SKRIPSI
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
NIM : 109102000023
Tanda Tangan :
iii
iv
v
ABSTRAK
vi
ABSTRACT
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-
Nya penulis dapat menyelesaikan tugas pembuatan skripsi yang berjudul
Amplifikasi DNA Leptospira dengan Menggunakan Metode Insulated
Isothermal Polymerase Chain Reaction (ii-PCR). Shalawat serta salam
tercurahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW, yang telah menghantarkan kita
dari zaman kebodohan hingga menuju zaman yang syarat ilmu dan pengetahuan.
1. Ibu Zilhadia M. Si., Apt, selaku pembimbing I dan Bapak DR. Wahyu
Pubowasito selaku pembimbing II yang telah memberikan waktu, semangat,
ilmu, dan bimbingan selama penulisan skripsi ini.
2. Balai Besar Penelitian Vektor dan Reservoir Penyakit Salatiga yang telah
bersedia memberikan DNA Leptospira yang sudah terisolasi kepada penulis.
3. Bapak Prof. DR. (hc) dr. M. K Tadjudin Sp. And, selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Drs. Umar Mansur M.Sc., Apt, selaku Ketua Program Studi Farmasi
FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Kepada ibu Yuni Anggraeni, S.Si., Apt selaku penasehat akademik Program
Studi Farmasi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Bapak dan Ibu staf pengajar dan karyawan yang telah memberikan
bimbingan dan bantuan selama saya menempuh pendidikan di Program
Studi Farmasi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
viii
7. Kedua orang tuaku, Papa tercinta A. Nuzirwan H. M dan Mama tersayang
Sri Hidayati yang selalu memberikan kasih sayang, doa yang tidak pernah
putus, dan dukungan baik moril maupun meteril. Tiada apapun di dunia ini
yang dapat membalas semua kebaikan, cinta, dan kasih sayang yang telah
kalian berikan.
8. Untuk kedua adikku tersayang Tiffany Dwi Putri dan Nabila Ramadania
meskipun tidak terjun langsung dalam penulisan skripsi ini, tetapi tawa dan
candamu adalah semangatku.
9. Kak Yopi, Teh Leha, dan Bu Rahma yang sangat membantu penulis
memahami hal-hal sulit dalam bioteknologi.
10. Para staf dan karyawan BPPT yang telah banyak membantu penulis.
11. Kepada teman seperjuangan Evira Vivikananda, Sofiana Fajriah Rahmah,
dan Rahmat Azhari Kemal terima kasih untuk tawa, semangat, kesabaran,
saran, dan kritiknya.
12. Kepada teman-teman Farmasi angkatan 2009, terima kasih untuk
kebersamaan, dukungan, saran, dan kritiknya.
13. Teman-teman yang dengan senang hati menemani cerita suka dan duka
selama penelitian, Mbak Ily, Kak Dede, Mas Herman, Angel, Isna, Hami,
Hani, Ziah, Mimil, Mumut, dan Bella. Terima kasih untuk selalu menemani
mendukung, mendengarkan ceritaku, dan mendoakanku.
14. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang turut
membantu menyelesaikan skripsi ini.
Semoga apa yang kalian berikan dapat bermanfaat dan dibalas oleh Allah
SWT, amin. Penulis berharap bahwa tugas ini dapat bermanfaat khususnya
bagi penulis dan umumnya bagi para pembaca.
Penulis
ix
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau suatu media lain yaitu
Digital Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak
Cipta.
Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan
sebenarnya.
Dibuat di : Jakarta
Pada Tanggal : 15 Januari 2014
Yang Menyatakan,
x
DAFTAR ISI
Halaman
xi
3.2.2 Bahan ........................................................................ 22
3.3 Tahapan Penelitian ................................................................ 22
3.4 Prosedur Kerja ...................................................................... 22
3.4.1 Persiapan Media Tumbuh E.coli ............................... 22
3.4.2 Peremajaan E.coli ...................................................... 23
3.4.3 Isolasi DNA E.coli .................................................... 23
3.4.4 Pembuatan Gel Agarosa dan Elektroforesis ............. 23
3.4.4.1 Pembuatan Gel Agarosa 1% ......................... 23
3.4.4.2 Elektroforesis ................................................ 24
3.4.5 Gel Documentation ................................................... 24
3.4.6 Amplifikasi PCR ....................................................... 24
3.4.7 Uji Spesifitas Primer ................................................. 24
3.4.8 Uji Sensitivitas Primer .............................................. 25
3.5 Insulated Isothermal PCR (ii-PCR) ...................................... 25
3.4.5 Amplifikasi Insulated Isothermal PCR (ii-PCR) ....... 25
3.6 Alur Penelitian ...................................................................... 26
LAMPIRAN .............................................................................................. 42
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Hasil Peremajaan E.coli dan DNA Leptospira yang Sudah
Terisolasi ............................................................................................... 42
2. Hasil Konsentrasi dan Kemurnian DNA Leptospira dan DNA
E.coli .................................................................................................... 43
3. Membuat Larutan Induk Primer dan Probe .......................................... 44
4. Campuran Reaksi Master Mix Untuk Amplifikasi DNA Untuk PCR
Konvensional ....................................................................................... 45
5. Campuran Reaksi Master Mix Untuk Amplifikasi DNA Untuk
ii-PCR ................................................................................................... 46
6. Rasio S/N pada Sampel Hasil Reaksi ii-PCR ...................................... 48
xv
DAFTAR ISTILAH
xvi
BAB 1
PENDAHULUAN
Diperlukan metode pemeriksaan lain yang dapat memberikan hasil pasti dan tepat
dari penderita yang menderita Leptospirosis. Metode pemeriksaan yang biasanya
digunakan didasarkan pada serum antibodi dengan uji serologis seperti uji
enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) atau microscopic agglutination test
(MAT) (Faine. S, 1982). Sedangkan pada manusia, uji ELISA dan MAT
menunggu sampai titer antibodi penderita dapat terdeteksi. Titer antibodi dapat
terdeteksi sekitar hari ketujuh sejak gejala timbul dan akibat dari timbulnya reaksi
antibodi ini, Leptospira akan hilang dari darah setelah sekitar 10 hari sakit. Di
tahap ini, beberapa bakteri mungkin telah berada dalam tubulus ginjal. (Bal, dkk.,
1994).
Pemeriksaan laboratorium sangat perlu untuk menegakkan diagnosis
penyakit Leptospirosis secara dini. Oleh karena itu diperlukan pemeriksaan
terhadap penyakit Leptospirosis yang cepat dan tepat dengan spesifitas dan
sensitivitas yang tinggi (WHO, 2003).
PCR (Polymerase Chain Reaction) merupakan alat yang sering digunakan
dalam aplikasi medis dan biologi termasuk tes genetik, deteksi, dan diagnosis
penyakit menular (Anonim, 2012). PCR adalah metode yang sensitif, spesifik, dan
teknik cepat yang telah berhasil diterapkan untuk mendeteksi beberapa
mikroorganisme dan virus dalam berbagai spesimen, termasuk sputum, serum,
cairan serebrospinal, urin, feses, dan berbagai jaringan tubuh (Bal, dkk., 1994)
dan metode ini dapat memberikan hasil positif pada fase dini penyakit sebelum
titer antibodi dapat dideteksi (Setiawan, 2008).
Meskipun metode PCR dapat memberikan hasil yang sensitif dan spesifik,
metode ini memerlukan analisa hasil reaksi lebih lanjut dengan menggunakan gel
elektroforesis yang membutuhkan waktu dan tenaga ahli khusus dalam
pembacaan hasil analisa (Kumari 2007; Setiawan 2008). Oleh karena itu
diperlukan metode pemeriksaan lain dengan waktu yang lebih singkat dan mudah
dalam pembacaan hasil analisa.
Metode pemeriksaan laboratorium yang akan dikembangkan adalah
dengan menggunakan ii-PCR (Insulated Isothermal Polymerase Chain Reaction).
Sejauh ini penelitian yang berkaitan dengan ii-PCR baru sebatas untuk deteksi
beberapa virus dan bakteri saja, di antaranya WSSV, IHHNV, CDV, Influenza A,
Avian Influenza H5, dan Salmonella spp (Anonim, 2012; Tsai, dkk., 2012) dan
pada penelitian ini, metode ii-PCR akan digunakan untuk mendeteksi DNA
Leptospira.
Insulated isithernal Polymerase Chain Reaction (ii-PCR) menggunakan
fenomena konveksi termal untuk menjalankan reaksi PCR di sebuah tube yang
telah didesain secara khusus di dalam chamber ii-PCR, yang merupakan alat PCR
konvektif dengan satu sumber panas. Ketika pemanasan pada suhu 95oC
diaplikasikan pada bagian bawah R-tube, gradien temperatur akan terbentuk,
dimana reaksi PCR berjalan mengikuti arus konveksi cairan. Karena hanya
menggunakan satu sumber panas dalam menjalankan reaksi ii-PCR tanpa perlu
mengatur perubahan suhu seperti pada PCR konvensional, alat ii-PCR hanya
memerlukan waktu yang singkat dalam proses reaksi PCR dibandingkan dengan
PCR konvensional. Alat ini juga tidak memerlukan analisa lebih lanjut dengan gel
elektroforesis karena hasil sudah terlihat pada layar touch panel dengan tanda +
dan - (Setiawan, 2008; Anonim, 2012).
2.1 Leptospirosis
2.1.1 Pengertian Leptospirosis
Leptospirosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan bakteri patogen
yang disebut Leptospira yang ditularkan secara langsung atau tidak langsung dari
hewan ke manusia. Penularan yang terjadi dari hewan ke manusia ini disebut
zoonosis (WHO, 2003).
2.1.2 Epidemiologi
Leptospirosis dapat ditemukan diseluruh dunia, daerah rasio tinggi adalah
kepulauan Karibia, Amerika Tengah dan Selatan, Asia Tenggara dan Kepulauan
Pasifik (Setadi dkk, 2001)
Di negara beriklim tropik kejadian Leptospirosis lebih banyak 1000 kali
dibandingkan dengan negara subtropik dengan resiko penyakit lebih berat (Bovet
dkk., 1999). Leptospirosis tersebar baik di Indonesia maupun di luar Indonesia
(Thornley dkk., 2001).
2.1.4 Leptospira
2.1.4.1 Morfologi
Leptospira berasal dari bahasa Yunani leptos (tipis) dan Latin Leptospira
(melingkar). Leptospira berdiameter hanya 0,1 m dengan panjang 6-20 m. Sel-
selnya meruncing di kedua sisinya, satu atau keduanya yang biasanya bengkok
dengan karakteristik pengait (Gambar 1) (Levett, 2001).
2.1.4.2 Klasifikasi
Famili Leptospiraceae hanya terdiri dari tiga genera yaitu : Leptonema,
Turmeria, dan Leptospira. Genus Leptospira terdiri dari 10 genomospecies dan
yang paling penting adalah L.interrogens merupakan kelompok patogenik dan
L.biflexa merupakan kelompok non patogen. Masing-masing genomospecies
dibagi lagi menjadi 23 serogrup yang di dalamnya terdapat serovar yang memiliki
hubungan antigenik (Collins, 2006).
2.1.5 Patofisiologi
Infeksi Leptospira menghasilkan manifestasi klinis dengan spektrum yang
lebar (Collins, 2006). Masa inkubasi biasanya 5-14 hari, dengan kisaran 2-30 hari
(WHO, 2003). Secara umum Leptospirosis bersifat bifasik, dengan fase
septikemia akut diikuti oleh fase imun (Gambar 3) (Collins, 2006).
Fase Septikemia
Fase septikemia, yang berlangsung sekitar empat sampai tujuh hari, ditandai
dengan tiba-tiba demam, sakit kepala hebat, nyeri otot, dan mual. Bakteri dapat
diisolasi dari kultur darah, cairan serebrospinal (CFS) dan sebagian besar jaringan.
Sekitar 90% pasien menderita anikterik ringan (yaitu tanpa jaundice) bentuk dari
penyakit, sementara 5-10% menderita lebih parah dari jaundice, gagal ginjal dan
manifestasi perdarahan, biasa dikenal dengan penyakit Weil.
Interfase
Selama periode satu sampai tiga hari peningkatan mengikuti tahap pertama,
suhu tubuh turun drastis dan pasien mungkin menjadi afebrile dan dengan gejala
yang berbeda. Demam kemudian terulang, mengindikasikan onset dari tahap
kedua.
Fase Imun
Fase imun berlangsung sebagai konsekuensi dari respon imun tubuh terhadap
infeksi, dan berlangsung sampai 30 hari atau lebih. Dimanifestasi oleh demam
dengan durasi yang pendek dan keterlibatan sistem saraf pusat (meningitis).
2.2 DNA
2.2.1 Struktur DNA dan Sifat Kimia DNA
DNA dan RNA merupakan polimer linier (polinukleotida) yang tersusun
dari subunit atau monomer nukleotida. Komponen penyusun nukleotida terdiri
dari tiga jenis molekul, yaitu gula pentosa (deoksiribosa pada DNA atau ribosa
pada RNA), basa nitrogen, dan gugus fosfat (Gambar 4). Basa yang ditemukan
pada nukleotida adalah basa purin (adenin = A, guanin = G) dan basa pirimidin
(sitosin = C, timin = T, urasil = U). Monomer nukleotida mempunyai gugus
hidroksil pada posisi karbon 3, gugus fosfat pada posisi karbon 5 dan basa pada
posisi karbon 1 molekul gula. Nukleotida satu dengan yang lainnya berikatan
melalui ikatan fosfodiester antara gugus 5fosfat dengan gugus 3hidroksil.
Struktur DNA mirip dengan struktur RNA. Perbedaan diantara keduanya terdapat
pada jenis gula dan basa pada monomernya serta jumlah untai penyusunnya. Pada
DNA, tidak terdapat gugus hidroksil pada posisi karbon 2 dari molekul gula (2-
deoksiribosa) sementara pada RNA molekul gulanya adalah ribosa. Basa nitrogen
yang terdapat pada DNA adalah adenin, guanin, sitosin dan timin, sedangkan pada
RNA jenis basanya adalah adenin, sitosin, guanin dan urasil. RNA merupakan
polinukleotida yang membentuk satu rantai/untai sedangkan DNA merupakan
polinukleotida yang membentuk 2 untai (heliks ganda) (Gaffar, 2007).
Menurut Watson dan Crick DNA adalah untai ganda. Backbone dari
masing-masing untai adalah rantai dari ribosa (lima karbon gula) dan grup fosfat
yang memiliki basa nitrogen (A, T, C, dan G) ikatan hidrogen yang dibentuk oleh
pasangan basa (A-T dan C-G) bersama (Stone, 2004).
sintetik, enzim DNA polimerase yang tahan panas (Taq polimerase), semua
macam nukleotida (dATP, dGTP, dCTP, dan dTTP) serta buffer reaksi yang
mengandung MgCl2 Enzim reverse transcriptase, yang dapat mengubah RNA
menjadi sekuen DNA komplementernya, digunakan pada reverse transcription
PCR (Innis, 1990). Dan alat yang digunakan untuk proses PCR adalah
thermocycler, disini reaksi PCR akan berlangsung. Alat ini mampu secara cepat
mengubah temperatur yang dibutuhkan untuk siklus berulang PCR
(Sulistyaningsih, 2007).
a. Template DNA
Template DNA adalah molekul DNA untai ganda yang mengandung
sekuen target yang akan diamplifikasi. Ukuran DNA bukan merupakan
faktor utama keberhasilan PCR, berapapun panjangnya jika tidak
mengandung sekuen yang diinginkan maka tidak akan berhasil proses
suatu PCR, namun sebaliknya jika ukuran DNA tidak terlalu panjang tapi
mengandung sekuen yang diinginkan maka PCR akan berhasil
(Sulistyaningsih, 2007).
Konsentrasi DNA juga dapat mempengaruhi keberhasilan PCR. Jika
konsentrasinya terlalu rendah maka primer mungkin tidak dapat
menemukan target dan jika konsentrasi terlalu tinggi akan meningkatkan
kemungkinan mispriming. Disamping itu perlu diperhatikan kemurnian
template karena akan mempengaruhi hasil reaksi (Sulistyaningsih, 2007).
b. Primer
Primer merupakan oligonukleotida pendek rantai tunggal yang
mempunyai urutan komplemen dengan DNA template yang akan
diperbanyak. Panjang primer berkisar antara 20-30 basa. Untuk merancang
urutan primer, perlu diketahui urutan nukleotida pada awal dan akhir DNA
target. Primer oligonukleotida disintesis menggunakan suatu alat yang
disebut DNA synthesizer (Gaffar, 2007).
Konsentrasi primer biasanya optimal pada 0,1-0,5 M. Konsentrasi
primer yang terlalu tinggi akan menyebabkan mispriming (penempelan
pada tempat yang tidak spesifik) dan akumulasi produk non spesifik serta
meningkatkan kemungkinan terbentuk primer-dimer, sebaliknya bila
Gambar 5. Siklus PCR yang terdiri dari denaturasi, penempelang primer, dan
polimerisasinya (Gaffar, 2007).
reaksi PCR sangat efisien dan dapat mengurangi waktu reaksi PCR rutin secara
signifikan tanpa mempengaruhi sensitivitas (Anonim, 2012).
Keterangan gambar :
METODOLOGI PENELITIAN
3.2.1 Alat
Alat yang digunakan adalah pipet mikro 0,1-2 l, 2-20 l, 20-200 l, 100-
1000 l [Finnpipette, BIO-RAD, Nichiryo, BenchMate], tip 10 l, 100 l, dan
1000 l [Sorenson], freezer -20oC [Angelantoni Scientifica], lemari pendingin 4oC
[Glacio-TOSHIBA], mesin PCR [TaKaRa & BIO-RAD], thermostat & shaking
bath [Heto], tabung sentrifugasi 15 ml [Iwaki, Corning, FALCON, BIOLOGIX],
tabung mikrosentrifugasi 1,5 ml [Sorenson], tabung mikrosentrifugasi 200 l
[Axygen], rak tabung, mesin sentrifugasi [Beckman J2-HS & Tomy, timbangan
[Metter], ice maker [HOSHIZAKI], vorteks [Heidolph], magnetic stirrer
[Heidolph MR30001], inkubator [memmert], microwave [National], laminar air
flow, heat block [Thermolyne], spatula, gunting , elektroforesis tray [Bio-rad],
chamber elektroforesis [Mupid2], comb, gel documentation, spektrofotometer
Nano Drop ND-1000. Alat gelas yang digunakan adalah gelas ukur, labu
Erlenmeyer (100 ml & 250 ml), gelas Beker (600 ml & 1000 ml), tabung
penyimpanan bahan (50 ml, 100 ml, 250 ml & 500 ml)[Schott-DURAN], R-tube,
petri dish, ose, bunsen.
3.2.2 Bahan
Media Luria Bertani (LB) padat, sebanyak 1 gram tripton, 0,5 gram yeast
extract, 0,5 gram NaCl, dan 1,5 gram bacto agar di masukkan ke dalam
erlenmeyer, ditambahkan aqua dest 100 ml dan ditutup dengan sumbat kapas.
Campuran larutan diaduk hingga homogen dan disterilkan dalam autoklaf pada
suhu 121oC selama 15 menit. Larutan homogen yang sudah disterilkan di tuang
masing-masing sebanyak 25 ml ke dalam 4 petri dish dan biarkan hingga
mengeras. Setelah itu media disimpan di lemari pendingin pada suhu 4oC.
Biakan stok E. coli dalam media LB padat dipindahkan sebanyak satu ose,
digoreskan secara zig zag ke dalam petri dish yang berisi media LB padat dan
diinkubasi pada suhu 37oC selama 16-18 jam.
3.4.4.2 Elektroforesis
Penentuan
Konsentrasi DNA
Hasil
DNA juga sebagai penghilang fenol-kloroform dan juga garam yang masih
terdapat dalam DNA (Sambrook dan Russel, 2001; Syafaruddin dan Tri Joko
Santoso, 2011).
Konsentrasi dari genom diukur dengan menggunakan Nano Drop ND-
1000 pada panjang gelombang 260 nm. Konsentrasi yang diperoleh dari
pengukuran genom Leptospira dengan menggunakan Nano Drop 225,5 ng/l dan
kemurnian 1,825. Sedangkan genom E. coli memberikan konsentrasi 546,8 ng/l
dengan kemurnian 2,065. Dari hasil pengukuran tersebut menunjukkan kualitas
dan kuantitas DNA baik.
Nilai kemurnian genom diperoleh antara perbandingan panjang gelombang
260 nm dan 280 nm (Harisha. S., 2007) dan dikatakan murni jika berada dalam
kisaran antara 1,8-2,0 (Sambrook, dkk, 1989). Sementara itu nilai kemurnian yang
ditunjukkan dari isolasi genom E. coli memberikan hasil lebih dari 2,0 yang
menunjukkan adanya kontaminasi dari RNA (Stephenson, 2003). Kontaminasi
dari RNA disebabkan tidak digunakannya RNase yang berfungsi untuk memecah
RNA yang dapat mengurangi adanya kontaminasi dari RNA (Surzycki, 2003) dan
adanya kontaminasi dari RNA dapat dibuktikan dengan adanya pola bayangan
smear di bawah pita DNA pada visualisai gel agarosa (Sauer, dkk., 1998).
Genom kemudian divisualisasikan dengan menggunakan elektroforesis gel
agarosa 1% dengan menggunakan tegangan 100 volt. Gel ditambahkan SYBR
safe yang digunakan untuk memvisualisasikan DNA di agarosa dan
diformulasikan khusus untuk menjadi alternatif yang lebih aman dibanding
etidium bromida (Anonim, 2013).
DNA yang akan dielektroforesis ditambahkan loading dye yang terdiri dari
glycerol dan bromphenol blue. Glycerol berfungsi sebagai pemberat yang
menyebabkan DNA berada di bawah sumur gel, sedangkan bromphenol blue
berfungsi sebagai visualisasi pada gel (Carson, 2006) sehingga proses
elektroforesis dapat terlihat dan tidak melebihi jarak yang diinginkan. Hasil
elektroforesis tersebut ditampilkan pada Gambar 7.
Keterangan :
1. Leptospira
2. E. coli
M. Ladder 100 bp
Keterangan :
1. E. coli
2. Leptospira
M. Ladder 100 bp
139 bp
Keterangan :
1. Konsentrasi DNA 200 ng/25 L
2. KonsentrasiDNA 20 ng/25 L
3. KonsentrasiDNA 2 ng/25 L
4. KonsentrasiDNA 0,2 ng/25 L
5. KonsentrasiDNA 0,02ng/25 L
6.KonsentrasiDNA 0,002ng/25 L
7.KonsentrasiDNA 0,0002ng/25 L
yang tidak diinginkan. Desain dari struktur tabung dan rasio yang dihitung dari
diameter tabung atau panjang yang memastikan efisiensi dari reaksi konveksi
termal pada proses reaksi ii-PCR. Penutup karet R-tube juga didesain khusus
untuk membuat cairan reaksi aman dan mencegah penguapan selama reaksi yang
dapat menyebabkan terjadinya kontaminasi (Anonim, 2012).
Reaksi ii-PCR bergantung pada tiga temperatur yang digunakan, yaitu
denaturasi pada suhu 92-95oC, annealing pada suhu 37-65oC, dan ekstensi pada
suhu 72oC (Anonim, 2012). Suhu annealing pada saat proses ii-PCR berlangsung
tidak dapat diketahui secara pasti dan suhu annealing dapat berbeda-beda di setiap
siklusnya, sehingga optimasi komposisi perlu dilakukan.
Optimasi komposisi campuran ii-PCR dengan melakukan variasi dari Taq
DNA polymerase dan buffer yang digunakan. Taq DNA polimerase yang
digunakan adalah dari Thermo Scientific Long PCR Enzyme Mix dan
KAPA2G Robust PCR Kit serta buffer yang digunakan adalah ii-buffer dan
buffer dari masing-masing Taq polimerase yang digunakan.
Pada akhir reaksi ii-PCR yang berlangsung selama 58 menit didapati hasil
positif dan negatif pada layar touch panel (Gambar 10). Gambar tersebut
menunjukkan hasil reaksi ii-PCR dengan ii-buffer dengan buffer dari Taq DNA
polimerase Thermo Scientific Long PCR Enzyme Mix yang keduanya
menggunakan Taq DNA polimerase Thermo Scientific Long PCR Enzyme
Mix.Gambar 11 menunjukkan hasil reaksi ii-PCR dengan ii-buffer danTaq DNA
polimerase KAPA2G Robust PCR Kit dengan buffer dari Taq DNA
KAPA2G Robust dimana keduanya menggunakan Taq DNA polimerase
KAPA2G Robust PCR Kit.
Enzyme Mix yang memiliki hasil dan ketepatan yang tinggi digunakan untuk hasil
amplifikasi dengan panjang basa yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan Taq
DNA polymerase KAPA2G Robust PCR Kit dan membutuhkan proses reaksi
PCR yang cukup lama jika dibandingkan dengan Taq DNA polymerase
KAPA2G Robust PCR Kit, sedangkan proses reaksi yang terdapat pada ii-PCR
hanya dalam waktu singkat, sehingga efisiensi dari Taq DNA polymerase Thermo
Scientific Long PCR Enzyme Mix memberikan hasil yang tidak baik dan
memunculkan hasil negatif pada alat ii-PCR.
Reaksi PCR hanya akan berlangsung pada kondisi pH tertentu, oleh karena
itu untuk melakukan proses PCR diperlukan buffer PCR (Handoyo, Darmodan Ari
Rudiretna, 2001). Penggunaan buffer yang disarankan oleh alat ii-PCR adalah ii-
buffer yang berfungsi untuk menstabilkan gradient suhu, mengurangi interaksi
antara campuran reaksi dan R-tube, dan meningkatkan efisiensi DNA polymerase
untuk mensukseskan reaksi ii-PCR (Anonim, 2012). Oleh karena itu penggunaan
buffer selain ii-buffer memunculkan hasil negatif.
Hasil dari reaksi ii-PCR tersebut kemudian dielektroforesis untuk melihat
pita yang dihasilkan dari reaksi ii-PCR ini (Gambar 12).
Keterangan :
1. KAPA2G Robust + ii-
buffer
2. KAPA2G Robusrt +
buffer kit
3. Thermo scientific Long
PCR Enzyme Mix + buffer
kit
4. Thermo scientific Long
PCR Enzyme Mix + ii-
buffer
M. Ladder 100 bp
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
Bal, A. E., dkk. 1994. Detection of Leptospires in Urine by PCR for Early
Diagnosis of Leptospirosis. J. Clin. Microbiol, Vol. 32.
Dale, Jeremy W. dan Malcom von Schantz. 2002. From Genes to Genomes:
Concepts and Applications of DNA Technology. John Wiley & Sons, Ltd.
Ernawati, Kholis. 2008. Leptospirosis Sebagai Penyakit Pasca Banjir Serta Cara
pencegahannya. Fak. Kedokteran Universitas YARSI Jakarta.
Handoyo, Darmo dan Ari Rudiretna. 2001. Prinsip Umum dan Pelaksanaan
Polymerase Chain Reaction (PCR). Unitas, Vol. 9. No.1.
Holme, David. J. dan Hazel Peck. 1998. Analytical Biocemistry, third edition,
London: Pearson Education.
K. Nishiguchi, Michele, dkk. 2002. DNA Isolation Procedures. Method and Tools
in Biosciences and Medicine Technique in molecular systematic and
evolution, ed . by Rob DeSalle, dkk. Birkhuser Verlag
Basel/Switzerland.
Levett, Paul N. 2001. Leptospirosis. Clin. Microbiol. Rev. 2001, 14 (2): 296.
Levett, Paul N., dkk. 2001. Two Method for Rapid Serological Diagnosis of Acute
Leptospirosis. Clinical and Diagnostic Laboratorium Immunology, Vol. 8
Purves, William K., dkk. 2003. Life, The Science of Biology Seventh Edition.
Sinauer Associastes and W.H. Freeman.
Sambrook, J., dan Russell, D.W., 2001. Molecular Cloning, A Laboratory Manual
3rd edition, New York: Cold Spring Harbor Laboratory Press.
Sambrook, J., Fritsch, E.F, dan Maniatis, T. 1989. Molecular Cloning. Cold
Spring Harbor Press. University of Texas South Western Medical Centre,
Texas.
Sauer, P., M. M ller, dan J. Kang. 1998. Quantitation DNA. Qiagen News 2: 23-
26.
Setadi, Bobby, dkk. 2001. Leptospirosis. Sari Pediatri, Vol 3, No.3, Desember
2001: 163-167.
Shekatkar, Smita, Belgode Narasimha Harish, dan Subhash Chandra Parija. 2010.
Diagnosis of Leptospirosis by Polymerase Chain Reaction. International
Journal of Pharma and Bio Sciences, ISSN 0975-6299, Vol.1/Issue-
3/Jul-Sep 2010.
Stone, Carol Leth. 2004. The Basic of Biology. Greenwood Press : London .
Syafaruddin dan Tri Joko Santoso. 2011. Optimasi Teknik Isolasi dan Purifikasi
DNA yang Efisien pada Kemiri Sunan (Reutalis trisperna (Blanco) Airy
Shaw. Jurnal Litri Vol. 17 (1), Maret 2011 : 11-17.
Yersin, Claude, dkk. 1998. Human Leptospirosis in the Seychelles (Indian Ocean)
a Population-Based Study. Am. J. Trop. Med. Hyg., 59(6).
Lampiran 1
DNA Leptospira yang sudah terisolasi yang diperoleh dari Balai Besar Penelitian
Vektor dan Reservoir Penyakit Salatiga
Lampiran 2
Tabel 2. Hasil konsentrasi dan kemurnian DNA Leptospira dan DNA E.coli
diukur
dengan spektrofotometer Nano Drop ND-1000
Lampiran 3
Lampiran 4.
Campuran reaksi master mix untuk amplifikasi DNA untuk PCR konvensional
Lampiran 5
1. Campuran reaksi master mix untuk ii-PCR dengan Taq DNA polymerase
KAPA2G Robust PCR Kit
Tabel 5. Campuran reaksi master mix untuk ii-PCR dengan Taq DNA
polymerase KAPA2G Robust PCR Kit dengan buffer dari kit
2. Campuran reaksi master mix untuk ii-PCR dengan Taq DNA polymerase
Thermo Scientific Long PCR Master Mix
Tabel 6. Campuran reaksi master mix untuk ii-PCR dengan Taq DNA
polymerase Thermo Scientific Long PCR Master Mix dengan
ii-buffer
Tabel 7. Campuran reaksi master mix untuk ii-PCR dengan taq DNA
polymerase Thermo ScientificLong PCR Master Mix dengan
buffer dari kit
Lampiran 6