TENTANG
ANALISIS KEBIJAKAN CAMAT SEBAGAI PENGUASA ANGGARAN
TERHADAP KINERJA PEGAWAINYA
pekerjaannya serta tidak terlepas dari anggaran yang dialokasikan untuk kegiatan
melekat, dari apa yang disebut kebijakan. Pada kebijakan terkandung rangkaian
konsep yang menjadi pedoman dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu
kebutuhan. Oleh karena itu, tidak mungkin sebuah birokrasi berjalan dengan baik
tanpa ditunjang oleh adanya anggaran yang memadai. Bahkan, program, tujuan
dan kinerja birokrasi tidak mungkin mencapai prestasi yang ditargetkan tanpa
1
Anggaran dalam birokrasi pemerintahan tidak saja digunakan untuk
Belanja Negara (APBN) untuk sebutan anggaran yang didapatkan dan yang akan
Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Dua jenis anggaran ini digunakan untuk
sampai sekarang.
ditentukan oleh kebijakan pimpinan dari pegawai itu sendiri. Dalam makna lain,
kebijakan pimpinan dalam soal anggaran, seperti diuraikan lebih lanjut oleh Andi
Alvian Malaranggeng dkk. (2011: 31), merupakan pedoman tindakan yang paling
mungkin untuk memperoleh hasil yang diinginkan yang berlaku pada lingkup
2
Dalam kesatuan Kepemimpinan Pemerintahan (eksekutif) di Indonesia,
Camat untuk Pemimpin tingkat Kecamatan, dan selanjutnya dikenal Kepala Desa
Bahkan menurut Suharno (2010: 32) peranan Camat tak kalah pentingnya dalam
(PP) Nomor 19 Tahun 2008. Hal ini menggambarkan bahwa sekalipun secara
strategis yakni sebagai kepanjangan dari kekuasaan Bupati atau Walikota yang
menangani urusan Otonomi Daerah dan urusan lainnya. Tugas ini dalam payung
hukum yang lebih tinggi dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
3
Pasal 126, sebagai berikut: Camat dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh
Otonomi Daerah.
Namun demikian, sebagaimana lebih lanjut diatur dalam PP pada Bab IV Pasal 15
Sekretaris Daerah (Sekda). Pada pasal 15 point 2 ini juga dijelaskan bahwa Camat
sebagai kepala wilayah hanya memiliki wilayah kerja namun tidak memiliki
melainkan hanya dalam bentuk kerja yang terprogram, terlebih sifatnya sebagai
pejabat yang menjalankan sebagian kewenangan Bupati itu, maka Camat tidak
bahwa Camat, dengan demikian sangat jelas, tidak memiliki daerah, sehingga
Camat hanya memiliki wilayah kerja atau pekerjaan. Dengan demikian, Camat
bukan penguasa Desa atau bukan atasan desa, melainkan hanya memiliki fungsi
4
kerja yang bertugas membina desa terutama dalam kerangka menjalankan fungsi-
wilayah kerja, maka Camat beserta aparatnya tentu memiliki alokasi anggaran
beserta aparatnya.
alokasi anggaran bagi kecamatan yang selama ini bersifat rutin sebagai
berbasis kinerja yang berorientasi pada pencapaian tugas pokok dan fungsi serta
ditegaskan oleh Bernardin dan Russel (1993: 34) berarti pencapaian hasil yang
diperoleh dari fungsi pekerjaan atau kegiatan tertentu. Hal ini menggambarkan
bahwa anggaran yang ada di Kecamatan seharusnya terserap habis karena alokasi
anggaran dibuat berdasarkan itiem-item pekerjaan atau tugas-tugas yang ada pada
sumber daya dari setiap pekerjaan yang dilakukan. Prestasi itulah yang menjadi
prestasi itu juga dengan sendirinya diakui atau tidak diakuinya sebagai produk
5
perbaikan kinerja. Hal ini mengingat bahwa kinerja, sebagaimana dijelaskan oleh
Sedarmayanti (2011: 260), pada sisi lain mengandung makna performance yang
kepada pegawai tersebut. Dari sinilah maka pemahaman lebih lanjut dapat
berbasis kinerja merupakan pilihan anggaran yang dinilai sangat tepat terkait
profesionalisme.
pada kinerja pegawai Kecamatan Paseh. Hal ini berdampak bukan hanya pada
perkembangan zaman. Dari sini pula, yang menjadi fokus penelitian adalah
6
menganalisis kinerja pegawai kecamatan sebagai dampak dari kebijakan Camat
selaku penguasa anggaran. Dari sini akan dianalisis kualitas kinerja sebagai
B. Perumusan Masalah
Camat memiliki peran sentral dalam menstimulasi para pegawainya agar memiliki
kinerja yang efektif, efesien dan profesional terkait dengan kebijakannya selaku
anggaran terhadap kinerja pegawainya. Secara lebih rinci perumusan masalah ini
1. Bagaimana tugas dan fungsi Camat dalam hal anggaran dan selaku
penguasa anggaran?
2. Kebijakan apa saja yang dibuat Camat selaku penguasa anggaran
oleh Camat?
4. Kebijakan anggaran apa saja yang dikeluarkan Camat menyangkut
camat selaku selaku penguasa anggaran terkait dampak kebijakannya itu terhadap
kinerja bawahannya.
7
Berdasarkan maksud tersebut maka penelitian menyangkut beberapa
1. Untuk menganalisis tugas dan fungsi Camat dalam hal anggaran dan
anggaran.
4. Untuk menganalisis kebijakan anggaran yang dikeluarkan Camat
D. Kajian Teoritik
berlaku, juga pada pemimpin tersebut memiliki kebijakan yang mengikat dan
melekat pada bawahannya atau pada para pegawai yang dipimpinnya. Kebijakan
tersebut bagi para bawahannya akan dimaknai sebagai pedoman dasar rencana dan
kelaziman karena menurut Solihin Abdul Wahab (2002: 113) bahwa memang
sebuah kebijakan dan penerapannya merupakan suatu sine qua non condition pada
8
penerapannya terdapat perbedaan antara kebijakan dengan dengan undang-undang
terletak pada bahwa kalau kebijakan hanya merupakan pedoman tindakan yang
Termasuk dalam hal ini, dapat memaksakan tindakan para pegawai di lingkungan
kecamatan.
istilah program atau keingingan yang akan dicapai. Oleh karena itu, menurut
Anderson (1979: 67-68), sebagai suatu program maka kebijakan diarahkan untuk
memiliki perilaku yang konsisten dan berulang; baik oleh yang membuat maupun
yang melaksanakan kebijakan itu sendiri (Edi Suharto, 2008: 19). Konsistensi
kebijakan akan didapat apabila, sebagaimana diraikan oleh Solichin Abdul Wahab
eksplisit;
9
perbedaan ini, menurut Suandi (2010: 2) meniscyakan bahwa kebijakan
tersebut adalah:
1) penyususana agenda;
5) evaluasi kebijakan
berbagai hal. Pengaruh tersebut dirinci oleh Suharno (2010: 52-53) sebagai
berikut:
10
4) kemampuan actor yang terlibat;
politik.
Dari sinilah Handoko (1990: 34) menandaskan bahwa dari kinerja akan
dapat diketahui sebuah prestasi sumberdaya dan dapat dilakukan evaluasi atau
dapat dinilai perkembangannya dari waktu ke waktu yang dipandu oleh tujuan dan
Pada kerangka itulah maka seorang Camat dapat melakukan atau membuat
yakni:
1) tugas atributif;
kelurahan.
11
6) kesejahteraan rakyat.
Pada Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, Bab VIII Pasal 126 Point 3,
umum;
undangan;
tentu memiliki daya dorong terhadap keharusan muncul kinerja yang lebih baik
Anwar Prabu Mangkunegara (2009: 67) kinerja yang baik akan menghasilkan
kerja yang secara kuantitas maupun kualitas yang dicapai yang lebih baik lagi
diberikan kepadanya. Indikator kinerja yang baik lanjut Anwar Prabu (2009: 75)
1) peningkatan kualitas;
12
2) peningkatan kuantitas;
Pada kinerja, sebagaimana pernah diteliti oleh Stoner (1987: 211) harus
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
sejauh mungkin dapat melukiskan keaslian tentang apa yang diteliti. Secara lebih
khusus dapat dinyatakan bahwa penelitian kualitatif merupakan jenis dan metode
penelitian yang terencana namun desainnya longgar. Fokus dari penelitian dalam
sebagaimana adanya, sebagai sumber langsung dan peneliti bertindak sebagai alat
13
peneliti yang utama. Dalam penelitian ini, menurut Redja Mudyahardjo (2004:
dalam waktu yang cukup lama. Situasi-situasi yang terjadi sebagaimana adanya
2. Pengumpulan Data
laporan-laporan resmi.
Data yang sudah terkumpul ini, menurut Hibben (1996: 73) tidak
dalam penelitian kualitatif ini, berpangkal pada asumsi bahwa semua catatan hasil
mengabaikan hal-hal yang dianggap kecil dan sepele karena hal yang dianggap
sepele itu memiliki pertautan dengan keseluruhan suatu peristiwa yang terjadi.
Mudyahardjo (2004: 148) lebih tertuju pada penelitian tentang proses daripada
pusat kajian lebih berpusat pada rangkaian-rangkaian kegiatan yang terjadi dalam
14
1) lebih terarah untuk mengetahui struktur khusus dari peristiwa-peristiwa
tersebut;
yang secara logis dan etis tidak dapat diamati melalui teknik observasi
eksperimental dan;
Beberapa hal yang akan dilakukan dalam dalam pengumpulan data dalam
penelitian yang dilakukan penulis ini, sesuai dengan jenisnya penelitian kualitatif,
kenyataan;
hidup;
15
8) penulisan data bersifat interpretative-analitik.
menggunakan instrumen yang baku yang telah dipersiapkan, tetapi lebih tertuju
pada data yang lunak, yaitu data yang kaya dengan gambaran tentang orang,
3. Analisis Data
sehingga teori yang dihasilkan merupakan the grounded theory, yaitu teori yang
diangkat dari bawah secara induktif. Sehingga analisis datanya bukan untuk
bahwa teori yang dikembangkan dalam penelitian kualitatif adalah teori yang
disusun dari bawah ke atas dan bukan dari atas ke bawah. Penyusunan teori
hasil analisis data berupa abstraksi-abstraksi data. Analisis ini berpedoman pada
melainkan berkembang sehingga proses analisis data juga terus berkembang yang
dimulai dari hal-hal yang bersifat umum ke hal-hal yang khusus dan detail.
16
Analisis data dalam penelitian yang berlokasi di Kantor Kecamatan Paseh
Kabupaten Bandung yang terkait dengan studi atau analisis kebijakan Camat
DAFTAR PUSTAKA
Ali Imron, 2008. Kebijakan Pendidikan di Indonesia; Proses, Produk dan Masa
Depannya, Bumi Aksara, Jakarta.
Anderson, James E, 1979. Public Policy Making, Holt Rinehart and Winston,
Chicago.
17
Bernardin dan Russel, 1993. Management and Conflic, Holt Rinehart and
Winston, Chicago.
Budi Winarno, 2007. Urgensi Eksistensi Camat; Sebuah Sorotan, Makalah, UGM,
Yogyakarta.
Edi Suharto, 2008. Kebijakan Sosial sebagai Kebijakan Publik, PT. Alfabeta,
Jakarta.
Hibben, John Gner, 1996. Inductive Logic, William Blacwood and Son, London.
Solihin Abdul Wahab, 1990. Pengantar Analisis Kebijakan Negara, Rineka Cipta,
Jakarta.
Stoner, 1987. Management, Public Policy Making, Holt Rinehart and Winston,
Chicago.
18
Kepmendagri No. 13 Tahun 2006.
19