif. Pencucian dilakukan untuk menghilangkan pus, darah,
dan jaringan yang nekrosis.
3. Debridemen : mengambil jaringan yang nekrosis, pus dan fibrin.
4. Irigasi kontinyu pasca operasi.
1. Pemberian cairan I.V, dapat berupa air, cairan elektrolit, dan nutrisi.
2. Pemberian antibiotic
3. Oral-feeding, diberikan bila sudah flatus, produk ngt minimal, peristaltic usus pulih,
dan tidak ada distensi abdomen.
TERAPI
Prinsip umum terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang
dilakukan secara intravena, pemberian antibiotika yang sesuai, dekompresi saluran cerna
dengan penghisapan nasogastrik dan intestinal, pembuangan fokus septik (apendiks, dsb)
atau penyebab radang lainnya, bila mungkin mengalirkan nanah keluar dan tindakan-
tindakan menghilangkan nyeri.
Resusitasi hebat dengan larutan saline isotonik adalah penting. Pengembalian volume
intravaskular memperbaiki perfusi jaringan dan pengantaran oksigen, nutrisi, dan mekanisme
pertahanan. Keluaran urine tekanan vena sentral, dan tekanan darah harus dipantau untuk
menilai keadekuatan resusitasi.
A. PENGKAJIAN
1. Pengkajian
a. Biodata
Nama, umur, alamat, agama, pendidikan, dll.
b. Riwayat kesehatan
Kaji keluhan utama
Keluhan waktu di data : Terdapat pasien muntah-muntah, demam, sakit kepala,
nyeri ulu hati, makan-minum kurang, turgor kulit jelek, keadaan umum lemah.
Riwayat kesehatan yang lalu : Pernah menderita moviting atau tidak
Riwayat kesehatan keluarga : Apakah anggota keluarga pernah menderita
penyakit seperti pasien
c. Pemeriksaan fisik
Tanda vital : kenaikan TD, nadi, suhu dan respirasi
Inspeksi:
Kepala : Keadaan rambut, mata, muka, hidung, mulut, telinga dan leher
Abdomen : biasanya terjadi pembesaran limfa,
Genetalia : Tidak ada perubahan
2. Pengkajian primer
a. Airway
Menilai apakah jalan nafas pasien bebas. Adakah sumbatan jalan nafas berupa
secret, lidah jatuh atau benda asing
b. Breathing
Kaji pernafasan klien, berupa pola nafas, ritme, kedalaman, dan nilai berapa
frekuensi pernafasan klien per menitnya.
c. Circulation
Nilai sirkulasi dan peredaran darah, kaji pengisian kapiler, kaji keseimbangan
cairan dan elektrolit klien, lebih lanjut kaji output dan intake klien.
d. Disability
Menilai kesadaran dengan cepat dan akurat. Hanya respon terhadap nyeri atau
sama sekali tidak sadar. Tidak di anjurkan menggunakan GCS, adapun cara yang
cukup jelas dan cepat adalah :
A: Awakening
V: Respon Bicara
P: Respon Nyeri
U: Tidak Ada Nyeri
e. Exposure
Lepaskan pakaian yang dikenakan dan penutup tubuh agar dapat diketahui
kelaianan yang muncul, pada abdomen akan tampak distensi sebagai akibat
perubahan sirkulasi, penumpukan cairan dan udara yang tertahan dilumen.
B. DIAGNOSA
Pre Operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada peritoneum
2. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d muntah, anoreksia dan tidak mampu
dalam mencerna makanan
3. Ansietas b.d perubahan status kesehatan, prosedur tindakan invasif (bedah) yang akan
dilakukan
Post Operasi
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya kontiniutas jaringan kulit
akibat insisi (pembedahan)
2. Resiko tidak efektif pola nafas berhubungan dengan efek anestesi
C. INTERVENSI
Pre Operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada peritoneum
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam nyeri berkurang atau
terkontrol.
Kriteria Hasil :
TTV dalam batas normal
Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol
Mendemonstrasikan penggunaan teknik relaksasi napas dalam
Rencana tindakan Rasional
2. Per
Kaji tingkat nyeri, catat intensitas, Merupakan pengalaman subyektif
uba
dan karakteristik nyeri dan harus dijelaskan oleh pasien
han
atau identifikasi karakteristik nyeri
dan faktor yang berhubungan
dengan kondisi penyakitnya serta
merupakan suatu hal yang amat
penting untuk memilih intensitas
yang cocok untuk mengevaluasi
keefektifan dari terapi yang
diberikan.
Post Operasi
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya kontiniutas jaringan kulit
akibat insisi
Rencana tindakan Rasional
1. Brunner / Sudart. Texbook of Medical Surgical Nursing Fifth edition IB. Lippincott
Company. Philadelphia. 1984.
2. Doenges, Marilynn E. et all. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC.
3. Soeparman dkk. 1987. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta. FKUI
4. http://www.scribd.com/doc/83954365/KONSEP-DASAR-LAPARATOMI, Diakses pada
tanggal 12 Agustus 2014.