Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Matematika merupakan salah satu ilmu yang sangat penting dalam perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Depdiknas (2006) menyebutkan bahwa pembelajaran
matematika bertujuan (1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar
konsep serta mengaplikasikan dalam pemecahan masalah, (2) memecahkan masalah
yang meliputi memahami masalah, merancang model, meyelesaikan model serta
menafsirkan solusi yang diperoleh serta mengkomunikasikan gagasan dengan simbol,
dan tabel. (3) Menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan yaitu memiliki
perhatian dan minat dalam belajar matematika.
Pada setiap kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan
pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi. Untuk mengajukan masalah kontekstual
secara bertahap siswa dibimbing untuk menguasai konsep matematika. Seringkali siswa
sulit dalam menguasai konsep matematika. Hal ini sering membuat hasil belajar siswa
menjadi rendah, sehingga siswa kurang berminat dan aktif dalam mempelajari
matematika.
Salah satu materi Matematika yang sulit dipelajari oleh siswa adalah materi
operasi hitung pecahan, hal ini karena pecahan memiliki tingkat kesukaran dan
keabstrakan yang tinggi bagi siswa. Dalam materi pecahan siswa dituntut untuk
menghitung operasi pecahan baik itu mengurangkan, menjumlahkan, mengalikan
maupun membagikan. Kesulitan siswa dalam mempelajari materi tersebut adalah
penyampaian konsep materi yang diberikan oleh guru sulit ditangkap oleh siswa. Hal ini
terjadi karena guru tidak menggunakan media kongkret untuk membantu proses
pembelajaran. Selain itu metode pembelajaran yang kurang bervariasi dalam
pembelajaran operasi hitung pecahan juga merupakan penyebab siswa sulit dalam
belajar pecahan. Sehingga hasil belajar dan tingkat keaktifan siswa rendah.
Dari hasil pengamatan dan wawancara terhadap guru kelas III SD Negeri 1
Danakerta mengenai pembelajaran matematika diperoleh informasi bahwa nilai rata-rata
hasil belajar matematika tahun ajaran 2014/2015 pada semester genap (II) khusus materi
pecahan berbagai bentuk hanya mencapai rata-rata 61,1 dan ini belum memenuhi standar
ketuntasan belajar yang ditetapkan yaitu 64 (KKM). Siswa yang memperoleh nilai 64
hanya 11 orang atau 35,5% dan siswa yang memperoleh nilai 64 sebanyak 64,5% atau
20 orang belum mencapai KKM.
Menurut wawancara peneliti terhadap guru kelas III SD Negeri I Danakerta,
penyebab rendahnya hasil belajar matematika siswa adalah kurangnya keaktifan siswa
saat mengikuti proses pembelajaran dan dalam proses pembelajaran guru masih
menggunakan pembelajaran konvensional yang hanya memberikan materi yang berisi
rumus-rumus dan contoh penyelesaian soal. Siswa belum diberi kesempatan untuk
menggali matematika dari pengalaman sendiri. Guru seharusnya dapat membantu peserta
didik menggunakan pengetahuan yang dimiliki sekarang kemudian dihubungkan
pengetahuan sebelumnya untuk dapat menemukan pengetahuan yang baru. Guru juga
belum mendorong siswa untuk memperbaiki hasil kerja mereka maupun hasil kerja
kelompok mereka. Peserta didik juga belum mampu mengaitkan konsep-konsep
matematika terutama operasi hitung pecahan ke dalam kehidupan sehari hari siswa.
Selain itu terdapat masalah- masalah lain diantaranya: siswa masih suka ramai sendiri,
siswa kurang berkonsentrasi ketika kegiatan pembelajaran berlangsung, serta rendahnya
respon siswa terhadap pertanyaan yang disampaikan guru.
Keadaan saat ini banyak guru yang masih menggunakan model pembelajaran
konvensional yang tidak dapat membuat siswa lebih aktif. Salah satu model
pembelajaran yang membuat siswa aktif adalah model pembelajaran kooperatif.
Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan kerja
sama diantara peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran. Slavin dalam Yasa
(2008:1) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang
dilakukan secara berkelompok, siswa dalam satu kelas dijadikan kelompok-kelompok
kecil yang terdiri dari 4 sampai 5 orang untuk memahami konsep yang difasilitasi oleh
guru. Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dengan setting
kelompok-kelompok kecil dengan memperhatikan keberagaman anggota kelompok
sebagai wadah siswa bekerjasama dan memecahkan suatu masalah melalui interaksi
sosial dengan teman sebayanya, memberikan kesempatan pada siswa untuk mempelajari
sesuatu dengan baik pada waktu yang bersamaan dan ia menjadi narasumber bagi teman
yang lain. Terdapat berbagai macam type model pembelajaran kooperatif salah satunya
adalah model pembelajaran kooperatif type Numbered Heads Together.
Model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) adalah sebuah
tipe pembelajaran yang dikembangakan oleh Kagen pada tahun 1993. Pada umumnya
NHT digunakan untuk melibatkan siswa dalam penguatan pemahaman pembelajaran atau
mengecek pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran. Sebagian besar aktivitas
pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together berpusat pada siswa, yakni
siswa mempelajari materi pembelajaran sambil berdiskusi untuk memecahkan masalah.
Model pembelajaran NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang
menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi
serta memiliki tujuan untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa. Selain
dengan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together peneliti juga
menggunakan bantuan pizza kayu sebagai media pembelajaran agar peserta didik lebih
memahami materi yang akan disampaikan. Dengan model pembelajaran kooperatif tipe
Numbered Heads Together berbantuan pizza kayu diharapkan siswa dapat dengan mudah
memahami materi operasi hitung pecahan, dan rasa percaya diri siswa dapat terpupuk
sehingga siswa dapat memperoleh hasil belajar yang maksimal.
Berdasarkan bahasan mengenai permasalahan yang terdapat pada kelas III SD
Negeri 1 Danakerta pada pelajaran matematika khususnya operasi hitung pecahan serta
model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together, maka timbul dorongan
peneliti untuk melakukan penelitian dengan judul Penerapan Model Pembelajaran
Kooperatif Learning Type Numbered Heads Together (NHT) Berbantuan Media Pizza
Kayu Terhadap Hasil Belajar Siswa. (Studi kasus pada siswa kelas III SD Negeri I
Danakerta, Kecamatan Punggelan, Kabupaten Banjarnegara)

B. Identifikasi Masalah
Proses pembelajaran di SD Negeri 1 Danakerta pada mata pelajaran matematika
khususnya operasi hitung pecahan ternyata masih perlu perbaikan. Hal ini terlihat dari
hasil wawancara di lapangan menunjukkan:
1. Perolehan nilai setiap diadakan tes formatif rendah. Banyak siswa yang mendapat
nilai di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang sudah ditentukan yaitu 64.
2. Respon siswa terhadap pertanyaan yang diajukan guru sangat rendah.
3. Minat siswa untuk belajar matematika rendah, karena menurut siswa matematika
sulit.
4. Dalam proses pembelajaran guru masih menggunakan pembelajaran konvensional
yang hanya memberikan materi yang berisi rumus-rumus dan contoh penyelesaian
soal.
5. Siswa masih suka ramai sendiri, siswa kurang berkonsentrasi dalam ketika kegiatan
pembelajaran berlangsung.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan uaian pada latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian
ini dirumuskan bagaimanakah penerapan model pembelajaran kooperatif learning type
Numbered Heads Together (NHT) berbantuan media pizza kayu terhadap hasil belajar
siswa kelas III SD ?

D. Tujuan penelitian
Tujuan penelitian ini dibedakan menjadi tujuan umum dan tujuan khusus. Adapun
tujuan penelitian umum dan khusus adalah sebagai berikut:
1. Tujuan Umum
a. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Penulisan Karya Tulis Ilmiah dan Skripsi
b. Untuk menerapkan model pembelajaran kooperatif learning type numbered
heads together (NHT) berbantuan media pizza kayu terhadap hasil belajar
siswa kelas III SD.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk meningkatkan pemahaman siswa pada mata pelajaran matematika
khususnya materi operasi hitung pecahan.
b. Untuk membangkitkan minat siswa pada pelajaran matematika.
c. Untuk meningkatkan keaktifan siswa.
d. Untuk meningkatkan hasil belajar siswa.

E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Secara teoretis penelitian ini dapat dijadikan acuan pendapat untuk memperkuat
teori yang sudah ada. Misalnya teori mengenai model pembelajaran kooperatif
dalam pembelajaran operasi hitung pecahan.
2. Manfaat praktis
a. Bagi Dinas
Sebagai bahan rujukan pembinaan terhadap guru/sekolah agar dalam kegiatan
pembelajaran guru menggunakan model pembelajaran yang memicu keaktifan
siswa seperti model pembelajaran kooperatif type Numbered Heads Together.
b. Bagi sekolah
1) Meningkatkan kualitas/mutu pendidikan para siswa.
2) Menumbuhkan iklim kerja sama yang kondusif untuk kemajuan sekolah.
3) Memberikan sumbangan positif bagi kemajuan sekolah.
c. Bagi guru
1) Meningkatkan kualitas pembelajaran yang dikelolanya.
2) Meningkatkan profesionalisme guru dalam mengajar.
3) Menambah rasa percaya diri dengan kemampuan yang dimiliki.
4) Memberikan kesempatan untuk berperan aktif dalam mengembangkan
pengetahuan dan keterampilan.
d. Bagi siswa
1) Meningkatkan pemahaman serta hasil belajar siswa pada mata pelajaran
matematika khususnya materi operasi hitung pecahan.
2) Menanamkan sikap untuk menyenangi pelajaran matematika.
3) Meningkatkan keaktifan siswa.
4) Melatih siswa menemukan dan memecahkan masalah dalam matematika.
5)

Anda mungkin juga menyukai