Anda di halaman 1dari 2

Ulang Tahun

27 Ramadhan 1410 H. Itu kalender Hijriyah ketika Tuhan memutuskan


mengirim saya ke dunia melalui rahim seorang Eva asli Sumenep
bernama Rahmaniyah. Itu bulan suci ketika Allah menabur biji ampunan
bagi sekalian manusia. 27 Ramadhan yang tenang adalah hari-hari
terakhir memetik berkah sebelum umat Muslim tiba di gerbang lebaran.
27 adalah angka ganjil. Ia menjadi satu kemungkinan di antara
kemungkinan lain bahwa malam penuh rahmat Lailatul Qadar jatuh pada
tanggal itu. Tapi tampaknya Malam Seribu Bulan yang keramat itu jatuh
pada malam-malam sebelumnya, atau malam sesudahnya, sebab saya
tidak merasa ada tanda-tanda ke-ulama'-an tumbuh dalam diri saya.
Hingga kini saya tidak tumbuh menjadi pribadi karismatik dan penuh
wibawa seperti para munsyi. Saya seperti kebanyakan manusia tidak
terpilih lainnya: hidup lurus, kadang membuat tikungan kecil, dan
sesekali (mungkin sering) membuat catatan jelek di buku harian malaikat
Atid.

27 Ramadhan 1410 H adalah angka yang nempel di ingatan Ibu dan


Bapak saya. Ketika duduk di bangku Tsanawiyah (sejenis SMP dalam
versi yang lunak) pada tahun 2003, mulai timbul keinginan untuk
menguji apakah tanggal Hijriyah itu presisi dengan angka kelahiran
administratif saya pada kalender Masehi. Ternyata, tanggal 02 Januari
1990 sebagai tanggal kelahiran saya sepenuhnya keliru. Dan kekeliruan
ini terus berlangsung hingga hari ini. Dan celakanya, tanggal itu
membuat saya lebih tua nyaris empat bulan.

Itu bermula pada tahun gawat 1997 ketika Ibu mengirim saya ke sekolah
dasar. Beliau tidak bisa membaca dan menulis dalam huruf latin. Karena
tidak mau berumit mencari padanannya dalam penanggalan Masehi,
pihak sekolah mungkin menulis sekenanya 02 Januari 1990 untuk saya.
Soal tahun, anak-anak yang masuk tahun 1997 umumya kelahiran 1990.
Saya masih beruntung tidak dibuat lebih tua lagi sebab 1990 adalah
angka yang benar. Kejadian ini sangat mungkin bisa terjadi terutama di
desa-desa. Kejadian tidak beres ini tidak hanya menimpa saya, tapi juga
teman-teman saya yang lain. Bahkan beberapa dari mereka lebih celaka
lagi, mereka lebih tua beberapa tahun dari tanggal kelahiran asli. Astaga,
kenapa kekeliruan selalu bermula dari sekolah ya?

Ketika mendaftar sekolah, kuliah, kursus, email, fesbuk, dan


semacamnya, saya menggunakan tanggal yang keliru itu. Beberapa hari
yang lalu, Google mengutus sang juru antar surat Gmail untuk
mengingatkan hari yang indah dalam hidup saya. Dan hari ini, bapak
segala ilmu itu mengirimi saya ucapan selamat. Fesbuk juga rajin
memberi selamat kepada rakyatnya. Teman-teman juga mengirim ucapan
dan doa melalui kanal media sosial. Semuanya adalah doa, tanpa kado
tanpa bunga. Bahkan, sebagian besar meminta jatah makan-makan. Tak
mengapa, generasi saya memang tumbuh di zaman ketika peradaban
kuliner memberi banyak tawaran diskon dan paket ulang tahun.
Katakanlah itu bayaran setimpal untuk doa-doa yang mereka kirimkan.
Saya menyukai doa-doa yang baik untuk saya. Beberapa orang lainnya
repot-repot mengirim gambar kado dan gambar bunga di WhatsApp.
Saya terharu betul. Saya masih menunggu seseorang yang rela memberi
saya kado dan bunga sungguhan, juga doa-doa yang dipanjatkan oleh
bibir yang aduhai. Saya akan menunggu sampai malam sebelum tanggal
berubah menjadi 03 Januari. Terimakasih untuk doa-doanya.

Jadi, agar dua versi tanggal itu tetap bisa dipakai, mulai saat ini saya
membagi dua kelahiran saya: (1) 27 Ramadhan 1410 H adalah kelahiran
saya sebagai manusia, dan (2) 02 Januari 1990 adalah kelahiran saya
sebagai warga negara Indonesia. :)

Yogyakarta, 02 Januari 2017

Anda mungkin juga menyukai