Anda di halaman 1dari 31

Dasar Dasar Aljabar Himpunan

Himpunan (set) adalah kumpulan objek-objek yang berbeda.


Objek di dalam himpunan disebut elemen, unsur, atau anggota.

Cara Penyajian Himpunan

1. Enumerasi
Enumeasi yaitu suatu himpunan yang dapat dinyatakan dengan menyebutkan
semua anggota nya yang dituliskan dalam tanda kurung kurawal ( { } ) dan
diantara setiap anggotanya dipisahkan dengan tanda koma .

Contoh 1.
- Himpunan empat bilangan asli pertama: A = {1, 2, 3, 4}.
- Himpunan lima bilangan genap positif pertama: B = {4, 6, 8, 10}.
- C = {kucing, a, Amir, 10, paku}
- R = { a, b, {a, b, c}, {a, c} }
- C = {a, {a}, {{a}} }
- K = { {} }
- Himpunan 100 buah bilangan asli pertama: {1, 2, ..., 100 }
- Himpunan bilangan bulat ditulis sebagai {, -2, -1, 0, 1, 2, }.

Keanggotaan
x A : x merupakan anggota himpunan A;
x A : x bukan merupakan anggota himpunan A.
Contoh 2.
Misalkan: A = {1, 2, 3, 4}, R = { a, b, {a, b, c}, {a, c} }
K = {{}}

maka
3 A
5 B
{a, b, c} R
cR
{} K
{} R

Contoh 3. Bila P1 = {a, b}, P2 = { {a, b} }, P3 = {{{a, b}}}, maka


a P1
a P2
P1 P2
P1 P3
P2 P3

2. Simbol-simbol Baku
Simbol baku yaitu menggunakan simbol tertentu yang sudah di sepakati .

P = himpunan bilangan bulat positif = { 1, 2, 3, ... }


N = himpunan bilangan alami (natural) = { 1, 2, ... }
Z = himpunan bilangan bulat = { ..., -2, -1, 0, 1, 2, ... }
Q = himpunan bilangan rasional
R = himpunan bilangan riil
C = himpunan bilangan kompleks
Himpunan yang universal: semesta, disimbolkan dengan U.
Contoh: Misalkan U = {1, 2, 3, 4, 5} dan A adalah himpunan bagian dari
U, dengan A = {1, 3, 5}.
3. Notasi Pembentuk Himpunan
Notasi pembentuk himpunan yaitu suatu himpunan dapat dinyatakan dengan
menuliskan syarat keanggotaan himpunan tersebut , notasi ini biasanya berbentuk
umum .
Notasi: { x syarat yang harus dipenuhi oleh x }

Contoh 4.
(i) A adalah himpunan bilangan bulat positif yang kecil dari 5

A = { x | x adalah bilangan bulat positif lebih kecil dari 5}

atau

A = { x | x P, x < 5 }

yang ekivalen dengan A = {1, 2, 3, 4}

(ii) M = { x | x adalah mahasiswa yang mengambil kuliah IF2151}

4. Diagram Venn
Diagram venn yaitu dengan menyajikan himpunan secara grafis denagn tiap-tiap
himpunan digambarkan sebagai lingkaran dan memilki himpunan semesta yang
digambarkan dengan segi empat .
Contoh 5.
Misalkan U = {1, 2, , 7, 8}, A = {1, 2, 3, 5} dan B = {2, 5, 6, 8}.
Diagram Venn:

U A B
7

1 2 8
5 4
3 6

Kardinalitas

Jumlah elemen di dalam A disebut kardinal dari himpunan A.


Notasi: n(A) atau A

Contoh 6.
(i) B = { x | x merupakan bilangan prima yang lebih kecil dari 20 },
atau B = {2, 3, 5, 7, 11, 13, 17, 19} maka B = 8
(ii) T = {kucing, a, Amir, 10, paku}, maka T = 5
(iii) A = {a, {a}, {{a}} }, maka A = 3

Himpunan Kosong

Himpunan dengan kardinal = 0 disebut himpunan kosong (null set).


Notasi : atau {}

Contoh 7.
(i) E = { x | x < x }, maka n(E) = 0
(ii) P = { orang Indonesia yang pernah ke bulan }, maka n(P) = 0
(iii) A = {x | x adalah akar persamaan kuadrat x2 + 1 = 0 }, n(A) = 0

himpunan {{ }} dapat juga ditulis sebagai {}


himpunan {{ }, {{ }}} dapat juga ditulis sebagai {, {}}
{} bukan himpunan kosong karena ia memuat satu elemen yaitu himpunan
kosong.

Himpunan Bagian (Subset)

Himpunan A dikatakan himpunan bagian dari himpunan B jika dan hanya jika
setiap elemen A merupakan elemen dari B.

Dalam hal ini, B dikatakan superset dari A.

Notasi: A B

Diagram Venn:
U

B
A

Contoh 8.
(i) { 1, 2, 3} {1, 2, 3, 4, 5}
(ii) {1, 2, 3} {1, 2, 3}
(iii) N Z R C
(iv) Jika A = { (x, y) | x + y < 4, x , y 0 } dan
B = { (x, y) | 2x + y < 4, x 0 dan y 0 }, maka B A.

TEOREMA 1. Untuk sembarang himpunan A berlaku hal-hal sebagai berikut:


(a) A adalah himpunan bagian dari A itu sendiri (yaitu, A A).
(b) Himpunan kosong merupakan himpunan bagian dari A ( A).
(c) Jika A B dan B C, maka A C

A dan A A, maka dan A disebut himpunan bagian tak sebenarnya


(improper subset) dari himpunan A.
Contoh: A = {1, 2, 3}, maka {1, 2, 3} dan adalah improper subset dari A.

A B berbeda dengan A B
(i) A B : A adalah himpunan bagian dari B tetapi A B.
A adalah himpunan bagian sebenarnya (proper subset) dari B.

Contoh: {1} dan {2, 3} adalah proper subset dari {1, 2, 3}

(ii) A B : digunakan untuk menyatakan bahwa A adalah himpunan bagian


(subset) dari B yang memungkinkan A = B.
Himpunan yang Sama

A = B jika dan hanya jika setiap elemen A merupakan elemen B dan


sebaliknya setiap elemen B merupakan elemen A.

A = B jika A adalah himpunan bagian dari B dan B adalah himpunan bagian


dari A. Jika tidak demikian, maka A B.

Notasi : A = B A B dan B A

Contoh 9.
(i) Jika A = { 0, 1 } dan B = { x | x (x 1) = 0 }, maka A = B
(ii) Jika A = { 3, 5, 8, 5 } dan B = {5, 3, 8 }, maka A = B
(iii) Jika A = { 3, 5, 8, 5 } dan B = {3, 8}, maka A B
Untuk tiga buah himpunan, A, B, dan C berlaku aksioma berikut:
(a) A = A, B = B, dan C = C
(b) jika A = B, maka B = A
(c) jika A = B dan B = C, maka A = C

Himpunan yang Ekivalen

Himpunan A dikatakan ekivalen dengan himpunan B jika dan hanya jika


kardinal dari kedua himpunan tersebut sama.

Notasi : A ~ B A = B

Contoh 10.
Misalkan A = { 1, 3, 5, 7 } dan B = { a, b, c, d }, maka A ~ B sebab A = B =
4

Himpunan Saling Lepas


Dua himpunan A dan B dikatakan saling lepas (disjoint) jika keduanya tidak
memiliki elemen yang sama.

Notasi : A // B

Diagram Venn:

A B

Contoh 11.
Jika A = { x | x P, x < 8 } dan B = { 10, 20, 30, ... }, maka A // B.

Himpunan Kuasa

Himpunan kuasa (power set) dari himpunan A adalah suatu himpunan yang
elemennya merupakan semua himpunan bagian dari A, termasuk himpunan
kosong dan himpunan A sendiri.

Notasi : P(A) atau 2A

Jika A = m, maka P(A) = 2m.

Contoh 12.
Jika A = { 1, 2 }, maka P(A) = { , { 1 }, { 2 }, { 1, 2 }}
Contoh 13.
Himpunan kuasa dari himpunan kosong adalah P() = {}, dan himpunan kuasa
dari himpunan {} adalah P({}) = {, {}}.

Operasi Terhadap Himpunan


a. Irisan (intersection)

Notasi : A B = { x x A dan x B }

Contoh 14.
(i) Jika A = {2, 4, 6, 8, 10} dan B = {4, 10, 14, 18},
maka A B = {4, 10}
(ii) Jika A = { 3, 5, 9 } dan B = { -2, 6 }, maka A B = .
Artinya: A // B

b. Gabungan (union)

Notasi : A B = { x x A atau x B }

Contoh 15.
(i) Jika A = { 2, 5, 8 } dan B = { 7, 5, 22 }, maka A B = { 2, 5, 7, 8, 22 }
(ii) A = A
c. Komplemen (complement)

Notasi : A = { x x U, x A }

Contoh 16.
Misalkan U = { 1, 2, 3, ..., 9 },
(i) jika A = {1, 3, 7, 9}, maka A = {2, 4, 6, 8}
(ii) jika A = { x | x/2 P, x < 9 }, maka A = { 1, 3, 5, 7, 9 }

Contoh 17. Misalkan:


A = himpunan semua mobil buatan dalam negeri
B = himpunan semua mobil impor
C = himpunan semua mobil yang dibuat sebelum tahun 1990
D = himpunan semua mobil yang nilai jualnya kurang dari Rp 100 juta
E = himpunan semua mobil milik mahasiswa universitas tertentu

(i) mobil mahasiswa di universitas ini produksi dalam negeri atau diimpor dari
luar negeri (E A) (E B) atau E (A B)

(ii) semua mobil produksi dalam negeri yang dibuat sebelum tahun 1990 yang
nilai jualnya kurang dari Rp 100 juta A C D

(iii) semua mobil impor buatan setelah tahun 1990 mempunyai nilai jual lebih
dari Rp 100 juta CDB
d. Selisih (difference)

Notasi : A B = { x x A dan x B } = A B

Contoh 18.
(i) Jika A = { 1, 2, 3, ..., 10 } dan B = { 2, 4, 6, 8, 10 }, maka A B = { 1, 3, 5,
7, 9 } dan B A =
(ii) {1, 3, 5} {1, 2, 3} = {5}, tetapi {1, 2, 3} {1, 3, 5} = {2}

e. Beda Setangkup (Symmetric Difference)

Notasi: A B = (A B) (A B) = (A B) (B A)

Contoh 19.
Jika A = { 2, 4, 6 } dan B = { 2, 3, 5 }, maka A B = { 3, 4, 5, 6 }

Contoh 20. Misalkan

U = himpunan mahasiswa
P = himpunan mahasiswa yang nilai ujian UTS di atas 80
Q = himpunan mahasiswa yang nilain ujian UAS di atas 80

Seorang mahasiswa mendapat nilai A jika nilai UTS dan nilai UAS keduanya di
atas 80, mendapat nilai B jika salah satu ujian di atas 80, dan mendapat nilai C
jika kedua ujian di bawah 80.
(i) Semua mahasiswa yang mendapat nilai A : P Q
(ii) Semua mahasiswa yang mendapat nilai B : P Q
(iii) Ssemua mahasiswa yang mendapat nilai C : U (P Q)

TEOREMA 2. Beda setangkup memenuhi sifat-sifat berikut:


(a) A B = B A (hukum komutatif)
(b) (A B ) C = A (B C ) (hukum asosiatif)

f. Perkalian Kartesian (cartesian product)

Notasi: A B = {(a, b) a A dan b B }


Contoh 20.
(i) Misalkan C = { 1, 2, 3 }, dan D = { a, b }, maka
C D = { (1, a), (1, b), (2, a), (2, b), (3, a), (3, b) }
(ii) Misalkan A = B = himpunan semua bilangan riil, maka
A B = himpunan semua titik di bidang datar

Catatan:
1. Jika A dan B merupakan himpunan berhingga, maka: A B = A . B .
2. Pasangan berurutan (a, b) berbeda dengan (b, a), dengan kata lain (a, b) (b,
a).
3. Perkalian kartesian tidak komutatif, yaitu A B B A dengan syarat A atau
B tidak kosong.
Pada Contoh 20(i) di atas, D C = {(a, 1), (a, 2), (a, 3), (b, 1), (b, 2), (b, 3) }
C D.
4. Jika A = atau B = , maka A B = B A =

Contoh 21. Misalkan


A = himpunan makanan = { s = soto, g = gado-gado, n = nasi goreng, m =
mie rebus }

B = himpunan minuman = { c = coca-cola, t = teh, d = es dawet }

Berapa banyak kombinasi makanan dan minuman yang dapat disusun dari kedua
himpunan di atas?
Jawab:
A B = A B = 4 3 = 12 kombinasi dan minuman, yaitu {(s, c), (s, t), (s,
d), (g, c), (g, t), (g, d), (n, c), (n, t), (n, d), (m, c), (m, t), (m, d)}.

Contoh 21. Daftarkan semua anggota himpunan berikut:


(a) P() (b) P() (c) {} P() (d) P(P({3}))

Penyelesaian:
(a) P() = {}
(b) P() = (ket: jika A = atau B = maka A B = )
(c) {} P() = {} {} = {(,))
(d) P(P({3})) = P({ , {3} }) = {, {}, {{3}}, {, {3}} }
Perampatan Operasi Himpunan

n
A1 A2 ... An Ai
i 1

n
A1 A2 ... An Ai
i 1

n
A1 A2 ... An i1 Ai
n
A1 A2 ... An
i 1
Ai

Contoh 22.

(i) A (B1B2 ... Bn) = (A B1) (A B2) ... (A Bn)


n n
A (Bi ) ( A Bi )
i 1 i 1

(ii) Misalkan A = {1, 2}, B = {a, b}, dan C = {, }, maka


A B C = {(1, a, ), (1, a, ), (1, b, ), (1, b, ), (2, a, ), (2, a, ), (2,
b, ), (2, b, ) }
Hukum-hukum Himpunan

1. Hukum identitas: 2. Hukum null/dominasi:


A=A A=
AU=A AU=U

3. Hukum komplemen: 4. Hukum idempoten:


A A =U AA=A
A A = AA=A

5. Hukum involusi: 6. Hukum penyerapan (absorpsi):


( A) = A A (A B) = A
A (A B) = A
7. Hukum komutatif: 8. Hukum asosiatif:
AB=BA A (B C) = (A B) C
AB=BA A (B C) = (A B) C

9. Hukum distributif: 10. Hukum De Morgan:


A (B C) = (A B) (A A B = A B

C) A B = A B

A (B C) = (A B) (A
C)

11. Hukum 0/1


=U
U =

Dasar-Dasar Fungsi
Pengertian Fungsi
Perhatikan diagram dibawah ini:
a. x.
b. y.
c. z.
Relasi fungsional atau sering disingkat fungsi
d. u.
sering juga disebut dengan istilah pemetaan
(mapping) didefinisikan sebagai berikut :
Definisi: Suatu fungsi f dari himpunan A ke
himpunan B adalah suatu relasi yang
memasangkan setiap elemen dari A secara
tunggal, dengan elemen pada B.

A B
f
Gb. 2.3
Ditulis f : A B dibaca fungsi f pemetaan A ke dalam / into B

Apabila f memetakan suatu elemen x A ke suatu y B dikatakan bahwa y adalah peta


dari x oleh f dan peta ini dinyatakan dengan notasi f(x), dan biasa ditulis dengan f:x
f(x), sedangkan x biasa disebut prapeta dari f(x).
Himpunan A dinamakan daerah asal (domain) dari fungsi f , sedangkan himpunan B
disebut daerah kawan (kodomain) sedangkan himpunan dari semua peta di B dinamakan
daerah hasil (range) dari fungsi f tersebut.
Contoh 1:
Diagram sebagaimana pada G.b. 2.4 di atas adalah fungsi karena pertama, terdapat relasi
(yang melibatkan dua himpunan yakni A dan B) dan kedua, pemasangan setiap elemen A
adalah secara tunggal.
Contoh 2

a. .x Diagram di samping bukan merupakan fungsi


b. .y
karena ada elemen A yang dipasangkan tidak
c. .z
d. .u secara tunggal dengan elemen pada B.

A B
f

Contoh 3 :
Diketahui A = {x | -3 x < 3, x R} dan suatu fungsi f: A R
Ditentukan oleh rumus f(x) = x2 + 1
a. Carilah f(-1), f(0) dan prapeta dari 5
b. Dengan melukis grafik, tentukan daerah hasil dari fungsi f.
c. Jelaskan bahwa f adalah suatu fungsi.
Jawab:
a. f(x) = x2 + 1 f(-1) = (-1)2 + 1 = 2
f(0) = 02 + 1 = 1
Prapeta dari 5 x2 + 1 = 5 x2 = 4 x = +2
Sehingga prapeta dari 5 adalah 2 atau 2

b.
y y = x2 + 1

Daerah Hasil

y
x
Daerah Hasil
Gb. 2.4
Dibuat grafik y= x2 + 1
f(-3) = (-3)2 + 1 =10
f(3) = (3)2 + 1 = 10
titik balik (0,1)
Jadi daerah hasil dari fungsi f adalah: R = { y | 1 < y < 10, y R }, karena nilai f(x) = y
terletak pada interval tersebut sebagaimana terlihat pada sumbu y.
c. Karena f suatu relasi dimana setiap elemen pada domain A (sumbu x) dipasangkan
secara tunggal maka f merupakan fungsi.

C.Sifat Fungsi
Dengan memperhatikan bagaimana elemen-elemen pada masing-masing
himpunan A dan B yang direlasikan dalam suatu fungsi, maka kita mengenal tiga sifat
fungsi yakni sebagai berikut :
1. Injektif (Satu-satu)
Misalkan fungsi f menyatakan A ke B maka fungsi f disebut suatu fungsi satu-satu
(injektif), apabila setiap dua elemen yang berlainan di A akan dipetakan pada dua elemen
yang berbeda di B. Selanjutnya secara singkat dapat dikatakan bahwa f:AB adalah fungsi
injektif apabila a a berakibat f(a) f(a) atau ekuivalen, jika f(a) = f(a) maka
akibatnya a = a.
Contoh:
1. Fungsi f pada R yang didefinisikan dengan f(x) = x2 bukan suatu fungsi satu-satu sebab
f(-2) = f(2).
2.

.1 Adapun fungsi pada A = {bilangan asli} yang


.2 didefinisikan dengan f(x) = 2x adalah fungsi
1.
.3
2. .4 satu-satu, sebab kelipatan dua dari setiap dua
3. .5 bilangan yang berlainan adalah berlainan pula.
4. .6
.7
.8

A B
F

Gb. 2.10
2. Surjektif (Onto)
Misalkan f adalah suatu fungsi yang memetakan A ke B maka daerah hasil f(A) dari
fungsi f adalah himpunan bagian dari B, atau f(A) B. Apabila f(A) = B, yang berarti
setiap elemen di B pasti merupakan peta dari sekurang-kurangnya satu elemen di A maka
kita katakan f adalah suatu fungsi surjektif atau f memetakan A Onto B
Contoh:
1. Fungsi f: RR yang didefinisikan dengan rumus f(x) = x2 bukan fungsi yang onto
karena himpunan bilangan negatif tidak dimuat oleh hasil fungsi tersebut
2. Gb. 2.11

a. .x Misal A = {a, b, c, d} dan B = {x, y, z} dan fungsi f: A


b. .y B yang didefinisikan dengan diagram panah adalah
c. .z
d. suatu fungsi yang surjektif karena daerah hasil f adalah
sama dengan kodomain dari f (himpunan B).
A B Gb. 2.11
3.Bijektif (Korespondensi Satu-satu)
Suatu pemetaan f: AB sedemikian rupa sehingga f merupakan fungsi yang
injektif dan surjektif sekaligus, maka dikatakan f adalah fungsi yang bijektif atau A
dan B berada dalam korespondensi satu-satu.
Contoh:
1)

a. . Relasi dari himpunan A = {a, b, c} ke himpunan B =


p b. {p,q, r} yang didefinisikan sebagai diagram di
.q c.
samping adalah suatu fungsi yang bijektif.
.r

Gb. 2.11

2) Fungsi f yang memasangkan setiap negara di dunia dengan ibu kota negaranegara di
dunia adalah fungsi korespondensi satu-satu (fungsi bijektif), karena tidak ada satu
kotapun yang menjadi ibu kota dua negara yang berlainan.

D.Jenis jenis Fungsi


Jika suatu fungsi f mempunyai daerah asal dan daerah kawan yang sama, misalnya D,
maka sering dikatakan fungsi f pada D. Jika daerah asal dari fungsi tidak dinyatakan maka
yang dimaksud adalah himpunan semua bilangan real (R). Untuk fungsi-fungsi pada R
kita kenal beberapa fungsi antara lain sebagai berikut.
a. Fungsi Konstan

f : x C dengan C konstan disebut fungsi konstan (tetap).


Fungsi f memetakan setiap bilangan real dengan C.

Fungsi f: x 3

y
f (-2) = 3
f (0) = 3
f (5) = 3

3 f = f(x) = 3
f(-2) = 3 f(-2) = 5

-2 5 x

Gb. 2.5
b. Fungsi Identitas

Fungsi RR yang didefinisikan sebagai: f : x x disebut fungsi identitas.

3 y

2 f(1) = 1
f(2) = 2
1 f(3) = 3

0 1 2 3 x
Gb.2.7
c. Fungsi Linear
Fungsi pada bilangan real yang didefinisikan : f(x) = ax + b, a dan b konstan dengan a
0 disebut fungsi liniar.

y = f(x)

f(q) f(p)

b qp

p q x

f(x) = ax + b f(p) = ap + b
f(q) = aq + b
f(q) - f(p)= a(q-p)
f (q) (f (p) _=a= tan , disebut gradien dari garis y = ax + b tersebut.
q-p
Jika garis y = mx + c maka gradiennya adalah m dan melalui titik (0,c).
d. Fungsi Kuadrat
Fungsi f: RR yang ditentukan oleh rumus f(x) = ax2 + bx + c dengan a,b,c R
dan a 0 disebut fungsi kuadrat.
e. Fungsi Rasional
Fungsi rasional adalah suatu fungsi terbentuk f(x) =Q(x) P(x) dengan P(x) dan Q(x)
adalah suku banyak dalam x dan Q(x) 0
Dasar-dasar Induksi Matematika

Induksi Matematika digunakan untuk mengecek hasil proses yang terjadi


secara berulang sesuai dengan pola tertentu. Indukasi Matematika digunakan
untuk membuktikan universal statements n A S(n) dengan A N dan N
adalah himpunan bilangan positif atau himpunan bilangan asli. S(n) adalah
fungsi propositional.

Prinsip-prinsip Induksi Matematika


2.2.1. Induksi Sederhana.
Misalkan p(n) adalah pernyataan perihal bilangan bulat positif dan kita
ingin membuktikan bahwa p(n) benar untuk semua bilangan bulat positif n.
Untuk membuktikan pernyataan ini, kita hanya perlu menunjukkan bahwa:
1. p(1) benar, dan
2. Jika p(n) benar maka p(n + 1) juga benar, untuk semua bilangan bulat
positif n 1,
p Langkah 1 dinamakan basis induksi, sedangkan langkah 2 dinamakan langkah
induksi.
p Langkah induksi berisi asumsi (andaian) yang menyatakan bahwa p(n) benar.
Asumsi tersebut dinamakan hipotesis induksi.
p Bila kita sudah menunjukkan kedua langkah tersebut benar maka kita sudah
membuktikan bahwa p(n) benar untuk semua bilangan bulat positif n.
Contoh 1. Gunakan induksi matematik untuk membuktikan bahwa jumlah n buah
bilangan ganjil positif pertama adalah n2.
Penyelesaian:
(i) Basis induksi: Untuk n = 1, jumlah satu buah bilangan ganjil positif pertama
adalah 12 = 1. Ini benar karena jumlah satu buah bilangan ganjil positif pertama
adalah 1.
(ii) Langkah induksi: Andaikan p(n) benar, yaitu pernyataan
1 + 3 + 5 + + (2n 1) = n2
adalah benar (hipotesis induksi) [catatlah bahwa bilangan ganjil positif ke-n
adalah (2n 1)]. Kita harus memperlihatkan bahwa p(n +1) juga benar, yaitu
1 + 3 + 5 + + (2n 1) + (2n + 1) = (n + 1)2
juga benar. Hal ini dapat kita tunjukkan sebagai berikut:
1 + 3 + 5 + + (2n 1) + (2n + 1)
= [1 + 3 + 5 + + (2n 1)] + (2n +1)
= n2 + (2n + 1)
= n2 + 2n + 1
= (n + 1)2
Karena langkah basis dan langkah induksi keduanya telah diperlihatkan benar,
maka jumlah n buah bilangan ganjil positif pertama adalah n2.

2.2.2. Prinsip Induksi yang Dirampatkan


Misalkan p(n) adalah pernyataan perihal bilangan bulat dan kita ingin membuktikan
bahwa p(n) benar untuk semua bilangan bulat n n0. Untuk membuktikan ini, kita
hanya perlu menunjukkan bahwa:
1. p(n0) benar, dan
2. jika p(n) benar maka p(n+1) juga benar,
untuk semua bilangan bulat n n0,
Contoh 2.
Untuk semua bilangan bulat tidak-negatif n, buktikan dengan induksi matematik
bahwa 20 + 21 + 22 + + 2n = 2n+1 - 1
Penyelesaian:
(i) Basis induksi. Untuk n = 0 (bilangan bulat tidak negatif pertama), kita
peroleh:
20 = 20+1 1.
Ini jelas benar, sebab 20 = 1
= 20+1 1
= 21 1
=21
=1

(ii) Langkah induksi. Andaikan bahwa p(n) benar, yaitu


20 + 21 + 22 + + 2n = 2n+1 - 1
adalah benar (hipotesis induksi). Kita harus menunjukkan bahwa p(n +1) juga benar,
yaitu
20 + 21 + 22 + + 2n + 2n+1 = 2(n+1) + 1 - 1
juga benar. Ini kita tunjukkan sebagai berikut:
20 + 21 + 22 + + 2n + 2n+1 = (20 + 21 + 22 + + 2n) + 2n+1 = (2n+1 1) + 2n+1
(hipotesis induksi)
= (2n+1 + 2n+1) 1
= (2 . 2n+1) 1
= 2n+2 - 1
= 2(n+1) + 1 1
Karena langkah 1 dan 2 keduanya telah diperlihatkan benar, maka untuk semua
bilangan bulat tidak-negatif n, terbukti bahwa 20 + 21 + 22 + + 2n = 2n+1 1

2.2.3. Prinsip Induksi Kuat


Misalkan p(n) adalah pernyataan perihal bilangan bulat dan kita ingin membuktikan
bahwa p(n) benar untuk semua bilangan bulat n n0. Untuk membuktikan ini, kita
hanya perlu menunjukkan bahwa:
1. p(n0) benar, dan
2. jika p(n0 ), p(n0+1), , p(n) benar maka p(n+1) juga benar untuk semua
bilangan bulat n n0,.

Contoh 4.
Bilangan bulat positif disebut prima jika dan hanya jika bilangan bulat tersebut
habis dibagi dengan 1 dan dirinya sendiri. Kita ingin membuktikan bahwa setiap
bilangan bulat positif n (n 2) dapat dinyatakan sebagai perkalian dari (satu atau
lebih) bilangan prima. Buktikan dengan prinsip induksi kuat.
Penyelesaian:
Basis induksi. Jika n = 2, maka 2 sendiri adalah bilangan prima dan di sini 2 dapat
dinyatakan sebagai perkalian dari satu buah bilangan prima, yaitu dirinya sendiri.
Langkah induksi. Misalkan pernyataan bahwa bilangan 2, 3, , n dapat dinyatakan
sebagai perkalian (satu atau lebih) bilangan prima adalah benar (hipotesis induksi).
Kita perlu menunjukkan bahwa n + 1 juga dapat dinyatakan sebagai perkalian
bilangan prima. Ada dua kemungkinan nilai n + 1:
(a) Jika n + 1 sendiri bilangan prima, maka jelas ia dapat dinyatakan sebagai
perkalian satu atau lebih bilangan prima.
(b) Jika n + 1 bukan bilangan prima, maka terdapat bilangan bulat positif a
yang membagi habis n + 1 tanpa sisa. Dengan kata lain,
(n + 1)/ a = b atau (n + 1) = ab
yang dalam hal ini, 2 a b n. Menurut hipotesis induksi, a dan b dapat
dinyatakan sebagai perkalian satu atau lebih bilangan prima. Ini berarti, n + 1 jelas
dapat dinyatakan sebagai perkalian bilangan prima, karena n + 1 = ab.
Karena langkah (i) dan (ii) sudah ditunjukkan benar, maka terbukti bahwa
setiap bilangan bulat positif n (n 2) dapat dinyatakan sebagai perkalian dari (satu
atau lebih) bilangan prima.

2.3 Pengertian Teori Binomial


Teori binomial merupakan perpangkatan dari jumlah atau selisih dua suku tanpa
mengkalikan atau menjabarkannya , yang memuat tepat dua suku yang dipisahkan
oleh tanda + , atau tanda - sebagai contoh x+y, 2x-5y.
2.4 DasarTeori Binomial
Untuk mengetahui binomial ada beberapa materi yang harus dikuasai terlebih
dahulu.Diantaranya :
Notasi Faktorial
Faktorial adalah hasil kali bilangan asli berurutan dari 1 sampai dengan n. Untuk
setiapbilangan asli n, didefinisikan:
n! = 1 x 2 x 3 x x (n-2) x (n-1) x n lambang atau notasi n! dibaca sebagai n
faktorial untuk n > 2 n! = 1 2 3 (n 2) (n 1) n atau n! = n (n 1)
(n 2) 3 2
Contoh :
2! = 12 = 2, 3! = 123 = 6 4! = 1234 = 24
5! = 12345 = 120, n! = 123n, (r 1) ! = 123(r 1)
Kombinasi
Susunan dari semua atau sebagian elemen dari suatu himpunan yang tidak
mementingkan urutan elemen.
Kombinasi r elemendari n elemenditulis :
nKr
Segitiga Pascal
Membahas mengenai Teori Binomial tidak akan lepas dari segitiga pascal.
Segitiga Pascal adalah suatu aturan geometri pada pekali binomial dalam sebuah
segitiga.Penemu segitiga pascal adalah seorang ahli matematika yang bernama
Blaise Pascal yang berasaldaridunia barat.Barisan segitiga Pascal secara
kebiasaannya dihitung bermula dengan barisan kosong, adalah barisan
genap.Pembinaan mudah pada segitiga dilakukan dengan cara berikut. Di
barisan sifar, hanya tuli snomor 1.Kemudian, untuk membina unsur-unsur
barisan berikutnya, tambahkan nomor di atas dan di kiri dengan nomor secara
terus di atas dan di kanan untuk mencari nilai baru.Jikalau nomor di kanan atau
kiri tidak wujud, gantikan suatu kosong pada tempatnya.Contohnya, nomor
pertama di barisan pertama adalah 0 + 1 = 1, di mananomor 1 dan 3 barisan
keempat.
1
1 1
1 2 1
1 3 3 1
1 4 6 4 1
1 5 10 10 5 1
1 6 15 20 15 6 1
1 7 21 35 35 21 7 1
1 8 28 56 70 56 28 8 1

2.5 .Teori Binomial


2.5.1 Ekspansi
Ekspansi merupakan salah satu penjabaran yang terdapat dalam Teori
Binomial Newton.Ekspansi atau yang sering kita sebu tpenjabaran adalah cara
menguraikan soal-soal teori binomial yang berbentuk perpangkatan dari hasil
perkalian berulang. Misalnyauntuk n = 1,n = 2, n = 3, n = 4, n = 5, dengan
mengkalikansetiap factor diperoleh hasi l2orekspansi sebagai berikut :

Ciri-ciri ekspansi yang benar untuk bilangan bulat positif


1. Banyak suku di ruas kanan adalah satu suku lebih banyak daripada
pangkatnya atau eksponennya. Hal ini memberikan gambaran ekspansi suku.
2. Suku pertama dari adalah dan suku terakhir adalah
3. Perhatikan hasil ekspansi pada ruas kanan. Jika dibaca dari kiri ke kanan,
eksponen dari a berkurang 1 dan eksponen untuk b bertambah 1.
2.5.2 Koefisien Binomial
Koefisian adalah nilai atau ketetapan, koefisien binomial merupakan nilai
yang terdapatdi depan suku-suku binom yang sudah di ekspansikan. Untuk
mengetahui koefisiennya, harus diekspansikan terlebih dahulu.Dan untuk
mengekspansikannya tinggal mengkalikan sesuai dengan eksponennya atau
mengikuti aturan dalam segitiga pascal.Namun, bukan berarti untuk mengetahui
koefisiennya hanyam engikuti nilai-nilai yang terdapat dalam segitiga pascal.Karena
hal tersebut dianggap kurang efisien, maka untuk mengetahui koefisiennya ada
formula yang lebih efisien sebagai berikut :
Xn-r . yr = . an-r . br

2.5.3 Hubungan Kombinasi dengan Binomial


Perhatikan ilustrasi dibawah ini :
=
Penjabaran dari merupakan perkalian 3 faktor
=
Kemudian dipilih bagian yang ingin dikalikan dari ketiga factor tersebut.Misalnya,
untuk bagian pertama diambil a, bagian kedua diambil a, dan bagian ketiga jug
adiambil a, maka diperoleh hasila aa. Jika diambil a pada factorkesatu dan kedua,
factor ketiga diambil b, maka akan diperoleh aab, begitu seterusnya. Sehingga
kemungkinan pemilihan baik a maupun b terpilih secara sama. Dari hasil pengkalian
3 faktor tersebut akan diperoleh :
aaa,aab,aab,aab,abb,abb,abb,bbb = a3,a2b, a2b, a2b,ab2, ab2 ,ab2,b3
Jika semuasuku di atas dijumlahkan maka akan dihasilkan :
a3+3a2b+3ab2+b3
Bilangan 3 yang merupakan koefisien dari a2b muncul dari pemilihandari 2
faktordan b dari 1 faktorsisa-nya. Hal ini biasa dilakukan dalam atau . Cara yang
sama biasa dilakukan untuk memperoleh koefisien yang dalam hal ini merupakan
pemilihan a dari 0 faktor dan b dari 3 faktor lainnya yang dapat dilakukan dalam
atau , dan seterusnya. Melalui hubungan kombinasidengan teorema binomial, maka
kita dapat merumuskan ulang rumus teorema binomial sebagai berikut.
atau

Sifat-sifat perluasan ( a+b )n


Suku pertama adalah an dan suku terahir adalah bn
Jika kita berjalan dari suku pertama menuju suku terahir, maka
pangkat dari a turun satu-satu dan pangkat dari b naik satu-satu
Jumlah pangkat dari a dan b pada setiap suku sama dengan n
Terdapat n+1 suku
Koefisien suku pertama adalah , koefisien suku kedua adalah , dan
seterusnya dengan = dan 0 r n

2.5.4. Menetukan Suku Pada Binom


Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya mengenai teori binomial yang
merupakan perpangkatan yang terdiri dari dua suku yang dipisahkan oleh tanda
+, -. Berdasarkan pengertian tersebut kita dapat mengubah dari binom yang
bentuknya pangkat menjadi tidak berpangkat dengan cara menjabarkannya.Sehingga
yang awalnya terdiri dari dua suku menjadi lebih dari dua suku.

Adapun cara lain untuk mencari suku ke-n tanpa menggunakan penjabaran yaitu
dengan menggunakan rumus berikut :
Suku ke-(r+1) = xn-ryr, adapun formula untuk menentutakan suku ke r dari (a+x)n=

2.6 Soal dan pembahasan induksi matematika :


1. n3+ 2n adalah bilangan kelipatan 3, untuk n bil. Bulat positif.

Pembuktian :
n3 + 2n adalah kelipatan 3
Untuk setiap n bilangan bulat positif

Jawab :
Untuk n = 1 akan diperoleh :
(ii) Pn : 13 + 2(1)
1 = 3 , kelipatan 3

Induksi : misalkan untuk n = k asumsikan k3 + 2k = 3x


(iii)adib. Untuk n = k + 1 berlaku:
buktikan benar untuk Pn=k+1
(k + 1)3 + 2(k + 1) adalah kelipatan 3
(k3 + 3k2 + 3 k + 1) + 2k + 2
(k3 + 2k) + (3k2 + 3k + 3)
(k3 + 2k) + 3 (k2 + k + 1)
Induksi
3x + 3 (k 2 + k + 1)
3 (x + k 2 + k + 1)
Kesimpulan : n3 + 2n adalah kelipatan 3
Untuk setiap bilangan bulat positif n.
2. n3 + (n+1)3 + (n+2)3 habis dibagi 9 n bil. Asli
pembuktian:
n + (n+1) + (n+2) habis dibagi 9 untuk n bulat positif.
Berarti n paling kecil = 1
untuk n = 1, maka
1 + 2 + 3 = 1 + 8 + 27 = 36 <== habis dibagi 9
misalkan benar untuk n = k
maka benar bahwa
k + (k+1) + (k+2) habis dibagi 9
hendak dibuktikan bahwa benar untuk n= k+1
yaitu hendak dibuktikan bahwa
(k+1) + (k+2) + (k+3) habis dibagi 9

(k+3) = k + 3k.3 + 3k.3 + 3


=k + 9k + 27k + 27

jadi
(k+1) + (k+2) + (k+3)
= (k+1) + (k+2) + k + 9k + 27k + 27
atur ulang urutannya
= k + (k+1) + (k+2) + 9k + 27k + 27
tetapi k + (k+1) + (k+2) habis dibagi 9
dan masing-masing suku dari 9k + 27k + 27
juga habis dibagi 9
Jadi terbukti bahwa (k+1) + (k+2) + (k+3)
habis dibagi 9.
Bukti selesai.

3. 2 + 4 + 6 + 8 + ... + 2n = n (n + 1). n bil. Asli


Pembuktian:
untuk n = 1
2 = 1(1+1) ,
2=2

untuk n = 2
2+4 = 2(2+1)
6=6

untuk n = k
2 + 4 + 6 + . . . .+ 2k = k (k + 1) . . . (1)

untuk n = k + 1
(2 + 4 + 6 + . . .+ 2k) + 2 (k + 1) = (k + 1) (k + 1 + 1)
nilai yang dalam kurung sama dg persamaan (1)
k (k + 1) + 2 (k + 1) = (k + 1) (k + 1 + 1)
(k + 1) (k + 2) = (k + 1) (k + 2)

terbukti.

4. Buktikan 2 + 5 + 8 + 11 + 14 + ...... + (3n - 1) untuk n bilangan asli


Jawab:
a. untuk n = 1
(3.1 - 1) = 2
b. untuk n = k
= 2 + 5 + 8 + 11 + 14 + .... + (3k - 1)

c. untuk n = k + 1
= 2 + 5 + 8 + 11 + 14 + .... + (3k - 1) + (3 (k + 1) - 1)
= 3 (k + 1) - 1
= 3k + 3 - 1
= 3k + 2 terbukti.
5. 1.2 + 2.3 + 3.4 + ... + n (n + 1) = (n (n + 1) (n + 2)) /3
Pembuktian :

untuk n=1
1*2 = 1(1+1)(1+2)/3
2=2
untuk n = 2
1*2 + 2*3 = 2(2+1)(2+2)/3
8=8
untuk n = k
1.2 + 2.3 + 3.4 + ... + k (k + 1) = (k (k + 1) (k + 2)) /3 .........(1)

untuk n = k + 1
{1.2 + 2.3 + 3.4 + ... + k(k+1) } + (k+1) (k+1 +1) = (k+1) (k+2) (k+3) /3
nilai dalam { } sama dg persamaan (1)
(k(k+1) (k+2)) /3 + (k+1) (k+1 +1) = (k+1) (k+2) (k+3)) /3

(k(k+1) (k+2)) /3 + 3 (k+1) (k+1 +1) /3 = (k+1) (k+2) (k+3) /3


kalikan dengan 3
(k(k+1) (k+2)) + 3 (k+1) (k+2) = (k+1) (k+2) (k+3)
(k+3) (k+1) (k+2) = (k+1) (k+2) (k+3) terbukti

6. Buktikan bahwa jumlah n bilangan ganjil pertama adalah n2.


Pembuktian :
Basis : Untuk n = 1 akan diperoleh :
1 = 12
1=1
Induksi : misalkan untuk n = k asumsikan 1 + 3 + 5 + + (2k 1) = k2
adib. Untuk n = k + 1 berlaku :
1 + 3 + 5 + + (2 (k + 1) 1) = (k + 1)2
1 + 3 + 5 + + (2k + 1) = (k + 1)2
1 + 3 + 5 + + ((2k + 1) 2) + (2k + 1) = (k + 1)2
1 + 3 + 5 + + (2k - 1) + (2k + 1 ) = (k + 1)2

k 2 + (2K + 1) = (k + 1)2
k 2 + 2K + 1 = k 2 + 2K + 1

Kesimpulan : 1 + 3 + 5 + + n = (2n - 1) = n2
Untuk setiap bilangan bulat positif n

Anda mungkin juga menyukai