Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH :

PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK


DALAM KELOMPOK SEBAYA

D
I
S
U
S
U
N

OLEH:

MUHSIN
NIM: 02101311041

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS JABAL GHAFUR
GLE GAPUI SIGLI
2014
MAKALAH
PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK DALAM KELOMPOK SEBAYA

A. Perkembangan Peserta Didik


Perkembangan diartikan sebagai perubahan-perubahan
yang dialami oleh individu atau organisme menuju tingkat
kedewasaannya yang berlangsung secara sistematis, progresif
dan berkesinambungan baik fisik maupun psikis. Perkembangan
juga biasa diartikan suatu perubahan aspek psikis dari kurang
terdeferensiasi menuju deferensiasi, terarah, terorganisasi dan
terintegrasi meningkat secara bertahap menuju kesempurnaan.
Proses pertumbuhan dan perkembangan berlangsung
secara interdependensi, artinya saling bergantung, saling
mempengaruhi dan tidak dapat dipisahkan.

B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Peserta


Didik
1. Faktor turunan (warisan)
Turunan memiliki peranan penting dalam pertumbuhan
dan perkembangan anak. Ia lahir ke dunia ini membawa
berbagai ragam warisan yang berasal dari kedua Ibu-Bapak
atau nenek dan kakek. Warisan (turunan atau pembawaan)
tersebut yang terpenting, antara lain bentuk tubuh, raut
muka, warna kulit, inteligensi, bakat, sifat-sifat atau watak
dan penyakit.
Warisan atau turunan yang dibawa anak sejak lahir dari
kandungan sebagian besar berasal dari kedua orang tuanya
dan selebihnya berasal dari nenek dan moyangnya dari kedua
belah pihak (ibu dan ayahnya). Hal ini sesuai dengan hukum
Mendel yang dicetuskan Gregor Mendel (1857).
2. Ilmu watak (karakterologi)
Karakterologi adalah istilah Belanda, berasal dari kata
karakter, yang berarti watak dan logos, yang berarti ilmu. Jadi
karkaterologi dapat kita terjemahkan ke dalam Bahasa
Indonesia menjadi ilmu watak.
Kata Belanda karakter, itu berasal dari kata Yunani
charassein, yang berarti (mula-mula) coretan, atau gorasan.
Kemudian berarti stempel atau gambaran yang ditinggalkan
oleh stempel itu. Jadi di sini kita menganggap bahwa tingkah
laku manusia adalah pencerminan dari seluruh pribadinya. Ini
telah lama sekali dikenal oleh manusia.
3. Inteligensi (kecerdasan)
Andaikata pikiran kita umpamakan sebagai senjata,
bagaimanakah kualitas dari senjata itu, tajam atau tidakkah?
Membicarakan tentang tajam atau tidaknya kemampuan
berpikir tidak lain kita membicarakan inteligensi (kecerdasan).
Sehubungan dengan ini perlu diketahui lebih dahulu apakah
intelek dan apakah inteligensi itu.
Intelek adalah (pikiran) dengan intelek ornag dapat
menimbang, menguraikan, menghubung-hubungkan
pengertian satu dengan yang lain dan menarik kesimpulan.
Inteligensi adalah (kecerdasan pikiran), dengan
inteligensi fungsi pikir dapat digunakan dengan cepat dan
tepat untuk mengatasi suatu situasi/untuk memecahkan
suatu masalah. Dengan lain perkataan inteligensi adalah
situasi kecerdasan berpikir, sifat-sifat perbuatan cerdas
(inteligen).

C. Kelompok Sebaya
1. Jenis Kelompok Teman Sebaya
Dalam kehidupan sehari-sehari remaja selalu bersama
dengan teman-temannya, sehingga remaja sering tergabung
dalam kelompok-kelompok tertentu.
Pra ahli psikologi sepakat bahwa terdapat kelompok-
kelompok yang terbentuk dalam masa remaja. Kelompok
tersebut adalah sebagai berikut :
a. Sahabat Karib (Chums)
Chums yaitu kelompok dimana remaja bersahabat
karib dengan ikatan persahabatan yang sangat kuat.
Anggota kelompok biasanya terdiri dari 2-3 orang dengan
jenis kelamin sama, memiliki minaat, kemauan-kemauan
yang mirip.
b. Komplotan sahabat (Cliques)
Cliques biasnya terdiri dari 4-5 remaja yang memiliki
minat, kemampuan dan kemauan-kemauan yang relatif
sama. Cliques biasanya terjadi dari penyatuan dua pasang
sahabat karib atau dua Chums yang terjadi pada tahun-
tahun pertama masa remaja awal. Jenis kelamin remaja
dalam satu Cliques umumnya sama.
c. Kelompok banyak remaja (Crowds)
Crowds biasanya terdiri dari banyak remaja, lebih
besr dibanding dengan Cliques. Karena besrnya kelompok,
maka jarak emosi antra anggota juga agak renggang.
Dengan demikian terdapat jenis kelamin berbeda serta
terdapat keragaman kemampuan, minat dan kemauan
diantara para anggota. Hal yang dimiliki dalam kelompok
ini adalah rasa takut diabaikan atau tidak diterima oleh
teman-teman dalam kelompok remja. Dengan kata lain
remaja ini sangat membutuhkan penerimaan peer-
groupnya.
2. Karakteristik Hubungan Anak Usia Sekolah dengan Teman
Sebaya
Berinteraksi dengan teman sebaya merupakan aktifitas
yang banyak menyita waktu selama masa pertengahan dan
akhir anak-anak. Barker & Wright (dalam Santrock, 1995)
mencatat bahwa anak-anak usia 2 tahun menghasilkan 10 %
dari waktu siangnya untuk berinteraksi dengan teman
sebaya. Pada usia 4 tahun, waktu yang dihabiskan untuk
berinteraksi dengan teman sebaya meningkat menjadi 20 %.
Sedangkan anak usia 7 hingga 11 meluangkan lebih dari 40 %
waktunya untuk berinteraksi dengan teman sebaya.
a. Pembentukan Kelompok
Interaksi teman sebaya dari kebanyakan anak usia
sekolah terjadi dalam group atau kelompok. Sehingga
sering disebut usia kelompok. Dalam pembentukan
sebuah kelompok teman, anak usia sekolah dasar ini lebih
menekankan pada pentingnya aktivitas bersama-sama
seperti berbicara, berkeluyuran, berjalan ke sekolah,
berbicara melalui telepon, mendengarkan music, bermain
game dan melucu. Rubin & Krasnor (1980) mencatat
adanya perubahan sifat dari kelompok teman sebaya pada
anak usia usia sekolah. Anak usia 6-7 tahun, kelompok
teman sebaya tidak lebih dari kelompok bermain,
kelompok ini terbentuk secara spontan. Anak usia 9 tahun
kelompok-kelompok menjadi lebih formal. Mereka
membenuk klub atau perkumpulan dengan aturan-aturan
tertentumempunyai keanggotaan inti, masing-masing
anggota harus berpartisipasi dalam aktivitas kelompok dan
yang bukan anggota dikeluarkan.
b. Popularitas, Penerimaan Sosial dan Penolakan
Pada anak usia sekolah dasar mulai terlihat adanya
usaha untuk mengembangkan suatu penilaian terhadap
orang lain dengan berbagai cara. Dalam penelitian yang
dilakukan oleh para ahli psikologi perkembangan,
menggunakan teknik yang disebut sosiometri (Hallinan,
1981), yaitu suatu teknik pemilihan yang digunakan untuk
menentukan stats dan penerimaan social anak diantara
teman sebayanya. Dari pertanyaan yang diajukan para
peneliti menyusun sebuah sosiogram, yaitu suatu diagram
yang menggambarkan interaksi anggota suatu kelompok
atau bagaimana perasaan masing-masing anak dalam sutu
kelompok terhadap anak-anak lain. Dari informasi melali
sosiogram peneliti membedakan anak-anak atas dua yaitu
anak-anakyang popular dan anak-anak yang tidak popular
(unpopular). Hartub (1983) memcatat bahwa anak yang
popular adalah anak yang ramah, suka bergaul,
bersahabat, sangat peka secara social dan sangat mudah
bekerja sama dengan orang lain. Popularitas juga
dihubungkan denga IQ an prestasi akademik. Anak-anak
lebih menyukai anak yang memiliki prestasi sedang,
mereka sering menjauh dari anak yang sangat cerdas dan
sangat rajin di sekolah, demikian juga halnya dengan
mereka yang pemalas secara akademis (Zigler &
Stevenson, 1993).
Anak yang tidak popular dapat dibedakan menjadi
dua tipe, yaitu : anak-anak yang ditolak dan anak-anak
yang diabaikan. Anak-anak yang diabaikan adalah anak
yang menerima sedikit perhatian dari teman-teman sebaya
mereka, tetapi bukan berarti mereka tidak disenangi oleh
teman-teman sebayanya. Anak-anak yang ditolak adalah
anak-anak yang tidak yang tidak disukai oleh teman-tema
sebayanya. Mereka cenderung bersifat mengganggu,
egois, dan mempunyai sedikit sifat-sifat positif.
Anak-anak yang ditolak kemungkinan untuk
memperlihatkan perilaku agresif, hiperaktif, kurang
perhatian atau ketidakdewasaan, sehingga sering
bermasalah dalam perilaku dan akademis di sekolah
(Putallaz & Waserman, 1990). Akan tetapi tidak semua
anak-anak yang ditolak bersifat agresif. Meskipun perilaku
agresif inpulsif dan mengganggu mereka sering menjadi
penyebab mengapa mereka mengalami penolakan, namun
kira-kira 10-20% anak-anak yang ditolak adalah anak yang
pemalu (Santrock, 1996).

D. Pengaruh Hubungan dengan Teman Sebaya Terhadap


Perkembangan Sosial
Teman-teman sebaya menyediakan suatu lingkungan, yaitu
dunia tempat remaja dapat melakukan sosialisasi dengan
nilai yang berlaku, bukan lagi nilai yang ditetapkan oleh
orang dewasa, melainkan oleh teman seusianya, dan tempat
dalam rangka remaja menemukan jati dirinya. Namun, apabila
nilai yang dikembangkan dalam kelompok sebaya adalah nilai
yang negative, maka akan menimbulkan bahaya bagi
perkembangan jiwa remaja (Kartono, 2006).
Hasil penelitian yang dikemukakan oleh Hans Sebald
bahwa teman sebaya lebih memberikan pengaruh dalam
memilih: cara berpakaian, hobi, perkumpulan(club),dan kegiatan-
kegiatan sosial lainnya. (Syamsu Yusuf, Psikologi perkembangan
Anak dan Remaja, 2001 hal. 123)
Kuatnya pengaruh kelopok teman sebaya juga merupakan
akibat melemahnya ikatan remaja dengan orang tua dan sekolah
(Sihite, 2007).
Selain itu, banyaknya waktu yang diluangkan remaja di
luar rumah dengan teman sebayanya daripada dengan orang
tuanya adalah salah satu alasan pokok pentingnya peran teman
sebaya bagi remaja. Peranan teman-teman sebaya terhadap
remaja terutama berkaitan dengan sikap, pembicaraan, minat,
penampilan dan perilaku. Remaja sering kali menilai bahwa bila
dirinya memakai model pakaian yang sama dengan anggota
kelompok yang populer, maka kesempatan baginya untuk
diterima oleh teman-teman sebayanya menjadi besar. Demikian
pula bila anggota kelompok mencoba minum alcohol, obat-
obatan terlarang atau rokok, maka remaja cenderung
mengikutinya tanpa memperdulikan perasaannya sendiri dan
akibatnya. ( Hurlock, 1980).
Teman sebaya adalah lingkungan kedua setelah keluarga,
yang berpengaruh bagi kehidupan remaja. Terpengaruh atau
tidaknya remaja terhadap teman sebaya tergantung pada
persepsi remaja terhadap teman-temannya, sebab persepsi
remaja terhadap teman sebayanya akan menentukan keputusan
yang diambil oleh remaja itu sendiri, yang nantinya akan
mengarahkan pada tinggi atau rendahnya kecenderungan
kenakalan remaja ( Kartono, 2006).
Remaja yang berpersepsi positif terhadap teman
sebayanya, memandang bahwa teman sebaya sebagai tempat
memperoleh informasi yang tidak didapatkan di dalam keluarga,
tempat menambah kemampuan dan menjadi tempat kedua
setelah keluarga untuk mengarahkan dirinya (menuju kepada
perilaku yang baik) serta memberikan masukan (koreksi)
terhadap kekurangan yang dimilikinya, yang tentu saja akan
membawa dampak baik bagi remaja yang bersangkutan
(santrock, 1997). Sebaliknya, remaja yang berpersepsi negative
terhadap teman-teman sebayanya, maka remaja melihat bahwa
kelompok teman sebaya adalah sebagai kompensasi penebusan
atas kekurangan yang dimilikinya atau sebagai ajang balas
dendam terhadap lingkungan yang menolak atau memenuhi
dirinya. Remaja yang merasa frustasi (karena
ketidakmampuannya menghadapi kekurangan dan penolakan
dari lingkungan/merasa dikucilkan) secara spontan saling
bersimpati dan tarik-menarik, kemudian menggerombol untuk
mendapatkan dukungan moral, dan memuaskan segenap
kebutuhannya (Kartono, 2006).
Pada dasarnya individu di samping sebagai makhluk sosial
juga sebagai makhluk individu/pribadi. Di mana dalam
perkembangan sosialnya, anak juga dipengaruhi oleh
perkembangan kepribadiannya. Kelompok sebaya juga
berpengaruh baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam
kehidupan kelompok.
Menurut Havinghurst pengaruh perkembangan kelompok
sebaya ini mengakibatkan adanya:
1. Kelas-kelas sosial. Pembentukan kelompok sebaya
berdasarkan tingkat status sosial ekonomi individu, sehingga
dapat digolongkan atas kelompok kaya dan kelompok miskin.
2. In dan Out group. In group adalah teman sebaya dalam
kelompok. Out group adalah teman sebaya di luar kelompok.
Contoh yang mudah mengenai in dan Out group ini dapat
kita rasakan dalam kelas, di mana kita mempunyai teman
akrab dan teman tidak akrab (biasa). Teman yang akrab
tersebut dinamakan in group dan teman yang lainnya kita
sebut Out group.
Pengaruh lain dalam kelompok sebaya ini ada yang
positif dan ada yang negatif.
1. Pengaruh positif dari kelompok sebaya
a. Apabila individu di dalam kehidupannya memiliki
kelompok sebaya maka mereka akan lebih siap
menghadapi kehidupan yang akan datang.
b. Individu dapat mengembangkan rasa solidaritas antar
kawan.
c. Bila individu masuk dalam kelompok sebaya, maka
setiap anggota akan dapat membentuk masyarakat
yang akan direncanakan sesuai dengan kebudayaan
yang mereka anggap baik (menyeleksi kebudayaan dari
beberapa temannya).
d. Setiap anggota dapat berlatih memperoleh
pengetahuan, kecakapan dan melatih bakatnya.
e. Mendorong individu untuk bersikap mandiri.
f. Menyalurkan perasaan dan pendapat demi kemajuan
kelompok.
2. Pengaruh negatif dari kelompok sebaya adalah;
a. Sulit menerima seseorang yang tidak mempunyai
kesamaan.
b. Tertutup bagi individu lain yang tidak termasuk anggota.
c. Menimbulkan rasa iri pada anggota satu dengan
anggota yang lain yang tidak memiliki kesamaan
dengan dirinya.
d. Timbulnya persaingan antar anggota kelompok.
e. Timbulnya pertentangan/gap-gap antar kelompok
sebaya, misalnya: antara kelompok kaya dengan
kelompok miskin.

E. Hubungan dengan Sekolah


Sekolah merupakan lingkungan artificial yang sengaja
dibentuk guna mendidik dan membina generasi muda kearah
tujuan tertentu, terutama untuk membekali anak dengan
pengetahuan dan kecakapan hidup yang dibutuhkan dikemudian
hari. Sekolah mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap
perkembangan anak. Anak anak dan remaja. Hampir sepertiga
waktunya remaja berada di sekolah. Menurut Santrock (1998),
berbagai peristiwa hidup yang dialami oleh remaja selama
berada di sekolah tersebut sangat mungkin mempengaruhi
perkembangannya, seperti perkembangan identitasnya,
keyakinan terhadap kompetensi diri sendiri, gambaran hidup dan
kesempatan berkarier, hubungan-hubungan social, batasan
mengenai bagaimana system social yang ada di luar lingkup
keluarga berfungsi.
Dusek (1991) mencatat ada dua fungsi utama sekolah bagi
remaja yaitu:
Memberi kesempatan bagi remaja untuk tumbuh secara
social dan emosional, dan membekali mereka dengan
pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk menjadi
orang yang mandiri secara ekonomi dan menjadi anggota
masyarakat yang produktif. Sekolah mempengaruhi
perkembangan anak, terutama perkembangan identitas, melalui
dua kurikulum yaitu kurikulum formal dan kurikulum nonformal.
Kurikulum formal meliputi sejumlah tuntunan akademik yang
dapat membantu anak memperolh pengetahuan akademis dan
kemampuan intelektual yang dibutuhkan untuk keberhasilan
berpartisipasi dalam masyarakat. Kurikulum nonformal meliputi
sejumlah perilaku yang ditampilkan oleh para guruyang
berkenaan dengan prestasi akademis, motivasi belajar, serta
pengambilan tanggung jawab, kepemimpinan dan otoritas.
Sekolah memainkan peranan penting bagi perkembangan
anak, anak dihadapkan pada sejumlah tugas dan keharusan
untuk mengikuti sejumlah aturan yang membatasi perilaku,
perasaan dan sikap mereka. Interaksi dengan guru dan teman
sebaya di sekolah memberikan suatu peluang yang besar bagi
remaja untuk mengembangkan kemampuan kognitif dan
ketrampilan social, memperoleh pengetahuan tentang dunia
serta mengembangkan konsep diri yang lebih positif. Guru masih
mengambil peran sentral dalam kehidupan anak dan remaja.
Keberthasilan atau kegagalan remaja banyak dientukan oleh
interaksi mereka dengan guru dis ekolah. Selama para remaja
mendapat dukungan dan penguatan yang positif dari para guru,
maka mereka berhasil dan senang derada di sekolah. Erik
Erikson, 1963 (dalam Seifert & Huffnung, 1994) menyatakan
bahwa guru yang baik adalah guru yang dapat menciptakan
sense of industry dan bukan inferiority bagi para siswanya.
Mereka memahami bagaimana melakukan selingan antara
belajar dan bermain, menghargai kemampuan-kemampuan
khusus murid, mengetahui bagaimana menciptakan suatu
setting dimana anak-anak memandang diri mereka secara
positif.

Anda mungkin juga menyukai