Anda di halaman 1dari 17

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi
Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya disertai
atau dipicu oleh rhinitis sehingga sering disebut rinosinusitis. Apabila mengenai beberapa
sinus disebut multisinus, sedangkan apabila mengenai semua sinus disebut pansinusitis. Yang
paling sering ditemukan ialah sinusitis maksilaris dan sinusitis etmoid, sinusitis frontal dan
sinusitis sfenoid lebih jarang. Sinus maksila disebut juga antrum Highmore, letaknya dekat
akar gigi rahang atas, maka infeksi gigi lebih mudah menyebar ke sinus, disebut sinusitis
dentogen.1

1.2 Epidemiologi
Angka kejadian sinusitis akut mendekati 3 dalam 1000 orang. Sedangkan sinusitis
kronis lebih jarang kira-kira 1 dalam 1000 orang. Bayi dibawah 1 tahun tidak menderita
sinusitis karena pembentukan sinusnya belum sempurna, tetapi sinusitis dapat terjadi pada
berbagai usia dengan cara lain. Di Amerika diperkirakan lebih dari 30 juta pasien menderita
sinusitis. Prevalensi sinusitis tertinggi pada usia dewasa 18-75 tahun dan kemudian anak-anak
berusia 15 tahun. Pada anak-anak berusia 5-10 tahun, infeksi saluran pernapasan atas
dihubungkan dengan sinusitis akut.2
1.3 Etiologi
Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain :1
1. ISPA akibat virus
2. Rinitis, terutama rinitis alergi
3. Polip hidung
4. Kelainan anatomi: deviasi septum, hipertrofi konka, sumbatan KOM
5. Infeksi tonsil
6. Infeksi gigi
Pada anak, hipertropi adenoid merupakan faktor penting penyebab sinusitis sehingga
perlu dilakukan adenoidektomi untuk menghilangkan sumbatan dan menyembuhkan
rinosinusitisnya. Hipertropi adenoid dapat didiagnosis dengan foto polos leher posisi lateral.
Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan berpolusi, udara dingin dan kering serta
kebiasaan merokok. Keadaan ini lama-lama menyebabkan perubahan mukosa dan merusak
silia.1
Agen etiologi sinusitis dapat berupa :2
1. Virus
Sinusitis virus biasanya terjadi selama infeksi saluran nafas atas ; virus yang lazim
menyerang hidung dan nasofaring juga menyerang sinus. Mukosa sinus paranasalis
berjalan kontinu dengan mukosa hidung dan penyakit virus yang menyerang hidung
perlu dicurigai dapat meluas ke sinus

1
2. Bakteri
Edema dan hilangnya fungsi silia normal pada infeksi virus menciptakan suatu
lingkungan yang ideal untuk perkembangan infeksi bakteri. Infeksi ini seringkali
melibatkan lebih dari 1 bakteri. Paling sering ditemukan adalah Streptococcus
pneumonia (30-50%), Haemophillus influenza (20-40%), Staphylococcus aureus.

1.4 Klasifikasi
Sinusitis diklasifikasikan sebagai sinusitis akut jika periode infeksinya sembuh
dengan terapi medikamentosa tanpa terjadi kerusakan mukosa. Sinusitis kronis adalah
penyakit yang tidak dapat sembuh dengan terapi medikamentosa saja. Untuk kepentingan
praktis, kriteria untuk sinusitis akut dan kronis pada penderita dewasa dan anak
berdasarkan gambaran klinik dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Kriteria sinusitis akut dan kronik pada anak dan dewasa menurut Internasional
Conference on Sinus Disease 1993
KRITERIA SINUSITIS AKUT SINUSITIS KRONIK
Dewasa Anak Dewasa Anak
1. Lama Gejala dan < 8 minggu < 12 minggu 8 minggu 12 minggu
Tanda
2. Jumlah Episode < 4x / tahun < 6x / tahun 4x / tahun 6x / tahun
Serangan akut, masing-masing
berlangsung minimal 10 hari
3. Reversibilitas mukosa Dapat sembuh sempurna Tidak dapat sembuh
sempurna
Dengan medikamentosa Dengan medikamentosa

Konsensus tahun 2004 membagi rinosinusitis menjadi :1


1. Akut : kurang dari 4 minggu
2. Subakut : 4 minggu 3 bulan
3. Kronik : lebih dari 3 bulan

1.5 Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya klirens
mukosiliar di dalam KOM. Mukus juga mengandung substansi antimikrobial dan zat-zat yang
berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama udara
pernafasan.1
Organ-organ yang membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi edema,
mukosa yang saling berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan
ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negatif di dalam rongga sinus yang
menyebabkan terjadinya transudasi. Kondisi ini bisa dianggap sebagai rinosinusitis non-

2
bakterial dan sembuh dalam beberapa hari tanpa pengobatan. Jika kondisi ini menetap, secret
yang terkumpul dalam sinus merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri. Sekret
menjadi purulen. Keadaan ini disebut rinosinusitis akut bakterial dan memerlukan terapi
antibiotik.1
Jika terapi tidak berhasil, inflamasi berlanjut, terjadi hipoksia dan bakteri anaerob
berkembang. Mukosa makin membengkak dan ini merupakan rantai siklus yang terus
berputar sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi kronik yaitu hipertrofi / pembentukan
polip dan kista. Pada keadaan ini mungkin perlu tindakan operasi.1

1.6 Manifestasi Klinis


a. Sinusitis Akut
Dari anamnesis biasanya didahului oleh infeksi saluran pernapasan atas (terutama
pada anak kecil), berupa pilek dan batuk yang lama, lebih dari tujuh hari. Gejala subyektif
terbagi atas gejala sistemik yaitu demam dan rasa lesu, serta gejala lokal yaitu hidung
tersumbat, ingus kental yang kadang berbau dan mengalir ke nasofaring (post nasal drip),
halitosis, sakit kepala yang lebih berat pada pagi hari, nyeri di daerah sinus yang terkena,
serta kadang nyeri alih ke tempat lain.2
1. Sinusitis Maksilaris2
Sinus maksilaris disebut juga Antrum Highmore, merupakan sinus yang sering
terinfeksi oleh karena (1) merupakan sinus paranasal yang terbesar, (2) letak ostiumnya lebih
tinggi dari dasar, sehingga aliran sekret(drainase) dari sinus maksilaris hanya tergantung dari
gerakan silia (3) dasar sinus maksila adalah dasar akar gigi (procesus alveolaris), sehingga
infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis maksila, (4) ostium sinus maksila terletak di meatus
medius di sekitar hiatus semilunaris yang sempit sehingga mudah tersumbat.
Pada peradangan aktif sinus maksila atau frontal, nyeri biasanya sesuai dengan daerah
yang terkena. Pada sinusitis maksila nyeri terasa di bawah kelopak mata dan kadang
menyebar ke alveolus sehingga terasa nyeri di gigi. Nyeri alih dirasakan di dahi dan depan
telinga. Wajah terasa bengkak, penuh dan gigi nyeri pada gerakan kepala mendadak, misalnya
sewaktu naik atau turun tangga. Seringkali terdapat nyeri pipi khas yang tumpul dan
menusuk. Sekret mukopurulen dapat keluar dari hidung dan terkadang berbau busuk. Batuk
iritatif non produktif seringkali ada.

2. Sinusitis Ethmoidalis2

3
Sinusitis ethmoidalis akut terisolasi lebih lazim pada anak, seringkali bermanifestasi
sebagai selulitis orbita. Karena dinding lateral labirin ethmoidalis (lamina papirasea)
seringkali merekah dan karena itu cenderung lebih sering menimbulkan selulitis orbita. Pada
dewasa seringkali bersama-sama dengan sinus maksilaris serta dianggap sebagai penyerta
sinusitis frontalis yang tidak dapat terelakkan.
Gejala berupa nyeri yang dirasakan di pangkal hidung dan kantus medius, kadang-kadang
nyeri di bola mata atau di belakangnya, terutama bila mata digerakkan. Nyeri alih di pelipis,
post nasal drip dan sumbatan hidung.

3. Sinusitis Frontalis2
Sinusitis frontalis akut hampir selalu bersama-sama dengan infeksi sinus ethmoidalis
anterior. Gejala subyektif terdapat nyeri kepala yang khas, nyeri berlokasi di atas alis mata,
biasanya pada pagi hari dan memburuk menjelang tengah hari, kemudian perlahan-lahan
mereda hingga menjelang malam. Pasien biasanya menyatakan bahwa dahi terasa nyeri bila
disentuh dan mungkin terdapat pembengkakan supraorbita.

4. Sinusitis Sfenoidalis2
Pada Sinusitis sfenoidalis rasa nyeri terlokalisasi di verteks, oksipital, di belakang
bola mata dan di daerah mastoid. Namun, penyakit ini lebih lazim menjadi bagian dari
pansinusitis, sehingga gejalanya sering menjadi satu dengan gejala infeksi sinus lainnya.

b. Sinusitis Sub Akut2


Gejala klinisnya sama dengan sinusitis akut hanya tanda-tanda radang akutnya
(demam, sakit kepala hebat, nyeri tekan) sudah reda.

c. Sinusitis Kronis2
Sinusitis kronis berbeda dengan sinusitis akut dalam berbagai aspek, umumnya sukar
disembuhkan dengan pengobataan medikamentosa saja. Harus dicari faktor penyebab dan
faktor predisposisinya. Polusi bahan kimia menyebabkan silia rusak, sehingga terjadi
perubahan mukosa hidung. Perubahan tersebut juga dapat disebabkan oleh alergi dan
defisiensi imunologik, sehingga mempermudah terjadinya infeksi, dan infeksi menjadi kronis
apabila pengobatan sinusitis akut tidak sempurna.
Manifestasi klinisnya bervariasi dari ringan sampai berat, terdiri dari:

4
Gejala hidung dan nasofaring, berupa sekret pada hidung dan sekret pasca nasal (post
nasal drip) yang seringkali mukopurulen dan hidung biasanya sedikit tersumbat.
Gejala laring dan faring yaitu rasa tidak nyaman dan gatal di tenggorokan.
Gejala telinga berupa pendengaran terganggu oleh karena terjadi sumbatan tuba
eustachius
Ada nyeri atau sakit kepala.
Gejala mata, karena penjalaran infeksi melalui ductus nasolakrimalis.
Gejala saluran nafas berupa batuk dan komplikasi di paru berupa bronkhitis atau
bronkhiektasis atau asma bronkhial.
Gejala di saluran cerna mukopus tertelan sehingga terjadi gastroenteritis.

1.7 Diagnosis
1. Anamnesis
Keluhan utama rinosinusitis akut adalah hidung tersumbat disertai nyeri/rasa tekanan
pada muka dan ingus purulen yang sering kali turun ke tenggorokan (post nasal
drip).Dapat disertai gejala sistemik seperti demam dan lesu. Keluhan nyeri di daerah
sinus yang terkena merupakan ciri khas sinusitis akut, serta kadang-kadang nyeri juga
terasa di tempat lain (referred pain). Nyeri pipi menandakan sinusitis maksila, nyeri
diantara atau dibelakang kedua bola mata menandakan sinusitis etmoid, nyeri di dahi
atau di seluruh kepala menandakan sinusitis frontal. Pada sinusitis sphenoid, nyeri
dirasakan di verteks, oksipital, belakang bola mata, dan daerah mastoid.1
Gejala dan tanda :3
1. Kriteria mayor :
- Nyeri di daerah wajah
- Rasa penuh di wajah
- Hidung tersumbat
- Sekret nasal yang purulen
- Drainase yang purulen
- Purulent post nasal drip
- Demam (hanya pada rinosinusitis akut)
2. Kriteria minor :
- Sakit kepala
- Sakit gigi
- Batuk
- Nyeri telinga
Diagnosis sinusitis akut : 2 mayor atau 1 minor dan 2 kriteria minor.

5
2. Pemeriksaan Fisik3
Inspeksi
Diperhatikan adanya pembengkakan pada muka. Pembengkakan di pipi sampai
kelopak mata bawah yang berwarna kemerah-merahan mungkin menunjukkan
sinusitis maksila akut. Pembengkakan di kelopak mata atas mungkin menunjukkan
sinusitis frontal akut. Sinusitis etmoid akut jarang menyebabkan pembengkakan di
luar, kecuali bila terbentuk abses.
Palpasi
Nyeri tekan pada pipi dan nyeri ketok pada gigi menunjukkan adanya sinusitis
maksila. Pada sinusitis frontal terdapat nyeri tekan di dasar sinus frontal, yaitu
pada bagian medial atap orbita. Sinusitis etmoid menyebabkan rasa nyeri tekan di
daerah kantus medius.
Rhinoskopi anterior
Tampak mukosa konka hiperemis dan edema. Pada sinusitis maksila, sinusitis
frontal, dan sinusitis etmoid anterior tampak mukopurulen atau nanah di meatus
medius, sedangkan pada sinusitis etmoid posterior dan sinusitis sphenoid nanah
tampak keluar dari meatus superior. Pada sinusitis akut tidak ditemukan polip,
tumor, maupun komplikasi. Pada sinusitis kronik ditemukan secret kental, purulen
dari meatus media atau meatus superior, dpat juga ditemukan polip.
Rhinoskopi posterior
Tampak mukopus di nasofaring (post nasal drip). Pada sinusitis kronik tampak
secret purulen di nasofaring atau turun ke tenggorok.
3. Pemeriksaan Penunjang
Transiluminasi
Transiluminasi mempunyai manfaat yang terbatas, hanya dapat dipakai untuk
memeriksa sinus maksila dan sinus frontal, apabila fasilitas pemeriksaan radiologi
tidak tersedia. Apabila pada pemeriksaan transiluminasi tampak gelap di daerah
infraorbita, mungkin antrum terisi oleh pus atau mukosa antrum menebal atau
terdapat neoplasma di dalam antrum. Apabila terdapat kista yang besar di dalam
sinus maksila, akan tampak terang, sedangkan pada foto rontgen tampak adanya
perselubungan berbatas tegas di dalam sinus maksila.
Radiologi

6
Apabila dicurigai adanya kelainan di sinus paranasal, maka dilakukan pemeriksaan
radiologi. Posisi rutin yang dipakai ialah posisi Waters, PA, dan lateral. Posisi
Waters terutama untuk melihat adanya kelainan di sinus maksila, frontal dan
etmoid. Posisi PA untuk menilai sinus frontal dan posisi lateral untuk menilai sinus
frontal, sphenoid dan etmoid.
Metode mutakhir yang lebih akurat untuk melihat kelainan sinus paranasal adalah
pemeriksaan CT-scan. Potongan CT-scan yang rutin dipakai adalah koronal dan
aksial. Indikasi utama CT-scan hidung dan sinus paranasal adalah sinusitis kronik,
trauma (fraktur frontobasal), dan tumor.
Sinoskopi
Sinoskopi merupakan pemeriksaan sinus maksila menggunakan endoskop.
Endoskop dimasukkan melalui lubang yang dibuat di meatus inferior. Penggunaan
sinoskopi dapat melihat keadaan di dalam sinus, apakah ada secret, polip, jaringan
granulasi, massa tumor atau kista, bagaimana keadaan mukosa, dan apakah
ostiumnya terbuka.
Pemeriksaan mikrobiologis, sebaiknya diambil sekret dari meatus medius atau
meatus superior. Mungkin ditemukan bermacam-macam bakteri yang merupakan
flora normal di hidung atau kuman patogen, seperti Pneumococcus, streptococcus,
Staphylococcus dan Haemophylus influenzae. Selain itu mungkin juga ditemukan
virus atau jamur.

1.8 Penatalaksanaan
a. Sinusitis Akut
Diberikan terapi medikamentosa berupa antibiotik empirik (2x24 jam). Antibiotik
yang diberikan lini I yakni golongan penisilin atau cotrimoksazol dan terapi tambahan yakni
obat dekongestan oral dan topikal, mukolitik untuk memperlancar drainase dan analgetik
untuk menghilangkan rasa nyeri.2 Dekongestan dalam bentuk tetes hidung atau obat semprot
hidung hanya boleh dipakai selama waktu yang terbatas (karena pemakaian jangka panjang
dapat menyebabkan penyumbatan dan pembengkakan pada saluran hidung. 4 Pada pasien
atopi, diberikan antihistamin atau kortikosteroid topikal. Jika ada perbaikan maka pemberian
antibiotik diteruskan sampai mencukupi 10-14 hari. Jika tidak ada perbaikan maka dilakukan
rontgen-polos atau CT Scan dan atau naso-endoskopi. Bila dari pemeriksaan tersebut

7
ditemukan kelainan maka dilakukan terapi sinusitis kronik. Jika tidak ada kelainan maka
dilakukan evaluasi diagnosis yakni evaluasi komprehensif alergi dan kultur dari fungsi sinus.2

b. Sinusitis Sub Akut2


Terapi mula-mula diberikan medikamentosa, bila perlu dibantu dengan tindakan yaitu
diatermi atau pencucian sinus. Obat-obat yang diberikan berupa antibiotika berspektrum luas
atau yang sesuai dengan resistensi kuman selama 10-14 hari. Juga diberikan obat-obat
simptomatis berupa dekongestan. Selain itu dapat pula diberikan analgetika, antihistamin dan
mukolitik.
Tindakan dapat berupa diatermi dengan sinar gelombang pendek (Ultra Short Wave
Diathermy) sebanyak 5-6 kali pada daerah yang sakit untuk memperbaiki vaskularisasi sinus.
Jika belum membaik, maka dilakukan pencucian sinus. Pada sinusitis maksilaris dapat
dilakukan pungsi irigasi. Pada sinusitis ethmoid, frontal, atau sphenoid yang letak muaranya
di bawah, dapat dilakukan tindakan pencucian sinus cara Proetz.

c. Sinusitis Kronis2
Terapi untuk sinusitis kronis :
a. Jika ditemukan faktor predisposisinya, maka dilakukan tata laksana yang sesuai dan
diberi terapi tambahan. Jika ada perbaikan maka pemberian antibiotik mencukupi 10-14
hari.
b. Jika faktor predisposisi tidak ditemukan maka terapi sesuai pada episode akut lini II +
terapi tambahan. Sambil menunggu ada atau tidaknya perbaikan, diberikan antibiotik
alternatif 7 hari atau buat kultur. Jika ada perbaikan diteruskan antibiotik mencukupi 10-
14 hari, jika tidak ada perbaikan, evaluasi kembali dengan pemeriksaan nasoendoskopi,
sinuskopi (jika irigasi 5x tidak membaik). Jika ada obstruksi kompleks osteomeatal maka
dilakukan tindakan bedah yaitu BSEF atau bedah konvensional. Jika tidak ada obstruksi
maka evaluasi diagnosis.
c. Diatermi gelombang pendek di daerah sinus yang sakit.
d. Pada sinusitis maksila dilakukan pungsi dan irigasi sinus, sedang sinusitis ethmoid,
frontal atau sfenoid dilakukan tindakan pencucian Proetz.
e. Pembedahan
i. Radikal
Sinus maksila dengan operasi Cadhwell-luc.

8
Sinus ethmoid dengan ethmoidektomi
Sinus frontal dan sfenoid dengan operasi Killian
ii. Non Radikal : Bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF). Prinsipnya dengan
membuka dan membersihkan daerah kompleks ostiomeatal.

1.9 Komplikasi2
1. Komplikasi orbita. Sinusitis etmoidalis merupakan penyebab komplikasi pada orbita
yang tersering. Pembengkakan orbita dapat merupakan manifestasi dari etmoidalis
akut, namun sinus frontalis dan sinus maksilaris juga terletak di dekat orbita dan
dapat menimbulkan infeksi isi orbita.
2. Mukokel, merupakan suatu kista yang mengandung mucus yang timbul dalam sinus,
paling sering ditemukan pada sinus maksilaris, sering disebut kista retensi mucus dan
biasanya tidak berbahaya. Dalam sinus frontalis, etmoidalis dan sfenoidalis, kista
dapat membesar dan bermanifestasi sebagai pembengkakan pada dahi dan dapat
menggeser mata ke lateral.
3. Komplikasi intrakranial, dapat berupa meningitis, abses ekstradural atau subdural,
abses otak, dan thrombosis sinus kavernosus.
4. Osteomielitis dan abses subperiosteal. Paling sering timbul akibat sinusitis frontal
dan biasanya ditemukan pada anak-anak

UNIVERSITAS ANDALAS

FAKULTAS KEDOKTERAN

KEPANITERAAN KLINIK ROTASI TAHAP II

I. Identitas Pasien

Nama : Ny.K

Umur : 40 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

9
Pendidikan : Tamat SLTA

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Jl. Berok I

No.MR : 000015

Jaminan Kesehatan : Jamkesmas

II. Latar Belakang Sosial-Ekonomi-Demografi-Lingkungan Keluarga

Status Perkawinan : Menikah

Jumlah Anak : 3 orang

Status Ekonomi Keluarga : Tipe kelas atas, penghasilan Rp.2. 000.000,-/bulan

KB : Tidak ada

Kondisi Rumah :

- Rumah permanen, pekarangan cukup luas


- Lantai rumah dari keramik, ventilasi udara dan sirkulasi baik
- Listrik ada
- Sumber air : PDAM
- Jamban ada 1 buah, di dalam rumah
- Sampah di buang ke tempat pembuangan sampah.
Kesan : higine dan sanitasi baik

Kondisi Lingkungan Keluarga


- Jumlah penghuni 5 orang : pasien, suami, dan 3 orang anak (laki-laki). Suami
pasien bekerja sebagai pedagang pakaian di pasar.Anak pertama kelas 3 SMA,
anak kedua kelas 3 SMP, anak ketiga kelas 3 SD.

10
III. Aspek Psikologis di keluarga
- Pasien tinggal bersama suami, dan 3 orang anaknya
- Hubungan dengan keluarga baik

IV. Riwayat Penyakit dahulu / Penyakit Keluarga


- Pasien tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya.
- Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini.

V. Keluhan Utama
Hidung tersumbat sejak 2 minggu yang lalu.

VI. Riwayat Penyakit Sekarang


Hidung tersumbat sejak 2 minggu yang lalu.

11
Awalnya pasien pilek sejak 2 minggu yang lalu dan diikuti dengan hidung
tersumbat, sekret warna kekuningan. Pasien juga merasakan sekret mengalir
ke tenggorokan.
Nyeri pada pipi kiri dan kanan sejak 3 hari yang lalu.
Gigi molar 1 kiri dan kanan berlubang sejak satu setengah bulan yang lalu.
Nafas sedikit berbau.
Demam tidak ada.
Batuk tidak ada.
Riwayat bersin-bersin lebih dari 5 kali pada pagi hari tidak ada.
Riwayat nyeri pada pangkal hidung dan dahi tidak ada.
Riwayat penyakit asma tidak ada.
Riwayat alergi makanan dan debu tidak ada.
Riwayat masuk benda asing dalam hidung tidak ada.

VII. Pemeriksaan Fisik


Tanda Vital :
Keadaan Umum : Sakit sedang
Kesadaran : CMC
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Frekuensi nadi : 92 x/menit
Frekuensi Nafas : 20 x/menit
Suhu : 36,8 C
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor,
diameter 2 mm/ 2 mm, refleks cahaya +/+
Leher : kelenjer getah bening tidak membesar
Thoraks
- Paru : Inspeksi : normochest, simetris kiri dan kanan baik statis maupun
dinamis, retraksi tidak ada
Palpasi : fremitus kiri = kanan
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
- Jantung : Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : batas jantung kiri : 1 jari medial LMCS RIC V
batas jantung kanan : LSD
batas jantung atas : RIC II
Auskultasi : bunyi jantung murni, irama teratur, bising tidak ada
Abdomen: Inspeksi : distensi tidak ada
Palpasi : hepar dan lien tidak teraba, turgor normal.
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) N
Ekstremitas : akral hangat, refilling kapiler baik, reflek fisiologis +/+, reflek
patologis -/-

Status Lokalis THT


Telinga :

12
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra

Kel kongenital Tidak ada Tidak ada

Trauma Tidak ada Tidak ada

Radang Tidak ada Tidak ada

Daun Telinga Kel. Metabolik Tidak ada Tidak ada

Nyeri tarik Tidak ada Tidak ada

Nyeri tekan tragus Tidak ada Tidak ada

Cukup lapang (N) Cukup lapang (N) Cukup lapang(N)

Diding dan Sempit

Liang telinga Hiperemi Tidak ada Tidak ada

Edema Tidak ada Tidak ada

Massa Tidak ada Tidak ada

Ada / Tidak Ada Ada

Sekret/serumen Bau Tidak ada Tidak ada

Warna Coklat Kehitaman Coklat kehitaman

Jumlah Sedikit Sedikit

Jenis Serumen Serumen

Membran timpani

Warna Putih mengkilat Putih mengkilat

Reflek cahaya (+) arah jam 5 (+) arah jam 7

Utuh Bulging Tidak ada Tidak ada

Retraksi Tidak ada Tidak ada

Atrofi Tidak ada Tidak ada

Jumlah perforasi Tidak ada Tidak ada

Perforasi Jenis Tidak ada Tidak ada

Kwadran Tidak ada Tidak ada

Pinggir Tidak ada Tidak ada

Tanda radang Tidak ada Tidak ada

Fistel Tidak ada Tidak ada

13
Mastoid Sikatrik Tidak ada Tidak ada

Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada

Nyeri ketok Tidak ada Tidak ada

Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Tes garpu tala Schwabach Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Weber Tidak dilakukan

Hidung :

Pemeriksaan Kelainan Dektra Sinistra

Deformitas Tidak ada Tidak ada

Kelainan kongenital Tidak ada Tidak ada

Hidung luar Trauma Tidak ada Tidak ada

Radang Tidak ada Tidak ada

Massa Tidak ada Tidak ada

Deviasi septum Tidak ada

Rinoskopi anterior dan posterior : tidak dilakukan.

Sinus Paranasal

Pemeriksaan Dekstra Sinistra

Nyeri tekan Ada, daerah sinus maksilaris Ada, daerah sinus maksilaris

Nyeri ketok Ada, daerah sinus maksilaris Ada, daerah sinus maksilaris

Tenggorokan :

Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra

Simetris/tidak Simetris Simetris

Palatum mole + Warna Merah muda Merah muda


Arkus Faring
Edem Tidak ada Tidak ada

14
Bercak/eksudat Tidak ada Tidak ada

Dinding faring Warna Merah muda Merah muda

Permukaan Licin Licin

Ukuran T1 T1

Warna Merah muda Merah muda

Tonsil Permukaan Rata Rata

Eksudat Tidak ada Tidak ada

Perlengketan
Tidak ada Tidak ada
dengan pilar

Warna Merah muda Merah muda

Peritonsil Edema Tidak ada Tidak ada

Abses Tidak ada Tidak ada

Lokasi Tidak ada Tidak ada

Bentuk Tidak ada Tidak ada

Tumor Ukuran Tidak ada Tidak ada

Permukaan Tidak ada Tidak ada

Konsistensi Tidak ada Tidak ada

Gigi Karies/Radiks Ada, M1 atas Ada, M1 atas

Warna Merah muda Merah muda

Bentuk Normal Normal

Lidah Deviasi Tidak ada Tidak ada

Massa Tidak ada Tidak ada

VIII. Pemeriksaan Anjuran


Darah rutin
Rontgen sinonasal posisi Water, PA dan leteral

IX. Diagnosis Kerja


Sinusitis maksilaris akut e.c dentogen

X. Manajemen

15
a. Preventif :
Melakukan perawatan pada gigi, trutama gigi berlubang ke dokter gigi.
Memeriksakan gigi ke dokter gigi setiap 1 x 6 bulan.

b. Promotif :
Memberikan penyuluhan kepada pasien mengenai sinusitis, terutama
mengenai penyebabnya seperti rinitis alergi, infeksi gigi, dan lain-lain.
Memberikan penjelasan kepada pasien mengenai komplikasi dari sinusitis
seperti abses pada sinus paranasal, dan apabila tidak ditangani maka dapat
menyebabkan komplikasi yang berbahaya ke otak.
c. Kuratif :

Efedrin HCL tab let 3 x 25 mg

Amoxicillin tablet 3 x 500 mg

Asam mefenamat tablet 3 x 500 mg

d. Rehabilitatif :
Menggosok gigi setelah makan dan sebelum tidur.
Kontrol kembali ke puskesmas apabila keluhan tidak berkurang.

Dinas Kesehatan Kodya Padang

Puskesmas Padang Pasir

Dokter : Miranda Ashar

Tanggal : 22 November 2012

R/ Efedrin HCl tab 25 mg No. X

S3dd tab I

R/ Amoxicillin tab 500 mg No. X

S3dd tab I

R/ Asam mefenamat tab 500 mg No. X

S3dd tab I

Pro : Ny. K
16
Umur : 40 tahun

Alamat : Jl. Berok I


DAFTAR PUSTAKA

1. Mangunkusumo, Endang. 2007. Sinusitis. Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga

Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Jakarta : FKUI. Hal 150-153.


2. Hilger, Peter. A.1997. Penyakit Sinus Paranasalis. Dalam : Buku Ajar Pennyakit THT

Boies. Jakarta : EGC. Hal 240-259.


3. Lalwani, Anil.K.2007. Acute and Chronic Sinusitis. In : Otolaryngology Head and

Neck Surgery, 2nd edition. New York : McGraw-Hills Acces Medicine.


4. Departemen Kesehatan RI.2008.Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas.Jakarta :
Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Barat. Hal. 56-58.

17

Anda mungkin juga menyukai