Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

Tujuan hidup manusia memiliki makna yang sangat mendasar. Sebab tanpa tujuan,
tidak akan jelas arah dan tuiuan hidup manusia yang akan dicapai. Di samping argumen
tersebut, Alquran dengan jelas menyebutkan bahwa Allah Swt ketika menciptakan manusia
memiliki tujuan. Alquran telah menginformasikan bahwa manusia memiliki tujuan hidup
yang harus dilaksanakan selama hidupnya. Tujuan tersebut sebagai konsekwensi logis dari
penciptaannya oleh Allah Swt. Tujuan tersebut dapat dibagi dua. bagian yaitu tujuan hakiki
dan tujuan sementara.
Tujuan hidup manusia berkaitan dengan bumi sangat erat kaitannya dengan jabatan
fungsional manusia sebagai khalifah. Di mana ia memiliki tugas untuk menata kehidupan
manusia dan memakmurkan mesjid dengan menggali segala potensi sumber daya alam
untuk dimanfaatkan dan sebaliknya dilarang untuk merusaknya.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Tujuan Hidup Manusia dan Tujuan Ekonomi


1. Tujuan Hidup Manusia
Tujuan hidup manusia memiliki arti yang sangat penting, sebab la menentukan arti
atau makna kehidupannya. Manusia akan berpikir dan bekerja siang malarn dengan segala
pengorbanan untuk mencapai apa apa yang menjadi tujuannya. Berkaitan dengan tujuan
hidup ini, Alquran telah memberikan informasi yang menjadi dasar dan pondasi kehidupan
manusia. Sebab ia merupakan pedoman bidup bagi manusia.
Surat al Insan ini misalnya dimulai dengan menerangkan penciptaan manusia dalam
berapa fase perkembangan serta penyiapannya agar dunia mampu melaksanakan berbagai
jenis ibadah yang dibebankan kepadanya. Karena itu Allah Swt menciptakan pendengaran,
penglihatan, dan indra lain untuknya.1
Potensi potensi di atas merupakan bekal, bagi manusia dalam hidupnya. Berkenaan
dengan hidup manusia, timbul pertanyaan. : apakah tujuan Allah Swt menciptakan
makhluk bernama manusia?, apa yang menjadi tujuan hidup manusia, dan apa sebenarnya
yang menjadi hakikat tujuan hidup manusia?, Sering kita mendengar ungkapan yang
mengatakan bahwa hidup ini adalah perjuangan. Perjuangan untuk mempertahankan hidup,
perjuangan untuk mencapai kebahagiaan dunia maupun akhirat berebut hidup, maka
tinggalah nama yang paling baik.
Kita selaku umat manusia, sesuai dengan yang tersimpul dalam kandungan Alquran
bahwa manusia diciptakan oleh Allah untuk mengabdi kepada Nya, menjadi khalifah di
muka bumi dituntut untuk bisa memakmurkannya.2 Alquran menginformasikan bahwa
dirinya memiliki tugas yang harus dilakukannya yaitu khalifah. Seorang khalifah dan
masyarakatnya dituntut untuk memanfaatkan sumber daya alam sekaligus
memakmurkannya.

1 H.D.M. Dahlan dan Syihabuddin, Kunci-kunci Mengucapkan isi Al-Quran , (bandung:


Pustaka Fitri,2001) h. 250.
2 M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran, (Bandung, Mizan,1992), h, 172

2
Manusia itu pada hakikatnya adalah makhluk Allah yang terdiri unsur jasmani dan
ruhani yang berkewajiban untuk mengabdi (lbadah). Pengabdian inilah yang menjadi
pangkal tujuan hidup manusia.
2. Tujuan Ekonomi
Tujuan ekonomi Islam tidak bisa dilepaskan dari tujuan penciptaan manusia di muka
bumi. Ini karena, kegiatan berekonomi tidak bisa dipisahkan dari akitivitas manusia di
muka bumi. Inilah mengapa Islam juga mengatur segala sesuatunya yang berkaitan dengan
aktivitas manusia dalam berekonomi.
Manusia diciptakan bukan semata untuk menjadi seorang pertapa yang tidak ikut
dalam aktivitas keduniaan, bukan pula sebagai manusia bumi yang tidak mempedulikan
aturan Alah dalam setiap tindak tanduknya. Namun Allah menciptakan manusia agar
manusia menjadi khalifah (wakil Allah) yang mempunyai tugas memakmurkan bumi, yaitu
menciptakan kemakmuran dengan segala kreasi menuju kebaikan. (QS 2:30). Untuk
kepentingan inilah Allah telah memberikan (menyediakan) segala sesuatunya yang akan
manusia butuhkan di muka bumi ini (QS 2:29). Oleh karenanya, kebajikan tdak bisa
diartikan sebagai seberapa banyak seseorang mempunyai dan bisa menikmati kekayaan
atauapun kekuasaan. Bukan pula kebajikan itu berupa penghindaran diri dari hiruk pikuk
dunia dan menyendiri hanya kepada tuhannya. Namun kebajikan itu adalah seberapa
banyak kita membuat kemaslahatan untuk sesama.
Islam menghendaki bahwa setiap aktivitas manusia tidak hanya bernilai duniawi
(material) semata, tetapi seharusnya juga bernilai spiritual. Termasuk juga dalam setiap
aktivitas berekonomi, harus juga membawa muatan spiritual, dalam arti harus terdapat
kesesuaian dengan tujuan dan nilai nilai Islam. Tujuan dan nilai-nilai ekonomi Islam
adalah:
a. Kesejahteraan ekonomi dengan berpegang pada norma moral
b. Persaudaraan dan Keadilan
c. Kesetaraan disribusi pendapatan
d. Kebebasan individu daam konteks kesejahteraan sosial.3

3 http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Arif%20Wibowo,%20MEI/ISLAMIC
%20 FINANCE%2001%20-%20TUJUAN%20EKONOMI%20ISLAM.pdf, diakses pada
tanggal 24 Februari 2017.

3
B.QS. Az-Zariyat/ 51 ayat 56
1. Bunyi ayat dan Terjemahan






Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku.
2. Asbabun Nuzul
Ketika para malaikat mengetahui bahwa Allah SWT akan menciptakan khalifah di
muka bumi. Allah SWT menyampaikan perintah-Nya kepada mereka secara terperinci. Dia
memberitahukan bahwa Dia akan menciptakan manusia dari tanah. Maka ketika Dia
menyempurnakannya dan meniupkan roh di dalamnya, para malaikat harus bersujud
kepadanya. Yang harus dipahami bahwa sujud tersebut adalah sujud penghormatan, bukan
sujud ibadah, karena sujud ibadah hanya diperuntukkan kepada Allah SWT.
2. Tafsir
Ali bin abi Thalib menafsirkan makna ayat ini diatas adalah tidak Aku ciptakan jin
manusia kecuali aku perintahkan mereka untuk beribadah pendapat inilah yang dijadikan
sandaran oleh Az Zajjaj, ia menambahkan: Hal ini ditunjukan oleh firman Allah SAW.4










Padahal padahal mereka disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa. Tidak ada
Tuhan selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutuan. (At-Taubah/
9: 31)
Apabila dikatakan: bagaimana mungkin ada manusia yang berbuat kafir kepada Allah
padahal mereka diciptakan untuk bersaksi atas ke Tuhanan-Nya dan tunduk kepada
perintah dan kehendak-Nya.

4 Syaikh Imam Al Qurthubi, Tafsir Al Qurthubi, (Jakarta:Pustaka Azzam, 2009), h. 295

4
Dijawab: Mereka memang harus tunduk kepada takdir yang ditetapkan atas mereka,
karena takdir mereka pasti akan terjadi dan mereka tidak akan mungkin mampu untuk
menghindar darinya. Mereka hanya berbuat kepada takdir-nYa itu tidak dapat dihindari.5
Sementara itu segolongan mufassir berpendapat bahwa arti ayat diatas adalah:kecuali
supaya mereka tunduk kepada-Ku dan merendahkan diri yakni, bahwa setiap makhluk dari
jin atau manusia tunduk kepada keputusan Allah, patuh kepada kehendak-Nya dan
menuruti apa yang telah Dia takdirkan atasnya. Allah menciptakan mereka menurut apa
yang Dia Kehendaki, dan Allah memberi rezeki kepada mereka menurut keputusan-Nya,
tidak seorang pun di antara mereka yang dapat memberi manfaat maupun mudharat kepada
dirinya sendiri.
Kalimat ini merupakan suruhan agar memberi peringatan, dan juga memuat alasan
dari diperintahkannya memberi peringatan. Karena, diciptakanya mereka dengan alasan
tersebut menyebabkan mereka harus diberi peringatan yang menyebabkan mereka harus
diberi peringatan yang menyebabkan mereka wajib ingat dan meuruti nasihat.6
Dalam tafsir Al Qurthubi sebuah riwayat dari Ibnu Abbas yang disampaikan oleh Ali
bin Abi Thalhah menyebutkan, makna dari firman Allah SWT,



Melainkan Supaya mereka menyembah-Ku
Arti kata diatas adalah melainkan agar mereka mau beribadah dengan sukarela
ataupun terpaksa itu adalah orang-orang yang diperbuatnya dilihat oleh orang lain, tidak
mutlak hanya karena Allah SWT.
Mujahid menafsirkan bahwa makna firman tersebut adalah Melainkan untuk
mengenal-Ku. Pendapat ini mengundang komentar dari Ats Tsa labi, ia mengatakan:
pendapat mujtahid sangat baik, alasanya karena memang apabila Allah tidak menciptakan
mereka maka tentu mereka tidak akan mengetahui keberadan-Nya dan Keseaan-Nya. Dalil
yang dapat memperkuat penafsiran ini adalah firman Allah SWT.

5 Ibid.
6 Ahmad Musthafa Al Maraghi, Tafsir Al Maraghi, (Semarang: Toha Putra, 1989), h. 21

5
Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan
mereka, niscaya mereka menjawab: "Allah", maka bagaimanakah mereka dapat
dipalingkan (dari menyembah Allah). (QS. Az-Zukhruf/ 43 : 87)
Dalam Firman Allah yang lainya







Dan sungguh jika kamu tanyakan kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan
langit dan bumi?", niscaya mereka akan menjawab: "Semuanya diciptakan oleh
Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui". (QS. Az-Zukhruf/ 43: 9)
Niscaya mereka akan menjawab: Semuanya diciptakan oleh Maha perkasa lagi Maha
Menegatahui. Sebuah riwayat lain dari mujtahid yang menafsirkan ayat ini menyebutkan
bahwa, bahwa makna dari kalimat tersebut adalah melainkan Aku dapat memerintahkan
dan melarang mereka.

C. QS. Al-Alaq/ 19 ayat 14


1. Bunyi ayat dan Terjemahan




Tidaklah dia mengetahui bahwa sesungguhnya Allah melihat segala perbuatannya?
2. Tafsir
Apakah orang yang melarang sholat, mendustakan kebenaran dan berpaling darinya
itu mengetahui bahwa Allah melihat perbuatannya setiap saat. Artinya bahwa penyebab
perbuatan semena-mena dan melampaui batas dengan melarang orang lain mengerjakan
sholat, padahal dia berada di atas petunjuk Allah dan selalu menyuruh kepada ketaqwaan
adalah ketidak percayaannya bahwa Allah melihat segala amal perbuataannya. Kalau dia
yakin Allah melihat perbuataannya tentunya dia tidak melakukan tindakan semena-mena
tersebut.7

D.QS. Asy-Syam/ 91 ayat 9


1. Bunyi ayat dan Terjemahan

7 Imam Asy-Syaukani, Fathul Qadir, (Jakarta: Pustaka Azam, 2007), h. 590

6




Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu.
2. Tafsir
Al Imam Abi Suud mengatakan: Dalam ayat ini Allah SWT menjelaskan orang-
orang mukmin yang akan mendapat keberuntungan yaitu orang yang menunaikan zakat
wajib dan darma yang dianjurkan. Setelah pada ayat sebelumnya menjelaskan tentang
orang yang mengerjakan shalat dengan khusuk, hal ini menunjukkan bahwa mereka telah
mencapai puncak tujuannya yaitu taat dalam ibadah, menjalankan ibadah baik dengan
anggota badan maupun dengan harta, serta menjauhkan diri dari apa-apa yang diharamkan
oleh Allah dan segala sesuatu yang harus ditinggalkan dengan suka rela. Untuk itu orang-
orang mukmin yang sempurna imannya adalah orang-orang yang mensucikan diri dan
hartanya.
Menurut Ash Shawi dalam syarah tafsir jalalain mengatakan bahwa kata zakat pada
ayat ini ialah harta yang dikeluarkan bila telah mencapai nisab, baik 2,5%, 5% atau 10%,
dengan ia tidak merasa khawatir bahwa bertanya akan berkurang.8 Hal ini sesuai dengan
arti zakat secara bahasa yang berarti suci dan berkembang, ini karena dengan menafkahkan
harta dapat mengantarkannya kepada kesucian jiwa si pemberi dan dapat menjadi
penyebab bagi berkembangnya harta itu.9

E.QS. Al-Muminun/ 23 ayat 1-10


1. Bunyi ayat dan Terjemahan


.
.



.
.

.





.


8 Muhammad Abi Sood, Al Aql al Salim ila mazayah Al Quran al Karim III, (Bairut: Daar
Ahya Turats al Arabi, 1974), h. 124
9 Ahmad al Shawi al Maliki, Hasyiyah alAlamah al Shawi ala al jalalain VI. (Kairo: al
Istiqomah, 1371 H), h. 112

7
. .







.
.



Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang
khusyu' dalam sembahyangnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari
(perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan
zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri
mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada
tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang
melampaui batas. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang
dipikulnya) dan janjinya. Dan orang-orang yang memelihara sembahyangnya. Mereka
itulah orang-orang yang akan mewarisi.

2. Tafsir
Ayat 1-2: Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman yaitu orang-orang
yang khusuk dalam sholatnya.
Kata qod aflaha dalam ayat di atas yang kalau diartikan ke dalam Bahasa
Indonesia berarti sesungguhnya telah beruntunglah, yakni pasti akan mendapatkan apa
yang didambakan oleh orang-orang yang mantap imannya dan mereka buktikan dengan
melakukan amal-amal shaleh, karena iman dan amal sholeh merupakan kunci surga. Yaitu
orang-orang mukmin yang khusuk dalam sholatnya. Khusuk artinya tenang, rendah hati
lahir dan batin.10
Imam Ibnu Katsir mengatakan bahwa yang dimaksud dengan beruntunglah ialah karena
mereka akan meraih surga karena mereka khusuk dalam sholatnya yakni qolbu mereka
khusuk dengan mereka merendahkan diri meng- konsentrasikan qalbunya terhadap sholat,
mencurahkan perhatiannya kepada sholat dan memprioritaskan sholat dari perbuatan lain.
Pada saat itulah tercipta ketenangan dan kesenangan diri.11
Al Imam ar-Razi mengatakan bahwa apabila seorang sedang melak- sanakan shalat
maka terbukalah tabir antara dia dengan Allah, tetapi begitu ia menoleh akan mengangkat
pandangan ke langit, maka tabir itupun tertutup. Walaupun ada ulama yang mengatakan
bahwa yang dimaksud dengan khusuk adalah anggota badan dengan tidak bergerak dan
berpaling. Ada juga yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan khusus adalah hati
dengan perhatian, konsentrasi dalam shalat. Untuk itu menurut Imam al Razi yang lebih
10 M. Quraish Shihab, Tafsir al Misbah IX, (Jakarta: Lentera Hati, 2006), h. 146
11 Muhammad Ali ash Shabuni, Muhtashar Tafsir Ibnu Katsir II, (Bairut: Daar al Quran al
Karim, 1981), h. 560

8
baik khusuk itu kedua-duanya anggota badan dan hati. Hal ini sejalan dengan hadits Nabi
SAW ketika beliau melihat orang yang sedang shalat sambil mengusap j enggotnya, lalu
nabi bersabda: Lau khusiat qalbahu la sakanat, jawarihuhu (andaikata hatinya khusuk
tentu ia tidak banyak bergerak).12
Ayat 3: Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang tidak
berguna.
Selanjutnya ayat ini diawali dengan huruf wawu yang dalam bahasa Indonesia
berarti dan maksudnya selain mereka yang disebut pada ayat sebelumnya yang akan
memperoleh keberuntungan dan kebahagiaan, juga orang-orang yang terhadap al-Lagwu
yakni terhadap hal-hal yang tidak bermanfaat, tidak memberi perhatian atau menjauhkan
diri secara lahir dan batin dari hal-hal tersebut.
Untuk itu orang mukmin yang bahagia ialah yang selalu menjaga waktu dan
umurnya dari hal-hal yang sia-sia yakni dari kebatilan yang meliputi syirik, kemaksiatan
dan hal-hal yang tidak berguna yang menyangkut perkataan dan perbuatan, yang haram
maupun yang makruh.13
Sebagaimana ia khusuk dalam shalat, ia juga berpaling dari segala perbuatan yang tidak
berguna bagi dirinya dan orang lain. Ia selalu menjauhkan diri dari perbuatan kedzaliman,
kehinaan kepada orang lain, korupsi, penyelewengan, menerima suap, pemborosan,
penghamburan uang bukan pada tempatnya.
Mereka yakin bahwa seluruh ucapan dan perbuatan mereka akan dicatat oleh
malaikat dan akan diperlihatkan pada hari qiyamat nanti, dan dijadikan bahan untuk
mengadili mereka sendiri.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas mereka tidak mengerjakan hal-hal yang tidak
berguna, karena yang tidak berguna menurut mereka hanya akan menimbulkan kerugian
dan penyesalan.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh at Tirmidzi dari Abi Hurairah yang
artinya: Rasulullah SAW bersabda: Sebagian dari kebaikan keIslaman seseorang ialah
meninggalkan sesuatu yang tidak berguna baginya. (HR Tirmidzi, Hadits Hasan).
Abi Dzar dalam beberapa riwayat mengatakan, bahwa barang siapa yang menilai
ucapan dengan perbuatannya, maka ia akan sedikit bicara dalam hal- hal yang tidak

12 Al Imam Fahrur al Razi, Al Tafsir al Kabir XII, (Mesir: Matbaah at Taufiqiyah, tt), h. 71
13 M. Quraish Shihab, Tafsir al Misbah IX,, h. 147

9
berguna baginya. Selanjutnya al Hasan mengatakan, tanda- tanda bahwa Allah menj
auhkan diri dari seseorang yaitu apabila orang itu sibuk bagi hal-hal yang tidak berguna
bagi kepentingan dunia dan akherat.14
Imam Malik mengatakan, telah sampai kepadanya keterangan bahwa seseorang
mengatakan kepada Luqman: Apa yang menjadikan engkau mencapai derajat seperti
yang kami saksikan sekarang ini? Lukman al Hakim menjawab: Berkata benar,
menunaikan amanat dan meninggalkan apa saja yang tidak berguna bagi diriku.15

Ayat 4: Dan orang-orang yang menunaikan zakat.


Sebagaimana ayat-ayat sebelum nya, ayat ini dimulai dengan huruf wawu yang
berarti dan, yang bermaksud bahwa di samping mereka yang akan mendapat
kebahagiaan ialah orang yang suka mengeluarkan zakat dan memberi derma yang
dianjurkan sebagai usaha untuk membersihkan diri dan hartanya dari sifat kikir, tamak dan
serakah hanya mengutamakan diri sendiri (egois), dan juga untuk meringankan penderitaan
hamba-hamba Allah yang serba kekurangan. Hal ini sesuai dengan firman Allah:




Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu.
Al Imam Abi Suud mengatakan: Dalam ayat ini Allah SWT menjelaskan orang-
orang mukmin yang akan mendapat keberuntungan yaitu orang yang menunaikan zakat
wajib dan darma yang dianjurkan. Setelah pada ayat sebelumnya menjelaskan tentang
orang yang mengerjakan shalat dengan khusuk, hal ini menunjukkan bahwa mereka telah
mencapai puncak tujuannya yaitu taat dalam ibadah, menjalankan ibadah baik dengan
anggota badan maupun dengan harta, serta menjauhkan diri dari apa-apa yang diharamkan
oleh Allah dan segala sesuatu yang harus ditinggalkan dengan suka rela. Untuk itu orang-
orang mukmin yang sempurna imannya adalah orang-orang yang mensucikan diri dan
hartanya. Menurut Ash Shawi dalam syarah tafsir jalalain mengatakan bahwa kata zakat

14 Sayyid Sabiq, Ash Sholatu wa atgaruhu fi al nafs, dalam Khutbah Jumah Walidain,
(Mesir: Daar al Maarif, 1982), h. 45
15 Ibnu Daqiq Alied, Syarah Arbain al Nawawiyah, (Mesir: Daar al Ilmi lil Malayin,
1970), h. 90

10
pada ayat ini ialah harta yang dikeluarkan bila telah mencapai nisab, baik 2,5%, 5% atau
10%, dengan ia tidak merasa khawatir bahwa bertanya akan berkurang.16
Ayat 5-6-7: Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri
mereka atau budak budak yang mereka miliki; maka mereka sesungguhnya dalam hal ini
tiada tercela. Barang siapa mencari di balik itu, maka itulah orang-orang yang melampaui
batas.
Dalam ayat ini Allah Swt menerangkan sifat-sifat orang mukmin yang akan
mendapatkan kebahagiaan yaitu orang-orang yang suka mejaga kemaluanya dari perbuatan
keji seperti berzina, mengerjakan perbuatan kaum Luth (homoseksual).17
Selanjutnya Yusuf Ali mengatakan seorang mukmin harus menjaga diri dari, perbuatan
seksual yang tercela atau perbuatan kelamin yang menyimpang segala macam, selanjutnya
ia mengutip pendapat Freud Bapak ilmu psikologi, modern yang telah melacak gerak-gerik
seks yang masih tersembunyi, dan sudah menjadi pengetahuan umum bahwa kemajuan
dan kemunduran kita dapat diukur dengan kelakuan kita yang tersembunyi mengenai
naluri seks itu. Tetapi sekalipun bimbingan seks yang wajar dan syah masih terbatas pada
ikatan perkawinan, yang memelihara dan mengatur hak-hak kedua belah pihak.18
Adapun firman Allah: Illaala azwajihim auw ma malakat aimaa nuhum (kecuali
terhadap pasangan pasangan mereka atau budak wanita mereka miliki). Potongan ayat ini
dijadikan alasan oleh Imam Syafii diharamkan onani/masturbasi, karena penyaluran
kebutuhan seks hanya dibenarkan dengan istri-istri yang syah atau dengan budak-budak
jika masih ada. Namun sekarang ini tidak ada lagi, pembantu-pembantu rumah tangga atau
tenaga kerja wanita yang bekerja atau dipekerjakan di dalam dan luar negeri, sama sekali
tidak bisa dipersamakan ketika turun ayat. Hal ini karena Islam hanya membolehkan
perbudakan melalui perang, itupun kalau peperangan agama dan musuh menjadikan
tawanan kaum muslimin sebagai budak-budak, sedang kan para pekerja wanita itu adalah
manusia-manusia merdeka meskipun mereka miskin dan butuh pekerjaan.

16 Muhammad Abi Sood, Al Aql al Salim ila mazayah Al Quran al Karim III, (Bairut:
Daar Ahya Turats al Arabi, 1974), h. 124
17 M. Quraish Shihab, Tafsir al Misbah IX,, h. 154
18 Al Thabari, Jamiul Bayan an Tawil ayilal Quran V, (Bairut: Muassasah ar Risalah,
2002), h. 350

11
Ayat 8: Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulkan) dan
janji-janjinya.
Dalam ayat ini Allah SWT menjelaskan sifat lain orang-orang mukmin yang akan
mendapat keberuntungan, yaitu orang mukmin yang suka memelihara amanat-amanat yang
dipikul kannya, baik amanat itu dari Allah maupun sesama manusia.19 Bila dititipkan uang
ataupun barang maka mereka menyampaikan amanat itu sebagaimana mestinya dan tidak
berkhianat. Demikian pula bila mengadakan perjanjian ia akan memenuhinya dengan
sempurna. Tidak seperti kaum munafik yang disifati oleh Nabi Saw yang artinya: Tanda-
tanda orang-orang munafiq ada 3, apabila berkata berdusta, apabila berjanji mengingkari,
dan apabila diserahi amanat berkhianat
Ayat 9: Dan orang-orang yang memelihara shalat-shalatnya.
Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan bahwa ayat ini yang ke-9 ini tidak sama
dengan ayat kedua dari surat ini, sebab pada ayat kedua mengandung perintah khusuk
dalam shalat sebagai sifat orang mukmin yang akan mendapatkan kemenangan, sedangkan
dalam ayat ini Allah SWT menerangkan tentang orang mukmin yang akan mendapat
kemenangan yaitu orang mukmin yang selalu memelihara dan memperhatikan shalat nya
lima waktu dengan memenuhi persyaratan dan sebab-sebanya.20
Wahbah Zuhaili mengatakan bahwa yang dimaksud dengan memelihara shalatnya
dalam ayat ini adalah yang selalu memelihara shalatnya dengan tertib dan teratur, seperti
dilakukan tepat pada waktunya, menyempurnakan rukun dan syarat-syaratnya.21
Ayat 10: Mereka itulah pewaris-pewaris orang-orang yang akan mewarisi surga
firdaus.
Ayat 10 dalam surat ini menunjukkan orang-orang mukmin dengan firman-Nya.
Ulaika/mereka itulah yang mengandung sifat-sifat yang sangat tinggi dan luhur yang akan
menjadi pewaris atas janji dan anugerah Allah, yang merupakan puncak surga lagi yang
istimewa, mereka secara khusus akan berbeda di dalamnya. Mereka di sana adalah orang-
orang yang kekal dalam kenikmatan dan kebahagiaan. Dalam sebuah hadits yang
diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim bahwa Rasullah SAW bersabda: Apabila kalian

19 Abdullah Yusuf Ali, Al Quran dan Terjemah dan Tafsirnya, Penterj. Ali Audah.
Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993), h. 863
20 M. Quraish Shihab, Tafsir al Misbah IX,, h. 560
21 Muhammad Ali ash Shabuni, Muhtashar Tafsir Ibnu Katsir II, , h. 560

12
meminta surga, mintalah surga firdaus, karena ia merupakan tingkatan surga yang paling
tinggi dan berada di tengahengah surga, dari situlah sungai-sungai surga mengalir
diatasnya arsy ar rahman.
Kata Al-Waritsun dan yarittsun yang terambil dari akar kata yang terdiri dari huruf-
huruf wawu-ra dan tsa. Maknanya berkisar pada peralihan sesuatu kepada yang lain.
Untuk itu ada yang memahaminya bahwa sifat-sifat orang mukmin seperti diuraikan dalam
ayat-ayat yang lalu, akan mewarisi yakni akan dialihkan kepada mereka surga yang
tadinya Allah telah siapkan untuk semua manusia. Akan tetapi diantara mereka ada yang
kafir maka mereka tidak berhak memperolehnya. Dan dengan demikian surga yang Allah
siapkan buat orang-orang kafir diwarisi yaitu beralih kepemilikannya kepada orang-orang
mukmin.22
Pengulangan kata yaritsun setelah sebelumnya dinyatakan bahwa mereka adalah al
waritsun bertujuan mengundang perhatian pendengar, karena pada ayat 10 diatas belum
lagi disebut apa yang diwarisi, sehingga pasti timbul di benak pendengar. Maka dari sinilah
ayat 11 surat al mukminun menjelaskan bahwa di warisi itu adalah surga firdaus.

F. QS. Al-Maidah/ 5 ayat 90


1. Bunyi ayat dan Terjemahan










Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban
untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan.
Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.
2. Tafsir
Di dalam Tafsir Al-Misbah, Quraish Shihab menjelaskan bahwa Allah kini
menyinggung soal minuman yang terlarang dan yang biasa berkaitan dengan minuman itu.
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar dan segala yang
memabukkan walau sedikit, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan
panah, adalah perbuatan keji dari aneka kekejian yang termasuk perbuatan syaitan. Maka,

22 Wahbah al Zuhaili, Tafsir al Munir XVIII, (Damascus: Daar al Fiqr, 1991), h. 13

13
karena itu, jauhilah ia, yakni perbuatan perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan
dengan memperoleh semua yang kamu harapkan.
Imam Bukhari ketika menjelaskan perintah larangan-larangan itu mengemukakan
bahwa, karena minuman keras merupakan salah satu cara yang paling banyak
menghilangkan harta, disusulnya larangan meminum khamar dengan perjudian. Dan,
karena perjudian merupakan salah satu cara yang membinasakan harta, pembinasaan harta
disusul dengan larangan pengagungan terhadap berhala yang merupakan pembinasaan
agama.
Mayoritas ulama memahami bahwa pengharaman khamar dan pemahamannya
sebagai rijs/keji serta perintah menghindarinya sebagai bukti bahwa khamr adalah sesuatu
yang najis karena dampak buruknya terlalu banyak. Memang, kata ini digunakan juga oleh
bahasa Arab dalam arti sesuatu yang kotor atau najis. FirmanNya: Fajtanibuhu maka
hindarilah, ia mengandung kewajiban menjauhinya dari segala aspek pemanfaatan. Bukan
saja tidak boleh diminum, tetapi juga tidak boleh dijual, dan tidak boleh dijadikan obat.
Demikian pendapat al-Qurthubi.23

G.QS. Al-Jumuah/ 62 ayat 9-10


1. Bunyi ayat dan Terjemahan



.











Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, maka
bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian
itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila telah ditunaikan shalat, maka
bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah
banyak-banyak supaya kamu beruntung.

2. Asbabun Nuzul

23 M. Quraisy Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Alquran, Volume
3, (Jakarta: Lentera Hati, 2009), h. 236.

14
a. Di riwayatkan dari imam Ahmad, Bukhari Muslim dan Tirmidzi meriwayatkan dari Jabir
bin Abdillah ra. Bahwa ia berkata, yang artinya: Tatkala Nabi Muhammad SAW
berkhutbah pada hari jumat, tiba-tiba datang kafilah ke Madinah, kemudian
bergegaslah Sahabat-sahabat Rasulullah hingga tidak ada yang tertinggal melainkan
dua belas orang termasuk aku, Abu bakar dan Umar. Maka turunlah ayat ini..
b. Ibnu Katsir meriwayatkan dari Abi Yala dengannya, sampai kepada Jabir bin Abdillah,
bahwa ia berkata:

, .

,
: ,

(. . . . . ) : ,
Artinya: Tatkala Nabi saw sedang berkhotbah pada hari Jumat kemudian tiba kafilah
ke Madinah lalu sahabat-sahabat Rasulullah saw bersabda melainkan dua belas
orang. Kemudian Rasulullah bersabda: Demi Dzat yang diriku dalam kekuasaanNya
kalau kamu ikuti mereka sehingga tidak ada seorangpun yang tertinggal tertu akan
mengalir kepadamu lembah yang penuh api.24 Kemudian turun ayat


3.Tafsir
a. Hari jumat di masa jahiliyah disebut hari Arubah, sedang orang yang pertama kali
menyebutnya hari Jumat adalah Kaab bin Luay. Dan diriwayatkan bahwa sebabnya
disebut demikian, karena penduduk Madinah berkumpul sebelum Nabi SAW datang,
kemudian orang-orang Anshar berkata: Kaum Yahudi mempunyai hari dimana pada
setiap minggu mereka berkumpul pada hari itu, demikian juga kaum Nasrani, maka
marilah kita mencari hari yang kita pergunakan untuk berkumpul pada hari itu,
berdzikirlah dan bersyukur kepada-Nya. Lalu mereka menyambut: Hari Sabtu milik
kaum Yahudi, hari Ahad milik kaum Nasrani, maka pakailah hari Arubah (untuk kita).

24 Muhammad Ali As-Shabuni, Terjemah Tafsir Ayat Ahkam ash- Shabuni 3, Penerjemah:
Muammal Hamidy, dkk, (Surabaya: PT Bina Ilm, 2003), h. 219-220

15
Kemudian mereka menemui Asad bin Zurarah. Lalu Asad shalat bersama mereka dua
rakaan bersama pada hari Arubah itu, maka hari itu kemudian disebut hari Jumah
karena pada hari itu mereka berkumpul. Lalu mereka menyembelih seekor kambing
untuk makan malam. Itulah permulaan Jumatan dalam Islam.25
b.Firman Allah Maka segeralah ingat kepada Allah adalah suatu ungkapan yang lembut,
yaitu hendaknya seorang mukmin menegakkan sholat jumat dengan kesungguhan dan
penuh kegairahan, sebab lafal As-sayu mengandung arti kehendak, kesungguhan dan
tekad yang bulat. Tidak berarti lari, sebab hal itu di larang.
Al-Hasan berkata: Demi Allah maksudnya As-sayu itu bukan segera dalam arti lari
dengan kaki, tetapi dengan tekad dalam hati dan niat yang didasari rasa senang. Kaum
muslimin dilarang menuju tempat shalat kecuali dalam keadaan tenang.26
Dari Abu Qatadah, Ia berkata, ketika kami shalat bersama Nabi SAW, tiba-tiba terdengar
kegaduhan beberapa orang lelaki, ketika beliau selesai shalat, beliau menanyakan, Ada
apa kamu? Mereka menjawab, Kami bergegas untuk shalat. Beliau mengatakan,
Janganlah kamu lakukan itu, Apabila kamu mendatangi shalat, maka berjalanlah kamu
dengan tenang. Kerjakanlah shalat yang kamu dapati dan sempurnakanlah shalat yang
kamu ketinggalan.27
c.Firman Allah Dan tinggalkanlah jual beli itu, yang dimaksud adalah segala macam
muamalah seperti jual beli, sewa-menyewa, dan sebagainya. Bentuk seperti ini disebut
majas mursal.
Abu Hayyan berkata: Disebutnya jual beli dalam konteks ini adalah karena dalam hal
inilah kebanyakan kesibukan yang dialami oleh para pedagang, terutama mereka yang
datang dari desa-desa. Kebanyakan mereka itu tetap berada di pasar-pasar sampai siang
hari, maka mereka diperintah oleh Allah supaya segera menuju perdagangan akhirat dan
pada saat itu dilarang mengurus perdagangan dunia sampai selesai menunaikan ibadah
shalat Jumat.28

25 Ibid, h. 220-221
26 Ibid, h. 221
27 Ahmad Mustofa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir al-Maraghi, Juz. 28, Penerjemah: Bahrun
Abu Bakar, dkk, (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1974), h.164
28 Muhammad Ali As-Shabuni, Terjemah Tafsir Ayat Ahkam ash- Shabuni 3, , h. 221

16
d.Ulama Salaf As-Ahalih mengikuti Nabi saw dalam semua perbuatan, gerak-gerik,
bahkan diamnyapun, sampai hal-hal yang mereka tidak mengetahui apa rahasia amalan
itu dikerjakan oleh Nabi SAW. Hal itu tidak lain karena begitu cintanya mereka kepada
Nabi SAW. Ada satu riwayat mengatakan bahwa sebagian mereka apabila usai shalat
Jumat, beliau biasa ke pasar kemudian berkeliling-keliling sejenak lalu kembali ke
masjid kemudian shalat. Lalu ditanya kepadanya: Mengapa anda berbuat seperti itu?
Ia menjawab: Sungguh aku pernah melihat Rasulullah SAW berbuat begitu, sambil
membaca firman Allah. Dan apabila shalat telah usai ditunaikan, maka bertebaranlah
untuk mengurus kepentingan duniawi.29

H.QS. An-Nahl/ 16 ayat 97


1. Bunyi ayat dan Terjemahan
















Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam
keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang
baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang
lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.
2. Tafsir
Dalam menafsirkan Surat An-Nahl 97 ini, Quraish Shihab menjelaskan dalam
kitabnya tafsir Al-Misbah sebagai berikut:
Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, apapun jenis kelaminnya, baik laki-laki
maupun perempuan, dalam keadaan beriman yakni amal yang dilakukannya lahir
atas dorongan keimanan yang shahih maka sesungguhnya pasti akan kami berikan
kepadanya masing-masing kehidupan yang baik di dunia ini dan sesungguhnya akan
kami berikan balasan kepada mereka semua di dunia dan di akhirat dengan pahala
yang lebih baik dan berlipat ganda dari apa yang telah mereka kerjakan.30
Tafsir dari balasan dalam keterangan diatas adalah balasan di dunia dan di akhirat. Ayat
ini menegaskan bahwa balasan atau imbalan bagi mereka yang beramal saleh adalah
imbalan di dunia dan imbalan di akhirat. Amal menurut Muhammad Abduh sebagaimana
29 Ibid, h. 222
30 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran, (Jakarta:
Lentera hati, 2002), h. 342

17
dikutip oleh Didin Hafidhuddhin dan Hendri Tanjung merupakan segala perbuatan yang
berguna bagi pribadi, keluarga, kelompok, dan manusia secara keseluruhan. Sementara
menurut Syeikh Az-Zamakhsari, amal saleh adalah segala perbuatan yang sesuai dengan
dalil akal, Al-Quran atau sunnah Nabi Muhammad SAW.31
Menurut definisi Muhammad Abduh dan Zamakhsari di atas maka seseorang yang
bekerja pada suatu badan usaha (perusahaan) dapat dikategorikan sebagai amal saleh,
dengan syarat perusahaannya tidak memproduksi atau menjual atau mengusahakan barang-
barang yang haram. Dengan demikian maka seorang karyawan yang bekerja dengan benar,
maka akan menerima dua imbalan, yaitu imbalan di dunia dan imbalan di akhirat.32

I.QS. Thaha/ 20 ayat 124-126


1. Bunyi ayat dan Terjemahan








.




.
Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya
penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam
keadaan buta". Berkatalah ia: "Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku
dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?". Allah
berfirman: "Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu
melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamupun dilupakan".

2. Tafsir
Allah Taala berfirman kepada Adam, Hawa, dan iblis,Turunlah kalian dari surga.
Hal ini telah kami paparkan dalam surat al-Baqarah. Sebagian kamu menjadi musuh bagi
sebagian yang lain. Maksudnya, Adam berserta keturunannya dan iblis beserta
keturunannya. Firman Allah Taala, Maka jika datang kepadamu petunjuk dari-Ku. Abu
al-Aliyah menafsirkan petunjuk sebagai para rasul, nabi, dan keterangan. Lalu
barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, dia tidak akan sesat dan tidak akan celaka
Ibnu Abbas menafsirkan, Tidak akan sesat di dunia dan tidak akan celaka di akhirat.

31 Didin Hafidhuddin dan Hendri Tanjung, Sistem Penggajian Islami, (Jakarta: Raih Asa
Sukses, 2008), h. 26
32 Ibid.

18
Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, yaitu menyalahi perintah yang telah
Aku turunkan kepada rasul-Ku, melupakannya, dan mengambil selain petunjuk rasul
itu,maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit di dunia sehingga dia tidak
memiliki ketenteraman dan kelapangan dada. Bahkan hatinya itu sempit lantaran
kesesatannya, walaupun ia dianugerahi harta dunia yang melimpah. Dunia itu tidak dapat
meloloskannya kepada keyakinan dan hidayah. Dia senantiasa berada dalam kegalauan,
kebimbangan, dan keraguan. Sementara di akhirat ada azab kubur yang menantinya.
Sehubungan dengan firman Allah Taala, Maka sesungguhnya baginya kehidupan yang
sempit.33
Firman Allah Taala,Dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam
keadaan buta. Ikrimah berkata,Dia dibuat buta terhadap segala perkara kecuali
Jahanam. Mungkin pula yang dimaksud oleh ayat ini ialah Allah akan membangkitkan
atau menghimpunkannya ke dalam meraka dalam keadaan buta mata lahir dan batin. Hal
ini seperti firman Allah, Dan Kami akan menghimpunkan mereka pada hari kiamat di atas
wajah mereka dalam keadaan buta, bisu, dan tuli. Tempat tinggal mereka adalah Jahanam.
(al-Israa': 97) Karena itu, dia berkata, Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan
aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulu ketika di dunia adalah seorang yang
melihat? Allah berfirman, "Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka
kamu melupakannya, dan begitu pula hari ini kamu pun dilupakan. Tatkala kamu
berpaling dari ayat-ayat Allah dan kamu memperlakukannya seperti perlakuan yang tidak
mengingatnya setelah ayat itu disampaikan kepadamu, dan kamu pun berpaling dan
melupakan ayat-ayat itu, maka hari ini pun Kami akan memperlakukanmu dengan
perlakuan orang yang melupakanmu. "Maka pada hari ini Kami melupakan mereka
sebagaimana mereka telah melupakan pertemuannya dengan hari ini. Barangsiapa yang
menepuk air di dulang, tepercik muka sendiri.
Adapun lupa terhadap bacaan Al-Quran,sedang maknanya tetap dipahami dan
ketentuannya dilaksanakan, maka tidaklah termasuk ke dalam ancaman ayat ini, walaupun
hal itu diancam dari segi lain, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Saad bin
Ubadah r.a., dari Nabi saw. beliau bersabda, "Barangsiapa yang menghafal Al-Qur'an lalu

33 Muhammad Nasib Ar-Rifai, Kemudahan dari Allah: Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir,
Penerjemah Syihabuddin, (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), h. 245

19
dia lupa, maka dia bertemu dengan Allah pada hari pertemuan dengan-Nya dalam
keadaan berpenyakit kusta. (HR Ahmad)34

34 Ibid, h. 246

20
BAB III
KESIMPULAN

Tujuan hidup manusia memiliki arti yang sangat penting, sebab la menentukan arti atau
makna kehidupannya. Manusia akan berpikir dan bekerja siang malarn dengan segala
pengorbanan untuk mencapai apa apa yang menjadi tujuannya. Berkaitan dengan tujuan
hidup ini, Alquran telah memberikan informasi yang menjadi dasar dan pondasi kehidupan
manusia. Sebab ia merupakan pedoman bidup bagi manusia.
Tujuan ekonomi Islam tidak bisa dilepaskan dari tujuan penciptaan manusia di muka
bumi. Ini karena, kegiatan berekonomi tidak bisa dipisahkan dari akitivitas manusia di
muka bumi. Inilah mengapa Islam juga mengatur segala sesuatunya yang berkaitan dengan
aktivitas manusia dalam berekonomi.

21
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Yusuf Ali, Alquran dan Terjemah dan Tafsirnya, Penterj. Ali Audah. Jakarta:
Pustaka Firdaus, 1993
Ahmad al Shawi al Maliki, Hasyiyah alAlamah al Shawi ala al jalalain VI. Kairo: al
Istiqomah, 1371 H
Ahmad Musthafa Al Maraghi, Tafsir Al Maraghi, Semarang: Toha Putra, 1989
Ahmad Mustofa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir al-Maraghi, Juz. 28, Penerjemah: Bahrun
Abu Bakar, dkk, Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1974
Al Imam Fahrur al Razi, Al Tafsir al Kabir XII, Mesir: Matbaah at Taufiqiyah, tt
Al Thabari, Jamiul Bayan an Tawil ayilal Quran V, Bairut: Muassasah ar Risalah, 2002
Didin Hafidhuddin dan Hendri Tanjung, Sistem Penggajian Islami, Jakarta: Raih Asa
Sukses, 2008
H.D.M. Dahlan dan Syihabuddin, Kunci-kunci Mengucapkan isi Al-Quran, Bandung:
Pustaka Fitri,2001
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Arif%20Wibowo,%20MEI/ISLAMIC
%20FINANCE%2001%20-%20TUJUAN%20EKONOMI%20ISLAM.pdf,
diakses pada tanggal 24 Februari 2017.
Ibnu Daqiq Alied, Syarah Arbain al Nawawiyah, Mesir: Daar al Ilmi lil Malayin, 1970
Imam Asy-Syaukani, Fathul Qadir, Jakarta: Pustaka Azam, 2007
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran, Bandung, Mizan,1992
M. Quraish Shihab, Tafsir al Misbah IX, Jakarta: Lentera Hati, 2006
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran, Jakarta:
Lentera hati, 2002
M. Quraisy Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Alquran, Volume 3,
Jakarta: Lentera Hati, 2009
Muhammad Abi Sood, Al Aql al Salim ila mazayah Al Quran al Karim III, Bairut: Daar
Ahya Turats al Arabi, 1974
Muhammad Ali ash Shabuni, Muhtashar Tafsir Ibnu Katsir II, Bairut: Daar al Quran al
Karim, 1981
Muhammad Ali As-Shabuni, Terjemah Tafsir Ayat Ahkam ash- Shabuni 3, Penerjemah:
Muammal Hamidy, dkk, Surabaya: PT Bina Ilm, 2003

22
Muhammad Nasib Ar-Rifai, Kemudahan dari Allah: Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir,
Penerjemah Syihabuddin, Jakarta: Gema Insani Press, 2000
Sayyid Sabiq, Ash Sholatu wa atgaruhu fi al nafs, dalam Khutbah Jumah Walidain, Mesir:
Daar al Maarif, 1982
Syaikh Imam Al Qurthubi, Tafsir Al Qurthubi, Jakarta:Pustaka Azzam, 2009
Wahbah al Zuhaili, Tafsir al Munir XVIII, Damascus: Daar al Fiqr, 1991

23

Anda mungkin juga menyukai