Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyebabkan AIDS. HIV ini
merusak sistem kekebalan tubuh manusia karena merusak sel darah putih (sel T/ T Helper/ sel
CD4). HIV terdapat dalam cairan tubuh seseorang yang telah terinfeksi seperti di dalam
darah, sperma atau cairan vagina. Sedangkan Aids (Acquired Immunodefiency Syndrome)
sendiri adalah kumpulan gejala yang disebabkan oleh Virus HIV yang merusak sistem
kekebalan tubuh, sehingga tubuh menjadi rawan terhadap serangan penyakit.

OranOrang Dengan HIV/AIDS atau disingkat ODHA adalah istilah yang digunakan bagi
penderita penyakit mematikan menular seksual HIV/AIDS. HIV/AIDS disebut penyakit
menular seksual disebabkan penularan awal dan yang paling banyak memang diakibatkan
dari aktivitas tersebut. Kegiatan prostitusilah yang menumbuh suburkan penyebaran penyakit
ini. Sedangkan istilah mematikan, disebabkan oleh virus ini menyerang sistem kekebalan
tubuh yang akan membawa kematian pada pasien dan sampai saat ini belum ditemukan obat
yang dapat menyembuhkan penyakit ini. Obat yang tersedia saat ini hanyalah untuk
memperkuat pertahanan tubuh ODHA, bukan menyembuhkan Odha dari HIV/AIDS.
Odha menjadi bagian penting dalam upaya Penanggulangan HIV/AIDS karena mereka
adalah orang-orang yang hidupnya tersentuh dan terpengaruh secara langsung oleh virus ini.
Mereka adalah sumber pengertian yang paling tepat dan paling dalam mengenai HIV/AIDS.
Pengertian ini penting dimiliki oleh setiap orang, terutama oleh mereka yang pekerjaannya
berhubungan dengan HIV/AIDS. Bagaimana bisa merencanakan sesuatu mengenai
HIV/AIDS tanpa lebih dulu mengerti dampak virus itu pada manusia ?
Banyak yang tidak tepat dalam cara orang melihat peranan Odha. Odha diajak
berpartisipasi, tetapi tetap bukan sebagai bagian masyarakat. Odha cenderung dijadikan
obyek untuk memuaskan rasa ingin tahu. Odha dijadikan contoh-dalam konotasi negatif.
Odha dijadikan token (tanda partisipasi saja). Dengan merangkul Odha atau mendatangkan
Odha ke sebuah pertemuan, orang bisa kelihatan politically correct. Odha dijadikan
pemancing rasa iba. Yang menyedihkan juga, Odha dijadikan sebuah komoditi.
Terus terang saja, Odha memang menarik. Odha direndahkan tapi diminati karena ada
gunanya. Orang mencibir padanya, tetapi tetap berusaha mengintip.
Infeksi HIV (Human Immunodeficiency Virus) maupun status AIDS (Aquirred
ImmunodeficiencySy ndr ome) dapat menimbulkan dampak yang kompleks terhadap aspek
bio-psikososial seorang Odha (Orang yang hidup Dengan HIV/AIDS). Tidak hanya akan
mengalami gejala-gejala klinis berupa penyakit semata, tetapi juga berbagai permasalahan
psikis dan sosial.
Odha memiliki kehidupannya sendiri yang tentu saja tidak dapat dihentikan hanya
dengan alasan penyakit mematikan yang dideritanya. Apapun yang terjadi, ODHA tentu tetap
butuh berinteraksi sosial guna mematangkan kisi-kisi sosial kepribadiannya dalam
bermasyarakat. Akan tetapi interaksi Odha dengan yang lain tetap memerlukan ilmu baik dari
sisi medis maupun psikospirit agar interaksi yang berjalan tidak menjadi interaksi yang
negatif terutama bagi Odha sendiri.
Odha agar dapat berinterksi kembali di tengah-tengah kehidupan, kesehatannya harus
tetap dijaga, dan ini membutuhkan perhatian bagi orang-orang yang ada disekitarnya. Adanya
perhatian yang seksama dari orang-orang terdekat, sekitarnya, sekaligus tenaga medis akan
membantu munculnya motivasi dari Odha sendiri untuk sembuh. Bagaimanapun juga
mengetahui diri terinfeksi HIV/AIDS bukan hal yang mudah. Kecemasan tentu membayangi.
Akan tetapi dengan adanya orang-orang di sekitarnya yang memahami penyakit sekaligus
penanganannya menjadi tanda bagi Odha bahwa masih banyak yang peduli.
Faktanya, stigma terhadap Odha telah menjadi sumber ketakutan bagi sebagian
masyarakat. Acapkali muncul berbagai perdebatan yang mempertentangkan antara
kepentingan masyarakat umum dengan Odha. Akibatnya, hak-hak Odha dalam kehidupan
sehari-hari sering terabaikan. Alasan yang sering digunakan adalah demi menyelamatkan
masyarakat, tetapi apabila dikaji kembali ternyata hanya karena pemahaman yang salah dari
mitos-mitos negatif tentang Odha. Seperti mitos bahwa AIDS merupakan suatu penyakit yang
sangat mematikan, berbahaya, belum dapat disembuhkan, tidak ada obatnya, mudah menular
dan tidak dapat dicegah. Dengan adanya hal-hal di atas ini penulis mencoba meneliti
bagaiman hubungan antara tingkat pengetahuan dengan sikap masyarakat terhadap Orang
Dengan HIV/ AIDS (ODHA).
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaiman Perlindungan Hak Asasi Manusia Terhadap Orang Dengan HIV/AIDS
(ODHA)
2. Bagaimana tanggapan dan sikap masyarakat terhadap Orang Dengan HIV /AIDS
(ODHA)?
3. Bagaimana kehidupan ODHA dalam masyarakat ?
4. Bagaimana peranan masyarakat dalam kehidupan Orang dengan HIV/AIDS (ODHA)?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui bagaimana Perlindungan Hak Asasi Manusia Terhadap Orang
Dengan HIV/AIDS (ODHA)
2. Untuk mengetahui bagaimana tanggapan dan sikap masyarakat terhadap Orang
Dengan HIV /AIDS (ODHA)
3. Untuk mengetahui bagaimana kehidupan ODHA dalam masyarakat
4. Untuk mengetahui bagaimana peranan masyarakat dalam kehidupan Orang dengan
HIV/AIDS (ODHA)
BAB II
PEMBAHASAN
PERLINDUNGAN HAK ASASI ORANG DENGAN HIV/AIDS
Pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia (Ham) merupakan unsure yang paling penting
di dalam mengatasi HIV / AIDS. Kita semua mengetahui perkembangan HIV/ AIDS yang
begitu cepat telah memperburuk keadaan yang pada gilirannya membuka jalan bagi berbagai
bentuk pelanggaran Ham yang menimpa orang dengan HIV/AIDS (ODHA) .
Menurut Miriam Maluwa, ada paling sedikit tiga jalan yang saling bertautan dimana pemajuan
dan perlindungan Ham mempunyai hubungan penting dengan HIV/ AIDS. Titik- titik taut itu
adalah dampak, respon dan sifat mudah kena serangan (vulnerability) ( Mariam Maluwa,
HIV/AIDS and Human Rights: The Role of National Human Rights Institutions in the Asia
Pacific, Melbourne, Australia 2001).

Pertama, dampak (impact). Hal ini berhubungan dengan stigma yang dikenakan pada
HIV/AIDS dan diskriminasi. Sudah banyak dilaporkan para ODHA mengalami diskriminasi
hanya karena mereka diduga atau diketahui terkena HIV/AIDS. Para ODHA itu diingkari
haknya untuk memperoleh pekerjaan, pendidikan, pelayanan kesehatan, serta hak mereka
untuk menikah dan membentuk keluarga. Bahkan ODHA dibunuh karena serum-positive
status.
Pelanggaran Ham ODHA itu dengan sendirinya menambah dampak negatif wabah tersebut.
Warga masyarakat tidak hanya cemas mereka akan
terinfeksi mereka juga cemas akan kehilangan hak asasinya karena statusnya sebagai
pengidap HIV.
Kedua, Mudah kena serang (vulnerability). Dalam konteks ini penting untuk dikemukakan
disini, bahwa pemajuan dan perlindungan Ham adalah suatu jalan untuk menjawab kondisi-
kondisi ekonomi, sosial dan budaya yang membuat manusia mudah diserang infeksi HIV.
Sebagaimana kita ketahui bersama kelompok perempuan, anak-anak, kelompok guy, pekerja
sek, pengguna obat, pengungsi dan migrant, narapidana lebih mudah terkena HIV. Hal itu
disebabkan mereka tidak dapat mengaktualisasikan hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial dan
budaya mereka. Misalnya, dalam kasus dimana kaum perempuan dipaksa untuk melakukan
hubungan sex yang tidak mereka inginkan, atau orang-orang yang diprosekusi karena
orientasi seksual mereka, atau dimana anak-anak tidak dapat mewujudkan haknya untuk
memperoleh pendidikan dan informasi. Kasus-kasus seperti itu menghalangi program
pencegahan dan perawatan HIV.

Ketiga, Tanggapan (Response). Itu berarti pemajuan dan perlindungan Ham menciptakan
lingkungan yang mendukung bagi kebijakan nasional dalam menjawab HIV/ AIDS.
Kebebasan berbicara, berekspresi, berorganisasi dan hak atas informasi dan edukasi
merupakan faktor yang esensial bagi efektifitas program pencegahan dan perawatan HIV/
AIDS.
Uraian di atas menunjukkan dengan sangat jelas saling ketertautan antara pemajuan dan
perlindungan Ham dengan efektifitas pencegahan dan perawatan ODHA. Oleh karena itu
program perlindungan Ham ODHA sudah
seyogyanya menjadi prioritas kegiatan advokasi organisasi Ham baik pada for a nasional dan
internasional. Sumber hukum yang mendasari perlinduungan Ham ODHA dapat dirujuk pada
berbagai Kovenan Internasional Ham, seperti, Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil
dan Politik, Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, Kovenan
Internasional Penghapusan Segala Bentuk Diskrikminasi terhadap Perempuan, Kovenan
Internasional Menentang Penyiksaan, Kovenan Internasional Hak-Hak Anak, Kovenan
Internasional Menentang Diskriminasi Rasial, serta hukum nasional Indonesia seperti, UUD
l945, UU Ham, UU Pengadilan Ham, dan berbagai UU sektoral yang menyentuh hak-hak
masyarakat.
Oleh karena diskriminasi terhadap ODHA menjadi sumber dari segala bentuk kesewenangan
dan kekerasan yang di alami ODHA, saya perlu mengutip disini pengertian diskriminasi yang
dianut oleh UU HAM sebagai berikut :
Diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun
tak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik,
kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik,
yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau
penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual
maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan aspek kehidupan
lainnya.
3Konsepsi diskriminasi tersebut di atas jauh lebih luas dari konsepsi diskriminasi yang dianut
oleh Kovenan Interrnasional tentang Hak Sipil dan Politik, Kovenan Internasional Menentang
Diskriminasi Rasial, dan Kovenan Internasional Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi
Terhadap Perempuan. Diskriminasi terhadap ODHA merupakan diskriminasi terhadap
kelompok yang tidak dibenarkan oleh UU Ham. Berkenaan dengan pemajuan dan
perlindungan Ham, termasuk tentunya ODHA kita perlu mengenali asas-asas dasar UU Ham
sebagai berikut :
Pertama, Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia
dankebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat pada dan tidak
terpisahkan dari manusia, yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi peningkatan
martabat kemanusiaan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecerdasan serta keadilan. (pasal 2)

Kedua, Setiap orang dilahirkan bebas dengan harkat dan martabat manusia yang sama dan
sederajat serta dikaruniai akal dan hati nurani untuk hidup bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara dalam semangat persaudaraan. Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,
perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan
yang sama di depan hukum. Setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan
kebebasan dasar manusia, tanpa diskriminasi. (Pasal 3)
Ketiga, Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati
nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak,
4hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan didepan hukum, dan hak untuk tidak
dituntut
atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi
dalam keadaan apapun dan oleh siapapun (Non-derogable rights. Pasal 4).
Keempat, Setiap orang diakui sebagai manusia pribadi yang berhak menuntut dan
memperoleh perlakuan serta perlindungan yang sama sesuai dengan martabat
kemanusiaannya di depan hukum. Setiap orang berhak mendapat bantuan dan perlindungan
yang adil dari pengadilan yang obyektif dan tidak berpihak.Setiap orang yang termasuk
kelompok masyarakat yang rentan berhak memperoleh perlakuan dan perlindungan lebih
berkenaan dengan kekhususaannya. (pasal 5).

Kelima, Dalam rangka penegakan hak asasi manusia, perbedaan dan kebutuhan dalam
masyarakat hukum adat harus diperhatikan dan dilindungi oleh hukum, masyarakat dan
pemerintah. Identitas budaya masyarakat hukum adat, termasuk hak atas tanah ulayat
dilindungi, selaras dengan perkembangan zaman. (Pasal 6).
Keenam, Setiap orang berhak untuk menggunakan semua upaya hukum nasional dan forum
internasional atas semua pelanggaran hak asasi manusia yang dijamin oleh hukum Indonesia
dan hukum internasional mengenai hak asasi manusia yang telah diterima negara Republik
Indonesia. Ketentuan hukum internasional yang telah diterima negara Republik Indonesia
yang menyangkut hak asasi manusia menjadi hukum nasional. (Pasal 7).
Ketujuh, Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia terutama
menjadi tanggungjawab Pemerintah. (Pasal 8).

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) dari berbagai negara didesak untuk
mengambil peran aktif dalam menangani kasus-kasus pelangaran ham ODHA. Dalam
pertemuan internasional Komnas-Komnas HAM dari berbagai negara di Jenewa tahun 2001,
Direktur Eksekutif UNAID mengidentifikasi lima wilayah praktis di mana Komnas-Komnas
HAM dapat memperkuat kerja mereka berkenaan dengan HIV/AIDS, sebagai berikut:
1. Melakukan penyelidikan atas kasus-kasus pelanggaran Ham yang terjadi dalam konteks
HIV/AIDS;
2. Melakukan penyelidikan umum yang dipusatkan pada pelanggaran Ham yang berkaitan
dengan HIV/AIDS;
3. Menerima dan di mana memadai menanggapi pengaduan pelanggaran Ham yang berkaitan
dengan HIV/AIDS;
4. Menyediakan nasihat dan bantuan kepada pemerintah berkenaan dengan masalah Ham dan
HIV/AIDS;
5. Melakukan pendidikan Ham dalam konteks HIV/AIDS.
KOMNAS-HAM Indonesia berdasarkan UU No. 39 Tahun l999 tentang HAM, mempunyai
kompetensi untuk menjalankan fungsi-fungsi pemantauan, mediasi, penyuluhan dan
pengkajian di bidang Ham. Lima wilayah yang didentifikasi tersebut tentu dapat dilakukan
oleh Komnas-Ham Indonesia, dalam hal ini Sub-Komisi Perlindungan Kelompok Masyarakat
khusus, termasuk namun tidak terbatas masyarakat ODHA.

Anda mungkin juga menyukai