Anda di halaman 1dari 32

http://damaruta.blogspot.co.id/2014/10/manfaat-perdagangan-internasional.

html
http://jurnal-sdm.blogspot.co.id/2012/02/perdagangan-international-definisi-ciri.html
http://www.ssbelajar.net/2012/03/perdagangan-internasional.html
https://www.academia.edu/8732972/TEORI-
TEORI_PERDAGANGAN_INTERNASIONAL
http://apridnanasafitri.blogspot.co.id/2012/04/pengaruh-pola-perdagangan-luar-
negri.html

1. Analisa Mengenai Perdagangan Luar Negeri terhadap Kesejahteraan


Perdagangan Perdagangan luar negeri merupakan salah satu bagian dari kegiatan
ekonomi dan kegiatan bisnis dengan melakukan kerjasama ekspor impor. Kegiatan ekspor
impor terjadi didasari oleh kondisi suatu negara yang belum bisa mandiri, sehingga setiap
negara masih membutuhkan satu sama lain. Negara akan melakukan pertukaran dan
perdagangan apabila suatu negara tersebut tidak memiliki barang yang menjadi
kebutuhannya. Pertukaran atau perdagangan suatu negara dilakukan oleh penduduk antar
negara satu dengan negara lain apabila telah ada kesepakatan dari kedua belah negara atau
lebih. Penduduk yang dimaksut biasanya warga melalui sebuah perusahaan ekspor,
perusahaan impor, perusahaan industri, perusahaan negara, maupun sebuah departemen
pemerintah (Boediono, 1997). Boediono. 1997. Ekonomi internasional.
Yogyakarta : BPFE
Secara umum, perdagangan luar negeri adalah perdagangan yang dilakukan oleh
penduduk di suatu negara dengan penduduk di negara lain dengan berdasarkan kepada
kesepakatan bersama. Dalam hal ini, yang dimaksudkan dengan penduduk yaitu baik
perorangan atau individu dengan individu, antar individu dengan pemerintah dalam suatu
negara, maupun antar pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lainnya.
Dengan demikian perdagangan antarnegara memungkinkan terjadinya:
a. tukar-menukar barang-barang dan jasa-jasa,
b. pergerakan sumberdaya melalui batas negara, baik sumber daya alam, sumber daya
manusia, maupun sumber daya modal,
c. pertukaran dan perluasan penggunaan teknologi, sehingga dapat mempercepat
pertumbuhan ekonomi negara-negara yang terlibat di dalamnya,
d. memengaruhi perkembangan ekspor dan impor serta Neraca Pembayaran
Internasional (NPI) atau Balance of Payment,
e. kerja sama ekonomi antarnegara di dunia.
1.1 Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Perdagangan Luar Negeri
Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya perdagangan internasional
dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Perbedaan Sumber Alam
Suatu negara mempunyai kekayaan alam yang berbeda, sehingga hasil
pengolahan alam yang dinikmati juga berbeda. Oleh karena sumber kekayaan alam
yang dimiliki suatu negara sangat terbatas, sehingga diperlukan tukar-menukar atau
perdagangan. Setiap negara memiliki kekayaan alam yang berbeda-beda, ada yang
kaya akan minyak bumi, hasil hutan, hasil pertanian, atau hasil tambang. Karena
perbedaan sumber daya alam itulah yang menyebabkan hasil produksi suatu negara
juga akan berbeda. Seperti Indonesia memiliki banyak kekayaan alam yang
melimpah, salah satu contohnya di sector kelautan dan gas bumi, sehingga
Indonesia mampu mengekspor hasil laut dan gas bumi ke berbagai negara yang
kekurangan diantaranya ke negara-negara Eropa. Sedangkan negara negara Arab
memiliki kekayaan alam yang melimpah berupa minyak bumi, sehingga negara
Arab seperti Arab Saudi dan Iran akan mampu mengekspor minyak bumi ke
negaranegara lain yang kekurangan minyak bumi. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa Indonesia memiliki keunggulan di sektor kelautan dan gas bumi,
sedangkan negara negara Arab memiliki keunggulan di sektor minyak bumi.
Perbedaan sumber daya alam inilah yang akan mendorong timbulnya perdagangan
antarnegara.
b. Perbedaan Faktor Produksi
Selain faktor produksi alam, suatu negara mempunyai perbedaan kemampuan
tenaga kerja, besarnya modal yang dimiliki, dan keterampilan seorang pengusaha.
Oleh karena itu, produk yang dihasilkan oleh suatu negara juga mengalami
perbedaan, sehingga dibutuhkan adanya perdagangan.
c. Perbedaan Iklim dan Kesuburan Tanah
Perbedaan iklim dan tingkat kesuburan tanah yang dimiliki suatu negara juga
akan berpengaruh terhadap hasil produksi negara tersebut. Contohnya Indonesia
yang beriklim tropis dengan tanahnya yang subur memiliki hasil hutan dan hasil
pertanian yang lebih baik jika dibandingkan dengan negara-negara yang tanahnya
relatif kurang subur dan beriklim subtropis. Dengan keadaan ini Indonesia mampu
mengekspor hasil hutan seperti kayu dan karet ke negara-negara lain yang
kekurangan.
d. Kondisi Ekonomis yang Berbeda
Karena adanya perbedaan faktor produksi yang mengakibatkan perbedaan
biaya produksi yang dikeluarkan untuk membuat barang, maka bisa jadi dalam
suatu Negara memerlukan biaya tinggi untuk memproduksi barang tertentu.
Sehingga negara tersebut bermaksud mengimpor barang dari luar negeri karena
biayanya dianggap lebih murah.
e. Perbedaan Kebudayaan dan Gaya Hidup
Dengan adanya perbedaan kebudayaan dan gaya hidup masyarakat negara satu
dengan negara lain, dapat menyebabkan perbedaan terhadap produk yang
dihasilkannya. Contohnya Indonesia dengan produk batiknya yang terkenal di
mancanegara, Turki dengan karpetnya yang terkenal, dan Jepang dengan pakaian
kimononya. Perbedaan produksi karena perbedaan kebudayaan dan gaya hidup
suatu negara ini juga dapat mendorong terjadinya perdagangan antarnegara.
f. Perbedaan Iptek
Tingkat penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki suatu
negara juga akan menyebabkan perbedaan hasil produksi dan tingkat kualitas
produksi yang dihasilkan. Misalnya Jepang mampu memproduksi mobil dengan
kualitas relatif lebih baik jika dibandingkan dengan produk mobil dari Korea.
Negara Amerika Serikat dan Negara Negara Eropa mampu memproduksi pesawat
terbang, sedangkan negara-negara berkembang belum mampu memproduksi
barang-barang yang berteknologi tinggi itu. Dengan demikian perbedaan Iptek
akan menyebabkan perbedaan barang hasil produksinya sehingga bagi negara yang
menguasai Iptek tinggi akan mampu menjual atau mengekspor produksinya ke
negara-negara yang belum menguasai Iptek dengan baik.
g. Adanya Motif Keuntungan dalam Perdagangan
Biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi suatu barang selalu terdapat
perbedaan. Adakalanya suatu negara lebih untung melakukan impor daripada
memproduksi sendiri. Namun, adakalanya lebih menguntungkan kalau dapat
memproduksi sendiri barang tersebut, karena biaya produksinya lebih mudah. Oleh
karena itu, negara-negara tersebut akan mencari keuntungan dalam
memperdagangkan barang hasil produksinya.
h. Perbedaan Sumber Daya Manusia
Kualitas masyarakat suatu negara akan sangat menentukan produk yang
dihasilkannya. Bagi masyarakat suatu negara yang tingkat pendidikannya tinggi,
sudah barang tentu kualitas sumber daya manusianya juga tinggi sehingga mampu
menghasilkan produk yang berteknologi dan berkualitas. Sebagai contoh produk
komputer, hand phone, lap top, mobil dan pesawat terbang yang dihasilkan oleh
negara maju akan dapat diekspor ke negara-negara yang belum mampu
memproduksinya.
Dengan adanya perbedaan tersebut menyebabkan pada suatu negara terdapat keunggulan atau
kelebihan hasil produksi dan di sisi lain negara juga mengalami kekurangan hasil produksi.
Negara yang kelebihan produksi akan mengekspor ke negara lain, sedangkan di negara yang
kekurangan produksi akan mengimpor dari negara lain. Perdagangan internasional
memberikan kesempatan pada semua negara untuk memperoleh kesejahteraan hidup yang
lebih baik, sehingga kesempatan untuk menspesialisasikan atau mengkhususkan diri dalam
melakukan kegiatan komparatif yang dimilikinya (Mankiw, 2002).
Mankiw, Gregory N. 2002. Principles of Economics. Pengantar Ekonomi
Makro. Edisi Ketiga. Alih Bahasa Chriswan Sungkono. Jakarta : Salemba
Empat.

1.2 Manfaat Perdagangan Luar Negeri


Menurut Sadono Sukirno, manfaat perdagangan internasional adalah sebagai
berikut:
Memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di negeri sendiri. Banyak faktor-

faktor yang memengaruhi perbedaan hasil produksi di setiap negara. Faktor-faktor


tersebut di antaranya : Kondisi geografi, iklim, tingkat penguasaan iptek dan lain-
lain. Dengan adanya perdagangan internasional, setiap negara mampu memenuhi
kebutuhan yang tidak diproduksi sendiri.
Memperoleh keuntungan dari spesialisasi. Sebab utama kegiatan perdagangan luar
negeri adalah untuk memperoleh keuntungan yang diwujudkan oleh spesialisasi.
Walaupun suatu negara dapat memproduksi suatu barang yang sama jenisnya
dengan yang diproduksi oleh negara lain, tapi ada kalanya lebih baik apabila
negara tersebut mengimpor barang tersebut dari luar negeri.
Memperluas pasar dan menambah keuntungan. Terkadang, para pengusaha tidak
menjalankan mesin-mesinnya (alat produksinya) dengan maksimal karena mereka
khawatir akan terjadi kelebihan produksi, yang mengakibatkan turunnya harga
produk mereka. Dengan adanya perdagangan internasional, pengusaha dapat
menjalankan mesin-mesinnya secara maksimal, dan menjual kelebihan produk
tersebut keluar negeri.
Transfer teknologi modern. Perdagangan luar negeri memungkinkan suatu negara
untuk mempelajari teknik produksi yang lebih efesien dan cara-cara manajemen
yang lebih modern.
Manfaat Perdagangan Internasional bidang Ekonomi, Sosial, Politik dan
Pertahanan Keamanan
Bidang Ekonomi
Memenuhi kebutuhan rakyatnya. Perdagangan internasional dilakukan semua
negara untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya. Negara dapat diibaratkan
manusia, tidak ada manusia yang bisa hidup sendiri, tanpa bantuan orang lain.
Begitu juga dengan negara, tidak ada negara yang bisa bertahan tanpa kerja
sama dengan negara lain. Negara yang dahulu menutup diri dariperdagangan
internasional, sekarang sudah membuka pasarnya. Misalnya, Rusia, China, dan
Vietnam.
Menambah kemakmuran negara. Perdagangan internasional dapat
menaikkan pendapatan negara masing-masing. Ini terjadi karena negara yang
kelebihan suatu barang dapat menjualnya ke negara lain, dan negara yang
kekurangan barang dapat membelinya dari negara yang kelebihan. Dengan
meningkatnya pendapatan negara dapat menambah kemakmuran negara.
Menambah kesempatan kerja. Dengan adanya perdagangan antarnegara,
negara pengekspor dapat menambah jumlah produksi untuk konsumsi luar
negeri. Naiknya tingkat produksi ini akan memperluas kesempatan kerja.
Negara pengimpor juga mendapat manfaat, yaitu tidak perlu memproduksi
barang yang dibutuhkan sehingga sumber daya yang dimiliki dapat digunakan
untuk hal-hal yang lebih menguntungkan.
Mendorong kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Perdagangan
internasional mendorong para produsen untuk meningkatkan mutu hasil
produksinya. Oleh karena itu, persaingan perdagangan internasional
mendorong negara pengekspor untuk meningkatkan ilmu dan teknologinya
agar produknya mempunyai keunggulan dalam bersaing.
Sumber pemasukan kas Negara. Perdagangan internasional dapat
meningkatkan sumber devisa negara. Bahkan, banyak negara yang
mengandalkan sumber pendapatan dari pajak impor dan ekspor.
Menciptakan efisiensi dan spesialisasi. Perdagangan internasional
menciptakan spesialisasi produk. Negara-negara yang melakukan perdagangan
internasional tidak perlu memproduksi semua barang yang dibutuhkan. Akan
tetapi hanya memproduksi barang dan jasa yang diproduksi secara efisien
dibandingkan dengan negara lain. Warga negaranya dapat menikmati barang-
barang dengan kualitas tinggi yang tidak diproduksi di dalam negeri
Bidang Sosial.
Manfaat perdagangan internasional sebagai fungsi sosial, misalnya:
Berfungsi sosial dalam mencegah terjadinya krisis. Misalnya, ketika harga
bahan pangan dunia sangat tinggi. Negara-negara penghasil beras berupaya
untuk dapat mengekspornya. Di samping memperoleh keuntungan, ekspor di
sini juga berfungsi secara sosial. Jika krisis pangan dunia terjadi, maka bisa
berakibat pada krisis ekonomi. Akibat berantainya akan melanda ke semua
negara. Jadi, perdagangan internasional dapat mencegah terjadinya krisis.
Mempererat hubungan sosial antar bangsa. Pada era globalisasi ini banyak
muncul perusahaan multi nasional. Perusahaan seperti ini sahamnya dimiliki
oleh beberapa orang dari beberapa negara. Misalnya, saham telkomsel dimiliki
oleh beberapa orang dari Indonesia dan Singapura. Perusahaan multi nasional
sepertiini dapat mempererat hubungan sosial antar bangsa. Di dalamnya
banyak orang dari berbagai negara saling bekerja sama. Maka terjadilah
persabatan di antara mereka.
Bidang Politik
Mempererat hubungan politik antar negara. Perdagangan internasional juga
bermanfaat di bidang politik. Perdagangan antar negara bisa mempererat
hubungan politik antar negara sehingga dapat menjalin persahabatan antar
negara. Sebaliknya, hubungan politik juga bisa mempererat hubungan dagang.
Perdagangan antarnegara membuat tiap negara mempunyai rasa saling
membutuhkan dan rasa perlunya persahabatan. Oleh karena itu, perdagangan
internasional dapat mempererat persahabatan negara-negara yang bersangkuta
Pertahanan Keamanan
Perdagangan internasional juga berfungsi untuk pertahanan keamanan.
Misalnya:
Sanksi Ekonomi. Suatu negara nonnuklir mau mengembangkan senjata nuklir.

Negara ini dapat ditekan dengan dikenai sanksi ekonomi. Artinya, negara lain
tidak diperbolehkan menjalin hubungan dagang dengan negara tersebut.
Biasanya upaya seperti ini harus dengan persetujuan PBB. Hal inidilakukan
demi terciptanya keamanan dunia.
Persenjataan. Perdagangan internasional juga terkait dengan pertahanan suatu
negara. Setiap negara tentu membutuhkan senjata untuk mempertahankan
wilayahnya. Padahal, tidak semua negara mampu memproduksi senjata. Maka
diperlukan impor senjata.
Mencegah perdagangan barang yang membahayakan. Untuk mencegah
perdagangan barang-barang yang membahayakan, diperlukan kerjasama
internasional. Barang yang membahayakan tersebut misalnya senjata gelap,
obat-obatan terlarang, hewan langka, ternak yang membawa penyakit menular,
dsb. Untuk kepentingan inilah pemerintah semua negara memiliki bea cukai.
Instansi ini dibentuk pemerinta hsuatu negara untuk memeriksa barang-barang
dan bagasi ketika memasuki suatu negara. Pemeriksaan ini diperlukan untuk
melihat apakah pajaknya telah dibayar. Pemeriksaan jug auntuk mengecek
barang-barang tersebut barang selundupan ataupun barang terlarang atau tidak.
Cara yang digunakan dalam pemeriksaan antara lain dengan melihat dokumen
barang, menggunakan detektor barang berbahaya, atau menggunakan anjing
pelacak.
Disamping menyumbangkan ketersediaan bahan baku dan tenaga kerja kasar
yang murah untuk pengembangan industri, perdagangan internasional juga
mengakibatkan meluasnya pasar-pasar ekspor bagi negara-negara yang sekarang ini
telah maju. Meluasnya pasar-pasar ekspor secara cepat merupakan perangsang kuat
bagi tumbuhnya industri manufaktur berskala besar. Dengan didukung oleh struktur
politik yang stabil dan kelembagaan sosial uang fleksibel, maka peningkatan hasil
ekspor telah memungkinkan tersedianya dana di pasar finansialo dengan bunga yang
murah yang bisa dipinjam oleh negara-negara berkembang termasuk Indonesia.
Akumulasi modal ini pada waktunya akan merangsang produksi, memungkinkan
naiknya impor dan mendorong makin bervariasinya struktur industri. Pada abad ke
Sembilan belas, negara-negara Eropa dan Amerika Utara berhasil memainkan peranan
dalam pertumbuhan perdagangan internasional yang dinamis atas dasar perdagangan
bebas, aliran modal yang bebas, dan keterbukaan pintu migrasi internasional bagi
tenaga kerja tidak terdidik. Dengan liberalisasi perdagangan internasional melalui
penghapusan segala bentuk hambatan perdagangan internasional merupakan syarat
penting demi terciptanya pertumbuhan ekonomi dunia dan kesejahteraan umat
manusia. Hal ini didasarkan pada anggapan bahwa perdagangan internasional
mengandung sejumlah keuntungan diantaranya sebagai berikut :
1. Perdagangan bebas meningkatkan persaingan, memperbaiki alokasi segenap
sumber daya serta menciptakan skala ekonomis. Artinya, perdagangan bebas akan
dapat menurunkan biaya-biaya produksi pada umumnya
2. Perdagangan bebas menimbulkan tekanan-tekanan yang mengarah pada
peningkatan efisiensi, perbaikan kualitas produk, serta penyempurnaan mutu
teknologi produksi. Semuanya ini akan meningkatkan produktivitas factor-faktor
produksi sehingga akan semakin menghemat biaya-biaya produksi
3. Perdagangan bebas memacu pertumbuhan ekonomi, menaikkan nilai laba dan
mempromosikan peningkatan tabungan serta investasi yang kemudian semakin
memacu pertumbuhan selanjutnya di masa mendatang
4. Perdagangan bebas akan menarik masuk modal, keahlian dan teknologi dari luar
negeri yang kesemuanya ini merupakan sumber-sumber daya yang sangat
dibutuhkan dalam pembangunan ekonomi
5. Perdagangan bebas mendatangkan devisa yang kemudian digunakan untuk
keperluan impor. Misalnya impor mesin dan bahan baku untuk keperluan
pembangunan ekonomi atau malah untuk impor bahan pangan bila suatu saat
negara yang bersangkutan mengalami masa-masa paceklik akibat musim kering
yang berkepanjangan atau terjadinya bencana alam
6. Perdagangan bebas cenderung menghapuskan setiap distorsi harga yang mahal
yang diakibatkan oleh investasi pemerintahyang salah arah, baik itu di pasar
ekspor maupun pasar valuta asing, serta menyempurnakan alokasi pasar yang
akan mengikis praktek-praktek korupsi dan perburuan rente nonproduktif yang
sering kali timbul sebagai akibat dari investasi pemerintah yang terlalu aktif
7. Perdagangan bebas meningkatkan pemerataan untuk mendapatkan akses ke setiap
sumber daya yang langka, serta memperbaiki kualitas alokasi sumber daya secara
keseluruhan.

2. Kebijakan Perdagangan Luar Negeri


Kebijakan perdagangan luar negeri merupakan salah satu bentuk kebijakan
ekonomi internasional. Kebijakan perdagangan internasional adalah kebijakan yang
mencakup tindakan pemerintah terhadap rekening yang sedang berjalan (current account)
daripada neraca pembayaran internasional, khususnya tentang ekspor dan impor barang.
Kebijakan perdagangan internasional timbul karena meluasnya jaringan-jaringan
hubungan ekonomi antarnegara. Jadi, kebijakan perdagangan internasional adalah segala
tindakan pemerintah/negara, baik langsung maupun tidak langsung untuk memengaruhi
komposisi, arah, serta Bentuk perdagangan luar negeri atau kegiatan perdagangan. Adapun
kebijakan yang dimaksud dapat berupa tarif, dumping, kuota, larangan impor, dan
berbagai kebijakan lainnya.
Secara umum kebijakan perdagangan internasional dapat dijelaskan sebagai
berikut :
1. Kebijakan Proteksi.
Kebijakan proteksi adalah kebijakan pemerintah untuk melindungi industri
dalam negeri yang sedang tumbuh (infant industry), dan melindungi perusahaan baru
dari perusahaan-perusahaan besar yang semen-mena dengan kelebihan yang ia
miliki, selain itu persaingan-persaingan barang-barang impor.
Tujuan kebijakan proteksi adalah:
Memaksimalkan produksi dalam negri.
Memperluas lapangan kerja.
Memelihara tradisional.
Menghindari resiko yang mungkin timbul jika hanya menggantungkan
diri pada satu komoditi andalan.
Menjaga stabilitas nasional, dan tidak menggantungkan diri pada negara
lain.
Kebijakan proteksi meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Tarif
Tarif adalah pajak yang dikenakan terhadap barang-barang dagangan
yang melintasi daerah pabean ( cutom area ). Sementara itu, barang-barang
yang masuk ke wilayah negara dikenakan bea masuk. Efek kebijakan ini
terlihat langsung pada kenaikan harga barang. Dengan pengenaan bea masuk
yang besar, mempunyai maksud memproteksi industri dalam negri sehingga
meningkatkan pendapatan negara dan juga membatasi permintaan konsumen
terhadap produk-produk impor dan mendorong konsumen menggunakan
produk domestik.
Macam-macam penentuan tarif, yaitu:
Bea Ekspor (export duties) adalah pajak/bea yang dikenakan terhadap
barang yang diangkut menuju negara lain (di luar costum area).
Bea Transito (transit duties) adalah pajak/bea yang dikenakan
terhadap barang-barang yang melalui batas wilayah suatu negara dengan tujuan
akhir barang tersebut negara lain.
Bea Impor (import duties) adalah pajak/bea yang dikenakan terhadap
barang-barang yang masuk dalam suatu negara (tom area).
2. Kuota
Kuota adalah kebijakan pemerintah untuk membatasi jumlah barang
yang diperdagangkan. Ada tiga macam kuota, yaitu kuota impor, kuota
produksi, dan kuota ekspor. Kuota impor adalah pembatasan dalam jumlah
barang yang diimpor, kuota produksi adalah pembatasan dalam jumlah
barang yang diproduksi, dan kuota ekspor adalah pembatasan jumlah barang
yang diekspor.
Tujuan diberlakukannya kuota impor di antaranya:
Mencegah barang-barang yang penting berada di luar negri.
Menjamin tersedianya barang-barang di dalam negeri dalam proporsi
yang cukup.
Mengadakan pengawasan produksi serta pengendalian harga guna
mencapai stabilitas harga di dalam negeri.
3. Dumping.
Dumping adalah kebijakan pemerintah umtuk menjual barang di luar
negeri dengan harga yang lebih rendah dari dalam negeri atau bahkan di
bawah biaya produksi. Kebijakan dumping dapat meningkatkan volume
perdagangan dan menguntungkan negara pengimpor, terutama
menguntungkan konsumen mereka. Namun, negara pengimpor kadang
mempunyai industri yang sejenis sehingga persaingan dari luar negeri ini
dapat mendorong pemerintah negara pengimpor memberlakukan kebijakan
anti dumping (dengan tarif impor yang lebih tinggi), atau sering disebut
counterveiling duties. Hal ini dilakukan untuk menetralisir dampak subsidi
ekspor yang diberikan oleh negara lain. Predatory dumping dilakukan dengan
tujuan untuk mematikan persaingan di luar negeri. Setelah persaingan di luar
negeri mati maka harga di luar negeri akan dinaikkan untuk menutup kerugian
sewaktu melakukan predatory dumping.

Syarat yang harus dipenuhi dalam kebijakan dumping yaitu:


Kekuatan monopoli di dalam negeri lebih besar daripada luar
negeri, sehingga kurva permintaan di dalam negeri lebih inelastis dibanding
kurva permintaan di luar negeri.
Terdapat hambatan yang cukup kuat sehingga konsumen dalam
negeri tidak dapat membeli barang dari luar negeri.
4. Subsidi
adalah kebijakan pemerintah yang diberikan untuk menurunkan biaya
produksi barang domestik, sehingga diharapkan harga jual produk dapat lebih
murah dan dapat bersaing dengan barang impor. Tujuan dari subsidi ekspor
adalah untuk mendorong jumlah ekspor, karena eksportir dapat menawarkan
harga yang lebih rendah. Namun tindakan ini dianggap sebagai persaingan
yang tidak jujur dan dapat menjurus ke arah perang subsidi.
5. Larangan impor
adalah kebijakan pemerintah dimaksudkan untuk melarang masuknya
produk-produk asing ke dalam pasar domestik. Dengan tujuan untuk
melindungi produksi dalam negri.
2. Kebijakan Perdagangan Bebas.
Kebijakan perdagangan bebas adalah kebijakan pemerintah yang
menghendaki perdagangan internasional berlangsung tanpa adanya hambatan
apapun. Pihak-pihak yang mendukung kebijakan ini beralasan bahwa
perdagangan bebas akan memungkinkan setiap negara berspesialisasi
memproduksi barang dan menjadikannya keungglan komparatif.
3. Kebijakan Autarki.
Kebijakan autarki adalah kebijakan perdagangan dengan tujuan untuk
menghindarkan diri dari pengaruh-pengaruh negara lain, baik pengaruh
politik, ekonomi, maupun militer, sehingga kebijakan ini bertentangan dengan
prinsip perdagangan internasional yang menganjurkan adanya perdagangan
bebas.
Tujuan Kebijakan Perdagangan Internasional
Baik negara yang menganut kebijakan perdagangan proteksionis maupun yang menganut
kebijakan perdagangan bebas, pada umumnya melakukan kebijakan perdagangan
internasional dengan tujuan:
a. Mengendalikan Ekspor dan Impor
Setiap negara dapat menggunakan kebijakan perdagangan internasional untuk mengendalikan
ekspor dan impor. Kebijakan perdagangan bebas berusaha meningkatkan ekspor dengan cara
menghapus hambatan perdagangan. Sedangkan kebijakan perdagangan proteksionis berusaha
meningkatkan ekspor antara lain dengan cara menurunkan tarif ekspor.

b. Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi


Bagi negara maju, perekonomian akan tumbuh dengan baik bila hasil produksi yang
melimpah dapat diekspor ke berbagai negara. Sebaliknya, bagi negara berkembang,
perekonomian akan tumbuh dengan baik bila negara bisa melindungi industri dalam negeri,
di antaranya dengan cara memberlakukan kuota impor (batasan impor) atau bahkan larangan
untuk mengimpor barang tertentu.

c. Menyehatkan Neraca Pembayaran


Untuk menghindari defisit (kekurangan) dalam neraca pembayaran, negara dapat
menggunakan kebijakan perdagangan proteksionis sebagai salah satu alat. Caranya yaitu
dengan berusaha meningkatkan ekspor dan sekaligus menekan impor dengan berbagai cara,
seperti pemberlakuan kuota impor, tarif impor dan larangan impor.

Hambatan Perdagangan Internasional


Berikut ini beberapa hambatan yang seringkali muncul dalam perdagangan internasional.
a. Perbedaan Mata Uang Antarnegara
Mata uang yang berlaku di setiap negara berbeda beda. Negara yang melakukan kegiatan
ekspor, biasanya meminta kepada negara pengimpor untuk membayar dengan menggunakan
mata uang negara pengekspor. Pembayarannya tentunya akan berkaitan dengan nilai uang itu
sendiri. Padahal nilai uang setiap negara berbeda-beda. Apabila nilai mata uang negara
pengekspor lebih tinggi daripada nilai mata uang negara pengimpor, maka dapat menambah
pengeluaran bagi negara pengimpor. Dengan demikian, agar kedua negara diuntungkan dan
lebih mudah proses perdagangannya perlu adanya penetapan mata uang sebagai standar
internasional.

b. Kualitas Sumber Daya yang Rendah


Rendahnya kualitas tenaga kerja dapat menghambat perdagangan internasional karena jika
sumber daya manusianya rendah, maka kualitas dari hasil produksi (produk) akan rendah
pula. Suatu negara yang memiliki kualitas produk rendah akan sulit bersaing dengan barang
barang yang dihasilkan oleh negara lain yang kualitasnya lebih baik. Hal ini tentunya menjadi
penghambat bagi negara yang bersangkutan untuk melakukan perdagangan internasional.

c. Pembayaran Antarnegara Sulit dan Risikonya Besar


Pada saat melakukan kegiatan perdagangan internasional, negara pengimpor akan mengalami
kesulitan dalam hal pembayaran. Apabila pembayarnya dilakukan secara tunai maka negara
pengimpor akan mengalami kesulitan dan resiko yang tinggi, seperti perampokan. Oleh
karena itu, negara pengekspor tidak mau menerima pembayaran secara tunai tetapi melalui
kliring internasional atau telegraphic transfer atau menggunakan L/C (Letter of Credit).

d . Adanya Kebijaksanaan Impor dari Suatu Negara


Setiap negara tentunya akan selalu melindungi hasil produksinya sendiri. Mereka tidak ingin
hasil produksinya tersaingi oleh hasil produksi dari luar negeri. Oleh karena itu, setiap negara
akan memberlakukan kebijakan untuk melindungi barang-barang dalam negeri. Salah satunya
dengan menetapkan tarif impor.
Apabila tarif impor tinggi maka produk impor tersebut akan menjadi lebih mahal daripada
peoduk dalam negeri sehingga mengakibatkan masyarakat menjadi kurang tertarik untuk
membeli produk impor. Hal itu akan menjadi penghambat bagi negara lain untuk melakukan
perdagangan.

e . Terjadinya Perang
Terjadinya perang dapat menyebabkan hubungan antarnegara terputus. Selain itu, kondisi
perekonomian negara yang sedang berperang tersebut juga akan mengalami kelesuan. Hal ini
dapat menyebabkan perdagangan antarnegara akan terhambat.

f . Adanya Organisasi Organisasi Ekonomi Regional


Biasanya dalam satu wilayah regional terdapat organisasi organisasi ekonomi. Tujuan
organisasi organisasi tersebut adalah untuk memajukan perekonomian negara negara
anggotanya. Kebijakan serta peraturan yang dikeluarkannya pun hanya untuk kepentingan
negara negara anggota saja. Sebuah organisasi ekonomi regional akan mengeluarkan
peraturan ekspor dan impor yang khusus untuk negara anggotanya. Akibatnya apabila ada
negara di luar anggota organisasi tersebut melakukan perdagangan dengan negara anggota
akan mengalami kesulitan.

3. Kecenderungan Perdagangan Luar Negeri pada Era Globalisasi


http://www.slideshare.net/vindhyatripta/makalah-perdagangan-internasional
http://dilladetari.blogspot.co.id/2010/12/perdagangan-internasional-dalam-era.html
(coba buka ini, ada jurnalnya langsung. Tapi bingung mau masukin di bagian
mana)

4. Hutang Luar Negeri

Definisi Utang Luar Negeri


Yustika, Ahmad Erani. 2009. Ekonomi Politik :Kajian Teoritis dan Analisis Empiris. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 2 Tahun 2006 tentang tata cara
Pengadaan pinjaman dan atau Penerimaan Hibah serta Penerusan Pinjaman dan atau Hibah
Luar Negeri, yang dimaksud dengan utang atau pinjaman adalah setiap penerimaan negara
baik dalam bentuk devisa dan atau devisa yang dirupiahkan, Rupiah, maupun dalam bentuk
barang dan jasa yang diperoleh dari pemberi pinjaman luar negeri yang harus dibayar
kembali dengan persyaratan tertentu.
Menurut Yustika (2009:122) Efektifitas pemanfaatan utang luar negeri didesain untuk
menjembatani kesenjangan tabungan atau investasi dan ketimpangan neraca
pembayaran (balance of payment) di negara berkembang dan meletakan sebagai jalur
untuk membantu negara berkembang dalam melaksanakan pembangunan yang
mandiri (self-sustaining development).

Jenis dan Bentuk Utang Luar Negeri


Satatistik Utang Luar Negeri Indonesia. Bank Indonesia (BI). Edisi Maret 2014, vol. 5. Diakses
dari www.bi.go.id
Menurut Kementrian Keuangan dan Bank Indonesia dalam buku Statistik Utang Luar Negeri
edisi Maret 2014, disimpulkan bahwa jenis utang luar negeri dapat dikategorikan dalam tiga
jenis, yaitu: (1) pinjaman dengan syarat pengembalian, terdiri atas; hadiah atau grant,
pinjaman lunak, pinjaman atau kredit ekspor, dan kredit komersial. (2) dari segi bentuk
pinjaman yang diterima, terdiri atas; bantuan proyek, bantuan teknik dan bantuan program.
(3) berdasarkan kelompok peminjam, terdiri atas utang luar negeri pemerintah, utang luar
negeri Bank Indonesia, dan utang luar negeri Swasta.
Menurut Yustika (2007:145) utang luar negeri dibedakan juga berdasarkan sumber
pinjaman yakni utang luar negeri bilateral dan multilateral. Utang luar negeri bilateral
adalah bantuan yang langsung berasal dari hubungan G to G (Government to
Government) atau antar negara. Utang luar negeri multilateral merupakan bantuan
yang berasal dari lembaga-lembaga keuangan internasional, seperti World Bank dan
IMF ataupun negara yang mengikatkan diri dalam sebuah konsorsium, seperti CGI
(Consultative Group on Indonesia).
A. Pengertian Utang Luar Negeri
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pinjaman berarti utang yang dipinjam dari pihak
lain dengan kewajiban membayar kembali. Sedangkan Pinjaman Luar Negeri adalah
sejumlah dana yang diperoleh dari negara lain (bilateral) atau (multilateral) yang tercermin
dalam neraca pembayaran untuk kegiatan investasi, menurut saving-investment gap dan
foreign exchange gap yang di lakukan baik oleh pemerintah maupun swasta.
Menurut SKB No.185/KMK.03/1995 dan Nomer KEP.031/KET/5/1995 antata Menteri
Keuangan dan Ketua Bappenas : Pinjaman Luar Negeri adalah penerimaan negara baik dalam
bentuk devis atau devisa yang di rupakan maupun dalam bentuk barang dan jasa yang
diperoleh dari peneriman pinjaman luar negeri yang harus dibayar kembali dengan
persyaratan tertentu.
Utang luar negeri atau pinjaman luar negeri, adalah sebagian dari total utangsuatu negara
yang diperoleh dari para kreditor di luar negara tersebut. Penerima utang luar negeri dapat
berupa pemerintah, perusahaan, atau perorangan. Bentuk utang dapat berupa uang yang
diperoleh dari bank swasta, pemerintah negara lain, atau lembaga keuangan internasional
seperti IMF dan Bank Dunia.

B. Bentuk Bentuk Pinjaman Luar Negeri


Bentuk pijaman luar negeri dapat dilihat dari dua aspek, antara lain :
1. Sumber Dananya
Bila dilihat dari suber dananya, pinjaman luar negeri dapat dibedakan menjadi:
a. Pinjaman Multilateral
Yaitu pinjaman yang berasaal dari badan-badan internasional, misalnya World
Bank, Asian Development Bank (ADB), Islamic Development Bank (IDB).
b. Pinjaman Bilateral
Yaitu pinjaman yang berasal dari negara-negara baik yang tergabung dalam CGI
maupun antar negara secara langsung (intergovernment).
c. Pinjaman Sindikasi
Yaitu pinjaman yang diperoleh dari beberapa bank dan lembaga keuangan bukan
bank (LKBB) internasional. Pemberian pinjaman tersebut dikoordinir oleh satu
bank/LKBB yang bertindak sebagai sindication leader. Pinjaman ini biasanya
dalam jumlah besar dan bersifat komersial (commercial loan), misalnya dengan
tingkat suku bunga yang mengambang (floating rate). Syarat-syarat pinjaman
yang dituangkan dalam loan agreement merupakan konsensus dan kesepakatan
diantara para pemberi pinjaman.
2. Segi Persyaratannya,
Bila dilihat dari segi persyaratannya, pinjaman luar negeri dapat dibedakan menjadi :
a. Pinjaman Lunak (Concessional Loan)
Yaitu pinjaman luar negeri Pemerintah dalam rangka pembiayaan proyek-proyek
pembangunan. Pinjaman lunak biasanya diperoleh dari negara-negara yang tergabung
dalam kerangka CGI maupun non CGI. Pengertian dengan dana sendiri atau
dana pendampingan oleh Pemerintah RI. Fasilitas Kredit Ekspor dapat dalam bentuk
Suppliers Credit atau Buyers Credit.
Buyers Credit adalah pinjaman FKE yang diterima dari bank komersial atau lembaga
keuangan bukan bank luar negeri, dimana tujuan pinjaman tersebut adalah untuk
pembelian barang dari negara pemberi pinjaman.
Suppliers Credit adalah adalah pinjaman FKE yang diterima Pemerintah langsung dari
pemasok barang (supplier) di luar negeri kepada Pemerintah RI yang akan diberikan
dalam bentuk barang untuk keperluan proyek. Dapat diartikan bahwa dalam suppliers
credit ini, pihak yang menerima pinjaman adalah pihak pemasok barang.
A. Purchase Installment Sale Agreement (PISA)
Yaitu pinjaman yang diberikan oleh perusahaan leasing untuk pembiayaan proyek
pembangunan tertentu yang dituangkan dalam bentuk persetujuan jual beli dengan
pembayaran angsuran. Besarnya pinjaman PISA adalah 100% dari nilai proyek.
B. Pinjaman Komersial (Commercial Loan)
Yaitu pinjaman yang diterima dengan syarat-syarat yang ditetapkan berdasarkan
kondisi pasar uang dan pasar modal internasional. Pinjaman ini lazim pula disebut
cash loan karena pinjaman diterima dalam bentuk uang tunai dan penggunaannya
lebih fleksibel atau tidak mengikat. Jumlah pinjaman komersial umumnya berjumlah
besar karena pemberi pinjaman berupa sindikasi yang anggotanya terdiri atas
perbankan dan lembaga-lembaga keuangan internasional.
Beberapa pertimbangan bagi Pemerintah dalam menerima pinjaman komersial adalah:
Mendukung penganekaregaman (diversifikasi) pinjaman atau memperluas
sumber pinjaman yaitu memperoleh pinjaman dari perbankan dan lembaga keuangan
bukan bank.
Jumlah pinjaman relatif lebih besar dan tatacara penarikannya lebih mudah.
Penggunaan dana tidak terikat pada satu proyek tertentu namun lebih
flesibel, baik untuk diinvestasikan kembali, untuk membiayai proyek atau untuk
memperkuat cadangan devisa.

C. Sejarah Utang Luar Negeri Indonesia


Utang Pemerintah Kolonial Hindia Belanda
Pemerintah kolonial Hindia Belanda sudah memulai kebiasaan berutang bagi pemerintahan
di Indonesia. Seluruh utang yang belum dilunasinya pun turut diwariskan, sesuai dengan
salah satu hasil Konferensi Meja Bundar (KMB). Penyerahan kedaulatan kepada Republik
Indonesia pada waktu itu disertai dengan pengalihan tanggung jawab segala utang pemerintah
kolonial. Dilihat dari perspektif utang piutang, maka Republik Indonesia bukanlah negara
baru, melainkan pelanjut dari pemerintahan sebelumnya.
Tradisi pengalihan utang kepada pemerintahan berikutnya bertahan sampai saat ini, terlepas
dari perpindahan kekuasaan itu berlangsung dengan cara apa pun. Pemerintahan era Soekarno
mewariskan utang luar negeri (ULN) sekitar USD 2,1 miliar kepada pemerintahan Soeharto.
Secara spektakuler, pemerintahan Soeharto membebani Habibie dengan warisan utang
sebesar USD 60 miliar. Bahkan, pemerintahan Habibie mewariskan utang yang lebih besar,
hanya dalam kurun waktu dua tahun. ULN memang hanya bertambah menjadi sebesar
USD 75 miliar dolar. Namun, utang dalam negeri yang semula nihil menjadi USD 60 miliar
(jika dikonversikan), sehingga utang pemerintah secara keseluruhan menjadi sekitar USD 135
miliar.
Tentu tidak adil jika hanya melihat angka utang yang fantastis di era Habibie secara begitu
saja. Sebagian masalahnya adalah karena akumulasi utang beserta akibat lanjutan dari
kebijakan pemerintahan Soeharto. Bisa dikatakan bahwa Pemerintahan Habibie harus
menghadapi krisis moneter dan ekonomi, yang berasal dari era Soeharto.

Utang Pemerintah Orde Lama


Sesuai dengan perjanjian ketika penyerahan kedaulatan kepada pemerintah Republik
Indonesia, pemerintahan Soekarno menerima pula warisan utang pemerintah kolonial Hindia
Belanda sebesar 4 miliar dolar Amerika. Utang tersebut memang tidak pernah dibayar oleh
Pemerintahan Soekarno, namun juga tidak dinyatakan di hapuskan. Utang ini nantinya
diwariskan kepada era-era pe merintahan berikutnya, dan akhirnya dilunasi juga.
Pada awal kemerdekaan, sikap pemerintah Soekarno-Hatta ter hadap utang luar negeri bisa
dikatakan mendua. Di satu sisi, mereka menyadari bahwa utang luar negeri sebagai sumber
pembiayaan sangat dibutuhkan. Negara baru yang baru merdeka ini memerlukan dana untuk
memperbaiki taraf kesejahteraan rakyat, yang sudah sedemikian terpuruk karena
kolonialisme. Ketiadaan infrastruktur, dan rusaknya sebagian besar kapasitas produksi seperti
ladang minyak, membuat penerimaan negara dari sumber domestik belum bisa diandalkan.
Hibah dari negara-negara yang bersimpatik ketika awal kemerdekaan tentu saja tidak
memadai dan lambat laun di hentikan. Pilihan yang tersedia adalah mempersilakan modal
asing masuk ke Indonesia untuk berinvestasi, serta melakukan pinjaman luar negeri.
Di sisi lain, pemerintah Soekarno-Hatta bersikap waspada ter hadap kemungkinan
penggunaan utang luar negeri sebagai sarana kembalinya kolonialisme. Semangat
kemerdekaan masih amat kental, sehingga mereka peka dalam masalah yang berkaitan
dengan kedaulatan Indonesia. Suasana ini juga mewarnai dinamika parlemen, sekalipun
terdiri dari banyak partai dengan latar idelogis berbeda. Akibatnya, persyaratan yang ketat
ditetapkan dalam setiap perundingan berutang kepada pihak luar negeri. Ini berlaku juga ter
hadap masalah penanaman modal asing, termasuk perundingan mengenai tambang dan kilang
minyak di wilayah Indonesia.
Sebagai contoh, Hatta dalam berbagai kesempatan me ngemukakan antara lain: negara
kreditor tidak boleh mencampuri urusan politik dalam negeri, suku bunga tidak boleh lebih
dari 3-3,5 persen per tahun, dan jangka waktu utang yang lama. Jadi, selain melihat utang
luar negeri sebagai sebuah transaksi ekonomi, mereka dengan sadar memasukkan biaya
politik sebagai pertimbangan dalam berutang. Terkenal pula pernyataan sarkastis Soekarno,
yang mengatakan go to hell with your aid kepada AS karna berusaha mengaitkan utang
dengan tekanan politik.Bagaimanapun, transaksi utang luar negeri tetap terjadi pada awal
kemerdekaan. Sampai dengan tahun 1950, utang pemerintah yang baru tercatat sebesar USD
3,8 miliar, selain utang warisan pemerintah kolonial. Setelah itu, terjadi fluktuasi jumlah
utang pemerintah, seiring dengan sikap pemerintah yang cukup sering berubah terhadap
pihak asing dalam soal modal dan utang. Selama kurun tahun 50-an tetap saja ada bantuan
dan utang yang masuk ke Indonesia. Sikap pemerintah yang berubah-ubah itu dikarenakan
kerapnya pergantian kabinet, disamping faktor Soekarno sebagai pribadi.
Sebagai contoh, pada tahun 1962, delegasi IMF berkunjung ke Indonesia untuk
menawarkan proposal bantuan finansial dan kerjasama, dan pada tahun 1963 utang sebesar
USD17 juta diberikan oleh Amerika Serikat. Pemerintah Indonesia pun kemudian bersedia
melaksanakan beberapa kebijakan ekonomi baru yang bersesuaian dengan proposal IMF.
Namun, keadaan berbalik pada akhir tahun itu juga, ketika Malaysia pemerintah Inggris
menyatakan Malaysia di nyatakan sebagai bagian federasi Inggris tanpa pembicaraan dengan
Soekarno. Hal ini sebetulnya juga berkaitan dengan nasionalisasi beberapa perusahaan
Inggris di Indonesia. Yang jelas, hubungan Indonesia dengan IMF dan Amerika, turut
memburuk. Berbagai kesepakatan sebelumnya dibatalkan oleh Soekarno, dan Indonesia
keluar dari keanggotaan IMF dan PBB.
Secara teknis ekonomi, telah ada pelunasan utang dari sebagian hasil ekspor komoditi primer
Indonesia. Ada pula penghapusan se bagian utang oleh kreditur, terutama dari negara-negara
yang ber sahabat, setidaknya dalam tahun-tahun tertentu. Akhirnya, ketika terjadi
perpindahan kekuasaan kepada Soeharto, tercatat utang luar negeri pemerintah adalah sebesar
USD 2,1 miliar. Jumlah ini belum termasuk utang warisan pemerintah kolonial Belanda yang
sekalipun resmi diakui, tidak pernah dibayar oleh pemerintahan Soekarno.
Utang Pemerintah Era Soeharto
Sejak awal, sikap pemerintahan Soeharto terhadap modal asing berbeda dengan sikap
Soekarno-Hatta. Sebagai contoh, undang undang pertama yang ditandatangani Soeharto
adalah UU no.1/1967 tentang Penanaman Modal Asing, yang isinya bersifat terbuka dan
bersahabat bagi masuknya modal dari negara manapun. Beberapa bulan sebelumnya, IMF
membuat studi tentang program stabilitas ekonomi, yang rekomendasinya segera diikuti oleh
pemerintah. Indonesia juga telah secara resmi kembali menjadi anggota IMF.
Seiring dengan itu, perundingan serius mengenai utang luar negeri Indonesia berlangsung
lancar. Kembalinya Indonesia menjadi anggota IMF dan Bank Dunia, seketika diimbali oleh
negara-negara barat berupa: pemberian hibah, restrukturisasi utang lama, komitmen utang
baru dan pencairan utang baru yang cepat. Hibah sebesar USD 174 juta dikatakan bertujuan
untuk mengangkat Indonesia dari keterpurukan ekonomi. Restrukturisasi utang yang disetuji
bernilai sekitar USD 534 juta. Lewat berbagai perundingan, terutama pertemuan Paris Club,
disepakati moratorium utang sampai dengan tahun 1971 untuk pembayaran cicilan pokok
sebagian besar utang. Akhirnya, sejak tahun 1967 Indonesia mendapat persetujuan utang baru
dari banyak kreditur, dan sebagiannya langsung dicairkan pada tahun itu juga.
ULN dengan Persyaratan Lunak
Pada mulanya, semua utang baru itu bisa dikatakan sebagai pinjaman dengan syarat lunak.
Ada jenis pinjaman yang biasa disebut bantuan program, yang terdiri dari bantuan devisa
kredit dan bantu an pangan. Bantuan program ini berbentuk devisa tunai atau hak untuk
memperoleh sejumlah komoditi yang ditentukan. Ada bantu an proyek, yang pada dasarnya
adalah utang bagi pembagunan proyek tertentu dengan syarat-syarat pelunasan yang lunak.
Bahkan, ada dana berbentuk sumbangan (grant) atau hibah yang berfungsi sebagai dana
pendamping dari utangnya.
Para kreditur yang memberi utang kepada Indonesia awalnya hanya terdiri dari negara-
negara dan lembaga-lembaga keuangan iternasional. Para kreditur tersebut
mengkoordinasikan diri ke dalam Inter Governmental Group on Indonesia (IGGI). Beberapa
tahun kemudian, kreditur swasta turut terlibat. Sebagian kreditur swasta yang besar kadang
diundang dalam forum-forum IGGI.
IGGI didirikan pada tahun 1967 di Den Haag, yang anggotanya terdiri dari: Australia,
Amerika Serikat, Belgia, Belanda, Italia, Jerman, Jepang, Inggris, Perancis, dan Kanada. Ada
negara-negara yang hadir sebagai peninjau, seperti: Austria, Denmark, Norwegia, Selandia
Baru, dan Swiss. Sedangkan lembaga-lembaga keuangan multilateral yang menjadi anggota
forum adalah: IMF, IBRD, ADB, UNDP, dengan OECD sebagai peninjau. Pada tanggal 25
Maret 1992, dipicu oleh suatu insiden politik, IGGI dibubarkan dan kepemimpinan Belanda
tidak diakui lagi oleh Indonesia. Namun, fungsi IGGI tetap berlangsung melalui wadah baru
bernama Consultative Group for Indonesia (CGI), dengan pimpinan Bank Dunia. Selama
perkembangannya, ada beberapa lembaga internasional, termasuk bentukan Bank Dunia,
yang kemudian bergabung, seperti IDA, IFAD (International Fund for Agricultural
Development) dan IFC (International Finance Corporation). Terjadi pula beberapa
pergeseran besaran kontribusi masing-masing negara.
Resminya, IGGI/CGI hanyalah suatu forum pembicaraan me ngenai ULN pemerintah
Indonesia. Namun, pada praktiknya IGGI/CGI menyerupai konsorsium. Sebagian besar ULN
pemerintah pada era pemerintahan Soeharto dibicarakan dan disepakati dalam forum
IGGI/CGI. Setiap tahun, forum ini memutuskan jumlah dan macam pinjaman yang akan
diberikan, setelah mempertimbangkan usulan dari pemerintah Indonesia. Dalam artian
tertentu, IGGI/CGI memang bukan konsorsium, karena masing-masing kreditur me miliki
kesepakatan tersendiri tentang detilnya, dan tidak seluruh hasil forum bersifat mengikat
kepada mereka.
Pada saat pemerintahan Soeharto mulai menerima ULN dan satu dekade setelahnya,
perkembangan wacana keuangan internasional memang sedang kondusif. Selain yang
dinyatakan sebagai dimensi kemanusiaan ataucharity, serta keterkaitan dengan masalah pe
rebutan pengaruh politik Blok Barat dan Blok Komunis, konsep dan praktik keuangan
internasional memang tengah marak me ngembangkan berbagai bentuk ULN. Ada dua
pemicu utama dari sisi wacana keuangan dan perekonomian. Pertama, upaya banyak negara
maju untuk merestukturisasi sekaligus mengembangkan industri pengolahannya, yang
berlangsung mulai era 1960-an. Ada pertimbangan suplai sumber energi, bahan baku,
pemindahan se bagian tahap produksi, sampai kepada penetrasi pasar.
Kedua, mulai ada kelebihan likuiditas pada lembaga keuangan internasional, yang
kemudian mendapat momentum lanjutan dari petro dollarakibat kenaikan harga minyak sejak
awal 70-an. Selain disimpan pada bank dan lembaga keuangan komersial, dana petro
dollar dari negara-negara produsen minyak ini juga bisa diakses oleh IMF.
Perkembangan wacana dan kondisi keuangan internasional itu kemudian antara lain
menghasilkan ULN yang diterima pemerintah negara-negara sedang berkembang (NSB),
termasuk Indonesia. Secara umum, jenisnya terdiri dari: dana pembangunan resmi (official
development fund/ODF), kredit ekspor (export credit) dan pinjaman swasta (private flows).
ODF adalah pinjaman resmi bersyarat lunak dari suatu negara donor melalui lembaga
keuangan bilateral negara yang bersangkutan dan atau melalui lembaga dan bank
pembangunan multilateral seperti: Bank Dunia, ADB, IDA, dan sebagainya. ODF dapat
berupa pinjaman bersyarat sangat lunak (Official development assistance/ODA) atau
pinjaman setengah lunak (less concessional loan/LCL).
Kredit ekspor adalah pinjaman setengah resmi dengan per syaratan setengah lunak yang
dananya berasal dari negara donor (disebut official financial support) atau yang bersumber
dari pihak perbankan dan lembaga keuangan swasta yang dijamin dan disubsidi oleh
pemerintah negara donor. Penggunaan kredit ekspor itu kadang-kadang terbatas hanya untuk
pengadaan barang dan jasa di negara donor (tied), dan kadang tidak mengikat, atau kombinasi
antara keduanya. Kredit ekspor disebut suppliers credit kalau pinjaman itu disalurkan
melalui pemasok di negara donor. Pinjaman ini dinamakan buyers credit jika diberikan
langsung oleh lembaga kredit ekspor kepada peminjam di negara penerima.
Secara teknis, dikenal pembedaan jenis ULN dengan sebutan Pinjaman program dan
Pinjaman proyek dalam pencatatan APBN saat ini. Pada masa sebelumnya, ULN dicatat
dalam APBN setiap tahunnya sebagai bantuan program dan bantuan proyek. Pada tahun
tahun tertentu, ada yang dicatat sebagai pinjaman setengah lunak/komersial dan pinjaman
tunai. Jenis yang masuk kategori dalam pinjaman swasta ini hanya pada periode tertentu
memiliki arus masuk yang besar.
Sebenarnya, pembedaan antara pinjaman program dan pinjaman proyek bersifat sumir atau
tidak cukup tegas. Pada dasarnya, kedua jenis itu terdiri dari ODA, LCL dan Kredit ekspor
dalam pengertian yang disinggung di atas. Meskipun demikian, ULN yang disebut pinjaman
program, pada umumnya bersifat lebih lunak dan mem bantu. Pembedaan ini memang cukup
jelas pada masa awal pe merintahan Soeharto.
Pinjaman program pada awal Orde baru terdiri dari bantuan devisa kredit dan bantuan
pangan. Pinjaman program diorientasikan untuk menyelesaikan masalah jangka pendek dan
mendesak, serta bersifat sangat lunak. Pada masa berikutnya, tingkat kelunakan men jadi
kurang jelas. Sifat pinjaman program yang membantu mengatasi masalah ekonomi dan
keuangan pemerintah yang mendesak tetap dipertahankan. Sifat utamanya adalah
memberikan aliran devisa atau kas masuk secara langsung bagi pemerintah.
Akan tetapi, dalam beberapa tahun tersebut, pinjaman program terkait dengan perubahan
kebijakan dalam bentuk undang-undang dan peraturan lainnya. Pencairan utang program
selalu dikaitkan dengan capaian dalam perubahan kebijakan yang berhasil dilakukan
pemerintah. Sedangkan yang dimaksud dengan pinjaman proyek terutama adalah utang yang
diterima dalam bentuk fasilitas ber belanja barang dan jasa kepada negara/lembaga kreditur
dalam bentuk kredit. Bedanya dengan pinjaman program, pinjaman proyek lebih ditujukan
untuk proyek investasi jangka panjang
Sebagaimana telah disinggung di atas, sejak tahun 1967 Indonesia telah menerima
pinjaman dengan syarat lunak atau dalam bentuk sumbangan (grant) dari negara-negara dan
lembaga-lembaga ke uangan iternasional yang tergabung dalam IGGI. Dalam beberapa tahun
sejak itu, Indonesia mendapat pinjaman berbentuk bantuan program yang terdiri dari bantuan
devisa kredit dan bantuan pangan, serta bantuan proyek dengan syarat-syarat pelunasan yang
lunak.

Utang Pemerintahan Transisi (Habibie)


1. Tanggal 14 dan 15 Mei 1997, kurs bath terhadap US$ mengalami penurunan
(depresiasi) sebagai akibat dari keputusan jual dari para investor yang tidak percaya
lagi thd prospek ekonomi Thailand dalam jk pdk.Pemerintah Thailand mengintervensi
dan didukung oleh bank sentral singapora, tapi tidak mampu menstabilkan kurs Bath,
sehingga bank sentral Thailand mengumumkan kurs bath diserahkan pada mekanisme
pasar.2 Juli 1997, penurunan nilai kurs bath terhadap US$ antara 15% - 20%
2. Bulan Juli 1997, krisis melanda Indonesia (kurs dari Rp 2.500 menjadi Rp 2.650.) BI
mengintervensi, namun tidak mampu sampai bulan maret 1998 kurs melemah sampai
Rp 10.550 dan bahkan menembus angka Rp 11.000/US$.
Langkah konkrit untuk mengatasi krisis:
a. Penundaan proyek Rp 39 trilyun untuk mengimbangi keterbatasan anggaran Negara
b. BI melakukan intervensi ke bursa valas
c. Meminta bantuan IMF dengan memperoleh paket bantuan keuangan US$ 23 Milyar
pada bulan Nopember 1997.
d. Mencabut ijin usaha 16 bank swasta yang tidak sehat
Januari 1998 pemerintah Indonesia menandatangani nota kesepakatan (LOI) dengan IMF
yang mencakup 50 butir kebijakan yang mencakup:
a. Kebijakan ekonomi makro (fiscal dan moneter) mencakup: penggunaan prinsip
anggaran berimbang; pengurangan pengeluaran pemerintah seperti pengurangan
subsidi BBM dan listrik; pembatalan proyek besar; dan peningkatan pendapatan
pemerintah dengan mencabut semua fasilitas perpajakan, penangguhan PPN,
pengenaan pajak tambahan terhadap bensin, memperbaiki audit PPN, dan
memperbanyak obyek pajak.
b. Restrukturisasi sektor keuangan
c. Reformasi struktural
Bantuan gagal diberikan, karena pemerintah Indonesia tidak melaksanakan kesepakatan
dengan IMF yang telah ditandatangani.
Indonesia tidak mempunyai pilihan kecuali harus bekerja sama dengan IMF. Kesepakatan
baru dicapai bulan April 1998 dengan nama Memorandum Tambahan mengenai
Kebijaksanaan Ekonomi Keuangan yang merupakan kelanjutan, pelengkapan dan
modifikasi 50 butir kesepakatan. Tambahan dalam kesepakatan baru ini mencakup:
a. Program stabilisasi perbankan untuk stabilisasi pasar uang dan mencegah hiperinflasi
b. Restrukturisasi perbankan untuk penyehatan system perbankan nasional
c. Reformasi structural
d. Penyelesaian utang luar negeri dari pihak swasta
e. Bantuan untuk masyarakat ekonomi lemah.

Utang Pemerintahan Reformasi (Abdurrahman Wahid)


Mulai pertengahan tahun 1999.
Target:
a. Memulihkan perekonomian nasional sesuai dengan harapan masyarakat dan investor
b. Menuntaskan masalah KKN
c. Menegakkan supremasi hokum
d. Penegakkan hak asasi manusia
e. Pengurangan peranan ABRI dalam politik
f. Memperkuat NKRI (Penyelesaian disintegrasi bangsa)
Kondisi:
a. Pada tahun 1999 pertumbuhan ekonomi positif (mendekati 0)
b. Tahun 2000 pertumbuhan ekonomi 5%
c. Kondisi moneter stabil ( inflasi dan suku bunga rendah)
d. Tahun 2001, pelaku bisnis dan masyarakat kurang percaya kepada pemerintahan
sebagai akibat dari pernyataan presiden yang controversial, KKN, dictator, dan
perseteruan dengan DPR
e. Bulan maret 2000, cadangan devisa menurun dari US$ 29 milyar menjadi US$ 28,875
milyar
f. Hubungan dengan IMF menjadi tidak baik sebagai akibat dari: penundaan
pelaksanaan amandemen UU No. 23 tahun 1999 mengenai Bank Indonesia;
penerapan otonomi daerah (terutama kebebasan untuk hutang pemerintah daerah dari
LN); dan revisi APBN 2001.
g. Tahun 2001, pertumbuhan ekonomi cenderung negative, IHSG merosot lebih dari 300
poin, dan nilai tukar rupiah melemah dari Rp 7000 menjadi Rp 10.000 per US$.
Utang Pada Masa kepemimpinan Megawati Soekarnoputri
Masalah-masalah yang mendesak untuk dipecahkan adalah pemulihan ekonomi dan
penegakan hukum. Kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk mengatasi persoalan-persoalan
ekonomi antara lain :
a. Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar pada pertemuan Paris
Club ke-3 dan mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp 116.3 triliun.
b. Kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di dalam
periode krisis dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi kekuatan-
kekuatan politik dan mengurangi beban negara. Hasil penjualan itu berhasil
menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,1 %. Namun kebijakan ini
memicu banyak kontroversi, karena BUMN yang diprivatisasi dijual ke perusahaan
asing.
Di masa ini juga direalisasikan berdirinya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), tetapi
belum ada gebrakan konkrit dalam pemberantasan korupsi. Padahal keberadaan korupsi
membuat banyak investor berpikir dua kali untuk menanamkan modal di Indonesia, dan
mengganggu jalannya pembangunan nasional.
Utang Pada Masa Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono
Kebijakan kontroversial pertama presiden Yudhoyono adalah mengurangi subsidi BBM,
atau dengan kata lain menaikkan harga BBM. Kebijakan ini dilatar belakangi oleh naiknya
harga minyak dunia. Anggaran subsidi BBM dialihkan ke subsidi sektor pendidikan dan
kesehatan, serta bidang-bidang yang mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan kontroversial kedua, yakni
Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak sampai ke
tangan yang berhak, dan pembagiannya menimbulkan berbagai masalah sosial.
Kebijakan yang ditempuh untuk faktor utama untuk menentukan kesempatan kerja.
Mungkin ini mendasari kebijakan pemerintah yang selalu ditujukan untuk memberi
kemudahan bagi investor, terutama investor asing, yang salahsatunya adalah revisi undang-
undang ketenagakerjaan. Jika semakin banyak investasi asing di Indonesia, diharapkan
jumlah kesempatan kerja juga akan bertambah.
Pada pertengahan bulan Oktober 2006 , Indonesia melunasi seluruh sisa utang pada IMF
sebesar 3,2 miliar dolar AS. Dengan ini, maka diharapkan Indonesia tak lagi mengikuti
agenda-agenda IMF dalam menentukan kebijakan dalam negri. Namun wacana untuk
berhutang lagi pada luar negri kembali mencuat, setelah keluarnya laporan bahwa
kesenjangan ekonomi antara penduduk kaya dan miskin menajam, dan jumlah penduduk
miskin meningkat dari 35,10 jiwa di bulan Februari 2005 menjadi 39,05 juta jiwa pada bulan
Maret 2006. Hal ini disebabkan karena beberapa hal, antara lain karena pengucuran kredit
perbankan ke sector riil masih sangat kurang (perbankan lebih suka menyimpan dana di SBI),
sehingga kinerja sector riil kurang dan berimbas pada turunnya investasi. Selain itu, birokrasi
pemerintahan terlalu kental, sehingga menyebabkan kecilnya realisasi belanja Negara dan
daya serap, karena inefisiensi pengelolaan anggaran. Jadi, di satu sisi pemerintah berupaya
mengundang investor dari luar negri, tapi di lain pihak, kondisi dalam negri masih kurang
kondusif.

D. Faktor Penyebab Besarnya Utang Luar Negeri


1. Strategi defisit anggaran : strategi defisit anggaran tanpa diimbangi dengan kontrol
akan sangat berbahaya. Selama ini Indonesia selalu menerapkan strategi ini, dengan
harapan, jika utang kepada luar negeri, maka hasil dari utang tersebut digunakan
untuk pembiayaan pembangunan, sehingga sektor riil berkembang dan harapannya
pendapatan nasional dapat meningkat signifikan. Namun hasil dari pendapatan
nasional ini tidak sepenuhnya digunakan untuk membayar utang luar negeri.
2. Tidak menyadari secara penuh biaya yang harus ditanggung di masa depan Pemikiran
irasional banyak mendominasi penentu kebijakan di negara sedang berkembang
dalam melakukan utang (Alesina dan Tabellini).
3. Adanya faktor sosial politik dari penentu kebijakan Faktor sosial dan politik lebih
dominan dibanding faktor ekonomi dalam melakukan utang (Sebastian Edwards).

E. Data Posisi hutang luar negeri Indonesia berikut sumbernya:


Statistik Utang Luar Negeri Indonesia merupakan media publikasi bersama antara
Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan yang menyajikan data utang luar negeri
Pemerintah Pusat, Bank Indonesia dan sector swasta. Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia
pada Februari 2015 tumbuh 9,4% (yoy), lebih lambat dibandingkan pertumbuhan Januari
2015 sebesar 10,5% (yoy). Dengan pertumbuhan tersebut, posisi ULN pada akhir Februari
2015 tercatat sebesar USD298,9 miliar, terdiri dari ULN sektor publik sebesar USD134,8
miliar (45,1% dari total ULN) dan ULN sektor swasta sebesar USD164,1 miliar (54,9% dari
total ULN).
Negara pemberi utang terbesar ke Indonesia adalah Singapura dengan nilai USD
60,14 miliar. Setelah itu ada Jepang yang memberi utang ke Indonesia mencapai USD 31,97
miliar. Kemudian disusul oleh Belanda yang memberi utang sebesar USD 11,46 miliar.
Setelah Belanda, Amerika Serikat juga cukup besar memberi utang ke Indonesia mencapai
USD 10,6 miliar.
Sedangkan utang luar negeri Indonesia kepada organisasi internasional mencapai
USD 25,89 miliar. Berbagai organisasi memberi utang ke Indonesia seperti IBRD
(International Bank for Reconstruction and Development) dengan nilai USD 12,18 miliar.
Selain itu, ada lagi ADB(Asian Development Bank) dengan nilai USD 8,3 miliar. Selanjutnya
ada IDB (Islamic Development Bank) dengan utang luar negeri USD 605 juta dan masih ada
beberapa organisasi internasional lainnya.

F. Kebaikan dan Keburukan Utang Luar Negeri

No Kebaikan Keburukan
1. Pembiayaan pembangunanApabila utang luar negeri harus
(pengeluaran pemerintah) melaluiditempuh dengan menekan konsumsi
utang luar lebih baik daripada melaluidan investasi, maka permintaan
penarikan pajak atau pencetakan uang.agregat/masyarakat akan menurun
Pembiayaan pengeluaran pemeritahselanjutnya akan menghambat dan
yang dibiayai utang luar negeri akanmengurangi tingkat pendapatan
mendorong laju pertumbuhannasional.
ekonomi. Sedangkan jika pengeluaran
pemerintah dibiayai dari pajak, maka
pendapatan masyarakat yang siap
dibelanjakan akan berkuarang dan
konsumsi juga menurun selanjutnya
akan memeperkecil permintaan
agregat/ masyarakat dan mengekang
laju pertumbuhan pendapatan.
2. Negara-negara kreditur seringPemerintah akan terkena beban
mempergunakan hasil pembayaranlangsung dari utang luar negeri.
bunga dan utang itu untuk membeliSelama jangka waktu tertentu, beban
(impor) barang-barang dan jasa-jasautang langsung dapat diukur dengan
dari negara debitur, sehingga eksporjumlah pembayaran bunga dan cicilan
negara debitur meningkat. utang terhadap kreditur.
3. Meskipun beban utang langsung ituAdanya beban riil langsung yang di
tetap besarnya, beban riil langsungderita pemerintah berupa kerugian
akan berbeda-beda sesuai dengandalam bentuk kesejahteraan ekonomi
proporsi sumbangan angggota(guna/utility) yang hilang karena
masyarakat terhadap pembayaranadanya pembiayaan cicilan utang dan
utang luar negeri tersebut. Jikabunga.
pembayaran itu dibebankan terutama
kepada golongan kaya, beban riil
langsung itu akan lebih ringan
daripada kalau pembayaran itu
dibebankan pada golongan miskin.
4. Dengan berakhirnya program IMFDari aspek utang luar negeri,
pemerintah Indonesia telah menyusunkeluarnya pemerintah Indonesia dari
program stabilisasi makro ekonomiprogram IMF membawa konsekuensi
secara komprehensif yang dituangkanberupa tertutupnya peluang
dalam white paper sebagai salah satupemerintah terhadap akses
bentuk penerapan unsur transparansipenjadwalan kembali utang luar
atas komitmen dan akuntabilitas dalamnegeri bilateral yang jatuh tempo
melaksanakan program pembangunanmelaui forum Paris Club.
pasca IMF.

F. Dampak Utang Luar Negeri


Pada sisi efektifitasnya, secara internal, utang luar negeri tidak hanya dipandang
menjadi penghambat tumbuhnya kemandirian ekonomi negara-negara Dunia Ketiga.
Utang diyakini menjadi pemicu terjadinya kontraksi belanja sosial, merosotnya
kesejahteraan rakyat, dan melebarnya kesenjangan.
Sedangkan secara eksternal, utang luar negeri diyakini menjadi pemicu meningkatnya
ketergantungan negara-negara Dunia Ketiga pada pasar luar negeri, modal asing, dan
pada pembuatan utang luar negeri secara berkesinambungan .
Pada sisi kelembagaannya, lembaga-lembaga keuangan multilateral seperti IMF, Bank
Dunia, dan Asian Development Bank (ADB). Keduanya diyakini telah bekerja
sebagai kepanjangan tangan negara-negara Dunia Pertama pemegang saham utama
mereka, untuk mengintervensi negara-negara penerima pinjaman.
Pada sisi ideologinya, utang luar negeri diyakini telah dipakai oleh negara-negara
pemberi pinjaman, terutama Amerika, sebagai sarana untuk menyebarluaskan
kapitalisme neoliberal ke seluruh penjuru dunia. (Erler, 1989).
Sedangkan pada sisi implikasi sosial dan politiknya, utang luar negeri tidak hanya
dipandang sebagai sarana yang sengaja dikembangkan oleh negara-negara pemberi
pinjaman untuk mengintervensi negara-negara penerima pinjaman. Secara tidak
langsung negara-negara kreditur diyakini turut bertanggungjawab terhadap
munculnya rezim diktator, kerusakan lingkungan, meningkatkan tekanan migrasi dan
perdagangan obat-obat terlarang, serta terhadap terjadinya konflik dan peperangan
(Gilpin, 1987; George, 1992).
F. Solusi Utang Luar Negeri
1. Pertama, Debt swap. Solusi yang paling sederhana mengatasi utang luar negeri
adalah dengan mengoptimalkan restrukturisasi utang, khususnya melalui skema debt
swap, di mana sebagian utang luar negeri tersebut dikonversi dalam bentuk progran
yang berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat, pemeliharaan lingkungan,dan
sebagainya. Program debt swap seperti ini sudah dijalankan dengan pemerintah
Jerman, sebesar DM50 juta (Rp250 miliar) dari total utang sebesar DM178 juta, yang
dikonversi dalam bentuk proyek pendidikan.
2. Kedua. Diplomasi ekonomi. Menurut Rachbini. 1994, masalah utang LN tidak bisa
lagi diselesaikan dengan terapi fiskal dan teknis ekonomi belaka. Potensi internal
ekonomi kita tidak cukup kuat untuk melayani utang luar negeri yang salah dalam
pengelolaannya. Kita tidak bisa secara terus-menerus menjadi "good boy" dengan
melayani seluruh cicilan tersebut karena sumber ekonomi dalam negeri akan terus
terkuras dan mengganggu kestabilan ekonomi serta politik.
Suatu pendekatan diplomasi ekonomi politik harus terus menerus dijadikan program
aksi (action program) untuk menghadapi lembaga dan negara donor. Diplomasi
ekonomi juga penting dilembagakan dengan sasaran untuk memperoleh keringanan
dan penghapusan sebagian hutang sehingga proses pengurasan sumberdaya dapat
dihambat.
3. Ketiga. Adalah cara yang lebih berani seperti yang ditawarkan oleh mantan kepala
BAPPENAS Kwik Kian Gie, dalam hal utang luar negeri, harus ada keberanian untuk
menggugat dan tidak membayar sesuai jadwal karena pada kenyataanya Indonesia
tidak dapat membayar kembali utang dan bunga yang jatuh tempo. Hutang tersebut
hanya bisa dibayar dengan cara melikuidasi kekayaan negara. Dalam hal utang dalam
negeri, supaya menarik kembali OR yang masih dalam penguasaan pemerintah
melalui bank-bank yang masih milik pemerintah.
4. Keempat. Adalah cara yang datang dari potensi internal pemerintah sendiri yaitu
dengan menjaga kinerja makro-ekonomi dalam posisi yang stabil dan menstop hutang
baru. Untuk tawaran terakhir ini, paling tidak terdapat tiga asumsi dasar yang harus
dipenuhi agar kita dapat keluar dari debt trap. Asumsi dasar pertama adalah laju
pertumbuhan ekonomi harus dijaga pada level antara minimum 3% setahun dan
maksimum 7% setahun. Angka terakhir pernah tercapai di masa Orde Baru, tetapi
didasari oleh penjagaan keamanan yang keras dan otoriter dan arus modal masuk yang
puluhan milyar setahun. Asumsi dasar kedua adalah menjaga tingkat inflasi tetap
rendah-rendah (di bawah 10% setahun, idealnya 6%), medium (sekitar 10% setahun)
dan tinggi (di atas 10% setahun)- Semakin rendah inflasi semakin baik oleh karena
pengeluaran untuk membayar bunga utang rekap perbankan dalam negeri akan turun
banyak, dan inflasi rendah akan merangsang pertumbuhan ekonomi dan masuknya
modal dari luar.Asumsi ketiga adalah dalam beberapa tahun kedepan diharapkan tidak
ada lagi penambahan stock hutang yang ada. Ini berarti bahwa di dalam negeri tidak
akan ada krisis perbankan lagi yang mengharuskan pemerintah mengeluarkan obligasi
baru untuk menyelamatkan sistim perbankan. Asumsi ini juga berarti tidak ada
tambahan utang luar negeri. Maka, kalau laju pertumbuhan ekonomi mulai tahun ini
bisa mencapai 7% setahun dan inflasi hanya 6% setahun, dan pemerintah tidak perlu
menambah stock utang lagi, maka (pasti) beban angsuran utang turun dan sebagai
akibatnya kita tidak perlu lagi membebani generasi mendatang dengan cicilan
hutang.Kedepan, untuk mengantisipasi jeratan utang yang sangat membebani bangsa
dan negara ini, maka pemerintah harus mempunyai kemauan politik dan itikad baik
untuk mengakhiri semua hasrat berhutangnya, dan menolak secara tegas pengaruh dan
tekanan dari pihak negara mana pun yang berkepentingan menjerat negara ini dengan
utang yang sebesar mungkin.
Neraca Pembayaran Indonesia
Dalam era globalisasi seperti ini dimana perdagangan dari berbagai penjuru negara
dapat bebas masuk melalui kecanggihan ilmu pengetahuan dan teknologi yang hampir
tak terbatas. Akan semakin mudah dalam melakukan pedagangan antar regional
bahkan seluruh dunia. Tentu juga setiap Negara ingin memanfaat potensi perdagangan
di era globalisasi ini sebaik baiknya. Tetapi, perdagangan antar Negara ini juga harus
diatur agar perdagangan antar Negara aman, lancer, dan terkendali. Maka munculah
organisasi perdagangan dunia seperti : WTO, APEC dan AFTA mempunyai ketentuan-
ketentuan dasar yaitu keterbukaan Pasar harus dilaksanakan dengan konsekuen agar
negara berkembang seperti Indonesia benarbenar mempunyai kesempatan untuk
memanfaatkan dampak-dampak positif dari Peranan Bidang Perkapalan dan Pelayaran
Niaga dalam Perdagangan 15 perdagangan bebas, terutama keterbukaan perdagangan
antara negara ASEAN yang memberikan kesempatan kepada tiap negara untuk saling
mengisi peluang pasar yang ada sesuai kemampuan produksi masing-masing Negara.

https://www.google.co.id/?
gws_rd=cr&ei=l0a7VuaRBoH_ugTRg4fQCg#q=hubungan+hutang+luar+negeri+den
gan+perdagangan+luar+negeri+dan+neraca+pembayaran+Indonesia

5. Komponen NPI dan tujuan kebijakan NPI


Secara umum ada tiga komponen neraca pembayaran yaitu neraca transaksi berjalan,
transaksi modal dan juga komponen cadangan devisa.

1. Transaksi Berjalan
Menurut Tulus Tambunan neraca transaksi berjalan merupakan komponen dari
neraca pembayaran yang mencatat perdagangan, neraca jasa, pendapatan atau
investasi dan transaksi unilateral.
Transaksi berjalan merupakan salah satu komponen yang sangat penting bagi neraca
pembayaran karena menunjukkan kemampuan suatu negara beserta masyarakatnya
dalam berbisnis internasional. Dan setiap aliran dana masuk yang berasal dari
transaksi berjalan ini merupakan hasil dari perdagangan maupun investasi yang
dilakukan masyarakat maupun pemerintah yang berupa dana segar yang tidak
memiliki biaya, lain halnya dengan aliran dana masuk dari neraca modal yang
memiliki biaya seperti bunga, deviden, vee dan lain lain. Selain itu neraca transaksi
berjalan menunjukkan kemampuan masyarakat dalam mengkonsumsi produk-produk
luar negeri.
Neraca transaksi berjalan mencatat transaksi barang jasa yaitu mencakup neraca
perdagangan ditambah dengan ekspor impor jasa termasuk pembayaran royalty,
deviden, bunga, pengeluaran militer dan turis, dan pembayaran hibah atau unilateral
transfer. Pembayaran hibah ini dapat diberikan kepada individu maupun pemerintah.
Pembayaran bunga dan deviden atas penggunaan modal asing dicatat di sisi debit
begitu pula sebaliknya pendapatan bunga, deviden swerta royalty dcatat di sisi kredit
atau arus pemasukan.
1. a. Neraca Perdagangan
Neraca perdagangan merupakan salah satu komponen penting dari neraca
pembayaran yangmencatat arus barang atau ekspor dan impor yang biasanya
dinyatakan dalam dolar AS. Neraca Perdagangan mengukur perbedaan antara ekspor
dan impor suatu negara dengan negara lainnya di dunia (N. Gregory Mankiw,
2002). Ekspor barang dan jasa dicatat disisi kredit sedangkan impor barang dan jasa
dicatat di sisi debit. Neraca perdagangan dikatakan positip apabila nilai ekspor barang
lebih besar dari nilai impornya, sedangkan neraca perdagangan yang negatip apabila
nilai impor lebih besar dari pada nilai ekspor.
No. Surplus Perdagangan Perdagangan Berimbang Defisit Perdagangan
1. Ekspor Impor Ekspor = Impor Ekspor Impor
2. Ekspor Netto 0 Ekspor Netto = 0 Ekspor Netto 0
3. YC+I+G Y=C+I+G YC+I+G
4. Tabungan Investasi Tabungan = Investasi Tabungan Investasi
Arus Modal Arus Modal Arus Modal
5. Keluar Netto 0 Keluar Netto = 0 Keluar Netto 0
Dalam neraca perdagangan biasanya dibedakan antara ekspor dan impor
primer (pertambangan dan pertanian) dengan ekspor dan impor non primer dan di
Indonesia hal ini dibagi menjadi dua kategori yaitu ekspor-impor migas dan ekspor-
impor non migas.
Saldo neraca perdagangan Indonesia berbeda menurut negara mitra dagangnya,
karena pola perdagangan luar negeri Indonesia tidak sama dengan setiap negara.
Misalnya perdagangan Indonesia dengan negara-negara sedang berkembang lainnya
lebih didominasi oleh komoditas-komoditas pertanian dan pertambangan, sedangkan
negara-negara maju lebih banyak dari kategori produk manufaktur, mulai dari barang
konsumsi sederhana hingga berbagai macam alat transportasi.
1. b. Neraca Jasa
Neraca jasa mencatat ekspor-impor jasa seperti ongkos pengangkutan untuk
perdagangan, ongkos transportasi lainnya, asuransi, perjalanan luar negeri dan jasa-
jasa lainnya. Neraca Jasa dikatakan positip apabila lebih banyak menjual jasa keluar
negeri dari pada membelinya dari negara-negara lain, sedangkan neraca jasa yang
negatip adalah apabila suatu negara lebih banyak membeli jasa pihak luar dari pada
menjual jasanya keluar negeri. Neraca jasa di Indonesia selalu menjadi masalah dalam
transaksi berjalan karena neraca jasa saldonya tiap tahun selalu negative, deficit ini
disebabkan oleh nilai impor Indonesia dalam transaksi jasa (migas dan nonmigas)
selalu lebih besar dari nilai ekspornya. Hal ini menunjukkan bahwa sektor jasa di
Indonesia, termasuk sektor transportasi, komunikasi dan asuransi, memang masih
relative lemah dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura.
1. c. Pendapatan Atas Investasi
Pendapatan yang didapat dari investasi langsung maupun investasi portofolio
dan pendapatan ini bisa dalam bentuk bunga, deviden, fee, royalty dan lain-lain.
1. d. Transaksi Unilateral
Merupakan transaksi satu arah yang tidak menimbulkan hak maupun
kewajiban secara yuridis bagi si penerima dan juga tidak menimbulkan kewajiban
untuk melakukan pembayaran bagi si pemberi. Yang termasuk dalam hal ini adalah
pemberian bantuan (aid) dan hadiah (gift).

2. Neraca Modal
Merupakan bagian dari neraca pembayaran yang mencerminkan perubahan-
perubahan dalam kepemilikan asset jangka pendek dan jangka panjang (seperti saham
obligasi dan real estate) suatu negara, yang meliputi:
a) Arus modal masuk tercatat sebagai kredit karena suatu negara menjual asest
berharga kepada pihak asing untuk memperoleh uang tunai.
b) Arus modal keluar tercatat sebagai debit karena suatu negara membeli asset
berharga dari pihak luar negeri (pihak asing)
c) Transaksi-transaksi neraca modal diklasifikasikan sebagai investasi portofolio,
langsung atau jangka pendek.

Neraca Modal dapat diklasifikasikan kedalam 2 bagian yaitu :


a. Aliran Modal Jangka Panjang
Aliran modal ini terdiri dari aliran modal resmi yang merupakan pinjaman dan
pembayaran diantara badan-badan pemerintah di suatu negara dengan negara-negara
lain serta investasi langsung oleh pihak swasta (Penanaman Modal Langsung) yang
merupakan investasi dalam bentuk pendirian perusahaan-perusahaan seperti
perusahaan perindustrian, pertambangan dsb. Aliran modal Jangka Panjang yang
positip dapat diartikan bahwa lebih banyak modal yang diterima dari luar negeri
daripada yang dibayarkan keluar negeri. Aliran modal jangka panjang pada
prinsipnya dapat meningkatkan anggaran pembangunan pemerintah dan investasi
sektor swasta (Tavi Supriana).
b. Aliran Modal Keuangan Swasta
Modal swasta merupakan aliran modal dalam bentuk tabungan atau investasi
keuangan yang dapat dengan cepat ditukarkan kembali kepada valuta yang asal atau
valuta lainnya (hot money), hal ini disebabkan karena dana tersebut dapat mengalir
dari suatu negara ke negara lain dengan mudah dan dalam waktu yang cepat.
Untuk dapat membeli asset luar negeri diperlukan valuta asing, dengan demikian arus
modal netto menggambarkan demand terhadap valuta asing. Nilai valuta asing
ditentukan oleh demanf valas untuk membeli barang-barang atau jasa dan demand
terhadap valas untuk membeli asset. Neraca modal adalah ukuran investasi jangka
pendek dan jangka panjang suatu negara, termasuk investasi langsung luar negeri dan
investasi dalam sekuritas.

3. Komponen Cadangan Devisa


Mengukur perubahan-perubahan dalam cadangan internasional yang dimiliki
oleh otoritas keuangan suatu negara. Hal ini mencerminkan surplus atau deficit
transaksi ekonomi neraca berjalan dan neraca modal suatu negara yang dihasilkan
dengan mencari nilai selisih (netting) dari cadangan asset dan cadangan hutang.
Cadangan devisa terdiri dari:
Cadangan internasional yang terdiri dari emas dan asset luar negeri yang dapat
diperdagangkan
Peningkatan dalam tiap asset tercatat sebagai debit
Penurunan cadangan asset tercatat sebagai kredit.

4. Keseimbangan Neraca Pembayaran


Neraca Pembayaran selalu seimbang karena aliran uang dan modal ke luar
negeri adalah sama dengan aliran uang dan modal yang masuk ke negara
tersebut. Keseimbangan tersebut dicapai karena adanya cadangan valuta asing yang
dimiliki negara tersebut.
Contohnya :
a. Neraca Berjalan : +40 T
b. Neraca Modal jangka panjang : +20 T
c. Modal Keuangan Swasta : -30 T
Neraca Total : +30 T
d. Perubahan cadangan mata uang asing : -30 T
https://www.academia.edu/9819538/Analisis_Neraca_Pembayaran
(lebih lengkap, ada NPI tahun 2014 nya)

Anda mungkin juga menyukai