Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Jamur atau fungi merupakan suatu flora yang dapat menyebabkan infeksi
pada tubuh kita. Lokasi yang sering terjadinya infeksi jamur adalah pada kulit
manusia, namun tidak menutup kemungkinan terjadi infeksi jamur dilokasi
lainnya seperti pada kuku, mukosa, dan genitalia. Onikomikosis merupakan
infeksi jamur pada kuku yang disebabkan oleh jamur dermatofita (tinea
unguium), nondermatofita, ragi (yeast) dan kapang (molds).1 Onikomikosis
muncul sekitar 30% dari semua penyakit yang disebabkan oleh infeksi jamur dan
dapat melibatkan berbagai komponen dari kuku. Kejadian onikomikosis
meningkat seiring bertambahnya usia, dikaitkan dengan menurunnya sirkulasi
perifer, diabetes, trauma berulang pada kuku, pajanan lebih lama terhadap jamur,
imunitas yang menurun, serta menurunnya kemampuan merawat kuku.2

Insidens onikomikosis pada populasi umum di Amerika Serikat sekitar 2-8%


dan meningkat menjadi 14-28% pada usia di atas 60 tahun. Di Kanada,
prevalensinya diperkirakan 6,5%. Prevalensi di Inggris, Spanyol, dan Finlandia
berkisar 3 8 %. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sondakh, dkk di
RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado tahun 2013 ditemukan kejadian
onikomikosis sebesar 5,2% dari seluruh kejadian dermatofitosis yang ada. Hal
tersebut membuktikan bahwa kejadian onikomikosis di masyarakat masih kerap
ditemukan.3

Jika di bagi menurut jenis jamurnya di Negara-negara maju onikomikosis


sering karena dermatofit 81-91% (tersering Trichophyton Rubrum), Kandida 6-
17% (tersering Candida albicans) dan kapang 2-3% (terutama Scapulariopsis
brevicaulis). Di Negara muslim karena kewajiban wudhu 5 kali sehari sebelum
sembahyang 5 waktu maka banyak ditemukan infeksi candida (C. Albicans)
pada kuku kaki juga walau umumnya tersering mengenai kuku tangan.4pdt
Onikomikosis sulit diobati (terutama pada orang dengan imunokompeten),
dan dapat menyebabkan nyeri, rasa tidak nyaman, serta kerusakan kuku. Ini juga
dapat menyebabkan gangguan fisik dan mengganggu pekerjaan sehari-hari. Efek
secara psycososial dan emosional dari onikomikosis sangat luas dan secara
signifikan mungkin dapat memberikan dampak pada quality of life.2

Sebanyak 30% pasien infeksi jamur pada kulit, juga mengalami infeksi
jamur pada kuku. Prevalensi kejadian pada anak-anak lebih jarang hingga 30
kali di bandingkan dengan dewasa. Prevalensi onikomikosis berkisar 2,6% pada
anak di bawah usia 18 tahun, mencapai 90% pada usia lanjut. Sebanyak 70%
infeksi jamur pada kuku disebabkan oleh jenis dermatofit Trichophyton rubrum
dan 20% oleh Trichophyton mentagrophytes. Prevalensinya 2-3% pada iklim
subtropis dan mencapai 12% pada iklim tropis.1

Gejala yang sering muncul seperti perubahan pada warna kuku seperti
menghitam (melanonikia), warna kuku kuning sampai kecoklatan, dan warna
kuku coklat. Gejala lainnya seperti lepasnya lempeng kuku dari dasarnya, dan
penebalan lempeng kuku.4 Subtipe dari onikomikosis terdiri dari Distal Lateral
Subungual Onychomycosis (DLSO), White Superficial Onychomycosis (WSO),
Proximal Subungual Onychomycosis (PSO), Endonyx Onychomycosis,
Candidal Onychomycosis, and Total Dystrophic Onychomycosis (TDO) dimana
masing-masing subtipe memiliki gambaran klinis yang berbeda.2

Onikomikosis sering di identifikasi melalui gambaran klinisnya. Namun,


kondisi dan infeksi lainnya juga dapat menimbulkan gangguan pada kuku yang
menyerupai onikomikosis. Oleh karena itu harus dikonfirmasi apakah benar
suatu onikomikosis dengan test laboratorium. Ini penting sebelum dilakukan
terapi, karena pengobatannya memerlukan waktu yang lama, biaya yang mahal,
dan mempunyai efek samping. Walaupun terapi onikomikosis tergolong sulit,
terapi harus tetap dijalankan karena onikomikosis tidak dapat sembuh secara
spontan.2
Dari uraian diatas kami sebagai penulis berkeinginan untuk membahas lebih
dalam mengenai onikomikosis.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai