Anda di halaman 1dari 13

PENGARUH PEMBERIAN BUBUR TEMPE TERHADAP

KESEMBUHAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA


PUSKESMAS KEDUNGMUNDU SEMARANG

Manuscript

OLEH :
SRI LESTARININGSIH
G2A009101

PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2013
PENGARUH PEMBERIAN BUBUR TEMPE TERHADAP KESEMBUHAN DIARE PADA
BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KEDUNGMUNDU SEMARANG

Sri Lestariningsih1, Dera Alfiyanti2, Sufiati Bintanah3

1
Sri Lestariningsih : Mahasiswa Program Studi S1 Keperawatan FIKKES
UNIMUS
2
Dera Alfiyanti, S. Kep, M. Kep : Dosen Keperawatan Anak FIKKES UNIMUS
3
Sufiati Bintanah, SKM, M. Si : Dosen Fakultas gizi FIKKES UNIMUS

Abstrak

Latar Belakang : Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang sering
mengenai bayi dan balita. Seorang bayi baru lahir umumnya akan buang air besar
sampai lebih dari sepuluh kali sehari, dan bayi yang lebih besar akan mempunyai
waktu buang air Neonatus dinyatakan diare bila frekuensi buang air besar lebih
dari 4 kali, sedangkan untuk bayi berumur lebih dari 1 bulan dan anak,
frekuensinya lebih dari 3 kali sehari
Tujuan : Penelitian Mengetahui pengaruh pemberian bubur tempe terhadap
tingkat kesembuhan diare pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kedung
Mundu.
Metodologi : Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quasi
Eksperimental dengan rancangan Randommized Posttest Only Kontrol Group
Design. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh anak yang tercatat menderita
diare di wiliyah kerja Puskesmas Kedung Mundu Semarang yang diketahui
berjumlah 159 orang.. analisa data menggunakan uji nonparametric test (wiloxon
atau mann-whitney).
Hasil penelitian : Ada pengaruh yang signifikan antara pemberian bubur tempe
terhadap tingkat kesembuhan diare pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas
Kedung Mundu Kota Semarang (p value masing-masing untuk frekwensi diare
dan lama diare sebesar 0,000 <0,05).
Kesimpulan Ada pengaruh yang signifikan antara pemberian bubur tempe
terhadap tingkat kesembuhan diare pada balita

1
Kata kunci : Bubur tempe dan kesembuhan diare

TEMPE MUSH EFFECT OF DIARRHEA IN CHILDREN OF HEALING IN THE REGION OF


HEALTH KEDUNGMUNDU SEMARANG

Abstract

Background : Diarrheal disease is one disease that commonly affects infants and
toddlers A newborn baby will generally defecate up to more than ten times a day
, and the baby will have a bigger water waste time stated Neonatal diarrhea if
stool frequency more than 4 times , while for infants older than 1 month and the
child , frequency is more than 3 times a day
Objective: Knowing the effect of soybean slurry to cure rates of diarrhea in
infants in the Work Area Health Center Kedung Mundu .
Methodology : The research used in this research is to design Randommized
Quasi Experimental Posttest Only Kontrol Group Design . Population of this
study are all registered children suffering from diarrhea in Puskesmas
Kedungmundu wilayah Semarang is known totaling 159 people analyze the data
using nonparametric test test (or Mann-Whitney wiloxon ) .
The result : There is significant relationship between soybean slurry delivery to
the cure rates of diarrhea in infants in the Work Area Health Center
Kedungmundu Semarang ( p value respectively for diarrhea frequency and
duration of diarrhea of 0.000 < 0,05 ) .
Conclusion There is a significant relationship between soybean slurry delivery to
the cure rates of diarrhea in infants

Keywords : Porridge tempeh and cure diarrhea

2
PENDAHULUAN
Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang sering mengenai bayi dan
balita. Seorang bayi baru lahir umumnya akan buang air besar sampai lebih dari
sepuluh kali sehari, dan bayi yang lebih besar akan mempunyai waktu buang air
Neonatus dinyatakan diare bila frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali,
sedangkan untuk bayi berumur lebih dari 1 bulan dan anak, frekuensinya lebih
dari 3 kali sehari (Hasan, 2007).

Menurut data World Health Organization (WHO), diare adalah penyebab nomor
satu kematian balita di seluruh dunia. Di Indonesia, diare adalah pembunuh balita
nomor dua setelah ISPA (Infekesi Saluran Penapasan Akut). Terjadinya angka
kematian yang tinggi pada usia balita dikarenakan pada saat itu balita rentan
terhadap penyakit, data statistik menunjukkan bahwa lebih dari 70% kematian
balita salah satunya disebabkan karena penyakit diare (Depkes, 2008).

Pada tahun tahun 2011 meningkat sampai 200 400 kejadian per 1000 penduduk.
Penderita diare mencapai 60 juta kejadian setiap tahunnya, sebagian besar (70-
80%) anak dibawah lima tahun ( 40 juta kejadian) pada survei Depkes tahun
2000. Kelompok ini setiap tahunnya mengalami lebih dari satu kejadian diare.
Dehidrasi atau kekurangan cairan pada diare dibedakan menjadi tanpa dehidrasi,
dehidrasi ringan-sedang dan dehidrasi berat dikategorikan dari gejala klinis.
Menurut Wardhani (2012) dari 37 puskesmas yang ada di Semarang, puskesmas
Kedung Mundu menduduki pravelansi tertinggi kejadian diare pada balita.
Kejadian diare di puskesmas Kedungmundu pada tahun 2010 sebanyak 632 anak
< 1 tahun dan mengalami peningkatan sebanyak 989 balita pada tahun 2012
(Dinkes, 2012).

Tempe merupakan pangan tradisional dengan bahan dasar kedelai melalui proses
fermentasi yang mengandung komponen fungsional prebiotik dan prebiotik, serat
larut, asam lemak omega 3 polyunsaturated, konjungsi asam linoleat, antioksidan
pada tanaman, vitamin dan mineral, beberapa protein, peptida dan asam amino
seperti phospolipid (Grajek et al, 2005) dan menurut Toole & Cooney (2008),

3
banyak mikroorganisme yang dipertimbangkan sebagai prebiotik yang digunakan
untuk memelihara produk pangan tradisional dengan cara fermentasi dan
keberadaan makanan ini bermacam-macam angka mikroorganisme yang
digunakan bersamaan dengan hasil akhir dari fermentasi produk dan metabolisme
lainnya (Toole & Cooney, 2008).

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap anak yang menderita diare di Puskesmas


Kedungmundu pemberian antibiotik apabila terjadi infeksi interal (feses disertai
dengan darah). Hal ini sejalan dengan rekomendasi dari WHO yang hanya
menyertakan antibiotik dalam pengobatan jika terdapat darah dalam feses (WHO,
2006). Selain obat (antibiotik) subjek juga diberi zinc tablet dengan ketentuan :
anak umur dibawah 6 bulan dengan dosis pemberian 1/2 tablet (10 mg) per hari
dan di atas 6 bulan dengan dosis 1 tablet (20 mg) per hari selam 14 hari.
Berdasarkan data tersebut dimungkinkan juga variabel lain yang berperan dan
berkontribusi terhadap proses penyembuhan penyakit diare adalah obat yang
diberikan (antibiotik dan zinc). Zinc merupakan antioksidan kuat yang mampu
mencegah kerusakan sel dan menstabilkan struktur dinding sel. Kekurangan zinc
dapat menimbulkan kurangnya nafsu makan disertai penurunan berat badan dan
mudah terinfeksi. Dalam penatalaksanaan pengobatan diare, zinc mampu
mengurangi durasi episode diare hingga sebesar 25%. Disamping itu beberapa
penelitian menunjukkan bahwa pemberian zinc mampu menurunkan volume dan
frekuensi tinja rata-rata sebesar 30%. Zinc juga menurunkan durasi dan keparahan
pada diare persisten. Bila diberikan secara rutin pada anak-anak baik jangka
panjang maupun pendek, zinc mampu menunjukkan efektifitas dalam mencegah
diare. Sangat dianjurkan pemberian zinc bersamaan dengan terapi menggunakan
antibiotik pada diare (Syafri R, 2009)

METODOLOGI

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian Quasi Eksperimental dengan


rancangan Randommized Posttest Only Kontrol Group Design (Notoatmodjo,
2010). Populasi dalam penelitian ini seluruh anak balita yang tercatat menderita

4
diare di wiliyah kerja Puskesmas Kedung Mundu Semarang pada bulan
September yang diketahui berjumlah 159 anak. Teknik sampling yang digunakan
adalah purposive sampling dengan jumlah 30 anak.

HASIL PENELITIAN
Tabel 1.
Distribusi Frekuensi Diare Pada Balita
Di Wilayah Puskesmas Kedungmundu Kota Semarang

Intervensi Kontrol
Frekuensi Diare
n % n %
3 kali sehari 10 66,7 2 13,3
4 kali sehari 5 33,3 6 40,0
5 kali sehari 0 0,0 7 46,7
Total 15 100,0 15 100,0

Berdasarkan Tabel 1. tersebut diatas dapat diketahui bahwa balita di Puskesmas


Kedungmundu Kota Semarang pada kelompok intervensi sebagian besar
mengalami diare sebanyak 3 kali sehari sebanyak 10 responden (66,7%) dan balita
pada kelompok kontrol sebagian besar mengalami diare sebanyak 5 kali sehari
sebanyak 7 responden (46,7%).
Tabel 2.
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Lama Diare Pada Balita
Di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungmundu Kota Semarang

Intervensi Kontrol
Lama diare
n % n %
1 hari 4 26,7 0 0,0
2 hari 9 60,0 4 26,7
3 hari 2 13,3 11 73,3
Total 15 100,0 15 100,0

Berdasarkan Tabel 2. tersebut diatas dapat diketahui bahwa balita di Puskesmas


Kedungmundu Kota Semarang pada kelompok intervensi sebagian besar
mengalami diare selama 2 hari sebanyak 9 responden (60%) dan pada kelompok
kontrol sebagian besar balita mengalami diare selama 3 hari sebanyak 11
responden (73,3%).

5
Tabel 3
Pengaruh pemberian bubur tempe terhadap tingkat kesembuhan diare pada balita
di Wilayah Kerja Puskesmas Kedung Mundu

Variabel N Mean Z Skore P Value


Rank
Frekuensi diare kelompok 15 8,67 -4,360 0,000
intervensi
Lama diare kelompok intervensi 15 8,80 -4,424 0,000
Frekuensi diare kelompok kontrol 15 22,33
Lama diare kelompok kontrol 15 22,20

Dari hasil uji Mann-Whitney didapatkan nilai Z Skore untuk frekwensi diare
sebesar -4,380 dan untuk lama diare sebesar -4,424 dengan p value masing-
masing untuk frekwensi diare dan lama diare sebesar 0,000 <0,05, hal ini
menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara pemberian bubur tempe
terhadap tingkat kesembuhan diare pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas
Kedung Mundu.

PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa balita di Puskesmas Kedungmundu Kota
Semarang pada kelompok intervensi sebagian besar mengalami diare sebanyak 3
kali sehari sebanyak 10 responden (66,7%) dan balita pada kelompok kontrol
sebagian besar mengalami diare sebanyak 5 kali sehari sebanyak 7 responden
(46,7%).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok kontrol balita mengalami


diare dengan frekuensi 6 kali sehari. Hal ini sangat berbahaya bagi balita karena
diare akut dapat menimbulkan berbagai permasalahan yang serius mulai
terjadinya dehidrasi atau kekurangan cairan sampai terjadinya radang otak sebagai
akibat dari dehidrasi tersebut. Penderita diare kebanyakan dapat sembuh tanpa
pengobatan khusus.Serangan diare yang berulang akan mendorong tanpa
serangan diare yang berulang akan mendorong penderita ke dalam keaaan
malnutrisi oleh karena itu penatalaksanaan yang benar sangat dibutuhkan karena

6
dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian, apalagi pada anak-anak. Selain
itu keluarga dapat menjaga balita atau anak-anak dari diare dengan menjaga
kebersihan lingkungan serta makanan. Selain itu bila sudah terkena maka keluarga
dapat melakukan pertolongan dengan memberikan oralit atau campuran gula dan
garam.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kalista (2012)
tentang Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Diare Pada
Anak Usia 6-24 Bulan Di Puskesmas Kedung Mundu Semarang dengan hasil
penelitian menunjukkan Dari hasil chi square di peroleh ada hubungan status gizi
pemberian asi ekslusif lingkungan dan perilaku hidup bersih sehat dengan
kejadian diare pada anak usia 6-24bulan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa balita di Puskesmas Kedungmundu Kota


Semarang pada kelompok intervensi sebagian besar mengalami diare selama 2
hari sebanyak 9 responden (60%) dan pada kelompok kontrol sebagian besar
balita mengalami diare selama 3 hari sebanyak 11 responden (73,3%).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok kontrol balita masih


mengalami diare selama 5 hari, hal ini disebabkan olah cara penanganan dan
pengobatan diare yang cenderung disepelekan dan dilakukan dengan coba-coba
karena penyakit diare masih dianggap oleh masyarakat sebagai penyakit yang
ringan dan dapat sembuh dengan sendirinya. Belum lagi anggapan dari
masyarakat bahwa diare yang terjadi pada balita adalah suatu hal yang wajar
sebagai proses pertumbuhan dan perkembangan anak yang tidak perlu
mendapatkan penanganan karena dianggap akan menghambat perkembangan
balita tersebut. Dengan adanya anggapan tersebut membuat balita yang menderita
diare terkadang menjadi terlambat dalam penanganan lebih lanjut dan terjadi
komplikasi dengan penyakit yang lain.

7
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sri Yuniarti.H
(2010) tentang Pengaruh Pemberian Formula Preda Tempe Terhadap Lama
Penyakit Diare Akut Pada Anak Usia 6-24 Bulan dengan hasil penelitian
menunjukkan Dari hasil analisis lama penyakit diare pada formula preda dan
tempe adalah 5 hari dan 4,2 hari.

Dari hasil uji Mann Whitney Test didapatkan nilai Z Skore untuk frekwensi diare
sebesar -4,380 dan untuk lama diare sebesar -4,424 dengan p value masing-
masing untuk frekwensi diare dan lama diare sebesar 0,000 <0,05, hal ini
menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara pemberian bubur tempe
terhadap tingkat kesembuhan diare pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas
Kedung Mundu.

Tempe merupakan pangan tradisional dengan bahan dasar kedelai melalui proses
fermentasi yang mengandung komponen fungsional prebiotik dan prebiotik, serat
larut, asam lemak omega 3 polyunsaturated, konjungsi asam linoleat, antioksidan
pada tanaman, vitamin dan mineral, beberapa protein, peptida dan asam amino
seperti phospolipid (Grajek et al, 2005). Tempe sebagai produk olahan dari jenis
kacang-kacangan juga banyak mengandung seng, dan seng ini dapat mengurangi
durasi dan frekuensi diare pada anak. Hasil penelitian Permatasari (2012)
menemukan bahwa terdapat perbedaan durasi penyembuhan diare dehidrasi
ringan-sedang balita yang diberikan seng.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara


pemberian bubur tempe dengan frekwensi diare pada balita. Hal ini dapat
dijelaskan bahwa Bubur tempe bermanfaat untuk memperpendek masa diare dan
meningkatkan berat badan setelah diare. Bubur tempe yang diproduksi oleh pabrik
maupun dari tempe tradisional dapat mengurangi gejala lebih baik dibandingkan
dengan formula kedelai. Tempe lebih mudah dicerna karena kandungan asam
lemak bebas, peptida, dan asam amino yang tinggi. Proses peragian tempe

8
menghasilkan vitamin B. Kecuali itu selama proses produksinya terjadi
pengurangan jumlah rafinose dan stakiose, sehingga keluhan kembung yang
disebabkan kedua zat tersebut telah berkurang.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Anton Vivaldy
(2011) tentang Studi Pengaruh Intervensi Tempe Untuk Mempercepat
Penyembuhan Diare Anak Balita dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa
frekuensi rata-rata buang air besar selam 5 hari masa studi pada anak-anak yang
mengkonsumsi 50 gram tempe secara sugnifikan lebih rendah (= 0,05) dari pada
kelompok kontrol, hal ini bisa disimpulkan bahwa konsumsi tempe berpengaruh
positif pada pengobatan diare.

Keterbatasan penelitian terletak pada metode yang dipakai dalam penelitian ini
menggunakan desain quasi eksperimen (eksperimen semu) yaitu desain yang tidak
mempunyai pembatasan yang ketat terhadap randominasi, disebut eksperimen
semu karena eksperimen ini belum memiliki ciri-ciri yang menunjukkan
eksperimen sebenarnya.

Penelitian ini menemukan kendala dimana tempat tinggal pasien yang saling
berjauhan sehingga peneliti harus mendatangi rumah responden satu persatu,
keterbatasan lainnya adalah ditemukannya beberapa ibu dari responden yang
menolak pemberian bubur tempe karena ada keraguan terhadap dampak yang
ditimbulkan setelahnya. Hal ini terjadi karena belum ada informasi dan sosialisasi
tentang manfaat bubur tempe untuk penyembuhan diare pada balita.

9
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa balita di Puskesmas
Kedungmundu Kota Semarang pada kelompok intervensi sebagian besar
mengalami diare selama 2 hari sebanyak 9 responden (60%) dan pada kelompok
control sebagian besar balita mengalami diare selama 3 hari sebanyak 11
responden (73,3%). Ada pengaruh yang signifikan antara pemberian bubur tempe
terhadap tingkat kesembuhan diare pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas
Kedung Mundu Kota Semarang (p value masing-masing untuk frekwensi diare
dan lama diare sebesar 0,000 <0,05).

Berdasarkan hasil penelitian maka disarankan kepada responden meningkatkan


pengetahuan responden khususnya untuk para orang tua mengenai pengaruh
pemberian bubur tempe terhadap kesembuhan diare pada balita

Instansi kesehatan hendaknya aktif memberikan informasi dan sumbangan


pemikiran tentang pengaruh pemberian bubur tempe terhadap kesembuhan diare
pada balita dan pengelola progam KIA (Kesehatan Ibu dan Anak).

1
Sri Lestariningsih: Mahasiswa Program Studi S1 Keperawatan Fikkes Universitas
Muhammadiyah Semarang
2.
Ns. Dera Alfiyanti: Dosen Kelompok Keilmuan Keperawatan Anak Fakultas
Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang
3.
Sufiati Bintanah: Dosen Kelompok Gizi Fakultas Keperawatan dan Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Semarang

10
KEPUSTAKAAN

Depkes R.I., 2008. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta

Dinkes. 2012. Profil kesehatan kota semarang 2011. Semarang. 2012 Available
from : URL : HIPERLINK :
http://dinkeskotasemarang.files.wordpress.com/2012/07/ profil-
kesehatan-kota-semarang-2011.pdf

Hasan , R . 2007 . Buku Kuliah : Ilmu Kesehatan Anak I . Jakarta Penerbit Ilmu
Kesehatan Anak . Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Notoadmojo, Soekidjo. 2010 . Metode Penelitian Kesehatan . Jakarta : Rineka


Cipta.

Syafri R, 2009. Penggunaan Zink sebagai bagian dari Penatalaksanaan Diare


(http://www.who.int/2009/who.pdf)
Toole, P. W. O., & Cooney. J. C. (2008). Probiotics Bacteria Influence The
Composition and Function of The Intestinal Microbiota. Review
Article. Ireland.

WHO, 2006. Implementing the New Recommendation on the Clining


Management of Diarrhea (http://whqlibdoc.who int /publications /
2006/9241594217 eng.pdf)

11
PERNYATAAN PERSETUJUAN MANUSCRIPT
DENGAN JUDUL

PENGARUH PEMBERIAN BUBUR TEMPE TERHADAP KESEMBUHAN


DIARE PADA BALITA DI WILIYAH KERJA PUSKESMAS
KEDUNG MUNDU

Telah diperiksa dan disetujui untuk dipublikasikan

Semarang, Oktober 2013

Pembimbing I

Ns. Dera Alfiyanti, S.Kep, M.Kep.

Pembimbing II

Sufiati Bintanah, SKM, M.Si.

Anda mungkin juga menyukai