Bab I Pendahuluan
Bab I Pendahuluan
PENDAHULUAN
Penyakit infeksi merupakan penyakit yang sering dijumpai di seluruh dunia. Infeksi
saluran kemih (ISK) merupakan infeksi tersering kedua setelah infeksi saluran nafas atas yang
terjadi pada populasi dengan rata-rata 9.3% pada wanita di atas 65 tahun dan 2.5-11% pada pria
di atas 65 tahun.1 Infeksi saluran kemih merupakan infeksi nosokomial tersering yang mencapai
kira-kira 40-60%.2 Data penelitian epidemiologi juga melaporkan hampir 25-35 % semua
perempuan dewasa pernah mengalami ISK selama hidupnya, seperti yang kami diagnosis terjadi
pada pasien yang akan dibahas pada makalah ini.
Infeksi saluran kemih adalah suatu keadaan terjadinya peradangan oleh mikroorganisme
pada system perkemihan. Infeksi traktus urinarius merupakan masalah yang sangat banyak
dijumpai dalam praktek klinis. Infeksi saluran kemih dapat dibagi menjadi bagian atas
(pielonefritis) dan bagian bawah (sisititis, uretritis, prostatitis) menurut saluran yang terkena.
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah infeksi yang terjadi sepanjang saluran kemih, terutama
masuk ginjal itu sendiri akibat proliferasi suatu organisme.
Sebagian besar kejadian infeksi saluran kemih disebabkan oleh bakteri Escherichia coli
yang melakukan invasi secara asending ke saluran kemih dan menimbulkan reaksi peradangan.
Kejadian infeksi saluran kemih dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti usia, jenis kelamin,
1,2,3,4.
kelainan pada saluran kemih, kateterisasi, penyakit diabetes, kehamilan, dan lain-lain. Ilmu
kesehatan modern saat ini telah memudahkan diagnosis dan terapi infeksi saluran kemih
sehingga dengan deteksi dini faktor predisposisi dan pengobatan yang adekuat dengan antibiotik
yang sesuai maka pasien dapat sembuh sempurna tanpa komplikasi4.
1
BAB II
LAPORAN KASUS
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. N
Usia : 59 tahun
Jenis kelamin: Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Status : Menikah
Alamat : Desa Pekat Hutan Sumbawa
No Registrasi : R05051
Tgl. Registrasi: 29/12/2016
Tgl. Pengujian: 29/12/2016
2. Anamnesa ( Subjectif )
Pasien menderita penyakit hipertensi yang tidak terkontrol sejak 2 tahun terakhir.
2
Riwayat Sosial Ekonomi:
Pasien mengaku jarang berolahraga, makan dan minum seperti biasa. Pasien suka
mengkonsumsi kopi, namun jarang mengkonsumsi buah dan sayur.
Kesadaran : Composmentis
Tanda-tanda Vital
- Suhu : 36,3 C
Mulut : Sianosis (-), lidah kotor (-), luka pada sudut mulut (-).
Leher : Pembesaran KGB (-), deviasi trachea (-), Pembesaran kelenjar tiroid (-),
distensi vena leher (-).
Paru Depan:
- Perkusi : sonor pada lapang paru kiri dan lapang paru kanan
3
- Auskultasi : suara dasar vesikuler,Whezing -/-, Rhonki-/-
Paru Belakang:
- Perkusi : sonor pada lapang paru kiri dan lapang paru kanan
Jantung
- Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V linea mid clavicula sinistra, kuat
angkat (+).
- Perkusi :
Abdomen :
- Inspeksi : dinding perut datar, acites (-), Venektasi (-), sikatrik(-), masa (-).
- Palpasi : nyeri tekan daerah simpisis pubis (+), hepar tidak teraba, lien
tidak teraba, balotemen ginjal -/-.
4
Ekstremitas
4. Usulan Pemeriksaan
DL, GDP, Cholesterol Total, SGOT, SGPT, Ureum, Creatinin, Asam urat, UL.
5. Laboratorium
A. Tahap Pre-analitik :
Pengambilan sample darah :
Posisi lengan pasien harus lurus
Pasien diminta untuk mengepalkan tangan.
Dipasang torniquet 10 cm di atas lipat siku.
Pilih bagian vena median cubital atau chepalic.
Dibersihkan kulit pada bagian yang akan diambil darahnya dengan alkohol 70%
dan biarkan kering untuk mencegah terjadinya hemolisis dan rasa terbakar. Kulit
yang sudah dibersihkan jangan dipegang lagi.
Ditusuk bagian vena tadi dengan lubang jarum menghadap ke atas dengan
kemiringan 150, bila menggunakan tabung vakum tekan tabung vakum hingga
vakumnya bekerja dan darah terhisap ke dalam tabung. Bila jarum berhasil
masuk vena, akan terlihat darah masuk dalam semprit, bila darah tidak keluar
ganti posisi penusukan (bila terlalu dalam tarik sedikit dan sebaliknya), usahakan
darah dapat keluar dalam satu kali tusukan.
Setelah volume darah dianggap cukup, torniquet dilepas dan pasien diminta
membuka kepalan tangannya. Volume darah yang diambil 3 kali jumlah serum
atau plasma yang diperlukan untuk pemeriksaan.
5
Dilepaskan/ tarik jarum dan segera letakkan kapas alkohol 70% di atas bekas
suntikan untuk menekan bagian tersebut selama 2 menit. Setelah darah
berhenti, plester bagian ini selama 15 menit. Jangan menarik jarum sebelum
torniquet dibuka.
Spesimen yang telah diambil dilakukan pengolahan untuk menghindari
kerusakan pada spesimen tersebut.
B. Tahap Analitik
Pembuatan Serum
Prinsip:
Sejumlah volume darah dimasukkan kedalam tabung, lalu dibiarkan membeku.
Kemudian disentrifuge pada kecepatan 3000 rpm selama 5-10 menit. Serum
yang telah dipisahkan diambil dan disimpan dalam almari es setelah diberi etiket
atau label.
Cara Kerja
- Mengambil darah vena sebanyak 3 cc.
- Darah dibiarkan membeku dalam tabung centrifuge.
- Bekuan darah dalam tabung disentrifuge selama 10 menit pada kecepatan
3000 rpm.
- Mengambil serum dan disimpan pada almari es yang terlebih dahulu diberi
label.
6
4. Tombol counting ditekan, sehingga jarum sampel akan menyedot sampel sampai
jarum sampel akan tertarik kedalam instrument dan sampel secara otomatis akan
diproses oleh alat ini.
5. Ditunggu sampai hasil diprint otomatis oleh alat
Pemeriksaan Laju Endap Darah
Metode :Westergren
Peralatan :Tabung Westergren, dan Rak Westergren
Reagen :NaCl 0,85%
Sampel :Darah yang ditambahkan EDTA
Prosedur :
1. Pipet 0,4 ml larutan NaCl 0,85% (PZ) dan kemudian memasukkan ke dalam
tabung reaksi.
2. Mengambil darah sebanyak 200 mm atau sampai tanda 0 dengan menggunakan
pipet Westergen, kemudian memasukkan ke dalam tabung reaksi.
3. Mencampur homogeny larutan tersebut.
4. Mengambil campuran tersebut sebanyak 200 mm atau sampai tanda 0 dengan
menggunakan pipet Westergen kemudian ditegakkan di rak Westergen.
5. Menunggu selama 7 menit untuk pembacaan hasil (adanya batas lapisan
antara endapaan sel eritrosit dengan plasma)
Pemeriksaan Glukosa
Tujuan : Untuk mengetahui kadar glukosa dalam darah
Metode : Sfekphotometer
Prinsip :Glukosa diukur setelah oksidase enzimatik, adanya glukosidase
hidrogen peroksidase di bawah katalisa peroksidase bereaksi dengan phenol dan
4-amino phenazone membentuk zat warna merah violet, quinoneimine sebagai
indikator.
Bahan : Serum pasien
Alat :
- Micropipet 10l & 1000l
- Autoanalyzer A15
7
- Tabung Reaksi
- Inkubator
Autoanalyzer
8
Prinsip : Cholesterol diukurr setelah hidrolisa enzimatik dan oksidasi
indikator quinoneimine dibentuk dari hidrogen peroksidase dan 4-
aminophenazone. Absorben warna diukur dengan terbentuknya warna yang
dibaca pada spektrofotometer dalam phenol dan peroxidase
Bahan : Serum
Alat : Tabung reaksi, Beacker glass, Pipet automatic, photometer
Reagensia : Reagen cholesterol
Nilai Nomal : < 200 mg/dl
Cara Kerja :
1. Serum pasien
2. Pipert 0,5 l serum/standar masukkan kedalam tabung reaksi
3. Tambahkan reagen cholesterol 500l pada blanko, standar, sampel
4. Campur, inkubasi pada suhu 37 derajat celcius selama 10 menit
5. Baca pada photometer dengan panjang gelombang 546
6. Kemudian hasil dapat terlihat pada print out alat
1. Tujuan
Instruksi Kerja ini sebagai pedoman laboratorium dalam melakukan pemeriksaan Urine
lengkap metode Semi Automatic Cobas U 411 dan mikroskopis.
2. Ruang Lingkup
Instruksi Kerja ini meliputi tata cara pemeriksaan Urine lengkap berdasarkan perubahan
warna metode Semi Automatic Cobas U 411 dan adanya sediment dalam endapan secara
mikroskopis.
3. Acuan
9
4. Tanggung Jawab
5. Prinsip
Carik celup berupa secarik plastik kaku yang pada sebelah sisinya diletakkan
dengan kertas isap atau bahan penyerap lain yang masing-masing mengandung
reagen-reagen tertentu yang bersifat spesifik terhadap zat-zat yang mungkin ada
dalam urine, yang ditunjukkan dengan adanya perubahan warna yang langsung
dibaca dengan menggunakan alat dan hasilnya dapat dilihat di print out alat.
Didasarkan pada perbedaan berat jenis antara cairan dan padatan tersuspensi yang
mungkin ada dalam urine kemudian endapan tersebut diperiksa secara
mikroskopis.
6.1 Peralatan
1) Cobas U411
2) Tabung Centrifuge
3) Centrifuge
4) Rak tabung
5) Mikroskop
6) Objek Glass
7) Cover Glass
10
8) Tissue.
6.2 Bahan
Reagen :
Reagen Strip Urine
Kontrol :
Urine kontrol Biorad Liquichek Level 1 dan Level 2
Kalibrator : Calibrator Strip (Control M)
7. Prosedur Pelaksanaan
Sebaiknya urine segera diperiksa saat masih segar (kurang dari 1 jam setelah
penampungan). Sebelum diperiksa, urine dikocok terlebih dahulu agar homogen.
3) Bila hasil kontrol masuk dalam tabel kontrol berarti pemeriksaan saat itu
dinyatakan valid.
11
1) Masukkan Id kontrol dan Id sampel kedalam sample entry
2) Sentuh Work list untuk melihat urutan Id sampel yang akan diperiksa;
4) Celupkan strip carik celup hanya sekejap ke dalam tabung kontrol urine
dan sampel urine;
6) Masukkan strip kedalam alat cobus U411, alat akan secara otomatis
melakukan pembacaan lihat hasilnya pada print out alat;
7) Catat hasil pemeriksaan dalam LHUS, catatan primer dan work book.
2) Buang cairan diatas dengan satu gerakan yang agak cepat tetapi luwes,
kemudian tegakkan lagi tabung hingga cairan yang masih melekat pada
dinding mengalir kembali kedasar tabung hingga volume sediment
endapan menjadi 0,5 mL;
12
7) Laporkan pendapat mengenai unsur-unsur sediment dalam sediaan pada
Laporan Hasil Uji Sementara (LHUS).
13
Gula Darah Puasa* 108** mg/dl 70 - 105 WI M C.9 /
BLKM PL*
SGOT* 34 U/L <40 WI M C.12 /
BLKM PL*
SGPT* 46** U/L <41 WI M C.13 /
BLKM PL*
Kreatinin* 0,9 mg/dl L: 0,9- WI M C.15 /
1,3 P: BLKM PL*
Ureum* 24 mg/dl 0,6-1,1 WI M C.18 /
15-39 BLKM PL*
Cholestrol* 255** mg/dl WI M C.10 /
<200 BLKM PL*
Trigliserida* 183** mg/dl WI M C.11 /
<150 BLKM PL*
HDL- Cholestrol 36 mg/dl CHOD - PAP
LDL- Cholestrol 146,2 mg/dl >35
Uric Acid* 5,2 mg/dl <150 WI M C.14 /
L: 3,5- BLKM PL*
7,2 P:
2,6-6,0
14
Lekosit - Negative BLKMPL*
Nitrit - Negative
Protein Normal Negative
Glukosa - Negative
Keton Normal Negative
Urobilinogen - Negative
Bilirubin (+) 1** Negative
Eritrosit - Negative
Hemoglobin Negative
B. SEDIMEN* 10 15** / LPB
Mikroskopis
Lekosit / LP 05
0 2** / LPB
Erytrosit / LP Banyak** 0
1-3 / LPK
Ephitel Gepeng 0 - 10
Ephitel Bulat
DOKUMENTASI PEMERIKSAAN
15
16
17
BAB III
PEMBAHASAN
Ureter mempunyai panjang kurang lebih 30 cm pada orang dewasa. Mempunyai tiga area
fisiologis yang menyempit (paut ureteropelvic, bagian ureter yang dilalui arteri iliaka dan
paut ureterovesical) yang sering berhubungan dengan kondisi obstruksi oleh batu.
18
Paut ureterovesikal merupakan tempat perhubungan orificium ureter kedalam kandunG
kemih yang ditandai oleh kondensasi jaringan yang disebut dengan Waldeyers sheath
sebagai pengikat ureter ke dinding kandung kemih. Fungsi paut ini adalah mengalirkan urin
ke dalam kandung kemih dan mencegah aliran balik ke dalam ureter.
Hal ini dapat dilakukan karena ureter berjalan secara oblik transversal diantara lapisan
otot dan submukosa kandung kemih sepanjang 1-2 cm sebelum masuk kandung kemih Setiap
peningkatan tekanan intravesikal secara simultan akan menekan ureter submukosa dan secara
efektif pula akan membentuk katup satu arah. Adanya otot ureter di segmen submukosa juga
penting dalam mencegah timbulnya arus balik.
2. Traktus Urinarius Bagian Bawah
Kandung kemih merupakan suatu kantung muskulomembranosa tempat penampungan
urin yang terbentuk dari empat lapisan; serosa, muskuler, submukosa dan mukosa. Secara
anatomis kandung kemih terbagi menjadi dua bagian besar yaitu detrusor (dasar kandung
kemih) dan trigonum (badan kandung kemih).
Pada wanita, panjang uretra kurang lebih 4 cm. Terdiri dari tiga lapisan; mukosa,
submukosa dan lapisan otot. Lapisan otot terdiri dari dua lapisan otot polos yang berjalan
longitudinal pada bagian dalam yang merupakan sambungan dari otot kandung kemih dan
membentuk sfingter uretra involunter. Di luar lapisan ini terdapat lapisan otot lurik (volunter)
yang berjalan secara sirkuler pada 1/3 tengah uretra.
Pada pria, penis terbentuk dari dua corpora cavernosa yang mengandung jaringan
spongy erectile, dan sebuah corpora spongiosum yang mengelilingi uretra. Uretra pria,
dengan panjang total kurang lebih 20 cm, terbagi menjadi tiga bagian yang diawali oleh
bagian posterior atau uretra prostatik (memanjang dari leher kandung kemih hingga
diafragma urogenital), uretra anterior atau spongy portions (memanjang hingga meatus) dan
uretra membranosa (menghubungkan uretra anterior dan posterior).
19
Bakteriuria bermakna (significant backteriuri) adalah keberadaan mikroorganisme murni
(tidak terkontaminasi flora normal dari uretra) lebih dari 105 colony forming units per mL
(cfu/ml) biakan urin dan tanpa lekosituria1,4.
Bakteriuria simtomatik adalah bakteriuria bermakna dengan manifestasi klinik1,4
Bakteriuria asimtomatik (covert bacteriuria) adalah bakteriuria bermakna tanpa manifestasi
klinik1,4.
Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan
bakteriuria patogen dengan colony forming units per mL CFU/ ml urin > 105, dan lekositouria
>10 per lapangan pandang besar, disertai manifestasi klinik4.
ISK akhir-akhir ini juga didefinisikan sebagai suatu respon inflamasi tubuh terhadap invasi
mikroorganisme pada urothelium3,6.
II.2. Epidemilogi
Infeksi saluran kemih merupakan salah satu penyakit yang paling sering ditemukan di praktik
umum. Kejadian ISK dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti usia, gender, prevalensi
bakteriuria, dan faktor predisposisi yang mengakibatkan perubahan struktur saluran kemih
termasuk ginjal. ISK cenderung terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki. ISK berulang
pada laki-laki jarang dilaporkan, kecuali disertai factor predisposisi1.
Menurut penelitian, hampir 25-35% perempuan dewasa pernah mengalami ISK selama
hidupnya. Prevalensi bakteriuria asimtomatik lebih sering ditemukan pada perempuan.
Prevalensi selama periode sekolah (School girls) 1% meningkat menjadi 5 % selama periode
aktif secara seksual. Prevalensi infeksi asimtomatik meningkat mencapai 30% pada laki-laki
dan perempuan jika disertai faktor predisposisi1.
Di Amerika Serikat, terdapat >7 juta kunjungan pasien dengan ISK di tempat praktik
umum. Sebagian besar kasus ISK terjadi pada perempuan muda yang masih aktif secara
seksual dan jarang pada laki-laki <50 tahun5. Insiden ISK pada laki-laki yang belum
disirkumsisi lebih tinggi (1,12%) dibandingkan pada laki-laki yang sudah disirkumsisi
(0,11%)3.
Tabel 2.1 Epidemiologi infeksi saluran kemih berdasarkan umur dan jenis kelamin
20
Sumber: Smiths General urology 17th edition, 2008, halaman 194
II.3. Etiologi
Pada umumnya ISK disebabkan oleh mikroorganisme (MO) tunggal seperti:1
Eschericia coli merupakan MO yang paling sering diisolasi dari pasien dengan ISK
simtomatik maupun asimtomatik
Mikroorganisme lainnya yang sering ditemukan seperti Proteus spp (33% ISK anak laki-
laki berusia 5 tahun), Klebsiella spp dan Stafilokokus dengan koagulase negatif
Pseudomonas spp dan MO lainnya seperti Stafilokokus jarang dijumpai, kecuali pasca
kateterisasi
21
Gambar. 4 gambaran bakteri E.coli, berbentuk basil dan adanya fimbrae atau pili
Sumber: http://www.kidneyatlas.org/book2/adk2_07.pdf
II.4. Patogenesis
Patogenesis bakteriuri asimtomatik menjadi bakteriuri simtomatik tergantung dari patogenitas
bakteri sebagai agent, status pasien sebagai host dan cara bakteri masuk ke saluran kemih
(bacterial entry) 1,3.
22
Tidak semua bakteri dapat menginfeksi dan melekat pada jaringan saluran kemih. Bakteri
tersering yang menginfeksi saluran kemih adalah E.coli yang bersifat uropathogen.1,3,7,8.
Strain bakteri E. coli hidup atau berkoloni di usus besar atau kolon manusia. Beberapa
strain bakteri E. coli dapat berkoloni di daerah periuretra dan masuk ke vesika urinaria. Strain E.
coli yang masuk ke saluran kemih dan tidak memberikan gejala klinis memiliki strain yang sama
dengan strain E. coli pada usus (fecal E.coli), sedangkan strain E. coli yang masuk ke saluran
kemih manusia dan mengakibatkan timbulnya manifestasi klinis adalah beberapa strain bakteri
E. coli yang bersifat uropatogenik dan berbeda dari sebagian besar E.coli di usus manusia (fecal
E.coli). Strain bakteri E.coli ini merupakan uropatogenik E.coli (UPEC) yang memiliki faktor
virulensi8.
Penelitian intensif berhasil menentukan faktor virulensi E.coli dikenal sebagai virulence
determinalis1.
23
Tabel 2.3 Faktor Virulensi E.coli
Lipid A (endotoksin)
Inhibisi peristalsis ureter
Proinflamatori
Sumber: Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V, 2009, hal.1010
Bakteri patogen dari urin dapat menyebabkan manifestasi klinis bergantung pada
perlengketan mukosa oleh bakteri, faktor virulensi, dan variasi faktor virulensi1.
24
Fimbriae atau pili memiliki ligand di permukaannya yang berfungsi untuk berikatan
dengan reseptor glikoprotein dan glikolipid pada permukaan membran sel uroepithelial.
Fimbriae atau pili dibagi berdasarkan kemampuan hemaaglutinasi dan tipe sugar yang berada
pada permukaan sel. Pada umumnya P fimbriae yang dapat menaglutinasi darah, berikatan
dengan reseptor glikolipid antigen pada sel uroepithelial, eritrosit (antigen terhadap P blood
group) dan sel-sel tubulus renalis. Sedangkan fimbriae tipe 1 berikatan dengan sisa mannoside
pada sel uroepithelial3.
Berdasarkan penelitian P fimbriae terdapat pada 90% bakteri E.coli yang menyebabkan
pyelonefritis dan hanya < 20% strain E.coli yang menyebabkan ISK bawah. Sedangkan fimbriae
tipe 1 lebih berperan dalam membantu bakteri untuk melekat pada mukosa vesika urinaria3.
Sifat patogenitas lain dari strain E.coli yaitu toksin, dikenal beberapa toksin seperti -
haemolysin, cytotoxic necrotizing factor-1 (CNF-1) dan iron uptake system (aerobactin dan
enterobactin). Hampr 95% sifat -haemolysin ini terikat pada kromosom dan berhubungan
dengan phatogenicity island (PAIS) dan hanya 5 % terikat pada gen plasmid4.
25
II.4.2. Peranan Faktor Tuan Rumah (host)
Faktor Predisposisi Pencetus ISK
Menurut penelitian, status saluran kemih merupakan faktor risiko pencetus ISK. faktor bakteri
dan status saluran kemih pasien mempunyai peranan penting untuk kolonisasi bakteri pada
saluran kemih. Kolonisasi bakteri sering mengalami kambuh (eksaserbasi) bila sudah terdapat
kelainan struktur anatomi saluran kemih. Dilatasi saluran kemih termasuk pelvis ginjal tanpa
obstruksi saluran kemih dapat menyebabkan gangguan proses klirens normal dan sangat peka
terhadap infeksi1.
Selain itu urin juga memiliki karakter spesifik (osmolalitas urin, konsentrasi urin,
konsentrasi asam organik dan pH) yang dapat menghambat pertumbuhan dan kolonisasi bakteri
pada mukosa saluran kemih. Menurut penelitian urin juga mengandung faktor penghambat
perlekatan bakteri yakni Tamm-Horsfall glycoprotein, dikatakan bahwa bakteriuria dan tingkat
inflamasi di saluran kemih meningkat pada defisit THG. THG membantu mengeliminasi infeksi
bakteri pada saluran kemih dan berperan sebagai salah satu mekanisme pertahanan tubuh3.
Retensi urin, stasis, dan refluks urin ke saluran cerna bagian atas juga dapat
meningkatkan pertumbuhan bakteri dan infeksi. Selain itu, abnormalitas anatomi dan fungsional
saluran kemih yang dapat menganggu aliran urin dapat meningkatkan kerentanan host terhadap
ISK1,3. Keberadaan benda asing seperti adanya batu, kateter, stent dapat membantu bakteri untuk
bersembunyi dari mekanisme pertahanan host3,9
26
Senggama
Kehamilan dan peserta KB dengan tablet progesteron
Kateterisasi
Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V, 2009, halaman 1009
Penyebaran secara hematogen umumnya jarang, namun dapat terjadi pada pasien dengan
immunocompromised dan neonatus. Staphylococcus aureus, Spesies Candida, dan
27
Mycobacterium tuberculosis adalah kuman patogen yang melakukan perjalanan melalui darah
untuk menginfeksi saluran kemih2,3,4,9.
Penyebaran limfatogenous melalui dubur, limfatik usus, dan periuterine juga dapat
menyebabkan invasi MO ke saluran kemih dan mengakibatkan ISK. Selain itu, invasi langsung
bakteri dari organ yang berdekatan ke dalam saluran kemih seperti pada abses intraperitoneal,
atau fistula vesicointestinal atau vesikovaginal dapat menyebabkan ISK3.
II.5. Klasifikasi
Berdasarkan letak anatomi, ISK digolongkan menjadi:
Pielonefritis akut (PNA) adalah radang akut dari ginjal, ditandai primer oleh radang jaringan
interstitial sekunder mengenai tubulus dan akhirnya dapat mengenai kapiler glomerulus, disertai
manifestasi klinik dan bakteriuria tanpa ditemukan kelainan radiologik 3,4. PNA ditemukan pada
semua umur dan jenis kelamin walaupun lebih sering ditemukan pada wanita dan anak-anak.
Pada laki-laki usia lanjut, PNA biasanya disertai hipertrofi prostat4.
Pielonefritis Kronik (PNK) adalah kelainan jaringan interstitial (primer) dan sekunder
mengenai tubulus dan glomerulus, mempunyai hubungan dengan infeksi bakteri (immediate atau
late effect) dengan atau tanpa bakteriuria dan selalu disertai kelainan-kelainan radiologi. PNK
yang tidak disertai bakteriuria disebut PNK fase inaktif. Bakteriuria yang ditemukan pada
seorang penderita mungkin berasal dari pielonefritis kronik fase aktif atau bakteriuria tersebut
bukan penyebab dari pielonefritis tetapi berasal dari saluran kemih bagian bawah yang
sebenarnya tidak memberikan keluhan atau bakteriuria asimtomatik. Jadi diagnosis PNK harus
mempunyai dua kriteria yakni telah terbukti mempunyai kelainan-kelainan faal dan anatomi serta
kelainan-kelainan tersebut mempunyai hubungan dengan infeksi bakteri. Dari semua faktor
predisposisi ISK, nefrolithiasis dan refluks vesiko ureter lebih memegang peranan penting dalam
patogenesis PNK4. Pielonefritis kronik mungkin akibat lanjut dari infeksi bakteri berkepanjangan
28
atau infeksi sejak masa kecil. Pada PNK juga sering ditemukan pembentukan jaringan ikat
parenkim1.
Sistitis terbagi menjadi sistitis akut dan sistitis kronik. Sistitis akut adalah radang selaput
mukosa kandung kemih (vesika urinaria) yang timbulnya mendadak, biasanya ringan dan
sembuh spontan (self-limited disease) atau berat disertai penyulit ISKA (pielonefritis akut).
Sistitis akut termasuk ISK tipe sederhana (uncomplicated type). Sebaliknya sistitis akut yang
sering kambuh (recurrent urinary tract infection) termasuk ISK tipe berkomplikasi (complicated
type), ISK jenis ini perlu perhatian khusus dalam pengelolaannya4.
Sistitis kronik adalah radang kandung kemih yang menyerang berulang-ulang (recurrent
attact of cystitis) dan dapat menyebabkan kelainan-kelainan atau penyulit dari saluran kemih
bagian atas dan ginjal. Sistitis kronik merupakan ISKB tipe berkomplikas, dan memerlukan
pemeriksaan lanjutan untuk mencari faktor predisposisi4.
Sindrom uretra akut (SUA) adalah presentasi klinis sistitis tanpa ditemukan mikroorganisme
(steril), sering dinamakan sistitis abakterialis karena tidak dapat diisolasi mikroorganisme
penyebabnya. Penelitian terkini menunjukkan bahwa SUA disebabkan oleh MO anaerobik1,4.
Lokal Sistemik
Disuria Panas badan sampai
Polakisuria menggigil
29
Stranguria Septicemia dan syok
Tenesmus
Nokturia Perubahan urinalisis
Prostatismus Piuria
Inkontinesia Chylusuria
Manifestasi klinik pada infeksi saluran kemih atas dan infeksi saluran kemih bawah pada
pasien dewasa dapat dilihat pada gambar berikut:
30
Gambar 6. Hubungan antara lokasi infeksi saluran kemih dengan keluhan
Sumber: Nefrologi Klinik Edisi III, 2006, hal. 85
Pada pielonefritis akut (PNA), sering ditemukan panas tinggi (39.5C-40,5C), disertai
menggigil dan sakit pinggang1. Pada pemeriksaan fisik diagnostik tampak sakit berat, panas
intermiten disertai menggigil dan takikardia. Frekuensi nadi pada infeksi E.coli biasanya 90 kali
per menit, sedangkan infeksi oleh kuman staphylococcus dan streptococcus dapat menyebabkan
takikardia lebih dari 140 kali per menit. Ginjal sulit teraba karena spasme otot-otot. Distensi
abdomen sangat nyata dan rebound tenderness mungkin juga ditemukan, hal ini menunjukkan
adanya proses dalam perut, intra peritoneal. Pada PNA tipe sederhana (uncomplicated) lebih
sering pada wanita usia subur dengan riwayat ISKB kronik disertai nyeri pinggang (flank pain),
panas menggigil, mual, dan muntah. Pada ISKA akut (PNA akut) tipe complicated seperti
obastruksi, refluks vesiko ureter, sisa urin banyak sering disertai komplikasi bakteriemia dan
31
syok, kesadaran menurun, gelisah, hipotensi hiperventilasi oleh karena alkalosis respiratorik
kadang-kadang asidosis metabolik4.
Manifestasi klinik pada sistitis akut dapat berupa keluhan-keluhan klasik seperti
polakisuria, nokturia, disuria, nyeri suprapubik, stranguria dan tidak jarang dengan hematuria.
Keluhan sistemik seperti panas menggigil jarang ditemukan, kecuali bila disertai penyulit PNA.
Pada wanita, keluhan biasanya terjadi 36-48 jam setelah melakukan senggama, dinamakan
honeymoon cystitis. Pada laki-laki, prostatitis yang terselubung setelah senggama atau minum
alkohol dapat menyebabkan sistitis sekunder1,4.
Pada sistitis kronik, biasanya tanpa keluhan atau keluhan ringan karena rangsangan yang
berulang-ulang dan menetap. Pada pemeriksaan fisik mungkin ditemukan nyeri tekan di daerah
pinggang, atau teraba suatu massa tumor dari hidronefrosis dan distensi vesika urinaria4.
Manifestasi klinis sindrom uretra akut (SUA) sulit dibedakan dengan sistitis. Gejalanya
sangat miskin, biasanya hanya disuri dan sering kencing1.
Urin normal mempunyai pH bervariasi antara 4,3-8,0. Bila bahan urin masih segar dan
pH >8 (alkalis) selalu menunjukkan adanya infeksi saluran kemih yang berhubungan dengan
mikroorganisme pemecah urea (ureasplitting organism). Albuminuria hanya ditemukan ISK.
Sifatnya ringan dan kurang dari 1 gram per 24 jam.
Pemeriksaan mikroskopik urin terdiri dari sedimen urin tanpa putar (100 x) dan sedimen
urin dengan putar 2500 x/menit selama 5 menit. Pemeriksaan mikroskopik dengan pembesaran
400x ditemukan bakteriuria >105 CFU per ml. Lekosituria (piuria) 10/LPB hanya ditemukan
32
pada 60-85% dari pasien-pasien dengan bakteriuria bermakna (CFU per ml >10 5). Kadang-
kadang masih ditemukan 25% pasien tanpa bakteriuria. Hanya 40% pasien-pasien dengan piuria
mempunyai bakteriuria dengan CFU per ml >105. Analisa ini menunjukkan bahwa piuria
mempunyai nilai lemah untuk prediksi ISK.
Tes dipstick pada piuria untuk deteksi sel darah putih. Sensitivitas 100% untuk >50
leukosit per HPF, 90% untuk 21-50 leukosit, 60% untuk 12-20 leukosit, 44 % untuk 6-12
leukosit. Selain itu pada pemeriksaan urin yang tidak disentrifuge dapat dilakukan pemeriksaan
mikroskopik secara langsung untuk melihat bakteri gram negatif dan gram positif. Sensitivitas
sebesar 85 % dan spesifisitas sebesar 60 % untuk 1 PMN atau mikroorganisme per HPF. Namun
pemeriksaan ini juga dapat mendapatkan hasil positif palsu sebesar 10%10.
II.7.3. Mikrobiologi4
Pemeriksaan mikrobiologi yaitu dengan Colony Forming Unit (CFU) ml urin. Indikasi CFU per
ml antara lain pasien-pasien dengan gejala ISK, tindak lanjut selama pemberian antimikroba
untuk ISK, pasca kateterisasi, uji saring bakteriuria asimtomatik selama kehamilan, dan
instrumentasi. Bahan contoh urin harus dibiakan lurang dari 2 jam pada suhu kamar atau
disimpan pada lemari pendingin. Bahan contoh urin dapat berupa urin tengah kencing (UTK),
aspirasi suprapubik selektif.
Interpretasi sesuai dengan kriteria bakteriura patogen yakni CFU per ml >10 5 (2x)
berturut-turut dari UTK, CFU per ml >10 5 (1x) dari UTK disertai lekositouria > 10 per ml tanpa
putar, CFU per ml >105 (1x) dari UTK disertai gejala klinis ISK, atau CFU per ml >10 5 dari
aspirasi supra pubik. Menurut kriteria Kunin yakni CFU per ml >10 5 (3x) berturut-turut dari
UTK..
33
isotop scanning. Investigasi lanjutan tidak boleh rutin tetapi harus sesuai indikasi antara lain ISK
kambuh, pasien laki-laki, gejala urologik (kolik ginjal, piuria, hematuria), hematuria persisten,
mikroorganisme jarang (Pseudomonas spp dan Proteus spp), serta ISK berulang dengan interval
6 minggu.
II.8. Terapi
II.8.1. Infeksi saluran kemih atas (ISKA) 1
Pada umumnya pasien dengan pielonefritis akut (PNA) memerlukan rawat inap untuk
memelihara status hidrasi dan terapi antibiotik parenteral minimal 48 jam. Indikasi rawat inap
pada PNA antara lain kegagalan dalam mempertahankan hidrasi normal atau toleransi terhadap
antibiotik oral, pasien sakit berat, kegagalan terapi antibiotik saat rawat jalan, diperlukan
investigasi lanjutan, faktor predisposisi ISK berkomplikasi, serta komorbiditas seperti kehamilan,
diabetes mellitus dan usia lanjut.
The Infectious Disease Society of America menganjurkan satu dari tiga alternative terapi
antibiotic IV sebagai terapi awal selama 48-72 jam, sebelum adanya hasil kepekaan biakan yakni
fluorokuinolon, amiglikosida dengan atau tanpa ampisilin dan sefalosporin spektrum luas dengan
atau tanpa aminoglikosida.
Pada sistitis akut, antibiotika pilihan pertama antara lain nitrofurantoin, ampisilin,
penisilin G, asam nalidiksik dan tetrasiklin. Golongan sulfonamid cukup efektif tetapi tidak
ekspansif. Pada sistitis kronik dapat diberikan nitrofurantoin dan sulfonamid sebagai pengobatan
permulaan sebelum diketahui hasil bakteriogram4.
II.9. Komplikasi1
Komplikasi ISK bergantung dari tipe yaitu ISK tipe sederhana (uncomplicated) dan ISK tipe
berkomplikasi (complicated).
34
ISK akut tipe sederhana yaitu non-obstruksi dan bukan pada perempuan hamil pada umumnya
merupakan penyakit ringan (self limited disease) dan tidak menyebablan akibat lanjut jangka
lama.
Komplikasi emphysematous cystitis, pielonefritis yang terkait spesies kandida dan infeksi
gram negatif lainnya dapat dijumpai pada pasien DM. Pielonefritis emfisematosa disebabkan
oleh MO pembentuk gas seperti E.coli, Candida spp, dan klostridium tidak jarang dijumpai pada
pasien DM. Pembentukan gas sangant intensif pada parenkim ginjal dan jaringan nekrosis
disertai hematom yang luas. Pielonefritis emfisematosa sering disertai syok septik dan nefropati
akut vasomotor.
Abses perinefritik merupakan komplikasi ISK pada pasien DM (47%), nefrolitiasis (41%),
dan obstruksi ureter (20%).
35
II.10. Prognosis4
Prognosis pasien dengan pielonefritis akut, pada umumnya baik dengan penyembuhan 100%
secara klinik maupun bakteriologi bila terapi antibiotika yang diberikan sesuai. Bila terdapat
faktor predisposisi yang tidak diketahui atau sulit dikoreksi maka 40% pasien PNA dapat
menjadi kronik atau PNK. Pada pasien Pielonefritis kronik (PNK) yang didiagnosis terlambat
dan kedua ginjal telah mengisut, pengobatan konservatif hanya semata-mata untuk
mempertahankan faal jaringan ginjal yang masih utuh. Dialisis dan transplantasi dapat
merupakan pilihan utama.
Prognosis sistitis akut pada umumnya baik dan dapat sembuh sempurna, kecuali bila
terdapat faktor-faktor predisposisi yang lolos dari pengamatan. Bila terdapat infeksi yang sering
kambuh, harus dicari faktor-faktor predisposisi. Prognosis sistitis kronik baik bila diberikan
antibiotik yang intensif dan tepat serta faktor predisposisi mudah dikenal dan diberantas.
36
BAB IV
KESIMPULAN
Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan
bakteriuria patogen bermakna dengan colony forming units per mL CFU/ ml urin > 105 disertai
manifestasi klinik. ISK lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki karena uretra
perempuan lebih pendek dibandingkan laki-laki. Adapun faktor predisposisi ISK antara lain:
litiasis, obstruksi saluran kemih, penyakit ginjal polikistik, DM, nefropati analgesik, senggama,
kehamilan, kontrasepsi, dan kateterisasi.
Sebagian besar ISK disebabkan oleh invasi bakteri Escherichia coli secara asending ke
saluran kemih. Patogenesis ISK dipengaruhi oleh patogenisitas bakteri (perlekatan mukosa dan
faktor virulensi), faktor tuan rumah (host) dan bacterial entry.
ISK terbagi menjadi infeksi saluran kemih atas (pielonefritis akut dan pielonefritis
kronik) serta infeksi saluran kemih bawah (sistitis akut, sistitis kronik, sindrom uretra akut,
uretritis, epididimitis). ISK akut belum menimbulkan kelainan struktural atau radiologis dengan
gejala awitan akut seperti demam, nyeri pinggang, nyeri suprapubic, disuria, polakisuria,
stranguria, nokturia. Sedangkan ISK kronik sudah menimbulkan kelainan struktural atau
radiologis dan biasanya kurang bergejala.
Pilihan terapi untuk pasien ISK adalah antibiotik yang sensitif terhadap kuman patogen
penyebab. Penanganan yang dini dan sesuai dapat menghindari komplikasi dan pasien dapat
sembuh sempurna.
DAFTAR PUSTAKA
37
1. Sukandar, E. Infeksi Saluran Kemih. In Sudoyo A.W, et all.ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II Edisi V. Jakarta: Internal Publishing. 2009:1008-1014.
2. Anonim. Urinary Tract Infections (Acute Urinary Tract Infection: Urethritis, Cystitis, and
Pyelonephritis). In Kasper, et all ed. Harrisons Manual of Medicine16th Edition. Newyork: Mc
Graw Hill Medical Publishing Division. 2005:724
3. Nguyen, H.T. Bacterial Infections of The Genitourinary Tract. In Tanagho E. & McAninch J.W.
ed. Smiths General urology 17th edition. Newyork: Mc Graw Hill Medical Publishing Division.
2008: 193-195
4. Sukandar, E. Infeksi (non spesifik dan spesifik) Saluran Kemih dan Ginjal. In Sukandar E.
Nefrologi Klinik Edisi III. Bandung: Pusat Informasi Ilmiah (PII) Bagian Ilmu Penyakit Dalam
FK UNPAD. 2006: 29-72
5. Scanlon, V.C & Sanders, T. Essential of Anatomy and Physiology 5 th edition. Philadelpia: FA
Davis Company. 2007: 420-432
6. Macfarlane, M.T. Urinary Tract Infections. In, Brown B, et all ed. 4th Urology. California:
Lippincott Williams & Wilkins. 2006: 83-16
7. Ronald A.R & Nicoll L.E. Infections of the Upper Urinary Tract. In Schrier R.W, ed. Diseases
of the Kidney and Urinary Tract 7th edition Vol.1. Newyork: Lippincott Williams & Wilkins
Publishers. 2001: 1687
8. Weissman, S.J, et all. Host-Pathogen Interactions and Host Defense Mechanisms. In In Schrier
R.W, ed. Diseases of the Kidney and Urinary Tract 8th edition Vol.1. Newyork: Lippincott
Williams & Wilkins Publishers. 2007: 817-826
9. Abdelmalak, J.B, et all. Urinary Tract Infections in Adults. In Potts J.M, ed. Essential Urology, A
Guide to Clinical Practice. New Jersey: Humana Press. 2004:183-189
10. Anonim. Pyelonephritis Acute. In Williamson, M.A & Snyder L.M. Wallachs Interpretation of
Diagnostic Test 9th. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins a Wolters Kluwer Publishers.
2011: 730-731
11. Meyrier, A. Urinary Tract Infection. Available from:
http://www.kidneyatlas.org/book2/adk2_07.pdf (diakses 22 Mei 2012)
38