Anda di halaman 1dari 138

SKRIPSI

HUBUNGAN KARAKTERISTIK OBESITAS DAN TINGKAT AKTIVITAS


FISIK DENGAN KEJADIAN DIABETES MELLITUS TIPE II DI
PUSKESMAS KEBUN SIKOLOS KOTA PADANG PANJANG
TAHUN 2011

Penelitian Keperawatan Medikal Bedah

Gustina Rahmadani
BP. 07121034

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2011

SKRIPSI
HUBUNGAN KARAKTERISTIK OBESITAS DAN TINGKAT AKTIVITAS
FISIK DENGAN KEJADIAN DIABETES MELLITUS TIPE II DI
PUSKESMAS KEBUN SIKOLOS KOTA PADANG PANJANG
TAHUN 2011

Penelitian Keperawatan Medikal Bedah

oleh
GUSTINA RAHMADANI
BP. 07121034

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2011
SKRIPSI

HUBUNGAN KARAKTERISTIK OBESITAS DAN TINGKAT AKTIVITAS


FISIK DENGAN KEJADIAN DIABETES MELLITUS TIPE II DI
PUSKESMAS KEBUN SIKOLOS KOTA PADANG PANJANG
TAHUN 2011

Penelitian Keperawatan Medikal Bedah

SKRIPSI
Untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Pada Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

oleh
GUSTINA RAHMADANI
BP. 07121034

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2011
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING

Skripsi ini telah disetujui


Tanggal, Agustus 2011

Oleh:

Pembimbing I Pembimbing II

Reni Prima Gusty, S.Kp, M.Kes Ns. Dwi Novrianda,S.Kep


NIP. 19780822 200604 2 003 NIP. 19821102 200812 2 001

Mengetahui:
Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan

Ns. Yonrizal Nurdin, S.Kep, M.Biomed


NIP. 19620615 194801 1 001
PENETAPAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah diuji dan dinilai oleh Panitia Penguji

Pada Program Studi Ilmu Keperawatan

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Pada tanggal : September 2011

Panitia penguji,

1) Emil Huriani, S.Kp, M.N (.)

2) Ns. Merineherta, S.Kep, M.Biomed (.)


UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur peneliti ucapkan kepada Allah SWT atas segala nikmat dan

rahmat-Nya yang selalu dicurahkan kepada seluruh makhluk-Nya. Salawat serta

salam dikirimkan kepada Nabi Muhammad SAW. Alhamdulillah dengan nikmat dan

hidayah serta petunjuk-Nya peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

Hubungan Karakteristik Obesitas dan Tingkat Aktivitas Fisik dengan

Kejadian Diabetes Mellitus Tipe II di Puskesmas Kebun Sikolos Kota Padang

Panjang Tahun 2011.

Pada kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada Ibu Reni Prima Gusty, S.Kp, M.Kes dan Ibu Ns. Dwi Novrianda,

S.Kep selaku pembimbing yang penuh perhatian dan kesabaran mengarahkan dan

membimbing peneliti dalam penyusunan skripsi ini. Selanjutnya terima kasih juga

peneliti sampaikan kepada :

1. Bapak Dr. Masrul, M.Sc, SpGK selaku dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Andalas.

2. Bapak Ns. Yonrizal Nurdin, S.Kep, M.Biomed, selaku ketua Program

Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.

3. Dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran dalam

penyusunan skripsi ini.


4. Pimpinan dan Staff Dinas Kesehatan Kota Padang Panjang, Puskesmas

Kebun Sikolos Kota Padang Panjang, dan RSUD Kota Padang Panjang

yang telah mengizinkan peneliti dalam pengambilan data.

Peneliti berusaha untuk dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-

baiknya. Namun selaku hamba Allah, peneliti sadar bahwa terdapat keterbatasan yang

dimiliki, sehingga menjadikan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena

itu demi kesempurnaan, peneliti mengharapkan kritik dan saran yang membangun

dari semua pihak untuk menyempurnakannya.

Akhir kata, peneliti mengharapkan tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi

kita semua.

Padang, September 2011

Peneliti
ABSTRAK

Obesitas terjadi ketika ketidakseimbangan asupan energi dan pengeluaran energi,


serta kurangnya melakukan aktivitas fisik. Obesitas sangat berisiko terhadap berbagai
penyakit degeneratif terutama diabetes mellitus tipe II (DM tipe II). Tujuan penelitian
ini untuk mengetahui hubungan karakteristik obesitas berdasarkan IMT, lingkar perut,
dan tingkat aktivitas fisik dengan kejadian DM tipe II di Puskesmas Kebun Sikolos
kota Padang Panjang. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juli
2011. Penelitian ini merupakan deskriptif korelasional dengan menggunakan
pendekatan cross sectional. Pengambilan sampel penelitian dengan quota sampling
sebanyak 45 penderita obesitas di Puskesmas Kebun Sikolos kota Padang Panjang.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian untuk variabel independen adalah weight
scale, microtoise, pita pengukur, serta kuesione, dan variabel dependen digunakan
glukometer dan tes toleransi glukosa oral (TTGO). Analisa bivariat menggunakan uji
Spearman. Hasil penelitian menunjukkan terdapatnya hubungan yang lemah antara
obesitas berdasarkan IMT dengan kejadian DM tipe II (p = 0,037, r = 0,312), obesitas
berdasarkan lingkar perut dengan kejadian DM tipe II (p = 0,030, r = 0,324), dan
obesitas berdasarkan atifitas fisik dengan kejadian DM tipe II (p = 0,011, r = -0,377).
Direkomendasikan kepada petugas pelayanan kesehatan agar dapat mengoptimalkan
serta membuat program berkala untuk mengadakan penyuluhan kesehatan kepada
masyarakat tentang obesitas dan aktivitas fisik untuk mengurangi kejadian DM tipe II
di kota ini.

Kata kunci : obesitas, indeks massa tubuh, lingkar perut, aktivitas fisik, DM tipe II
ABSTRACT

Obesity which occur when there is an imbalance between energy intake and energy
expenditure, and lack physical activity. Obesity is at risk of various degenerative
diseases, especially type 2 diabetes mellitus (T2DM). The purpose of this study was
to determine the relationship of obesity characteristics based on BMI, waist
circumference, and physical activity level with incidence of T2DM in Kebun Sikolos
Public Health Center of Padang Panjang city. The research was conducted from
February to July 2011. This research was a descriptive correlational study with cross
sectional approach. Sampling study with quota sampling as many as 45 people with
obesity in the Kebun Sikolos Public Health Center of Padang Panjang city. The
research instrument for the independent variables were a weight scale, microtoise, a
tape measure, and questionnaires, and the dependent variable were a glukometer and
oral glucose tolerance test. Bivariate analysis was done with Spearmans test. The
results showed that there were a weak relationship between obesity based on BMI
with the incidence of T2DM (p = 0,037, r = 0,312), obesity based on waist
circumference with the incidence of T2DM (p = 0,030, r = 0,324), and obesity based
on physical activity with the incidence of T2DM (p = 0,011, r = -0,377). It is
recommended for health care workers in order to optimize and make the program
periodically to conduct health education to the public about obesity and physical
activity to reduce the incidence of T2DM in this city.

Keyword : Obesity, body mass index, waist circumference, physical activity, T2DM
DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM.......................................................................................... i
PRASYARAT GELAR................................................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING................................................................. iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI PROPOSAL........................................ iv
UCAPAN TERIMA KASIH........................................................................... v
ABSTRAK....................................................................................................... vii
ABSTRACT...................................................................................................... viii
DAFTAR ISI.................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL............................................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR....................................................................................... xiv
BAB I. PENDAHULUAN.............................................................................. 1
A. Latar Belakang.................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................................... 7
C. Tujuan Penelitian................................................................................ 8
D. Manfaat Penelitian.............................................................................. 9
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 10
A. Obesitas.............................................................................................. 10
1. Definisi Obesitas..................................................................... 10
2. Etiologi Obesitas..................................................................... 11
3. Patogenesis Obesitas............................................................... 19
4. Patofisiologi Obesitas.............................................................. 21
5. Manifestasi Klinis.................................................................... 22
6. Karakteristik Obesitas............................................................. 25
7. Aktivitas Fisik.......................................................................... 30
B. Diabetes Mellitus................................................................................ 35
1. Definisi.................................................................................... 35
2. Faktor Risiko Terjadinya Diabetes Mellitus............................ 36
3. Klasifikasi................................................................................ 40
4. Diagnosis................................................................................. 42
5. Patofisiologi............................................................................. 46
6. Manifestasi Klinis.................................................................... 47
7. Komplikasi.............................................................................. 48
C. Hubungan Karakteristik Obesitas dan Tingkat Aktivitas Fisik dengan
DM Tipe II............................................................................ 52
BAB III. KERANGKA KONSEPTUAL....................................................... 57
A. Kerangka Konsep............................................................................... 57
B. Hipotesis Penelitian............................................................................ 59
BAB 1V. METODE PENELITIAN............................................................... 61
A. Jenis dan Desain Penelitian................................................................ 61
B. Populasi dan Sampel Penelitian.......................................................... 61
C. Tempat dan Waktu Penelitian............................................................. 63
D. Variabel dan Definisi Operasional...................................................... 64
E. Instrument Penelitian.......................................................................... 65
F. Etika Penelitian.................................................................................... 66
G. Tekhnik Pengumpulan Data............................................................... 68
H. Prosedur Pengambilan Data............................................................... 68
I. Pengolahan Data dan Analisa Data...................................................... 72
BAB V. HASIL PENELITIAN....................................................................... 78
A. Gambaran Umum............................................................................... 78
B. Analisa Univariat................................................................................ 79
C. Analisa Bivariat.................................................................................. 83
BAB VI. PEMBAHASAN.............................................................................. 87
A. Gambaran Obesitas Berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT).......... 87
B. Gambaran Obesitas Berdasarkan Lingkaran Perut............................. 89
C. Gambaran Tingkat Aktivitas Fisik...................................................... 91
D. Gambaran Kejadian Diabetes Mellitus Tipe II (DM Tipe II)............. 92
E. Hubungan Obesitas Berdasarkan IMT dengan Kejadian DM tipe II.. 95
F. Hubungan Obesitas Berdasarkan Lingkaran Perut dengan Kejadian
DM Tipe II...........................................................................................
.............................................................................................................
101
G.Hubungan Tingkat Aktivitas Fisik dengan Kejadian DM tipe II.........
.................................................................................................................
105
BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN......................................................
..........................................................................................................................
109
A. Kesimpulan.........................................................................................
.................................................................................................................
109
B. Saran...................................................................................................
.................................................................................................................
110
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................
..........................................................................................................................
111
LAMPIRAN
Lampiran 1. Jadwal Kegiatan Penelitian..........................................................
..........................................................................................................................
119
Lampiran 2. Anggaran Penelitian.....................................................................
..........................................................................................................................
120
Lampiran 3. Surat Izin Pengambilan Data........................................................
..........................................................................................................................
121
Lampiran 4. Permohonan Menjadi Responden................................................
..........................................................................................................................
127
Lampiran 5. Pernyataan Menjadi Responden...................................................
..........................................................................................................................
128
Lampiran 6. Lembar Dokumentasi...................................................................
..........................................................................................................................
129
Lampiran 7. Kuesioner Penelitian....................................................................
.....................................................................................................
130
Lampiran 8. Master Tabel.................................................................................
.....................................................................................................
135
Lampiran 9. Rekap Hasil Kuesioner dan Output SPSS....................................
.....................................................................................................
136
Lampiran 10. Lembar Bimbingan.....................................................................
..........................................................................................................................
176
Lampiran 11. Kurikulum Vitae......................................................................... 178

DAFTAR TABEL
Tabel 1. Karakteristik Obesitas Idiopatik dan Endogen........................................20
Tabel 2. Metode Penilaian Lemak Tubuh..............................................................25
Tabel 3. Cara Pengukuran Lingkar Perut............................................................28
Tabel 4. Skor Skala dan Tingkatan Pada Kuesioner Aktivitas Fisik....................32
Tabel 5. Klasifikasi Hipertensi ............................................................................39
Tabel 6. Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa Sebagai Patokan Penyaring
dan Diagnosa DM (mg/dl)................................................................47
Tabel 7. Definisi Operasional Variabel Penelitian.............................................
.................................................................................................................................
64
Tabel 8. Panduan Interpretasi Hasil Uji Hipotesis Berdasarkan Kekuatan
Korelasi dan Arah Korelasi..............................................................
..............................................................................................................
77
Tabel 9. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Umur, dan
Lama Menderita Obesitas di Puskesmas Kebun Sikolos Kota Padang
Panjang Bulan Juli Tahun 2011............................................................
..............................................................................................................
79
Tabel 10. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Indeks Massa Tubuh
(IMT) di Puskesmas Kebun Sikolos Kota Padang Panjang Bulan Juli
Tahun 2011...........................................................................................
..............................................................................................................
80
Tabel 11. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Lingkaran
Perut/Obesitas Abdominal di Puskesmas Kebun Sikolos Kota Padang
Panjang Bulan Juli Tahun 2011............................................................
..............................................................................................................
80
Tabel 12. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Aktivitas Fisik di
Puskesmas Kebun Sikolos Kota Padang Panjang Bulan Juli Tahun
2011......................................................................................................
..............................................................................................................
81
Tabel 13. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kejadian Diabetes
Mellitus Tipe II (DM Tipe II) di Puskesmas Kebun Sikolos Kota
Padang Panjang Bulan Juli Tahun 2011...............................................
..............................................................................................................
82
Tabel 14. Hubungan Obesitas Berdasarkan IMT dengan Kejadian DM Tipe II
di Puskesmas Kebun Sikolos Kota Padang Panjang Bulan Juli Tahun
2011......................................................................................................
..............................................................................................................
83
Tabel 15. Hubungan Obesitas Berdasarkan Lingkaran Perut (Obesitas
Abdominal) dengan Kejadian DM Tipe II di Puskesmas Kebun
Sikolos Kota Padang Panjang Bulan Juli Tahun 2011.........................
..............................................................................................................
84
Tabel 16. Hubungan Tingkat Aktivitas Fisik dengan Kejadian DM Tipe II di
Puskesmas Kebun Sikolos Kota Padang Panjang Bulan Juli Tahun
2011......................................................................................................
..............................................................................................................
85
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian................................................................59


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kemampuan menyimpan energi makanan dalam bentuk lemak merupakan nilai

yang berharga untuk mempertahankan kelangsungan hidup jika suplai makanan

jarang atau sporadik. Karena penyimpanan energi dalam jaringan lemak efisien,

individu dengan berat badan normal dapat bertahan hidup sampai 2 bulan dalam

keadaan kelaparan total. Namun demikian, masyarakat umumnya tidak terbiasa


dengan suplai makanan yang periodik atau tidak mencukupi, tetapi lebih sering suplai

makanan stabil atau berlimpah. Akibatnya kemampuan menyimpan lemak seringkali

memberikan nilai kelangsungan hidup yang negatif karena konsumsi yang berlebihan

dan mengakibatkan obesitas (Isselbacher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauci, dan

Kasper, 1999, hal. 497).

Obesitas merupakan keadaan patologis yaitu terdapatnya penimbunan lemak

yang berlebihan dari yang diperlukan untuk fungsi tubuh yang normal (Soetjiningsih,

1995 dalam Hayati, 2009). Bila berat badan di atas berat badan ideal sudah melebihi

20% pada wanita dan di atas 15% pada pria, sudah termasuk sakit gemuk atau

obesitas (Sediaoetama, 2004, hal. 25).

Secara global, 1,6 miliar kaum dewasa kegemukan dan 400 juta di antaranya

mengalami obesitas (Kompas, 2011). Di Amerika Serikat, 1 dari 3 orang penduduk

menderita obesitas, di Inggris 16-17,3% penduduk menderita obesitas. Prevalensi

overweight (kegemukan) dan obesitas meningkat sangat tajam di kawasan Asia-

Pasifik, sebagai contoh, 20,5% dari penduduk Korea Selatan tergolong overweight

dan 1,5% menderita obes. Di Thailand, 16% penduduknya mengalami overweight dan

4% mengalami obesitas (Hadi, 2005 dalam Silitonga, 2009).

Di Indonesia, kini 19,1 persen orang berusia di atas 15 tahun menderita obesitas.

Sementara 19,8 persen memiliki perut buncit atau obesitas sentral dan 48,2 persen

masyarakat berusia di atas 10 tahun kekurangan aktivitas (Kompas, 2011).

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar 2007, di Indonesia prevalensi obesitas pada

penduduk yang berusia 15 tahun adalah 6,4% pada laki-laki dan 13,4% pada
perempuan dan obesitas sentral didapatkan hasil, pada laki-laki 7,7% dan perempuan

29,0% (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2009).

Salah satu provinsi di Indonesia yaitu Sumatera Barat, dimana prevalensi

obesitas berdasarkan IMT berada pada urutan ke-21 dan berdasarkan lingkar perut

berada pada urutan ke-17 dari 33 provinsi di Indonesia (Badan Penelitian dan

Pengembangan, 2008). Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2007, prevalensi obesitas

berdasarkan IMT di Sumatera Barat pada umur 15 tahun, pada laki-laki 4,5% dan

11,5% dan berdasarkan lingkar perut didapatkan hasil, pada laki-laki 9,8% dan

perempuan 29,0% (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2009).

Salah satu kota yang berada di Sumatera Barat yang tinggi angka obesitasnya

adalah kota Padang Panjang. Untuk kota Padang Panjang kategori gemuk umur 18

tahun ke atas sebanyak 37% dan dari jumlah ini 53,1% perempuan. Kegemukan di

kota ini menduduki peringkat tertinggi diantara kabupaten/kota di Sumatera Barat

(Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat, 2005 dalam Supeni dan Asmayuni, 2007).

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar Sumatera Barat 2007, Padang Panjang

prevalensi obesitas berdasarkan IMT berada di urutan ke-4 dan berdasarkan lingkar

perut berada pada urutan ke-2 dari kabupaten/kota lainnya di Sumatera Barat seperti

Bukittinggi, Pasaman, Solok, Padang Pariaman, Padang, dan lainnya (Badan

Penelitian dan Pengembangan, 2008).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Supeni dan Asmayuni (2007) pun

menyimpulkan hal yang sama dengan data sebelumnya, dimana mereka

menyimpulkan bahwa perempuan umur 25-50 tahun dengan kegemukan (yang diukur
dengan IMT) di kota Padang Panjang cukup tinggi (54,20%). Dan data yang

didapatkan dari Dinas Kesehatan Kota Padang Panjang tahun 2010, jumlah penduduk

Padang Panjang yang memiliki BMI > 25 (obesitas) sebanyak 2081 orang dan data

ini didapatkan dari hasil pendataan tiga puskemas yang berada di kota Padang

Panjang yaitu puskesmas Gunung 378 orang, puskesmas Koto Katiak 425 orang, dan

puskesmas Kebun Sikolos 1278 orang.

Obesitas pun dibagi atas beberapa karakteristik sebagaimana yang diungkapkan

oleh Hartono (2006) yaitu obesitas yang diukur dengan indeks masa tubuh dibagi

menjadi obesitas perifer dan obesitas yang diukur berdasarkan lingkar perut dibagi

menjadi obesitas sentral atau abdominal. Obesitas banyak dijumpai pada orang yang

kurang melakukan aktivitas fisik dan kebanyakan duduk (Misnadiarly, 2007). Seperti

hasil penelitian yang dilakukan oleh Nur (2008) menyimpulkan bahwa respondennya

(penderita obesitas) dengan aktivitas fisik ringan lebih banyak dibandingkan dengan

responden yang memiliki aktivitas sedang, yaitu sebanyak 51,3% responden memiliki

aktivitas ringan. Aktivitas fisik jelas mengatur keseluruhan keseimbangan kalori,

disamping itu individu yang obes cendrung kurang aktif. Hal ini dapat menjadi faktor

pendukung dalam mempertahankan berat badan pada kebanyakan orang yang obes

(Isselbacher dkk., 1999, hal. 498).

Peningkatan indeks masa tubuh yang mencerminkan adanya kegemukan ataupun

obesitas berkaitan dengan sejumlah penyakit antara lain diabetes mellitus 2,

hipertensi, dan penyakit jantung koroner (Xavier dan Sunyer, 2002, dalam Supeni dan

Asmayuni, 2007). Salah satu risiko penyakit yang sering ditemui pada orang obesitas
adalah diabetes mellitus tipe II. Obesitas merupakan faktor pendukung yang penting

terjadinya diabetes, terutama melalui pengaruhnya terhadap resistensi insulin

(Isselbacher, dkk, 1999, hal. 501). Obesitas menyebabkan jumlah reseptor dan

kepekaan insulin menurun mengakibatkan glukosa darah yang masuk yang masuk ke

dalam sel berkurang, sehingga sel kekurangan bahan metabolisme energi dan kadar

glukosa darah meningkat melebihi angka normal. Sehingga terjadilah diabetes

mellitus tipe II pada orang obesitas (Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak

Menular, 2008).

Pada umumnya diabetes mellitus tipe II diderita orang yang mengalami

obesitas (80%) (Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular, 2008).

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Tjandra (2009, dalam Kompas, 2011) bahwa

gaya hidup yang tidak sehat menjadi pemicu utama peningkatan kasus diabetes di

Indonesia. Hal itu didukung oleh hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2007 yang

menunjukkan tingginya jumlah penduduk yang mengalami obesitas (kegemukan),

kurang banyak mengonsumsi buah dan sayur, dan kurang melakukan kegiatan fisik.

Prevalensi nasional obesitas umum pada penduduk usia di atas 15 tahun mencapai

10,3 persen, prevalensi kurang makan buah dan sayur sebanyak 93,6 persen, dan

prevalensi kurang kegiatan fisik 48,2 persen.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Supeni dan Asmayuni (2007) dalam

penelitian mereka bahwa tingginya kegemukan diperkirakan ikut berkontribusi


terhadap tingginya penyakit degeneratif, diabetes mellitus yang merupakan penyakit

pada urutan pertama dari 10 penyakit lain di kota Padang Panjang. Tingginya diabetes

mellitus tipe II di kota Padang Panjang ini dibuktikan dengan data yang didapatkan

dari rekam medis RSUD Padang Panjang di poliklinik penyakit dalam bahwa

diabetes mellitus tipe II menduduki peringkat teratas dari 10 penyakit lain di kota ini,

diantaranya adalah dyspepsia, hipertensi, ISPA, cerumen prop, rheumatoid arthritis,

kelainan refraksi, bronchitis, TB paru, dan cephalgia (berdasarkan data dari rekam

medis RSUD Padang Panjang tahun 2010).

Berdasarkan data rekam medis empat tahun terakhir RSUD Padang Panjang,

pasien rawat jalan yang menderita diabetes mellitus tipe II pada tahun 2007 sebanyak

1825 orang, tahun 2008 sebanyak 1710 orang, tahun 2009 sebanyak 2188 orang, dan

tahun 2010 sebanyak 2384 orang. Dari data ini terlihat peningkatan tiap tahun

terhadap kejadian diabetes mellitus tipe II di kota ini.

Berdasarkan data yang didapatkan dari Dinas Kesehatan Kota Padang Panjang

tahun 2010 penderita obesitas banyak ditemukan di puskesmas Kebun Sikolos

dibandingkan puskesmas lainnya di kota ini sehingga studi pendahuluan dilakukan di

puskesmas tersebut. Studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti melalui

wawancara, observasi, serta pengukuran indeks masa tubuh (IMT) dan lingkar perut

pada tanggal 7 Mei 2011 dan 9 Mei 2011 di puskesmas Kebun Sikolos kota Padang

Panjang, ditemukan tujuh orang yang melakukan kunjungan ke puskesmas tersebut

adalah obesitas yang terdiri dari lima orang perempuan dan dua orang laki-laki. Dua
orang diantaranya dikatakan obesitas berat, tiga orang dikatakan obesitas sedang, dan

dua orang dikatakan obesitas ringan. Empat orang wanita yang memiliki lingkar perut

> 80 cm dan dua orang pria memiliki lingkar perut > 90 cm. Dan wawancara yang

dilakukan kepada enam orang dari penderita yang obesitas ini mengatakan tidak

pernah olahraga rutin lagi dengan berbagai alasan dan pada saat mereka melakukan

kunjungan ke puskesmas tersebut hanya datang dengan keluhan demam, sakit kepala,

dyspepsia, dan hipertensi. Dan sebagian dari mereka mengatakan kadar glukosa

darahnya kurang dari 200 mg/dl dan sebagian lainnya mengatakan mereka tidak

mengetahui kadar glukosa darah mereka karena belum pernah dilakukan pemeriksaan

kadar glukosa darah.

Dari studi pendahuluan di atas terlihat penderita obesitas yang melakukan

kunjungan ke puskesmas Kebun Sikolos kota Padang Panjang sebagian dari mereka

tidak menyadari bahwa salah satu faktor risiko dari diabetes mellitus tipe II adalah

karakteristik obesitas itu sendiri baik obesitas yang berdasarkan indeks masa tubuh

(IMT) dan lingkar perut, serta tingkat aktivitas fisik. Dari data di atas peneliti tertarik

untuk melakukan penelitian mengenai hubungan karakteristik obesitas dan tingkat

aktivitas fisik dengan kejadian diabetes mellitus tipe II di puskesmas Kebun Sikolos

kota Padang Panjang.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalahnya adalah

bagaimanakah hubungan karakteristik obesitas dan tingkat aktivitas fisik dengan

kejadian diabetes mellitus tipe II di puskesmas Kebun Sikolos kota Padang Panjang.
C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan karakteristik

obesitas dan tingkat aktivitas fisik dengan kejadian diabetes mellitus tipe II di

puskesmas Kebun Sikolos kota Padang Panjang.


2. Tujuan khusus
a. Mengidentifikasi distribusi frekuensi obesitas berdasarkan indeks masa

tubuh (IMT)
b. Mengidentifikasi distribusi frekuensi obesitas berdasarkan lingkar perut
c. Mengidentifikasi distribusi frekuensi tingkat aktivitas fisik
d. Mengidentifikasi distribusi frekuensi kejadian diabetes mellitus terutama

diabetes mellitus tipe II


e. Mengidentifikasi hubungan karakteristik obesitas berdasarkan indeks

massa tubuh (IMT) dengan kejadian diabetes mellitus tipe II


f. Mengidentifikasi hubungan karakteristik obesitas berdasarkan lingkar

perut dengan kejadian diabetes mellitus tipe II


g. Mengidentifikasi hubungan tingkat aktivitas fisik dengan kejadian

diabetes mellitus tipe II


D. Manfaat Penelitian
1. Bagi keperawatan
Informasi yang diperoleh dari hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan

bagi petugas kesehatan dalam memahami hubungan karakteristik obesitas dan

tingkat aktivitas fisik dengan kejadian diabetes mellitus tipe II. Dan karena

obesitas dan kekurangan aktivitas fisik sangat berisiko terhadap terjadinya

diabetes mellitus tipe II maka petugas kesehatan perlu mengadakan

penyuluhan tentang obesitas dan pola hidup sehat dengan meningkatkan

aktivitas fisik sehingga petugas kesehatan nantinya dapat menekan angka

terjadinya diabetes mellitus tipe II di kota Padang Panjang.


2. Bagi institusi pendidikan

Sebagai sarana untuk menambah ilmu pengetahuan mengenai hubungan

karakteristik obesitas dan tingkat aktivitas fisik ini dengan kejadian diabetes

mellitus tipe II.

3. Bidang riset penelitian

Sebagai sumber masukan bagi penelitian lain yang mempunyai minat yang

sama guna mengembangkan lebih lanjut dan dapat digunakan sebagai

pembanding bagi yang berkepentingan untuk melanjutkan penelitian

selanjutnya.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. OBESITAS
1. Definisi Obesitas

Obesitas merupakan keadaan patologis yaitu terdapatnya penimbunan lemak

yang berlebihan dari yang diperlukan untuk fungsi tubuh yang normal (Soetjiningsih,

1995 dalam Hayati, 2009). Menurut WHO (2000, dalam Hayati 2009) secara

sederhana mendefinisikan obesitas sebagai kondisi abnormal atas akumulasi lemak

yang ekstrim pada jaringan adiposa. Sedangkan menurut Almatsier (2003, dalam

Hudha 2006) mengatakan bahwa obesitas merupakan kelebihan energi yang terjadi

bila konsumsi energi melalui makanan yang melebihi energi yang dikeluarkan,

kelebihan energi ini akan diubah menjadi lemak tubuh. Seseorang baru menderita
obesitas, bila berat badannya pada laki-laki melebihi 15% dan pada wanita melebihi

20% dari berat badan ideal pada umumnya (Sediaoetama, 2004, hal. 48).

Dan obesitas pun berbeda dengan overweight. Obesitas (kegemukan) adalah

suatu keadaan dimana terjadi penumpukan lemak tubuh yang berlebih, sehingga BB

seseorang jauh diatas normal dan dapat membahayakan kesehatan. Sementara

overweight menurut Damayanti (2002, dalam Hayati 2009) adalah kelebihan berat

badan dibandingkan dengan berat badan ideal yang dapat disebabkan oleh

penimbunan jaringan lemak atau jaringan non lemak, misalnya pada seorang atlet

binaragawan kelebihan berat badan bisa disebabkan oleh hipertrofi otot. Meskipun

obesitas dan overweight merupakan dua hal. yang berbeda, namun keduanya sama-

sama menunjukkan adanya penumpukan lemak yang berlebihan di dalam tubuh yang

ditandai dengan peningkatan nilai Indeks Massa Tubuh (IMT) diatas normal

(Misnadiarly, 2007).

2. Etiologi Obesitas

Menurut Sediaoetama (2004, hal. 47) obesitas disebabkan oleh

ketidakseimbangan antara konsumsi kalori dan kebetuhan enersi, dimana konsumsi

terlalu berlebih dibandingkan dengan kebutuhan atau pemakaian enersi (energi

expenditure). Kelebihan enersi didalam tubuh disimpan dalam bentuk jaringan lemak.

Pada keadaan normal, jaringan lemak ditimbun di beberapa tempat tertentu,

diantaranya jaringan subkutan dan di dalam jaringan tirai usus (omentum). Dan

menurut Isselbacher dkk.(1999, hal. 498), jika asupan energi melebihi pengeluaran,
kelebihan kalori disimpan dalam jaringan lemak, dan jika keseimbangan positif bersih

ini diperlama, timbul kegemukan, yaitu, ada dua komponen terhadap keseimbangan

berat badan dan kelainan salah satu sisi (asupan atau pengeluaran) dapat

menyebabkan obesitas.

Terjadinya obesitas melibatkan beberapa faktor yang dirangkum dari beberapa

sumber :

a. Faktor Genetik.

Faktor genetik sangatlah berperan dalam terjadinya obesitas pada

seseorang. Peranan genetik dalam kejadian obesitas terbukti dari adanya risiko

obesitas sekitar 2 -3 kali lebih tinggi pada individu dengan riwayat keluarga

obesitas (Semiardji, 2007).

Peran genetik sudah ditunjukkan pada penelitian anak kembar dan

saudara kandung yang diadopsi. Indeks metabolisme basal (BMI) pada anak

yang diadopsi lebih berhubungan dengan BMI anak kembar dibanding dengan

orang tua anak yang diadopsi tersebut. Di antara saudara kandung secara

biologis dan saudara kandung yang diadopsi terdapat pengaruh genetik dalam
jumlah dan distribusi lemak dan kemiripannya tidak sedekat diantara saudara

kandung yang diadopsi. Kemungkinan besar baik faktor alami maupun faktor

gizi turut berperan terhadap obesitas (Isselbacher dkk., 1999, hal. 500).

b. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan mempunyai pengaruh yang berarti terhadap terjadinya

obesitas, lingkungan ini meliputi pola makan dan gaya hidup. Pengaturan

tingkah laku makan masih belum dimengerti secara lengkap. Sampai batas-

batas tertentu nafsu makan dikendalikan oleh daerah tersendiri dalam

hipotalamus: pusat makan di nukleus ventrolateral hipotalamus (VLH) dan

pusat lapar di ventromedial hipotalamus (VMH). Korteks serebri menerima

sinyal positif dari pusat makan yang merangsang makan dan pusat rasa

kenyang mengatur proses ini dengan mengirim impuls-impuls yang

menghambat ke pusat makan. Pada akhirnya, korteks serebral mengendalikan

perilaku makan dan berbagai impuls dari pusat makan ke korteks serebri

hanya berupa satu masukan. Faktor psikologik, sosial, dan genetik juga

mempengaruhi asupan makanan. Dalam subjek yang gemuk, pengaruh ini

tumpang tindih, tentu saja, subjek yang biasanya berespons terhadap sinyal

eksterna seperti waktu dalam seharian, lingkungan sosial, dan bau atau rasa

dari makanan dalam derajat yang lebih besar daripada orang dengan berat

badan normal (Isselbacher dkk., 1999, hal. 498).


Dan sama juga dengan yang diungkapkan oleh Mutadin (2002, dalam

Asmidar 2009), orang yang kegemukan lebih responsif dibanding dengan

orang yang berberat badan normal terhadap isyarat lapar eksternal. Seperti

rasa dan bau makanan atau saatnya waktu makan. Orang gemuk cendrung

makan bila ia merasa ingin makan, bukan makan pada saat ia lapar. Pola

makan yang berlebih inilah yang menyebabkan mereka sulit untuk keluar dari

kegemukan jika individu tidak memiliki kontrol diri dan motivasi yang kuat

untuk mengurangi berat badan.

c. Faktor Psikologis

Menurut Papalia, Olds, Feldman, dan Rice (dikutip Dariyo, 2004, dalam

Wulandari dan Zulkaida, 2007) mengatakan bahwa sebab-sebab psikologis

terjadinya kegemukan ialah bagaimana gambaran kondisi emosional yang

tidak stabil (unstabil emotional) yang menyebabkan individu cendrung untuk

melakukan pelarian diri (self-mechanism defence) dengan cara banyak makan-

makanan yang mengandung kalori atau kolesterol tinggi. Kondisi emosi ini

biasanya bersifat ekstrim,artinya menimbulkan gejolak emosional yang sangat

dashyat dan traumatis.

Orang gemuk sering kali mengatakan bahwa mereka cendrung makan

lebih banyak apabila mereka merasa tegang atau cemas.dan eksperimen

membuktikan kebenarannya. Orang gemuk makan lebih banyak dalam situasi


yang sangat mencekam. Orang dengan berat badan yang normal makan dalam

situasi yang kurang mencekam (McKenna, 1999, dalam Mutadin, 2002).

d. Faktor Kesehatan

Menurut Isselbacher, dkk. (1999, hal. 500), ada beberapa penyakit bisa

menyebabkan obesitas, diantaranya:

Hipotiroidisme

Obesitas dapat terjadi akibat hipotiroid karena terjadi penurunan

kebutuhan kalori. Namun demikian, hanya sebagian kecil penderita

hipotiroid yang sungguh-sungguh obes dan proporsi pasien obes yang

hipotiroid lebih kecil lagi. Penggunaan hormon tiroid secara

sembarangan dalam pengobatan obesitas sangat disesalkan dan

seharusnya tidak pernah diberikan hormon tiroid jika tidak ada

penurunan fungsi kelenjar tiroid.

Sindroma Cushing

Penyakit cushing merupakan penyebab kegemukan.

Hiperadrenokortikisme memberikan pola khas yang jarang pola

obesitas dengan simpanan lemak sentripetal yang utama, bentuk muka


yang bulat atau muka bulan dan penumpukan lemak servikal atau

supraklavikula.

Insulinoma

Hiperinsulinemia, tidak sepenting insulinoma, kadang-kadang dapat

menyebabkan obesitas, mungkin karena peningkatan asupan kalori

akibat hipoglikemia berulang. Kebanyakan pasien dengan tumor sel

islet dan hipoglikemia tidak obes.

Kelainan hipotalamus

Sindroma Froehlich pada anak laki-laki ditandai dengan obesitas dan

hipogonadisme hipogonadotropik dengan variasi penampakan seperti

diabetes insipidus, gangguan penglihatan, dan keterbelakangan mental.

Hipofise anterior biasanya normal dan sindrom dianggap merupakan

hasil dari disfungsi hipotalamik. Sindroma ini tampaknya meliputi

sejumlah kelainan yang tumpang tindih yang sering terjadi pada lesi

hipotalamus yang menyebabkan makan berlebihan dan

hipogonadotropisme. Kadang-kadang tumor hipofise dapat

mengganggu hipotalamus secara fisis.

Sindroma Laurence-Moon-Biedl dan Sindroms Prader-Willi


Kedua jenis sindroma ini merupakan penyebab obesitas lain yang

jarang. Sindroma Laurence-Moon-Biedl, ditandai dengan retinitis

pigmentosa, retardasi mental, kelainan tulang tengkorak, polidaktili,

dan sindaktili. Sedangkan Sindroma Prader-Willi yang berhubungan

dengan hipotoni, retardasi mental, dan predileksi terjadinya diabetes

mellitus. Pada kedua sindroma ini obesitas dan hipogonadisme

diperkirakan karena hipotalamus.

e. Faktor Kecelakaan atau Cidera Otak

Sistem pengontrol yang mengatur perilaku makan terletak pada suatu

bagian otak yang disebut hipotalamus yaitu sebuah kumpulan inti sel dalam

otak yang langsung berhubungan dengan bagian-bagian lain dari otak dan

kelenjar dibawah otak. Hipotalamus mengandung lebih banyak pembuluh

darah dari daerah lain pada otak, sehingga lebih mudah dipengaruhi oleh unsur

kimiawi dari darah (Mutadin, 2002).

Dua bagian hipotalamus yang mempengaruhi penyerapan makan yaitu

hipotalamus lateral (HL) yang menggerakan nafsu makan (awal atau pusat

makan); hipotalamus ventromedial (HVM) yang bertugas merintangi nafsu

makan (pemberhentian atau pusat kenyang). Dari hasil penelitian didapatkan

bahwa bila HL rusak/hancur maka individu menolak untuk makan atau

minum, dan akan mati kecuali bila dipaksa diberi makan dan minum
(diberi infus). Sedangkan bila kerusakan terjadi pada bagian HVM maka

seseorang akan menjadi rakus dan kegemukan (Mutadin, 2002).

f. Aktivitas Fisik

Meskipun kelebihan makan merupakan penyebab obesitas yang umum,

faktor-faktor lain juga dapat berperan. Kebutuhan kalori harian normalnya

berkisar antara 110 sampai 130 kJ (27 sampai 32 kkal) perkilogram berat

badan; gambaran ini lebih tinggi dalam aktif dan rendah dalam orang yang

hidup tidak banyak bergerak. Aktivitas fisik jelas mengatur keseluruhan

keseimbangan kalori, disamping itu individu yang obes cendrung kurang

aktif. Hal ini dapat menjadi faktor pendukung dalam mempertahankan berat

badan pada kebanyakan orang yang obes. Lebih lagi obesitas menyebabkan

orang tidak aktif. Kenaikan sedikit berat badan yang sering terjadi pada umur

pertengahan tampaknya lebih disebabkan oleh aktivitas fisik yang berkurang.

Jejas atau penyakit dapat menyebabkan terbatasnya aktivitas fisik untuk waktu

yang lama dan cendrung untuk mengalami kenaikan berat badan jika asupan

kalori tidak dikurangi dengan tepat (Isselbacher dkk., 1999, hal. 498).

Dan obesitas banyak dijumpai pada orang yang kurang melakukan

aktivitas fisik dan kebanyakan duduk. Dimasa industri sekarang ini, dengan

meningkatnya mekanisasi dan kemudahan transportasi, orang cendrung


kurang gerak atau menggunakan sedikit tenaga untuk aktivitas sehari-hari

(Misnadiarly, 2007).

g. Jenis Kelamin

Menurut Apriadji (1986, dalam Hayati, 2009) jenis kelamin merupakan

faktor internal yang menentukan bahan kebutuhan gizi sehingga ada hubungan

antara jenis kelamin dengan status gizi. Dan menurut Misnadiarly (2007),

jenis kelamin juga ikut berperan dalam timbulnya obesitas. Rata-rata wanita

memiliki lemak tubuh yang lebih banyak dari pria. Perbandingan yang normal

antara lemak tubuh dengan berat badan pada wanita adalah sekitar 25-30%

dan pada pria 18-23%. Wanita dengan lemak tubuh lebih dari 25% dan pria

lebih dari 20% dari berat badan ideal yang sesuai untuk tinggi tubuh dianggap

mengalami obesitas.

h. Tingkat Sosial

Obesitas banyak dijumpai pada wanita dengan keluarga miskin barangkali

karena sulitnya membeli makanan yang tinggi kandungan protein. Mereka

hanya mampu membeli makanan murah yang umumnya banyak mengandung

hidrat arang. Obesitas yang banyak ditemui pada kalangan eksekutif dan

usahawan, barangkali timbul karena makanan berlemak tinggi disertai

penggunaan minuman beralkohol (Misnadiarly, 2007, hal. 30).


3. Patogenesis Obesitas

Menurut hukum termodinamik, obesitas terjadi karena ketidak-seimbangan

antara asupan energi dengan keluaran energi (energi expenditures) sehingga terjadi

kelebihan energi yang selanjutnya disimpan dalam bentuk jaringan lemak. Kelebihan

energi tersebut dapat disebabkan oleh asupan energi yang tinggi atau keluaran energi

yang rendah. Asupan energi tinggi disebabkan oleh konsumsi makanan yang

berlebihan, sedangkan keluaran energi rendah disebabkan oleh rendahnya

metabolisme tubuh, aktifitas fisis, dan efek termogenesis makanan. Efek

termogenesis makanan ditentukan oleh komposisi makanan. Lemak memberikan efek

termogenesis lebih rendah (3% dari total energi yang dihasilkan lemak)

dibandingkan dengan karbohidrat (6-7% dari total energi yang dihasilkan

karbohidrat) dan protein (25% dari total energi yang dihasilkan protein). Sebagian

besar gangguan homeostasis energi ini disebabkan oleh faktor idiopatik (obesitas

primer atau nutrisional) sedangkan faktor endogen (obesitas sekunder atau non-

nutrisional, yang disebabkan oleh kelainan hormonal, sindrom atau defek genetik)

hanya mencakup kurang dari 10% kasus. Secara klinis obesitas idiopatik dan

endogen.dapat dibedakan sebagaimana yang tercantum pada Tabel 1 (Syarif, 2010).

Tabel 1. Karakteristik obesitas idiopatik dan endogen


Obesitas Idiopatik Obesitas Endogen
>90% kasus <10 % kasus
Perawakan tinggi (umumnya >50th Perawakan pendek (umumnya <5th
persentil TB/U) persentil TB/U)
Riwayat obesitas dalam keluarga Riwayat obesitas dalam keluarga
umumnya positif umumnya negatif
Fungsi mental normal Fungsi mental seringkali retardasi
Usia tulang : normal atau advanced Usia tulang : terlambat (delayed)
Pemeriksaan fisis umumnya normal Terdapat stigmata pada pemeriksaan fisis
Sumber : Moran (1999, dalam Syarif 2010)

Sedangkan menurut Solihin (2002, dalam Silitonga 2008) mengungkapkan

bahwa menurut patogenesisnya maka obesitas dapat dibagi dalam dua macam :

1. Regulatory obesity

2. Metabolic obesity

Pada regulatory obesity gangguan primernya terletak pada pusat yang mengatur

masukan makanan (central mechanism regulating food intake). Pada metabolic

obesity terdapat kelainan metabolisme lemak dan karbohidrat.

Jadi pada dasarnya patogenesis obesitas adalah ketidakseimbangan antara asupan

energi dan keluaran energi serta kelainan pada metabolisme tubuh khususnya lemak

dan karbohidrat.

4. Patofisiologi Obesitas

Menurut Hidajat, Hidayati, dan Irawan (2006) obesitas terjadi karena adanya

kelebihan energi yang disimpan dalam bentuk jaringan lemak. Gangguan


keseimbangan energi ini dapat disebabkan oleh faktor eksogen (obesitas primer)

sebagai akibat nutrisional (90%) dan faktor endogen (obesitas sekunder) akibat

adanya kelainan hormonal, sindrom atau defek genetik (meliputi 10%).

Menurut Surasmo dan Taufan (2002, dalam Hidajat dkk., 2006) serta

Candrawinata (2003, dalam Hidajat, dkk.,2006) mekanisme regulasi keseimbangan

energi dan berat badan dimana pengaturan keseimbangan energi diperankan oleh

hipotalamus melalui 3 proses fisiologis, yaitu : pengendalian rasa lapar dan kenyang,

mempengaruhi laju pengeluaran energi, dan regulasi sekresi hormon yang terlibat

dalam pengaturan dan penyimpanan energi, melalui sinyal-sinyal efferent yang

berpusat di hipotalamus setelah mendapatkan sinyal dari afferent dari perfifer

terutama dari jaringan adiposa tetapi juga dari usus dan jaringan otot. Sinyal-sinyal

tersebut bersifat anabolik (meningkatkan rasa lapar serta menurunkan pengeluaran

energi) dan dapat pula bersifat katabolik (anoreksia, meningkatkan pengeluaran

energi) dan dibagi menjadi 2 kategori, yaitu sinyal pendek dan sinyal panjang.

Sinyal pendek (situsional) yang mempengaruhi porsi makan dan waktu makan,

serta berhubungan dengan faktor distensi lambung dan peptida gastrointestinal, yang

diperankan oleh kolesistokinin (CCK) yang mempunyai peranan paling penting

dalam menurunkan porsi makan dibanding glukagon, bombesin, dan somatostatin.

Sinyal panjang diperankan oleh fat-derived hormon leptin dan insulin yang mengatur

penyimpanan dan keseimbangan energi (Hidajat dkk., 2006).


Apabila asupan energi melebihi dari yang dibutuhkan, maka jaringan adiposa

meningkat disertai dengan peningkatan kadar leptin dalam peredaran darah. Leptin

kemudian merangsang anorexigenic center di hipotalamus agar menurunkan produksi

Neuro Peptide Y (NPY), sehingga terjadi penurunan nafsu makan. Demikian pula

sebaliknya bila kebutuhan energi lebih besar dari asupan energi, maka jaringan

adiposa berkurang dan terjadi rangsangan pada orexigenic center di hipotalamus yang

menyebabkan peningkatan nafsu makan. Pada sebagian besar penderita obesitas

terjadi resistensi leptin, sehingga tingginya kadar leptin tidak menyebabkan

penurunan nafsu makan (Hidajat dkk., 2006).

5. Manifestasi Klinis

Sawarno (2003, dalam Silitonga, 2008) mengemukakan bahwa salah satu tanda-

tanda dari obesitas ini adalah penimbunan lemak yang berlebihan di bawah diafragma

dan di dalam dinding dada bisa menekan paru-paru, sehingga timbul gangguan

pernafasan dan sesak nafas, meskipun penderita hanya melakukan aktivitas ringan.

Biasanya gangguan pernafasan itu terjadi pada saat tidur dan menyebabkan

terhentinya pernafasan untuk sementara (tidur apneu), sehingga pada siang hari

penderita sering merasa ngantuk. Obesitas juga sering ditemukan pada berbagai

masalah ortopedik, termasuk nyeri punggung bawah dan masalah osteoritis. Sering

juga ditemukan kelainan tubuh pada penderita obesitas, seseorang yang obesitas

memiliki permukaan tubuh yang relatif sempit dibandingkan dengan berat badannya,
sehingga panas tubuh tidak dapat dibuang secara efisien dan mengeluarkan keringat

banyak. Gejala obesitas dapat ditemukan pada penderita edema (pembengkakan

akibat penimbunan jumlah cairan) di daerah tungkai dan pergelangan tangan.

Misnadiarly (2007, hal 37) menggolongkan derajat obesitas sebagai berikut :

Mild Obesity

Dikatakan mild obesity bila berat badan individu antara 20-30% diatas berat

badan ideal. Pad derajat ini disamping pengobatan konservatif perlu pengawasan

terhadap akibat-akibat yang dapat ditimbulkan oleh obesitas.

Moderate Obesity

Apabila berat badan individu antara 30-60% di atas berat badan ideal. Pada

derajat ini individu telah masuk pada risiko tinggi untuk mendapatkan penyakit-

penyakit yang ada hubungannya dengan obesitas.

Morbid

Penderita-penderita obesitas yang berat badannya 60% atau lebih di atas berat

badan ideal. Pada derajat ini risiko mengalami gangguan respirasi, gagal jantung,

dan kematian mendadak meningkat dengan tajam.


Selain keempat derajat tersebut, Krai (1985, dalam Misnadiarly, 2007, hal 38)

masih mengemukakan satu derajat lagi yang disebut Malignant Obesity, yaitu

kelebihan berat badan sebesar 45,5 kg di atas berat badan normalnya. Pada Malignant

Obesity ini risiko kematian mendadak sangat tinggi.

Hidajat dkk. (2006), membagi gejala klinis obesitas berdasarkan distribusi

jaringan lemak, menjadi :

Apple shape body (distribusi jaringan lemak lebih banyak dibagian dada dan

pinggang)

Pear shape body/gynecoid (distribusi jaringan lemak lebih banyak dibagian

pinggul dan paha)

Secara klinis obesitas mudah dikenali, karena mempunyai ciri-ciri yang khas,

antara lain (Hidajat dkk.,2006) :

Wajah bulat dengan pipi tembem dan dagu rangkap

Leher relatif pendek

Dada membusung dengan payudara membesar

Perut membuncit (pendulous abdomen) dan striae abdomen

Pada anak laki-laki : burried penis, gynaecomastia

Pubertas dini
Genu valgum (tungkai berbentuk x) dengan kedua pangkal paha bagian dalam

saling menempel dan bergesekan yang dapat menyebabkan laserasi kulit

6. Karakteristik Obesitas

Karakteristik obesitas dibagi menurut cara penentuan obesitas itu sendiri.

Menurut Hartono (2006, hal. 173) ada empat cara yang dapat dipakai untuk

mengevaluasi obesitas.

Tabel 2. Metode penilaian lemak tubuh


Metode Aspek Positif Aspek Negatif
Berat badan Mudah, tersedia standar Tergantung tinggi badan
yang bisa diperbanyak Tidak memiliki distribusi
lemak
Kurang memiliki korelasi
dengan morbiditas
Indeks masa tubuh Mudah, tersedia standar Tidak memiliki distribusi
(BB:TB2) yang bisa diperbanyak lemak
Kurang memiliki korelasi
dengan morbiditas
Lipatan kulit Standar tersedia Dapat diperbanyak hanya
Tidak tergantung tinggi setelah diselesaikan oleh
badan praktisi yang terlatih
Menilai distribusi lemak Memerlukan kapiler
Memiliki korelasi dengan
morbiditas
Densitometri Dianggap sebagai standar Tidak mudah dikerjakan
(menimbang dalam yang baik (gold standar) Tidak menilai disribusi
air) Standar tersedia lemak
Memiliki korelasi dengan Memerlukan peralatan
morbiditas yang rumit dan mahal.
Sumber : Hartono (2006, hal. 169)
Namun, cara yang kini digunakan untuk mengukur obesitas adalah Indeks Masa

Tubuh dan Lingkaran Perut (Hartono, 2006 hal.173).

a. Obesitas Berdasarkan Pengukuran Indeks Masa Tubuh (IMT)

Menurut Hartono (2006, hal. 94) IMT banyak digunakan di rumah sakit untuk

mengukur status gizi pasien karena IMT dapat memperkirakan ukuran lemak tubuh

yang sekalipun hanya estimasi tetapi lebih akurat daripada pengukuran berat badan

saja. Di samping itu, pengukuran IMT lebih banyak dilakukan saat ini karena orang

yang kelebihan berat badan atau yang gemuk lebih berisiko untuk menderita penyakit

diabetes, penyakit jantung, stroke, hipertensi, osteoarthritis, dan beberapa bentuk

penyakit kanker.

Penggunaan IMT disini hanya berlaku untuk orang dewasa > 18 tahun dan tidak

dapat diterapkan untuk pengukuran status gizi bayi dan anak, remaja dan ibu hamil

serta olahragawan. Untuk menentukan status gizi anak dan remaja dipakai Indeks

Massa Tubuh/U (IMT/U), sedangkan untuk ibu hamil digunakan pengukuran Lingkar

Lengan Kiri Atas (Lila) dan pada olahragawan digunakan pengukuran tebal lemak

untuk mengetahui massa otot (Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular,

2008).

Namun, The National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Disease

(www.niddk.nih.gov/health/nutr/pubs/statobes.htm) mengingatkan bahwa orang yang

berotot dan bertulang besar dapat memiliki IMT yang tinggi tetapi tetap sehat. Begitu
pula, orang berusia lanjut, orang dengan massa otot yang rendah dan pasien

malnutrisi bisa memiliki IMT yang normal tetapi tidak tepat (Hartono, 2006).

Indeks massa tubuh (body mass index) :

Berat badan (kg)

Tinggi badan (m2)

Nilai standar (yang diusulkan bagi orang Asia, 2000) :

<18,5 berat kurang

18,5-22,9 berat normal

>23 preobese

23-24,9 obese ringan

25-29,9 obese sedang

30 obese berat

Selain pengukuran dengan cara di atas, IMT juga bisa ditentukan dengan

nomogram dan peta IMT (Hartono, 2006 hal. 94).

b. Obesitas Berdasarkan Pengukuran Lingkaran Perut

Pengukuran lingkaran perut (waist circumference) kini menjadi metode paling

popular kedua (sesudah IMT) untuk menentukan status gizi (Hartono, 2006 hal. 96).

Pengukuran lingkar perut dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya obesitas

abdominal/sentral. Jenis obesitas ini sangat berpengaruh terhadap kejadian penyakit

kardiovaskular dan diabetes mellitus (Badan Penelitian dan Pengembangan

Kesehatan, 2007).
Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (2007) alat yang

dibutuhkan:

1. Ruangan yang tertutup dari pandangan umum. Jika tidak ada gunakan tirai

pembatas.

2. Pita pengukur

3. Spidol atau pulpen

Tabel 3. Cara pengukuran lingkaran perut

1. Jelaskan pada responden tujuan pengukuran lingkar perut dan tindakan


apa saja yang dilakukan dalam pengukuran.
2. Untuk pengukuran ini responden diminta dengan cara yang santun untuk
membuka pakaian bagian atas atau menyingkapkan pakaian bagian atas
dan raba tulang rusuk terakhir responden untuk menetapkan titik
pengukuran.

3. Tetapkan titik batas tepi tulang rusuk paling bawah.


4. Tetapkan titik ujung lengkung tulang pangkal paha/panggul.

5. Tetapkan titik tengah di antara titik tulang rusuk terakhir dan titik ujung
lengkung tulang paha/panggul dan tandai titik tengah tersebut dengan
alat tulis.

6. Minta responden untuk berdiri tegak dan bernafas dengan normal


(ekspirasi normal).
7. Lakukan pengukuran lingkaran perut dimulai/diambil dari titik tengah
kemudian secara sejajar horizontal melingkari pinggang dan perut
kembali menuju titik tengah di awal pengukuran.

8. Apabila responden mempunyai perut yang gendut ke bawah, pengukuran


mengambil bagian yang paling buncit lalu berakhir pada titik tengah
tersebut.
9. Pita mengukur tidak boleh melipat dan ukur lingkar pinggang mendekati
angka 0,1 cm.

Sumber : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (2007)

Menurut Hartono (2006, hal. 173) obesitas yang diukur dengan Indeks Masa

Tubuh dapat dibagi menjadi obesitas perifer dan obesitas sentral atau abdominal

berdasarkan lingkar perut. Bagi orang Asia, lingkaran perut pada laki-laki harus

kurang dari 90 cm sementara pada wanita kurang dari 80 cm. Jadi, IMT yang

melebihi 23 dengan lingkaran perut lebih dari 90 cm pada laki- laki dan 80 cm pada

wanita dapat digolongkan ke dalam obesitas abdominal. Obesitas abdominal (obesitas

viseral) akan disertai dengan peningkatan prevalensi dengan berbagai penyakit

kronis, termasuk arteri koronaria, diabetes, hipertensi, stroke, dan kelainan jenis-jenis

kanker tertentu. Dalam menentukan risiko untuk kelainan/penyakit yang berhubungan

dengan obesitas, distribusi lemak lebih penting daripada jumlah total lemak dalam

tubuh. Pada obesitas viseral, distribusi lemak terutama terdapat di sekeliling organ-

organ viseral di dalam rongga perut.

7. Aktivitas Fisik
Menurut Almatsier (2003) mengatakan bahwa aktivitas fisik dapat didefinisikan

sebagai gerakan fisik yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem penunjangnya.

Sedangkan Fathonah dkk (1996) membagi aktivitas fisik itu menjadi dua yaitu

aktivitas eksternal dan aktivitas internal, aktivitas eksternal yaitu aktivitas yang

dilakukan oleh pergerakan anggota tubuh selama 24 jam serta banyak mengeluarkan

energy dan aktivitas internal adalah suatu aktivitas dimana proses bekerjanya organ-

organ dalam tubuh saat istirahat.

Aktivitas fisik merupakan prilaku utama yang dapat mencegah peningkatan berat

badan dan secara signifikan meningkatkan kehilangan berat badan jangka panjang

dan menurunkan risiko kesehatan yang berhubungan dengan banyak kondisi

kesehatan kronik (Jakicic & Otto, 2005).

Obesitas dapat terjadi bukan karena makan berlebihan, tetapi karena aktivitas fisik

berkurang sehingga terjadi kelebihan energi (Moehyi, 1992). Aktivitas fisik jelas

mengatur keseluruhan keseimbangan kalori, disamping itu individu yang obes

cendrung kurang aktif. Hal ini dapat menjadi faktor pendukung dalam

mempertahankan berat badan pada kebanyakan orang yang obes. Lebih lagi obesitas

menyebabkan orang tidak aktif. Kenaikan sedikit berat badan yang sering terjadi pada

umur pertengahan tampaknya lebih disebabkan oleh aktivitas fisik yang berkurang.

Jejas atau penyakit dapat menyebabkan terbatasnya aktivitas fisik untuk waktu yang

lama dan cendrung untuk mengalami kenaikan berat badan jika asupan kalori tidak

dikurangi dengan tepat (Isselbacher dkk., 1999, hal. 498). Dan penelitian Rembulan
(2007) menunjukan terdapatnya hubungan yang bermakna antara aktivitas fisik

dengan kejadian obesitas (p = 0,016, OR = 0,372).

Untuk pengukuran aktivitas fisik ini digunakan kuesioner yang dikembangkan

oleh Baecke et al. (1982). Pertanyaan yang diajukan meliputi waktu bekerja, waktu

olahraga, dan waktu luang. Skor untuk skala dan tingkatan adalah :

Tabel 4. Skor skala dan tingkatan pada kuesioner aktivitas fisik (Baecke et al.,
1982)

Skala Tingkat Intensitas Waktu Proporsi


olahraga
Tidak Ringan (1): < 1 jam/mgg: 0,5 < 1 bln/thn:0,04
pernah = 1 Ringan : 1 0,76
Meliputi : supir, guru, 1-2jam/mgg : 1,5 1-3 bln/thn:0,17
Jarang = 2 pensiunan, pedagang Sedang (2):
menetap, pelajar, ibu 1,76 2-3jam/ mgg: 2,5 4.6 bln/thn:0,42
Kadang- rumah tangga
kadang = Berat (3): 3-4jam/mgg: 3,5 7-9bln/thn: 0,67
Sedang : 2 2,76
3
Meliputi : buruh pabrik > 4 jam/mgg: 4,5 > 9 bln/thn:0,92
Sering = 4
Berat : 3
Sangat Meliputi : buruh
bangunan, pedagang
sering= 5
keliling, dan petani

Olahraga :
Ringan : bowling,
memancing

Sedang: bulu tangkis,


sepeda, senam, renang,
golf, jogging

Berat : basket,
sepakbola

Responden yang tidak


olahraga diberi nilai 0.

Adapun contoh dalam perhitungan skor aktivitas fisik adalah :

Kegiatan Waktu Bekerja Kategori Skor

a1. Pekerjaan utama pelajar 1

a2. Beraktivitas sambil duduk sangat sering 5

a3. Beraktivitas sambil berdiri kadang-kadang 3

a4. Beraktivitas sambil berjalan jarang 2

a5. Beraktivitas sambil mengangkat beban tidak pernah 1

a6. Setelah beraktivitas merasa lelah sering 4

a7. Setelah beraktivitas berkeringat kadang-kadang 3

a8. Aktivitas fisik termasuk sedang 3

Kegiatan waktu bekerja = [a1 + (6-a2) + a3 + a4 + a5 + a6 + a7 + a8] / 8

= [1 + (6-5) + 3 + 2 + 1 + 4 + 3 + 3] / 8 = 2,25

Kegiatan Waktu Olahraga Kategori Skor


a9. Jenis olahraga renang intensitas (sedang) 1,76

a10. Berapa jam dalam seminggu waktu (>4 jam) 4,5

a11. Berapa bulan dalam setahun proporsi (7-9 bulan) 0,67

a12. Jenis olahraga lain : basket intensitas (berat) 1,76

a13. Berapa jam dalam seminggu waktu (2-3 jam) 2,5

a14. Berapa bulan dalam setahun proporsi (6-7 bulan) 0,42

Rumus : a = (intensitas x waktu x proporsi)

a = [(a9 x a10 x a11) + (a12 x a13 x a14)]


a = [(1,26 x 4,5 x 0,67) + (1,76 x 2,5 x 0,42)] = 5,12

a15. Aktivitas fisik pada waktu luang biasa saja 3

a16. Beraktivitas dan berkeringat kadang-kadang 3

a17. Olahraga di waktu luang jarang 2

Kegiatan waktu olahraga = (a + a15 + a16 + a17) / 4

= (5,12 + 3 + 3 + 2) / 4 = 3,28

Kegiatan Waktu Luang Kategori Skor

a18. Waktu luang menonton TV sering 4

a19. Waktu luang berjalan-jalan kadang-kadang 3

a20. Waktu luang bersepeda jarang 2

a21. Jalan kaki / bersepeda ke sekolah 5-15 menit 2

Kegiatan waktu luang = [(6-a18) + a19 + a20 + a21] / 4

= [(6-4) + 3 + 2 + 2] / 4 = 2, 25
TOTAL AKTIVITAS FISIK

= Kegiatan waktu bekerja + kegiatan waktu olahraga + kegiatan waktu luang

Aktivitas fisik = 2,25 + 3,28 + 2,25 = 7,78 (termasuk kategori aktivitas sedang)

Kategori : nilai indeks 6,5 : Aktivitas ringan

nilai indeks 6,6-9,5 : Aktivitas sedang

nilai indeks > 9,5 : Aktivitas berat

B. Diabetes Mellitus
1. Definisi

Menurut American Diabetes Association (ADA) (2005) diabetes mellitus

merupakan suatu kumpulan penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia

yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.

Sedangkan menurut WHO 1980 dikatakan bahwa diabetes mellitus merupakan

sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tapi

secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan

kimiawi yang merupakan akibat dari sejumlah faktor yang dimana didapat defisiensi

insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin (PERKENI, 2006).

2. Faktor Risiko Terjadinya Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus disebabkan berkurangnya produksi dan ketersediaan insulin

dalam tubuh atau terjadinya gangguan fungsi insulin yang sebenarnya berjumlah
cukup. Kekurangan inslin disebabkan adanya kerusakan sebagian kecil atau sebagian

besar sel-sel beta pulau langerhans dalam kelenjar pankreas yang berfungsi

menghasilkan insulin (Utami, 2005). Faktor risiko terjadinya diabetes mellitus adalah

sebagai berikut :

1. Genetik atau Keturunan

Diabetes mellitus cendrung diturunkan atau diwariskan bukan ditularkan.

Anggota keluarga penderita DM (diabetisi) memiliki kemungkinan lebih besar

terserang penyakit ini dibandingkan dengan anggota keluarga yang tidak

menderita DM. Ahli kesehatan juga menyebutkan DM merupakan penyakit

yang terpaut kromosom seks atau kelamin. Biasanya kaum laki-laki menjadi

penderita sesungguhnya, sedangkan kaum perempuan sebagai pihak yang

membawa gen untuk diwariskan untuk anak-anaknya (Utami, 2005).

2. Usia

Pertambahan usia merupakan faktor risiko yang penting untuk DM.

Dalam semua penelitian epidemiologi pada berbagai populasi, prevalensi DM

memperlihatkan peningkatan yang spesifik menurut usia (Gibney, Margetts,

Kearney, dan Arab, 2009).

3. Obesitas
Obesitas merupakan faktor risiko utama untuk terjadinya DM.

hubungannya dengan DM tipe II sangatlah kompleks (Gibney dkk., 2009).

Obesitas menyebabkan jumlah reseptor dan kepekaan insulin menurun

mengakibatkan glukosa darah yang masuk yang masuk ke dalam sel

berkurang, sehingga sel kekurangan bahan metabolisme energi dan kadar

glukosa darah meningkat melebihi angka normal. Kadar glukosa darah yang

meningkat melewati ambang batas ginjal akan dikeluarkan melalui urin

(Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular, 2008).

4. Obesitas Sentral/abdominal (lingkar perut untuk pria > 90 cm, wanita

> 80 cm)

Pada obesitas sentral terjadi resistensi insulin di hati yang mengakibatkan

peningkatan FFA/Free Fatty Acid (asam lemak bebas) dan oksidasinya. FFA

menyebabkan gangguan metabolisme glukosa baik secara oksidatif maupun

non-oksidatif sehinga mengganggu pemakaian glukosa oleh jaringan perifer.

Peningkatan FFA pada orang yang gemuk pada umumnya terjadi karena

proses lipolisis jaringan adiposa lebih sering dari orang normal. Peningkatan

jumlah lemak viseral (abdominal) mempunyai korelasi positif dengan

hiperinsulin dan berkorelasi negatif dengan sensitivitas insulin (Direktorat

Pengendalian Penyakit Tidak Menular, 2008).


5. Resistensi insulin

Defek pada sekresi dan kerja insulin merupakan dua faktor patogenik

yang utama pada DM. Kerja insulin dibawah normal pada jaringan yang

diantarai insulin mengakibatkan berkurangnya pembuangan glukosa,

sekalipun pada mereka yang bukan diabetisi. Keadaan ini akan

mengakibatkan hiperinsulinemia kompensasi (Gibney dkk., 2009).

6. Kurangnya aktivitas fisik

Pada keadaan istirahat metabolisme otot hanya sedikit menggunakan

glukosa darah sebagai sumber energi, sedangkan pada saat beraktivitas fisik

(latihan fisik/olahraga), otot menggunakan glukosa darah dan lemak sebagai

sumber energi utama. Aktivitas fisik tadi mengakibatkan sensitivitas dari

reseptor dan insulin semakin meningkat pula sehingga glukosa darah yang

dipakai untuk metabolisme energi semakin baik (Direktorat Pengendalian

Penyakit Tidak Menular, 2008).

Menurut Chaveau dan Kaufman (1889, dalam Direktorat Pengendalian

Penyakit Tidak Menular, 2008) latihan fisik/ olahraga pada diabetisi dapat

menyebabkan peningkatan pemakaian glukosa darah oleh otot yang aktif


sehingga latihan fisik/olahraga secara langsung dapat menyebabkan

penurunan kadar lemak tubuh, mengontrol kadar glukosa darah, memperbaiki

sensitivitas insulin, menurunkan stres, mencegah terjadinya DM tipe II pada

penderita gangguan toleransi glukosa dan lain-lain.

7. Dislipidemia, kadar lipid (Kolesterol HDL = 35 mg/dl dan atau trigliserida

250 mg/dl)

Dislipidemia pada diabetisi lebih meningkatkan risiko timbulnya penyakit

kardiovaskuler. Gambaran yang sering didapatkan pada dislipidemia adalah

peningkatan trigliserida (250 mg/dl) dan penurunan kadar kolesterol HDL

(=35 mg/dl) (Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular, 2008).

8. Diet tidak seimbang, dengan tinggi gula dan rendah serat

Konsumsi makanan yang tidak seimbang, tinggi gula dan rendah serat

juga merupakan faktor risiko dari DM. perencanaan makanan yang

dianjurkan seimbang dengan kompisisi energi yang dihasilkan oleh

karbohidrat, protein dan lemak, seperti : karbohidrat 45 60%, protein 10

20 %, dan lemak 20 25% (Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular,

2008).

9. Merokok
Rokok merupakan produk utama dari tembakau yang mengandung unsur

tar termasuk golongan senyawa polisiklik aromatik hidrokarbon, mengandung

nikotin CO, HCN, dan benzopyrene. Nikotin dapat menyebabkan

pengurangan sensitivitas insulin dan meningkatkan terjadinya resistensi

insulin. Pada kondisi hiperglikemi, nikotin dan karbon monoksida dapat

mempercepat terjadinya penggumpalan darah. Diabetisi yang merokok

cendrung mengalami penyakit yang berkaitan dengan pembuluh darah

sehingga banyak mengalami komplikasi seperti kebutaan, impotensi, gagal

ginjal, dan tindakan amputasi (Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak

Menular, 2008).

3. Klasifikasi

Klasifikasi diabetes mellitus diredefinisi pada tahun 1997 oleh suatu pakar dari

the American Diabetes Association. Skema klasifikasi baru dibuat untuk

mencerminkan etiologi dan patogenesisnya, sedangkan klasifikasi sebelumnya, lebih

didasarkan pada tipe pengobatan farmakologis untuk penanganan diabetes (Sacher &

Mc. Pherson, 2002). Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :

a. Diabetes mellitus tipe I

DM tipe I ini ditandai oleh penurunan kadar insulin (insulinopenia) yang

disebabkan oleh destruksi sel-sel beta, baik itu kegagalan produksi parsial atau

total dalam oleh sel-sel beta pankreas. Faktor penyebab masih belum
dimengerti dengan jelas tetapi beberapa virus tertentu, penyakit autoimun, dan

faktor-faktor genetik mungkin turut berperan. Pasien DM tipe I ini

memerlukan insulin untuk tetap bertahan hidup. Tanpa adanya insulin dari

luar, pasien tersebut akan mengalami ketoasidosis, koma, dan kematian

(Gibney, Margetts, Kearney, dan Arab, 2009).

b. Diabetes mellitus tipe II

DM tipe II merupakan bentuk DM yang paling sering ditemukan dan

ditandai oleh gangguan pada sekresi dan kerja insulin. Kedua defek ini

terdapat pada DM klinis. Penyebab yang jumlahnya banyak dan bervariasi

untuk terjadinya kelainan ini telah teridentifikasi. DM tipe II juga memiliki

perubahan multifaktorial. Mayoritas pasien DM tidak bergantung pada insulin

dan kebanyakan di antara mereka menderita diabetes pada usia dewasa. Pada

DM tipe II sering terdapat resistensi insulin dengan insulinopenia relatif yang

kadang-kadang pada saat stress memerlukan insulin. Ketoasidosis jarang

ditemukan dan jika terlihat, keadaan ini berhubungan dengan sres atau

penyakit lain yang menjangkiti pasien DM. Pasien DM juga cendrung

mengalami komplikasi mikrovaskular dan makrovaskular. Faktor etiologi

meliputi faktor genetik, usia, obesitas, dan kurangnya aktivitas fisik (Gibney,

dkk., 2009).
c. Tipe-tipe spesifik termasuk defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja

insulin, penyakit yang mempengaruhi pankreas eksokrin, endokrinopati (yang

melibatkan hormon lain misalnya GH, kortisol, dsb), defek akibat obat atau

bahan kimia, infeksi, gangguan autoimun, dan sindrom genetik lainnya

(Sacher & Mc.Pherson, 2002).

d. Diabetes Gestasional

DM Gestasional merupakan intoleransi karbohidrat yang mengakibatkan

hiperglikemia dengan keparahan yang beragam dan onset atau deteksi pertama

kali pada saat hamil. Definisi berlaku tanpa memandang apakah hormon

insulin digunakan atau tidak dalam penanganannya ataukah keadaan tersebut

tetap bertahan setelah kehamilan berakhir. Intoleransi glukosa dapat

mendahului kehamilan tetapi keadaan ini tidak dapat diketahui sebelumnya

(Gibney, dkk., 2009).

4. Diagnosis

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis

tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM,

pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara


enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole

blood), vena atau kapiler tetap dapat dipergunakan dengan memperhatikan angka-

angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan WHO. Sedangkan untuk

pemantauan tujuan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan pemeriksaan glukosa

darah kapiler (PERKENI, 2006).

Kecurigaan adanya DM apabila terdapat keluhan klasik DM seperti tersebut di

bawah ini (PERKENI, 2006) :

a. Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat badan

yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.


b. Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan

disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.

Menurut PERKENI (2006) diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara :

a. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu

200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Glukosa plasma

sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa

memperhatikan waktu makan terakhir.


b. Pemeriksaan glukosa plasma puasa yang lebih mudah dilakukan, mudah diterima

oleh pasien serta murah, sehingga pemeriksaan ini dianjurkan untuk diagnosis

DM. Puasa diartikan pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam.
c. Kadar glukosa plasma 2 jam pada TTGO 200 mg/dl. TTGO dilakukan dengan

standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 g glukosa

anhidrus yang dilarutkan ke dalam air. TTGO lebih sensitif dan spesifik

dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun memiliki


keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam

praktek jarang dilakukan.

Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria DM atau normal, maka dapat

digolongkan ke dalam kelompok TGT atau GDPT tergantung dari hasil yang

diperoleh (PERKENI, 2006) :

TGT : diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO

didapatkan glukosa plasma puasa 2 jam setelah beban antara 140-

199 mg/dl.
GDPT : diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan

glukosa plasma puasa didapatkan antara 100-125 mg/dl.

Dan pemeriksaan penyaring ditujukan pada mereka yang mempunyai risiko DM

tapi tidak menunjukkan adanya gejala DM. Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk

menemukan pasien DM, TGT, atau GDPT sehingga dapat ditangani lebih dini secara

tepat. Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa

darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa. Apabila pada pemeriksaan penyaring

ditemukan hasil positif, maka perlu dilakukan konfirmasi dengan pemeriksaan

glukosa plasma puasa atau dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) standar. Kadar

glukosa darah sewaktu dan glukosa darah puasa sebagai patokan penyaring dapat

dilihat pada tabel 5 (PERKENI, 2006).


Bagan 1. Langkah-langkah diagnostik DM dan gangguan (PERKENI, 2006) :

Keluhan Klinik Diabetes

Keluhan klinis diabetes (+) Keluhan klasik (-)

GDP 126 <126 GDP 126 100-125 <100


Atau Atau
GDS 200 <200 GDS 200 140-199 <140
Ulangi GDS atau GDP

GDP 126 <126


Atau TTGO
GDS 200 <200 GD 2 jam

200 140-199 <140

TGT GDPT Normal

DIABETES MELLITUS

Keterangan :
GDP = Glukosa Darah Puasa
GDS = Glukosa Darah Sewaktu
GDPT = Glukosa Darah Puasa Terganggu
TGT = Toleransi Glukosa Terganggu

Tabel 6. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring
dan diagnosa DM (mg/dl)
Pemeriksaan Bukan DM Belum pasti DM DM
Glukosa darah sewaktu
Plasma vena < 100 100 199 200
Darah kapiler < 90 90 - 199 200
Glukosa darah puasa
Plasma vena < 100 100 125 126
Darah kapiler < 90 90 - 99 100
Sumber : PERKENI (2006)

5. Patofisiologi
Pengolahan bahan makanan dimulai dari mulut kemudian ke lambung dan

selanjutnya ke usus. Di dalam saluran pencernaan, makanan yang terdiri atas

karbohidrat dipecah menjadi glukosa, protein dipecah menjadi asam amino dan lemak

menjadi asam lemak. Ketiga zat makanan itu diedarkan ke seluruh tubuh untuk

dipergunakan oleh organ-organ di dalam tubuh sebagai bahan bakar. Supaya berfungsi

sebagai bahan bakar zat makanan itu harus diolah, dimana glukosa dibakar melalui

proses kimia yang menghasilkan energi yang disebut metabolisme (Misnadiarly,

2006).

Dalam proses metabolisme, insulin memegang peranan penting yaitu memasukkan

glukosa ke dalam sel yang digunakan sebagai bahan bakar. Insulin adalah suatu zat

atau hormon yang dihasilkan oleh sel beta di pankreas, bila insuli tidak ada maka

glukosa tidak dapat masuk sel dengan akibat glukosa tetap berada di pembuluh darah

yang artinya kadar glukosa di dalam darah meningkat (Misnadiarly, 2006).

Pada diabetes mellitus tipe I, terjadi kelainan sekresi insulin oleh sel beta

pankreas.pasien diabetes tipe ini mewarisi kerentanan genetik yang merupakan

predisposisi untuk kerusakan autoimun sel beta pankreas. Respon autoimun dipacu

oleh aktivitas limfosit, antibodi terhadap sel pulau langerhans, dan terhadap insulin itu

sendiri (Misnadiarly, 2006).

Pada diabetes mellitus tipe II, jumlah insulin normal tetapi jumlah reseptor insulin

yang terdapat pada permukaan sel yang kurang sehingga glukosa yang masuk ke

dalam sel sedikit dan glukosa dalam darah menjadi meningkat (Misnadiarly, 2006).

6. Manifestasi Klinis
Menurut Utami & Tim Lentera (2005), gejala diabetes mellitus sangat bervariasi.

Umumnya gejala yang dirasakan diabetesi adalah sering buang air kecil terutama

pada malam hari (poliuria), sering haus (polidipsia), dan sering lapar (polifagia). Hal

lain yang sering menjadi keluhan adalah (Utami & Tim Lentera, 2005) :

a. Kelainan kulit, seperti gatal dan bisul. Biasanya bagian tubuh yang terasa

gatal adalah daerah genitalia atau daerah lipatan kulit, seperti ketiak dan

bawah payudara.
b. Kelainan ginekologi, seperti keputihan yang diakibatkan adanya jamur

candida.
c. Kesemutan dan mati rasa (baal) yang diakibatkan neuropati.
d. Tubuh menjadi lemah dan mudah merasa lelah.
e. Luka atau bisul tak kunjung sembuh, meskipun luka hanya timbul karena hal

sepele seperti luka lecet.


f. Infeksi saluran kemih.
g. Keluhan impotensi yang diderita kaum pria.
h. Katarak atau gangguan refraksi akibat-akibat perubahan pada lensa akibat

hiperglikemia.
i. Diabetisi wanita yang hamil akan melahirkan bayi yang beratnya lebih dari 4

kg.
7. Komplikasi

Komplikasi diabetes mellitus dapat bersifat akut atau kronis. Komplikasi akut

terjadi jika kadar glukosa darah seseorang meningkat atau menurun tajam dalam

waktu relatif singkat. Komplikasi kronis berupa kelainan pembuluh darah yang

akhirnya bisa menyebabkan serangan jantung, ginjal, saraf, dan penyakit berat

lainnya (Utami & Tim Lentera, 2005).

a. Komplikasi akut diabetes mellitus


1) Reaksi Hipoglikemia

Reaksi hipoglikemia adalah gejala yang timbul akibat tubuh kekurangan

glukosa. Gejala tersebut dengan tanda-tanda : rasa lapar, gemetar, keringat

dingin, pusing, dan sebagainya (Tjokroprawiro, 2006).

Menurut Utami & Tim Lentera (2005), ada 4 macam keadaan

hipoglikemia :

a) Hipoglikemi murni jika kadar glukosa darah kurang dari 50 mg/dl.


b) Reaksi hipoglikemia akibat menurunnya kadar glukosa darah secara

mendadak.
c) Koma hipoglikemia akibat kadar glukosa darah yang sangat rendah.
d) Hipoglikemia reaktif jika gejala hipoglikemia terjadi 3-5 jam setelah

makan.
2) Ketoasidosis Diabetik-Koma Diabetik

Menurut Tjokroprawiro (2006) koma diabetik ini timbul karena kadar

darah dalam tubuh terlalu tinggi dan biasanya lebih dari 600 mg/dl. Gejala

koma diabetik yang sering timbul adalah :

a) Nafsu makan menurun (bisanya diabetisi mempunyai nafsu makan

yang besar)
b) Minum banyak, kencing banyak
c) Kemudian disusul rasa mual, muntah, nafas penderita menjadi cepat

dan dalam, serta berbau aseton


d) Sering disertai panas badan karena biasanya ada infeksi dan penderita

koma diabetik harus segera dibawa ke rumah sakit


3) Koma Hiperosmoler Non Ketotik (KHNK)
Gejala KHNK adalah adanya dehidrasi yang berat, hipotensi, dan

menimbulkan shock. Komplikasi ini diartikan sebagai keadaan tubuh tanpa

penimbunan lemak sehingga penderita tidak menunjukkan pernapasan yang

cepat dan dalam (kusmaul). Pemeriksaan laboratorium bahwa kadar glukosa

penderita sangat tinggi, pH darah normal, kadar natrium (Na) tinggi, dan tidak

ada ketonemia (Utami & Tim Lentera, 2005).

4) Kemo Lakto Asidosis

Keadaan ini diartikan sebagai suatu keadaan tubuh dengan asam laktat

tidak dapat diubah menjadi bikarbonat. Akibatnya, kadar asam laktat di dalam

darah meningkat (hiperlaktetemia) dan akhirnya menimbulkan koma.

Keadaan ini dapat terjadi akibat infeksi, shock, gangguan faal hepar, ginjal,

diabetes mellitus yang mendapat pengobatan dengan phenformin. Gejala yang

muncul biasanya berupa gejala stupor hingga koma. Pemeriksaan gula darah

biasanya menunjukkan hiperglikemia ringan (glukosa darah dapat normal atau

sedikit turun) (Utami & Tim Lentera, 2005).

b. Komplikasi kronis diabetes mellitus

Menurut Utami & Tim Lentera (2005) komplikasi kronik dapat dibagi menjadi

dua bagian berikut :

1) Komplikasi spesifik
Komplikasi spesifik adalah komplikasi akibat kelainan pembuluh darah kecil

atau mikroangiopati diabetika (Mi.DM) dan kelainan metabolisme dalam

jaringan. Jenis-jenis komplikasi spesifik sebagai berikut :


Retinopati diabetika (RD), gejala penglihatan mendadak buram atau

seperti berkabut.
Nefropati diabetika (ND), gejalanya ada protein dalam air kencing,

terjadi pembengkakan, hipertensi, dan kegagalan fungsi ginjal yang

menahun.
Neuropati diabetika (Neu.D), gejalanya perasaan terhadap getaran

berkurang, rasa panas seperti terbakar pada bagian ujung tubuh, rasa

nyeri, rasa kesemutan, serta rasa terhadap panas dan dingin berkurang.

Selain itu, otot lengan atas menjadi lemah, penglihatan kembar,

impotensi sementara, mengeluarkan banyak keringat, dan rasa

berdebar waktu istirahat.


Diabetik foot (DF) dan kelainan kulit, seperti tidak berfungsinya kulit

(dermatopati diabetik), adanya gelembung berisi cairan di kulit (bullae

diabetik), dan kulit mudah terinfeksi.


2) Komplikasi tak spesifik
Kelainan ini sama dengan non-diabetes mellitus, tetapi terjadi lebih awal atau

lebih mudah. Penyakit yang termasuk komplikasi tak spesifik adalah sebagi

berikut :
Kelainan pembuluh darah besar atau makroangiopati (Ma.DM). kelainan ini

berupa timbunan zat lemak di dalam dan di bawah pembuluh darah

(aterosklerosis)
Kekeruhan pada lensa mata (katarak lentis)
Adanya infeksi seperti infeksi saluran kencing dan tuberkulosis (TBC) paru
C. Hubungan Karakteristik Obesitas dan Tingkat Aktivitas Fisik dengan

Diabetes Mellitus Tipe II


1. Hubungan Obesitas Berdasarkan Indeks Masa Tubuh (IMT) dengan

Diabetes Mellitus Tipe II

Berat badan lebih (indeks masa tubuh/IMT >23) merupakan risiko dari DM tipe

II. Peningkatan sekresi insulin adalah gambaran umum dari kegemukan terjadi pada

keadaan basal dan sebagai respons terhadap variasi luas dari agen insulinogenik. Ada

hubungan antara derajat obesitas dan tingginya hiperinsulinemia terutama kadar

insulin basal. Resistensi insulin dapat disebabkan oleh suatu produk sel beta yang

abnormal, antagonis insulin dalam sirkulasi, atau insensitivitas jaringan insulin.

Karena sekresi sel pulau yang abnormal atau antagonis dalam sirkulasi tidak

ditemukan, diperkirakan bahwa resistensi insulin pada obesitas terutama disebabkan

oleh ketidakpekaan jaringan. Inisial tahapan dalam aksi insulin termasuk ke dalam

jaringan reseptor. Sel-sel manusia yang obes berisi penurunan jumlah reseptor insulin

dan penurunan ini tidak diragukan memainkan peranan pada resistensi insulin

(Isselbacher dkk., 1999).

Tahap awal dalam kerja insulin berikatan dengan reseptor permukaan sel dalam

jaringan sasaran. Peningkatan insulin pada reseptor mengaktivasi aktivitas tirosin

kinase dari domain sitoplasmik dari reseptor, dan aktivitas kinase ini penting untuk

banyak, jika tidak seluruhnya, dari kerja insulin. Defek dalam aktivitas tirosin kinase

resetor insulin telah ditemukan beberapa keadaan resistensi insulin, termasuk diabetes
mellitus tipe II, aktivitas reseptor kinase adalah normal dalam kegemukan. Kerusakan

aksi insulin di bawah reseptor insulin juga berperan pada resistensi insulin pada

obesitas. Pada pasien obes dengan derajat hiperinsulinemia paling rendah dan

resistensi insulin, derajat aksi insulin terutama disebabkan oleh penurunan jumlah

reseptor insulin. Jaringan lemak yang membesar pada orang yang gemuk mengalami

penurunan dalam reseptor insulin dan bahwa defek yang lebih besar dalam kapasitas

untuk memetabolisme glukosa, menunjukkan abnormalitas biokimiawi utama ke arah

mekanisme reseptor (Isselbacher dkk., 1999).

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa obesitas menyebabkan

jumlah reseptor dan kepekaan insulin menurun mengakibatkan glukosa darah yang

masuk yang masuk ke dalam sel berkurang, sehingga sel kekurangan bahan

metabolisme energi dan kadar glukosa darah meningkat melebihi angka normal.

Kadar glukosa darah yang meningkat melewati ambang batas ginjal akan dikeluarkan

melalui urin. Diabetisi akan mengalami gejala haus yang berlebihan. Sering buang air

kecil, rasa lapar yang berlebihan tetapi nantinya berat badan akan menurun

(Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular, 2008).

2. Hubungan Obesitas Berdasarkan Lingkar Perut dengan Diabetes Mellitus

Tipe II

Pada obesitas sentral terjadi resistensi insulin di hati yang mengakibatkan

peningkatan FFA/Free Fatty Acid (asam lemak bebas) dan oksidasinya. FFA
menyebabkan gangguan metabolisme glukosa baik secara oksidatif maupun non-

oksidatif sehinga mengganggu pemakaian glukosa oleh jaringan perifer. Peningkatan

FFA pada orang yang gemuk pada umumnya terjadi karena proses lipolisis jaringan

adiposa lebih sering dari orang normal. Peningkatan jumlah lemak viseral

(abdominal) mempunyai korelasi positif dengan hiperinsulin dan berkorelasi negatif

dengan sensitivitas insulin (Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular, 2008).

Dalam menentukan risiko untuk kelainan/penyakit yang berhubungan dengan

obesitas, distribusi lemak lebih penting daripada jumlah total lemak dalam tubuh.

Pada obesitas sentral/viseral, distribusi lemak terutama terdapat di sekeliling organ-

organ viseral di dalam rongga perut (Hartono, 2006).

3. Hubungan Tingkat Aktivitas Fisik dengan Diabetes Mellitus Tipe II

Kebugaran jasmani dapat menggambarkan kondisi fisik seseorang untuk mampu

melakukan kegiatan yang berhubungan dengan aktivitas sehari-hari. Makin tinggi

tingkat kebugaran jasmani seseorang makin tinggi kemampuan fisik seseorang dan

produktivitas kerjanya (Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular, 2008).

Kita ketahui bahwa obesitas banyak dijumpai pada orang yang kurang

melakukan aktivitas fisik dan kebanyakan duduk (Misnadiarly, 2007). Aktivitas fisik

jelas mengatur keseluruhan keseimbangan kalori, disamping itu individu yang obes

cendrung kurang aktif (Isselbacher dkk., 1999, hal. 498).


Seperti yang telah jelaskan tadi bahwa pada umumnya DM tipe II diderita orang

yang mengalami obesitas (80%). obesitas menyebabkan jumlah reseptor dan

kepekaan insulin menurun mengakibatkan glukosa darah yang masuk yang masuk ke

dalam sel berkurang, sehingga sel kekurangan bahan metabolisme energi dan kadar

glukosa darah meningkat melebihi angka normal. Kadar glukosa darah yang

meningkat melewati ambang batas ginjal akan dikeluarkan melalui urin. Diabetisi

akan mengalami gejala haus yang berlebihan. Sering buang air kecil, rasa lapar yang

berlebihan tetapi nantinya berat badan akan menurun (Direktorat Pengendalian

Penyakit Tidak Menular, 2008).

Pada keadaan istirahat metabolisme otot hanya sedikit menggunakan glukosa

darah sebagai sumber energi, sedangkan pada saat beraktivitas fisik (latihan

fisik/olahraga), otot menggunakan glukosa darah dan lemak sebagai sumber energi

utama. Aktivitas fisik tadi mengakibatkan sensitivitas dari reseptor dan insulin

semakin meningkat pula sehingga glukosa darah yang dipakai untuk metabolisme

energi semakin baik (Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular, 2008).

Menurut Chaveau dan Kaufman (1889, dalam Direktorat Pengendalian Penyakit

Tidak Menular, 2008) latihan fisik/olahraga pada diabetisi dapat menyebabkan

peningkatan pemakaian glukosa darah oleh otot yang aktif sehingga latihan

fisik/olahraga secara langsung dapat menyebabkan penurunan kadar lemak tubuh,

mengontrol kadar glukosa darah, memperbaiki sensitivitas insulin, menurunkan stres,


mencegah terjadinya DM tipe II pada penderita gangguan toleransi glukosa dan lain-

lain.
BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL

A. Kerangka Konsep

Obesitas merupakan keadaan patologis yaitu terdapatnya penimbunan lemak

yang berlebihan dari yang diperlukan untuk fungsi tubuh yang normal (Soetjiningsih,

1995 dalam Hayati, 2009). Obesitas dibagi atas beberapa karakteristik sebagaimana

yang diungkapkan oleh Hartono (2006, hal 173) obesitas yang diukur dengan indeks

masa tubuh dibagi menjadi obesitas perifer dan obesitas yang diukur berdasarkan

lingkar perut dibagi menjadi obesitas sentral atau abdominal. Dan obesitas banyak

dijumpai pada orang yang kurang melakukan aktivitas fisik dan kebanyakan duduk

(Misnadiarly, 2007). Aktivitas fisik jelas mengatur keseluruhan keseimbangan kalori,

disamping itu individu yang obes cendrung kurang aktif. Hal ini dapat menjadi faktor

pendukung dalam mempertahankan berat badan pada kebanyakan orang yang obes

(Isselbacher dkk., 1999, hal. 498).

Tingginya angka obesitas baik menurut karakteristiknya yaitu IMT dan lingkar

perut serta tingkat aktivitas fisik pada orang yang obesitas meningkatkan berbagai

risiko penyakit. Xavier dan Sunyer (2002, dalam Supeni dan Asmayuni, 2007)

mengatakan bahwa peningkatan indeks masa tubuh yang mencerminkan adanya

kegemukan ataupun obesitas berkaitan dengan sejumlah penyakit antara lain diabetes

mellitus 2, hipertensi, dan penyakit jantung koroner.


Obesitas merupakan faktor pendukung yang penting terjadinya diabetes, terutama

melalui pengaruhnya terhadap resistensi insulin (Isselbacher, dkk, 1999, hal. 501).

Pada umumnya diabetes mellitus tipe II diderita orang yang mengalami obesitas

(80%) (Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular, 2008, hal 11).

Diabetes mellitus disebabkan berkurangnya produksi dan ketersediaan insulin

dalam tubuh atau terjadinya gangguan fungsi insulin yang sebenarnya berjumlah

cukup. Kekurangan inslin disebabkan adanya kerusakan sebagian kecil atau sebagian

besar sel-sel beta pulau langerhans dalam kelenjar pankreas yang berfungsi

menghasilkan insulin (Utami, 2005). Dan banyak faktor risiko terjadinya diabetes

mellitus ini yaitu karakteristik dari obesitas itu sendiri baik itu berdasarkan berat

badan lebih (indeks masa tubuh > 23), lingkar perut (obesitas abdominal), maupun

kurangnya aktivitas fisik.

Berdasarkan teori yang terdapat pada BAB II, peneliti akan meneliti hubungan

karakteristik obesitas dan tingkat aktivitas fisik dengan kejadian DM tipe II. Adapun

variabel yang diteliti adalah variabel independen yaitu karakteristik obesitas itu

sendiri diantaranya obesitas yang berdasarkan IMT dan obesitas berdasarkan lingkar

perut, serta tingkat aktivitas fisik. Sedangkan variabel dependen adalah kejadian DM

tipe II. Selanjutnya kerangka pemikiran dapat dibuat dalam bagan sebagai berikut :
Variabel Independen

Karakteristik
Obesitas :
Indeks Massa
Variabel Dependen ADA
Tubuh (IMT)
HUBUNGAN
Lingkar Perut
KEJADIAN
DIABETES
TIDAK ADA
MELLITUS
HUBUNGAN
TIPE II
Variabel Independen

Tingkat Aktivitas
Fisik

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian

B. Hipotesa Penelitian
Hipotesis Alternatif (Ha)1 = ada hubungan antara karakteristik obesitas

berdasarkan indeks massa tubuh (IMT) dengan kejadian DM tipe II.


Hipotesis Alternatif (Ha)2 = ada hubungan antara karakteristik obesitas

berdasarkan lingkar perut dengan kejadian DM tipe II.


Hipotesis Alternatif (Ha)3 = ada hubungan antara tingkat aktivitas fisik

dengan kejadian DM tipe II.


Hipotesis Nol (Ho)1 = tidak ada hubungan antara karakteristik obesitas

berdasarkan indeks massa tubuh (IMT) dengan kejadian DM tipe II.


Hipotesis Nol (Ho)2 = tidak ada hubungan antara karakteristik obesitas

berdasarkan lingkar perut dengan kejadian DM tipe II.


Hipotesis Nol (Ho)3 = tidak ada hubungan antara tingkat aktivitas fisik

dengan kejadian DM tipe II.

BAB IV

METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif korelasi, yang bertujuan untuk memberikan

gambaran mengenai masing-masing variabeldan mengetahui hubungan variabel

independen yaitu obesitas berdasarkan IMT dan lingkar perut, serta tingkat akitivitas

fisik dan variabel dependen yaitu kejadian diabetes mellitus tipe II (Nursalam, 2009).

Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional, dimana variabel independen

dan variabel dependen diukur dan dikumpul pada saat yang bersamaan (simultan)

(Notoadmodjo, 2005).

B. Populasi dan Sampel Penelitian


1. Populasi Penelitian

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti

(Notoadmodjo, 2005). Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien obesitas

rawat jalan yang melakukan kunjungan ke Puskesmas Kebun Sikolos Kota

Padang Panjang dengan jumlah pasien rata-rata per bulan adalah 50 orang.

2. Sampel Penelitian
Sampel adalah bagian dari populasi yang dapat dipergunakan sebagai

subjek penelitian melalui sampling (Nursalam, 2009). Tekhnik sampling yang

digunakan dalam penelitian ini adalah non probability sampling yaitu quota

sampling dimana pengambilan sampel berdasarkan kapasitas yang diperlukan

dalam penelitian (Nursalam, 2009).


Menurut Notoadmodjo (2005) besar sampel diukur dengan menggunakan

rumus :
n= N
1 + N ( d )2
n = 50

1 + 50 ( 0,05)2
n= 50
1,125
n = 44,44

n = 45 orang

Keterangan :

n = besar sampel

N = besar populasi

d = presisi (ketepatan sampel terhadap populasi dengan d = 0,05)

Sampel yang diambil memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut :

Kriteria Inklusi :

1. Pasien bersedia menjadi responden


2. Pasien yang tidak mengalami cacat fisik dan mental
3. Pasien yang memenuhi kriteria obesitas berdasarkan indeks massa tubuh

(IMT) dan lingkar perut


4. Pasien laki-laki dan perempuan yang berumur di atas > 18 tahun
5. Mampu berkomunikasi lisan maupun tulisan

Kriteria Eksklusi :

1. Pasien yang sedang hamil dan menyusui


2. Pasien dengan oedem karena sedang mengalami penyakit hati kronis,

penyakit gagal ginjal kronis, dan penyakit jantung


3. Pasien yang menderita gangguan anatomi sehingga tidak dapat diukur

antropometrinya
4. Pasien tidak kooperatif
C. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret 2011 sampai Agustus 2011 di

Puskesmas Kebun Sikolos Kota Padang Panjang. Pengumpulan data dilakukan selama

5 minggu, dari tanggal 20 Juni sampai 24 Juli 2011.

D. Variabel dan Definisi Operasional

Tabel 7. Definisi Operasional Variabel Penlitian


Variabel Definisi Alat Ukur Kategori Hasil Skala
Operasional Ukur
Independen

Obesitas : Keadaan status Timbang Obesitas ringan : Ordinal


Indeks nutrisi yang Badan IMT > 23-24,9
Masa Tubuh melebihi normal, (weight
ditandai dengan scale) dan Obesitas sedang :
adanya alat ukur IMT > 25-29,9
penimbunan tinggi badan
lemak yang (microtoise) Obesitas berat :
berlebihan. IMT 30

Obesitas : Keadaan status Pita YA : Nominal


Lingkar nutrisi yang pengukur Lingkar perut pada
Perut melebihi normal, pria >90cm dan
ditandai dengan pada wanita >80cm
adanya
penimbunan TIDAK :
lemak terutama Lingkar perut pada
di sekeliling pria <90cm dan
organ-organ pada wanita <80cm
viseral di dalam
rongga perut.
Tingkat Kuesioner Aktivitas ringan : Ordinal
Aktivitas Tingkat aktivitas (Baecke indeks 6,5
Fisik sehari-hari Physical
responden / Activity Aktivitas sedang :
penderita Scale) indeks 6,6-9,5
obesitas
(aktivitas waktu Aktivitas berat :
bekerja, indeks > 9,5
olahraga, dan (Baecke et al.,1982)
waktu luang)

Skala
Variabel Alat Ukur Kategori Hasil
Definisi Ukur
Operasional
Dependen

Kejadian Jika Glukometer, Bukan DM Ordinal


diabetes ditemukannya TTGO (Normal)
mellitus tipe keluhan klasik
II (poliuria Belum pasti DM
pilifagia, dan (TGT)
polidipsi) serta
diikuti dengan Diabetes Mellitus
hasil
pemeriksaan (Berdasarkan
kadar glukosa penegakkan
darah sewaktu diagnosis DM oleh
responden 200 PERKENI, 2006)
mg/dl atau kadar
glukosa darah
puasa responden
126 mg/dl

E. Instrumen Penelitian
1. Obesitas berdasarkan indeks masa tubuh (IMT)
Instrument yang digunakan untuk menentukan obesitas berdasarkan indeks

masa tubuh (IMT) ini adalah dengan pemeriksaan fisik secara langsung

menggunakan alat pengukur berat badan (timbang badan/weight scale) dan

tinggi badan (microtoise) untuk menentukan tubuh (IMT) responden.


2. Obesitas berdasarkan lingkar perut
Instrument yang digunakan untuk menentukan obesitas berdasarkan

lingkar perut ini adalah dengan pemeriksaan fisik secara langsung

menggunakan pita pengukur (meteran) untuk menentukan lingkar perut

responden apakah sudah termasuk obesitas abdominal atau tidak.


3. Tingkat aktivitas fisik
Instrument yang digunakan untuk mengukur aktivitas fisik responden

adalah kuesioner mengenai aktivitas fisik yang dikembangkan oleh Baecke et

al. (1982). Seluruhnya terdapat 21 pertanyaan dan setiap jawaban diberi skor

1-5. Pertanyaan yang diajukan meliputi waktu bekerja ada 8 pertanyaan, waktu

olahraga ada 9 pertanyaan, dan waktu luang ada 4 pertanyaan.


4. Kejadian Diabetes Mellitus Tipe II
Instrument yang digunakan untuk menentukan Kejadian Diabetes Mellitus

Tipe II ini adalah dengan pemeriksaan fisik secara langsung menggunakan

glukometer serta TTGO untuk mengetahui kadar glukosa darah sewaktu

responden pada saat melakukan kunjungan ke puskesmas Kebun Sikolos Kota

Padang Panjang untuk menentukan responden tersebut terdiagnosis diabetes

mellitus tipe II atau tidak yang mana sebelumnya dikaji juga apakah terdapat

keluhan klasik(polifagia, polidipsia, dan poliuria) pada responden .

F. Etika Penelitian
Sebelum melakukan penelitian, peneliti mengajukan permohonan ijin kepada

Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Padang Panjang untuk mendapatkan izin

melaksanakan penelitian agar mendapatkan tembusan kepada puskesmas Kebun

Sikolos Kota Padang Panjang. Dan di puskesmas Kebun Sikolos Kota Padang Panjang

diminta izin penelitian kepada bidang Penelitian dan Pengembangan puskesmas Kebun

Sikolos Kota Padang Panjang. Setelah mendapat persetujuan, peneliti mulai

melakukan penelitian dengan memperhatikan masalah etika yang meliputi :


1. Lembar persetujuan menjadi responden (informed consent)
Sebelum lembar persetujuan diberikan pada subyek penelitian, peneliti

menjelaskan maksud dan tujuan penelitian yang akan dilakukan serta dampak

yang akan mungkin terjadi selama dan sesudah pengumpulan data. Setelah

diberikan penjelasan, lembar persetujuan diberikan kepada subyek penelitian.

Jika subyek penelitian bersedia untuk diteliti maka mereka akan

menandatangani lembar persetujuan, namun jika subyek penelitian menolak

untuk diteliti maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati

haknya.
2. Anonimity (tanpa nama)
Untuk menjaga kerahasiaan subyek penelitian, peneliti tidak akan

mencantumkan namanya pada lembar pengumpulan data, cukup dengan

memberi nomor kode pada masing-masing lembar tersebut.


3. Confidentiality (kerahasiaan)
Kerahasiaan semua informasi yang diperoleh dari subyek penelitian

dijamin oleh peneliti.


G. Tekhnik Pengumpulan Data
1. Data Primer
Data diperoleh langsung dari responden dengan melakukan pengukuran berat

badan dan tinggi badan oleh peneliti, yang bertujuan untuk menentukan

kejadian obesitas berdasarkan IMT, pengukuran lingkar perut, dan penggunaan

kuesioner. Kuesioner yang digunakan mengenai aktivitas fisik yang

dikembangkan oleh Baecke et al. (1982). Pertanyaan yang diajukan meliputi

waktu bekerja, waktu olahraga, dan waktu luang.


2. Data Sekunder
Data yang didapat melalui wawancara terlebih dahulu mengenai keluhan klasik

yang dirasakan oleh responden (poliuria, polifagia, dan polidipsia) dan

pemeriksaan dengan glukometer dari masing-masing responden sebagai

sumber data, yang bertujuan untuk mengetahui kadar glukosa darah sewaktu

responden yang menentukan responden tersebut benar-benar terdiagnosa

diabetes mellitus tipe II atau tidak.

H. Prosedur Pengambilan Data


Sebelum penelitian dilakukan, diadakan sosialisasi terhadap seluruh pasien

obesitas yang melakukan kunjungan di puskesmas Kebun Sikolos Kota Padang

Panjang pada saat itu. Kemudian sampel diberikan informed consent sebagai

persetujuan mengikuti penelitian. Setelah itu dilakukan pemeriksaan fisik terhadap

pasien yang mengikuti penelitian serta penyebaran kuesioner. Data yang berhubungan

dengan diabetes mellitus tipe II diperoleh dari wawancara mengenai keluhan klasik

penderita DM dan dengan alat pengukur glukosa darah yaitu glukometer yang

nantinya akan dites pada masing-masing pasien.


a. Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah :
1. Berat badan
Berat badan ditimbang dengan menggunakan alat timbangan berat badan.

Dihitung dalam kilogram (kg) dengan ketelitian 0,1 kg. Responden yang akan

ditimbang diminta membuka alas kaki dan jaket serta mengeluarkan isi

kantong yang berat seperti kunci.


2. Tinggi badan
Tinggi badan diukur dengan menggunakan alat pengukur tinggi badan

(microteoise) dengan kapasitas ukur 2 meter dan ketelitian 0,1 cm. Responden

diminta untuk melepaskan alas kaki (sepatu/sandal) dan topi (penutup kepala).

Pastikan alat geser berada di posisi atas. Responden diminta berdiri tegak,

persis di bawah alat geser. Posisi kepala dan bahu bagian belakang, lengan,

pantat, dan tumit menempel pada dinding tempat microtoise dipasang.

Gerakan alat geser sampai menyentuh bagian atas kepala responden dan alat

geser harus tetap menempel di dinding. Baca angka tinggi badan pada jendela

baca ke arah angka yang lebih besar (ke bawah). Pembacaan dilakukan tepat

di depan angka (skala) pada garis merah, sejajar dengan mata peneliti.

3. Pengukuran lingkar perut


Pengukuran lingkar perut dilakukan di ruangan yang tertutup dari pandangan

umum. Jika tidak ada gunakan tirai pembatas. Gunakan pita pengukur untuk

mengukur lingkar perut responden dengan menyuruh responden untuk

menyingkapkan pakaian bagian atasnya dan lakukan pengukuran lingkar

perut. Pita pengukur tidak boleh melipat dan ukur lingkar pinggang mendekati

angka 0,1 cm.


4. Kejadian diabetes mellitus tipe II
Terlebih dahulu ditanyakan pada responden apakah memiliki keluhan klasik

(poliuria, polifagia, dan polidipsia) terlebih dahulu baru kemudian digunakan

sebuah alat yaitu glukometer untuk mengetahui kadar gula darah responden

sewaktu responden apakah glukosa darahnya memang tinggi sehingga bisa

didiagnosis sebagai diabetes mellitus tipe II atau tidak pada saat kunjungan

ke puskesmas Kebun Sikolos Kota Padang Panjang. Masukkan tes strip bila

gambar strip tes muncul. Kemudian bersihkan ujung jari dengan (jari

manis/jari tengah/jari telunjuk) dengan kapas yang telah diberi alkohol 70%,

keringkan. Tusukkan lancet/autoclix pada ujung jari secara tegak lurus, cepat,

dan tidak terlalu dalam. Usap dengan kapas steril kering setelah darah keluar

dari ujung jari kemudian tekan ujung jari ke arah luar. Kemudian sentuhkan

satu/dua tetes darah sampai memenuhi tengah medan test. Kemudian baca

hasil glukosa darah yang muncul.


5. Menentukan kategori obesitas berdasarkan IMT (indeks massa tubuh) menurut

Hartono (2006) yaitu :


Indeks massa tubuh (IMT) :
Berat badan (kg)
Tinggi badan (m2)

Keterangan :

23-24,9 : obesitas ringan

25-29,9 : obesitas sedang

30 : obesitas berat
b. Tingkat Aktivitas Fisik
Peneliti menemui calon responden untuk memperkenalkan diri, menjelaskan

maksud, tujuan, dan cara pengumpulan data. Peneliti menyerahkan informed

consent, memberikan kesempatan calon responden bertanya, dan menanyakan

kesediaan menjadi responden. Calon responden menandatangani informed

consent tanda bersedia menjadi responden.


Metode pengambilan data dalam penelitian ini adalah :
Wawancara terpimpin (kuesioner)
Metode pengambilan data dengan kuesioner dilakukan sebagai berikut :
1) Sebelum pengisian kuesioner responden diberitahu dan diberi

penjelasan tentang petunjuk pengisian kuesioner.


2) Responden diberi kesempatan untuk bertanya sepanjang tidak

mempengaruhi substansi jawaban.


3) Lama waktu pengisian kuesioner 30 menit.
4) Setelah selesai mengisi kuesioner, responden memberikan kuesioner

yang telah diisi kepada peneliti.


5) Responden dipersilahkan melanjutkan kegiatannya.

I. Pengolahan Data dan Analisa Data


1. Pengolahan Data
Semua data terkumpul diolah dengan bantuan komputer yaitu program

pengolahan data SPSS dengan tahapan :


a. Editing (pemeriksaan data)
Memastikan data yang diperoleh adalah data yang benar terisi, lengkap,

relevan, dan dapat dibaca dengan baik.


b. Coding (pengkodean data)
Memberikan kode pada setiap data variabel yang telah terkumpul.

Kegunaan dari coding ini adalah untuk mempermudah pada saat analisis

data dan juga mempercepat pada saat entry data.


c. Entry (memasukkan data)
Data dimasukkan dan diolah dengan mengunakan program komputer

SPSS.

d. Cleaning (membersihkan data)


Melakukan pengecekan kembali data yang telah di-entry dengan

memeriksa kesalahan yang mungkin terjadi.


e. Tabulasi
Melakukan pengelompokkan data ke dalam suatu tabel tertentu menurut

sifat-sifat yang dimilikinya, sesuai dengan tujuan peneliti yang akan

memudahkan dalam melakukan analisa selanjutnya.

2. Analisa Data
Untuk mendapatkan tujuan penelitian maka dilakukan analisa statistik

melalui 2 tahap yaitu dengan menggunakan analisa univariat dan bivariat

(Notoadmodjo, 2005) :
1. Analisa univariat
Analisa ini bertujuan untuk melihat distribusi frekuensi dan persentase

tiap-tiap variabel guna untuk mendapatkan gambaran :


a. Tingkat obesitas berdasarkan indeks masa tubuh (IMT)
1) Obesitas ringan bila hasil IMT > 23-24,9
2) Obesitas ringan bila hasil IMT > 25-29,9
3) Obesitas berat bila hasil IMT 30
Untuk menentukan persentase dari masing-masing variabel yang

diteliti digunakan rumus :

Keterangan
P = F X :100 %
N
P = Persentase data yang dicari (%)

F = Frekuensi

N = Jumlah Responden
b. Tingkat obesitas berdasarkan lingkar perut
1) Obesitas pada pria > 90 cm
2) Obesitas pada wanita > 80 cm

Untuk menentukan persentase dari masing-masing variabel yang

diteliti digunakan rumus :

P = F X 100 %
N
Keterangan :

P = Persentase data yang dicari (%)

F = Frekuensi

N = Jumlah Responden

c. Aktivitas fisik penderita obesitas


1) Aktivitas ringan bila nilai indeks 6,5
2) Aktivitas sedang bila nilai indeks 6,6-9,5
3) Aktivitas berat bila nilai indeks > 9,5

Untuk menentukan persentase dari masing-masing variabel yang

diteliti digunakan rumus :

P = F X 100 %
N
Keterangan :
P = Persentase data yang dicari (%)
F = Frekuensi
N = Jumlah Responden
d. Kejadian Diabetes Mellitus Tipe II (Berdasarkan penegakkan

diagnosis DM oleh PERKENI, 2006) :


1) Bukan DM (Normal)
2) Belum pasti DM (TGT)
3) DM
Untuk menentukan persentase dari masing-masing variabel yang diteliti

digunakan rumus :

P = F X 100 %
N
Keterangan :

P = Persentase data yang dicari (%)

F = Frekuensi

N = Jumlah Responden

2. Analisa bivariat
Analisa bivariat dilakukan dengan menggunakan analisis statistik

berupa uji korelasi Spearman dengan bantuan program SPSS lebih

mengukur keeratan hubungan antara peringkat-peringkat dibandingkan

dengan hasil pengamatan itu sendiri. Perhitungan korelasi ini dapat

digunakan untuk menghitung koefisien korelasi pada data ordinal dan

penggunaan asosiasi pada statistik non parametrik (Singgih, 2001).


Menurut Singgih (2001) syarat uji korelasi spearman adalah :
Skala data untuk variabel yang akan diorelasikan dapat berasal dari

skala yang berbeda (skala data ordinal dapat dikorelasikan dengan

skala data numeric) atau sama (skala data ordinal dikorelasikan dengan

skala data ordinal).


Data yang akan dikorelasikan tidak harus membentuk distribusi

normal.
Uji korelasi Spearman dengan tingkat kepercayaan 95% (p < 0,05)

dengan ketentuan terdapat hubungan bermakna apabila p < 0,05 (H 0

ditolak, Ha diterima).

Tabel 8. Panduan Interpretasi Hasil Uji Hipotesis Berdasarkan


Kekuatan Korelasi dan Arah Korelasi

No Parameter Nilai Interpretasi


.
1. Kekuatan korelasi (r) 0,00 0,199 Sangat lemah
0,20 0,399 Lemah
0,40 0,599 Sedang
0,60 0,799 Kuat
0,80 1,000 Sangat kuat
2. Arah korelasi + (positif) Searah, semakin
besar nilai satu
variabel
semakin besar
pula nilai
variabel lainnya.
(negatif)
Berlawanan
arah, semakin
besar nilai satu
variabel
semakin kecil
nilai variabel
lainnya
Sumber : (Dahlan, 2008)
BAB V

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum

Penelitian dilakukan pada bulan Februari 2011 sampai Juli 2011 di Puskesmas

Kebun Sikolos. Waktu pengambilan data pada tanggal 9 Juli 2011 12 Juli 2011.

Pengumpulan data dilakukan terhadap 45 responden yang berada di wilayah cakupan

Puskesmas Kebun Sikolos ini. Jumlah responden yang didapat sesuai dengan sampel

awal yang direncanakan.

Pengumpulan data dilakukan dengan dua cara yaitu pengukuran langsung dan

penyebaran kuesioner. Pengukuran langsung dilakukan terhadap objek penelitian

yang dijadikan sampel dalam penelitian ini, data-data untuk indeks massa tubuh

(IMT) yang terdiri dari berat badan dan tinggi badan, lingkar perut, dan pengukuran

kadar glukosa darah untuk seluruh sampel (100%) dapat diperoleh sepenuhnya.

Lembar kuesioner dibagikan kepada masing-masing responden, hingga akhir

penelitian ini berhasil dikumpulkan dan dikembalikan oleh responden sebanyak 100%

dari semua total sampel yaitu sebanyak 45 responden. Kuesioner digunakan untuk
mengumpulkan data mengenai aktivitas fisik yang dinilai atau dipersepsikan oleh

45 responden.

Data karakteristik responden dapat dilihat pada tabel 9 berikut :

Tabel 9. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Umur, dan Lama


Menderita Obesitas di Puskesmas Kebun Sikolos Kota Padang
Panjang Bulan Juli Tahun 2011
No. Karakteristik Kategori Frekuensi %
responden
1. Jenis kelamin Laki-laki 11 24,4
Perempuan 34 75,6
2. Umur Remaja (18-21 tahun) 1 2,2
Dewasa awal (22-40 tahun) 15 33,3
Dewasa pertengahan (41-59 tahun) 23 51,1
Dewasa akhir (60 tahun ke atas) 6 13,3
3. Lama menderita 1 - 10 tahun 28 62,2
obesitas 11 20 tahun 11 24,4
21 30 tahun 6 13,3

Dari tabel 9 dapat dilihat bahwa 34 responden (75,6%) adalah perempuan,

23 responden (51,1%) berada dalam rentang umur dewasa pertengahan (41-59 tahun),

dan sebanyak 28 responden (62,2%) mengidap penyakit obesitas dalam rentang 1-10

tahun.

B. Analisa Univariat
1. Obesitas Berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT)

Distribusi frekuensi responden berdasarkan indeks massa tubuh (IMT) di

Puskesmas Kebun Sikolos Kota Padang Panjang bulan Juli tahun 2011 dapat

dilihat pada tabel 10 berikut :

Tabel 10. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Indeks Massa


Tubuh (IMT) di Puskesmas Kebun Sikolos Kota Padang
Panjang Bulan Juli Tahun 2011
2 No. Indeks massa tubuh (IMT) Frekuensi %
1. Obesitas berat 11 24,4
2. Obesitas sedang 17 37,8
3. Obesitas ringan 17 37,8
Jumlah 45 100,0
Dari tabel 10 dapat dilihat bahwa dari 45 responden terdapat masing-masing

17 responden (37,8%) dikategorikan sebagai obesitas sedang, 17 responden

(37,8%) sebagai obesitas ringan, dan sebanyak 11 responden (24,4%) dikatakan

sebagai obesitas berat.

2. Obesitas Berdasarkan Lingkaran Perut / Obesitas Abdominal

Distribusi frekuensi responden berdasarkan lingkaran perut atau disebut

juga dengan obesitas abdominal di Puskesmas Kebun Sikolos Kota Padang

Panjang bulan Juli tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 11 berikut :

Tabel 11. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Lingkaran


Perut/Obesitas Abdominal di Puskesmas Kebun Sikolos Kota
Padang Panjang Bulan Juli Tahun 2011

No. Lingkaran perut/Obesitas Frekuensi %


Abdominal
1. Ya 37 82,2
2. Tidak 8 17,7
Jumlah 45 100,0

Dari tabel 11 dapat dilihat bahwa dari 45 responden terdapat 37 responden

(82,2%) dikatakan obesitas abdominal dan cuma 8 responden (17,7%) yang

tidak termasuk kepada obesitas abdominal.


3. Tingkat Aktivitas Fisik

Distribusi frekuensi responden berdasarkan aktivitas fisik di Puskesmas

Kebun Sikolos Kota Padang Panjang bulan Juli tahun 2011 dapat dilihat pada

tabel 12 berikut :

Tabel 12. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Aktivitas Fisik di


Puskesmas Kebun Sikolos Kota Padang Panjang Bulan Juli
Tahun 2011
No. Aktivitas fisik Frekuensi %
1. Aktivitas fisik berat 4 8,9
2. Aktivitas fisik sedang 28 62,2
3. Aktivitas fisik ringan 13 28,9
Jumlah 45 100,0

Dari tabel 12 dapat dilihat bahwa dari 45 responden, banyak di antara

mereka yang memiliki aktivitas fisik sedang yaitu sebanyak 28 responden

(62.2%), sebanyak 13 responden (28,9%) memiliki aktivitas fisik ringan, dan

cuma 4 responden (8,9%) memiliki aktivitas berat.

4. Kejadian Diabetes Mellitus Tipe II

Distribusi frekuensi responden berdasarkan kejadian diabetes mellitus

tipe II di Puskesmas Kebun Sikolos Kota Padang Panjang bulan Juli tahun

2011 dapat dilihat pada tabel 13 berikut :

Tabel 13. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kejadian


Diabetes Mellitus Tipe II (DM Tipe II) di Puskesmas Kebun
Sikolos Kota Padang Panjang Bulan Juli Tahun 2011
No. Kejadian DM tipe II Frekuensi %
1. Bukan DM 30 66,7
2. Belum pasti DM / TGT 4 8,9
3. DM 11 24,4
Jumlah 45 100

Dari tabel 13 dapat dilihat bahwa dari 45 responden terdapat separuh dari

responden yaitu sebanyak 30 responden (66,7%) terdiagnosis bukan DM,

sebanyak 4 responden (8,9%) terdiagnosis belum pasti DM/TGT, dan

sebanyak 11 responden (24,4 %) terdiagnosis DM.

C. Analisa Bivariat
1. Hubungan Obesitas Berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan
Kejadian DM Tipe II

Tabel 14. Hubungan Obesitas Berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT)


dengan Kejadian DM Tipe II di Puskesmas Kebun Sikolos
Kota Padang Panjang Bulan Juli Tahun 2011
Obesitas : Kejadian DM Tipe II Total
Indeks Massa
Bkn DM Blm pasti DM N %
Tubuh (IMT)
DM / TGT
N % N % N %
Obesitas berat 5 11,1 1 2,2 5 11,1 11 24.4
Obesitas sedang 11 24,4 2 4,4 4 8,9 17 37.8
Obesitas ringan 14 31,1 1 2,2 2 4,4 17 37.8
Jumlah 30 66,7 4 8,9 11 24,4 45 100,0
r = 0,312 p = 0,037

Dari tabel 14 dapat dilihat bahwa dari 11 responden yang obesitas berat,

5 responden (11,1%) terdiagnosis DM, 1 responden (2,2%) terdiagnosis belum

pasti DM/TGT, dan 5 responden (11,1%) yang terdiagnosis bukan DM.


Sedangkan, sebanyak 17 responden yang obesitas sedang, 4 responden (8,9%)

terdiagnosis DM, 2 responden (4,4%) terdiagnosis belum pasti DM/TGT, dan

sebanyak 11 responden (24,4%) terdiagnosis bukan DM. Kemudian, sebanyak

17 responden yang obesitas ringan, 2 responden (4,4%) terdiagnosis DM,

1 responden (2,2%) terdiagnosis belum pasti DM/TGT, dan sebanyak

14 responden (31,1%) terdiagnosis bukan DM. Hasil penelitian menunjukkan

responden dengan obesitas berat lebih banyak yang terdiagnosis DM

dibandingkan dengan derajat obesitas lainnya.

Berdasarkan hasil uji statistik Spearman diperoleh nilai p = 0,037

(p<0,05) dengan r = 0,312. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat

hubungan yang lemah antara obesitas berdasarkan indeks massa tubuh (IMT)

dengan kejadian diabetes mellitus tipe II di Puskesmas Kebun Sikolos Kota

Padang Panjang Tahun 2011 dengan arah hubungan positif.

2. Hubungan Obesitas Berdasarkan Lingkaran Perut (Obesitas Abdominal)

dengan Kejadian DM Tipe II

Tabel 15. Hubungan Obesitas Berdasarkan Lingkaran Perut (Obesitas


Abdominal) dengan Kejadian DM Tipe II di Puskesmas Kebun
Sikolos Kota Padang Panjang Bulan Juli Tahun 2011
Obesitas : Kejadian DM Tipe II Total
lingkaran Bukan DM Belum DM N %
pasti DM /
perut/ obesitas TGT
abdominal N % N % N %
Ya 22 48,9 4 8,9 10 22,2 36 80,0
Tidak 8 17,8 0 0 1 2.2 9 20,0
Jumlah 30 66,7 4 8,9 11 24,4 45 100,0
r = 0,324 p = 0,030

Dari tabel 15 dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan yang mencolok

antara responden dengan obesitas abdominal dengan responden yang tidak

obesitas abdominal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 36

responden (80,0%) yang obesitas abdominal, 10 responden (22,2%)

terdiagnosis DM tipe II, 4 responden (8,9%) terdiagnosis belum pasti

DM/TGT, dan 22 responden (48,9%) terdiagnosis bukan DM. Sedangkan,

sebanyak 9 responden (20,0%) yang tidak dikategorikan sebagai obesitas

abdominal, 1 responden (2,2%) terdiagnosis DM, tidak ada satu pun

responden yang terdiagnosis belum pasti DM/TGT, dan 8 responden (17,8%)

terdiagnosis bukan DM.

Berdasarkan hasil uji statistik Spearman diperoleh nilai p = 0,030 (p<0,05)

dengan r = 0,324. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat hubungan

yang lemah antara obesitas berdasarkan lingkaran perut (obesitas abdominal)

dengan kejadian diabetes mellitus tipe II di Puskesmas Kebun Sikolos Kota

Padang Panjang Tahun 2011 dengan arah hubungan positif.

3. Hubungan Tingkat Aktivitas Fisik dengan Kejadian DM Tipe II


Tabel 16. Hubungan Tingkat Aktivitas Fisik dengan Kejadian DM Tipe II di
Puskesmas Kebun Sikolos Kota Padang Panjang Bulan Juli Tahun
Aktivitas fisik Kejadian DM Tipe II Total
Bukan Belum DM N %
DM pasti DM /
TGT
N % N % N %
Aktivitas fisik berat 4 8,9 0 0 0 0 4 8,9
Aktivitas fisik sedang 21 46,7 1 2,2 6 13,3 28 62,2
Aktivitas fisik ringan 5 11,1 3 6,7 5 11,1 13 28,9
Jumlah 30 66,7 4 8,9 11 24,4 45 100
r = -0,377 p = 0,011

2011

Dari tabel 16 dapat dilihat bahwa sebanyak 4 responden (8,9%) yang

memiliki aktivitas fisik berat, tidak ada seorang pun responden yang

terdiagnosis DM dan belum pasti DM/TGT, serta sebanyak 4 responden

(8,9%) terdiagnosis bukan DM . Namun, sebanyak 28 responden (62,2%)

yang memiliki aktivitas fisik sedang, 6 responden (13,3%) terdiagnosis DM,

1 responden (2,2%) terdiagnosis belum pasti DM/TGT, dan 21 responden

(46,7%) terdiagnosis bukan DM. Kemudian, dari 13 responden (28,9%) yang

memiliki aktivitas fisik ringan, 5 responden (11,1%) terdiagnosis DM,

3 responden (6,7%) terdiagnosis belum pasti DM/TGT, dan 5 responden

(11,1%) terdiagnosis bukan DM.


Berdasarkan hasil uji statistik Spearman diperoleh nilai p = 0,011

(p<0,05) dengan r = -0,377. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat

hubungan yang lemah antara obesitas berdasarkan aktivitas fisik dengan

kejadian diabetes mellitus tipe II di Puskesmas Kebun Sikolos Kota Padang

Panjang Tahun 2011 dengan arah hubungan negatif.

BAB VI

PEMBAHASAN

A. Gambaran Obesitas Berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT)


Dari hasil penelitian pada tabel 10 tentang obesitas berdasarkan indeks massa

tubuh (IMT) didapatkan 11 responden (24,4%) yang dikategorikan obesitas berat,

obesitas sedang sebesar 17 responden (37,8%), dan obesitas ringan sebesar 17

responden juga (37,8%). Hal ini menunjukkan lebih banyak dari responden di

Puskesmas Kebun Sikolos ini yang dikatakan sebagai obesitas sedang dan obesitas

ringan.

Menurut jenis kelamin tampak bahwa kejadian obesitas persentasenya lebih

besar terjadi pada perempuan daripada laki-laki. Hasil ini didapatkan sesuai dengan

data yang ada yaitu 11 responden yang obesitas berat ditemukan 9 responden (20,0%)

berjenis kelamin perempuan dan cuma 2 responden (4,4%) yang berjenis kelamin

laki-laki. Sedangkan, 17 responden obesitas sedang ditemukan 14 responden (31,1%)

berjenis kelamin perempuan dan hanya 3 responden (6,7%) yang berjenis kelamin

laki-laki. Selanjutnya, dari 17 responden yang obesitas ringan ditemukan

11 responden (24,4%) yang berjenis kelamin perempuan dan sebanyak 6 reponden

(13,3%) berjenis kelamin laki-laki. Dari hasil penelitian ini saja telah jelas bahwa

kebanyakan dari responden yang berjenis kelamin perempuan dibandingkan yang

berjenis kelamin laki-laki. Jenis kelamin merupakan faktor internal yang menentukan

bahan kebutuhan gizi sehingga ada hubungan antara jenis kelamin dengan status gizi

(Apriadji, 1986, dalam Hayati, 2009). Rata-rata wanita memiliki lemak tubuh yang

lebih banyak dari pria. Perbandingan yang normal antara lemak tubuh dengan berat

badan pada wanita adalah sekitar 25-30% dan pada pria 18-23% (Misnadiarly, 2007).

Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Supeni dan Asmayuni yang
menunjukkan 54,20% perempuan dengan status kegemukan (IMT>25) (Supeni dan

Asmayuni, 2007).

Masalah gizi lebih (overweight dan obesitas) biasanya meningkat pada usia 30

tahun ke atas dengan prevalensi >5% (Fallah, 2004 dalam Ida & Sudihati, 2009). Dari

hasil penelitian didapatkan dari 11 responden yang obesitas berat paling banyak

responden berada dalam rentang umur dewasa awal (22-40 tahun) yaitu sebanyak

5 responden (11,1%), untuk 17 responden obesitas sedang paling banyak ditemukan

responden berada dalam rentang umur dewasa pertengahan (41-59 tahun) yaitu

sebanyak 7 responden (15,6%), dan untuk 17 responden yang obesitas ringan paling

banyak ditemukan responden berada dalam rentang umur dewasa pertengahan (41-59

tahun) sebanyak 12 responden (26,7%). Hasil ini juga sejalan dengan pendapat

Supeni dan Asmayuni (2007) bahwa mulai umur 25 tahun metabolisme sudah mulai

menurun 4% per dekade sehingga dengan gaya hidup yang sama dengan umur-umur

yang sebelumnya akan sangat memungkinkan terjadinya kegemukan.

B. Gambaran Obesitas Berdasarkan Lingkaran Perut

Dari hasil penelitian pada tabel 11 tentang obesitas berdasarkan lingkaran perut

didapatkan 37 responden (82,2%) yang dikategorikan sebagai obesitas abdominal dan

cuma sebesar 8 responden (17,7%) yang tidak dapat dikatakan sebagai obesitas
abdominal berdasarkan hasil pengukuran lingkaran perut pada masing-masing

responden. Hal ini menunjukkan lebih dari separuh responden di Puskesmas Kebun

Sikolos ini yang dikatakan sebagai obesitas abdominal.

Berdasarkan kategori jenis kelamin, sebanyak 37 responden yang obesitas

abdominal ditemukan 32 responden (71,1%) berjenis kelamin perempuan dan cuma 5

responden (11,1%) yang berjenis kelamin laki-laki. Sedangkan, untuk 8 responden

yang tidak dapat dikategorikan sebagai obesitas abdominal ditemukan 2 responden

(4,4%) berjenis kelamin perempuan dan 6 responden (13,3%) berjenis kelamin laki-

laki. Hal ini berbeda jelas antara responden yang obesitas abdominal dengan

responden yang dikategorikan tidak obesitas abdominal, dimana lebih tinggi angka

terjadinya obesitas abdominal tersebut pada perempuan. Hasil ini sejalan dengan

pendapat Garrow (1993, dalam Nelvin, 2009) yang mengatakan bahwa prevalensi

obesitas sering terjadi pada perempuan dibanding laki-laki, hal ini disebabkan karena

pada perempuan lemak tubuh diperlukan untuk fungsi reproduksi, dimana pada

perempuan saat kekurangan makanan perempuan tersebut dapat menjaga reproduksi

dengan cadangan lemak yang ada. Sedangkan, menurut Misnadiarly (2007) rata-rata

wanita memiliki lemak tubuh yang lebih banyak dari pria. Perbandingan yang normal

antara lemak tubuh dengan berat badan pada wanita adalah sekitar 25-30% dan pada

pria 18-23% (Misnadiarly, 2007).

Berdasarkan kategori umur, penderita obesitas ini pun paling banyak berada pada

rentang umur dewasa pertengahan (41-59 tahun) yaitu sebanyak 18 responden

(40,0%). Hasil ini sejalan dengan penelitian Ida & Sudihati dimana sebanyak 55,8%
responden mengalami obesitas abdominal berada dalam kelompok umur 40-50 tahun

(Ida & Sudihati, 2009). Selanjutnya, menurut Farida dkk. (2010) prevalensi obesitas

menurut lingkat perut mulai meningkat pada usia 25 tahun dan tertinggi pada usia

45-54 tahun kemudian menurun pada usia 65 tahun sampai 75 tahun. Johanes

(2007) mengungkapkan seiring bertambahnya usia, timbul beberapa perubahan pada

tubuh, hal demikian disebabkan karena metabolisme (pembakaran tubuh) menurun

seiring dengan berkurangnya massa bebas lemak (seperti otot) dan bertambahnya

lemak tubuh. Hal ini diperburuk dengan menurunnya aktivitas fisik sehari-hari, baik

karena alasan kesehatan (seperti nyeri sendi, penyakit jantung, dll) maupun alasan

klise tidak punya waktu (Johanes, 2007).

Obesitas abdominal (obesitas viseral) akan disertai dengan peningkatan

prevalensi dengan berbagai penyakit kronis, termasuk arteri koronaria, diabetes,

hipertensi, stroke, dan kelainan jenis-jenis kanker tertentu. Dalam menentukan risiko

untuk kelainan/penyakit yang berhubungan dengan obesitas, distribusi lemak lebih

penting daripada jumlah total lemak dalam tubuh. Pada obesitas viseral, distribusi

lemak terutama terdapat di sekeliling organ-organ viseral di dalam rongga perut

(Hartono, 2006).

C. Gambaran Tingkat Aktivitas Fisik


Dari tabel 12 dapat terlihat bahwa sebagian besar responden memliki aktivitas

fisik yang sedang yaitu lebih dari separuh responden 28 responden (62,2%),

kemudian diikuti secara berturut-turut dengan aktivitas ringan 13 responden (28,9%),

dan terakhir aktivitas berat sebesar 4 responden (8,9%).


Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih banyak dari responden yang memiliki

aktivitas fisik sedang. Aktivitas fisik pertama yang diukur adalah kegiatan waktu

bekerja (work index/WI). Banyaknya responden yang memiliki aktivitas fisik sedang

ini memang terkait dengan pekerjaan responden yang umumnya adalah kategori

pekerjaan utama dalam rentang ringan (100%). Aktivitas fisik ini diukur berdasarkan

kegiatan-kegiatan yang responden lakukan selama bekerja. Responden beraktivitas

fisik sedang karena 33 responden (73,3%) kadang-kadang beraktivitas sambil berdiri,

16 responden (35,6%) sering beraktivitas sambil mengangkat beban yang berat, 16

responden (35.6%) sering setelah beraktivitas tersebut merasa lelah, dan sebanyak 25

responden (55,6%) jarang berkeringat setelah beraktivitas. Sebanyak 31 responden

(68,9%) memilih bahwa aktivitas fisik responden termasuk berat dibandingkan

dengan orang lain disekitarnya. Pekerjaan merupakan salah satu faktor yang secara

tidak langsung dapat menyebabkan obesitas terutama pekerjaan yang tidak terlalu

memerlukan aktivitas fisik yang berat (Nelvin, 2009).


Aktivitas fisik kedua yang diukur adalah kegiatan waktu berolahraga (sport

index/SI). Sebanyak 32 responden (71,1%) tidak berolahraga. Bagi responden yang

berolahraga, sebanyak 9 responden (20%) berolahraga selama 2-3 jam dalam

seminggu dan sebanyak 13 responden (28,9%) berolahraga kurang dari 1 bulan.

Kemudian sebanyak 39 responden (86,7%) mengatakan kalau mereka tidak ada

melakukan kegiatan olahraga lainnya. Dari hasil penelitian terlihat bahwa banyak dari

responden yang tidak berolahraga dan hal inilah yang menyebabkan sebagian besar

dari responden memiliki aktivitas fisik yang sedang. Menurut Nelvin (2009) aktivitas
fisik responden yang lebih banyak pada tingkat sedang belum dapat mengurangi

kelebihan berat badan tersebut sehingga aktivitas responden harus lebih ditingkatkan

lagi dengan olahraga karena olahraga dinilai cukup sesuai serta aman untuk

menurunkan kelebihan berat badan berat badan.


Aktivitas fisik ketiga yang diukur adalah kegiatan waktu luang (leisure time

index/LI). Sebanyak 41 responden (91,1%) menghabiskan waktu luang mereka

dengan menonton TV dalam kadar yang biasa saja tidak terlampau sering. Cuma 5

responden (11,1%) yang banyak menghabiskan waktu luang mereka dengan berjalan-

jalan. Dan sebanyak 25 responden (55,6%) sangat kurang dalam menghabiskan waktu

mereka dengan bersepeda. Selama 5-15 menit, waktu yang paling banyak dipilih oleh

responden berjalan kaki/bersepeda ke tempat bekerja/belanja yaitu sebanyak 21

responden (46,7%).
Aktivitas fisik jelas mengatur keseluruhan keseimbangan kalori, di samping itu

individu yang obes cenderung kurang aktif. Hal ini dapat menjadi faktor pendukung

dalam mempertahankan berat badan pada kebanyakan orang yang obes. Lebih lagi

obesitas menyebabkan orang tidak aktif. Kenaikan sedikit berat badan yang sering

terjadi pada umur pertengahan tampaknya lebih disebabkan oleh aktivitas fisik yang

berkurang. Jejas atau penyakit dapat menyebabkan terbatasnya aktivitas fisik untuk

waktu yang lama dan cenderung untuk mengalami kenaikan berat badan jika asupan

kalori tidak dikurangi dengan tepat (Isselbacher dkk., 1999, hal. 498). Hal ini sejalan

dengan penelitian Rembulan yang menunjukan terdapatnya hubungan yang bermakna

antara aktivitas fisik dengan kejadian obesitas (p = 0,016, OR = 0,372) (Rembulan,

2007).
D. Gambaran Kejadian Diabetes Mellitus Tipe II

Dari hasil penelitian pada tabel 13 tentang kejadian diabetes mellitus tipe II di

Puskesmas Kebun Sikolos kota Padang Panjang, didapatkan 11 responden yang

terdiagnosis DM (24,4%), dan lebih dari separuh responden yang bukan DM yaitu

sebesar 30 responden (66,7%) serta hanya 4 responden yang belum pasti DM /TGT

(8,9%). Hasil penelitian menunjukkan lebih banyak responden yang terdiagnosis

bukan DM daripada yang terdiagnosis DM.

Berdasarkan jenis kelamin, ditemukan 11 responden (24,4%) perempuan yang

terdiagnosis DM dan tidak ada sama sekali responden yang berjenis kelamin laki-laki

yang terdiagnosis DM. Hasil penelitian ini sejalan dengan yang diungkapkan Lili

(2011, dalam Surabaya Post Online, 2011) mengungkapkan jenis kelamin juga

menentukan terhadap terjadinya diabetes mellitus tipe II ini, dimana prevalensi

perempuan terkena diabetes lebih tinggi dibandingkan prevalensi pada pria. Menurut

Anton (2009, dalam Tabloid Nova, 2009) mengatakan perempuan lebih berisiko

mengidap diabetes karena secara fisik ia memiliki peluang peningkatan BMI (body

mass index) lebih besar dan sindroma siklus bulanan (premenstrual syndrome), pasca-

menopause yang membuat distribusi lemak tubuh menjadi mudah terakumulasi akibat

proses hormonal tersebut sehingga wanita berisiko menderita diabetes. Selama wanita

dalam berat badan ideal, di usia produktif, tidak memiliki kebiasaan merokok, dan

tidak punya riwayat tekanan darah tinggi serta gangguan kolesterol, mereka relatif

lebih jarang terserang (Lili, 2011, dalam Surabaya Post Online, 2011).
Berdasarkan umur, dari 11 responden (24,4%) yang terdiagnosis DM

ditemukan paling banyak responden berada dalam rentang umur dewasa pertengahan

(41-59 tahun) yaitu sebanyak 5 responden (11,1%). Hasil penelitian ini sejalan

dengan penelitian Farida dkk. (2010) yang menyimpulkan bahwa prevalensi DM

mulai meningkat pada usia 35 tahun pada wanita dan menurun di usia 75 tahun

ke atas, berbeda dengan laki-laki yang mulai meningkat prevalensi DM pada usia

45 tahun tetapi makin tinggi sampai usia 75 tahun ke atas. Sebagaimana yang

diungkapkan oleh PERKENI (2006) risiko untuk menderita intoleransi glukosa

meningkat seiring dengan meningkatnya usia, usia > 45 tahun harus dilakukan

pemeriksaan DM. Pertambahan usia merupakan faktor risiko yang penting untuk

DM. Dalam semua penelitian epidemiologi pada berbagai populasi, prevalensi DM

memperlihatkan peningkatan yang spesifik menurut usia (Gibney, Margetts, Kearney,

dan Arab, 2009). Hal demikian juga disebabkan oleh faktor-faktor yang muncul oleh

perubahan proses menua itu sendiri. Faktor-faktor tersebut antara lain perubahan

komposisi tubuh, menurunnya aktifitas fisik, perubahan life style, faktor perubahan

neurohormonal khusunya penurunan kadar DHES dan IGF-1 plasma, serta

meningkatnya stres oksidatif (Rochmah, 2006).

E. Hubungan Obesitas Berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan

Kejadian Diabetes Mellitus Tipe II


Dari hasil penelitian pada tabel 14 tentang hubungan obesitas berdasarkan indeks

massa tubuh (IMT) dengan kejadian diabetes mellitus tipe II, didapatkan

11 responden yang obesitas berat, 5 responden (11,1%) terdiagnosis DM, 1 responden

(2,2%) terdiagnosis belum pasti DM/TGT, dan 5 responden (11,1%) yang

terdiagnosis bukan DM. Sedangkan, sebanyak 17 responden yang obesitas sedang,

4 responden (8,9%) terdiagnosis DM, 2 responden (4,4%) terdiagnosis belum pasti

DM/TGT, dan sebanyak 11 responden (24,4%) terdiagnosis bukan DM. Kemudian,

sebanyak 17 responden yang obesitas ringan, 2 responden (4,4%) terdiagnosis DM, 1

responden (2,2%) terdiagnosis belum pasti DM/TGT, dan sebanyak 14 responden

(31,1%) terdiagnosis bukan DM.

Hasil analisa bivariat antara obesitas berdasarkan indeks massa tubuh dengan

kejadian diabetes mellitus tipe II p value nya adalah 0,037 dan nilai korelasi adalah

0,312. Hal ini berarti terdapat hubungan yang lemah antara obesitas berdasarkan

indeks massa tubuh dengan kejadian diabetes mellitus tipe II dan arah hubungan yang

positif yang berarti semakin tinggi derajat obesitas maka semakin banyak pula jumlah

responden yang terdiagnosis DM.

Dari hasil penelitian ini memang terlihat bahwa semakin tinggi derajat obesitas

yang diderita seseorang semakin banyak responden yang terdiagnosis diabetes

mellitus tipe II begitu pula sebaliknya semakin rendah derajat obesitas semakin

banyak juga responden yang terdiagnosis bukan DM. Hubungan obesitas dengan

terjadinya diabetes mellitus itu sendiri dapat dijelaskan dengan terjadinya resistensi

insulin. Resistensi insulin dapat disebabkan oleh suatu produk sel beta yang
abnormal, antagonis insulin dalam sirkulasi, atau insensitivitas jaringan insulin.

Karena sekresi sel pulau yang abnormal atau antagonis dalam sirkulasi tidak

ditemukan, diperkirakan bahwa resistensi insulin pada obesitas terutama disebabkan

oleh ketidakpekaan jaringan (Isselbacher dkk., 1999). Jumlah reseptor dan kepekaan

insulin menurun mengakibatkan glukosa darah yang masuk yang masuk ke dalam sel

berkurang, sehingga sel kekurangan bahan metabolisme energi dan kadar glukosa

darah meningkat melebihi angka normal. Kadar glukosa darah yang meningkat

melewati ambang batas ginjal akan dikeluarkan melalui urin. Diabetisi akan

mengalami gejala haus yang berlebihan. Sering buang air kecil, rasa lapar yang

berlebihan tetapi nantinya berat badan akan menurun (Direktorat Pengendalian

Penyakit Tidak Menular, 2008).

Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Supeni dan Asmayuni yang

menunjukkan 54,20% perempuan dengan status kegemukan (IMT>25) dan

kegemukan ini cenderung menimbulkan penyakit degeneratif dan di Padang Panjang

kenyataan itu didukung oleh data bahwa diabetes mellitus berada di peringkat

pertama dari 10 penyakit lainnya (Supeni dan Asmayuni, 2007). Sama juga dengan

yang diungkapkan oleh Tjandra Yoga Aditama bahwa gaya hidup yang tidak sehat

menjadi pemicu utama peningkatan kasus diabetes di Indonesia (Kompas, 2011). Hal

itu didukung oleh hasil riset kesehatan dasar tahun 2007 yang menunjukkan tingginya

jumlah penduduk yang mengalami obesitas (kegemukan) pada penduduk usia di atas

15 tahun mencapai 10,3 % (Kompas, 2011).


Walaupun sesuai teori obesitas berhubungan dengan kejadian diabetes

mellitus tipe II, tetapi dari hasil penelitian masih ditemukan penderita obesitas yang

tediagnosis bukan DM. Meskipun semakin rendah derajat obesitas semakin banyak

pula responden yang terdiagnosis bukan DM. Hal ini tentunya bertentangan dengan

teori yang ada selama ini. Jadi dapat disimpulkan juga bahwa jumlah dan distribusi

lemak tubuh tidak dapat menggambarkan keadaan metabolisme karbohidrat dalam

tubuh. Hal tersebut juga bisa dijelaskan dengan patofisiologi timbulnya diabetes

mellitus. Pada fase awal dimana resistensi insulin telah terjadi, pankreas

meningkatkan sekresi insulin sehingga kadar glukosa darah masih dapat

dipertahankan dalam kadar normal (Widuri dkk., 2007 dalam Sara, 2009).

Hal lain yang menyebabkan masih banyaknya responden yang obesitas

terdiagnosis bukan diabetes mellitus adalah jenis kelamin. Dari hasil penelitian

didapatkan 14 responden obesitas ringan berjenis kelamin laki-laki sebanyak 6

responden, 11 responden obesitas sedang ditemukan 3 responden berjenis kelamin

laki-laki, dan dari 5 responden obesitas berat ditemukan 2 responden yang laki-laki.

Sesuai dengan yang diungkapkan oleh Lili (2011, dalam Surabaya Post Online, 2011)

mengungkapkan jenis kelamin juga menentukan terhadap terjadinya diabetes mellitus

tipe II ini, dimana prevalensi perempuan terkena diabetes lebih tinggi dibandingkan

prevalensi pada pria. Dapat disimpulkan bahwa prevalensi terjadinya diabetes

mellitus tipe II pada pria lebih rendah.


Selain jenis kelamin, faktor umur juga mempengaruhi hasil penelitian ini, dimana

masih banyak ditemukan responden yang obesitas tetapi masih terdiagnosis bukan
DM tipe II. Dari hasil penelitian didapatkan dari 5 responden yang dikategorikan

obesitas berat ditemukan 3 responden berada dalam rentang umur dewasa awal

(22-40 tahun) dan cuma 2 responden berada dalam rentang umur dewasa pertengahan

(41-59 tahun). Sedangkan tidak ditemukan satu pun responden yang berada dalam

rentang umur remaja (18-21 tahun) dan dewasa akhir (lebih dari 60 tahun) yang

dikategorikan sebagai obesitas berat. Jadi dapat disimpulkan meskipun responden

tersebut dikategorikan obesitas berat tetapi dari segi umur juga sangat mempengaruhi.

Pertambahan usia merupakan faktor risiko yang penting untuk DM. Dalam semua

penelitian epidemiologi pada berbagai populasi, prevalensi DM memperlihatkan

peningkatan yang spesifik menurut usia (Gibney, Margetts, Kearney, dan Arab, 2009).

PERKENI (2006) juga mengungkapkan risiko untuk menderita intoleransi glukosa

meningkat seiring dengan meningkatnya usia, usia > 45 tahun harus dilakukan

pemeriksaan DM karena usia 45 tahun lebih berisiko untuk terdiagnosa DM.


Sukaton dkk. (1996, dalam Lipoeto dkk., 2007) juga mengemukakan selain

derajat obesitas, lamanya obesitas juga berpengaruh pada terjadinya diabetes mellitus

tipe II. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya 14 responden obesitas ringan

menderita obesitas selama 1-10 tahun sebanyak 9 responden (64,3%), 11 responden

obesitas sedang menderita obesitas selama 1-10 tahun sebanyak 8 responden (72,7%),

5 responden obesitas berat menderita obesitas selama 1-10 tahun sebanyak

3 responden (60,0%) baik itu yang dikategorikan obesitas berat, sedang, maupun

ringan. Selain itu, kemungkinan dapat pula disebabkan oleh pola konsumsi

masyarakat yang masih tradisional. Karena diketahui bahwa pola konsumsi


tradisional dapat melindungi masyarakat dari penyakit-penyakit degeneratif selama

pola hidupnya juga masih tradisional (Suyono, 1996 dan Lipoeto, 2001 dalam

Lipoeto, 2007).

Selain itu masih ditemukannya responden yang obesitas masih terdiagnosis bukan

DM karena dari 14 responden yang obesitas ringan dikategorikan tidak obesitas

abdominal yaitu sebanyak 7 responden dan dari 11 responden yang obesitas sedang

ditemukan 1 responden yang dikategorikan tidak obesitas abdominal. Obesitas

abdominal memang lebih berpengaruh terhadap risiko terjadinya DM. Berbeda

dengan obesitas berdasarkan indeks masa tubuh dimana The National Institute of

Diabetes and Digestive and Kidney Disease (www.niddk.nih.gov/health/nutr/pubs/

statobes.htm) mengingatkan bahwa orang yang berotot dan bertulang besar dapat

memiliki IMT yang tinggi tetapi tetap sehat. Dalam menentukan risiko untuk

kelainan/penyakit yang berhubungan dengan obesitas, distribusi lemak lebih penting

daripada jumlah total lemak dalam tubuh (Hartono, 2006). Pada obesitas abdominal,

distribusi lemak terutama terdapat di sekeliling organ-organ viseral di dalam rongga

perut. Peningkatan jumlah lemak viseral (abdominal) mempunyai korelasi positif

dengan hiperinsulin dan berkorelasi negatif dengan sensitivitas insulin (Direktorat

Pengendalian Penyakit Tidak Menular, 2008).

Hal lain yang menyebabkan masih adanya responden dengan derajat obesitas

yang tinggi masih ada yang terdiagnosis bukan DM adalah tingkat aktivitas fisik dari

responden yang obesitas tersebut. Berdasarkan pengumpulan data, dari 14 responden


obesitas ringan ditemukan 11 responden memiliki aktivitas fisik sedang dan

2 responden memiliki aktivitas fisik berat, serta dari 11 responden obesitas sedang

ditemukan 7 responden memiliki aktivitas fisik sedang dan 2 responden memiliki

aktivitas fisik berat, kemudian dari 5 responden obesitas berat ditemukan 3 responden

memiliki aktivitas fisik sedang dan 1 responden memiliki aktivitas fisik berat. Hal ini

sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ni Komang (2009) dimana

ia menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara aktivitas fisik ringan

dengan kejadian DM Tipe II (p < 0,05) dibanding dengan tingkat aktivitas fisik

lainnya. Oleh karena itu masih ditemukan responden yang meskipun dikategorikan

sebagai obesitas berat, sedang, maupun ringan yang masih terdiagnosis bukan DM

disebabkan oleh aktivitas fisik yang dilakukannya.


Selain itu, genetik juga berperan sebagai faktor risiko terjadinya diabetes mellitus

tipe II itu sendiri. Diabetes mellitus cendrung diturunkan atau diwariskan bukan

ditularkan. Anggota keluarga penderita DM (diabetisi) memiliki kemungkinan lebih

besar terserang penyakit ini dibandingkan dengan anggota keluarga yang tidak

menderita DM. Ahli kesehatan juga menyebutkan DM merupakan penyakit yang

terpaut kromosom seks atau kelamin. Biasanya kaum laki-laki menjadi penderita

sesungguhnya, sedangkan kaum perempuan sebagai pihak yang membawa gen untuk

diwariskan untuk anak-anaknya (Utami, 2005). Dalam penelitian ini riwayat keluarga

tidak dikaji sehinga tidak dapat dijelaskan berapa banyak responden tersebut yang

memiliki riwayat DM yang juga merupakan faktor sangat penting dalam terjadinya

DM.
F. Hubungan Obesitas Berdasarkan Lingkaran Perut dengan Kejadian

Diabetes Mellitus Tipe II

Dari hasil penelitian pada tabel 15 tentang hubungan obesitas berdasarkan

lingkaran perut dengan kejadian diabetes mellitus tipe II, didapatkan 36 responden

(80,0%) yang obesitas abdominal, 10 responden (22,2%) terdiagnosis DM tipe II,

4 responden (8,9%) terdiagnosis belum pasti DM/TGT, dan 22 responden (48,9%)

terdiagnosis bukan DM. Sedangkan, sebanyak 9 responden (20,0%) yang tidak

dikategorikan sebagai obesitas abdominal, 1 responden (2,2%) terdiagnosis DM,

tidak ada satu pun responden yang terdiagnosis belum pasti DM/TGT, dan 8

responden (17,8%) terdiagnosis bukan DM.

. Dari hasil analisa bivariat antara obesitas berdasarkan lingkaran perut dengan

kejadian diabetes mellitus tipe II p value nya adalah 0,030 dan nilai korelasi adalah

0,324. Hal ini berarti terdapat hubungan yang lemah antara obesitas berdasarkan

lingkaran perut dengan kejadian diabetes mellitus tipe II dengan arah hubungan yang

positif yang berarti semakin banyak responden yang dikatakan sebagai obesitas

abdominal tetapi makin banyak juga ditemukan responden tersebut yang tediagnosis

DM .

Dari 11 responden yang terdiagnosis DM, lebih dari separuh responden yang

dikatakan obesitas abdominal lebih banyak yang terdiagnosis DM daripada yang

tidak obesitas abdominal. Sesuai dengan yang diungkapkan oleh Watson (2003,

dalam Pusparini, 2007) obesitas viseral atau yang dikenal dengan obesitas abdominal
merupakan contoh penimbunan lemak tubuh yang berbahaya karena lipolisis di

daerah ini sangat efisien dan lebih resisten terhadap efek insulin dibandingkan dengan

adiposit di daerah lain, jaringan adiposa juga membuat dan melepaskan beberapa

adipositokin, dan adipositokin yang baru ditemukan dan berperan mempengaruhi

sensitivitas insulin. Penurunan kadar adiponektin pada DM tipe II menunjukkan

adanya keterkaitan antara adiponektin, obesitas, dan DM tipe II (Garg, 2004 dalam

Pusparini, 2007). Pada obesitas sentral terjadi resistensi insulin di hati yang

mengakibatkan peningkatan FFA/Free Fatty Acid (asam lemak bebas) dan

oksidasinya. FFA menyebabkan gangguan metabolisme glukosa baik secara oksidatif

maupun non-oksidatif sehinga mengganggu pemakaian glukosa oleh jaringan perifer.

Peningkatan FFA pada orang yang gemuk pada umumnya terjadi karena proses

lipolisis jaringan adiposa lebih sering dari orang normal. Peningkatan jumlah lemak

viseral (abdominal) mempunyai korelasi positif dengan hiperinsulin dan berkorelasi

negatif dengan sensitivitas insulin (Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular,

2008).

Dari hasil penelitian juga ditemukan responden yang obesitas abdominal tapi

terdiagnosis bukan DM. Dari hasil penelitian didapatkan 22 responden yang obesitas

abdominal berjenis kelamin laki-laki sebanyak 5 responden. Sesuai dengan yang

diungkapkan oleh Lili (2011, dalam Surabaya Post Online, 2011) mengungkapkan

jenis kelamin juga menentukan terhadap terjadinya diabetes mellitus tipe II ini,

dimana prevalensi perempuan terkena diabetes lebih tinggi dibandingkan prevalensi

pada pria. Dapat disimpulkan bahwa meskipun responden tersebut dikategorikan


obesitas abdominal tetapi dia berjenis kelamin laki-laki prevalensi terjadinya diabetes

mellitus tipe II lebih rendah karena faktor jenis kelamin tersebut.


Selain jenis kelamin, faktor umur juga mempengaruhi hasil penelitian ini, dimana

masih banyak ditemukan responden obesitas abdominal tetapi masih terdiagnosis

bukan DM tipe II. Dari hasil penelitian didapatkan dari 22 responden obesitas

abdominal ditemukan 7 responden berada dalam rentang umur dewasa awal (22-40

tahun). Pertambahan usia merupakan faktor risiko yang penting untuk DM. Dalam

semua penelitian epidemiologi pada berbagai populasi, prevalensi DM

memperlihatkan peningkatan yang spesifik menurut usia (Gibney, Margetts, Kearney,

dan Arab, 2009). PERKENI (2006) juga mengungkapkan risiko untuk menderita

intoleransi glukosa meningkat seiring dengan meningkatnya usia, usia > 45 tahun

harus dilakukan pemeriksaan DM karena usia 45 tahun lebih berisiko untuk

terdiagnosa DM.

Sukaton dkk. (1996, dalam Lipoeto dkk., 2007) seperti penjelasan sebelumnya

bahwa lamanya obesitas juga berpengaruh pada terjadinya diabetes mellitus tipe II.

Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya sebanyak 22 responden obesitas abdominal

yang menderita obesitas dalam rentang 1-10 tahun sebanyak 14 responden (63,6%).

Dapat pula disebabkan oleh pola konsumsi masyarakat yang masih tradisional.

Karena diketahui bahwa pola konsumsi tradisional dapat melindungi masyarakat dari

penyakit-penyakit degeneratif selama pola hidupnya juga masih tradisional (Suyono,

1996 dan Lipoeto, 2001 dalam Lipoeto, 2007).


Hal lain yang menyebabkan responden yang obesitas abdominal masih banyak

yang ditemukan terdiagnosis bukan DM dikarenakan aktivitas fisik responden

tersebut. Berdasarkan pengumpulan data, dari 22 responden obesitas abdominal

ditemukan 15 responden memiliki aktivitas fisik sedang dan 4 responden memiliki

aktivitas fisik berat. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh

Ni Komang (2009) dimana ia menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang nyata

antara aktivitas fisik ringan dengan kejadian DM Tipe II (p < 0,05) dibanding dengan

tingkat aktivitas fisik lainnya. Oleh karena itu masih ditemukan responden yang

meskipun dikategorikan sebagai obesitas berat, sedang, maupun ringan yang masih

terdiagnosis bukan DM ini disebabkan oleh aktivitas fisik yang dilakukannya. Jadi

tidak hanya obesitas abdominal saja yang bisa menjadi faktor risiko DM tetapi masih

banyak juga faktor lain yang mempengaruhinya salah satunya seperti aktivitas fisik.
G. Hubungan Tingkat Aktivitas Fisik dengan Kejadian Diabetes Mellitus Tipe

II

Dari hasil penelitian pada tabel 16 tentang hubungan obesitas berdasarkan

aktivitas fisik dengan kejadian diabetes mellitus tipe II, didapatkan 4 responden

(8,9%) yang memiliki aktivitas fisik berat, tidak ada seorang pun responden yang

terdiagnosis DM dan belum pasti DM/TGT, serta sebanyak 4 responden (8,9%)

terdiagnosis bukan DM. Namun, sebanyak 28 responden (62,2%) yang memiliki

aktivitas fisik sedang, 6 responden (13,3%) terdiagnosis DM, 1 responden (2,2%)

terdiagnosis belum pasti DM/TGT, dan 21 responden (46,7%) terdiagnosis bukan

DM. Kemudian, dari 13 responden (28,9%) yang memiliki aktivitas fisik ringan,
5 responden (11,1%) terdiagnosis DM, 3 responden (6,7%) terdiagnosis belum pasti

DM/TGT, dan 5 responden (11,1%) terdiagnosis bukan DM.

Dari hasil analisa bivariat antara obesitas berdasarkan aktiftas fisik dengan

kejadian diabetes mellitus tipe II p value nya adalah 0,011 dan nilai korelasi adalah

-0,377. Hal ini berarti terdapat hubungan yang lemah antara obesitas berdasarkan

aktivitas fisik dengan kejadian diabetes mellitus tipe II dengan arah hubungan negatif

yang berarti semakin tinggi aktivitas fisik responden ternyata sedikit ditemukan

responden yang terdiagnosis DM.

Hasil penelitian di atas mengemukakan bahwa aktivitas fisik berhubungan dengan

kejadian diabetes mellitus tipe II. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian

yang dilakukan oleh Ni Komang menyimpulkan bahwa aktivitas fisik merupakan

faktor risiko terhadap kejadian DM tipe II (Ni Komang, 2009). Berdasarkan hasil

penelitian, ditemukannya lebih banyak responden dengan aktivitas fisik sedang yang

terdiagnosis DM daripada responden dengan aktivitas fisik ringan. Penyebab aktivitas

fisik sedang lebih banyak ditemukan dari masing-masing responden karena ini

memang terkait dengan pekerjaan responden yang umumnya adalah kategori

pekerjaan utama dalam rentang ringan (100%), sebanyak 32 responden (71,1%) tidak

berolahraga, dan 41 responden (91,1%) menghabiskan waktu luang mereka dengan

menonton TV saja.

Hal ini berbeda dengan penelitian-penelitian lainnya, dimana aktivitas fisik

rendah yang lebih berisiko terhadap kejadian DM disbanding dengan tingkat aktivitas

fisik lainnya. Hasil ini didapatkan karena dari 6 responden dengan aktivitas fisik
sedang yang terdiagnosis DM ditemukan semua responden berjenis kelamin

perempuan (100%). Sesuai dengan yang diungkapkan oleh Lili (2011, dalam

Surabaya Post Online, 2011) mengungkapkan jenis kelamin juga menentukan

terhadap terjadinya diabetes mellitus tipe II ini, dimana prevalensi perempuan terkena

diabetes lebih tinggi dibandingkan prevalensi pada pria. Menurut Anton (2009, dalam

Tabloid Nova, 2009) mengatakan perempuan lebih berisiko mengidap diabetes karena

secara fisik ia memiliki peluang peningkatan BMI (body mass index) lebih besar dan

sindroma siklus bulanan (premenstrual syndrome), pasca-menopause yang membuat

distribusi lemak tubuh menjadi mudah terakumulasi akibat proses hormonal tersebut

sehingga wanita berisiko menderita diabetes. Jadi meskipun responden memiliki

aktivitas fisik sedang tetapi semua responden tersebut berjenis kelamin perempuan

dimana faktor jenis kelamin juga menentukan risiko terjadinya DM itu sendiri.
Selain jenis kelamin, faktor umur juga mempengaruhi hasil penelitian ini, dimana

masih banyak ditemukan responden yang memiliki aktivitas fisik sedang ini berada

dalam rentang umur dewasa pertengahan (41-59 tahun) terdiagnosis DM tipe II. Dari

hasil penelitian didapatkan dari 6 responden yang memiliki aktivitas fisik sedang

terdiagnosis DM ditemukan 3 responden (50,0%) berada dalam rentang umur dewasa

pertengahan (41-59 tahun). Pertambahan usia merupakan faktor risiko yang penting

untuk DM. Dalam semua penelitian epidemiologi pada berbagai populasi, prevalensi

DM memperlihatkan peningkatan yang spesifik menurut usia (Gibney, Margetts,

Kearney, dan Arab, 2009). PERKENI (2006) juga mengungkapkan risiko untuk

menderita intoleransi glukosa meningkat seiring dengan meningkatnya usia, usia > 45
tahun harus dilakukan pemeriksaan DM karena usia 45 tahun lebih berisiko untuk

terdiagnosa DM.

Selain faktor jenis kelamin dan usia, faktor derajat obesitas juga sangat

mempengaruhi terjadinya DM itu sendiri. Dari hasil penelitian, dari 6 responden

memiliki aktivitas fisik sedang yang terdiagnosis DM ditemukan 3 responden yang

obesitas berat dan 2 responden yang obesitas sedang. Berbeda dengan 5 responden

yang memiliki aktivitas fisik ringan dimana ditemukan cuma 2 responden yang

obesitas berat dan 2 responden yang obesitas sedang. Sebagaimana diketahui bahwa

derajat obesitas juga sangat berpengaruh terhadap risiko DM. Obesitas merupakan

faktor risiko utama untuk terjadinya DM. Hubungannya dengan DM tipe II sangatlah

kompleks (Gibney dkk., 2009). Obesitas menyebabkan jumlah reseptor dan kepekaan

insulin menurun mengakibatkan glukosa darah yang masuk yang masuk ke dalam sel

berkurang, sehingga sel kekurangan bahan metabolisme energi dan kadar glukosa

darah meningkat melebihi angka normal. Kadar glukosa darah yang meningkat

melewati ambang batas ginjal akan dikeluarkan melalui urin (Direktorat Pengendalian

Penyakit Tidak Menular, 2008).


BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tentang hubungan karakteristik

obesitas dan tingkat aktivitas fisik dengan kejadian diabetes mellitus tipe II di

Puskesmas Kebun Sikolos kota Padang Panjang tahun 2011, maka dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut :

1. Distribusi frekuensi obesitas berdasarkan indeks massa tubuh (IMT) ditemukan

11 responden (24,4%) dikatakan sebagai obesitas berat.

2. Distribusi frekuensi obesitas berdasarkan lingkar perut ditemukan 37 responden

(82,2%) dikatakan obesitas abdominal.

3. Distribusi frekuensi tingkat aktivitas fisik ditemukan sebanyak 28 responden

(62.2%) memiliki aktivitas fisik sedang.


4. Distribusi frekuensi kejadian diabetes mellitus tipe II ditemukan 30 responden

(66,7%) terdiagnosis bukan DM.

5. Obesitas berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) memiliki hubungan yang lemah

(p = 0,037) dengan kejadian diabetes mellitus tipe II di Puskesmas Kebun Sikolos

kota Padang Panjang dengan arah hubungan positif (r =0,312).

6. Obesitas berdasarkan lingkar perut memiliki hubungan yang lemah (p = 0,030)

dengan kejadian diabetes mellitus tipe II di Puskesmas Kebun Sikolos kota

Padang Panjang dengan arah hubungan positif (r = 0,324).

7. Tingkat aktivitas fisik memiliki hubungan yang lemah (p = 0,011) dengan

kejadian diabetes mellitus tipe II di Puskesmas Kebun Sikolos kota Padang

Panjang dengan arah hubungan negatif (r = -0,377).

B. Saran
1. Perawat
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan dampak yang positif dan menjadi

masukan yang berarti bagi pihak puskesmas dalam upaya penekanan

prevalensi DM tipe II di kota ini dengan mengoptimalkan penyuluhan dan

mengadakan penyuluhan secara berkala untuk menjelaskan kepada

masyarakat kota Padang Panjang akan dampak obesitas dan kurangnya

aktivitas fisik terhadap terjadinya penyakit DM tipe II itu sendiri dan

bagaimana menanggulangi obesitas semenjak dini dan perlu lebih

diberdayakan kepada masyarakat untuk melakukan pola hidup sehat nantinya.


2. Penelitian Keperawatan
Untuk peneliti selanjutnya diharapkan dapat meneruskan penelitian tentang

faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya angka terjadinya obesitas serta

pengaruh komunikasi, informasi, dan edukasi terhadap kejadian obesitas di

kota Padang Panjang.

DAFTAR PUSTAKA

Adijaya, Lilian . (2011). Berkenalan dengan Si Manis Diabetes . Surabaya Post

Online. Diakses pada tanggal 24 agustus 2011 dari http://www.

surabayapost.co.id/?

mnu=berita&act=view&id=de63ff4b20cafc740273e5553e73188e&jenis

=c74d97b01eae257e44aa9d5bade97baf.

Almatsier, Sunita. (2003). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka

Utama Anggota IKAP .

Asmidar. (2009). Hubungan Kebutuhan Tidur dengan Kejadian Obesitas pada

Mahasiswa Magister UNP Tahun 2008. Skripsi FK-UNAND.


Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2007). Pedoman Pengukuran dan

Pemeriksaan. Diakses pada tanggal 8 april 2011 dari http://

www.litbang.depkes.go.id/riskesdas/download/PedomanPengukuran.pdf

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2008). Hasil Riset Kesehatan Dasar

(RISKESDAS) Provinsi Sumatera Barat 2007. Diakses pada tanggal 18


April 2011 dari http://www.scrib.com/doc/31990410/Lap-or-an-Sum-

Bar.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2009). Laporan Hasil Riset

Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Nasional 2007. Diakses pada tanggal

18 April 2011 dari www.kesehatan.kebumenkab

.go.id/data/lapriskesdas.pdf.

Baecke et al. (1982). A Short Questionnaire for the Measurement of Habitual

Physical Acitivty in Epidemiological Studies. USA: American Journal

Clinical Nutrition 36: November 1982, pp 936-942. Diakses pada

tanggal 20 Juni 2011 dari http:www.ajcn.org.

Bambang. (6 Mei 2009). Tingkat Obesitas di Indonesia Terus Naik. Antara News.

Diakses pada tanggal 8 Maret 2011 dari http://www.

antaranews.com/view/?i=1241614095&c=NAS&s=KES.

Chandrawinata, Johanes. (2007). Kegemukan pada Wanita di Usia Matang. Diakses

pada tanggal 24 agustus 2011 dari http://www.obesitas. web.id/obe-

news(i)16.html.

Dahlan, M.S. (2008). Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan. (Edisi 3). Jakarta :

Salemba Medika.

Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular. (2008). Petunjuk Teknis

Pengukuran Faktor Risiko Diabetes Mellitus. Diakses pada tanggal 3


April 2011 dari perpustakaan.depkes.go.id:8180/bitstream//.../

1350/1/BK2008-Sep05.pdf.

Fathonah, Siti, dkk. (1996). Prevalensi Gizi Lebih Pada Anak-Anak SMA dan Faktor-

faktor yang Mempengaruhinya [Laporan Tesis]. Semarang : IKIP.

Gibney, et all. (2009). Gizi Kesehatan Masyarakat. Diakses pada tanggal 8 April 2011

dari http://books.google.co.id/books?id=1ki_J-WJb9wC&pg=

PA407&dq=klasifikasi+diabetes+melitus&hl=id&ei=dGqeTciCL8birAf

_zujrAg&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=1&ved=0CDAQ6

AEwAA#v=onepage&q=klasifikasi%20diabetes%.

Hartono, Andry. (2006). Terapi Gizi dan Diet Rumah Sakit. Jakarta : EGC.

Hayati, Nurjanah. (2009). Faktor-faktor perilaku yang berhubungan dengan kejadian

obesitas di kelas 4 dan 5 SD Pembangunan Jaya Bintaro, Tangerang

Selatan tahun 2009. Skripsi FKM-UI. Diakses pada tanggal 14 Maret

2011 dari http://www.digilib.ui.ac.id/opac

/themes/libri2/listtipekoleksi.jsp?

id=89&start=10&lokasi=lokal&prefix=F.

Hidajat, dkk. (2006). Obesitas. Diakses pada tanggal 5 April 2011 dari

http://www.pediatrik.com/isi03.php?

page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=0711

0-eicg256.htm.
Hudha, Luthfiana A. (2006). Hubungan Antara Pola Makan dan Aktivitas Fisik

Terhadap Obesitas Pada Remaja Kelas II SMP Theresiana I Yayasan

Bernadus Semarang. Skripsi Fakultas Teknik-UNNES. Diakses pada

tanggal 8 Maret 2011 dari digilib.unnes.ac.id/gsdl

/collect/skripsi/archives/HASH87e5.dir/doc.pdf.

Idapola, Sara Sofia Jennifer. (2009). Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan

Keadaan Biokimia Darah pada Karyawan PT. Asuransi Jiwa Bumi Asih

Jaya, Jakarta (Analisis Data Sekunder Tahun 2008). Skripsi Fakultas

Kesehatan Masyarakat UI. Diakses pada tanggal 9 Agustus 2011 dari

www.lontar.ui.ac.id/file?file=digital/126760-S 5637. .. Analisis .pdf

Isselbacher, Kurt J. et all. (1999). Harrison ; Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam

(Volume I Edisi 13). Jakarta : EGC.

Jakicic, J.M. & Otto,A.D. (2005). Physical Activity Considerations for the Treatment

and Prevention of Obesity. American Journal of Clinical Nutrition, no.

82 (suppl), pp. 226S-9S.

Lipoeto NI, dkk. (2007). Hubungan Nilai Antropometri dengan Kadar Glukosa

Darah. Medika, Januari 2007. Diakses pada tanggal 10 Agustus 2011

dari http://repository.unand.ac.id/12191/1/Hubungan_Nilai_

Antropometri _dengan_Kadar_Gula_Darah.pdf.

Misnadiarly. (2006). Diabetes Mellitus : Ulcer, Gangren, dan Infeksi. Diakses pada

tanggal 8 April 2011 dari http://books.google.co.id/ books?


id=UYMwK1Ok92kC&pg=PA54&dq=klasifikasi+diabetes+melitus&hl

=id&ei=usChTfThOobKrAeksCKAw&sa=X&oi=book_result&ct=result

&resnum=8&ved=0CFAQ6AEwBw#v=onepage&q&f=false.

Misnadiarly. (2007). Obesitas sebagai factor risiko beberapa penyakit. Jakarta:

Pustaka OBO popular.

Moehyi,S. (1992). Ilmu Gizi. Cetakan kedua. Jakarta: Bhrata Karya Aksara.

Mutadin, Zainun. (2002). Obesitas dan Faktor Penyebab Kategori Individual.

Diakses pada tanggal 5 April 2011 dari http://www.e-

psikologi.com/epsi/individual_detail.asp?id=378.

Notoadmodjo, S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Nursalam. (2009). Konsep dan Penerapan Metode Penelitian Ilmu Keperawatan.

(Edisi 2). Jakarta : Salemba Medika.

PB PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia). (2006). Konsensus

Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia.

Diakses pada tanggal 8 April 2011 dari www.kedokteran.info/

konsensus-pengelolaan-dan-pencegahan-diabetes-melitus-tipe-2-di-

indonesia-2006.html.

Pusparini. (2007). Obesitas Sentral, Sindroma Metabolik dan Diabetes Melitus Tipe

Dua. Universa Medicina Vol.26 No.4 Oktober-Desember 2007. Diakses

pada tanggal 10 Agustus 2011 dari http://www.univmed


.org/2007/10/10/obesitas-sentral-sindroma-metabolik-dan-diabetes-

melitus-tipe-dua/

Rembulan, Febricaulia. (2007). Obesitas dan Golongan Darah, Asupan Energi,

Karbohidrat, Serta Lemak di Kota Pekan Baru, Provinsi Riau Tahun

2007. Skripsi. FKM UI.

Rochmah, W. (2006). Diabetes Melitus pada Usia Lanjut. Dalam : Sudoyo AW,

Setiyohadi B, dkk (editor). Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi IV.

Jilid III. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2006: 1937-9.

Sacher & Mc.Pherson. (2002). Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan, Laboratorium.

Diakses pada tanggal 8 April 2011 dari http://books.google.co. id/books?

id=XTQ7NuDtzEEC&pg=PA519&dq=klasifikasi+diabetes+melitus&hl

=id&ei=usChTfThOobKrAeksCKAw&sa=X&oi=bookresult&ct=result

&resnum=3&ved=0CDgQ6AEwAg#v=onepage&q=klasifikasi%20.

Santoso, Singgih. (2001). SPSS Versi 11,5 Mengolah Data Statistik Secara

Profesional. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Sediaoetama, Achmad D. (2004). Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi di

Indonesia (Jilid I). Jakarta : PT Dian Rakyat.

Semiardji, Gatut. (2007). Lingkar Pinggang: Barometer Kesehatan Anda. Diakses

pada tanggal 14 maret 2011 dari www.obesitas.web.id/obe-

news(i)23.html.
Silitonga, Nelvin (2009). Pola Makan dan Aktivitas Fisik pada Orang Dewasa yang

Mengalami Obesitas dari Keluarga Miskin di Desa Marindal II

Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang Tahun 2008. Skripsi

FKM-USU. Diakses pada tanggal 22 Maret 2011 dari

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14646/1/09E01158.pdf.

Soetiarto, Farida, dkk. (2010). Hubungan Diabetes Mellitus dengan Obesitas

Berdasarkan Indeks Massa Tubuh dan Lingkar Pinggang Data

Riskesdas 2007. Bul. Penelit. Kesehat, Vol. 38, No. 1, 2010: 36 42.

Diakses pada tanggal 10 Agustus 2011 dari http://digilib.litbang.

depkes.go.id/files/disk1/74/jkpkbppk-gdl-grey-2011-faridasoet-3666-

farida_lo.pdf.

Supeni, K. & Supeni. (2007). Kegemukan (Overweight) pada Perempuan Umur 25-

50 Tahun (di Kota Padang Panjang Tahun 2007). Jurnal Kesehatan

Masyarakat, September 2007, II (I). Diakses pada tanggal 8 Maret 2011

dari www.jurnalkesmas.com.

Syarif, Damayanti R. (2010). Buku Ajar Obesitas pada Anak dan Remaja. Diakses

pada tanggal 22 maret 2011dari xa.yimg.com/.../BUKUAJAR

obesitas+anak+dan+remaja1+(Damayanti).doc.

Tjokroprawiro, Askandar. (2006). Hidup Sehat dan Bahagia Bersama Diabetes

Mellitus. Diakses pada tanggal 10 April 2011 dari http://books.


google.co.id/books?

id=sAdVqz21hRgC&printsec=frontcover#v=onepage&q&f=false.

Trisna, Ida & Hamid, Sudihati. (2009). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan

Obesitas Sentral pada Wanita Dewasa (30-50 Tahun) di Kecamatan

Lubuk Sikaping Tahun 2008. Jurnal Kesehatan Masyarakat, Maret-

September 2009, Vol. 03, No 2. Diakses dari http://isjd.pdii.lipi.go.

id/admin/jurnal/32096871.pdf pada tanggal 10 agustus 2011.

Utami, Prapti. (2005). Terapi Jus Untuk Diabetes Mellitus. Diakses pada tanggal 8

April 2011 dari http://books.google.co.id/books?id=cNEPmr8u

pd4C&printsec=frontcover#v=onepage&q&f=false.

Utami, Prapti. (2005). Tanaman Obat Untuk Mengatasi Diabetes Mellitus. Diakses

pada tanggal 8 April 2011 dari http://books.google. co.id/books?

id=CAScJqEhb0gC&printsec=frontcover#v=onepage&q&f=false.

Wiardani, Ni Komang. (2009). Hubungan Antara Aktivitas Fisik dan Kejadian DM

Tipe II. Jurnal Skala Husada Volume 6 No 1. Diakses pada tanggal 10

agustus 2011 dari www.jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal /

61095964_1693-931X.pdf.

Widjaja, Anton Cahaya. (2009). Diabetes dan Hipertensi Wanita Lebih Beresiko (1).

Tabloid Nova. Diakses pada tanggal 24 agustus 2011 dari


http://www.tabloidnova.com/Nova/Kesehatan/Wanita/Wanita-Lebih-

Beresiko-1.

Wulandari, T. & Zulkaida A. (2007). Self Regulated Behavior pada Remaja Putri

yang Mengalami Obesitas. Diakses pada tanggal 5 April 2011 dari

repository.gunadarma.ac.id:8000/.../Tri_Wulan_Anita_Self_Regulated.p

df .

ANGGARAN PENELITIAN

No Keterangan Biaya
1. Biaya administrasi dan studi Rp. 100.000,00
awal
2. Penggandaan proposal, Rp. 1.000.000,00
instrument penelitian dan ujian
proposal
3. Pelaksanaan penelitian Rp. 400.000,00

4. Pengolahan dan analisa data Rp. 100.000,00

5. Penyusunan dan perbaikan Rp. 200.000,00


skripsi
6. Penggandaan skripsi Rp. 250.000,00

7. Lain-lain Rp. 300.000,00

Jumlah Rp. 2.350.000,00

Padang, September 2011


Peneliti
Gustina Rahmadani

Surat Permohonan Menjadi Responden Penelitian

Kepada Yth. Padang , Juni 2011


Bapak/Ibu/sdr/i Responden
Di
Tempat
Dengan hormat,
Saya yang bertanda tangan dibawah ini adalah mahasiswa Program Studi Ilmu
Keperawatan (PSIK) Fakultas Kedokteran Universitas Andalas :
Nama : Gustina Rahmadani
Bp : 07121034
Alamat : Aspol Marapalam Blok A No. 5 Padang
Sedang melakukan penelitian dengan judul Hubungan Karakteristik Obesitas dan
Tingkat Aktivitas dengan Kejadian Diabetes Mellitus Tipe II di Puskesmas
Kebun Sikolos Kota Padang Panjang Tahun 2011, sebagai salah satu syarat untuk
meraih gelar Sarjana Keperawatan di Institusi pendidikan.
Untuk itu saya sangat mengharapkan kesediaan Bapak/Ibu untuk ikut
berpartisipasi dalam penelitian ini sebagai responden penelitian yaitu bersedia untuk
melakukan pemeriksaan fisik secara langsung. Penelitian ini akan menjamin
kerahasiaan terhadap informasi yang diberikan dan hanya digunakan untuk
kepentingan penelitian saja. Saya sangat menghargai partisipasi Bapak/Ibu untuk
meluangkan waktunya dalam pemeriksaan fisik ini dengan menandatangani lembar
persetujuan yang telah disediakan.
Demikian permohonan ini saya sampaikan, atas kesediaan dan kerjasamanya
saya ucapkan terimakasih.
Peneliti

( Gustina Rahmadani )
Surat Pernyataan Menjadi Responden Penelitian

Setelah membaca permohonan dan penjelasan dari yang bersangkutan, saya


yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bersedia untuk berpartisipasi sebagai
responden penelitian yang dilakukan oleh :
Nama : Gustina Rahmadani
Bp : 07121034
Alamat : Aspol Marapalam Blok A No.5 Padang
Judul Penelitian :Hubungan Karakteristik Obesitas dan Tingkat
Aktivitas Fisik dengan Kejadian Diabetes Mellitus
Tipe II di Puskesmas Kebun Sikolos Kota Padang
Panjang Tahun 2011
Tanda tangan saya ini menunjukkan bahwa saya diberi informasi dan memutuskan
untuk berpartisipasi dalam penelitian. Demikian pernyataan ini saya sampaikan, agar
dapat dipergunakan semestinya.

Padang Panjang, Juni 2011


Responden,

_____________________
KUESIONER PENELITIAN

Hubungan Karakteristik Obesitas dan Tingkat Aktivitas Fisik dengan Kejadian

Diabetes Mellitus Tipe II di Puskesmas Kebun Sikolos Kota Padang Panjang

Tahun 2011

A. Identitas Responden
1. Nomor Responden :
(diisi oleh

peneliti)
2. Nama : .
3. Tempat/Tanggal Lahir : .
4. Jenis Kelamin : [1] Laki-laki [2] Perempuan
5. Lama Menderita Obesitas :

B. Aktivitas Fisik Responden


Petunjuk pengisian :
1) Isilah titik-titik di bawah ini untuk pertanyaan yang membutuhkan keterangan.
2) Berilah tanda (X) pada jawaban yang menurut Saudara yang paling sesuai.
3) Beri tanda check list ( ) pada kolom yang saudara anggap paling

menggambarkan keadaan Sdr/I :

I. SS : Sangat Sering
S : Sering
KK : Kadang-kadang
J : Jarang
TP : Tidak Pernah

II. SBS : Sangat Berat Sekali


SB : Sangat Berat
B : Berat
R : Ringan
SR : Sangat Ringan

III. SB : Sangat Banyak


B : Banyak
BS : Biasa Saja
K : Kurang
SK : Sangat Kurang
4) Tiap pernyataan hanya ada satu jawaban dan tiap jawaban yang Sdr/i berikan

tidak ada yang benar maupun yang salah, sepanjang sesuai dengan keadaan

diri Sdr/i.

1. Pekerjaan utama : .

No Pernyataan SS S KK J TP
.
2. Apakah Anda bekerja sambil duduk
3. Apakah Anda bekerja sambil berdiri
4. Apakah Anda bekerja sambil berjalan
5. Apakah Anda bekerja mengangkat beban
yang berat
6. Apakah setelah bekerja Anda merasa lelah
7. Apakah Anda kalau bekerja berkeringat
No Pernyataan SB SB B R SR
. S
8. Bila dibandingkan dengan orang lain yang
seumur dengan Anda, apakah pekerjaan
fisik Anda
Apakah Anda berolahraga
0 = tidak (terus ke no.15 no.21)
1 = ya (lanjut ke no.9 no.11)

9. Jenis olahraga yang sering Anda lakukan : ....


10. Berapa jam dalam satu minggu
(1) = kurang dari 1 jam (2) = 1-2 jam (3) = 2-3 jam (4) = 3-4 jam

(5) = >4 jam

11. Berapa bulan dalam satu tahun

(1 )= kurang dari 1 bulan (2) = 1-3 bulan (3) = 4-6 bulan (4) = 7-9 bulan

(5) = > 9 bulan

12. Jenis olahraga lainnya


1 = tidak (terus ke no.15 no.21)
2 = ya (lanjut ke no. 13 no.14)
13. Berapa jam dalam satu minggu

(1 )= kurang dari 1 jam (2) = 1-2 jam (3) = 2-3 jam (4) = 3-4 jam

(5) = >4 jam

14. Berapa bulan dalam satu tahun

(1 )= kurang dari 1 bulan (2) = 1-3 bulan (3) = 4-6 bulan (4) = 7-9 bulan

(5) = > 9 bulan

No Pernyataan SB B BS K SK
.
15. Bila dibandingkan dengan orang lain yang
seumur Anda, bagaimana aktivitas fisik
Anda pada waktu luang
16. Apakah pada waktu luang Anda melakukan
kegiatan dan berkeringat
No Pernyataan SB B BS K SK
.
17. Apakah pada waktu luang Anda berolahraga
18. Apakah pada waktu luang Anda menonton
TV
19. Apakah pada waktu luang Anda berjalan-
jalan (jalan kaki)
20. Apakah pada waktu luang Anda bersepeda

21. Jika no.19 dan no.20 pernah, berapa menit Anda berjalan kaki atau bersepeda

tiap hari dari dan ke tempat bekerja/belanja

(1) = kurang dari 5 menit (2) = 5-15 menit (3) = 15-30 menit

(4) = 30-45 menit (5) = lebih dari 45 menit


KURIKULUM VITAE

Nama : Gustina Rahmadani

Tempat/tanggal lahir : Padang Panjang/01 Agustus 1989

Pekerjaan : Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas

Kedokteran Universitas Andalas

Status : Belum Kawin

Nama Bapak : H. Ahmad Mansyur

Nama Ibu : Yusmanidar

Alamat : Aspol Marapalam Blok A No. 5 Padang

Riwayat Pendidikan : 1. SDN 09 Balai-balai Padang Panjang tamat tahun 2001

2. MTsN Padang Panjang tamat tahun 2004

3. SMAN 1 Padang Panjang tamat tahun 2007

4. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran

Universitas Andalas tahun 2007 sampai sekarang

Anda mungkin juga menyukai