Anda di halaman 1dari 60

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus dengan judul:

Stroke Non Hemoragik

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf RS. Pertamina Bintang Amin Bandar
Lampung

Disusun oleh:

Wira Rila Zulma,S.Ked

11310430

Telah diterima dan disetujui oleh dr.Fitriyani, Sp.S , M.Kes selaku dokter penguji
dan pembimbing departemen neurologi RS. Pertamina Bintang Amin Bandar
Lampung

Bandar Lampung, Februari 2017

Mengetahui,

dr.Fitriyani, Sp.S , M.Kes

1
DAFTAR ISI

JUDUL

LEMBARNPENGESAHAN 1

DAFTAR ISI ..... 2

BAB I STATUS PASIEN

A. Identitas.....3
B. Riwayat Penyakit .....3
C. Pemeriksaan Fisik ....5
D. Pemeriksaan Neurologis...7
E. Resume....13
F.Diagnosis ............14
G. Diagnosa dan Diagnosa Banding ..........14
H. Penatalaksanaan.........14
I. Pemeriksaan Penunjang..13
J. Prognos....17

BAB II ANALISIS KASUS .......18

BAB III TINJAUAN PUSTAKA........21

DAFTAR PUSTAKA

2
BAB I

STATUS PASIEN NEUROLOGI

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. N
Umur : 77 tahun
Alamat : Jl. Tamin gang sumur santi no. 36 bukajawa
Tanjung Karang Barat
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
Status : Menikah
Suku bangsa : Jawa
Tanggal masuk : 13 Februari 2017

Ruang : Penyakit Dalam

MR : 08.38.04

II. RIWAYAT PENYAKIT


ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis terhadap anak kandung
pasien pada tanggal 16 Januari 2017 di ruang rawat inap penyakit dalam RS
Pertamina Bintang amin Bandar Lampung.

Keluhan utama : Lemah tubuh sebelah kanan

Keluhan tambahan : Penurunan kesadaran

Riwayat Penyakit Sekarang

O.S mengeluh lengan dan tungkai sebelah kanan terasa sangat lemas dan
susah digerakkan 1 hari yang lalu terjadi secara mendadak pada pagi hari saat os
sedang berbaring, awalnya os mengeluh tangan dan kaki kanannya terasa
kesemutan dan masih bisa digerakkan. Namun lama-kelamaan keluhan

3
dirasakan semakin berat sehingga sulit untuk digerakkan. berbicara kurang jelas,
os tidak mengeluh kesulitan dalan menelan makanan maupun minuman, 2 jam
setelah keluhan tersebut OS tampak tidak sadar, mengigau, tidak merespon saat
diajak komunikasi, tidak mau makan dan tidak mau minum. Sakit kepala yang
berat, rasa berputar,mual, muntah, gangguan penglihatan, kejang dan pingsan
sebelum timbul kelemahan disangkal oleh pasien.
Sebelumnya OS.telah dirawat selama 3 hari di bangsal penyakit dalam
dengan keluhan utama mencret sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit dan
diagnonis Gastroenteritis akut dehidrasi sedang + hipertensi heart disease.
Diberi obat ciprofloxacin 2x1, metronidazol flash, oralit 2x1 sachet,
ondansentron (k/p), micardis 1x1, furosemid 2x1 tab, neurobion drip 1x1.

Riwayat Penyakit Dahulu

Os baru pertama kali mengalami hal yang seperti ini. Os memiliki darah
tinggi sejak 8 tahun yang lalu dan tidak rutin kontrol. Os mengeluh kaki
bengkak sejak kurang lebih 1 tahun yang lalu, gampang lelah dan engap saat
melakukan aktivitas ringan. Os tidak pernah berobat karena menganggap
keluhan yang os rasakan adalah penyakit orang tua. Riwayat trauma(-) riwayat
kencing manis (-) riwayat stroke (-)

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama.

Riwayat Kebiasaan
Os sering memakan makanan yang asin, suka meminum kopi, merokok
(-) Minum-minuman beralkohol (-).

Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien tinggal bersama anak ke 2 beserta menantu dan cucunya dengan
keadaan ekonomi yang kurang.

4
III. PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 16 Februari 2017
Status Present
- Keadaan umum : Tampak sakit berat
- Kesadaran : Stupor
- GCS : E2 M4 V2
- Tanda vital :
Tekanan darah : 150/100 mmHg
Nadi : 100 x/menit
Pernapasan : 28 x/menit
Suhu : 36,9oC

Status Generalis

a. Kepala
Rambut : Rambut berwarna hitam dan beruban
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik
(-/-), pupil isokor 3mm/3mm, Refleks cahaya (+)
Ptosis (-/-)
Hidung : Deformitas (-), nyeri tekan (-), krepitasi (-),
deviasi septum (-), sekret (-/-)
Telinga : Normal (+/+), nyeri tekan tragus (-/-),sekret
(-/-), membran timpani utuh (+/+), serumen (-/-)
Mulut : sudut bibir kanam sedikit turun, mukosa
kering (-) lidah sedikit mencong ke kanan.
Tenggorokan : Mukosa faring hiperemis (-); uvula
di tengah ; tonsil normal (T1/T1)

b. Pemeriksaan Leher
a) Pembesaran KGB : Tidak terdapat
pembesaran KGB
b) Pembesaran Tiroid : Tidak terdapat
pembesaran kelenjar tiroid
c) JVP :5 + 3 cm H2O

5
c. Pemeriksaan Toraks
Jantung
a) Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat
b) Palpasi : krepitasi (-/-), nyeri tekan (-/-)
c) Perkusi :
Batas atas kiri : ICS II linea parasternalis sinistra
Batas kanan : ICS V linea parasternalis dextra
Batas kiri : ICS V satu jari medial linea axillaris anterior
sinistra
d). Auskultasi :

Jantung : Bunyi jantung I dan II regular

suara tambahan : murmur (-), gallop (-)

Paru
a) Inspeksi : asimetris, gerakan dinding dada kiri
tertinggal, retraksi otot-otot pernapasan (-)
b) Palpasi : vocal fremitus tidak dapat
dilakukan
c) Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
d) Auskultasi : Suara tambahan ronkhi basah pada
lapangan atas paru sinistra. wheezing (-/-)

d. Pemeriksaan Abdomen
a) Inspeksi : Perut datar, massa (-), luka (-), defans muscular (-)
b) Auskultasi : Peristaltik usus (+) normal
c) Perkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomen
d) Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)

e. Pemeriksaan Ekstremitas
a) Superior : Akral hangat, sianosis dan edema tidak ada
b) Inferior :Akral hangat, sianosis dan edema tungkai (+) dextra sinistra

Status Neurologis

a. Rangsangan Meningeal

6
1. Kaku kuduk : - (tidak ditemukan tahanan pada tengkuk)
2. Brudzinski I : -/- (tidak ditemukan fleksi pada tungkai)
3. Brudzinski II : -/- (tidak ditemukan fleksi pada tungkai)
4. Kernig : -/- (tidak terdapat tahanan sblm mencapai 135/tidak
terdapat tahanan sblm mencapai 135)
5. Laseque : -/- (tidak timbul tahanan sebelum mencapai
70o/tidak timbul tahanan sebelum mencapai 70o)

b. Nervus Kranialis
1. N-I (Olfaktorius) : sulit dinilai

2. N-II (Optikus)
a. Tajam Penglihatan : sulit dinilai
b. Tes Warna : Tidak dilakukan pemeriksaan
c. Funduskopi : Tidak dilakukan pemeriksaan
d. Lapang pandang : Tidak dilakukan pemeriksaan

3. N-III, IV, VI (Okulomotorius, Trochlearis, Abducens)


Kelopak mata
o Ptosis : -/-
o Endopthalmus : -/-
o Exopthalmus : -/-
o Pupil : Isokor, bulat, 3mm/3mm

Reflek Pupil
o Refleks cahaya direk : +/+
o Refleks cahaya indirek : +/+
o Gerakan Bola Mata : sulit dinilai

4. N-V (Trigeminus)
a. Sensorik
N-V1 (ophtalmicus) : sulit dinilai
N-V2 (maksilaris) : sulit dinilai
N-V3 (mandubularis) : sulit dinilai

7
b. Motorik
M. maseter : Tidak dilakukan
M. temporalis : Tidak dilakukan
M. pterigoideus : Tidak dilakukan
c. Refleks

Refleks Kornea (Sensoris N.V, Motoris N.VII) :+

Refleks Bersin : Tidak dilakukan

5. N-VII (Fasialis)
o Inspeksi wajah sewaktu
Diam : tidak ada kelainan
Tersenyum : tidak dilakukan
Meringis : Tidak dilakukan
Menutup Mata : Tidak dilakukan
Mengangkat alis : Tidak dilakukan
Menutup Mata kuat-kuat : Tidak dilakukan

o Sensoris
Pengecapan 2/3 depan lidah : tidak dilakukan

6. N. VIII (Vestibulocochlearis)
a. Keseimbangan
Nistagmus : Tidak dilakukan
Tes Romberg : Tidak dilakukan
b. Pendengaran
Ketajaman Pendengaran : Sulit dinilai
Tinitus : Tidak dilakukan
7. N-IX, X (Glosofaringeus, Vagus)
Reflek Menelan : sulit dinilai
Suara Bindeng/Nasal : sulit dinilai
Refleks Batuk : Tidak dilakukan
Refleks Muntah : sulit dinilai
Peristaltik Usus : Normal
Bradikardi : Tidak ditemukan

8
Takikardi : Tidak ditemukan
Posisi Uvula : kesan ditengah, deviasi (-)
Posisi arkus faring : simetris

8. N-XI (Akesorius)
a. Kekuatan M. Sternokleidomastoideus : Tidak dilakukan
b. Kekuatan M. Trapezius : Tidak dilakukan

9. N-XII (Hipoglosus)
a. Atrofi lidah : (-)
b. tremor lidah : (-)
c. ujung lidah saat istirahat : (-)
d. fasikulasi : (-)

a. Sistem Motorik kanan/kiri


Kekuatan Otot : 1/5
2/5
Tonus :+
Klonus :-
Atrophi :-

Refleks Fisiologis
Biceps : +/+
Triceps : +/+
Achiles : +/+
Patella : /+
Refleks Patologis
Babinski : +/+
Oppenheim : -/-
Chaddock : -/-
Gordon : -/-
Scaeffer : -/-
Gonda : -/-

9
b. Sensibilitas
Eksteroseptif/ rasa permukaan (Superior/Inferior)
Rasa Raba : sulit dinilai
Rasa Nyeri : (+)
Rasa Suhu Panas : sulit dinilai
Rasa Suhu dingin : sulit dinilai
Priopioseptif/ rasa dalam
Rasa Sikap : tidak diperiksa
Rasa Getar : sulit dinilai
Rasa Nyeri Dalam : sulit dinilai
Koordinasi
Tes Tunjuk Hidung : tidak diperiksa
Tes Pronasi Supinasi : tidak diperiksa
Susunan saraf otonom
Miksi : tidak terkontrol
Defekasi : tidak terkontrol

Fungsi Luhur
Fungsi Bahasa : sulit dinilai
Fungsi Orientasi: sulit dinilai
Fungsi Memori : sulit dinilai
Fungsi Emosi : sulit dinilai
Skor Siriraj
Kesadaran : stupor (2)
Nyeri kepala : tidak (0)
Muntah : tidak (0)
Tekanan diastolik : 100
Ateroma: Hipertensi uncontrol (1)
Skor pasien:
(2,5 x 2) + (2 x 0) + (2 x 0) + (0,1 x 100) - (3 x 1) 12 = 0
infark cerebri

10
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG :
Hasil Laboratorium:
Hematologi
Hb :13,5 GDS : 101
Leukosit : 20.000 SGOT : 13
Eritrosit : 5,0 SGPT : 19
Ht : 39% Urea : 40
Trombosit : 245.000 Creatinin : 1,0
MCV : 82 Natrium : 144
MCH : 27 Klorida : 105
MCHC : 32 Kalium : 3,7

Rontgen thoraks :

Kesan :
- Kardiomegali (all-chamber) disertai suspek tanda-tanda edema paru dan
effusi pleura kiri serta effusi pleura kanan minimal.

11
Hasil CT-Scan :
Kesan :
Infark serebri multipel a/r ganglia basalis kiri dan substansia alba
periventrikuler lateralis kiri
Tidak tampak tanda-tanda SOL maupun perdarahan intra kranial

EKG

12
Irama : sinus iregular
Gelombang P tidak teridentifikasi dengan jelas
Gelombang R ke R interval ireguler
Gelombang T inverted pada lead 2, 3, AVF, V5, V6 adanya iskemia
miokard

RESUME
O.S mengeluh lengan dan tungkai sebelah kanan terasa sangat lemas dan
susah digerakkan 1 hari yang lalu terjadi secara mendadak pada pagi hari saat os
sedang berbaring, awalnya os mengeluh tangan dan kaki kanannya terasa
kesemutan dan masih bisa digerakkan. Namun lama-kelamaan keluhan
dirasakan semakin berat sehingga sulit untuk digerakkan. berbicara kurang jelas,
os tidak mengeluh kesulitan dalan menelan makanan maupun minuman, 2 jam
setelah keluhan tersebut OS tampak tidak sadar, mengigau, tidak merespon saat
diajak komunikasi, tidak mau makan dan tidak mau minum. Sakit kepala yang
berat, rasa berputar,mual, muntah, gangguan penglihatan, kejang dan pingsan
sebelum timbul kelemahan disangkal oleh pasien.
Os baru pertama kali mengalami hal yang seperti ini. Os memiliki
riwayat darah tinggi sejak 8 tahun yang lalu dan tidak rutin kontrol. Os
mengeluh sejak kurang lebih 1 tahun yang lalu kaki os sering bengkak, gampang
lelah dan engap saat melakukan aktivitas ringan. Os tidak pernah berobat karena
menganngap keluhan yang os rasakan adalah penyakit orang tua

13
Pemeriksan fisik kesadaran stupor, GCS E2V2M4 Tekanan darah :
150/100 mmHg, Nadi 100 x/menit, RR 28 x/menit dan Suhu 36,9 0C.
Pemerikasan motorik kekuatan otot kanan ektremitas atas dan bawah 1/2
ekstremitas kiri atas dan bawah 5/5 dan refleks fisiologis pada tubuh kanan
menurun, pada tubuh bagian kiri normal. refleks sensorik sulit dinilai, refleks
patologis anggota gerak kanan babinski (+), chadock (-), oppeinheim (-),
rangsang meingeal (-), skor siriraj (0).

V. DIAGNOSIS
Klinis : Hemiparese Dextra, penurunan kesadaran
Topis : Hemisfer Cerebri sinistra
Etiologi : Stroke Non Hemoragik

VI. DIAGNOSIS BANDING


Stroke Hemoragik
Congestif Heart Failure

VIII. PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa
- Pantau tanda-tanda vital
- Pemasangan oropharyngeal airway
- Simple face mask 8 L
- NGT
- Dower Cateter

Medikamentosa
Terapi :
IVFD RL xx tpm/mikro
Aspilet 80 mg 1x1
Citicholin inj. 250 mg / 12 jam
Cifroloxacin 2x1
Metronidazol 3x1 flash
Micardis 80 mg 1x1
Furocemid 1x1 inj
Zink tab 1x1

SARAN PEMERIKSAAN :

14
Pasang monitor
Cek Analisis gas darah
Cek elektrolit ulang
Cek darah lengkap ulang
Cek urine

SARAN PENATALAKSANAAN
Perlu dipertimbangkan pemakaian Endotracheal tube dengan
ventilator jika kesadaran semakin menurun.

IX. FOLLOW UP
Jumat, 17 / 02 / 2017 Sabtu, 18 / 02/ 2017
S : Badan lemah sebelah kanan, S : penurunan kesadaran
penurunan kesadaran
O: O:
KU : tampak sakit berat KU : tampak sakit berat
Kesadaran : stupor Kesadaran : stupor
GCS : E2V2M4 GCS : E2V2M4
TD : 140/100 mmHg TD : 150/90 mmHg
N : 112x/m N : 120x/m, ireguler
R: 26x/m R: 32x/m
S : 37,90 S : 37,70
Reflek Fisiologis +/+ Reflek Fisiologis +/+
Reflek Patologis Reflek Patologis
Babinski (+) Babinski (+)
Oppeinheim (-) Oppeinheim (-)
Chadock (-) Chadock (-)
Kekuatan otot atas &bawah: kanan 1/2 Kekuatan otot, atas dan bawah:
Kiri 5/5 kanan 1/2 , kiri 5/5

A : Hemiparese dextra + penurunan A : Hemiparese dextra +


kesadaran e.c Stroke Non Hemoragik + penurunan kesadaran e.c Stroke
Congestif Heart Failure + efusi pleura Non Hemoragik + Congestif
+ gastroenteritis Heart Failure + efusi pleura +

15
gastroenteritis

P: P:
Aspilet 80 mg 1x1 Aspilet 80 mg 1x1
Citicholin 250 mg 2x1 Citicholin 250 mg 2x1
Ciprofloxacin 250 mg/ flash Ciprofloxacin 250 mg/
Metronidazol 3x1 flash flash
Micardis 80 mg 1x1 Metronidazol 3x1 flash
Furosemid 1x1 tab Micardis 80 mg 1x1
Zink tab 1x1 Furosemid 1x1 tab
Zink tab 1x1
Sabtu /18/ 02/ 2017 pukul 12:32 wib

S:-
0:
GCS : E1V1M1
Kesadaran : koma
Nadi tidak teraba,
Arteri carotis tidak teraba,
Pupil midriasis total
EKG flat
A : Hemiparese dextra + penurunan
kesadaran e.c Stroke Non Hemoragik +
HHD + efusi pleura

P:
12: 45 dilakukan RJP sebanyak 5 siklus,
EKG flat
12: 55 epinrprin IV 1 amp, RJP

13:05 EKG flat, TD tidak terukur, nadi


tidak teraba, pupil midriasis total, a.

16
Carotis tidak teraba
13: 10 pasien dinyatakan telah
menninggal dunia oleh dokter jaga
ruangan.

X. PROGNOSA
o Quo ad Vitam : malam
o Quo ad Fungtionam : malam
o Quo ad Sanationam : malam

BAB II

PEMBAHASAN KASUS

Berdasarkan data-data yang didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik,


dan pemeriksaan penunjang dapat disimpulkan pasien menderita stroke non
hemoragik/iskemik disertai Congestif Heart Failure dan efusi pleura.

A. ANAMNESIS
Dari anamnesis data yang menunjang adalah defisit neurologis adalah
kelemahan tungkai dan lengan pada sisi kanan tubuh yang terjadi secara
mendadak pada pagi hari saat istirahat. Sakit kepala yang berat, muntah, kejang
demam,dan pingsan sebelum timbul kelemahan disangkal oleh pasien. 2 jam

17
kemudian os tampak tidak sadar, mengigau, tidak merespon saat diajak
komunikasi.
Dari anamnesis juga ditemukan faktor resiko stroke seperti penyakit
hipertensi yang tidak terkontrol. Selain itu juga kurang lebih sejak 1 tahun yang
lalu os mengeluh kaki kiri dan kanan sering brngkak, mudah lelah dan engap
saat melakukan aktivitas ringan. Dari riwayat tekanan darah tinggi yang tidak
terkentrol, gampang lelah dan sesak saat melakukan aktivitas ringan, udem pada
tungkai, usia 77 tahun, dari amannesis patut dicurigai os mengalami congestif
heart failure. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa, Congestif
heart failure adalah sindrom klinis (sekumpulan tanda dan gejala) disebabkan
oleh kelainan struktur dan ketidakmampuan kontraksi jantung memompa
sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan kelemahan, fatik,
kemampuan aktivitas fisik menurun dan gejala hipoperfusi lainnya.
Kriteria Framingham untuk diagnosis gagal jantung kongestif :
o Kriteria major
- Paroksismal mokturnal dispnea
- Distensi vena leher
- Ronki paru
- Kardiomegali
- Edema paru
- Gallop s3
- Peningkatan tekanan vena jugularis
- Refluks hepatojugular
o Kriteria minor
- Edema Ekstremitas
- Batuk malam hari
- Dipsnea deffort
- Hepatomegali
- Efusi pleura
- Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
- Takikardia
Diagnosis gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria major dan 2
kriteria minor.

B. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik yang menunjang ke arah diagnosis kerja adalah bukti
hipertensi pada pemeriksaan tanda vital. Hipertensi merupakan salah satu faktor
resiko penyebab tersering serangan stroke iskemik, maupun gagal jantung.

18
Hipertensi meningkatkan resiko terjadinya stroke sebanyak 4 sampai 6 kali.
Selain itu pada pemeriksaan JVP di dapatkan 5+3 cm H20, udem pada
ekstremitas dextra dan sinistra, batas jantung melebar, dan diperkuat oleh hasil
EKG yang memperlihatkan T inverted yang menandakan infark lama pada
miokard. Selain itu foto rontgent thorax juga memperlihatkan gambaran
kardiomegali all chambar yang memperkuat diagnosa gagal jantung. Data - data
yang oleh para peneliti menunjukkan bahwa kelainan jantung merupakan
kemungkinan sumber emboli pada 20-25 kasus infark serebri. Penyakit jantung
mempunyai faktor resiko 2x lebih besar untuk terjadinya infark serebri bila
disertai dengan faktor resiko lainnya.
Pada status neurologis didapatkan, GCS E2M4V2. Pasien mengalami
penurunan kesadaran dan jatuh dalam keadaan stupor, pasin hanya bereaksi saat
pemberian rangsang nyeri. Hal ini mempersulit pemeriksa untuk melakukan
beberapa pemeriksaan neurologis yang membutuhkan kekooperatifan. Pada
ekstremitas atas kanan didapatkan kekuatan otot 1, Ekstremitas atas kiri 5,
ekstremitas bawah kanan kekuatan otot 2, dan ekstremitas bawah kiri kekuatan
otot 5. Reflek fisiologis menurun dan ditemukan refleks babinski positif. Data-
data tersebut dapat mendukung diagnose hemiparese dextra krn terdapat
kelemahan pada tubuh kanan yang dibuktikan dengan pemeriksaan kekuatan
otot.
Pada pemeriksaan kaku kuduk (-), Refleks pupil isokor dengan diameter
3mm pada pupil okuli dextra dan sinistra.
Siriraj skor

Skor Stroke Siriraj


Rumus :
(2,5 x derajat kesadaran) + (2 x nyeri kepala) + (2 x muntah) + (0,1 x
tekanan diastolik) (3 x penanda ateroma) 12
Keterangan :
Derajat 0 = kompos mentis; 1 = somnolen;
kesadaran 2 = sopor/koma

Muntah 0 = tidak ada; 1 = ada


Nyeri kepala 0 = tidak ada; 1 = ada
Ateroma 0 = tidak ada; 1 = salah satu atau lebih (diabetes;

19
angina; penyakit pembuluh darah)
Hasil :
Skor > 1 Perdarahan supratentorial
Skor < 1 Infark serebri
Skor pasien:
(2,5 x 2) + (2 x 0) + (2 x 0) + (0,1 x 100) - (3 x 1) 12 = 0
infark cerebri

Secara kuantitatif, kesadaran dapat dinilai dengan menggunakan


Glasgow Coma Scale (GCS) yang meliputi pemeriksaan untuk Penglihatan/
Mata (E), Pemeriksaan Motorik (M) dan Verbal (V). Pemeriksaan ini
mempunyai nilai terendah 3 dan nilai tertinggi 15.

Pemeriksaan derajat kesadaran GCS untuk penglihatan/ mata:


E1 tidak membuka mata dengan rangsang nyeri
E2 membuka mata dengan rangsang nyeri
E3 membuka mata dengan rangsang suara
E4 membuka mata spontan
Motorik:
M1 tidak melakukan reaksi motorik dengan rangsang nyeri
M2 reaksi deserebrasi dengan rangsang nyeri
M3 reaksi dekortikasi dengan rangsang nyeri
M4 reaksi menghampiri rangsang nyeri tetapi tidak mencapai sasaran
M5 reaksi menghampiri rangsang nyeri tetapi mencapai sasaran
M6 reaksi motorik sesuai perintah
Verbal:
V1 tidak menimbulkan respon verbal dengan rangsang nyeri (none)
V2 respon mengerang dengan rangsang nyeri (sounds)
V3 respon kata dengan rangsang nyeri (words)
V4 bicara dengan kalimat tetapi disorientasi waktu dan tempat
(confused)
V5 bicara dengan kalimat dengan orientasi baik (orientated)

20
Pada pasien, didapatkan : pasien hanya membuka mata dengan
rangsang nyeri, beberapa detik kemudian mata kembali tertutup (E2),
Pada motorik didapatkan reaksi menghampiri rangsang nyeri tetapi tidak
mencapai sasaran (M4), pada Verbal, pasien respon mengerang dengan
rangsangan nyeri(V2). E2 M4 V1, GCS = 8.

Menentukan penurunan kesadaran secara kualitatif

Compos mentis : Menyadari seluruh asupan panca indera (aware atau


awas) dan bereaksi secara optimal terhadap seluruh rangsangan dari luar
maupun dari dalam (arousal atau waspada), atau dalam keadaaan awas
dan waspada.

Somnolen atau drowsiness atau clouding of consciousness : Berarti


mengantuk, mata tampak cenderung menutup, masih dapat dibangunkan
dengan perintah, masih dapat menjawab pertanyaan walaupun sedikit
bingung, tampak gelisah dan orientasi terhadap sekitarmya menurun.

Stupor atau mutismus akinetik : Jika seseorang tidak bisa mengadakan


hubungan lagi dengan kita, dan ia hanya menggerakkan badannya saja
pada pemberian rangsang nyeri.

Koma : kesadaran yang menurun sampai derajat yang paling rendah, yang
berarti bahwa jawaban dalam bentuk apapun tidak akan didapatkan atas
perangsangan dengan jenis apapun.

Pada pasien ini didapatkan, Mata tertutup, dengan rangsang nyeri


baru membuka dan bersuara satu-dua kata. Motorik hanya berupa gerakan
mengelak terhadap rangsang nyeri tetapi tidak mencapai sasaran
stupor..

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada pemeriksaan CT scan didapatkan kasan infark serebri multipel pada
regio ganglia basalis kiri dan substansia alba periventrikuler lateralis kiri. Hal ini

21
menguatkan data yang diperoleh sebelumnya berdasarkan anamnesa dan
pemeriksaan fisik yang mengarah pada diagnosa stroke non hemoragik.

Penatalaksanaan terapi umum pada pasien stroke dengan penurunan


kesadaran berdasarkan guideline stroke POKDI 2011 adalah stabailisasi jalan
napas dan pernapasan. perbaiki jalan napas termasuk pemasangan pipa orofaring
pada pasien yang tidak sadar. Pada pasien ini di pasang oropharingeal airway
tujuannya adalah untuk menjaga patensi jalan napas. Terapi oksigen untuk
mencegah terjadinya hipoksia otak. Diberikan oksigen jika saturasi oksigen
95%. Pada pasien stupor dengan pernapasan yang normal dapat kita berikan
100% oksigen dengan face mask sampai hipoksia tidak kita temukan.

Nutrisi diberikan melalui pipa nasogastrik karena pasien mengalami


penurunan kesadaran.

Pemberian Aspilet ditujukan untuk melisiskan trombus maupun emboli


yang menyumbat pembuluh darah. Disamping khasiat analgetis dan anti
radangnya (pada dosis tinggi), obat anti nyeri tertua ini, pada dosis amat rendah
berkhasiat merintangi penggumpalan trombosit. Aspirin dan asetosal adalah obat
yang paling banyak digunakan dengan efek terbukti pada prevalensi trombose
arteriil. Sejak akhir tahun 1980-an, asam ini mulai banyak digunakan untuk
prevalensi sekunder dari infark otak dan jantung. Resikonya diturunkan dan
jumlah kematian karena infark keduanya berkurang hingga 25%. Keuntungannya
dinbanding antikoagulansia untuk indikasi ini adalah banyak, antara lain kerjanya
cepat sekali dan dosisnya lebih mudah diregulasi. Dosis 30-100 mg sehari sudah
cukup efektif Citicholin memiliki sifat neuroprotektif dan neurorestoratif pada sel
saraf yang mengalami iskemi. untuk inaktivasi cyclooxygenase tanpa
menghalangi produksi prostacyclin. Protacyclin berkhasiat menghalangi agresi,
vasodilatasi dan melindungi mukosa lambung. Efek samping oobat ini yang
terkenal adalah sifat merangsangnya terhadap mukosa lambung dengan resiko
perdarahan lambung.

22
Pada kasus ini diberika citicolin injeksi 250 mg per 12 jam. Penggunaan

neuroprotektan dapat bermanfaat dalam memperbaiki deficit neurologi yang

terjadi dan dapat memperbaiki aliran darah di otak.

Berdasarkan Guidline Stroke 2011 pemakaian obat-obatan neuroprotektan

belum menunjukkan hasil yang efektif, sehingga sampai saat ini belum

dianjurkan. Namun, sampai saat ini masih memberikan manfaat pada stroke akut.

Penggunaan citicolin pada stroke iskemik akut dengan dosis 2x1000mg

intravena 3 hari dan dilanjutkan dengan oral 2x1000mg selama 3 minggu.

Penurunan kesadaran

23
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

STROKE

i. Definisi

Menurut WHO (World Health Organization) 2005 stroke adalah suatu


gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan
gejala klinik baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam,
atau dapat langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan
gangguan peredaran darah otak non traumatik.
Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik
yang berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau
lebih pada umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang
menyebabkan cacat atau kematian.

ii. Epidemiologi

24
Di dunia barat, stroke merupakan penyakit nomor tiga yang

mematikan setelah penyakit jantung dan kanker, serta merupakan 10%

kematian di dunia. Sama halnya dengan di Indonesia, stroke terdapat di urutan

ke tiga setelah penyakit jantung dan kanker. Pada tahun 2004, stroke

merupakan penyebab kematian terbanyak di rumah sakit pemerintah di seluruh

penjuru Indonesia.
Di Indonesia diperkirakan 500.000 penduduk terkena stroke. Dari

jumlah tersebut sepertiga dapat pulih kembali, sepertiga lainnya mengalami

gangguan fungsional ringan sampai sedang, dan sepertiga sisanya mengalami

gangguan berat hingga mengharuskan penderita terus menerus di tempat tidur.

Insidensi stroke cenderung meningkat ketika melewati umur 30 tahun.

95% penderita stroke di atas umur 45 tahun, dan dua per tiga penderita stroke

berumur di atas 65 tahun. Stroke terjadi lebih banyak pada pria daripada

wanita, namun 60% kematian terjadi pada wanita. Hal ini terjadi karena wanita

hidup lebih lama daripada pria, sehingga kejadian stroke terjadi pada usia yang

sudah tua dan banyak menyebabkan kematian pada wanita.

c. Anatomi Vaskularisasi Otak


Otak memperoleh darah melalui dua sistem, yakni sistem karotis dan

sistem vertebral.
1. Sistem karotis

Arteri karotis interna merupakan hasil percabangan dari a. Karotis

komunis dextra dan A. Karotis komunis sinistra. A. Karotis komunis

dextra berasal dari percabangan A. Subklavia dextra, sedangkan A. Karotis

komunis sinistra berasal dari arkus aorta.

25
Arteri komunis interna setelah memisahkan diri dari a.carotis

komunis, naik dan masuk ke rongga tengkorak melalui kanalis karotikus,

berjalan dalam sinus kavernosus, mempercabangkan A. opthalmika untuk

nervus opticus dan retina, akhirnya bercabang dua : A. serebri anterior dan

A. serebri media. Untuk otak sistem ini memberi aliran darah ke lobus

frontalis, parietalis dan beberapa bagian lobus temporalis.

2. Sistem vertebralis
Sistem vertebral dibentuk oleh A. Vertebralis kanan dan kiri yang

berpangkal di A. Subklavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis

transversalis di kolumna vertebralis servikalis, masuk rongga kranium

melalui foramen magnum, lalu mempercabangkan masing-masing

sepasang A. serebelli inferior. Pada batas medula oblongata dan pons,

keduanya bersatu menjadi A. basilaris, dan setelah mengeluarkan 3

kelompok cabang arteri, pada tingkat mesensefalon, A. basilaris berakhir

sebagai sepasang cabang A. serebri posterior, yang melayani daerah lobus

oksipital dan bagian medial lobus temporalis.

Ke 3 pasang arteri cerebri ini (A. serebri anterior, A. serebri media,

dan A. serebri posterior) bercabang-cabang menelusuri permukaan otak,

dan beranastomosis satu dengan yang lainnya. Cabang-cabangnya yang

lebih kecil menembus ke dalam jaringan otak dan juga saling

berhubungan dengan cabang-cabang a.serebri lainnya. Untuk menjamin

26
pemberian darah ke otak, ada sekurang-kurangnya 3 sistem kolateral

antara sistem karotis dan vetebral, yaitu:

1. Sirkulus Willlisi, yakni lingkungan pembuluh darah yang tersusun oleh

a.serebri media kanan dan kiri, a. komunikans anterior (yang

menghubungkan kedua a. serebri anterior), sepasang a. serebri

posterior, dan a. komunikans posterior (yang menghubungkan a.

serebri media dan posterior) kanan dan kiri.

2. Anastomosis antara a. serebri interna dan a. karotis eksterna di daerah

orbita, masing-masing melaui a.optalmika dan a. fasialis ke a.

maksilaris eksterna.

3. Hubungan antara sistem vetebral dengan a. karotis eksterna.

Darah vena dialirkan dari otak melalui 2 sistem: kelompok vena interna,

yang mengumpulkan darah ke vena Galen dan sinus rektus, dan kelompok vena

eksterna yang yang terletak di permukaan hemisfer otak, dan mencurahkan

27
darah ke sinus sagitalis superior dan sinus-sinus basalis lateralis, dan

seterusnya melalui vena-vena jugularis, dicurahkan menuju jantung.

iii. Klasifikasi

Dikenal bermacam-macam klasifikasi stroke. Semuanya berdasarkan


atas gambaran klinik, patologi anatomi, system pembuluh darah dan
stadiumnya. Dasar klasifikasi yang berbeda-beda ini perlu, sebab setiap jenis
stroke mempunyai cara pengobatan, preventif dan prognosa yang berbeda,
walaupun patogenesisnya serupa. Adapun klasifikasi tersebut, antara lain:1,2,3

Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya:

I. Stroke Iskemik
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
b. Trombosis serebri
c. Embolia serebri
II. Stroke Hemoragik
a. Perdarahan intra serebral
b. Perdarahan subarachnoid
Berdasarkan stadium/ pertimbangan waktu:

a. Serangan iskemik sepintas/ TIA


Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat
gangguan peredaran darah di otak akan menghilang dalam
waktu 24 jam
b. RIND
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu
lebih lama dari 24 jam, tetapi tidak lebih dari seminggu.
c. Progressing stroke atau stroke in evolution
Gejala neurologik yang makin lama makin berat
d. Completed stroke
Gejala klinis sudah menetap.

Berdasarkan sistem pembuluh darah:

28
a. Sistem Karotis
b. Sistem vertebro-basiler

E. Faktor Risiko

Setiap orang selalu mendambakan hidup nyaman, sehat dan bebas dari
berbagai macam tekanan. Namun, keinginan tersebut tidak diimbangi dengan
pola hidup yang memadai. Pola hidup yang tidak baik tersebut dapat
menyebabkan masalah kesehatan. Faktor potensial kejadian stroke dibedakan
menjadi 2 kategori besar yakni:

1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi


Usia
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa semakin tua usia, semakin
besar pula risiko terkena stroke. Hal ini berkaitan dengan adanya proses
degenerasi (penuan) yang terjadi secara alamiah dan pada umumnya pada
orang lanjut usia, pembuluh darahnya lebih kaku oleh sebab adanya plak
(atherosklerosis).

Jenis kelamin
Laki-laki memiliki risiko lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan
dengan perempuan. Hal ini diduga terkait bahwa laki-laki cenderung
merokok. Rokok itu sendiri ternyata dapat merusak lapisan dari pembuluh
darah tubuh yang dapat mengganggu aliran darah.

Herediter
Hal ini terkait dengan riwayat stroke pada keluarga. Orang dengan riwayat
stroke pada kelurga, memiliki risiko yang lebih besar untuk terkena stroke
dibandingkan dengan orang tanpa riwayat stroke pada keluarganya.

Ras/etnik

29
Dari berbagai penelitian diyemukan bahwa ras kulit putih memiliki
peluang lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan dengan ras kulit
hitam.

2. Faktor yang dapat dimodifikasi

Hipertensi (darah tinggi)


Orang yang mempunyai tekanan darah yang tinggi memiliki peluang besar
untuk mengalami stroke. Bahkan hipertensi merupakan penyebab terbesar
(etiologi) dari kejadian stroke itu sendiri. Hal ini dikarenakan pada kasus
hipertensi, dapat terjadi gangguan aliran darah tubuh dimana diameter
pembuluh darah akan mengecil (vasokontriksi) sehingga darah yang
mengalir ke otak pun akan berkurang. Dengan pengurangan aliran darah
otak (ADO) maka otak akan akan kekurangan suplai oksigen dan juga
glukosa (hipoksia), karena suplai berkurang secara terus menerus, maka
jaringan otak lama-lama akan mengalami kematian.
Penyakit jantung
Adanya penyakit jantung seperti penyakit jantung koroner, infak miokard
(kematian otot jantung) juga merupakan faktor terbesar terjadinya stroke.
Seperti kita ketahui, bahwa sentral dari aliran darah di tubuh terletak di
jantung. Bilamana pusat mengaturan aliran darahnya mengalami
kerusakan, maka aliran darah tubuh pun akan mengalami gangguan
termasuk aliran darah yang menuju ke otak. Karena adanya gangguan
aliran, jaringan otak pun dapat mengalami kematian secara mendadak
ataupun bertahap.
Diabetes melitus
Diabetes melitus (DM) memiliki risiko untuk mengalami stroke. Hal ini
terkait dengan pembuluh darah penderita DM yang umumnya menjadi
lebih kaku (tidak lentur). Adanya peningkatan ataupun penurunan kadar
glukosa darah secara tiba-tiba juga dapat menyebabkan kematian jaringan
otak.
Hiperkolesterolemia
Hiperkolesterolemia merupakan keadaan dimana kadar kolesterol didalam
darah berlebih (hiper = kelebihan). Kolesterol yang berlebih terutama jenis

30
LDL akan mengakibatkan terbentuknya plak/kerak pada pembuluh darah,
yang akan semakin banyak dan menumpuk sehingga dapat mengganggu
aliran darah.
Obesitas
Kegemukan juga merupakan salah satu faktor risiko terjadinya stroke. Hal
tersebut terkait dengan tingginya kadar lemak dan kolesterol dalam darah
pada orang dengan obesitas, dimana biasanya kadar LDL (lemak jahat)
lebih tinggi dibandingkan dengan kadar HDLnya (lemak
baik/menguntungkan).
Merokok
Berdasarkan penelitian didapatkan, bahwa orang-orang yang merokok
ternyata memiliki kadar fibrinogen darah yang lebih tinggi dibandingkan
dengan orang yang tidak merokok. Peningkatan kadar fibrinogen ini dapat
mempermudah terjadinya penebalan pembuluh darah sehingga pembuluh
darah menjadi sempit dan kaku dengan demikian dapat menyebabkan
gangguan aliran darah.

F. JENIS-JENIS STROKE
Secara garis besar berdasarkan kelainan patologis yang terjadi, stroke
dapat diklasifikasikan sebagai stroke iskemik dan stroke hemoragik
(perdarahan). Pada stroke iskemik, aliran darah ke otak terhenti karena
aterosklerosis atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah.
Pada stroke hemoragik, pembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran
darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan
merusaknya. 4,5

31
Gambar 4 Jenis-jenis stroke

1. Stroke Iskemik

Stroke iskemik disebut juga stroke sumbatan atau stroke infark


dikarenakan adanya kejadian yang menyebabkan aliran darah menurun
atau bahkan terhenti sama sekali pada area tertentu di otak, misalnya
terjadinya emboli atau trombosis. Penurunan aliran darah ini
menyebabkan neuron berhenti berfungsi. Aliran darah kurang dari 18
ml/100 mg/menit akan mengakibatkan iskemia neuron yang sifatnya
irreversibel. Hampir sebagian besar pasien atau sebesar 83% mengalami
stroke jenis ini.2

Aliran darah ke otak pada stroke iskemik terhenti karena


aterosklerosis (penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah)

32
atau adanya bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah
ke otak. Penyumbatan dapat terjadi di sepanjang jalur arteri yang
menuju ke otak. Misalnya suatu ateroma (endapan lemak) bisa
terbentuk di dalam arteri karotis sehingga menyebabkan berkurangnya
aliran darah. Keadaan ini sangat serius karena setiap arteri karotis
dalam keadaan normal memberikan darah ke sebagian besar otak.

Terjadinya hambatan dalam aliran darah pada otak akan


mengakibatkan sel saraf dan sel lainnya mengalami gangguan dalam
suplai oksigen dan glukosa. Bila gangguan suplai tersebut berlangsung
hingga melewati batas toleransi sel, maka akan terjadi kematian sel.
Sedangkan bila aliran darah dapat diperbaiki segera, kerusakan dapat
diminimalisir.

Gambar 5 Stroke iskemik

Mekanisme terjadinya stroke iskemik secara garis besar dibagi


menjadi dua, yaitu akibat trombosis atau akibat emboli. Diperkirakan
dua per tiga stroke iskemik diakibatkan karena trombosis, dan
sepertiganya karena emboli. Akan tetapi untuk membedakan secara
klinis, patogenesis yang terjadi pada sebuah kasus stroke iskemik tidak
mudah, bahkan sering tidak dapat dibedakan sama sekali.

Trombosis dapat menyebabkan stroke iskemik karena trombosis


dalam pembuluh darah akan mengakibatkan terjadinya oklusi (gerak
menutup atau keadaan tertutup) arteri serebral yang besar, khususnya

33
arteri karotis interna, arteri serebri media, atau arteri basilaris. Namun,
sesungguhnya dapat pula terjadi pada arteri yang lebih kecil, yaitu
misalnya arteri-arteri yang menembus area lakunar dan dapat juga
terjadi pada vena serebralis dan sinus venosus.

Stroke karena trombosis biasanya didahului oleh serangan TIA


(Transient ischemic attack). Gejala yang terjadi biasanya serupa dengan
TIA yang mendahului, karena area yang mengalami gangguan aliran
darah adalah area otak yang sama. TIA merupakan defisit neurologis
yang terjadi pada waktu yang sangat singkat yaitu berkisar antara 5-20
menit atau dapat pula hingga beberapa jam, dan kemudian mengalami
perbaikan secara komplit. Meskipun tidak menimbulkan keluhan
apapun lagi setelah serangan, terjadinya TIA jelas merupakan hal yang
perlu ditanggapi secara serius karena sekitar sepertiga penderita TIA
akan mengalami serangan stroke dalam 5 tahun. Dalam keadaan lain,
defisit neurologis yang telah terjadi selama 24 jam atau lebih dapat juga
mengalami pemulihan secara komplit atau hampir komplit dalam
beberapa hari. Keadaan ini kerap diterminologikan sebagai stroke minor
atau reversible ischemic neurological defisit (RIND).2,5

Emboli menyebabkan stroke ketika arteri di otak teroklusi oleh


adanya trombus yang berasal dari jantung, arkus aorta, atau arteri besar
lain yang terlepas dan masuk ke dalam aliran darah di pembuluh darah
otak. Emboli pada sirkulasi posterior umumnya mengenai daerah arteri
serebri media atau percabangannya karena 85% aliran darah hemisferik
berasal darinya. Emboli pada sirkulasi posterior biasanya terjadi pada
bagian apeks arteri basilaris atau pada arteri serebri posterior.

Stroke karena emboli memberikan karakteristik dimana defisit


neurologis langsung mencapai taraf maksimal sejak awal (onset) gejala
muncul. Seandainya serangan TIA sebelum stroke terjadi karena
emboli, gejala yang didapatkan biasanya bervariasi. Hal ini dikarenakan

34
pada TIA yang terjadi mendahului stroke iskemik karena emboli,
umumnya mengenai area perdarahan yang berbeda dari waktu ke
waktu.

Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan


mengalir di dalam darah yang kemudian menyumbat arteri yang lebih
kecil. Arteri karotis dan arteri vertebralis beserta percabangannya bisa
juga tersumbat karena adanya bekuan darah yang berasal dari tempat
lain, misalnya dari jantung atau satu katupnya. Stroke semacam ini
disebut emboli serebral, yang paling sering terjadi pada penderita yang
baru menjalani pembedahan jantung dan penderita kelainan katup
jantung atau gangguan irama jantung (terutama fibrilasi atrium).
Emboli lemak terbentuk jika lemak dari sumsum tulang yang pecah
dilepaskan ke dalam aliran darah dan akhirnya bergabung di dalam
sebuah arteri.

2. Stroke hemoragik

Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh


perdarahan intrakranial non traumatik. Pada strok hemoragik, pembuluh
darah pecah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah
merembes ke dalam suatu daerah di otak dan merusaknya.

Gambar 6 Stroke hemoragik

35
Hampir 70% kasus strok hemoragik terjadi pada penderita
hipertensi. Stroke hemoragik meliputi perdarahan di dalam otak
(intracerebral hemorrhage) dan perdarahan di antara bagian dalam dan
luar lapisan pada jaringan yang melindungi otak (subarachnoid
hemorrhage). Gangguan lain yang meliputi perdarahan di dalam
tengkorak termasuk epidural dan hematomas subdural, yang biasanya
disebabkan oleh luka kepala. Gangguan ini menyebabkan gejala yang
berbeda dan tidak dipertimbangkan sebagai stroke. Berikut ini adalah
penjelasan lebih rinci mengenai jenis-jenis stroke hemoragik:

a. Intracerebral hemorrhage (perdarahan intraserebral)


Perdarahan intraserebral terjadi karena adanya ekstravasasi
darah ke dalam jaringan parenkim yang disebabkan ruptur arteri
perforantes dalam. Stroke jenis ini berjumlah sekitar 10% dari seluruh
stroke tetapi memiliki persentase kematian lebih tinggi dari yang
disebabkan stroke lainnya. Di antara orang yang berusia lebih tua dari
60 tahun, perdarahan intraserebral lebih sering terjadi dibandingkan
perdarahansubarakhnoid.

Perdarahan intraserebral sering terjadi di area vaskularis dalam


pada lapisan hemisfer serebral. Perdarahan yang terjadi kebanyakan
pada pembuluh darah berkaliber kecil dan terdapat lapisan dalam (deep
arteries). Perdarahan intraserebral sangat sering terjadi ketika tekanan
darah tinggi kronis (hipertensi) melemahkan arteri kecil,
menyebabkannya menjadi pecah. Korelasi hipertensi sebagai kausatif
perdarahan ini dikuatkan dengan pembesaran vertikel jantung sebelah
kiri pada kebanyakan pasien. Hipertensi yang menahun memberikan
resiko terjadinya stroke hemoragik akibat pecahnya pembuluh darah
otak diakibatkan karena adanya proses degeneratif pada dinding
pembuluh darah.

36
Beberapa orang yang tua memiliki kadar protein yang tidak
normal disebut amyloid yang menumpuk pada arteri otak. Penumpukan
ini (disebut amyloid angiopathy) melemahkan arteri dan bisa
menyebabkan perdarahan. Umumnya penyebabnya tidak banyak,
termasuk ketidaknormalan pembuluh darah yang ada ketika lahir, luka,
tumor, peradangan pada pembuluh darah (vaskulitis), gangguan
perdarahan, dan penggunaan antikoagulan dalam dosis yang terlalu
tinggi. Gangguan perdarahan dan penggunaan antikoagulan
meningkatkan resiko sekarat dari perdarahan intraserebral.

Perdarahan intraserebral ini merupakan jenis stroke yang paling


berbahaya. Lebih dari separuh penderita yang memiliki perdarahan
yang luas, meninggal dalam beberapa hari. Penderita yang selamat
biasanya kembali sadar dan sebagian fungsi otaknya kembali, karena
tubuh akan menyerap sisa-sisa darah.

b. Subarachnoid hemorrhage (perdarahan subarakhnoid)

Perdarahan subarakhnoid adalah perdarahan ke dalam ruang


(ruang subarachnoid) diantara lapisan dalam (pia mater) dan lapisan
tengah (arachnoid mater) para jaringan yang melindungan otak
(meninges). Penyebab yang paling umum adalah pecahnya tonjolan
pada pembuluh (aneurisma). Biasanya, pecah pada pembuluh
menyebabkan tiba-tiba, sakit kepala berat, seringkali diikuti kehilangan
singkat pada kesadaran. Perdarahan subarakhnoid adalah gangguan
yang mengancam nyawa yang bisa cepat menghasilkan cacat permanen
yang serius. Hal ini adalah satu-satunya jenis stroke yang lebih umum
terjadi pada wanita.

Perdarahan subarakhnoid biasanya dihasilkan dari luka kepala.


Meskipun begitu, perdarahan mengakibatkan luka kepala yang
menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak dipertimbangankan

37
sebagai stroke. Perdarahan subarakhnoid dipertimbangkan sebagai
sebuah stroke hanya ketika hal itu terjadi secara spontan, yaitu ketika
perdarahan tidak diakibatkan dari kekuatan luar, seperti kecelakaan atau
jatuh.

Perdarahan spontan biasanya diakibatkan dari pecahnya secara


tiba-tiba aneurisma di dalam arteri cerebral. Aneurisma menonjol pada
daerah yang lemah pada dinding arteri. Aneurisma biasanya terjadi
dimana cabang nadi. Aneurisma kemungkinan hadir ketika lahir
(congenital), atau mereka berkembang kemudian, setelah tahunan
tekanan darah tinggi melemahkan dinding arteri. Kebanyakan
perdarahan subarakhnoid diakibatkan dari aneurisma sejak lahir.

Perdarahan subarakhnoid terkadang diakibatkan dari pecahnya


jaringan tidak normal antara arteri dengan pembuluh (arteriovenous
malformation) di otak atau sekitarnya. Arteriovenous malformation
kemungkinan ada sejak lahir, tetapi hal ini biasanya diidentifikasikan
hanya jika gejala terjadi. Jarang, penggumpalan darah terbentuk pada
klep jantung yang terinfeksi, mengadakan perjalanan (menjadi
embolus) menuju arteri yang mensuplai otak, dan menyebabkan arteri
menjadi meradang. Arteri tersebut bisa kemudian melemah dan pecah.

G. GEJALA UMUM STROKE

Pada tingkat awal, masyarakat, keluarga dan setiap orang harus


memperoleh informasi yang jelas dan meyakinkan bahwa stroke adalah
serangan otak yang secara sederhana mempunyai lima tanda-tanda utama yang
harus dimengerti dan sangat dipahami. Hal ini penting agar semua orang
mempunyai kewaspadaan yang tinggi terhadap bahaya serangan stroke. Secara
umum gejala stroke antara lain adalah:4,5

Kelemahan atau kelumpuhan dari anggota badan yang dipersarafi.

38
Kesulitan menelan
Kehilangan kesadaran (Tidak mampu mengenali bagian dari tubuh)
Nyeri kepala
Hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran
Penglihatan ganda.
Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat.
Pergerakan yang tidak biasa.
Hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih.
Ketidakseimbangan dan terjatuh.
Pingsan.
Rasa mual, panas dan sangat sering muntah-muntah.
Berdasarkan lokasinya di tubuh, gejala-gejala stroke terbagi menjadi berikut:

1. Bagian sistem saraf pusat : Kelemahan otot (hemiplegia), kaku,


menurunnya fungsi sensorik
2. Batang otak, dimana terdapat 12 saraf kranial: menurun kemampuan
membau, mengecap, mendengar, dan melihat parsial atau keseluruhan,
refleks menurun, ekspresi wajah terganggu, pernafasan dan detak jantung
terganggu, lidah lemah.
3. Cerebral cortex: afasia, apraxia, daya ingat menurun, hemineglect,
kebingungan.

Jika tanda-tanda dan gejala tersebut hilang dalam waktu 24 jam,


dinyatakan sebagai Transient Ischemic Attack (TIA), dimana merupakan
serangan kecil atau serangan awal stroke.

Stroke iskemik dan hemoragik menampakkan gejala awal yang sama,


misalnya anggota gerak pertama-tama terasa lemah, lalu semakin parah dan
lumpuh. Penderita juga mengalami gangguan penglihatan dan kaki sering
kesemutan. Bila telah terserang, dokter biasanya akan mudah mendeteksi. Bila
hanya organ sebelah kiri yang lumpuh, berarti serangan stroke terjadi
disebelah kanan dan sebaliknya. Gejala stroke iskemik tergantung pada lokasi
dan luasnya sumbatan atau perdarahan.3

39
Bentuk ringan stroke dikenal dengan Serangan Otak Sepintas
(Transient Ischaemic Attack/TIA).Gejala terkadang hanya berupa rasa lemah
di satu sisi wajah, atau mungkin rasa kesemutan di lengan atau tungkai.Ada
pula yang mengeluhkan gangguan dari fungsi berbicara. Gejala stroke ringan
biasanya akan kembali normal dalam waktu cepat, kurang dari satu jam.
Gejala stroke yang lebih berat umumnya akan menimbulkan gejala yang lebih
khas, seperti kelumpuhan.

Gejala stroke iskemik2,4,

Gejala klinis stroke iskemik dapat terjadi pada lokasi yang berbeda
tergantung neuroanatomi dan vaskularisasi yang diserang, antara lain:

1. Arteri serebri anterior


Arteri serebri anterior merupakan arteri yang memberikan suplai
darah ke area korteks serebri parasagital, yang mencakup area korteks
motorik dan sensorik untuk anggota gerak bawah kontralateral, juga
merupakan pusat inhibitoris dari kandung kemih (pusat miksi). Gejala
yang akan timbul apabila terjadi gangguan pada aliran darah serebri
anterior adalah paralisis kontralateral dan gangguan sensorik yang
mengenai anggota gerak bawah. Selain itu, dapat pula dijumpai gangguan
kendali dari miksi karena kegagalan dalam inhibisi refleks kontraksi
kandung kemih, dengan dampak terjadi miksi yang bersifat presipitatif.
2. Arteri serebri media
Arteri serebri media merupakan arteri yang mensuplai sebagian
besar dari hemisfer serebri dan struktur subkortikal dalam, yang mencakup
area divisi kortikal superior, inferior, dan lentikolostriaka.Gejala yang akan
timbul apabila mengenai divisi kortikal superior yaitu menimbulkan
hemisensorik kontralateral dengan distribusi serupa, tetapi tanpa disertai
hemianopia homonimus. Seandainya hemisfer yang terkena adalah sisi
dominan, gejala juga akan disertai dengan afasia Brocca (afasia ekspresif)
yang memiliki ciri berupa gangguan ekspresi berbahasa. Gejala pada divisi

40
kortikal inferior jarang terserang secara tersendiri, dapat berupa
homonimus hemianopia kontralateral, gangguan fungsi sensorik kortikal,
seperti graphestesia, stereonogsia kontralateral, gangguan pemahaman
spasial, anosognosia, gangguan identifikasi anggota gerak kontralateral,
dan apraksia. Pada lesi yang mengenai sisi dominan, maka akan terjadi
pula afasia Wernicke (afasia reseptif).
Apabila stroke terjadi akibat oklusi di daerah bifurkasio atau
trifurkasio (lokasi percabangan arteri serebri media) dimana merupakan
pangkal dari divisi superior dan inferior, maka akan terjadi stroke yang
berat. Dengan demikian, akan terjadi hemiparesis dan hemisensorik
kontralateral, yang lebih melibatkan wajah dan lengan dibanding kaki,
terjadi homonimus hemianopia, dan bila mengenai sisi dominan akan
terjadi afasia global (perseptif dan ekspresif).
Oklusi yang terjadi di pangkal arteri serebri media akan
mengakibatkan aliran darah ke cabang lentikulostriata terhenti dan akan
terjkadi stroke yang lebih hebat. Sebagai dampaknya, selain gabungan
gejala pada oklusi di bifurkarsio atau trifurkarsio seperti yang disebutkan
di atas, juga akan didapatkan gejala paralisis kaki sisi kontralateral.
3. Arteri karotis interna
Arteri karotis interna merupakan arteri yang berpangkal pada ujung
arteri karotis komunis yang membelah dua. Arteri karotis interna
bercabang-cabang menjadi arteri serebri anterior dan media, juga menjadi
arteri oftalmikus yang memberikan suplai darah ke retina.
Berat ringannya gejala yang ditimbulkan akibat oklusi arteri karotis
interna ditentukan oleh aliran kolateral yang ada. Kurang lebih sekitar 15%
stroke iskemik yang disebabkan oklusi arteri karotis interna ini akan
didahului oleh gejala TIA atau gejala gangguan penglihatan monokuler
yang bersifat sementara, yang mengenai retina mata sisi ipsilateral.
Secara keseluruhan, gejala yang muncul merupakan gabungan dari
oklusi arteri serebri media dan anterior ditambah gejala akibat oklusi arteri
oftalmikus yang muncul sebagai hemiplegia dan hemisensorik
kontralateral, afasia, homonimus hemianopia, dan gangguan penglihatan
ipsilateral.

41
4. Arteri serebri posterior
Arteri serebri posterior merupakan cabang dari arteri basilaris yang
memberikan aliran darah ke korteks oksipital serebri, lobus temporalis
medialis, talamus, dan bagian rostral dari mesensefalon. Emboli yang
berasal dari arteri basilaris dapat menyumbat arteri ini.

Gejala yang muncul apabila terjadi oklusi pada arteri serebri


posterior menyebabkan terjadinya homonimus hemianopia yang mengenai
lapangan pandang kontralateral. Sedangkan oklusi yang terjadi pada
daerah awal arteri serebri posterior pada mesensefalon akan memberikan
gejala paralisis pandangan vertikal, gangguan nervus kranialis
okulomotorik, oftalmoplagia internuklear, dan defiasi vertikal drai bola
mata.

Apabila oklusi mengenai lobus oksipital sisi hemisfer dominan,


dapat terjadi afasia anomik (kesulitan menyebutkan nama benda), aleksia
tanpa agrafia (tidak dapat membaca tanpa kesulitan menulis), agnosia
visual (ketidakmampuan untuk mengidentfikasi objek yang ada di sisi
kiri), dan akibat adanya lesi di korpus kalosum menyebabkan terputusnya
hubungan korteks visual kanan dengan area bahasa di hemisfer kiri. Oklusi
yang mengenai kedua arteri serebri posterior (kanan dan kiri)
mengakibatkan penderita mengalami kebutaan kortikal, gangguan ingatan
dan prosopagnosia (ketidakmampuan mengenali wajah yang sebenarnya
sudah dikenali).

5. Arteri basilaris
Arteri basilaris merupakan gabungan dari sepasang arteri vertebra.
Cabang dari arteri basilaris memberikan suplai darah untuk lobus oksipital,
lobus temporal media, talamus media, kapsula internal krus posterior,
batang otak dan serebelum.
Gejala yang muncul akibat oklusi trombus arteri basilaris
menimbulkan defisit neurologis bilateral dengan keterlibatan beberapa
cabang arteri. Trombosis basiler mempengaruhi bagian proksimal dari

42
arteri basilaris yang memberikan darah ke pons. Keterlibatan sisi dorsal
pons mengakibatkan gangguan pergerakan mata horizontal, adanya
nigtagmus vertikal, dan gerakan okular lainnya seperti konstriksi pupil
yang reaktif, hemiplegi yang sering disertai koma dan sindrom oklusi
basiler dengan penurunan kesadaran.
Emboli dari arteri vertebralis yang menyumbat bagian distal arteri
basilaris mengakibatkan penurunan aliran darah menuju formasio
retikularis asendens di mesensefalon dan talamus sehingga timbul
penurunan kesadaran. Sedangkan emboli yang lebih kecil dapat
menyumbat lebih rostral dan pada kasus demikian, mesensefalon, talamus,
lobus temporal, dan oksipital dapat mengalami infark. Kondisi ini dapat
mengakibatkan gangguan visual (hemianopia homonim, buta kortikal),
visiomotor (gangguan gerak konvergen, paralisis penglihatan vertikal,
diplopia), dan prilaku (terutama disorientasi) abnormal tanpa gangguan
motorik.
6. Cabang vertebrobasilar Sirkumferensial
Cabang sirkumferesial dari arteri vertebralis dan basilaris adalah
arteri sereberalis inferior posterior, sereberalis inferior anterior, dan
sereberalis superior.
Gejala yang terjadi akibat oklusi arteri sereberalis inferior posterior
mengakibatkan sindrom medular lateral (Wallenbergs syndrome). Sindrom
ini dapat disertai ataksia sereberalis ipsilateral, sindrom Horner, defisif
sensoris wajah, hemihipertesi alternan, nistagmus, vertigo, mual muntah,
disfagia, disartria, dan cegukan. Oklusi arteri sereberalis inferior anterior
akan mengakibatkan infark sisi lateral dari kaudal pons dan menimbulkan
sindrom klinis seperti paresis otot wajah, kelumpuhan pandangan,
ketulian, dan tinitus. Oklusi arteri sereberalis superior akan mengakibatkan
sindrom lateral rostral pons yang menyerupai lesi dengan disertai adanya
optokinetik nistagmus atau skew deviation.
7. Cabang vertebrobasiler paramedian
Cabang arteri paramedian memberi aliran darah sisi medial batang
otak mulai dari permukaan ventral hingga dasar ventrikel IV. Struktur pada

43
regio ini meliputi sisi medial pedunkulus sereberi, jaras sensorik, nukleus
rubra, formasio retikularis, nukleus kranialis (N.III, N. IV, N.VI, N.XII).
Gejala yang diakibatkan oleh oklusi arteri ini tergantung dimana
oklusi terjadi. Oklusi pada mesensefalon menimbulkan paresis nervus
okulomotor (N.III) ipsilateral disertai ataksia. Paresis nervus abdusen
(N.VI) dan nervus fasialis (N.VII) ipsilateral terjadi pada lesi daerah pons,
sedang paresis nervus hipoglosus (N.XII) terjadi jika letak lesi setinggi
medula oblongata. Manifestasi klinis dapat berupa koma apabila lesi
melibatkan kedua sisi batang otak.

8. Cabang vertebrobasilar basalis


Percabangan ini berasal dari arteri sirkumferensial yang memasuki
sisi vertebral batang otak dan memberi aliran darah jaras motorik batang
otak. Gejala yang ditimbulkan akibat oklusi arteri basilaris yaitu
hemiparesis kontralateral, dan apabila nervus kranialis (N.III, N.VI, N.VII)
terkena terjadilah paresis nervus kranialis ipsilateral.
9. Infark lakunar
Infark lakunar sering terjadi pada nukleus dalam dari otak
(putamen 37%, talamus 14%, nukleus kaudatus 10%, pons 26%, kapsula
interna krus posterior 10%). Terdapat 4 macam sindrom infark lakunar
yaitu hemiparesis murni, stroke sensorik murni, hemiparesis ataksik, dan
sindroma dysarthria-clumsy hand.

Gejala Stroke Hemoragik

1. Perdarahan Intraserebral1,2,5
Gejala yang diakibatkan oleh perdarahan intraserebral yaitu onset
yang hampir selalu timbul pada saat beraktivitas dan terkadang terjadi saat
pasien dalam keadaan tidur (hanya 3%). Gejala yang paling umum
ditemukan adalah sakit kepala dan muntah. Walaupun tidak spesifik dan
tergantung lokasi lesi, hal ini membedakannya dengan stroke iskemik.

44
Sakit kepala pada saat onset merupakan suatu gejala klinis yang penting
pada pasien dengan perdarahan lobar, diakibatkan karena adanya distensi
lokal, distorsi, atau peregangan struktur intrakranial superfisial yang
sensitif terhadap rasa sakit.
Gejala lainnya yaitu kejang yang menunjukkan adanya suatu
perdarahan lobaris dibandingkan perdarahan pada bagian yang lebih
dalam. Kecepatan penurunan kesadaran pada pasien bervariasi sesuai
lokasi dan luas perdarahan yang terjadi.
Mayoritas kasus dari perdarahan intraserebral terdapat pada
kompartemen supratentorial dan sebagian lagi pada bagian hemisfer
serebral, ganglia basalis, dan talamus. Berikut ini adalah penjelasan
mengenai jenis-jenis perdarahan yang dapat terjadi pada stroke perdarahan
dan gejala yang diakibatkannya:
1.1 Perdarahan Putaminal
Perdarahan putaminal merupakan bentuk perdarahan intracerebral
yang paling sering terjadi. Gambaran klasik dari perdarahan putaminal
adalah kelemahan motorik unilateral yang diikuti abnormalitas sensorik
visual dan perilaku. Apabila lesi mengenai hemisfer sisi dominan akan
terjadi afasia global, sedangkan bila mengenai hemisfer non-dominan
akan menyebabkan gejala hemi-inattention.

1.2 . Perdarahan kaudatus


Perdarahan kaudatus biasa dimasukkan sebagai perdarahan
putaminal yaitu sebagai perdarahan putamina basalis. Onset perdarahan
kaudatus umumnya tiba-tiba, dengan sakit kepala dan muntah yang
diikuti penurunan kesadaran. Pemeriksaan fisik menunjukan adanya
kekakuan leher dan berbagai gangguan perilaku (disorientasi dan
konfusi) dan seringkali diikuti gangguan ingatan jangka pendek.

1.3 . Perdarahan talamik


Perdarahan talamik akan menunjukan gambaran klinis yang sesuai
dengan besarnya area perdarahan dan perluasan massa perdarahan yang
terjadi. Apabila masa yang timbul sangat besar maka perluasan dapat

45
mencapai daerah parietal. Gejala muntah cukup banyak dijumpai namun
sakit kepala jarang. Gejala klinis termasuk hemiparesis atau hemiplegia
yang disertaai sindrom hemisensorik berupa penurunan sistem sensorik
tungkai, wajah dan punggung kontralateral. Gejala utama pada
perdarahan talamik adalah kelainan pada nervus okulomotoris yang
mengakibatkan kelumpuhan pandangan atas, paralisis konvergen, retraksi
nistagmus, deviasi asimetris.

1.4 . Perdarahan substansia alba (perdarahan lobaris)


Perdarahan yang terjadi pada daerah subkortikal substansia alba
menghasilkan lesi yang dapat muncul diseluruh lobus serebri terutama
dilobus parietal, temporal dan oksipital. Perdarahan lobaris berbeda
dengan perdarahan intraserebral pada umumnya yaitu tidak banyak
berkaitan dengan hipertk berkaitan dengan hipertensi. Gejala klinis
perdarahan lobaris agak berbeda dengan perdarahan lain. Perdarahan
lobaris jarang terjadi hipertensi arterial dan penurunan kesadaran.
Sedangkan keluhan sakit kepala dan kejang lebih sering ditemukan.
Terjadi rasa sakit kepala di daerah sekitar mata ipsilateral dan
hemianopasia juga sakit pada areal sekitar telinga dan kelemahan anggota
gerak kontralateral atas serta kelemahan kaki dan wajah.

1.5 . Perdarahan serebral


Perdarahan serebral disebabkan oleh hipertensi arterial. Perdarahan
yang terjadi berasal dari cabang distal arteri serebralis posteriol inferior.
Gejala krinis muncul pada saat pasien melakukan aktifitas. Gejala awal
yang mendahului rasa pening disertai perasaan seperti saat mabuk, mati
rasa pada wajah dan selanjutnya pasien tiba-tiba tidak mampu berjalan
dan bahkan berdiri. Kekakuan pada leher dan daerah bahu, tinitus dan
cekukan terjadi pada beberapa pasien.

1.6 . Perdarahan mesensefalon


Perdarahan spontan nontraumatik pada otak tengah sangat jarang
ditemukan perdarahan biasanya berasal dari bagian bawah talamus atau

46
lesi yang berawak dicerbelum atau ponds. Gejala yang ditimbulkan
umumnya bertahap dan progresif. Kerap terjadi ataksia dan oftalmoplegia
juga hidrposefalus akibat blokade atau distensi pada akuaduktus. Gejala
lain yang ditimbulkan antara lain berupa kelumpuhan bilateral nervus III,
kelemahan bulbar, reflek extensor plantar, sakit kapal yang menyeluruh,
muntah, hemiparesis, diplopia, dan pinpoint pupil.
1.7 . Perdarahan pons
Perdarahan pons terjadi karena peningkatan tekanan intrakranial
yang disebabkan masuknya darah keruangan tertutup intrakranial. Gejala
klinis yang terjadi adalah sakit kepala yang hebat di daerah oksipital
sebelum terjadi koma, gejala kejang, menggigil hebat, dan terjadi
disfungsi sistem otonom. Selain itiu gajala lainnya adalah mati rasa pada
wajah dan tungkai atas, ketulian, diplopia, kelemahan kaki bilateral, dan
pola pernapasan yang abnormal, apnea.

1.8 . Perdarahan medula oblongata


Perdarahan medula oblongata yang sangat jarang sekali terjadi
bahkan lebih jarang dibandingkan pedarahan otak tengah. Gejala yang
ditimbulkan dapat berupa rasa pening, muntah, sakit kepala, diplopia, dan
paresthesia tungkai atas kanan. Umumnya terjadi somnolen dalam waktu
singkat dan ataksik disertai kaku kuduk, hemiparesis kiri, nistagmus,
disfonia, dan disfagia.

2.Perdarahan Subarakhnoid
Perdarahan subarakhnoid umumnya disebabkan oleh rupturnya suatu
aneurisma intrakranial. Sebelum pecah, aneurisma biasanya tidak menyebabkan
gejala-gejala sampai menekan saraf atau bocornya darah dalam jumlah sedikit,
biasanya sebelum pecahnya besar (yang menyebabkan sakit kepala). Kemudian
menghasilkan tanda bahaya, seperti berikut di bawah ini : 5

Sakit kepala, yang bisa tiba-tiba tidak seperti biasanya dan berat
(kadangkala disebut sakit kepala thunderclap).
Nyeri muka atau mata.

47
Penglihatan ganda.
Kehilangan penglihatan sekelilingnya.

Tanda bahaya bisa terjadi hitungan menit sampai mingguan sebelum


pecah.Orang harus melaporkan segala sakit kepala yang tidak biasa kepada dokter
dengan segera.Pecahnya bisa terjadi karena hal yang tiba-tiba, sakit kepala hebat
yang memuncak dalam hitungan detik.Hal ini seringkali diikuti dengan
kehilangan kesadaran yang singkat.Hampir separuh orang yang terkena meninggal
sebelum sampai di rumah sakit.Beberapa orang tetap dalam koma atau tidak
sadar.Yang lainnya tersadar, merasa pusing dan mengantuk.Mereka bisa merasa
gelisah. Dalam hitungan jam atau bahkan menit, orang bisa kembali menjadi
mengantuk dan bingung. Mereka bisa menjadi tidak bereaksi dan sulit untuk
bangun.

Dalam waktu 24 jam, darah dan cairan cerebrospinal disekitar otak


melukai lapisan pada jaringan yang melindungi otak (meninges), menyebabkan
leher kaku sama seperti sakit kepala berkelanjutan, sering muntah, pusing, dan
rasa sakit di punggung bawah. Frekuensi naik turun pada detak jantung dan
bernafas seringkali terjadi, kadangkala disertai kejang yang semakin meningkat.

Selain itu, subarachnoid hemorrhage juga dapat menyebabkan beberapa


masalah serius lainnya :

1. Hidrosefalus: dalam waktu 24 jam. Darah dari subarachnoid hemorrhage


bisa menggumpal. Darah yang menggumpal bisa mencegah cairan di
sekitar otak (cairan cerebrospinal) dari kekeringan seperti normalnya.
Akibatnya, penumpukan darah di dalam otak, meningkatkan tekanan di
dalam tengkorak. Hidrosefalus bisa menyebabkan gejala-gejala seperti
sakit kepala, mengantuk, pusing, mual, dan muntah dan bisa meningkatkan
resiko pada koma dan kematian.
2. Vasospasm: sekitar 3 sampai 10 hari setelah perdarahan, arteri di dalam
otak bisa kontraksi (kejang), membatasi aliran darah menuju otak.

48
Kemudian, jaringan otak bisa tidak mendapatkan cukup oksigen dan bisa
mati, seperti stroke iskemik. Vasopasm bisa menyebabkan gejala yang
serupa pada stroke iskemik, seperti kelemahan atau kehilangan rasa pada
salah satu bagian tubuh, kesulitan menggunakan atau memahami bahasa,
vertigo, dan koordinasi lemah.
3. Pecahan kedua: kadangkala pecahan kedua terjadi, biasanya dalam waktu
seminggu.

H. DIAGNOSIS STROKE

Proses penyumbatan pembuluh darah otak mempunyai beberapa sifat


klinik yang spesifik:7,8

1. Timbul mendadak
2. Menunjukkan gejala-gejala neurologis kontralateral terhadap pembuluh
yang tersumbat. Tampak sangat jelas pada penyakit pembuluh darah otak
sistem karotis dan perlu lebih teliti pada observasi sistem vertebro-basiler.
Meskipun prinsipnya sama.
3. Kesadaran dapat menurun sampai koma terutama pada perdarahan otak.
Sedangkan pada stroke iskemik lebih jarang terjadi penurunan kesadaran.
Setiap penderita segera harus dirawat karena umumnya pada masa akut (minggu
1-2) akan terjadi perburukan akibat infark yang meluas atau terdapatnya edema
serebri atau komplikasi-komplikasi lainnya. Diagnosis ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan neurologic, dan pemeriksaan penunjang

Dasar Diagnosis2,3

Anamnesis

Pada anamnesis akan ditemukan kelumpuhan anggota gerak sebelah


badan, mulut mencong atu bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi dengan
baik. Keadaan ini timbul sangat mendadak, dapat sewaktu bangun tidur, mau
sholat, selesai sholat, sedang bekerja atau sewaktu istirahat.

49
Selain itu perlu ditanyakan pula faktor-faktor risiko yang menyertai stroke
misalnya penyakit kencing manis, darah tinggi dan penyakit jantung. Dicatat obat-
obat yang sedang dipakai. Selanjutnya ditanyakan pula riwayat keluarga dan
penyakit lainnya.

Pada kasus-kasus berat yaitu dengan penurunan kesadaran sampai koma,


dilakukan pencatatan perkembangan kesadaran sejak serangan terjadi. Anamnesis
tersebut harus memperoleh informasi tentang berikut ini:

1. Karakteristik gejala dan tanda:


Modalitas mana yang terlibat (motorik, sensoris, visual)?
Daerah anatomi mana yang terlibat (wajah, lengan, tangan, kaki,
dan apakah seluruh atau sebagian tungkai, satu atau kedua mata)?
Apakah gejala-gejala tersebut fokal atau non fokal
Apa kualitasnya (apakah negatif misalnya hilang kemampuan
sensoris, hilangnya kemampuan motorik atau visual) atau positif
(misalnya menyebabkan sentakan tungkai (limb jerking),
kesemutan, halusinasi)?
2. Apa konsekuensi fungsionalnya (misalnya tidak bisa berdiri, tidak bisa
mengangkat tangan)
3. Kecepatan onset dan perjalanan gejala neurologi:
Kapan gejala tersebut dimulai (hari apa dan jam berapa)?
Apakah onsetnya mendadak?
Apakah gejala tersebut lebih minimal atau lebih maksimal saat
onset; apakah menyebar atau semakin parah secara bertahap, hilang
timbul, ataukah progresif dalam menit/jam/hari. Atau apakah ada
fluktuasi antara fungsi normal dan abnormal.
4. Apakah ada kemungkinan presipitasi.
Apa yang pasien sedang lakukan pada saat dan tidak lama sebelum
onset
5. Apakah ada gejala-gejala lain yang menyertai, misalnya:
Nyeri kepala, kejang epileptik, panic atau anxietas, muntah, nyeri
dada.
6. Apakah ada riwayat penyakit dahulu atau riwayat penyakit keluarga yang
relevan.
Apakah ada riwayat TIA atau stroke terdahulu?

50
Apakah ada riwayat hipertensi, hiperkolesterolemia, diabetes
mellitus, angina, infark miokard, intermittent claudicatio, atau
arteritis?
7. Apakah ada perilaku atau gaya hidup yang relevan?
Merokok, konsumsi alcohol, diet, aktivitas fisik, obat-obatan
(khusus obat kontrasepsi oral, obat antitrombotik, antikoagulan,
dan obat-obatan rekreasional seperti amfetamin).

Pemeriksaan Fisik

Setelah penentuan keadaan kardiovaskular penderita serta fungsi vital


seperti tekanan darah kiri dan kanan, nadi, pernafasan, tentukan juga tingkat
kesadaran penderita. Jika kesadaran menurun, tentukan skor dengan Skala Koma
Glasgow agar pemantauan selanjutnya lebih mudah. Jika pasien tidak dapat
berespon terhadap stimulasi verbal, harus mencoba membangkitkan respon
stimulasi taktil dengan cara mengguncang hingga mencubit, menekan kuku, dan
mencubit dada, tetapi seandainya penderita sadar tentukan berat kerusakan
neurologis yang terjadi, disertai pemeriksaan saraf-saraf otak dan motorik apakah
fungsi komunikasi masih baik atau adakah disfasia.

Waspada dengan ketidakmampuan untuk memahami bahasa yang


disampaikan maka menunjukkan afasia atau abulia berat. Dysnomia (gangguan
mengingat nama objek atau kata), kesalahan paraphrase, dan cara berbicara yang
sulit dengan gagap semuanya menunjukkan dugaan afasia. Ketidakmampuan
untuk memperhatikan stimuli pada satu sisi lapang pandang atau tubuh
menunjukkan neglect syndrome. Temuan tunggal berupa ketidakmampuan pasien
untuk menentukan atau mengidentifikasi tangan kirinya sendiri adalah bukti kuat
untuk kejadian disfungsi parietalis kanan. Berikutnya, harus dilakukan
pemantauan pasien berupa:

Fungsi visual, dengan pemeriksaan lapang pandang dan tes konfrontasi


Pemeriksaan pupil dan refleks cahaya

51
Pemeriksaan Dolls eye phenomenon (jika tidak ada kecurigaan cedera
leher)
Sensasi, dengan memeriksa sensasi korena dan wajah terhadap benda
tajam
Gerakan wajah mengikuti perintah atau sebagai respon terhadap stimuli
noxious (menggelitik hidung)
Fungsi faring dan lingual, dengan mendengarkan dan mengevaluasi cara
berbicara dan memeriksa mulut
Fungsi motorik dengan memeriksa gerakan pronator, kekuatan, tonus,
kekuatan gerakan jari tangan atau jari kaki
Fungsi sensoris, dengan cara memeriksa kemampuan pasien untuk
mendeteksi sensoris, dengan jarum, rabaan, vibrasi, dan posis (tingkat
level gangguan sensibilitas pada bagian tubuh sesuai dengan lesi patologis
di medulla spinalis, sesuai dermatomnya)
Fungsi serebelum, dengan melihat cara berjalan penderita dan pemeriksaan
disdiadokokinesis
Ataksia pada tungkai, dengan meminta pasien menyentuh jari kaki pasien
ke tangan pemeriksa
Refleks asimetri (contoh: refleks fisiologi anggota gerak kanan meningkat,
yang kiri normal)
Refleks patologis (Babinski, Chaddock)

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

Pemeriksaan darah rutin


Pemeriksaan kimia darah lengkap:
o Gula darah sewaktu
Pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia reaktif. Gula darah
dapat mencapai 250mg dalam serum dan kemudian berangsur-
angsur kembali turun.

52
o Kolesterol, ureum, kreatinin, asam urat, fungsi hati, enzim SGOT,
SGPT, CPK, dan profil lipid (trigliserida, LDH, HDL serta total
lipid)
Pemeriksaan hemostasis (darah lengkap):
o Waktu protrombin
o APTT
o Kadar fibrinogen
o D-dimer
o INR
o Viskositas plasma
Pemeriksaan tambahan yang dilakukan atas indikasi:
o Protein S
o Protein C
o ACA
o Homosistein
Pemeriksaan Neurokardiologi
Pada sebagain kecil penderita stroke terdapat juga perubahan
elektrokardiografi. Perubahan ini dapat berarti kemungkinan mendapat
serangan infark jantung atau pada stroke dapat terjadi perubahan-
perubahan elektrokardiografi sebagai akibat perdarahn oatak yang
menyerupai suatu infark miokard. Dalam hal ini pemeriksaan khusus atas
indikasi, misalnya CK-MB follow-up nya akan memastikan diagnosis.
Pada pemeriksaan EKG dan pemeriksaan fisik, mengarah kepada
kemungkinan adanya potensial source of cardiac emboli (PSCE) maka
pemeriksaan echocardiography terutama Transesofagial ekokardiografi
dapat diminta untuk visualisasi emboli cardial.
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang paling penting adalah
1. CT-Scan otak; segera memperlihatkan perdarahan intraserebral.
Pemeriksaan ini sangat penting karena perbedaan manajemen
perdarahan otak dan infark otak. Pada infark otak, pemeriksaan
CT-Scan otak mungkin tidak memperlihatkan gambaran jelas jika
dikerjakan pada hari-hari pertama, biasanya tampak setelah 72 jam
serangan. Jika ukuran infark cukup besar dan hemisferik.
Perdarahan/infark di batang otak sangat sulit diidentifikasi, oleh

53
karena itu perlu dilakukan pemeriksaan MRI untuk memastikan
proses patologik di batang otak.
2. MR angiografi (MRA)
MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan oklusi
lebih awal pada stroke akut. Sayangnya, pemerikasaan ini dan
pemeriksaan MRI lainnya memerlukan biaya yang tidak sedikit
serta waktu pemeriksaan yang agak panjang. Protokol MRI
memiliki banyak kegunaan untuk pada stroke akut.

3. Pemeriksaan foto toraks:


Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat
pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda
hipertensi kronis pada penderita stroke dan adakah kelainan
lain pada jantung.
Selain itu dapat mengidentifikasi kelainan paru yang
potensial mempengaruhi proses manajemen dan
memperburuk prognosis.

J. PENATALAKSANAAN

Stadium Hiperakut

Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Rawat Darurat dan


merupakan tindakan resusitasi serebro-kardio-pulmonal bertujuan agar
kerusakan jaringan otak tidak meluas. Pada stadium ini, pasien diberi oksigen 2
L/menit dan cairan kristaloid/koloid; hindari pemberian cairan dekstrosa atau
salin dalam H2O. Dilakukan pemeriksaan CT scan otak, elektrokardiografi,
foto toraks, darah perifer lengkap dan jumlah trombosit, protrombin
time/INR, APTT, glukosa darah, kimia darah (termasuk elektrolit); jika
hipoksia, dilakukan analisis gas darah. Tindakan lain di Instalasi Rawat Darurat
adalah memberikan dukungan mental kepada pasien serta memberikan
penjelasan pada keluarganya agar tetap tenang.

Stadium Akut

54
Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor-faktor etiologik maupun
penyulit. Juga dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara dan psikologis
serta telaah sosial untuk membantu pemulihan pasien. Penjelasan dan edukasi
kepada keluarga pasien perlu, menyangkut dampak stroke terhadap pasien dan
keluarga serta tata cara perawatan pasien yang dapat dilakukan keluarga.

Stroke Iskemik

Terapi umum:2,3

Letakkan kepala pasien pada posisi 30, kepala dan dada pada satu
bidang; ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila
hemodinamik sudah stabil. Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2
liter/menit sampai didapatkan hasil analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan
intubasi. Demam diatasi dengan kompres dan antipiretik, kemudian dicari
penyebabnya; jika kandung kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan
kateter intermiten). Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau
koloid 1500-2000 mL dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan
mengandung glukosa atau salin isotonik. Pemberian nutrisi per oral hanya jika
fungsi menelannya baik; jika didapatkan gangguan menelan atau kesadaran
menurun, dianjurkan melalui slang nasogastrik.

Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah
sewaktu 150 mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari
pertama. Hipoglikemia (kadar gula darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan
gejala) diatasi segera dengan dekstrosa 40% iv sampai kembali normal dan
harus dicari penyebabnya.

Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-
obatan sesuai gejala. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila
tekanan sistolik 220 mmHg, diastolik 120 mmHg, Mean Arterial Blood
Pressure (MAP) 130 mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu

55
30 menit), atau didapatkan infark miokard akut, gagal jantung kongestif serta
gagal ginjal. Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%, dan obat yang
direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat
ACE, atau antagonis kalsium.

Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik 90 mm Hg, diastolik 70


mmHg, diberi NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4
jam dan 500 mL selama 8 jam atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum
terkoreksi, yaitu tekanan darah sistolik masih < 90 mmHg, dapat diberi
dopamin 2-20 g/kg/menit sampai tekanan darah sistolik 110 mmHg.

Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelan-pelan selama 3 menit,


maksimal 100 mg per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan peroral
(fenitoin, karbamazepin). Jika kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan
antikonvulsan peroral jangka panjang.

Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus


intravena 0,25 sampai 1 g/kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena
rebound atau keadaan umum memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit
setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus dilakukan pemantauan osmolalitas (<320
mmol); sebagai alternatif, dapat diberikan larutan hipertonik (NaCl 3%) atau
furosemid.

Terapi khusus:

Terapi medik stroke iskemik akut dapat dibagi menjadi 2 bagian seperti
pada penderita dengan kedaruratan medik perlu ditekankan bahwa penanganan
stroke akut, harus disamakan dengan keadaan darurat pada jantung, karena baik
pada kedaruratan kardiologik maupun neurologic, faktor waktu adalah sangat
penting, akhirnya otak dan sel-sel neuron harus diselamatkan secara cepat,
karena kondisi otak tidak mrmpunyai anaerob glycolysis sehingga survival
time hanya beberapa menit pada iskemik otak fokal dan lebih lama

56
(mendekati 60) pada iskemia global. Terapi medic stroke merupakan
intervensi medic dengan tujuan mencegah luasnya proses sekunder dengan
menyelamatkan neuron-neuron di daerah penumbra serta merestorasikan fungsi
neurologic yang hilang.

Pengobatan medik yang spesifik dilakukan dengan dua prinsip dasar yaitu:

1. Pengobatan medik untuk memulihkan sirkulasi otak di daerah yang


terkena stroke, kalau mungkin sampai keadaan sebelum sakit. Tindakan
pemulihan sirkulasi dan perfusi jaringan otak disebut sebagai terapi
reperfusi.
2. Untuk tujuan khusus ini digunakan obat-obat yang dapat menghancurkan
emboli atau thrombus pada pembuluh darah.
Terapi trombolisis

Obat yang diakui FDA sebagai standar ini adalah pemakaian r-TPA
(recombinant tissue plasminogen activator) yang diberikan pada penderita
stroke akut baik i.v maupun intra arterial dalam waktu kurang dari 3 jam
setelah onset stroke. Diharapkan dengan pengobatan ini, terapi penghancuran
thrombus dan reperfusi jaringan otak terjadi sebelum ada perubahan
irreversible pada otak yang terkena terutama daerah penumbra.

1. Terapi reperfusi lainnya adalah pemberian antikoagulan pada stroke


iskemik akut. Obat-obatan yang diberikan adalah heparin atau heparinoid
(fraxiparine). Obat ini diharapkan akan memperkecil trombus yang terjadi
dan mencegah pembentukan thrombus baru. Efek antikoagulan heparin
adalah inhibisi terhadap faktor koagulasi dan mencegah/memperkecil
pembentukan fibrin dan propagasi thrombus.
2. Pengobatan anti platelet pada stroke akut.
Pengobatan dengan obat antiplatelet pada fase akut stroke sangat
dianjurkan. Uji klinis pemberian aspirin pada fase akut menurunkan
frekuensi stroke berulang dan menurunkan mortalitas penderita stroke
akut.

Terapi neuroprotektif

57
Pengobatan spesifik stroke iskemik akut yang lain adalah dengan
obat-obat neuroprotektor yaitu obat yang mencegah dan memblok proses
yang menyebabkan kematian sel-sel terutama di daerah penumbra. Obat-
onat ini berperan dalam menginhibisi dan mengubah reversibilitas
neuronal yang terganggu akibat ischemic cascade. Termasuk dalam
kaskade ini adalah: kegagalan hemostasis Calsium, produksi berlebih
radikal bebas, disfungsi neurotransmitter, edema serebral, reaksi inflamasi
oleh leukosit, dan obstruksi mikrosirkulasi. Proses delayed neuronal
injury ini berkembang penuh setelah 24-72 jam dan dapat berlangsung
sampai 10 hari.

Banyak obat-obat yang dianggap mempunyai efek neuroprotektor antara


lain: citicoline, pentoxyfilline, pirasetam. Penggunaan obat-obat ini
melalui beberapa percobaan dianggap bermanfaat, dalam skala kecil.

Stroke Hemoragik

Terapi umum

Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume


hematoma >30 mL, perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan
keadaan klinis cenderung memburuk.

Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid


atau 15-20% bila tekanan sistolik >180 mmHg, diastolik >120 mmHg,
MAP >130 mmHg, dan volume hematoma bertambah. Bila terdapat gagal
jantung, tekanan darah harus segera diturunkan dengan labetalol iv 10 mg
(pemberian dalam 2 menit) sampai 20mg (pemberian dalam 10 menit)
maksimum 300 mg; enalapril iv 0,625-1.25 mg per 6 jam; kaptopril 3 kali
6,25-25 mg per oral.

Jika didapatkan tanda tekanan intrakranial meningkat, posisi kepala


dinaikkan 30, posisi kepala dan dada di satu bidang, pemberian manitol

58
(lihat penanganan stroke iskemik), dan hiperventilasi (pCO2 20-35
mmHg).

Penatalaksanaan umum sama dengan pada stroke iskemik, tukak


lambung diatasi dengan antagonis H2 parenteral, sukralfat, atau inhibitor
pompa proton; komplikasi saluran napas dicegah dengan fisioterapi dan
diobati dengan antibiotik spektrum luas.

Terapi khusus

Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator.


Tindakan bedah mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada
pasien yang kondisinya kian memburuk dengan perdarahan serebelum
berdiameter >3 cm3, hidrosefalus akut akibat perdarahan intraventrikel
atau serebelum, dilakukan VP-shunting, dan perdarahan lobar >60 mL
dengan tanda peningkatan tekanan intrakranial akut dan ancaman herniasi.

Pada perdarahan subaraknoid, dapat digunakan antagonis Kalsium


(nimodipin) atau tindakan bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi, maupun
gamma knife) jika penyebabnya adalah aneurisma atau malformasi arteri-
vena (arteriovenous malformation, AVM).

Fase Pasca Akut

Setelah fase akut berlalu, sasarn pengobatan dititiberatkan pada


tindakan rehabilitasi penderita, dan pencegahan terulangnya stroke.
Rehabilitasi
Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45
tahun, maka yang paing penting pada masa ini adalah upaya
membatasi sejauh mungkin kecacatan penderita, fisik dan mental,
dengan fisioterapi, terapi wicara, dan psikoterapi.
Terapi preventif
Tujuannya untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan
baru sroke, dengan jalan antara lain mengobati dan menghindari
faktor-faktor resiko stroke seperti:

59
Pengobatan hipertensi
Mengobati diabetes mellitus
Menghindari rokok, obesitas, stress, dll
Berolahraga teratur

BAB IV

KESIMPULAN

Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang


berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada
umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan
cacat atau kematian. Stroke iskemik sering diklasifikasin berdasarkan etiologinya
yaitu trombotik dan embolik. Untuk mendiagnosa suatu stroke iskemik diperlukan
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang menyeluruh dan teliti. Pemeriksaan yang
menjadi gold standar untuk mendiagnosa stroke iskemik adalah CT-scan. Penting
untuk membedakan gejala klinis stroke hemoragik dan iskemik. Bila tidak dapat
dilakukan CT-scan maka dpaat dilakukan sistem skoring untuk mengerucutkan
diagnosa.

Setelah dapat ditegakkan diagnosis, perlu dilakukan terapi segera agar


tidak terjadi iskemik lebih lanjut. Prinsip terapi dari stroke iskemik adalah
perbaikan perfusi ke otak, mengurangi oedem otak, dan pemberian neuroprotektif.

60

Anda mungkin juga menyukai