Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN LENGKAP

PRAKTIKUM I

PENGARUH SALINITAS TERHADAP BIOTA LAUT (Ikan Amphiprion sp.)

NAMA : MUHAMMAD ASRI


NIM : L111 14 026
KELOMPOK : II (DUA)
ASISTEN : ANISSA ZURIYAH K.

LABORATORIUM EKOTOKSIKOLOGI LAUT


JURUSAN ILMU KELAUTAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
I. PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Salinitas (kadar garam) adalah jumlah kandungan bahan padat dalam satu

kilogram air laut, dalam hal ini, seluruh karbonat telah diubah menjadi oksida,

brom dan yodium yang telah disetarakan dengan klor dan bahan organik yang

telah dioksidasi. Salinitas merupakan faktor yang mempengaruhi kadar oksigen

terlarut dalam air (Kharisma, 2007).

Secara langsung, salinitas media akan mempengaruhi tekanan osmotik

cairan tubuh ikan. Apabila osmotik lingkungan (salinitas) berbeda jauh dengan

tekanan osmotik cairan tubuh (kondisi tidak ideal) maka osmotik media akan

menjadi beban bagi ikan sehingga dibutuhkan energi yang relatif besar untuk

mempertahankan osmotik tubuhnya agar tetap berada pada keadaan yang ideal

(Kharisma, 2007).

Kandungan salinitas yang tinggi juga dapat menyebabkan ketidak

seimbangan proses metabolisme tubuh biota laut. Oleh karena itu, praktikum

pengaruh salinitas terhadap biota laut (Ikan Amphiprion sp.) penting untuk

dilakukan.

B. Tujuan dan kegunaan

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengamati pengaruh salinitas yang

berbeda terhadap proses osmoregulasi pada organisme biota laut (ikan).

Kegunaan dari praktikum ini adalah agar praktikan dapat melihat secara

langsung proses osmoregulasi biota laut (ikan) pada salinitas yang berbeda.

C. Ruang Lingkup

Praktikum pengaruh salinitas terhadap biota laut (Ikan Amphiprion sp.)

meliputi pengamatan tingkah laku, pengamatan aktifitas gerak, pengamatan dan


perhitungan jumlah bukaan operkulum, pengamatan lendir dan perhitungan berat

ikan Amphiprion sp.


II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Osmoregulasi

Osmoregulasi adalah suatu proses pengaturan tekanan osmosis, yaitu

usaha biota laut untuk mengkontrol keseimbangan air dan ion dalam tubuh

dengan lingkungannya. Osmoregulasi penting dilakukan oleh biota laut karena

harus terdapat keseimbangan antara substansi tubuh dan lingkungan dan

membran sel yang permeable merupakan saluran beberapa substansi yang

bergerak cepat, serta adanya perbedaan tekanan osmosis antara cairan tubuh

dan lingkungan (Susanto, 2013).

Regulasi ion dan air pada biota laut dapat terjadi secara hipertonik

(hiperosmotik), hipotonik (hipoosmotik) atau isotonik (isoosmotik). Bagi golongan

ikan Potadromous yang bersifat hiperosmotik, air bergerak ke dalam tubuh dan

ion keluar dari tubuh ke lingkungan perairan melalui proses difusi. Keseimbangan

cairan tubuh terjadi melalui cara dengan sedikit meminum air bahkan tidak

minum air sama sekali. Apabila terdapat kelebihan air dalam tubuh, maka air ini

dikeluarkan melalui urine. Bagi golongan ikan Oseanodromous yang bersifat

hipoosmotik terhadap lingkungannya, air mengalir secara osmosis dari dalam

tubuhnya melalui ginjal, insang dan kulit ke lingkungan, sedangkan ion - ion

masuk ke dalam tubuhnya melalui proses difusi. Bagi golongan ikan eurihaline,

maka pengaturan ion dilakukan secara isoosmotik (Lantu, 2010).

Proses osmoregulasi pada ikan air tawar menurut Karnaky, J.(1998) dalam

Lantu (2010) menyatakan bahwa konsentrasi garam pada tubuh ikan air tawar

lebih tinggi dibandingkan lingkungannnya, sehingga kandungan garam lebih

sering dikeluarkan ke perairan. Untuk mengatasi hal ini, ikan melakukan proses

osmoregulasi dengan beberapa cara, diantaranya mereka akan mengkonsumsi

sejumlah air yang banyak dan sebagai konsekuensinya akan memproduksi


sejumlah besar urine (10 - 20 kali sama seperti hewan mamalia di darat). Cara

yang lain adalah golongan ikan ini memiliki pompa ion di bagian ginjal yang akan

menangkap garam dari air serta melepaskan amoniak dan hasil buangan lainnya

(Lantu, 2010).

Proses osmoregulasi pada ikan air laut memiliki masalah yang sama tapi

kebalikan dari ikan tawar. Air laut mengandung konsentrasi garam yang lebih

tinggi dibandingkan dengan kandungan garam yang ada ditubuh ikan. Sebagai

hasilnya, garam cenderung masuk ke tubuh ikan sehingga ikan harus

menggunakan ginjalnya sertaf pompa ionnya untuk mengeluarkan kelebihan

garam (Lantu, 2010).

B. Pengaruh Salinitas Terhadap Biota Laut

Salinitas merupakan salah satu faktor pembatas yang berpengaruh pada

tingkat konsumsi. Salinitas merupakan masking faktor yang dapat menjadi suatu

pengaruh yang berdampak pada biota laut. Salinitas sebagai salah satu

parameter kualitas air berpengaruh secara langsung terhadap metabolisme

tubuh ikan, terutama proses osmoregulasi (Yurisma, 2013).

Salah satu aspek fisiologi ikan yang dipengaruhi oleh salinitas adalah

tekanan osmotik dan konsentrasi cairan tubuh serta kebutuhan oksigen.

lingkungan perairan dengan perubahan salinitas dapat mempengaruhi laju

konsumsi oksigen (LKO) ikan. Kajian mengenai LKO terkait dengan biologi ikan

sangat penting untuk dilakukan, serta konsumsi oksigen dapat dihitung dan

digambarkan dengan LKO (Laju Konsumsi Oksigen), karena LKO dapat

digunakan untuk menentukan berapa banyak energi metabolik yang dibutuhkan

untuk proses metabolisme (Yurisma, 2013).


C. Fisiologi Ikan Amphiprion sp.

Semua ikan badut hidup bersimbiosis mutualisme dengan anemon tertentu.

Ikan badut tidak dapat pergi jauh dari anemone sebagai inangnya. Ikan badut

biasanya bersimbiosis dengan Stichodactylamertensii di laguna. Sementara di

habitat terumbu karang terluar paling sering ditemukan Heteractis magnifica. Ikan

badut umumnya hidup berpasangan, tetapi dalam anemone laut yang berukuran

besar pasangan ikan laut akan saling berbagi tempat (Allen, 1991).

Klasifikasi ikan badut menurut Michael (2008) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Actynopterigii
Subkelas : Neopterygii
Ordo: Perciformes
Subordo : Labroidei
Famili : Pomacentridae
Subfamili : Amphiprioninae
Genus : Amphiprion
Spesies : Amphiprion sp.

Gambar 1. Morfologi Ikan Amphiprion sp. (Michael, 2008).

Ikan Amphiprion sp. atau sering disebut juga dengan Anemone fish (ikan

yang hidup diantara anemon) memiliki badan berwarna dasar kuning kecoklatan
dengan tiga belang berwarna putih (white band) dan sedikit warna hitam di

bagian kepala, badan dan pangkal ekor. Tulang di muka dan di bawah mata tidak

berduri panjang, bergigi pendek, jari - jari keras sirip punggungnya tidak sama

panjang, memiliki 11 jari - jari pada sirip dorsal dan 17 jari - jari pada pectoral,

dan di alam dijumpai dapat mencapai panjang 110 mm (Allen, 1991).

Ikan Amphiprion sp. merupakan ikan karang tropis yang hidup di perairan

hangat pada daerah terumbu dengan kedalaman kurang dari 50 meter dan berair

jernih. Dengan daerah penyebaran di Samudera Pasifik (Fiji), Laut Merah,

Samudra Hindia (Indonesia, Malaysia, Thailand, Maladewa, Burma), dan Great

Barrier Reef Australia. Kondisi parameter kualitas air yang sesuai bagi ikan

Amphiprion sp. adalah pada suhu air berkisar 25 - 33 oC, oksigen terlarut 3,5 -

4,6 ppm, salinitas 26 - 32 ppt, pH 7, 8 - 8, 6 dan amonia kurang dari 1 ppm

(Allen, 1991).

Keindahan warna tubuh clownfish inilah yang membuat ikan Amphiprion

sp. ini menjadi favorit masyarakat. Ikan Amphiprion sp. diketahui mempunyai

daerah penyebaran yang luas, terutama diseputar perairan Indo Pasifik. Pada

perairan bebas, ikan ini dapat dijumpai di laguna laguna berbatu di sekitar

terumbu karang atau daerah dengan kedalaman kurang dari 50 meter dengan

perairan jernih. Ikan ini mengkonsumsi udang, alga dan zooplankton disekitar

habitatnya (Michael, 2008).

Ikan Amphiprion sp. melakukan simbiosis mutualisme dengan anemon laut.

Anemon laut berguna sebagai pelindung bagi ikan ini dari para predator,

sedangkan ikan badut membantu anemon dari sisa - sisa makananya. Dari

interaksi inilah yang membuat ikan badut juga sering dijuluki ikan anemon

(anemone fish) (Michael, 2008).


III. METODOLOGI

A Waktu dan Tempat

Praktikum pengaruh salinitas terhadap biota laut (ikan Amphiprion sp.)

dilaksanakan pada hari Rabu 13 April 2016, pukul 09:00 11:00 WITA.

Bertempat di Laboratorium Ekotoksikologi, Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu

Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar.

B Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah toples sebagai wadah

pengamatan sampel ikan; timbangan digital sebagai alat untuk menimbang bobot

sampel ikan; baskom sebagai wadah sampel ikan; timba sebagai tempat untuk

memindahkan ikan Amphiprion sp. dari baskom ke toples; kain lap berfungsi

untuk mengeringkan meja yang basah; handrefaktrometer digunakan sebagai

alat pengukur salinitas; kamera digunakan untuk mendokumentasikan kegiatan

praktikum serta hand tally counter digunakan untuk menghitung jumlah bukaan

operkulum.

Bahan yang digunakan adalah ikan Amphiprion sp. sebagai sampel yang

akan diamati, aiir laut sebagai media sampel ikan; aquades sebagai bahan

campuran untuk perubahan salinitas; tissue roll berfungsi untuk melapisi

permukaan timbangan analitik saat dilakukan penimbangan berat ikan

Amphiprion sp. dan label untuk menandai toples yang digunakan.

A. Prosedur Kerja

Pertama adalah menyiapkan toples yang telah bersih dan memberi

label masing masing 0, 5, 15, 25 dan 32 ppt kemudian menyiapkan air

dengan konsentrasi yang diinginkan dengan cara mengencerkan air laut

yang bersalinitas tinggi (menggunakan rumus pengenceran, N1.V1 =


N2.V2). setelah itu mengisi kelima toples dengan air yang salinitasnya

sesuai dengan konsentrasi label pada toples kemudian mengukur

salinitas air atau media asal organisme yang dijadikan sebagai hewan uji.

Setelah itu, menimbang ikan dan memasukkan ikan secara perlahan 2

ekor ikan (hewan uji) ke dalam tiap toples kemudian menghitung bukaan

operkulum setiap 1 menit pertama pada menit 0, 15, 30, 45. Setelah 1

menit pertama menghitung bukaan operkulum, kemudian mengamati

tingkah laku, dan aktifitas gerak sampel ikan selama 1 jam dan mecatat

hasil pengamatan.

B. Analisis Data
Adapun rumus yang digunakan pada analisis data dalam

menentukan jumlah konsentrasi salinitas yang diberikan pada ikan adalah

N1.V1 = N2.V2
Dimana :
N1 = Salinitas awal
V1 = Volume awal
N2 = Salinitas akhir
V2 = Volume akhir

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil

Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, maka diperoleh hasil

pengamatan ikan Amphiprion sp. sebagai berikut :

Tabel 1. Pengamatan bukaan operkulum ikan Amphiprion sp.


WaktuPengamatan ( Menit )
PPT
0 15 30 45
0 63 59 45 40
5 52 37 35 34
15 85 50 40 38
25 78 52 48 40
32 78 25 38 38

Tabel 2. Pengamatan aktifitas gerak ikan Amphiprion sp.

WaktuPengamatan ( Menit )
PPT
0 15 30 45
0 +++ +++ ++ +
5 +++ +++ ++ +
15 +++ +++ + +
25 +++ ++ ++ +
32 ++ +++ ++ ++
Keterangan :
+++ = Aktif
++ = Sedang
+ = Pasif
Tabel 3. Pengamatan lendir dan bobot ikan Amphiprion sp.

Bobot Ikan Kandungan lendir


PPT
Sebelum Sesudah Jumlah
0 3.1 3.2 Banyak
5 3.8 3.76 Sedikit
15 3.63 3.55 Banyak
25 4.23 4.24 Banyak
32 3.50 3.59 Banyak
Tabel 4. Pengamatan tingkah laku ikan Amphiprion sp.
WaktuPengamatan ( Menit )
PPT
0 15 30 45
Melemah dan
Melemah,dan
Aktif dan selalu berdempet pada
Aktif,selalu selalu didasar
0 berpindah tempat.
bergerak dari
toples dan
ikan yang
satu arah. kedua,hingga
berdempetan.
dia mati.
Kepala
Panik, berkelahi, Berkelahi, Tidak aktif
naik/turun,
aktif, mengeluarkan berada didasar, bergerak,
5 Urin dan berpindah
berkelahi, aktif,
gerakan mulai berada didasar,
berpindah
tempat. lambat. gerakan lambat.
tempat.
15 Bergerak dengan Pergerakannya Pergerakannya Pergerakannya
cepat, dan selalu mulai normal, mulai menurun mulai tidak aktif
berpindah posisi. aktif. dan hanya dan saling
berada pada beradu.
posisi satu titik.
Cara berenang
Masih normal,
Mulai menurun, miring, bergerah
Panik, aktif dan berada
cara berenang kepermukaan
25 langsung kedasar didaerah satu
miring, dan wadah lalu turun
wadah. titik/dasar
naik turun. kembali
wadah.
kedasar.
Pergerakannya
Bergerak
Berenangnya Pergerakannya berada hanya
32 panik, dan aktif mulai normal. dalam satu
dengan lambat
dan miring.
titik.

B. Pembahasan

Pemberian konsentrasi salinitas yang berbeda beda pada sampel

ikan disetiap wadah pengamatan memberikan pengaruh yang berbeda

beda terhadap setiap sampel uji coba. Sampel ikan mulai melemah pada

konsentrasi salinitas yang rendah. Semakin rendah konsentrasi yang

diberikan, sampel ikan sudah tidak mampu mentolerir konsentrasi

tersebut. Hal tersebut disebabkan karena kondisi lingkungan yang dapat

ditolerir oleh sampel tersebut memiliki konsentrasi salinitas yang tinggi.

Pemberian konsentrasi salinitas yang berbeda beda juga

mempengaruhi bobot sampel ikan dimana pada saat sebelum diberi

perlakuan, bobot ikan lebih berat dibandingkan setelah diberi perlakuan.

Hal tersebut disebabkan karena sampel ikan berusaha untuk beradaptasi

terhadap konsentrasi salinitas yang berbeda dengan lingkungan awalnya.

Setelah sampel ikan diberikan perlakuan, sampel ikan mengeluarkan zat

dari dalam tubuhnya berupa lendir yang merupakan hasil dari proses

osmoregulasi yang terjadi dalam tubuh ikan. Kandungan lendir yang

dimiliki setiap sampel ikan berbeda beda tergantung dari jumlah

konsentrasi salinitas yang diberikan. Menurut Affandi (2001) mengakatan

bahwa kandungan kadar garam suatu media berhubungan erat dengan

sistem osmoregulasi pada ikan. Setiap biota laut memiliki tekanan


osmotik yang berbeda beda dengan lingkungannya sehingga biota laut

berupaya untuk mencegah kelebihan air atau kekurangan air agar proses

proses fisiologis dalam tubuhnya berlangsung secara normal.

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan dapat

disimpulkan bahwa pemberian konsentrasi salinitas yang berbeda

berbeda terhadap sampel ikan memiliki pengaruh yang berbeda beda

terhadap osmoregulasi sampel tersebut. Semakin rendah konsentrasi

salinitas yang diberikan, semakin lemah tingkat osmoregulasi ikan.

B. Saran

Sebaiknya sarana dan prasarana laboratorium lebih dilengkapi demi

kelancaran dan kenyamanan kegiatan praktikum kedepannya.


DAFTAR PUSTAKA

Affandi. 2001. Fisiologi Hewan Air. Unri. Press : Riau.


Allen, G. R. 1991. Damselfishes of the world. Germany, Hans A. Baensch.

Kharisma, N. H dkk. 2007. Fisiologi Hewan Air. Gramedia : Jakarta.


Lantu, S. 2010. Osmoregulasi pada Hewan Akuatik [Jurnal]. Jurusan Perikanan
dan Kelautan UI : Jakarta. Hal : 98.
Michael. 2008. Molecular Ecology Universa Press, Wetteren : Belgium.
Sosanto, G. N. 2013. Osmoregulasi Pada Ikan. Kanisius : Yogyakarta.

Yurisma, E. H dkk. 2013. Pengaruh Salinitas yang Berbeda terhadap Laju


Konsumsi Oksigen Ikan [Jurnal]. Jurusan Sains dan Seni : Jakarta. Hal :
75.

Anda mungkin juga menyukai