Anda di halaman 1dari 20

BAB VI

WAWASAN NUSANTARA SEBAGAI GEOPOLITIK


BANGSA INDONESIA

Tujuan Pembelajaran Umum:


Memahami konsep dan permasalahan geopolitik Indonesia, serta upaya dalam
menumbuhkembangkan wawasan kebangsaan Indonesia;
Tujuan Pembelajaran Khusus:
Melalui pemaparan dan pendekatan dialogis, pada akhir pembahasan para mahasiswa
diharapkan memiliki kemampuan :
1. Menjelaskan dasar pemikiran Wawasan Nusantara sebagai konsep geopolitik
Indonesia dalam mewujudkan kepentingan nasional.
2. Menguraikan kedudukan, fungsi, dan tujuan Wawasan Nusantara sebagai konsep
geopolitik Indonesia.
3. Menguraikan konsep dan makna Wawasan Nusantara Sebagai Geopolitik Bangsa
Indonesia.
4. Menjelaskan konsep dan pengertian geopolitik, menurut pandangan para ahli.
5. Menjelaskan prinsip dasar Geopolitik yang dianut bagi bangsa Indonesia.
6. Menguraikan latar belakang filosofis Wawasan Nusantara sebagai konsep
geopolitik Indonesia. ditinjau dari Falsafah Pancasila, aspek kewilayahan
nusantara, aspek sosial budaya bangsa Indonesia, dan aspek Kesejarahan bangsa
Indonesia.
7. Menguraikan unsur dasar konsepsi Wawasan Nusantara
8. Menguraikan konsep dan isi Wawasan Nusantara Sebagai Wawasan Pembangunan
Nasional Indonesia.
9. Menguraikan asas dan sasaran dari implementasi Wawasan Nusantara.
10. Menguraikan implementasi, prospek, permasalahan, dan tantangan Wawasan
Nusantara dalam kehidupan bangsa Indonesia

6.1 Dasar Pemikiran dan Pengertian Wawasan Nusantara


Bangsa Indonesia yang merdeka bercita-cita untuk menciptakan kehidupan yang lebih
maju, lebih sejahtera, dan lebih adil bagi rakyatnya. Untuk mewujudkan cita-cita tersebut
dibutuhkan perjuangan dari satu generasi ke generasi berikutnya dengan tidak mengenal
berhenti, dari satu tahap ke tahap yang lebih baik secara berkesinambungan. Hasil
perjuangan dan pengorbanan generasi sebelumnya merupakan landasan bagi generasi
berikutnya untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat. Setiap generasi sebagai
penerus wajib melaksanakan kelanjutan cita-cita perjuangan untuk menjamin
kelangsungan dan kesinambungan perjuanngan demi tercapainya cita-cita bangsa.

Proklamasi kemerdekaan Indonesia telah mengantar bangsa Indonesia ke alam


kemerdekaan dengan membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
berlandaskan Pancasila dan UUD 1945, pemerintah mengemban tugas (mission)
sebagaimana dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu : Pemerintah Negara
Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,

Pendidikan Kewarganegaraan untuk Politeknik 95


dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial.
Setelah menegara, dalam perjalanan kehidupannya bangsa Indonesia memiliki kondisi
kehidupan yang serba aneka ragam (bhineka) , baik ditinjau dari segi ethnis, ras, kultur,
agama, maupun bahasa daerah. Demikian pula dalam hal geografis, wilayah nusantara
yang didiami bangsa Indonesia begitu luasnya, dengan bentuk kepulauan membentang
dari Sabang hingga Merauke. Dalam hal sumber daya alam wilayah nusantara memiliki
kekayaan alam yang melimpah, sehingga mempunyai konsekuensi disatu sisi merupakan
modal keuntungan bagi kehidupan bangsa, tetapi disisi lain mengundang kerawanan
untuk mengundang bangsa lain tertarik kepadanya dan ingin menguasainya.
Dalam mewujudkan aspirasi dan perjuangan kehidupan berbangsa ada 3 (tiga) faktor
penentu utama yang harus diperhatikan oleh suatu bangsa, yaitu:
1. Bumi atau ruang di mana bangsa itu hidup.
2. Jiwa, tekad dan semangat manusianya atau rakyatnya.
3. Lingkungan sekitarnya.

Oleh karena wawasan nasional suatu bangsa mengandung arti pandangan, tinjauan, atau
bahkan tanggapan inderawi untuk mengetahui isi serta arti pengaruh-pengaruh tersebut
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dengan demikian diperlukan
pendekatan dalam memandang dan tanggapan inderawi terhadap ketiga faktor di atas
yang perlu dikembangkan dalam wawasan nasional. Berkaitan dengan upaya
mewujudkan kepentingan nasional, (yaitu cita-cita dan tujuan nasional), ketiga hal
tersebut di atas merupakan modal yang juga sekaligus merupakan tantangan dalam
kehidupan berbangsa Indonesia. Dari segi kebhinekaan, berbagai perbedaan itu bisa
menjadi kendala dalam mencapai tujuan, apabila hal ini tidak dibina dengan baik dan
bijaksana. Demikian pula dalam hal menjaga keutuhan dan luasnya wilayah negara
(geografis) serta pemanfaatan sumber daya (kekayaan) alam yang melimpah, dibutuhkan
kemampuan mengelola secara optimum dan bijaksana.
Konsep dasar dan landasan dalam penyelenggaraan negara untuk mewujudkan tujuan
nasional bangsa Indonesia adalah adanya pandangan (visi) dan persepsi terhadap kondisi
kehidupan negara dan bangsa Indonesia, landasan yang dimaksud adalah bagaimana
pandangan bangsa Indonesia terhadap segala permasalahan yang ada dalam dirinya dan
lingkungan strategis sekitar yang akan mempengaruhi kehidupan berbangsa dan
bernegara Indonesia. Oleh karena itu diperlukan adanya wawasan nasional yang berpijak
pada falsafah bangsa, konstitusi negara, demi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
Permasalahan yang mendasar yang perlu disikapi dan dicermati dalam kehidupan
berbangsa Indonesia adalah bagaimana membina keanekaragaman dalam keserasian demi
terwujud tujuan nasional Indonesia. Landasan inilah yang melahirkan wawasan nasional
(wawasan kebangsaan) Indonesia, yang disebut Wawasan Nusantara.
Wawasan Nusantara adalah cara pandang bangsa Indonesia dalam memanfaatkan
konstelasi geografi Indonesia, sejarah, dan kondisi sosial budaya, untuk mewujudkan
segala dorongan (drives) dan rangsangan (motives) ke dalam usaha pencapaian aspirasi
bangsa, yang dirumuskannya dalam konsepsi perjuangan sebagai cita-cita nasional.
Dengan demikian Wawasan Nusantara merupakan pedoman dan landasan dalam
menyelenggarakan kehidupan nasional. Wawasan Nusantara mempunyai keterkaitan yang
mendasar dengan kepentingan nasional. Wawasan Nusantara adalah inti dasar budaya
bangsa Indonesia, yang dimantapkan oleh ideologi Pancasila serta kondisi geografik
wilayah Indonesia, dalam wujud pola keyakinan, pola pikir, pola sikap, dan pola tindak.

Pendidikan Kewarganegaraan untuk Politeknik 96


Wawasan Nusantara dalam kehidupan Nasional dikembangkan untuk:
1) Mewujudkan serta memelihara persatuan dan kesatuan yang serasi dan
selaras.
2) Menumbuhkan rasa tanggungjawab dalam memanfaatkan lingkungan
hidup bangsa, dengan tetap memelihara keseimbangan lingkungan hidup yang baik, di
darat, di laut, maupun di udara dan ruang angkasa.
Wawasan Nusantara sebagai wawasan nasional menjadi kunci dalam membina bangsa
Indonesia dalam keaneragaman untuk mencapai keserasian, terutama dalam hal visi dan
persepsi sebagai suatu bangsa, yaitu bangsa Indonesia.
Dari dasar pemikiran sebagaimana dipaparkan di atas, pengertian Wawasan Nusantara
dapat dikemukakan sebagai berikut :
1. Menurut Tap. MPR Tahun 1993 dan 1998 Tentang GBHN, menyatakan:
Wawasan Nusantara yang merupakan wawasan nasional yang bersumber pada
Pancasila dan berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu cara pandang dan sikap
bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya, dengnan mengutamakan
persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam penyelenggaraan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
2. Menurut Kelompok Kerja Wawasan Nusantara Lemhanas (1999), menyatakan:
Cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya yang
serba beragam dan bernilai strategis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan
bangsa serta kesatuan wilayah dalam menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional.
3. Menurut Prof. Dr. Wan Usman (2000), menyatakan:
Wawasan Nusantara adalah cara pandang bangsa Indonesia mengenai diri dan tanah
airnya sebagai negara kepulauan dengan semua aspek kehidupan yang beragam.
Beliau juga menyebutkan bahwa Wawasan Nusantara merupakan geopolitik
Indonesia.
Wawasan Nusantara sebagai wawasan nasional, bagi bangsa Indonesia harus dijadikan
pedoman (visi dan persepsi) sebagai bangsa yang majemuk yang telah menegara, dalam
membina dan membangun atau menyelenggarakan kehidupan nasionalnya, baik pada
aspek politik, ekonomi, sosial budaya, maupun hankamnya, selalu mengutamakan
persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah.
Wawasan nasional suatu bangsa dibentuk dan dijiwai oleh paham kekuasaan dan
geopolitik yang dianutnya

6.2 Kedudukan, Fungsi, dan Tujuan Wawasan Nusantara


Kedudukan Wawasan Nusantara
Wawasan Nusantara merupakan landasan visional dalam menyelenggarakan kehidupan
nasional Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dalam stratifikasi paradigma nasional
kehidupan bangsa Indonesia sebagai berikut:
1) Pancasila yang merupakan falsafah dan ideologi negara berkedudukan sebagai
landasan idiil
2) UUD 1945 berkedudukan sebagai landasan konstitusional
3) Wawasan Nusantara sebagai landasan visonal
4) Ketahanan Nasional sebagai landasan konsepsional
5) Politik dan Strategi Nasional (merupakan kebijakan dasar nasional) sebagai
landasan operasional.

Pendidikan Kewarganegaraan untuk Politeknik 97


Landasan IDIIL
PANCASILA

UUD 1945 Landasan KONSTITUSIONAL

WAWASAN NUSANTARA Landasan VISIONAL

KETAHANAN NASIONAL Landasan KONSEPSIONAL

POLITIK DAN STRATEGI NASIONAL Landasan OPERASIONAL

Gambar 5: Bagan Piramida Kedudukan Wawasan Nusantara


Dalam Paradigma Nasional

Fungsi Wawasan Nusantara


Adalah sebagai pedoman, motivasi, dorongan dan rambu-rambu dalam menentukan
segala kebijakan, keputusan, tindakan dan perbuatan, baik bagi penyelenggara negara di
tingkat pusat dan daerah maupun bagi seluruh rakyat Indonesia dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Tujuan Wawasan Nusantara
Untuk mewujudkan nasionalisme disegala aspek kehidupan masyarakat Indonesia yang
lebih mengutamakan kepentingan nasional dari pada kepentingnan pribadi, kelompok,
maupun golongan, termasuk etnis atau kedaerahan. Namun bukan berarti menghilangkan
kepentingan- kepentingan tersebut. Tetapi harus serasi, selaras, dan seimbang diantara
keduanya.

6.3 Wawasan Nusantara Sebagai Geopolitik Bangsa Indonesia


6.3.1 Pengertian Geopolitik.
Geografi politik mempelajari fenomena geografi dari aspek politik, sedangkan geopolitik
mempelajari fenomena politik dari aspek geografi. Geopolitik memaparkan dasar
pertimbangan dalam menentukan alternatif kebijakan nasional untuk mewujudkan tujuan
tertentu. Prinsip-prinsip dalam geopolitik menjadi perkembangan suatu wawasan
nusantara.

Secara harfiah geopolitik diartikan sebagai suatu politik yg tidak terlepas dari pengaruh
kondisi & letak geografis bumi bagi sebuah negara, tempat yang menjadi wilayah hidup
manusia di atas bumi. Sedangkan sebagai suatu ilmu geoplitik diartikan sebagai suatu
ilmu penyelenggaraan negara dalam rangka mewujudkan tujuan nasionalnya dengan
menitikberatkan perhatian pada pengambilan keputusan & kebijaksanaan negara yang
dikaitkan dengan persoalan-persoalan geografi tempat dimana rakyat suatu negara
tersebut tumbuh dan berkembang.

Pendidikan Kewarganegaraan untuk Politeknik 98


6.3.2 Konsepsi Geopolitik Dunia
Pandangan ajaran Frederich Ratzel (1844 1904).
Pandangan Ajaran Frederich Ratzel pada akhir abad ke 19 mengembangkan kajian
geografi politik dengan dasar pandangan bahwa negara adalah mirip organisme (makhluk
hidup). Negara adalah ruang yang ditempati oleh kelompok mayarakat politik (bangsa).
Jika bangsa dan negara ingin tetap eksis dan berkembang, maka harus diberlakukan
hukum ekspansi (pemekaran wilayah). Pokok-Pokok ajaran F.Ratzel adalah sebagai
berikut:
1) Dalam hal-hal tertentu pertumbuhan negara dapat dianalogikan dengan pertumbuhan
organisme yang memerlukan ruang lingkup, melalui proses lahir, tumbuh,
berkembang, mempertahankan hidup, menyusut, dan mati.
2) Negara identik dengan suatu ruang yang ditempati oleh kelompok politik dalam arti
kekuatan. Makin luas potensi ruang tersebut, makin besar kemungkinan kelompok
politik itu tumbuh (teori ruang, konsep ruang).
3) Suatu bangsa dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya tidak terlepas dari
hukum alam. Hanya bangsa yang unggul saja yang dapat bertahan hidup.
4) Semakin tinggi budaya suatu bangsa, semakin besar kebutuhan akan sumber akan
sumber daya alam. Apabila wilayah/ruang hidup tidak mendukung, bangsa tersebut
akan mencari pemenuhan kebutuhan akan kekayaan alam diluar wilayahnya
(ekspansi). Hal ini melegitimasikan hukum ekspansi, yaitu perkembangan atau
dinamika budaya dalam bentuk gagasan kegiatan (ekonomi, perdagangan,
perindustrian/produksi) harus diimbangi oleh pemekaran wilayah; batas-batas suatu
negara pada hakikatnya bersifat sementara.

Pandangan Rudolf Kjellen (1864 1922)


Kjellen melanjutkan ajaran Ratzel tentang teori organisme. Kjellen menegaskan bahwa
negara adalah suatu organisme yang dianggap sebagai prinsip dasar. Bahwa negara
adalah organisme yang harus memiliki intelektual. Negara merupakan sistem politik yang
mencakup geopolitik, ekonomi politik, kratopolitik, dan sosiopolitik.
Esensi ajaran Kjellen adalah sebagai berikut:
1. Negara merupakan satuan biologis, suatu organisme hidup, yang memiliki intelektual.
Negara dimungkinkan untuk memperoleh ruang yang cukup luas agar kemampuan
dan kekuatan rakyatnya dapat berkembang secara bebas.
2. Negara merupakan suatu sistem politik/pemerintahan yang meliputi bidang- bidang:
geopolitik, ekonomi politik, demokrasi politik , sosial politik, dan krato politik
(politik memerintah).
3. Negara tidak harus bergantung pada sumber pembekalan luar. Ia harus mampu
berswasembada serta memanfaatkan kemajuan kebudayaan dan teknologi untuk
meningkatkan kekuatan nasionalnya. Ke dalam untuk mencapai persatuan dan
kesatuan yang harmonis, dan ke luar untuk memperoleh batas-batas negara yang lebih
baik.

Pandangan Karl Houshofer (1869 1946).


Pandangan dan pemikiran Karl Haushorfer mewarnai geopolitik Nazi Jerman di bawah
pimpinan Adolf Hittler. Pemikiran Haushorfer di samping berisi paham ekspansionisme
juga mengandung ajaran rasialisme, yang menyatakan bahwa ras Jerman adalah ras paling
unggul yang harus dapat menguasai dunia. Pandangan semacam ini juga di dunia
berkembang di Jepang berupa ajaran Hako Ichiu yang dilandasi oleh semangat
militerisme dan fasisme. Pandangan Karl Haushofer berkembang di Jerman ketika negara

Pendidikan Kewarganegaraan untuk Politeknik 99


ini berada di bawah kekuasaan Adolf Hitler. Pokok-pokok teori Karl Haushofer ini pada
dasarnya menganut teori Kjellen, yaitu:
1. Kekusaan imperium daratan yang kompak akan dapat mengejar kekuasaan imperium
maritim untuk menguasai pengawasan di laut.
2. Beberapa negara besar di dunia akan timbul dan akan menguasai Eropa Barat (Jerman
dan Italia), serta Jepang di Asia Timur Raya.
3. Rumusan ajaran Karl Haushofer lainnya menganggap bahwa geopoltik adalah doktrin
negara yang manitikberatkan soal-soal strategi perbatasan. Ruang hidup bangsa dan
tekanan-tekanan kekuasaan dan sosial yang rasial mengharuskan pembagian baru
kekayaan alam di dunia. Geopolitik adalah landasan bagi tindakan politik dalam
perjuangan mendapatkan ruang hidup.

Pandangan Ajaran Sir Walter Raleigh (1554 1618) dan Alfred Thayer Mahan
(1840 1914)
Kedua ahli ini mempunyai gagasan wawasan bahari, yaitu kekuatan di laut. Ajarannya
mengatakan bahwa barang siapa menguasai laut akan menguasai perdagangan.
Menguasai perdagangan berarti menguasai kekayaan dunia sehingga pada akhirnya
menguasai dunia. Alfred Thayer Mahan, seorang Kepala Akademi AL AS, berwawasan
luas dan modern berkat pengalamannya selama di AL. Melalui bukunya Influence Of
The Sea Power menjelaskan bahwa kalau USA ingin menjadi negara adidaya, harus
mengembangkan industri maritim modern. Industri maritim modern menghasilkan
armada dagang untuk melancarkan perdagangan AS ke seluruh dunia, sekaligus
membangun armada perang untuk melindunginya. Berbeda dengan Raleigh, menurutnya
AS tidak perlu menguasai seluruh samudera dunia tetapi cukup menguasai jalur laut vital
saja (Sea Lines of Communication / SLOC) yg terbentang dari:
SLOC I : Eropa Barat s/d Amerika Serikat
SLOC II : Afrika s/d AS
SLOC III : AS s/d Asia Timur
SLOC IV : AS s/d Australia
SLOC V : AS s/d Asia Tenggara
SLOC VI : AS s/d Timur Tengah (Jalur Energi)
SLOC VII : Samudera Atlantik Terusan Panama Samudera Pasifik

Pandangan Nicholas J. Spkyman (1893 - 1943)


Ajaran ini menghasilkan teori yang dinamakan Teori Daerah Batas (rimland) yaitu teori
wawasan kombinasi yang menggabungkan kekuatan darat, laut, dan udara. Dalam
pelaksanaannya, teori ini disesuaikan dengan keperluan dan kondisi suatu negara.

Pandangan Sir Halfold Mackinder (1861 1947)


Teori ahli geopolitik ini pada dasarnya menganut konsep kekuatan dan mencetuskan
wawasan benua, yaitu konsep kekutan di darat. Ajarannya menyatakan : barang siapa
dapat menguasai daerah jantung, yaitu Eurasia (Eropa dan Asia), ia akan dapat
menguasai pulau dunia, yaitu Eropa, Asia, dan Afrika.

Pandangan W. Mitchel , A. Saversky, Giulio Douhet (1869 1930) dan John


Frederik Charles Fuller
Keempat ahli geopolotik ini berpendapat bahwa kekuatan di udara justru yang paling
menentukan. Mereka melahirkan teori wawasan dirgantara yaitu konsep kekuatan di
udara. Kekuatan di udara hendaknya mempuyai daya yang dapat diandalkan untuk

Pendidikan Kewarganegaraan untuk Politeknik 100


menangkis ancaman dan melumpuhkan kekuatan lawan dengan menghancurkannya
dikandangnya sendiri agar lawan tidak mampu lagi menyerang.

6.3.3 Geopolitik Bangsa Indonesia


Pandangan geopolitik bangsa Indonesia yang didasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan dan
Kemanusiaan yang luhur dengan jelas dan tegas tertuang di dalam Pembukaan UUD
1945. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang cinta damai, tetapi lebih cinta kemerdekaan.
Bangsa Indonesia menolak segala bentuk penjajahan, karena penjajahan tidak sesuai
dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan. Bangsa yang berfalsafah dan berideologi
Pancasila menganut faham perang dan damai, Bangsa Indonesia cinta damai, akan tetapi
lebih cinta kemerdekaan. Wawasan nasional bangsa Indonesia tidak mengembangkan
ajaran mengenai kekuasaan dan adu domba, karena hal tersebut mengandung benih-benih
persengketaan dan ekspansionisme. Ajaran wawasan nasional bangsa Indonesia
menyatakan bahwa : Ideologi digunakan sebagai landasan idiil dalam menentukan politik
nasional, dihadapkan pada kondisi dan konstelasi geografis Indonesia dengan segala
aspek kehidupan nasionalnya. Tujuannya adalah agar bangsa Indonesia dapat menjamin
kepentingan bangsa dan negaranya ditengah-tengah perkembangan dunia. Dalam
hubungan internasional, bangsa Indonesia berpijak pada paham kebangsaan
(nasionalisme) yang membentuk suatu wawasan kebangsaan dengan menolak pandangan
chauvisme. Bangsa Indonesia selalu terbuka untuk menjalin kerjasama antar bangsa yang
saling menolong dan saling menguntungkan. Semua ini dalam rangka ikut mewujudkan
perdamaian dan ketertiban dunia yang abadi. Dalam menentukan, membina, dan
mengembangkan wawasan nasionalnya, bangsa Indonesia menggali dan mengembangkan
dari kondisi nyata yang terdapat di lingkungan Indonesia sendiri.

Wawasan nasional Indonesia dibentuk dan dijiwai oleh pemahaman kekuasaan bangsa
Indonesia yang berlandaskan falsafah Pancasila dan pandangan geopolitik Indonesia yang
berlandaskan pemikiran kewilayahan dan kehidupan bangsa Indonesia. Karena itu,
pembahasan latar belakang filosofis sebagai pemikiran pembinaan dan pengembangan
wawasan nasional Indonesia ditinjau dari :
a. Latar Belakang Pemikiran beradasarkan Falsafah Pancasila
b. Latar belakang pemikiran aspek kewilayahn Nusantara
c. Latar belakang pemikiran aspek Sosial Budaya bangsa Indonesia
d. Latar belakang aspek Kesejarahan bangsa Indonesia

6.4 Latar Belakang Filosofis Wawasan Nusantara


6.4.1 Berdasarkan Falsafah Pancasila
Wawasan kebangsaan atau wawasan nasional yang disebut Wawasan Nusantara
dikembangkan oleh bangsa Indonesia yang merupakan pancaran dari sila-sila Pancasila
sebagai falsafah hidup bangsa Indonesia. Dengan memperhatikan kandungan nilai-nilai
filosofis dari kelima sila dalam Pancasila, maka nampaklah bahwa Wawasan Nusantara
menghendaki terciptanya persatuan dan kesatuan tanpa menghilangkan ciri, sifat, dan
karakter dari kebinekaan unsur-unsur pembentuk bangsa.

6.4.2 Berdasarkan Aspek Kewilayahan


Pada awal kemerdekaan, sejak 17 Agustus 1945 wilayah negara Republik Indonesia
didasarkan pada peraturan yang tercantum dalam Territoriale Zee En Maritieme Kringen
Ordonantie tahun 1939. Berdasarkan ketentuan tersebut lebar laut wilayah Indonesia
adalah 3 mil diukur dari garis air rendah masing-masing pantai pulau Indonesia. Dengan
demikian kondisi objektif wilayah/geografis Indonesia saat itu tidak menjamin kesatuan

Pendidikan Kewarganegaraan untuk Politeknik 101


wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, tetapi masih terpencar (terpisah-pisah)
antara satu pulau dengan pulau lainnya. Hal demikian akan lebih terasa bermasalah
apabila dihadapkan pada pergolakan-pergolakan yang rawan dan dapat mengancam
keamanan nasional. Pengaturan wilayah laut dalam Ordonansi 1939 dipengaruhi oleh
perkembangan pandangan yang berkenaan dengan hukum laut internasional, yang pada
pokoknya terjadi perbedaan diantara dua konsep utama, yaitu:
1) Res Nullius, yang menyatakan bahwa laut itu tak ada yang memilikinya, karena itu
dapat diambil dan dimiliki oleh masing-masing negara.
2) Res Communis, yang menyatakan bahwa laut milik bersama masyarakat dunia,
karena itu laut tak dapat dimiliki oleh masing-masing negara.
Untuk kepentingan dalam usaha mencari perdagangannya dengan Indonesia, Benlanda
berusaha untuk mencarikan dasar hukum bagi tuntutannya bahwa laut adalah bebas untuk
semua bangsa. Kemudian menunjuk ahlinya, Hugo de Groot (Grotius), untuk menulis
buku Mare Liberum (laut bebas) tahun 1608, yang menyatakan bahwa wilayah laut
adalah bebas untuk semua bangsa. Sehingga menjadikan Grotius dianggap sebagai Bapak
Hukum Internasional. Tulisan Grotius kemudian mendapat tantangan dari penulis
Inggris, John Selden (1584-1654) yang membela kepentingan Inggris dengan menulis
buku Mare Clausum: The Right and Dominion of the Sea, yang pada dasarnya bahwa laut
sepanjang pantai suatu negara dapat dimiliki sejauh yang dapat dikuasai dari darat.
Konsep pemilikan sebagian dari laut disempurnakan oleh Cornelis van Bynkershoek,
seorang penulis Belanda dalam bukunya De Dominio Maris Disertatio (1703), yang
menyatakan bahwa penguasaan dari darat itu berada sejauh yang dapat dikuasai oleh
meriam dari darat, yang pada waktu itu diperkirakan sejauh lebih kurang 3 mil.
Konsepsi penting lainnya adalah Konferensi Geneva 1958, yaitu konsep archipelago
dan konsep negara archipelago (archipelagic state), yang mengusulkan untuk
menetapkan lebar laut wilayah 12 mil, walaupun usul tersebut belum dapat diterima oleh
negara maritim besar karena mereka lebih beruntung bila selat-selat penting masih
mempunyai jalur laut bebas.
Dalam perkembangan selanjutnya mengingat kondisi geografis Indonesia, kepentingan
nasional yang mencakup persatuan bangsa dan kesatuan wilayah, demi terwujudnya
kesejahteraan (kemakmuran) dan keamanan yang berkesinambungan menjadi tuntutan
utama. Maka pemerintah Indonesia pada 13 Desember 1957 mengeluarkan Deklarasi
Djuanda, yang berisi:
... berdasarkan pertimbangan-pertimbangan maka pemerintah menyatakan bahwa
segala perairan disekitar, di antara dan yang menghubungkan pulau-pulau yang
termasuk negara Indonesia dengan tidak memandang luas atau lebarnya adalah bagian-
bagian yang wajar dari pada wilayah daratan negara Indonesia dan dengan demikian
bagian daripada perairan pedalaman atau nasional yang berada di bawah kedaulatan
mutlak Indonesia. Lalu lintas yang damai di perairan pedalaman ini bagi kapal-kapal
asing dijamin selama dan sekedar tidak bertentangan dengan/menggangu kedaulatan
dan keselamatan negara Indonesia. Penentuan batas lautan teritorial (yang lebarnya 12
mil) diukur dari garis yang menghubungkan titik-titik ujung yang terluar pada pulau-
pulau negara Indonesia akan ditentutan dengan undang-undang.
Dengan keluarnya deklarasi ini tegaslah bahwa bentuk geografis Indonesia adalah negara
kepulauan yang terdiri atas ribuan pulau besar dan kecil dengan sifat dan corak tersendiri.
Deklarasi tersebut juga menyatakan demi keutuhan teritorial dan untuk melindungi
kekayaan negara yang terkandung di dalamnya, pulau-pulau serta laut yang ada di
antaranya harus dianggap sebagai satu kesatuan yang bulat dan utuh. Untuk

Pendidikan Kewarganegaraan untuk Politeknik 102


mengukuhkan asas negara kepulauan ini, ditetapkanlah Undang-Undang Nomor : 4/Prp
Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia. Adapun intisari dari Deklarasi Djuanda dan UU
No. 4/Prp/1960 adalah:
(1) Untuk kesatuan bangsa, integritas wilayah dan kesatuan ekonominya ditarik garis
pangkal lurus yang menghubungkan titik-titik terluar dari pulau-pulau terluar;
(2) Negara berdaulat atas segala perairan yang terletak dalam garis pangkal lurus ini
termasuk laut dan tanah di bawahnya maupun ruang udara di atasnya dengan segala
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya;
(3) Jalur laut teritorial selebar 12 mil diukur terhitung dari garis pangkal lurus ini;
(4) Hak lintas damai kendaraan air (kapal) asing melalui perairan nusantara dijamin
selama tidak merugikan kepentingan negara pantai dan mengganggu kemanan dan
ketertibannya.
Sejak saat itu berubahlah luas wilayah dari semula 2 juta km 2 menjadi 5 juta
km , dimana 65 % wilayahnya terdiri dari laut/perairan. Sedangkan yang 35 % lagi
2

adalah daratan yang terdiri dari 17.508 buah pulau, berupa lima buah pulau besar,
(Sumatra, Kalimantan, Jawa, Sulawesi, dan Irian Jaya/Papua) dan 11.808 pulau-
pulau kecil (termasuk yang belum diberi nama, yang sudah memiliki nama 6.044 pulau).
Luas daratan dari seluruh pulau tersebut adalah 2.028.087 km 2 , luas lautan
3.166.163 km2 , dengan panjang pantai 81.000 km. Topografi daratannya berupa
pegunungan dengan gunung-gunung berapi yang masih aktif maupun yang tidak aktif
lagi.
Pada tanggal 17 Pebruari 1969 pemerintah Indonesia mengeluarkan Deklarasi Landas
Kontinen, yang pada intinya berisi:
(1) Segala sumber kekayaan alam yang terdapat dalam landas kontinen Indonesia
adalah milik ekslusif negara Indonesia;
(2) Pemerintah Indonesia bersedia menyelesaikan soal garis batas landas kontinen
dengan negara tetangga melalui perundingan;
(3) Jika tiada perjanjian garis batas, maka batas landas kontinen Indonesia adalah suatu
garis yang ditarik di tengah-tengah antara pulau terluar Indonesia dengan titik
terluar wilayah negara tetangga;
(4) Klaim di atas tidak mempengaruhi sifat serta status perairan di atas landas kontinen
Indonesia, maupun ruang udara di atasnya.
Pada 21 Maret 1980 pemerintah Indonesia mengeluarkan Deklarasi Zona Ekonomi
Eklusif yang intinya ZEE Indonesia adalah laut selebar 200 mil dari garis pangkal luar.
Pada wilayah tersebut negara RI berhak mengeksploitasi, konservasi, dan pengelolaan
sumber kekayaan alam hayati laut.
Sejumlah deklarasi sebagaimana dikemukakan di atas, baru merupakan klaim dari pihak
pemerintah Indonesia, karena itu perlu diperjuangkan untuk memperoleh dukungan
internasional. Pada konferensi hukum laut internasional pertama, 24 Pebruari 27 April
1958 di Jenewa yang diikuti 86 negara, prinsip negara kepulauan belum disetujui. Begitu
pula pada konferensi kedua tahun 1960 belum berhasil diakui.
Melalui konferensi PBB tentang Hukum Laut Internasional III tahun 1982 di Jamaika,
pokok-pokok asas negara kepulauan diakui dan dicantumkan dalam UNCLOS 82 (United
Nation Convention on the Law of the Sea). Kemudian Indonesia meratifikasi UNCLOS
82 melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 (31 Desember 1985). Dengan
UNCLOS tersebut memberikan keuntungan bagi Indonesia yaitu bertambah luasnya
perairan yurisdiksi nasional yang sekaligus menambah kekayaan alam yang terkandung di

Pendidikan Kewarganegaraan untuk Politeknik 103


dalamnya. Sejak 16 Nopember 1993 UNCLOS 82 telah diratifikasi oleh 60 negara dan
menjadi hukum positif sejak 16 Nopember 1994.

Perhatikan peta wilayah NKRI halaman berikut !

Gambar 6: Peta Wilayah Indonesia

Nusantara sbg rangkuman dimensi ruang (horizontal & vertikal).


Secara horizontal, Nusantara dibatasi oleh lautan & daratan (berbatasan dgn Malaysia
Timur di Kalimantan & dgn Papua Nugini di Irian serta Timor Leste di NTT)
Pengertian Nusantara adalah kepulauan Indonesia yang terdiri dari 17.508 pulau besar
maupun kecil yang berada pada batas-batas astronomis sebagai berikut:
Utara : 06 0 08 1 LU
Selatan : 11 0 15 1 LS
Barat : 94 0 45 1 BT
Timur : 141 0 05 1 BT
Jarak paling jauh antar dua tempat
Utara Selatan : 1.888 km
Barat Timur : 5.110 km

Pendidikan Kewarganegaraan untuk Politeknik 104


Gambar 7: Ilustrasi Tentang Rezim Tata Laut
Berdasarkan Konvensi Hukum Laut Internasional 1982 UNCLOS

Tugas pemerintah Indonesia selanjutnya adalah memperjuangkan kedaulatan wilayah


udara nasional Indonesia, termasuk persoalan Geo Stasionery Orbit (GSO). Menurut
Undang-Undang No. 20 Tahun 82 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Hankam Negara,
dalam penjelasan pasal 30 disebutkan bahwa wilayah dirgantara (terdiri atas ruang udara
dan antariksa) termasuk Orbit Geo Stasioner, yang jaraknya 36.000 km. Namun
pengakuan tersebut bertentangan dengan prinsip/teori yang dianut masyarakat
internasional.

Pendidikan Kewarganegaraan untuk Politeknik 105


Perhatikan gambar wilayah udara berikkut ini !

Gambar 8: Ilustrasi Tentang Batas Kedaulatan dan Batas Yurisdiksi


Negara Indonesia Berdasarkan Konvensi Internasional

Secara kontekstual, geografis Indonesia mengandung keunggulan dan kelemahan. Karena


itu kondisi dan konstalasi geografi ini harus dicermati secara utuh menyeluruh dalam
perumusan kebijakan politik yang disebut Geopolitik Indonesia. Setiap perumusan
kebijakan nasional harus memiliki wawasan kewilayahan atau ruang hidup bangsa yang
diatur oleh politik ketatanegaraan. Karena itu Wawasan Nasional Kebangsaan Indonesia
yang memperhatikan kodisi dan konstalasi geografis Indonesia mengharuskan tetap
terpeliharanya keutuhan dan kekompakan wilayah, tetap dihargainya dan dijaganya ciri,
karakter, serta kemampuan (keunggulan dan kelemahan) masing-masing daerah, dan
diupayakannya pemanfaatan nilai lebih dari geografi Indonesia.

6.4.3 Berdasarkan Aspek Sosial Budaya


Sosial budaya sebagai salah satu aspek kehidupan nasional adalah faktor dinamik
masyarakat yang terbentuk oleh keseluruhan pola tingkah laku lahir dan batin yang
memungkinkan berlangsungnya hubungan sosial di antara anggotanya. Masyarakat
Indonesia sejak awal terbentuk dengan ciri kebudayaan yang sangat beragam dalam
berbagai dimensinya, hal ini terjadi sebagai konsekwensi adanya perbedaan latar
belakang ciri alamiah hingga perbedaan karakter masyakatnya yang mencolok.
Berdasarkan ciri dan sifat kebudayaan serta kondisi dan konstelasi geografi negara
Indonesia, tampak jelas betapa heterogen dan uniknya masyakat Indonesia dilihat dari

Pendidikan Kewarganegaraan untuk Politeknik 106


suku bangsa, adat istiadat, bahasa daerah, agama dan kepercayaan. Karena itu tata
kehidupan nasional yang berhubungan dengan interaksi antar kelompok masyakat
mengandung potensi konflik yang sangat besar, terlebih lagi kalau kesadaran nasional
masyarakat masih rendah. Karena itu perlu adanya proses sosial untuk menjaga dan
memelihara nilai persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang dilakukan secara
berkesinambungan.
Proses sosial dalam keseluruhan upaya menjaga persatuan nasional sangat membutuhkan
kesamaan visi dan persepsi di antara segenap masyarakat tentang eksistensi budaya yang
sanngat beragam secara harmonis. Dengan adanya kesamaan persepsi ini dapat
mengurangi perbedaan-perbedaan yang dapat menimbulkan disintegrasi bangsa.
6.4.4 Berdasarkan Aspek Kesejarahan
Berdasarkan tinjauan sejarah politik, lahirnya bangsa dan Negara Kesatuan Republik
Indonesia tidak bisa lepas dari keberadaan kerajaan Sriwijaya dan Majapahit di bumi
nusantara ini. Namun kedua kerajaan yang dikenal sebagai negara besar dan kuat itu
ternyata akhirnya runtuh. Runtuhnya Sriwijaya maupun Majapahir antara lain disebabkan
belum adanya/lemahnya kesepakatan bersama untuk menjadi satu kesatuan bangsa dan
wilayah dalam satu kesatuan negara yang utuh. Kondisi demikian menimbulkan konflik
dan perpecahan diantara kelompok dan anak bangsa, kemudian dimanfaatkan oleh pihak
asing untuk menguasainya, dan lahirnya penjajahan di bumi nusantara ini.
Dalam perjalanan sejarah lahirnya bangsa Indonesia kesadaran berbangsa yang menegara
dimulai pada awal 1990-an. Kehadiran penjajah menimbulkan penderitaan dan kepahitan
yang sangat panjang, sehingga menumbuhkan semangat, rasa senasib sepenanggungan
dan bertekad untuk memperoleh kemerdekaan sebagai suatu bangsa. Semangat
kebangsaan yang dimaksud ditandai dengan lahirnya organisasi Boedi Oetomo (20 Mei
1908) yang dikenal sebagai Kebangkitan Nasional. Kemudian diikuti oleh lahirnya
berbagai organisasi masa dan partai politik yang melahirkan semangat sebagai modal
cara pandang (wawasan) kebangsaan yang dicetuskan melalui apa yang dikenal dengan
Sumpah Pemuda (28 Oktober 1928) yang melahirkan kesepakatan Satu Nusa, Satu
Bangsa, dan menjunjung tinggi Bahasa Persatuan Nasional Indonesia.
Dengan semangat kebangsaan yang kuat kemudian melahirkan Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia (17 Agustus 1945), yang berarti lahirlah Indonesia sebagai bangsa yang
menegara. Tugas kita selanjutnya adalah mengisi, menjaga dan memelihara kemerdekaan
yang sudah diperoleh, yaitu dengan semangat persatuan yang esensinya
mempertahankan persatuan Bangsa Indonesia dan menjaga kesatuan Wilayah Negara
Republik Indonesia.
Dalam rangka menjaga kesatuan wilayah negara RI, di bidang kebijakan hukum (yuridis)
pemerintah melakukan usaha-usaha sebagai berikut:
1) Mengganti Ordonansi (Territoriale Zee en Maritieme Kringen Ordanantie) 1939
dengan Deklarasi Djuanda 13 Desember 1957, yang dikukuhkan dengan Undang-
Undang No. 4/Prp/ 1960.
2) Mengeluarkan Deklarasi Landas Kontinen 17 Februari 1969 yang dikukuhkan dalam
Undang-Undang No. 1 Tahun 1973, dan Deklarasi Zona Ekonomi Ekslusif tanggal 21
Maret 1980 yang dikukuhkan dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1983.
3) Memperjuangkan prinsip negara kepulauan (sesuai Deklarasi Djuanda 1957) dalam
forum internasional melalui Konferensi Hukum Laut Internasional (KHLI 1958,
1960, dan akhirnya pada konferensi ketiga 1982). Pokok-pokok asas negara
kepulauan diakui dan dicantumkan dalam UNCLOS 1982 (Konvensi Perserikatan
Bangsa Bangsa tentang Hukum Laut).

Pendidikan Kewarganegaraan untuk Politeknik 107


Dalam perjuangan doktrin politik nasional konsepsi Wawasan Nusantara dimulai melalui
kajian Wawasan Hankamnas (hasil Seminar Hankam I 1966) yang menghasilan:
Wawasan Nusantara merupakan konsepsi dalam memanfaatkan konstelasi geografi
Indonesia di mana perlu ada keserasian antara Wawasan Bahari, Wawasan Dirgantara,
Wawasan Benua, sebagai pengejawantahan segala dorongan (motives) dan rangsangan
(drives) dalam usaha mencapai aspirasi-aspirasi bangsa dan tujuan negara Indonesia.
Raker Hankam tahun 1967 memutuskan untuk menamakan Wawasan Hankamnas
menjadi Wawasan Nusantara. Pada Nopember 1972 Lemhanas meneliti dan mengkaji
segala bahan dan data Wawasan Nusantara untuk sampai pada rumusan yang lebih rinci
agar dapat tegak sebagai wawasan nasional. Pada tahun 1973 Wawasan Nusantara
diangkat dalam Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/1973 Tentang GBHN dalam Bab II
huruf E, dan selalu dikukuhkan dalam setiap GBHN berikutnya. Terakhir dalam Tap.
MPR Nomor II/MPR/1998 Tentang GBHN.
Dari uraian di atas, jelaslah bahwa Wawasan Kebangsaan atau Wawasan Nasional
Indonesia diwarnai oleh pengalaman sejarah yang tidak menginginkan terulangnya
perpecahan dalam lingkungan bangsa dan negara Indonesia yang akan melemahkan
perjuangan dalam mengisi kemerdekaan untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional
sebagai hasil kesepakatan bersama agar bangsa Indonesia setara dengan bangsa lain.

6.5 Unsur Dasar Konsepsi Wawasan Nusantara


Konsepsi Wawasan Nusantara terdiri dari tiga unsur dasar, meliputi: Wadah (contour), Isi
(content), dan Tata Laku (conduct).
Wadah (Contour)
Yang menjadi wadah kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara meliputi:
a. Seluruh wilayah Indonesia yang memiliki kekayaan alam dan penduduk yang
beragam budayanya.
b. Organisasi kenegaraan yang merupakan wadah berbagai kegiatan kenegaraan
(suprastruktur politik).
c. Wadah kehidupan kemasyarakatan (infrastruktur politik)
Isi (Content)
Isi adalah aspirasi bangsa yang berkembang di masyarakat dan cita-cita serta tujuan
nasional sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Dimana untuk
mewujudkan aspirasi masyarakat dan cita-cita maupun tujuan nasional tersebut, bangsa
Indonesia harus mampu menciptakan persatuan dan kesatuan dalam kebhinekaan
kehidupan nasional. Dengan demikian isi konsepsi Wawasan Nusantara yang esensial
terdiri dari:
1) Realisasi aspirasi bangsa sebagai kesepakatan bersama serta pencapaian citi-cita
dan tujuan nasional
2) Persatuan dan kesatuan dalam kebhinekaan yang meliputi semua aspek kehidupan
nasional.
Tata laku (Conduct)
Tata laku merupakan hasil interaksi antara wadah dan isi, yang terdiri dari tata laku
bathiniah dan tata laku lahiriah.
1) Tata laku bathiniah, adalah cerminan jiwa, semangat, dan mentalitas yang baik
dari bangsa Indonesia.
2) Tata laku lahiriah, adalah tercermin dalam tindakan, perbuatan, dan perilaku dari
bangsa Indonesia.

Pendidikan Kewarganegaraan untuk Politeknik 108


NUSANTARA POSISI SILANG BENTUK / UJUD
MANUNGGAL UTUH MENYELURUH

BENTUK DAN KEDAULATAN


KEKUASAAN PEMERINTAHAN TATA INTI ORGANISASI
SISTEM PEMERINTAHAN
SISTEM PERWAKILAN

WADAH
APARATUR NEGARA UNSUR DASAR
KESADARAN POLITIK MASYARAKAT TATA KELENGKAPAN
MEDIA PERS ORGANISASI
PARTISIPASI RAKYAT

LANDASAN FALSAFAH TATA LAKU BATHINIAH


SIKAP MENTAL

TATA PERENCANAAN

Pendidikan Kewarganegaraan untuk Politeknik


TATA LAKU

TATA PELAKSANAAN TATA LAKU LAHIRIAH


UNSUR DASAR
yang tinggi dalam semua aspek kehidupan nasional.

UNSUR DASAR

TATA PENGAWASAN
WAWASAN NUSANTARA

PEMBUKAAN CITA-CITA
UNDANG-UNDANG DASAR 1945

Gambar 9: Bagan Unsur Dasar Konsepsi Wawasan Nusantara


MANUNGGAL UTUH MENYELURUH SIFAT / CIRI
ISI
UNSUR DASAR

PEDOMAN
MAWAS DIRI / INTROSPEKSI DIRI CARA KERJA
Kedua tata laku tersebut mencerminkan identitas jati diri bangsa Indonesia yang memiliki
rasa bangga kepada bangsa dan cinta tanah air sehingga menumbuhkan nasionalisme

109
OLAH BUDI
6.6 Wawasan Nusantara Sebagai Wawasan Pembangunan Nasional
Wawasan Nusantara dijadikan wawasan untuk mencapai tujuan pembangunan nasional
pertama kali ditetapkan didasarkan Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1973 Tentang
GBHN. Seiring gerakan reformasi di Indonesia yang ditandai dengan diamandemennya
UUD 1945, dimana MPR tidak lagi bertugas menetapkan GBHN. Konsepsi Wawasan
Nusantara sebagai wawasan pembangunan nasional yang dicantumkan dalam GBHN
dapat dilihat dalam Tap. MPR Nomor II/MPR/1998 Tentang GBHN.
Wawasan dalam penyelenggaraan pembangunan nasional untuk mencapai tujuan
pembangunan nasional adalah Wawasan Nusantara yang merupakan wawasan nasional
yang bersumber pada Pancasila dan berdasarkan Undang Undang Dasar 1945, yaitu cara
pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya, dengan
mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam
penyenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang mencakup:
1. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Politik,
dalam arti:
a. Bahwa kebulatan wilayah nasional dengan segala isi dan
kekayaannya merupakan satu kesatuan wilayah, wadah, ruang hidup dan kesatuan
matra seluruh bangsa, serta menjadi modal dan milik bersama bangsa.
b. Bahwa bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku dan
berbicara dalam berbagai bahasa daerah serta memeluk dan meyakini berbagai
agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa harus merupakan satu
kesatuan bangsa yang bulat dalam arti yang seluas-luasnya.
c. Bahwa secara psikologis, bangsa Indonesia harus merasa satu,
senasib sepenanggungan, sebangsa dan setanah air, serta mempunyai satu tekad
dalam mencapai cita-cita bangsa.
d. Bahwa Pancasila adalah satu-satunya falsafah serta ideologi
bangsa dan negara yang melandasi, membimbing, dan mengarahkan banngsa
menuju tujuannya.
e. Bahwa kehidupan politik di seluruh wilayah nusantara
merupakan satu kesatuan politik yang diselenggarakan berdasarkan Pancasila dan
Undang Undang Dasar 1945.
f. Bahwa seluruh Kepulauan Nusantara merupakan satu kesatuan
sistem hukum dalam arti bahwa hanya ada satu hukum nasional yang mengabdi
kepada kepentinngan nasional.
g. Bahwa bangsa Indonesia yang hidup berdampingan dengan
bangsa lain ikut menciptakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial melalui politik luar negeri bebas dan aktif
serta diabdikan pada kepentingan nasional.
2. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Ekonomi,
dalam arti:
a. Bahwa kekayaan wilayah nusantara baik potensial maupun
efektif adalah modal dan milik bersama bengas, dan bahwa keperluan hidup
sehari-hari harus tersedia merata di seluruh wilayah tanah air.
b. Tingkat perkembangan ekonomi harus serasi dan seimbang di
seluruh daerah, tanpa meninggalkan ciri khas yang dimiliki oleh daerah dalam
pengembangan kehidupan ekonominya.
c. Kehidupan perekonomian di seluruh wilayah nusantara
merupakan satu kesatuan ekonomi yang diselenggarakan sebagai usaha bersama

Pendidikan Kewarganegaraan untuk Politeknik 110


berdasar atas usaha kekeluargaan dan ditujukan bagi sebesar-besar kemakmuran
rakyat.

3. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Sosial dan


Budaya, dalam arti:
a. Bahwa masyarakat Indonesia adalah satu, perikehidupan bangsa
harus merupakan kehidupanyang serasi dengan terdapatnya tingkat kemajuan
masyarakat yang sama, merata dan seimbang serta adanya keselarasan kehidupan
yang sesuai dengan tingkatbkemajuan bangsa.
b. Bahwa budya Indonesia pada hakikatnya adalah satu, sedangkan
corak ragam budaya yang ada menggambarkan kekayaan budaya bangsa yang
menjadi modal dan landasan pengembangan budaya bangsa seluruhnya, dengan
tidak menolak nilai-nilai budaya lain yang tidak bertentangnan dengan nilai
budaya banggsa, yang hasil-hasilnya dapat dinikmatioleh bangsa.
4. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan
Pertahanan dan Keamanan, dalam arti:
a. Bahwa ancaman terhadap satu pulau atau satu daerah pada
hakikatnya merupakan ancaman terhadap seluruh bangsa dan negara.
b. Bahwa tiap-tiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban
yang sama dalam rangka pembelaan negara dan bengsa.

6.7 Implementasi Wawasan Nusantara


6.7.1 Asas Wawasan Nusantara
Asas Wawasan Nusantara merupakan kaidah dasar yang harus dipatuhi, dipelihara, dan
diciptakan demi tetap taat dan setianya seluruh komponen bangsa Indonesia terhadap
kesepakatan bersama. Asas-asas yang dimaksud adalah:
1) Kepentingan dan tujuan yang sama.
2) Keadilan, dalam arti kesesuaian pembagian hasil dengan andil, usaha, dan kegiatan.
3) Kejujuran, dalam arti keberanian berpikir, berkata, bertindak sesuai realita serta
ketentuan yang benar.
4) Solidaritas, yang berarti diperlukan setia kawan dan berkorban tanpa meninggalkan
ciri dan kharakter budaya masing-masing.
5) Kerjasama, dalam arti saling pengertian, koordinasi, sehingga tercipta sinergi yang
lebih baik.
6) Kesetiaan terhadap kesepakatan bersama untuk menjadi bangsa dan Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Seperti yang cetuskan dan dirintis Boedi Oetomo 1908, Sumpah
Pemuda 1928, dan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.

6.7.2 Sasaran Implentasi Wawasan Nusantara


Implementasi atau penerapan Wawasan Nusantara harus tercermin pada pola pikir, pola
sikap, dan pola tindak dalam rangka menghadapi, menyikapi, atau menangani berbagai
permasalahan menyangkut kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang
senantiasa mendahulukan kepentingan bangsa dan negara Kesatuan Republik Indonesia
daripada kepentingan pribadi atau kelompok sendiri. Implementasi Wawasan Nusantara
senantiasa berorientasi pada kepentingan rakyat dan wilayah tanah air secara utuh dan
menyeluruh sebagai berikut:
1) Dalam kehidupan politik akan menciptakan iklim penyelenggaraan negara yang
sehat dan dinamis. Hal tersebut nampak dalam wujud yang kuat aspiratif dan
terpercaya yang dibangun sebagai penjelmaan kedaulatan rakyat.

Pendidikan Kewarganegaraan untuk Politeknik 111


2) Dalam kehidupan ekonomi akan menciptakan tatanan ekonomi yang benar-benar
menjamin pemenuhan dan peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara
merata dan adil. Di samping itu mencerminkan tanggungjawab pengelolaan sumber
daya alam yang memperhatikan kebutuhan masyarakat antar daerah secara timbal
balik serta kelestarian sumber daya alam itu sendiri.
3) Dalam kehidupan sosial dan budaya akan menciptakan sikap bathiniah dan
lahiriah yang mengakui, menerima, dan menghormati segala bentuk perbedaan atau
kebhinekaan sebagai kenyataan hidup. Selain itu juga akan menciptakan kehidupan
masyarakat dan bangsa yang rukun dan bersatu tanpa membedakan suku, asal daerah,
agama, serta golongan, dan status sosial.
4) Dalam kehidupan Hankam akan menumbuhkembangkan kesadaran cinta tanah air
dan bangsa, yang lebih lanjut membentuk sikap bela negara pada setiap warga negara
Indonesia sebagai modal utama menggerakan partisipasi dari warga negara dalam
menghadapi setiap ancaman, atau setiap gejala yang membahayakan keselamatan
bangsa dan kedaulatan negara.

6.7.3 Tantangan Implementasi Wawasan Nusantara


1) Pemberdayaan Masyarakat
John Naisbit dalam bukunya Global Paradox memberikan pesan bahwa negara harus
dapat memberikan peran yang sebesar-besarnya kepada rakyatnya. Pemberdayaan
masyarakat (dalam arti memberikan peran dalam bentuk aktivitas dan partisipasi
masyarakat untuk mencapau tujuan nasional) hanya dapat dilaksanakan oleh negara-
negara yang menjalankan Buttom up Planning, sementara pada negara-negara
berkembang (termasuk di Indonesia) masih melaksasnakan program Top Down Planning
karena keterbatasan kualitas SDM.
Persoalan lain di Indonesia adalah pembangunan nasional yang belum terealisasikan
secara baik, terutama dalam hal pemerataannya yang menyebabkan ketimpangan antar
daerah. Hal demikian merupakan ancaman bagi tetap tegaknya Negara Kesatuan
Republik Indonesia, terutama dengan adanya beberapa daerah yang tidak puas sehingga
berkeinginan memisahkan dari dari NKRI.
Pesan Global Paradox dan kondisi nasional mengenai pemberdayan masyarakat
sebagaimana diungkapkan di atas merupakan tantangan bagi Wawasan Nusantara.
Pemberdayaan untuk kepentingan rakyat perlu mendapat prioritas utama mengingat
Wawasan Nusantara bermakna persatuan dan kesatuan dalam kebhinekaan untuk
mempererat kesatuan bangsa.
3) Dunia Tanpa Batas
Perkembangan IPTEKS yang sangat pesat terutama bidang teknologi infeormasi,
telekomunikasi, dan transfortasi menjadikan dunia seakan menyatu menjadi kampung
dunia. Dunia menjadi transfaran tanpa mengenal batas. Hal ini dipertegas oleh pendapat
Kenichi Omahe dalam bukunya Borderless World dan The End of Nation State
menjelaskan bahwa dalam perkembangan masyarakat global, batas-batas wilayah negara
dalam arti geografi dan politik relatif masih tetap, namun kehidupan dalam suatu negara
tidak mungkin dapat membatasi kekuatan global yang berupa informasi, investasi,
industri, dan konsuimen yang makin individualistis. Ia juga berpesdan bahwa untukl
menghadapi hal itu suatu negara harus mengurangi peranan pemereintah pusat dan lebih
memberikan peranan kepada pemerintah daerah dan masyarakat.
Perkembangan IPTEKS dan masyarakat global yang berkaitan dengan dunia tanpa batas
merupakan tantangan bagi Wasantara, karena akan mempengaruhi pola pikir, pola sikap,

Pendidikan Kewarganegaraan untuk Politeknik 112


dan pola tindak masyarakat Indonesia yang apabila tidak diimbangi dengan peningkatan
SDM, kita akan tertinggal dalam percaturan global.

4) Era Baru Kapitalisme


Penerapan kapitalisme yang semula ditujukan untuk mencari keuntungan diri sendiri
sebesar-besarnya secara global kini telah bergeser ke arah era baru kapitalisme, yaitu
keseimbangan antara paham individualis dan paham sosialis serta antara negara maju
dengan negara bekembang (Lester Thuraw dalam bukunya The Future of Capitalism).
Strategi baru tersebut untuk mempertahankan kapitalisme di era global, di mana negar-
negara kapitalis berusaha mempertahankan eksistensinya di baidang ekonomi dengan
menekan negara-negara berkembang melalui isu global yang mencakup dermokratisasi,
HAM, dan lingkungan hidup.
Dari uraian di atas tanpak bahwa era baru kapitalisme dengan strategi keseimbangan guna
mempertahankan kapitalisme di era global dengan menekan negara-negara berkembang
melalui isu global. Ini merupakan tantangan yang harus diwaspadai bagi Wasantara.
5) Kesadaran Warga Negara
Persoalan yang mendasar dalam bela negara dewasa ini adalah kesadaran akan
keseimbangan antara hak dan kewajiban. Perkembangan yang ada nampak lebih
ditekankan pada kesadaran akan haknya sebagagai warga negara. Persoalan ini lebih jauh
dapat melunturkan semangat mengutamakan kepentingan bersama, yang pada akhirnya
mengurangi bahkan menghilangkan kesadaran persatuan dan kesatuan serta
mengutamakan kepentingan bangsa dan negara. Kondisi demikian juga merupakan
tantangan bagi Wasantara.

Pendidikan Kewarganegaraan untuk Politeknik 113


Latihan/soal
1. Sebagai landasan visional, Wawasan Nusantara sebagai ajaran dasar yang melandasi
kebijaksanaan dan strategi pembangunan nasional memiliki arti yang sangat penting
ketika bangsa ini harus banyak menghadapi ancaman, tantangan, gangguan, dan
hambatan dalam upaya mewujudkan kepentingan/tujuan nasional.
Pertanyaan :
a. Jelaskan dasar pemikiran Wawasan Nusantara sebagai konsep dalam
mewujudkan kepentingan nasional.
b. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Wawasan Nusantara!
c. Jelaskan kedudukan, fungsi, dan tujuan Wawasan Nusantara sebagai
konsep geopolitik Indonesia.
d. Uraikan latar belakang filosofis Wawasan Nusantara ditinjau dari Falsafah
Pancasila, aspek kewilayahan nusantara, aspek sosial budaya bangsa Indonesia,
dan aspek Kesejarahan bangsa Indonesia.
e. Coba jelaskan apa saja unsur dasar konsepsi Wawasan Nusantara !
f. Jelaskan arti dari Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan politik, satu
kesatuan ekonomi, satu kesatuan sosial budaya, dan satu kesatuan Hankan!
g. Jelaskan asas dan sasaran dari implementasi Wawasan Nusantara
h. Peristiwa bersejarah lahirnya Deklarasi Djuanda 13 Desember 1957
akhirnya memperkenalkan pada dunia akan konsep Archipelago State Principle
(diakui dalam forum Konvensi Hukum Laut Internasional 1982 Sidang II
UNCLOS). Jelaskan apa yang dimaksud dengan Archipelago State Principle dan
arti penting konsep tersebut bagi bangsa Indonesia!
i. Coba jelaskan prospek, permasalahan, dan tantangan Wawasan Nusantara
dalam implementasi kehidupan bangsa Indonesia dewasa ini

2. Keadaan geografi sebuah negara tentulah sangat berpengaruh terhadap berbagai aspek
penyelenggaraan negara, misalnya dalam pengambilan keputusan negara, kebijakan
politik luar negeri, hubungan perdagangan, dsb.
Pertanyaan :
a. Apa yang dimaksud dengan Geopolitik?
b. Beberapa teori geopolitik yang dikenal dunia sepertinya melegitimasi
terjadinya hukum ekspansi yang sekaligus memperkenalkan kepada dunia
lahirnya berbagai teori kekuatan. Uraikan teori geopolitik menurut Ratzel
(termasuk dengan hukum ekspansinya)!
c. Jelaskan prinsip dasar geopolitik yang dianut bagi bangsa Indonesia.

Pendidikan Kewarganegaraan untuk Politeknik 114

Anda mungkin juga menyukai