PEREKONOMIAN
INDONESIA
2015
ISSN 0522-2572
VISI
Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui
penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah
dan nilai tukar yang stabil.
MISI
Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan
moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.
Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta
mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung
alokasi sumber pendanaan/pembiayaan agar dapat berkontribusi pada
pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional.
NILAI-NILAI STRATEGIS
Nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen dan pegawai
untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri atas Trust and Integrity
Professionalism Excellence Public Interest Coordination and Teamwork.
DAFTAR ISI
Daftar Isi iv
BAGIAN 1
Daftar Tabel viii
PEREKONOMIAN
Daftar Grafik x GLOBAL 1
Daftar Diagram dan Gambar xvii
Bab 1
Dewan Gubernur Bank Indonesia xviii
Dinamika Perekonomian Global 7
Bab 2
Respons Kebijakan Ekonomi Global 21
PEREKONOMIAN
DOMESTIK 35
Bab 3 Bab 6
Pertumbuhan Ekonomi 41 Inflasi 91
3.3. Kinerja Korporasi dan Rumah Tangga 49 6.3. Inflasi Administered Prices (AP) 98
BAGIAN 3
RESPONS BAURAN
KEBIJAKAN 179
Bab 9 Bab 11
Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Kebijakan Moneter 187
UangRupiah 135
11.1. Kebijakan Suku Bunga dan Giro Wajib Minimum 189
9.1. Kinerja Sistem Pembayaran 137
11.2. Kebijakan Nilai Tukar 190
9.2. Kinerja Pengelolaan Uang Rupiah 143
11.3. Pendalaman Pasar Uang dan Pasar Valuta Asing 194
Boks 9.1. Penguatan Infrastruktur Sistem Pembayaran 151
11.4. Transmisi Kebijakan Moneter 198
Bab 10
Ekonomi Regional 155 Bab 12
Kebijakan Makroprudensial 205
10.1. Pertumbuhan Ekonomi Regional 157
12.1. Pelonggaran Ketentuan Loan/Financing to
10.2. Inflasi Regional 164 Value Ratio (LTV/FTV) 206
Bab 13
Kebijakan Sistem Pembayaran
dan Pengelolaan Uang Rupiah 215
INDONESIA 251
Bab 15
Tantangan Perekonomian
dan ArahKebijakan 257
1. Dinamika Perekonomian Global 7 Tabel 4.10. Ekspor Produk Kimia Organik Indonesia ke
Beberapa Negara Tujuan Utama 67
Tabel 1.1. Tabel Realisasi Pertumbuhan
Ekonomi Global 9 Tabel 4.11. Pangsa Pasar Beberapa Negara Eksportir
Produk Kimia Organik di Tiongkok 67
Tabel 4.8. Ekspor Produk Pakaian Indonesia ke Tabel 7.4. Net Claims on Government (NCG)
Beberapa Negara Tujuan Utama 66 2013-2015 110
Tabel 8.2. Total Pembiayaan Nonbank 128 14. Koordinasi Kebijakan 235
Tabel 8.3. Pembiayaan IPO dan Right Issue 129 Tabel 14.1. Paket Kebijakan Ekonomi Pemerintah
Tabel 8.4. Pembiayaan Obligasi dan Sukuk Korporasi 130 dalam Rangka Mendorong
Pertumbuhan Ekonomi 241
Grafik 1.1. Lanskap Ekonomi Global 8 Grafik 2.6. Indeks Situasi Bisnis India 27
Grafik 1.13. Perkembangan Capital Flows EM 15 Grafik 3.11. Pertumbuhan Lapangan Usaha
Pertambangan 48
Grafik 1.14. Perkembangan Pasar Saham Global 15
Grafik 3.12. Pertumbuhan Lapangan Usaha Industri
Grafik 1.15. Perkembangan Yield Obligasi Pemerintah 15 Manufaktur 48
Grafik 1.16. Indeks Komposit Shanghai Stock Exchange 16 Grafik 3.13. Kapasitas Utilisasi dan Indeks Produksi 49
Grafik 2.2. Total Aset The Fed, ECB, dan BOJ 23 Grafik 3.16. Retained Earning Perusahaan Publik 50
Grafik 2.3. Dependency Ratio Negara Maju 24 Grafik 3.17. Laba Bersih dan Belanja Modal 50
Grafik 2.4. Fiscal Space Negara-Negara Maju 25 Grafik 3.18. Sentimen Bisnis dan Inventori 50
Grafik 3.20. Pendapatan dan Pengeluaran Grafik 4.9. Investasi Langsung Bukan Penduduk
Rumah Tangga 51 menurutNegaraInvestorUtama 70
Grafik 3.21. Porsi Konsumsi, Tabungan, dan Grafik 4.10. Investasi Langsung Bukan Penduduk
Cicilan Rumah Tangga 51 menurutSektorEkonomi 71
Grafik 3.22. Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini dan Grafik 4.11. Investasi Portofolio Bukan Penduduk
Indeks Ekspektasi Ekonomi 51 diIndonesia 71
Grafik 3.23. Pendapatan Vs Biaya Operasional RT 52 Grafik 4.12. Perkembangan Investasi Lainnya 72
Grafik 3.24. PDB, Konsumsi RT, dan Bantuan Sosial 52 Grafik 4.13. Rasio ULN terhadap PDB Indonesia 73
Grafik 3.25. Ketersediaan Lapangan Kerja dan PDB 53 Grafik 4.14. Rasio ULN terhadap PDB untuk negara
peergroup 73
Grafik 3.26. Perubahan Jumlah dan Pangsa Tenaga
Kerja Berdasarkan Sektor Ekonomi 53 Grafik 4.15. Perkembangan Posisi ULN Indonesia
MenurutKelompokPeminjam 73
Grafik 3.27. Jumlah dan Prosentase Penduduk Miskin 53
Grafik 4.16. Perkembangan ULN Indonesia Menurut
Grafik 3.28. Indeks Kedalaman Kemiskinan 54
Jangka Waktu Sisa (Remaining Maturity) 74
Grafik 3.29. Indeks Keparahan Kemiskinan 54
Grafik 4.17. Komposisi ULN Indonesia 74
Grafik 4.5. Perkembangan Neraca Jasa 68 Grafik 5.3. Event Analysis Nilai Tukar Rupiah 2015 84
Grafik 4.6. Rasio Freight Jasa Transportasi 69 Grafik 5.4. Imbal Hasil Investasi Obligasi Negara
TriwulanIV2015 85
Grafik 4.7. Perkembangan Neraca Pendapatan Primer 69
Grafik 5.5. Perkembangan Nilai Tukar Peers Pasca
Grafik 4.8. Perkembangan Jumlah dan Remitansi TKI 69
Kenaikan FFR Desember 2015 85
Grafik 5.6. Perubahan Nilai Tukar Rupiah dan Grafik 6.8. Margin Per Unit dan Harga Jual 95
Peers Tahun 2015 86
Grafik 6.9. Inflasi IHPB Impor dan Inflasi Inti Traded 95
Grafik 5.7. Volatilitas Nilai Tukar Rupiah dan Peers 86
Grafik 6.10. Inflasi IHPB dan IHK Peralatan
Grafik 5.8. Aliran Dana Nonresiden 86 Rumah Tangga 95
Grafik 5.9. Proporsi Kepemilikan Nonresiden pada Grafik 6.11. Ekspektasi Inflasi Konsumen 95
Obligasi Negara 86
Grafik 6.12. Ekspektasi Pedagang Eceran 96
Grafik 5.10. Perkembangan Transaksi Valas Domestik 87
Grafik 6.13. Ekspektasi Inflasi 24 Bulan 96
Grafik 5.11. Perkembangan Transaksi Valas Relatif
Grafik 6.14. Pola Historis Inflasi VF 97
terhadap PDB 87
Grafik 6.15. Perkembangan Inflasi AP 98
Grafik 5.12. Komposisi FX Spot vs FX Derivatif 87
Grafik 6.16. Perkembangan Inflasi dan
Grafik 5.13. Rasio Volume Beli Valas Korporasi
Sumbangan InflasiBensin 100
di Derivatif terhadap PDB 87
Grafik 6.17. Perkembangan Inflasi dan
Grafik 5.14. Proporsi Sebaran Demand Valas Korporasi 88
Sumbangan InflasiListrik 100
Grafik 5.15. Supply-Demand Valas 88
Grafik 6.2. Pola Historis Inflasi Bulanan 92 Grafik 7.4. Perkembangan Tax Ratio 107
Grafik 6.3. Inflasi Inti Traded dan Non-traded 93 Grafik 7.5. Capaian Realisasi APBN-P 2015 107
Grafik 6.4. Pola Historis Inflasi Inti 93 Grafik 7.6. Pencapaian Belanja Negara 107
Grafik 6.5. Pertumbuhan Penjualan Riil 94 Grafik 7.7. Serapan Belanja K/L dan Non K/L 108
Grafik 6.6. Inflasi Inti Non-traded 94 Grafik 7.8. Tren Defisit Fiskal di Beberapa Negara 109
Grafik 6.7. Ekspektasi Consensus Forecast 94 Grafik 7.9. Perkiraan Defisit Agregat Pemerintah 109
Grafik 7.11. Imbal Hasil SBN 109 Grafik 8.18. Trend Rasio NPL Kredit UMKM 122
Grafik 7.12. Porsi Utang Pemerintah terhadap PDB 110 Grafik 8.19. Rasio Profitabilitas Korporasi Publik 122
Grafik 8.5. Rasio Kredit terhadap PDB 116 Grafik 8.25. Imbal Hasil SBN 10 Tahun dan Faktor
Sentimen Selama 2015 125
Grafik 8.6. Pertumbuhan Kredit Total dan Per Jenis
Penggunaan 117 Grafik 8.26. Imbal Hasil SBN dan Net Beli/Jual Asing 126
Grafik 8.7. Pertumbuhan Kredit Lima Sektor Ekonomi Grafik 8.27. Pangsa Kepemilikan Investor
Terbesar 117 Nonresiden diPasarSBN 126
Grafik 8.8. Perkembangan NPL Bank Umum 117 Grafik 8.28. IHSG dan Faktor Sentimen Selama 2015 127
Grafik 8.9. Pertumbuhan DPK 118 Grafik 8.29. IHSG dan Net Beli/Jual Asing 128
Grafik 8.10. Perkembangan Rata-rata Suku Grafik 8.30. Tambahan Kredit dan Pembiayaan
Bunga Kredit, Suku Bunga Deposito NetNonbank 130
Rupiah dan BI Rate 118
Grafik 8.11. LDR dan Rasio AL/DPK 118 9. Sistem Pembayaran dan Pengelolaan
UangRupiah 135
Grafik 8.12. Return on Asset (ROA) 119
Grafik 9.1. Indeks Sistem Pembayaran Nontunai 137
Grafik 8.13. Biaya Operasional terhadap
Pendapatan Operasional (BOPO) 119 Grafik 9.2. Transaksi Ritel terhadap PDB 138
Grafik 8.14. Perkembangan CAR Perbankan 119 Grafik 9.3. Rasio Transaksi Ritel terhadap
Konsumsi Masyarakat 138
Grafik 8.15. Perkembangan Intermediasi Bank Syariah 120
Grafik 9.4. Indeks Penjualan Eceran dan
Grafik 8.16. Perkembangan NPF Bank Syariah 120
Transaksi Ritel 138
Grafik 9.5. Perkembangan Transaksi Sistem BI-RTGS 139 Grafik 9.25. Pola Pergerakan Pertumbuhan UYD
dan PDB Riil 146
Grafik 9.6. Turn Over Ratio Bank Indonesia
Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) 139 Grafik 9.26. Pola Pergerakan Pertumbuhan
Outflow Uang Kartal Bank Persero
Grafik 9.7. Perkembangan Transaksi BI-SSSS 139
dan BPD, dan Konsumsi Pemerintah Riil 146
Grafik 9.8. Perkembangan Transaksi SKNBI 140
Grafik 9.27. Pola Pergerakan Pertumbuhan
Grafik 9.9. Perkembangan Transaksi APMK 140 Cash in Vault dan Dana Pihak Ketiga
Perbankan 146
Grafik 9.10. Perkembangan Transaksi ATM
dan ATM/Debet 141 Grafik 9.28. Pola Pergerakan Pertumbuhan
Cash in Vault dan Transaksi Uang Kartal
Grafik 9.11. Perkembangan Transaksi Kartu Kredit 141 Antar Bank 147
Grafik 9.12. Rasio dan Proporsi NPL Kartu Kredit 142 Grafik 9.29. Rasio Posisi Kas terhadap Rata-rata
Outflow Bulanan 147
Grafik 9.13. Perkembangan Transaksi Uang Elektronik 142
Grafik 9.30. Rasio Posisi Kas terhadap Rata-rata
Grafik 9.14. Pangsa Volume dan Nilai Transaksi
Outflow Bulanan Menurut Wilayah 147
TransferDana 143
Grafik 9.31. Perkembangan TUKAB di Wilayah
Grafik 9.15. Pangsa Penyelenggara Bukan Bank 2015 143
JakartadanSekitarnya 148
Grafik 9.16. Posisi Uang Kartal yang Diedarkan Akhir
Grafik 9.32. Pola Pergerakan TUKAB di Wilayah
Tahun 143
Jakarta dan Dana Pihak Ketiga Perbankan 148
Grafik 9.17. Perkembangan UYD secara Harian 144
Grafik 9.33. Jumlah Kas Titipan dan Penarikan
Grafik 9.18. Pangsa UYD Berdasarkan Denominasi 144 UangRupiah 148
Grafik 9.19. Pertumbuhan UYD Berdasarkan Grafik 9.34. Penarikan Uang Kartal dalam Rangka
Denominasi 144 KasKeliling 149
Grafik 9.20. Aliran Uang Kartal melalui Bank Indonesia 144 Grafik 9.35. Pemusnahan Uang Rupiah
TidakLayakEdar 149
Grafik 9.21. Pola Siklikal Aliran Uang Kartal melalui
BankIndonesia 145 Grafik 9.36. Rasio Pemusnahan Uang Rupiah
terhadap Inflow Berdasarkan Pecahan 150
Grafik 9.22. Rasio UYD terhadap PDB dan Konsumsi
Rumah Tangga 145 Grafik 9.38. Temuan Uang Rupiah Palsu oleh
Kepolisian dan Laporan Perbankan 150
Grafik 9.23. Pola Pertumbuhan UYD dan IPE 145
Grafik 9.37. Temuan Uang Rupiah Palsu dan Rasionya
Grafik 9.24. Proyeksi dan Realisasi UYD 146 terhadap Uang yang Diedarkan 150
Grafik 10.1. Pertumbuhan Ekonomi Regional Grafik 10.22. Pola Penarikan Uang Kartal Melalui
Tahun 2015 158 KasTitipan 174
Grafik 10.2. Pangsa PDRB Berdasarkan Grafik 10.23. Pola Penukaran Uang Kartal Melalui
Lapangan Usaha Utama Wilayah 160 KasKeliling 174
Grafik 10.4. Pertumbuhan Industri Grafik 11.1. Posisi Operasi Moneter 192
Pengolahan Regional 160
Grafik 11.2. Durasi OM berdasarkan Tenor 192
Grafik 10.5. Ekspor Industri Jawa 161
Grafik 11.3. Durasi OM berdasarkan Sisa
Grafik 10.6. Ekspor Industri Sumatera & Kalimantan 161 JatuhWaktu 192
Grafik 10.7. Pertumbuhan Angkatan Kerja Regional 162 Grafik 11.4. Kecukupan Pemenuhan Impor dan
Pembayaran Utang Luar
Grafik 10.8. Tingkat Pengangguran Regional 162 Negeri Pemerintah 194
Grafik 10.9. Disparitas Tingkat Pengangguran Regional 163 Grafik 11.5. Suku Bunga PUAB O/N 198
Grafik 10.10. Tingkat Kemiskinan Regional 163 Grafik 11.6. Suku Bunga PUAB O/N dan Non-O/N 199
Grafik 10.11. Rasio Gini 163 Grafik 11.7. Porsi PUAB O/N terhadap total PUAB 199
Grafik 10.12. Disparitas Tingkat Kemiskinan Regional 164 Grafik 11.8. Suku Bunga Deposito dan Kredit 199
Grafik 10.13. Pola Inflasi Regional 165 Grafik 11.9. Kontribusi Komponen M0 200
Grafik 10.14. Perkembangan Inflasi Regional Grafik 11.10. Kontribusi Komponen M2 200
2012 2015 165
Grafik 11.11. Komponen M1 201
Grafik 10.15. Inflasi Kelompok Bahan Pangan 166
Grafik 11.12. Kontribusi Komponen Giro Rupiah 201
Grafik 10.16. Inflasi SubKelompok Padi-padian 167
Grafik 11.13. Kontribusi Komponen Kuasi Terhadap M2 201
Grafik 10.17. Konvergensi Inflasi Regional 168
Grafik 11.14. Kontribusi Faktor M2 201
Grafik 10.18. Perkembangan Kredit Regional 171
Grafik 11.15. Velositas M2 202
Grafik 10.19. Perkembangan DPK dan LDR 172
Grafik 11.16. Money Multiplier M2 dan
Grafik 10.20. Perkembangan Non Performing Loan 172 Kewajiban PemenuhanGWM 202
12. Kebijakan Makroprudensial 205 Grafik 15.4. Neraca Pembayaran Indonesia 261
Grafik 12.1. Pertumbuhan Kredit Properti 208 Grafik 15.5. Perbandingan Upah Riil dan Produktivitas
Industri Pengolahan (Indeks 2000=100) 262
Grafik 12.2. Perkembangan Kredit
Kendaraan Bermotor 208 Grafik 15.6. Perbandingan Daya Saing Pariwisata
dan Perjalanan 264
Grafik 12.3. GWM LFR dan SSB Diterbitkan Bank 209
Grafik 15.7. Kepemilikan Asing di Obligasi Pemerintah 264
Grafik 12.4. LDR dan LFR Perbankan 209
Grafik 15.8. Market Capitalization 265
Grafik 12.5. Ilustrasi Pembentukan dan
Pelepasan Buffer CCB 212 Grafik 15.9. Rasio FDI terhadap PDB 265
Grafik 12.6. Prosiklikalitas Pertumbuhan Ekonomi Grafik 15.10. Tingkat Urbanisasi Negara Asia 266
dan Pertumbuhan Kredit di Indonesia 213 Grafik 15.11. Peringkat Infrastruktur ASEAN 266
Grafik 13.3. Porsi Jenis Pengaduan Grafik 15.15. Perkembangan Subsidi Pemerintah 272
Sistem Pembayaran 223
Grafik 15.16. Pangsa Tenaga Kerja Sektor Manufaktur
Grafik 13.4. Permintaan Informasi dan Pendapatan Perkapita 275
Sistem Pembayaran 223
Gambar 10.2. Peta Inflasi Daerah 2015 164 Gambar 15.1. Empat Pilar Tantangan Struktural 260
Diagram 11.1. Tantangan Perekonomian pada Periode Gambar 15.2. Dual Kebijakan 270
PelemahanRupiah 189
Gambar 15.3. Rencana Jangkauan Layanan Kas Bank
Diagram 11.2. Framework Pendalaman Indonesia Tahun 2019 272
Pasar Keuangan 196
Gambar 15.4. Pemetaan Paket Kebijakan Pemerintah
Tahun 2015 273
13. Kebijakan Sistem Pembayaran
Gambar 15.5. Rencana Pengembangan 24 Pelabuhan
dan Pengelolaan Uang Rupiah 215
Strategis 275
Gambar 13.1. Fragmentasi Layanan Sistem Gambar 15.6. Rencana Pembangunan Infrastruktur
Pembayaran Ritel di Indonesia 218 2016 dan Target 2019 277
Gambar 13.2. Tingkat Inklusi Keuangan di Indonesia 219
Gambar 13.3. Peta Penyebaran Kas Titipan 229 16. Prospek Perekonomian 289
Dewan
xviii Gubernur
LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015
Mirza
Adityaswara Perry Warjiyo Erwin Rijanto
Deputi Gubernur Senior Deputi Gubernur Deputi Gubernur
Dewan
LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015
Gubernur
xix
DEWAN
GUBERNUR
Halim Alamsyah
Deputi Gubernur
Menjabat s.d. Juni 2015
Dewan
xx Gubernur
LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015
Dengan bauran kebijakan yang dijalankan
secara disiplin, konsisten, dan terukur dalam
sebuah kerangka koordinasi yang tersinergi,
perekonomian Indonesia ke depan akan lebih
kuat, berimbang, dan berkesinambungan.
Agus D. W. Martowardojo
Gubernur
Ketidakpastian Pasar
EKONOMI Negara Berkembang Melemah
EKONOMI
Ekonomi DOMESTIK Kinerja
Korporasi
PA SA
S
Tangga
ITA
Tertekan
RK
OD
UA
E
M
Kredit NPL
NG Menurun Meningkat KO
AN SI S
YAN A
G DA I BER B
NGKAL M
EKONO
PEMERINTAH OTORITAS
SINERGI LAIN
KEBIJAKAN
Mengawal Stabilitas Mendorong Momentum Mempercepat Reformasi
Makroekonomi & SSK Pertumbuhan Ekonomi Struktural
Tinjauan
xxvi Umum
LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015
TINJAUAN UMUM
Bersinergi Mengawal Stabilitas, Mewujudkan Reformasi Struktural
Perekonomian Indonesia 2015 mencatat perkembangan ruang fiskal yang semakin terbuka, akibat reformasi subsidi
yang positif. Kinerja stabilitas makroekonomi semakin energi, dimanfaatkan untuk meningkatkan stimulus
baik, sementara momentum pertumbuhan ekonomi mulai ekonomi dengan tetap menjaga keberlanjutan fiskal.
bergulir. Stabilitas makroekonomi yang semakin membaik Di sektor riil, upaya untuk mempercepat implementasi
tercermin dari tercapainya target inflasi tahun 2015 sebesar reformasi struktural terus dilakukan, melalui berbagai paket
41%, menurunnya defisit transaksi berjalan ke tingkat yang kebijakan pemerintah. Koordinasi kebijakan moneter, fiskal
lebih sehat, terkendalinya tekanan rupiah sejak triwulan dan sektor riil tersebut berhasil mengelola ekonomi dengan
IV 2015, serta terpeliharanya stabilitas sistem keuangan. baik. Tekanan terhadap stabilitas makroekonomi mereda
Mulai berlangsungnya momentum pertumbuhan ekonomi dan momentum pertumbuhan ekonomi mulai tercipta.
ditandai oleh mulai meningkatnya pertumbuhan ekonomi
sejak semester II 2015. Ke depan, perekonomian Indonesia diperkirakan akan
semakin baik dengan fundamental yang lebih kuat.
Perkembangan positif tersebut tidak dicapai dengan Pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan lebih tinggi
mudah. Berbagai tantangan eksternal dan domestik dengan stabilitas makroekonomi yang tetap terjaga. Terus
menerpa perekonomian Indonesia pada 2015. meredanya ketidakpastian pasar keuangan global, akibat
Pertumbuhan ekonomi dunia lebih rendah dari menyempitnya divergensi kebijakan moneter negara
perkiraan semula. Pada saat yang sama, ketidakpastian maju, diperkirakan akan mengurangi tekanan stabilitas
di pasar keuangan global semakin meningkat yang makroekonomi, khususnya stabilitas nilai tukar rupiah.
bersumber dari meningkatnya peluang kenaikan suku Sementara itu, pertumbuhan ekonomi diperkirakan
bunga AS, kekhawatiran negosiasi fiskal Yunani, dan akan lebih tinggi, didorong oleh upaya pemerintah untuk
diperburuk dengan adanya devaluasi yuan yang tidak mengakselerasi stimulus fiskal dan implementasi reformasi
diantisipasi sebelumnya. Perkembangan global yang struktural. Berlanjutnya momentum penguatan ekonomi
kurang menguntungkan tersebut memberikan dampak diharapkan dapat meningkatkan optimisme terhadap
negatif pada perekonomian domestik, baik melalui jalur prospek ekonomi dan mendorong aliran arus masuk modal
perdagangan maupun keuangan. Tekanan terhadap asing, yang pada gilirannya dapat mengurangi tekanan
perekonomian domestik diperberat oleh permasalahan stabilitas makroekonomi.
struktural domestik yang masih ada. Berbagai tantangan
tersebut memicu meningkatnya beberapa risiko, seperti Berbagai tantangan ke depan perlu terus diwaspadai,
tingginya tekanan terhadap nilai tukar rupiah, menurunnya antara lain, berlanjutnya pelemahan ekonomi global,
keyakinan pelaku ekonomi, dan meningkatnya risiko ketidakpastian pasar keuangan Tiongkok, dan penurunan
di sektor korporasi. Kondisi ini apabila tidak dikelola harga komoditas yang lebih dalam, termasuk harga minyak.
dengan baik dapat berakibat pada meningkatnya Selain itu, beberapa permasalahan struktural domestik
ketidakstabilan makroekonomi dan terus melemahnya yang masih belum terselesaikan juga perlu terus dibenahi.
pertumbuhanekonomi. Untuk itu, koordinasi yang baik antara Bank Indonesia dan
Pemerintah akan terus diperkuat. Di sisi Bank Indonesia,
Merespons berbagai tantangan tersebut, Bank Indonesia bauran kebijakan akan terus diarahkan untuk menjaga
dan Pemerintah memperkuat sinergi kebijakan guna stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan serta
mengawal stabilitas makroekonomi, mendorong memanfaatkan ruang pelonggaran kebijakan moneter dan
pertumbuhan ekonomi, dan mempercepat reformasi makroprudensial secara berhati-hati. Di sisi Pemerintah,
struktural. Kebijakan moneter yang cenderung bias ketat kebijakan diarahkan untuk tetap memperkuat momentum
hingga Oktober 2015 serta paket stabilisasi nilai tukar pertumbuhan ekonomi, dan pada saat yang bersamaan
berhasil menjaga stabilitas makroekonomi. Sementara itu, terus mempercepat reformasi struktural. Dengan sinergi
dalam upaya mendorong momentum pemulihan ekonomi, yang baik tersebut, ke depan, stabilitas makroekonomi dan
Bank Indonesia merelaksasi kebijakan makroprudensial sistem keuangan serta momentum pertumbuhan dapat
secara selektif dan melonggarkan Giro Wajib Minimum terjaga sehingga pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan
(GWM) Primer dalam Rupiah. Dari sisi kebijakan fiskal, dalam jangka menengah panjang dapat dicapai.
Tinjauan
LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015
Umum
xxvii
Tantangan dan Kinerja Perekonomian Indonesia 2015 penurunan harga komoditas global tidak hanya
berpengaruh negatif pada sektor komoditas namun dapat
Di tengah berbagai tantangan yang dihadapi, merambat ke sektor non komoditas. Kedua, kandungan
perekonomian Indonesia tahun 2015 mencatat kinerja impor dalam produk ekspor Indonesia yang tinggi
yang positif. Hal tersebut ditandai oleh stabilitas menyebabkan berkurangnya fleksibilitas penyesuaian
makroekonomi yang semakin baik dan momentum kinerja ekspor terhadap perubahan nilai tukar rupiah.
pertumbuhan ekonomi yang mulai bergulir. Stabilitas Kondisi tersebut mengurangi dampak positif dari
makroekonomi yang semakin membaik tercermin dari depresiasi rupiah terhadap perbaikan kinerja ekspor
tercapainya target inflasi tahun 2015 sebesar 4+1%, Indonesia. Di sektor keuangan, permasalahan stuktural
menurunnya defisit transaksi berjalan ke tingkat yang terutama bersumber dari pasar keuangan domestik
lebih sehat, terkendalinya tekanan rupiah sejak triwulan yang dangkal. Guncangan di pasar keuangan global,
IV 2015, serta terpeliharanya stabilitas sistem keuangan. yang berdampak pada melambatnya aliran masuk modal
Sementara itu, setelah sebelumnya berada dalam tren asing ke Indonesia, tidak dapat diredam secara optimal
melambat, pertumbuhan ekonomi pada semester II 2015 oleh pasar keuangan domestik yang masih dangkal.
mulai menunjukkan peningkatan. Pencapaian kinerja Hal berakibat pada relatif tingginya volatilitas pasar
positif tersebut tidak terlepas dari sinergi kebijakan Bank keuangan domestik. Di samping itu, dangkalnya pasar
Indonesia dan Pemerintah untuk mengawal stabilitas keuangan Indonesia juga menyebabkan relatif tingginya
makroekonomi dan sistem keuangan serta mendorong ketergantungan korporasi pada pembiayaan eksternal.
pertumbuhan ekonomi. Ketergantungan tersebut mengakibatkan kinerja korporasi
rentan terhadap perubahan lingkungan global.
Upaya mengawal stabilitas makroekonomi dan mendorong
momentum pertumbuhan ekonomi dihadapkan pada Ketidakpastian di pasar keuangan global mengakibatkan
berbagai tantangan yang tidak ringan. Dari sisi global, nilai tukar rupiah selama 2015 mengalami depresiasi.
tantangan bersumber dari melemahnya pertumbuhan Tekanan terhadap rupiah berlangsung sejak triwulan
ekonomi dunia, melebarnya divergensi kebijakan di antara I dan mencapai puncaknya pada triwulan III 2015. Hal
negara maju, dan meningkatnya ketidakpastian pasar ini didorong oleh masih tingginya ketidakpastian di
keuangan dunia. Masih lemahnya pertumbuhan ekonomi pasar keuangan global, terkait dengan ketidakpastian
global mendorong berlanjutnya penurunan harga minyak kenaikan suku bunga FFR, kekhawatiran negosiasi fiskal
dunia dan harga komoditas nonmigas. Sementara itu, Yunani, serta devaluasi yuan. Dari sisi domestik, tekanan
perbedaan fase pemulihan ekonomi di berbagai negara terhadap rupiah terkait dengan kekhawatiran semakin
besar mendorong ekspektasi melebarnya divergensi melemahnya prospek ekonomi domestik. Di sisi lain,
kebijakan moneter. Pertumbuhan ekonomi Amerika kondisi pasar valas domestik yang belum dalam serta
Serikat yang diperkirakan terus membaik mendorong ketergantungan korporasi pada pembiayaan eksternal
ekspektasi kenaikan suku bunga. Sementara, negara turut mengamplifikasi dampak tekanan ekternal pada
lain, seperti Jepang, EU, dan negara-negara emerging, rupiah. Namun, tekanan depresiasi mulai berkurang
dengan pertumbuhan yang melemah diperkirakan dan rupiah cenderung menguat pada triwulan IV 2015.
masih menempuh kebijakan moneter yang longgar. Kondisi tersebut didorong oleh meningkatnya aliran masuk
Divergensi kebijakan moneter diperparah oleh tingginya modal asing, seiring dengan meredanya ketidakpastian di
ketidakpastian mengenai kapan dan seberapa besar pasar keuangan global. Dari sisi domestik, berkurangnya
kenaikan suku bunga AS, kekhawatiran negosiasi fiskal tekanan terhadap rupiah, terutama ditopang oleh langkah-
Yunani, serta ketidakpastian pasar keuangan Tiongkok, langkah kebijakan stabilisasi nilai tukar yang ditempuh
termasuk devaluasi yuan. Namun, ketidakpastian pasar Bank Indonesia (BI) serta persepsi positif investor atas
keuangan global mulai mereda sejak triwulan IV 2015, prospek ekonomi domestik. Untuk keseluruhan 2015,
seiring dengan sentimen positif pada Oktober 2015 rupiah mencatat depresiasi 10,2% (yoy), lebih rendah dari
terkait kemungkinan penundaan kenaikan FFR (Fed depresiasi beberapa mata uang negara peers.
Fund Rate) dan proses normalisasi yang akan dilakukan
secaragradual. Neraca Pembayaran Indonesia pada 2015 mencatat defisit,
walaupun defisit transaksi berjalan mengalami perbaikan
Dari sisi domestik, tantangan yang dihadapi tidak terlepas yang cukup signifikan. Defisit transaksi berjalan selama
dari berbagai permasalahan struktural yang masih belum 2015 mengalami penurunan dari 3,1% PDB pada 2014
terselesaikan. Di sektor riil, permasalahan struktural menjadi 2,1% dari PDB. Perbaikan defisit transaksi berjalan
pertama bersumber dari struktur perekonomian yang tersebut disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama,
masih bertumpu pada komoditas. Dengan terbatasnya menurunnya harga minyak mendorong perbaikan di
diversikasi sumber pertumbuhan ekonomi domestik,
Tinjauan
xxviii Umum
LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015
neraca migas. Kedua, menurunnya impor nonmigas sejalan konstruksi. Sementara itu, di sisi rumah tangga, tetap
dengan melemahnya permintaan domestik dan ekspor tingginya tingkat keyakinan konsumen mendorong
nonmigas. Ketiga, penyesuaian impor terhadap depresiasi pertumbuhan konsumsi rumah tangga masih relatif stabil
nilai tukar rupiah. Sementara itu, di neraca transaksi dan resilien. Untuk keseluruhan 2015, pertumbuhan
modal dan finansial (TMF), menurunnya aliran modal ekonomi masih mengalami perlambatan dari 5,02% pada
sebagai dampak dari ketidakpastian global menyebabkan 2014 menjadi 4,79%. Namun, yang dapat dicatat adalah
terjadinya defisit di NPI untuk keseluruhan tahun 2015. dibandingkan dengan negara-negara lain dengan basis
Namun, meredanya ketidakpastian di pasar keuangan komoditas, pertumbuhan tersebut masih relatif tinggi. Hal
global dan membaiknya keyakinan terhadap prospek ini menunjukkan bahwa fleksibilitas ekonomi domestik
perekonomian domestik sejak awal triwulan IV 2015 masih cukup tinggi dalam menghadapi pelemahan
mendorong peningkatan arus modal secara siginifkan, perekonomian global, seperti halnya yang terjadi pada
terutama didukung oleh meningkatnya arus masuk tahun 2009 pada saat terjadi krisis keuangan global.
investasi portofolio pada obligasi pemerintah dan investasi Secara spasial, pertumbuhan ekonomi Indonesia mulai
langsung asing (FDI). Sejalan dengan peningkatan surplus terdiversifikasi. Jawa dengan sektor manufaktur dengan
TMF tersebut, Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada nilai tambah yang tinggi cenderung masih tumbuh
triwulan IV 2015 mencatat surplus yang cukup tinggi. tinggi, sehingga dapat mengimbangi pertumbuhan
ekonomi di luar Jawa yang terkena dampak pelemahan
Inflasi pada tahun 2015 tercatat sebesar 3,35% (yoy) dan hargakomoditas.
berada dalam kisaran sasaran inflasi 2015, yaitu 4+1%.
Terkendalinya inflasi pada 2015 dipengaruhi oleh faktor Di sektor keuangan, stabilitas sistem keuangan masih
global dan domestik. Di sisi global, menurunnya harga tetap terjaga dengan baik di tengah meningkatnya
minyak dunia memberikan kesempatan bagi Pemerintah risiko yang bersumber dari ketidakpastian keuangan
untuk menurunkan harga BBM domestik, harga LPG global. Ketahanan industri perbankan masih tetap
12kg, serta penyesuaian tarif listrik. Kedua, menurunnya terjaga, tercermin pada risiko kredit dan risiko likuiditas
komoditas global termasuk harga pangan, menyebabkan yang terjaga, profitabilitas yang masih tinggi, serta
inflasi volatile food juga relatif terjaga. Dari sisi domestik, kecukupan modal yang kuat. Risiko kredit relatif rendah,
di tengah pelemahan nilai tukar rupiah, passthrough meski cenderung meningkat seiring dengan penurunan
pelemahan nilai tukar terhadap inflasi relatif terbatas. kemampuan membayar utang korporasi akibat penurunan
Hal ini tidak terlepas dari permintaan domestik yang pendapatan korporasi. Hal ini tercermin pada Non
dapat dikelola dan pada saat yang bersamaan inflasi Performing Loan (NPL) yang naik, meski masih dalam batas
barang impor yang relatif rendah. Kedua, inflasi volatile aman. Penurunan pendapatan korporasi dan rumah tangga
food selama 2015 relatif terjaga, di tengah terjadinya juga mendorong melemahnya pertumbuhan Dana Pihak
gejala El Nino. Perkembangan ini sejalan dengan semakin Ketiga (DPK), yang berakibat pada meningkatnya risiko
kuatnya koordinasi Pemerintah dan Bank Indonesia dalam likuiditas. Meskipun meningkat, risiko likuiditas masih
mendorong peningkatan produksi, memperbaiki distribusi, aman tercermin pada rasio alat likuid terhadap DPK yang
serta meminimalkan berbagai distorsi harga bahan jauh di atas batas amannya. Di sisi intermediasi perbankan,
pangan. Sejalan dengan perkembangan ini, pada tahun pertumbuhan kredit masih dalam tren menurun, yaitu
2015 inflasi inti tercatat hanya sebesar 3,95%(yoy), inflasi tumbuh hanya 10,4%, sebagai akibat penurunan baik
administered prices 0,39% (yoy), sementara itu, inflasi di sisi permintaan maupun penawaran sejalan dengan
volatile food mencapai 4,84% (yoy). peningkatan lending standard sebagai respons bank atas
peningkatan NPL. Untuk itu, Bank Indonesia merelaksasi
Di sisi perekonomian riil, perekonomian Indonesia kebijakan makroprudensial guna memberikan ruang bagi
telah menemukan kembali momentum perbaikan sejak perbaikan di sisi suplai bagi pembiayaan kredit. Dengan
semester II 2015. Setelah melanjutkan tren perlambatan fungsi intermediasi yang belum pulih dan risiko kredit
ekonomi sejak tahun 2012 sejalan dengan melemahnya yang meningkat, tingkat profitabilitas bank menurun.
ekonomi global, pertumbuhan ekonomi mulai berbalik Namun demikian, dengan tingkat profitabilitas yang tinggi,
arah pada semester II 2015 didorong oleh perbaikan dibandingkan negara kawasan, dan kecukupan modal
permintaan domestik. Konsumsi pemerintah meningkat bank yang kuat, penurunan tingkat profitabilitas bank
cukup signifikan sejalan dengan tingginya penyerapan yang terjadi tidak berdampak signifikan terhadap resiliensi
anggaran. Investasi juga mengalami perbaikan terutama bank. Hasil stress test ketahanan modal terhadap risiko
didorong oleh peningkatan belanja modal pemerintah kredit dan risiko pasar menunjukkan bahwa perbankan
dan membaiknya pertumbuhan investasi di beberapa Indonesia memiliki tingkat ketahanan permodalan yang
sektor yang tumbuh tinggi, seperti sektor otomotif dan tinggi dalam menghadapi skenario terburuk.
Tinjauan
LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015
Umum
xxix
Sistem pembayaran selama tahun 2015 mencatat jangka pendek. Tantangan ketiga adalah mempercepat
kinerja yang semakin baik. Di sisi Bank Indonesia, kinerja implementasi reformasi struktural. Berbagai permasalahan
yang semakin baik ini tercermin pada keandalan dan struktural domestik yang ada telah mengekskalasi dampak
ketersediaan (availability) sistem serta pelaksanaan negatif guncangan eksternal baik terhadap stabilitas
contingency plan yang efektif. Sementara itu, pada makroekonomi maupun pertumbuhan ekonomi Indonesia.
sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh Oleh karena itu, implementasi reformasi struktural perlu
industri tidak terdapat gangguan yang signifikan dalam dipercepat untuk memperkokoh fondasi perekonomian
penyelenggaraannya. Dari sisi volume transaksi, terjadi Indonesia sebagai landasan bagi terciptanya pertumbuhan
peningkatan pertumbuhan dari 18% menjadi 19% pada ekonomi yang berkelanjutan.
tahun 2015. Peningkatan terjadi terutama pada sistem
pembayaran yang diselenggarakan industri berupa Menghadapi berbagai tantangan perekonomian tersebut,
Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) maupun sinergi kebijakan pengelolaan makroekonomi terus
Uang Elektronik (UE). Hal ini sejalan dengan program diperkuat. Bauran kebijakan Bank Indonesia difokuskan
elektronifikasi alat pembayaran melalui Gerakan Nasional pada upaya mengawal stabilitas makroekonomi dan sistem
Non Tunai (GNNT) serta kebijakan Pemerintah dalam keuangan. Bauran kebijakan tersebut juga diperkuat oleh
menyalurkan bantuan sosial dengan menggunakan uang koordinasi yang erat antara Bank Indonesia, Pemerintah
elektronik. Keberhasilan program elektronifikasi alat Pusat dan Daerah, dan pemangku kebijakan lainnya. Bank
pembayaran ini terlihat pada meningkatnya rasio APMK Indonesia juga berupaya untuk mendorong momentum
terhadap PDB, yang mengindikasikan perbaikan preferensi perbaikan pertumbuhan ekonomi dengan menempuh
masyarakat untuk menggunakan alat pembayaran kebijakan makroprudensial yang akomodatif. Kebijakan
nontunai. Dari sisi sistem pembayaran tunai, pengelolaan ini disinergikan dengan peningkatan stimulus fiskal
uang rupiah juga menunjukkan kinerja yang semakin yang ditempuh Pemerintah untuk mempercepat proses
andal, ditopang oleh kebijakan pengelolaan uang rupiah. pemulihan pertumbuhan ekonomi. Di samping itu,
Kebijakan pengelolaan uang rupiah tersebut antara lain Pemerintah dan Bank Indonesia juga terus memperkuat
dilakukan melalui pengembangan jaringan distribusi koordinasi dalam mempercepat implementasi reformasi
uang dan layanan kas melalui Kas Titipan, posisi kas Bank struktural. Dalam konteks ini, Pemerintah pada tahun
Indonesia yang memadai, serta peningkatan kualitas uang 2015 menerbitkan rangkaian paket kebijakan ekonomi
melalui clean money policy. Pemerintah jilid I-VIII untuk mengakselerasi perbaikan
infrastruktur dan peningkatan daya saing ekonomi
domestik. Upaya percepatan reformasi struktural
Respons Bauran Kebijakan 2015 Pemerintah juga didukung oleh kebijakan Bank Indonesia
yang diarahkan pada peningkatan resiliensi dan efisiensi
Perekonomian selama tahun 2015 dihadapkan pada perekonomian domestik.
tiga tantangan utama yang harus dikelola dengan
baik. Tantangan pertama adalah menjaga stabilitas Dari sisi Bank Indonesia, upaya menjaga stabilitas
makroekonomi dan sistem keuangan domestik di tengah makroekonomi difokuskan untuk mengembalikan inflasi
ketidakpastian di pasar keuangan global yang tinggi. ke kisaran sasarannya, menurunkan defisit transaksi
Ketidakpastian tersebut terutama bersumber dari berjalan ke tingkat yang lebih sehat, serta mengelola
ketidakpastian normalisasi kebijakan suku bunga AS, stabilitas nilai tukar rupiah. Dalam konteks ini, sepanjang
kekhawatiran negosiasi fiskal Yunani, dan devaluasi yuan tahun 2015 Bank Indonesia terus memperkuat bauran
yang tidak diantisipasi sebelumnya. Sejalan dengan hal kebijakan moneter melalui kebijakan suku bunga, nilai
tersebut, tekanan depresiasi rupiah meningkat, sehingga tukar, operasi moneter, lalu lintas devisa, dan penguatan
perlu dikelola dengan baik agar tidak berdampak negatif buffer cadangan devisa. Sementara itu, pada saat yang
terhadap stabilitas makroekonomi. Tantangan kedua bersamaan, guna mendorong momentum perbaikan
adalah mendorong pertumbuhan ekonomi domestik pertumbuhan ekonomi, Bank Indonesia merelaksasi
yang melambat seiring dengan penurunan pertumbuhan kebijakan makroprudensial secara selektif untuk
ekonomi dunia. Potensi berlanjutnya perlambatan meningkatkan kapasitas pembiayaan perbankan dan
pertumbuhan ekonomi domestik perlu dimitigasi guna kebijakan moneter melalui penurunan GWM untuk
menjaga sentimen positif terhadap prospek ekonomi memberi ruang likuiditas yang memadai bagi bank untuk
domestik. Dengan masih melambatnya pertumbuhan menyalurkan kredit. Kebijakan makroprudensial dan
ekonomi dunia, upaya mendorong pertumbuhan ekonomi kebijakan moneter via GWM yang akomodatif ini ditempuh
melalui peningkatan permintaan domestik menjadi secara terukur dengan tetap memperhatikan dampaknya
kunci bagi proses pemulihan perekonomian dalam terhadap stabilitas sistem keuangan. Dalam upaya
Tinjauan
xxx Umum
LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015
mendukung reformasi struktural, Bank Indonesia terus yang kemudian berdampak pada depresiasi rupiah yang
melakukan pendalaman pasar keuangan, peningkatan berlebihan, bahkan sempat mencapai Rp14.700 per
keuangan inklusi, serta penguatan sistem pembayaran. dolar AS. Merespons kondisi tersebut, BI menempuh
Pendalaman pasar keuangan ditujukan untuk menciptakan langkah-langkah stabilisasi nilai tukar guna memitigasi
pasar keuangan yang resilien dan efisien. Sementara itu, guliran pelemahan rupiah lebih lanjut. Untuk itu, pada
kebijakan keuangan inklusi diarahkan untuk meningkatkan 9 September 2015 BI meluncurkan paket stabilisasi nilai
kemudahan akses pembiayaan ekonomi. Lebih lanjut, tukar rupiah jangka pendek yang bertumpu pada tiga pilar
kebijakan sistem pembayaran difokuskan pada penguatan strategi. Pertama, menjaga stabilitas nilai tukar, kedua,
infrastruktur sistem pembayaran untuk mewujudkan memperkuat pengelolaan likuiditas rupiah, termasuk
sistem pembayaran yang aman, andal, dan efisien yang term structure OM, dan ketiga, memperkuat pengelolaan
berdaya dukung terhadap efisiensi perekonomian. penawaran dan permintaan valas. Guna memperkuat
efektivitas kebijakan stabilisasi nilai tukar dalam mengelola
Kebijakan suku bunga tetap diarahkan pada upaya untuk ekspektasi depresiasi yang masih masih buruk, Bank
mencapai sasaran inflasi, menurunkan defisit transaksi Indonesia kembali menerbitkan paket kebijakan stabilisasi
berjalan, serta menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Terkait nilai tukar rupiah pada 30 September 2015. Paket kebijakan
dengan inflasi, kebijakan suku bunga bias ketat ditujukan tersebut, antara lain, termasuk penguatan pasar forward
untuk mengelola ekspektasi inflasi dan permintaan baik melalui implementasi intervensi forward maupun
domestik agar inflasi segera kembali pada kisaran sasaran pelonggaran threshold transaksi jual forward nasabah dan
41%. Dengan ekspektasi inflasi yang masih tinggi pada penerbitan instrumen operasi moneter yang baru untuk
awal tahun 2015, Bank Indonesia mempertahankan BI Rate mengoptimalkan pengelolaan likuiditas rupiah. Paket
pada level 7,75% pada Januari 2015. Pada Februari 2015, stabilisasi nilai tukar Bank Indonesia yang ditopang oleh
BI melakukan normalisasi kembali BI Rate pasca kenaikan kebijakan kewajiban penggunaan rupiah dan rangkaian
BI Rate yang dilakukan pada November 2014. Normalisasi paket-paket kebijakan ekonomi Pemerintah mampu
ini dilakukan dengan menurunkan BI Rate sebesar 25bps meredam gejolak rupiah yang berlebihan, tercermin pada
setelah mempertimbangkan keyakinan bahwa proyeksi menguatnya rupiah pada triwulan IV 2015.
inflasi akhir tahun 2015 kembali berada dalam sasaran BI.
Bank Indonesia mempertahankan BI Rate sebesar 7,50% Kebijakan penguatan operasi moneter diarahkan untuk
sampai akhir tahun 2015. Di satu sisi, BI memandang meningkatkan efektivitas operasi moneter dalam
bahwa tingkat suku bunga yang ditetapkan masih sesuai mendukung upaya stabilisasi nilai tukar rupiah. Sebagai
dengan upaya mengendalikan permintaan domestik dan bagian dari paket kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah,
impor untuk menurunkan defisit transaksi berjalan ke Bank Indonesia menempuh berbagai langkah untuk
tingkat yang lebih sehat. Turunnya defisit transaksi berjalan memperkuat operasi moneter baik rupiah maupun valas.
ini pada gilirannya mengurangi permintaan valas domestik. Di sisi operasi moneter (OM) rupiah, strategi penguatan
Di sisi lain, BI juga memandang bahwa tingkat suku bunga OM rupiah dimplementasikan melalui penyesuaian pricing
yang ditetapkan cukup kompetitif untuk menarik pasokan lelang operasi pasar terbuka (OPT) dan perpanjangan
valas terutama dari aliran masuk modal asing. Kombinasi tenor instrumen OM. Penyesuaian pricing lelang OPT
tersebut diharapkan dapat mengurangi tekanan depresiasi diwujudkan melalui perubahan mekanisme lelang OPT
rupiah yang berlebihan, sejalan dengan meningkatnya dari variable rate tender ke fixed rate tender. Sementara
ketidakpastian pasar keuangan global. Kebijakan suku itu, perpanjangan tenor instrumen OM dilakukan
bunga yang diambil terbukti mampu menjaga stabilitas melalui penerbitan instrumen OM baru dengan tenor
makroekonomi dengan baik, tercermin pada tercapainya lebih panjang, yakni Reverse Repo SBN (RR SBN) tenor 2
inflasi pada kisaran target inflasi tahun 2015 sebesar 41%, minggu, SDBI tenor 3 bulan sampai dengan 6 bulan, dan
penurunan defisit transaksi berjalan menjadi sekitar 2% penerbitan kembali SBI tenor 9 sampai dengan 12 bulan.
dari PDB, dan penguatan rupiah pada triwulan IV 2015. Di sisi penguatan OM valas, Bank Indonesia melakukan
penyesuaian pricing, perpanjangan tenor instrumen
Kebijakan nilai tukar difokuskan untuk menjaga stabilitas OM valas sampai dengan 3 bulan, optimalisasi FX Swap,
nilai tukar yang konsisten dengan fundamentalnya. penerbitan ketentuan transaksi lelang forward oleh Bank
Meningkatnya faktor risiko, baik dari eksternal maupun Indonesia, dan penerbitan Surat Berharga Bank Indonesia
domestik, yang diikuti pemburukan sentimen pasar (SBBI) valas. Keberhasilan dari konsistensi penguatan
memicu tekanan depresiasi rupiah yang signifikan terutama operasi moneter yang ditempuh Bank Indonesia sepanjang
pada triwulan II dan III 2015. Peningkatan depresiasi rupiah tahun 2015 tercermin pada durasi operasi moneter yang
tersebut mendorong kenaikan ekspektasi depresiasi, meningkat dan stabilitas rupiah yang terjaga.
Tinjauan
LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015
Umum
xxxi
Upaya stabilisasi rupiah juga ditopang oleh kebijakan Kondisi makroekonomi yang semakin stabil sejak triwulan
pengelolaan lalu lintas devisa yang diarahkan pada IV 2015 membuka peluang pelonggaran kebijakan moneter
penguatan pengelolaan permintaan dan penawaran melalui penurunan GWM Primer dalam rupiah. Di satu sisi,
valas domestik. Karakteristik pasar valas domestik pelonggaran kebijakan moneter yang terukur masih sesuai
yang cenderung net demand diperberat oleh turunnya dengan perkembangan inflasi yang terus menurun ke
penawaran valas pada tahun 2015 akibat dari belum arah kisaran targetnya. Di sisi lain, pelonggaran kebijakan
pulihnya ekspor dan penurunan konversi Devisa Hasil moneter akan dapat menahan pemburukan pertumbuhan
Ekspor (DHE). Kondisi tersebut menyebabkan rupiah ekonomi domestik lebih lanjut yang berpotensi
semakin rentan terhadap guncangan dari eksternal. meningkatkan risiko dan instabilitas makroekonomi
Dalam konteks ini, Bank Indonesia menempuh berbagai Indonesia. Meski ruang pelonggaran kebijakan moneter
kebijakan yang ditujukan terutama untuk memperkuat menjadi terbuka, masih tingginya risiko nilai tukar
penawaran valas dan informasi lalu lintas devisa (LLD). terkait kemungkinan kenaikan FFR mengharuskan Bank
Di sisi pasokan valas, Bank Indonesia memperpendek Indonesia untuk berhati-hati dalam memilih instrumen
minimum holding period (MHP) SBI 1 bulan menjadi 1 pelonggaran kebijakan moneter. Bank Indonesia
minggu untuk mendorong peningkatan pasokan valas memandang bahwa ruang pelonggaran kebijakan moneter
dari nonresiden. Perpendekan MHP akan meningkatkan dapat dimanfaatkan dengan menggunakan instrumen
fleksibilitas bagi investor SBI sehingga diharapkan dapat kebijakan selain suku bunga kebijakan. Dengan berbagai
meningkatkan minat nonresiden untuk menanamkan pertimbangan tersebut, Bank Indonesia bulan November
modal asing di Indonesia. Terkait dengan DHE, Pemerintah 2015 menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) Primer
berkoordinasi dengan Bank Indonesia memberikan insentif Rupiah sebesar 0,5% menjadi 7,50% berlaku efektif sejak 1
pengurangan pajak bunga deposito secara progresif Desember 2015. Pelonggaran GWM ini diharapkan dapat
kepada eksportir yang menyimpan DHE di perbankan meningkatkan kapasitas pembiayaan perbankan untuk
Indonesia atau mengkoversikannya ke dalam rupiah. mendukung kegiatan ekonomi yang mulai meningkat sejak
Dengan kebijakan ini, tingkat imbal hasil deposito di triwulanIII2015.
Indonesia menjadi cukup kompetitif, yang diharapkan
akan mendorong aliran masuk modal residen, yang selama Bank Indonesia menyinergikan kebijakan stabilisasi
ini ditempatkan di luar negeri. Di sisi informasi lalu lintas makroekonomi dengan relaksasi kebijakan
devisa, Bank Indonesia melakukan penguatan informasi makroprudensial untuk menciptakan momentum
pada laporan LLD, yang antara lain mewajibkan pelaku LLD positif pertumbuhan ekonomi dan menjaga stabilitas
melaporkan penggunaan devisa yang dilengkapi dengan sistem keuangan. Sebagai langkah antisipatif prospek
dokumen tertentu jika transaksi yang dilakukan melebihi pertumbuhan ekonomi yang melambat, Bank
nilaitertentu. Indonesia pada akhir tahun 2014 mendesain kebijakan
makroprudesial yang lebih akomodatif untuk tahun 2015.
Di samping itu, Bank Indonesia juga terus memperkuat Desain kebijakan makroprudensial yang akomodatif
resiliensi perekonomian domestik dengan memperkuat tersebut diimplementasikan dengan melakukan
second line of defense cadangan devisa melalui kerja sama pelonggaran ketentuan Loan/Financing to Value Ratio (LTV/
dengan bank sentral lain. Berbagai episode turbulensi FTV) untuk kredit atau pembiayaan properti dan uang muka
nilai tukar menunjukkan perlunya upaya untuk terus untuk kredit atau pembiayaan kendaraan bermotor. Bank
memperkuat cadangan devisa, meski rata-rata sepanjang Indonesia juga mendorong penerbitan surat-surat berharga
tahun 2015 berada di atas batas aman. Dalam kaitan ini, oleh bank yang diperhitungkan dalam perhitungan Loan to
Bank Indonesia bersama Gubernur Bank Sentral ASEAN Funding Ratio (LFR) menggantikan Loan to Deposit Ratio
pada tahun 2015 telah memperpanjang perjanjian (LDR). Relaksasi kebijakan makroprudensial ini diharapkan
ASEAN Swap Arrangement (ASA) senilai 2 miliar dolar dapat menambah kapasitas pembiayaan perbankan dalam
AS. ASA dapat digunakan untuk membantu pemenuhan menopang pertumbuhan ekonomi. Di samping itu, Bank
kebutuhan likuiditas jangka pendek bagi negara anggota Indonesia menerbitkan mekanisme insentif UMKM yang
yang mengalami tekanan neraca pembayaran. Di samping ditujukan untuk mendorong pemberian kredit UMKM
itu, Bank Indonesia juga menjalin kerja sama BCSA dengan dengan tetap menjaga prinsip-prinsip kehati-hatian. Upaya
Reserve Bank of Australia (RBA) senilai 10 miliar dolar Bank Indonesia mendorong sektor UMKM juga didukung
Australia untuk mendorong perdagangan bilateral dan oleh strategi Bank Indonesia dalam mengembangkan
menjamin penyelesaian transaksi perdagangan dalam mata UMKM melalui perluasan dan pendalaman infrastruktur
uang lokal kedua negara tersebut. Implementasi kerja sama keuangan serta peningkatan kapasitas UMKM. Dalam
bilateral currency akan dapat mengurangi ketergantungan konteks stabilitas sistem keuangan, Bank Indonesia bekerja
terhadap dolar AS sehingga mendukung stabilitas rupiah. sama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan
Tinjauan
xxxii Umum
LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015
pemeriksaan terhadap beberapa bank serta melakukan dan layanan kas dengan membuka kantor Bank Indonesia
stress test untuk mengkaji ketahanan modal dan likuiditas baru yang melakukan fungsi pengelolaan uang rupiah dan
bank terhadap depresiasi rupiah. menambah jumlah kas titipan di seluruh wilayah Indonesia.
Keempat, memperkuat komunikasi mengenai ciri keaslian
Di bidang sistem pembayaran, kebijakan Bank Indonesia uang rupiah secara berkelanjutan, baik melalui komunikasi
diarahkan pada penguatan infrastruktur sistem langsung kepada berbagai kelompok masyarakat
pembayaran serta perluasan penggunaan instrumen maupun melalui media elektronik. Kelima, meningkatkan
nontunai dalam rangka menjamin kelancaran sistem pencegahan dan penanggulangan pemberantasan uang
pembayaran. Menyikapi kecenderungan peningkatan palsu dengan memperkuat kerja sama dengan Kepolisian
kebutuhan transaksi melalui sistem pembayaran dan Negara Republik Indonesia dan Kejaksaan Agung. Kerja
perkembangan teknologi, Bank Indonesia secara konsisten sama tersebut didukung oleh penyediaan laboratorium
terus memperkuat infrastruktur sistem pembayaran baik uang rupiah yang diduga palsu dan penyediaan sistem
untuk nilai besar maupun retail. Penguatan infrastruktur informasi Bank Indonesia Counterfeit Analysis Center (BI-
ini ditujukan untuk mewujudkan sistem pembayaran yang CAC) yang andal.
aman, andal, dan efisien. Di sisi sistem pembayaran nilai
besar, pada tahun 2015 Bank Indonesia meluncurkan Untuk memperkuat efektivitas bauran kebijakan, Bank
penggunaan BI-RTGS generasi II, BI-SSSS, dan BI-ETP, Indonesia terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah
yang memungkinkan penyelesaian transaksi yang lebih dan pemangku kebijakan lainnya di berbagai aspek
cepat dan aman. Di sisi sistem pembayaran retail, Bank perekonomian. Penguatan koordinasi ditempuh dalam
Indonesia juga mulai mengimplementasikan SKNBI rangka pengelolaan stabilitas makroekonomi, mendorong
generasi II yang mampu memproses transaksi yang lebih momentum pertumbuhan ekonomi, dan mempercepat
cepat dan memperkuat perlindungan terhadap konsumen. implementasi reformasi struktural. Dalam konteks
Terkait dengan pengembangan instrumen nontunai, mengawal stabilitas ekonomi, koordinasi Bank Indonesia
Bank Indonesia melanjutkan inisiasi pengembangan dan Pemerintah terus diperkuat untuk meningkatkan
National Payment Gateway (NPG), yang akan menjadi efektivitas pengendalian inflasi melalui penguatan peran
penghubung berbagai penyelenggara ritel elektronis yang Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) dan Tim
ada di Indonesia sehingga menjadi lebih efisien. Berbagai Pengendalian Inflasi Daerah (TPID). Upaya pengelolaan
kebijakan tersebut juga didukung oleh upaya peningkatan inflasi secara lebih struktural diwujudkan oleh Bank
literasi keuangan melalui program Layanan Keuangan Indonesia dan Pemerintah dengan menyusun Roadmap
Digital (LKD) dan penyusunan roadmap elektronifikasi Pengendalian Inflasi 2015-2018. Roadmap ini mencakup
untuk mendukung keberhasilan Gerakan Nasional Non identifikasi pemetaan permasalahan inflasi, rekomendasi
Tunai (GNNT). Sebagai bagian dari bauran kebijakan Bank pengendalian inflasi jangka menengah dan panjang, serta
Indonesia untuk menjaga stabilitas rupiah, Bank Indonesia penegasan peran dari Bank Indonesia, Pemerintah Pusat,
mengimplementasikan kewajiban penggunaan rupiah dan Pemerintah Daerah. Roadmap Pengendalian Inflasi
di wilayah negara kesatuan Indonesia untuk mengelola ini diperkuat dengan adanya penegasan komitmen daerah
permintaan valas domestik. dalam menjaga stabilitas harga di daerah dan percepatan
pembangunan infrastruktur dan pewujudan kedaulatan
Di bidang pengelolaan ruang rupiah, Bank Indonesia pangan di daerah. Koordinasi yang kuat dengan Pemerintah
melakukan reformasi distribusi uang dan layanan kas guna juga ditempuh dalam menghadapi tekanan depresiasi
memenuhi kebutuhan uang rupiah untuk mendukung rupiah yang berlebihan akibat meningkatnya ketidakpastian
kelancaran transaksi ekonomi di seluruh wilayah Indonesia. pasar keuangan global. Hasil dari koordinasi tersebut
Untuk itu, Bank Indonesia menempuh lima kebijakan diwujudkan dalam paket kebijakan ekonomi I dan II yang
pengelolaan uang rupiah guna menjamin tersedianya uang antara lain mengatur penguatan pengelolaan permintaan
rupiah dalam jumlah yang cukup, berkualitas, pecahan dan penawaran valas dan pemberian insentif untuk
yang sesuai, dan tepat waktu. Kebijakan pertama adalah mendorong DHE. Selain itu, Bank Indonesia juga bekerja
menjaga kecukupan kas di seluruh kantor Bank Indonesia sama dengan Pemerintah, Otoritas Jasa Keuangan (OJK),
dengan menjaga Iron Stock Nasional (ISN) sebesar 20% dari dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam menyusun
jumlah uang yang diedarkan serta menjaga kas minimum Rancangan Undang-Undang Jaring Pengaman Sistem
sebesar 1,5 bulan penarikan bank (outflow). Kedua, Keuangan (RUU-JPSK) yang akan menjadi payung hukum
meningkatkan kualitas uang rupiah melalui clean money utama pencegahan dan penanganan krisis. Di bidang sistem
policy dengan menaikkan standar tingkat kelusuhan uang pembayaran, Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi
yang dibarengi dan pemusnahan uang tidak layak edar yang dengan kementerian dan berbagai lembaga terkait untuk
lebih besar. Ketiga, mereformasi jaringan distribusi uang mendukung penyelenggaraan dan pengembangan sistem
Tinjauan
LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015
Umum
xxxiii
pembayaran serta pengelolaan uang rupiah yang lancar, mendorong perluasan kewirausahaan penerima KUR,
aman, dan andal. pembiayaan usaha kecil dan menengah, dan peningkatan
kesejahteraan pekerja. Guna mempercepat implementasi
Koordinasi Bank Indonesia dan Pemerintah untuk kebijakan reformasi struktural tersebut, Bank Indonesia
mendorong momentum pertumbuhan ekonomi juga bersama Pemerintah Pusat dan Daerah telah memadukan
diperkuat. Pada tataran nasional, Bank Indonesia visi pengembangan sektor-sektor unggulan melalui
menyinergikan kebijakan stimulus fiskal yang ditempuh berbagai forum koordinasi nasional. Selama tahun 2015,
Pemerintah dengan melakukan pelonggaran kebijakan forum koordinasi nasional difokuskan pada pengembangan
makroprudensial. Di samping itu, Bank Indonesia juga empat bidang unggulan yang menjadi prioritas utama, yakni
berperan aktif sebagai counterpart dari Komite Kebijakan kemaritiman, pangan, infrastruktur energi, serta industri
Kredit Usaha Rakyat (KUR), antara lain dengan mengajukan dan pariwisata.
rekomendasi penyusunan pedoman pelaksanaan dan
pencapaian target penyaluran KUR skema tahun 2015. Bank Bank Indonesia secara konsisten mendukung implementasi
Indonesia dan Pemerintah juga bekerja sama dalam rangka reformasi struktural yang ditempuh Pemerintah dengan
mengoptimalkan pengembangan usaha di sektor kelautan terus mendorong pendalaman pasar keuangan dan
dan perikanan, antara lain melalui peningkatan akses dan keuangan inklusif. Disamping untuk menciptakan
jangkauan keuangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah pasar keuangan yang mampu menyerap guncangan
(UMKM). Pada tataran daerah, kerja sama ditempuh untuk perekonomian yang muncul, pendalaman pasar keuangan
mendorong harmonisasi sektor-sektor unggulan yang telah juga ditujukan untuk mendukung efektivitas kebijakan
dipetakan ke dalam perencanaan pengembangan sektor moneter, stabilitas sistem keuangan, dan kemudahan akses
prioritas pemerintah. Dalam konteks tersebut, berdasarkan pembiayaan. Untuk itu, Bank Indonesia terus memperkuat
hasil asesmen growth diagnostic yang dilakukan, Bank upaya pendalaman pasar keuangan dengan memperluas
Indonesia merekomendasikan kepada Pemerintah Daerah cakupan pelaku pasar, memperbanyak variasi instrumen
tentang sektor-sektor tertentu yang mempunyai potensi pasar keuangan, dan mendorong terbentuknya harga
dan nilai tambah besar yang dapat dikembangkan untuk yang efisien. Dalam konteks ini, Bank Indonesia telah
mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. menerbitkan blueprint pendalaman pasar keuangan yang
mencakup lima strategi, yakni pengembangan instrumen
Koordinasi Bank Indonesia dan Pemerintah untuk dan basis investor, penguatan regulasi dan standarisasi,
mendorong reformasi struktural ditujukan pada upaya pengembangan infrastruktur, penguatan kelembagaan,
memperbaiki fundamental ekonomi Indonesia. Kebijakan serta edukasi dan sosialisasi yang efektif. Dengan strategi
reformasi struktural yang ditempuh difokuskan pada tersebut, blueprint pasar keuangan akan berfungsi sebagai
upaya mengatasi berbagai sendi permasalahan mendasar guidance bagi pengembangan pasar uang rupiah dan valas,
ekonomi Indonesia melalui penguatan infrastruktur, pasar keuangan syariah, dan pasar obligasi. Sementara itu,
peningkatan daya saing, pencapaian ketahanan pangan, untuk meningkatkan akses masyarakat terutama lapisan
energi, dan air, pembiayaan pembangunan yang bawah pada layanan jasa keuangan, Bank Indonesia terus
berkesinambungan, dan penguatan ekonomi inklusif. Di berperan aktif mendorong inisiatif keuangan influsif.
sisi Pemerintah, guna memperbaiki iklim investasi dan Kebijakan keuangan inklusif Bank Indonesia tersebut
mendorong percepatan pembangunan infrastruktur, difokuskan pada pengembangan inovasi berbasis teknologi
telah diterbitkan rangkaian paket kebijakan ekonomi jilid digital untuk meminimalkan hambatan masyarakat dalam
I VIII selama tahun 2015. Untuk mendukung pencapaian mengakses dan memanfaatkan layanan jasa keuangan,
ketahanan pangan, Pemerintah melakukan pengembangan sekaligus memberikan perlindungan pada masyarakat.
dan perbaikan infrastruktur pertanian, penguatan sisi
produksi dan pasca panen, dan penatausahaan pasar. Bauran kebijakan Bank Indonesia yang ditempuh secara
Untuk menopang ketahanan di bidang energi, Pemerintah konsisten dapat menjaga kinerja perekonomian Indonesia
melakukan pembenahan kebijakan energi berupa energi di tengah perkembangan global yang kurang kondusif. Hal
baru, terbarukan, dan konservasi energi, pengelolaan ini tercermin pada terkelolanya stabilitas makroekonomi
minyak dan gas bumi, pemenuhan ketenagalistrikan, dan sistem keuangan serta mulai bergulirnya momentum
serta melanjutkan upaya peningkatan nilai tambah pertumbuhan ekonomi. Semakin membaiknya stabilitas
produk tambang. Sementara itu, di bidang ketahanan air, makroekonomi tercermin pada tercapainya sasaran
Pemerintah mendorong penyediaan air untuk masyarakat inflasi 2015 sebesar 4+1%, menurunnya defisit transaksi
secara berkeadilan dan berkelanjutan. Melalui rangkaian berjalan menjadi sekitar 2% dari PDB, dan terkendalinya
paket kebijakan ekonomi di atas, pemerintah juga stabilitas rupiah sejak triwulan IV 2015. Di sisi stabilitas
terus memperkuat ekonomi inklusif antara lain dengan sistem keuangan, berbagai kebijakan yang diambil
Tinjauan
xxxiv Umum
LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015
mampu menjaga resiliensi sistem keuangan yang diterpa baik dari perkembangan ekonomi global maupun
guncangan baik dari eksternal maupun internal. Sementara domestik. Tantangan utama dari ekonomi global
itu, momentum perbaikan pertumbuhan ekonomi terus bersumber dari pertumbuhan ekonomi global yang masih
bergulir sejak pertengahan tahun 2015. belum cukup kuat. Pertumbuhan ekonomi negara-negara
maju dalam jangka pendek diprakirakan masih belum
kuat. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Tiongkok
Tantangan dan Arah Kebijakan ke Depan diprakirakan masih melambat sehingga berdampak negatif
bagi prospek pemulihan perekonomian Indonesia. Di satu
Dinamika perekonomian Indonesia selama tahun 2015 sisi, belum pulihnya perekonomian global tersebut akan
menyiratkan beberapa pelajaran berharga bagi upaya berdampak pada masih melemahnya harga komoditas
menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan global yang pada gilirannya menekan kinerja neraca
ke depan. Pelajaran pertama yang mengemuka ialah transaksi berjalan. Di sisi lain, belum kuatnya pertumbuhan
pentingnya kebijakan makroekonomi, baik fiskal ekonomi, terutama di negara maju, mengakibatkan
maupun moneter, yang disiplin dalam menjaga stabilitas menyempitnya divergensi kebijakan moneter antar negara
makroekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi maju. Kondisi tersebut akan mengurangi ketidakpastian
yang berkelanjutan. Perjalanan ekonomi tahun 2015 di pasar keuangan global dan berdampak positif pada
menunjukkan bahwa bauran kebijakan moneter bias neraca transaksi modal dan finansial. Meski demikian,
ketat dan kebijakan makroprudensial yang akomodatif, masih lemahnya perekonomian Tiongkok berpotensi
yang disertai kebijakan stimulus fiskal yang berhati-hati, menjadi sumber ketidakpastian di pasar keuangan global.
terbukti mampu mengawal stabilitas makroekonomi tanpa Masih rentannya kinerja eksternal Indonesia perlu tetap
mengorbankan pertumbuhan ekonomi secara berlebihan. diwaspadai, mengingat hal ini dapat menimbulkan
Kedua, di tengah melemahnya perekonomian global dan tekanan depresiasi rupiah yang signifikan dan mengganggu
meningkatnya ketidakpastian keuangan global, upaya stabilitas makroekonomi dan momentum pertumbuhan
mendorong momentum pertumbuhan ekonomi domestik ekonomi yang sedang bergulir.
menjadi sangat penting. Pertumbuhan ekonomi yang terus
melambat akan memicu berbagai risiko perekonomian, Pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
termasuk risiko nilai tukar, risiko korporasi, dan risiko berpotensi menjadi tantangan yang cukup berat apabila
perbankan, yang pada gilirannya dapat mengganggu tidak dipersiapkan dengan baik. Semakin terintegrasinya
stabilitas makroekonomi. Untuk itu, kebijakan pengelolaan perekonomian kawasan baik dari sisi perdagangan,
makroekonomi perlu diformulasikan secara berhati-hati keuangan, dan investasi menjadikan Asia sebagai salah
untuk mendorong momentum pertumbuhan ekonomi satu tujuan utama investasi sistem produksi global. Namun
tanpa mengorbankan stabilitas makrokonomi. Ketiga, demikian, berkurangnya hambatan arus perdagangan
bauran kebijakan seyogyanya diimplementasikan secara kawasan akan mendorong melimpahnya produk asing ke
tepat waktu untuk memaksimalkan efektifitasnya terhadap perekonomian domestik, yang berpotensi mengungguli
perekonomian domestik. Oleh karena itu, konsistensi produk domestik terutama yang tidak berdaya saing tinggi.
perencanaan dengan waktu implementasi kebijakan Hal yang serupa juga dapat terjadi di sektor jasa yang
merupakan elemen kunci bagi bagi terjaganya kinerja menjadi sangat kompetif seiring dengan pemberlakuan
perekonomian dalam menghadapi tantangan global. MEA. Oleh karena itu, kesiapan pelaku ekonomi domestik
Keempat, kompleksitas permasalahan ekonomi yang perlu diperkuat untuk dapat memetik manfaat dari
dihadapi mengisyaratkan perlunya sinergi kebijakan yang implementasi MEA. Dalam konteks ini, posisi Indonesia
kuat antar pemangku kebijakan, baik Bank Indonesia, yang relatif tertinggal dalam rantai nilai global dibanding
Pemerintah Pusat dan Daerah, serta otoritas yang lain. negara kawasan harus diperbaiki, sehingga Indonesia tidak
Pelajaran terakhir, dinamika perekonomian global yang hanya menjadi pasar bagi produk dan jasa dari negara-
sarat dengan ketidakpastian mengingatkan pada pentingnya negara kawasan lainnya.
percepatan reformasi struktural dalam memperkuat fondasi
perekonomian dan diversifikasi ekonomi agar perekonomian Di sisi domestik, perekonomian Indonesia ke depan
menjadi resilien dan dapat tumbuh secara berkelanjutan. juga masih dihadapkan dengan berbagai tantangan
permasalahan struktural domestik yang belum
terselesaikan secara menyeluruh. Tantangan struktural
Tantangan Perekonomian ke Depan yang menjadi prioritas untuk dibenahi terdiri dari
empat pilar fundamental ekonomi yaitu: i) Ketahanan
Perekonomian Indonesia ke depan masih akan dihadapkan pangan, energi, dan air; ii) Daya saing industri, maritim,
pada tantangan yang cukup berat dan semakin kompleks, dan pariwisata; iii) Pembiayaan pembangunan yang
Tinjauan
LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015
Umum
xxxv
berkesinambungan; dan iv) Ekonomi inklusif. Ketahanan dan sistem keuangan. Selanjutnya, perlu diupayakan
pangan relatif masih rendah, terutama dilihat dari diversifikasi perekonomian agar ekonomi Indonesia lebih
sisi produktivitas pertanian dan diversifikasi pangan kuat dan mampu tumbuh secara berkelanjutan.
yang terbatas. Ketahanan energi masih cukup rentan,
meskipun Indonesia memiliki potensi sumber daya Arah Kebijakan ke Depan
energi yang besar. Ketahanan air juga masih belum
kuat untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, produksi Berkaca pada pengalaman tahun 2015 serta
pangan, dan sumber energi dengan baik. Sementara mempertimbangkan risiko dan permasalahan
itu, meski potensi sektor maritim cukup kuat, sektor perekonomian yang ada, bauran kebijakan makroekonomi
ini masih menghadapi tantangan kedaulatan wilayah, tahun 2016 perlu difokuskan untuk mengawal stabilitas
optimalisasi pengelolaan SDA, dan konektivitas. Berbeda makroekonomi dan sistem keuangan serta menjaga
dengan sektor maritim, daya saing sektor industri masih momentum pertumbuhan ekonomi yang sedang bergulir.
lemah, disebabkan oleh teknologi yang terbatas dan Di sisi Bank Indonesia, bauran kebijakan akan diarahkan
ketergantungan industri domestik pada sumber daya alam. untuk tetap menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem
Sektor pariwisata menghadapi kendala yaitu kurangnya keuangan serta memanfaatkan ruang pelonggaran
dukungan infrastruktur konektivitas terhadap akses ke kebijakan moneter dan makroprudensial secara berhati-
lokasi obyek wisata. Permasalahan pembiayaan terkait hati. Di sisi Pemerintah, kebijakan diarahkan untuk tetap
dengan masih terbatasnya daya dukung pembiayaan memperkuat momentum pertumbuhan ekonomi yang
jangka panjang dari sektor keuangan formal dan masih sedang berjalan. Dalam konteks ini, upaya mendorong
kurangnya dukungan Foreign Direct Investment (FDI). permintaan domestik yang sesuai dengan kapasitas
Dari sisi ekonomi inklusif, perekonomian Indonesia masih perekonomian menjadi sangat penting mengingat kondisi
dihadapkan pada kondisi ketimpangan pembangunan yang perekonomian global yang belum cukup kuat. Upaya
tinggi dan ketidakmerataan masyarakat dalam menikmati peningkatan permintaan domestik yang sesuai dengan
akses dan hasil pertumbuhan ekonomi. Empat tantangan kapasitas perekonomian juga merupakan kunci bagi tetap
struktural tersebut tidak terlepas dari tantangan untuk terpeliharanya stabilitas makroekonomi yang tercermin
memperkuat modal dasar pembangunan, terutama pada tercapainya sasaran inflasi yang ditetapkan,
infrastruktur, sumber daya manusia, iklim usaha, dan terkelolanya defisit transaksi berjalan, dan terpeliharanya
IPTEK. Pendekatan growth diagnostic menunjukkan stabilitas sistem keuangan. Di samping itu, Pemerintah
bahwa hambatan utama dalam perekonomian Indonesia dan Bank Indonesia akan terus mempercepat reformasi
terutama bersumber pada terbatasnya infrastruktur struktural agar segera tercipta fondasi perekonomian
listrik, permasalahan konektivitas, dan rendahnya kualitas yang kokoh guna menopang pertumbuhan ekonomi
sumber dayamanusia. yangberkelanjutan.
Kombinasi dari permasalahan global, regional, Bank Indonesia akan terus memperkuat bauran kebijakan
dan permasalahan struktural domestik yang ada moneter, kebijakan makroprudensial, serta kebijakan
menimbulkan tantangan yang kompleks bagi pengelolaan sistem pembayaran dan pengelolaan uang rupiah untuk
makroekonomi. Perlambatan ekonomi dunia, terutama menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan
Tiongkok, yang mendorong penurunan harga komoditas serta memanfaatkan ruang pelonggaran kebijakan
lebih lanjut berpotensi menekan kinerja ekspor Indonesia. moneter dan makroprudensial secara berhati-hati. Di
Stuktur perekonomian Indonesia yang tergantung pada sisi moneter, Bank Indonesia (BI) secara berhati-hati
komoditas serta kandungan impor pada ekspor Indonesia mengarahkan kebijakan suku bunga, Giro Wajib Minimum
yang tinggi akan semakin memperberat tekanan pada (GWM), dan nilai tukar untuk menjaga inflasi agar sesuai
pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan. Risiko dengan sasarannya, mengelola defisit transaksi berjalan
tertekannya pertumbuhan ekonomi ke depan juga muncul di tingkat yang sehat, dan mendukung momentum
dari meningkatnya risiko likuiditas sejalan dengan mulai pertumbuhan ekonomi yang telah tercipta. Dalam
membaiknya pertumbuhan kredit. Di samping itu, risiko kerangka ini, stance kebijakan suku bunga ditujukan untuk
semakin terbatasnya ruang fiskal dalam mendorong mengelola ekspektasi inflasi dan permintaan domestik,
belanja modal juga patut diwaspadai mengingat perannya serta mendukung stabilitas nilai tukar rupiah sesuai
yang vital dalam proses pemulihan perekonomian. Oleh dengan fundamentalnya. Kebijakan GWM diarahkan untuk
karena itu, risiko perlambatan pertumbuhan ekonomi lebih mendukung kecukupan likuiditas yang sesuai dengan
lanjut perlu dikelola dengan baik agar tidak memicu risiko- kebutuhan perekonomian dengan tetap memperhatikan
risiko lain yang dapat semakin menekan pertumbuhan stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Sementara
ekonomi dan mengganggu stabilitas makroekonomi itu, kebijakan nilai tukar tetap difokuskan untuk
Tinjauan
xxxvi Umum
LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015
menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai dengan nilai berkelanjutan, ekonomi yang inklusif, penguatan sumber
fundamental. Untuk memperkuat efektivitas kebijakan daya manusia, serta penguasaan IPTEK. Dari sisi pangan,
moneter, BI akan melakukan penguatan operasi moneter kebijakan perlu diarahkan untuk menjawab tantangan
baik rupiah maupun valas. Berbagai kebijakan tersebut relatif rendahnya produktivitas antara lain melalui
didukung dengan pengelolaan lalu lintas devisa yang perbaikan dan pembangunan infrastruktur pertanian,
berhati-hati dan penguatan jaring pengaman keuangan pemulihan kesuburan lahan, serta pengembangan bank
internasional untuk meningkatkan resiliensi perekonomian pertanian dan UMKM. Dari sisi energi, kebijakan perlu
domestik. Di sisi kebijakan makroprudensial, BI akan diarahkan pada upaya peningkatan produksi dan efisiensi
melanjutkan kebijakan makroprudensial yang akomodatif dengan fokus pada empat prioritas kebijakan energi.
dan berhati-hati guna mendorong fungsi intermediasi Keempat prioritas kebijakan tersebut meliputi peningkatan
perbankan dan mendukung terjaganya stabilitas sistem produksi dan cadangan energi primer, peningkatan bauran
keuangan. Di sisi sistem pembayaran, kebijakan BI tetap energi, peningkatan aksesibilitas dan efisiensi penggunaan
diarahkan untuk memperkuat sistem pembayaran energi dan listrik, serta pengelolaan subsidi BBM yang
agar semakin aman, lancar, dan efisien. Penguatan lebih transparan dan tepat sasaran. Sementara dari sisi
sistem pembayaran akan ditopang oleh kebijakan BI di pengelolaan air, kebijakan pemerintah untuk memenuhi
bidang pengelolaan uang rupiah yang fokus pada upaya kebutuhan air untuk konsumsi, produksi pangan, dan
pemenuhan kebutuhan uang tunai yang berkualitas secara sumber energi perlu dipadukan dengan konservasi
tepat waktu dan dengan jumlah dan pecahan yang sesuai sumber daya air antara lain melalui pembangunan waduk,
di seluruh wilayah Indonesia. peningkatan akses air minum dan sanitasi, pengembangan
infrastruktur konservasi air, perlindungan sumber air alami,
Bauran kebijakan Bank Indonesia tahun 2016 juga serta pengembangan dan rehabilitasi jaringan irigasi.
disinergikan dengan kebijakan fiskal yang diharapkan akan Terkait industri, penyusunan kebijakan diarahkan pada
meningkatkan efektivitas pengelolaan makroekonomi upaya peningkatan daya saing, produktivitas, dan muatan
secara keseluruhan. Koordinasi dengan Pemerintah akan teknologi. Untuk itu, fokus kebijakan ditujukan pada upaya
difokuskan pada upaya menjaga stabilitas makroekonomi, mengembangkan perwilayahan industri di luar jawa,
melalui pengelolaan inflasi terutama volatile food dan mendorong peningkatan populasi industri, memperkuat
defisit transaksi berjalan yang sehat, stabilitas sistem integrasi dalam rantai nilai dunia, serta mendorong
keuangan yang kuat, dan sistem pembayaran dan peningkatan daya saing dan produktivitas. Pada sektor
pengelolaan uang rupiah yang andal, aman, dan lancar. maritim, arah kebijakan ditujukan pada penguatan
Dalam rangka mendorong momentum pertumbuhan kedaulatan wilayah, pengelolaan SDA, konektivitas,
ekonomi, pelonggaran kebijakan moneter dan kebijakan dan pengembangan ekonomi maritim dan kelautan.
makroprudensial yang akomodatif secara berhati-hati Sementara itu, kebijakan di sektor pariwisata diarahkan
akan disinergikan dengan stimulus fiskal yang ditempuh pada penguatan infrastruktur dan fasilitas wisata serta
Pemerintah. Di samping itu, Bank Indonesia akan kapasitas SDM. Perlunya dukungan pembiayaan yang
memperkuat peran Koordinasi Kebijakan Ekonomi dan berkesinambungan perlu direspons dengan kebijakan
Keuangan Daerah (KEKDA) sebagai forum koordinasi yang mengarah pada peningkatan sumber dana berbasis
untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. jangka panjang yang bersumber baik dari domestik
Terkait kebijakan fiskal, Pemerintah diharapkan akan maupun luar negeri. Dalam kaitan tersebut, BI terus
terus mendorong stimulus fiskal untuk mempercepat mengupayakan pendalaman pasar keuangan, antara
momentum pemulihan ekonomi dengan tetap memelihara lain dengan mendorong penggunaan General Master
defisit APBN pada level yang aman dan berkesinambungan. Repurchase Agreement (GMRA) dan melanjutkan
Bauran kebijakan yang terukur pada berbagai level pengembangan instrumen pasar uang rupiah dan valas.
tersebut diharapkan mampu menjawab permasalahan Terkait ekonomi inklusif, kebijakan perlu diarahkan pada
ekonomi jangka pendek, yakni mempercepat guliran pemerataan pembangunan dan akses keuangan. Dalam
momentum pertumbuhan ekonomi domestik sambil tetap konteks ini, Bank Indonesia mendorong keuangan inklusif
menjaga stabilitas makroekonomi. melalui perluasan transaksi nontunai yang didukung
oleh infrastruktur pembayaran yang terintegrasi melalui
Asesmen atas berbagai paket kebijakan yang telah National Payment Gateway (NPG).
ditempuh Pemerintah dan pemetaan permasalahan
struktural domestik mengindikasikan perlunya penguatan Penguatan empat pilar kebijakan struktural tersebut
kebijakan terutama pada upaya pencapaian ketahanan didukung oleh berbagai kebijakan penguatan modal dasar
pangan, energi, dan air, peningkatan daya saing maritim pembangunan yang meliputi infrastruktur, iklim usaha,
dan pariwisata, pembiayaan jangka panjang yang sumber daya manusia, dan IPTEK. Terkait penguatan
Tinjauan
LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015
Umum
xxxvii
infrastruktur, Pemerintah telah menetapkan tahun 2016 pemanfaatan ruang pelonggaraan kebijakan moneter
sebagai tahun percepatan pembangunan infrastruktur dan makroprudensial secara berhati-hati dengan tetap
untuk meletakkan fondasi pembangunan yang berkualitas. menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.
Dalam kaitan tersebut, Pemerintah telah menyusun Perbaikan permintaan domestik tersebut juga ditopang
225 Proyek Strategis Nasional dan 30 Proyek Prioritas oleh konsumsi rumah tangga yang mulai membaik.
sebagai fokus pembangunan infrastruktur berdasarkan Sementara itu, kontribusi sektor eksternal masih akan
RPJMN 2014-2019. Pemerintah juga akan memperkuat terbatas sejalan dengan belum solidnya pertumbuhan
konektivitas nasional dan konektivitas digital, antara ekonomi global terutama Tiongkok. Inflasi tahun 2016
lain melalui penetapan lokasi 24 pelabuhan strategis diprakirakan masih terkendali sesuai dengan kisaran
dan pembangunan jalan tol, serta membangun tulang sasarannya sebesar 4+1% ditopang oleh terkelolanya
punggung serat optik nasional di berbagai wilayah. Terkait ekspektasi inflasi, koordinasi yang kuat antara Bank
dengan iklim usaha, Pemerintah akan terus melakukan Indonesia dengan Pemerintah, serta penurunan harga
pembenahan dan penyederhanaan perizinan, perbaikan komoditas internasional termasuk minyak. Perbaikan
pelayanan dengan menambah jumlah dan kualitas pertumbuhan ekonomi domestik yang ditopang oleh
Program Terpadu Satu Pintu (PTSP), penegakan hukum proyek infrastruktur serta masih terbatasnya perbaikan
dan kepastian usaha melalui harmonisasi peraturan pusat kinerja ekspor akan mendorong sedikit peningkatan
dan daerah, insentif pajak, serta fasilitasi kawasan industri. defisit transaksi berjalan. Namun, defisit transaksi
Terkait dengan IPTEK, Pemerintah akan mendorong berjalan 2016 masih akan tetap dalam batas aman di
penggunaan IPTEK untuk memperkuat daya saing sektor bawah 3% dari PDB serta mempunyai struktur yang lebih
produksi dan jasa, pengelolaan sumber daya alam, sehat. Dengan berbagai perkembangan tersebut, kredit
sosial kemasyarakatan, SDM, sarana dan prasarana, diperkirakan tumbuh lebih tinggi dari tahun sebelumnya
kelembagaan, jaringan, serta pembangunan taman menjadi 12-14% pada tahun 2016 sementara dana pihak
sains dan taman tekno. Terkait SDM, Bank Indonesia ketiga tumbuh 13-15% pada tahun yang sama.
memandang perlunya peningkatan kualitas SDM untuk
meningkatkan daya tarik Indonesia sebagai lokasi investasi Dalam jangka menengah, pertumbuhan ekonomi
dengan tujuan ekspor, guna memanfaatkan integrasi dalam domestik diprakirakan terus meningkat sejalan dengan
rantai nilai global dan mendiversifikasi perekonomian komitmen untuk mempercepat pelaksanaan reformasi
Indonesia. Bank Indonesia juga memandang bahwa struktural secara konsisten dan tersinergi antar sektor
berbagai kebijakan pemerintah dalam memperkuat serta bauran kebijakan yang baik antara Bank Indonesia,
modal dasar pembangunan tersebut sangat penting Pemerintah, dan pemangku kebijakan yang lain.
untuk meningkatkan efisiensi perekonomian. Untuk turut Perkiraan ini didukung oleh semakin solidnya perbaikan
meningkatkan efisiensi perekonomian, Bank Indonesia ekonomi global ke depan dan mulai berdampaknya
akan mengakselerasi pengembangan infrastruktur berbagai kebijakan reformasi struktural yang secara
sistem pembayaran nasional yang lebih efisien melalui konsisten ditempuh oleh Pemerintah, Bank Indonesia
perluasan elektronifikasi sistem pembayaran dan dan otoritas terkait yang lain. Dengan kondisi tersebut,
peningkatan keandalan infrastruktur sistem pembayaran perekonomian Indonesia pada tahun 2020 akan dapat
ritelelektronik. tumbuh tinggi pada kisaran 6,3-6,8%. Di samping
tumbuh lebih tinggi, pertumbuhan ekonomi juga akan
lebih inklusif dan disertai dengan struktur yang lebih
Prospek Ekonomi Jangka Pendek dan Menengah sehat. Konsumsi rumah tangga akan tumbuh stabil
seiring dengan bertambahnya porsi masyarakat kelas
Dengan semakin terjaganya stabilitas perekonomian, menengah dan perluasan perlindungan sosial. Peran
berlanjutnya kebijakan stimulus fiskal, dan implementasi swasta dalam investasi akan terus meningkat ditopang
kebijakan reformasi struktural yang konsisten, oleh pembangunan proyek-proyek infrastruktur yang
perekonomian Indonesia ke depan diperkirakan akan terus berlanjut, iklim usaha yang membaik, serta
membaik. Perekonomian Indonesia pada tahun 2016 reformasi birokrasi yang lebih efisien. Di samping itu,
diprakirakan akan tumbuh pada kisaran 5,2-5,6%. kualitas pengeluaran pemerintah akan terus meningkat,
Pertumbuhan ekonomi domestik jangka pendek yang tercermin pada naiknya porsi belanja modal sejalan
tersebut diprakirakan masih akan bersumber dari dengan penurunan porsi pengeluaran pemerintah
permintaan domestik terutama realisasi proyek-proyek untuk subsidi. Di sisi eksternal, kinerja NPI dalam jangka
infrastruktur pemerintah. Sementara itu, investasi swasta menengah akan membaik dengan defisit transaksi
diharapkan akan meningkat seiring dengan dampak berjalan yang tetap terkendali pada tingkat yang aman.
paket kebijakan pemerintah yang terus digulirkan dan Hal ini ditopang oleh meningkatnya pertumbuhan
Tinjauan
xxxviii Umum
LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015
ekonomi global, membaiknya harga komoditas, dan implementasi reformasi struktural. Namun demikian,
menguatnya daya saing produk ekspor Indonesia. Di sisi kompleksitas permasalahan struktural perekonomian
inflasi, peningkatan kapasitas perekonomian domestik, domestik mengisyaratkan terdapatnya berbagai kendala
sebagai dampak dari konsistensi reformasi struktural yang berpotensi menghambat implementasi reformasi
yang ditempuh, dan konsistensi Bank Indonesia dalam struktural. Apabila hal ini terjadi, terkendalanya reformasi
mengawal stabilitas makroekonomi akan dapat mengelola struktural akan berdampak pada tidak maksimalnya
inflasi untuk tetap berada dalam kisaran sasaran 3,5+1% realisasi proyek-proyek infrastruktur yang menjadi tulang
dalam jangka menengah. punggung bagi pemecahan berbagai permasalahan di
sisi penawaran. Kondisi ini dapat menghambat upaya
Konsistensi implementasi reformasi struktural merupakan peningkatan kapasitas perekonomian dan produktivitas
kunci bagi tercapainya prospek perekonomian domestik yang tidak hanya berdampak pada pertumbuhan ekonomi
jangka menengah tersebut. Proyeksi jangka menengah yang lebih rendah namun juga tekanan inflasi dari sisi
yang meningkat yang disertai kualitas pertumbuhan permintaan dan defisit transaksi berjalan yang lebih
ekonomi yang lebih baik hanya dimungkinkan jika tinggi. Untuk itu, upaya untuk mengawal implementasi
implementasi reformasi struktural berjalan optimal. reformasi struktural melalui sinergi pengelolaan
Hal ini mengingat bahwa dua faktor penting dalam makroekonomi yang komprehensif harus terus diperkuat
pertumbuhan ekonomi jangka menengah, yakni agar perekonomian Indonesia dapat melaju dengan
pembangunan infrastruktur dan keterlibatan yang lebih cepat, berkelanjutan, inklusif, dan mendukung terjaganya
dari sektor swasta, sangat tergantung dari konsistensi stabilitas perekonomian secara menyeluruh.
Tinjauan
LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015
Umum
xxxix
Boks Akuntabilitas Pencapaian Sasaran Inflasi 2015
Inflasi IHK tahun 2015 terkendali dan berada dalam Grafik TU Boks no. 3
Grafik 2. Dekomposisi Sumbangan Inflasi 2008 - 2015
kisaran sasaran inflasi (41%). Inflasi 2015 tercatat
sebesar 3,35% (yoy), lebih rendah dari inflasi tahun Persen, yoy
sebelumnya (8,36%, yoy) (Grafik 1). Semua komponen 10
inflasi, yaitu kelompok inti, kelompok volatile food 8,38 8,36
8
(VF), dan kelompok administered prices (AP) tercatat 6,96
Persen, yoy
18 17,11
14
Shocks administered prices
(kenaikan BBM 28%, kelangkaan LPG)
12
11,06
Shocks administered prices
(kenaikan BBM 33%, & TTL 4%/trw)
10 & volatile food (gangguan iklim & regulasi)
Shocks volatile food 8,38 8,36 Shocks adminestered prices
(gangguan iklim) (BBM, LPG, TTL)
8
6,59 6,96
8,0
6
6,60 5,0
6,0 6,0 4,5 4,3
4,0
4 5,0 5,0
Shocks volatile food 4,5 4,5 4,5
(pasokan melimpah) Shocks volatile food 4,0 4,0
2,80 3,79 3,5
(pasokan melimpah) 3,35
2
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Tinjauan
xl Umum
LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015
Diagram
DiagramTU
1.Boks
no. 1
Inflasi 2015 dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi
Tekanan Tekanan
Domestik Eksternal
Melemah Moderat Reformasi Subsidi Energi di Tengah
IHK Penurunan Harga Energi Dunia
Permintaan Harga 3,35% (yoy) Administered Prices
Domestik Komoditas Inti Melambat
Menurun Tajam BBM
Melambat Global 3,95% (yoy)
0,39% (yoy) Tarif Tenaga Listrik
Ekspektasi Menurun LPG 12 kg
Inasi Terjaga Nilai Tukar Cost Push
Terkendali
pada akhir tahun, ditopang oleh stabilnya nilai tukar, domestik. Dalam situasi ini, para pelaku usaha cenderung
inflasi inti melambat. Perlambatan inflasi inti akhir tahun tidak mentransmisikan sepenuhnya pelemahan nilai tukar
merupakan refleksi belum kuatnya tekanan permintaan yang terjadi dengan mengurangi margin usahanya, agar
dan terbatasnya tekanan cost-push yang antara lain terlihat penurunan permintaan lebih lanjut dapat dihindari.
dari rendahnya realisasi inflasi kelompok AP dan VF.
Minimalnya tekanan inflasi AP disebabkan oleh
Dalam rangka mengendalikan inflasi, kebijakan moneter implementasi kebijakan harga Bahan Bakar Minyak (BBM)
cenderung ketat diimplementasikan Bank Indonesia. dan Tarif Tenaga Listrik (TTL) sesuai harga keekonomiannya
Hal ini tercermin dari kebijakan suku bunga BI Rate yang di tengah tren penurunan harga energi dunia.1 Realisasi
tetap sebesar 7,5% sejak akhir triwulan I 2015. Selain inflasi AP tercatat 0,39% (yoy), menurun tajam
itu, Bank Indonesia juga menempuh berbagai upaya dibandingkan tahun lalu (17,57%, yoy) dan lebih rendah
stabilisasi nilai tukar untuk menjaga ekspektasi inflasi. dibandingkan historis lima tahun terakhir (9,01%, yoy).
Upaya tersebut mampu menjaga ekspektasi inflasi pelaku
usaha sehingga tidak terlalu bergejolak. Ekspektasi inflasi
1 Pemerintah mengimplementasikan kebijakan reformasi subsidi
tetap terkendali di tengah depresiasi rupiah yang lebih energi sejak akhir tahun 2014, harga BBM dan TTL akan disesuaikan
besar dibandingkan tahun lalu. Terjaganya ekspektasi berdasarkan harga energi pembentuknya. Berdasarkan Permen
inflasi tercermin dari transmisi depresiasi nilai tukar ESDM No.4 Tahun 2015 yang diperbarui melalui Permen ESDM No.39
Tahun 2015, harga BBM antara lain didasarkan pada pergerakan
rupiah terhadap inflasi (exchange rate pass-through) yang harga minyak olahan dunia, nilai tukar rupiah, serta biaya distribusi.
terbatas. Hal ini mengindikasikan bahwa pelaku usaha Pemerintah tidak memberikan subsidi terhadap Premium RON 88,
memandang pelemahan nilai tukar yang terjadi bersifat sementara Solar masih diberikan subsidi tetap sebesar Rp1.000/liter.
Berdasarkan Permen ESDM No.31 Tahun 2014, tarif listrik didasarkan
temporer. Selain itu, terbatasnya exchange rate pass-
pada pergerakan harga minyak ICP, nilai tukar rupiah, dan tingkat
through juga dipengaruhi oleh pelemahan permintaan inflasi bulanan.
Tinjauan
LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015
Umum
xli
Penurunan harga minyak dunia mendorong Pemerintah untuk komoditas padi, jagung, kedelai, daging sapi, dan
mengoreksi harga BBM yang cukup dalam di awal tahun gula pasir. Kedua, penguatan Cadangan Beras Pemerintah
2015 sehingga mendorong rendahnya tekanan pada (CBP) dengan kepastian impor 1,5 juta ton sampai dengan
kelompok AP.2 Meskipun harga BBM sempat mengalami Maret 2016. Ketiga, untuk komoditas bawang merah
kenaikan pada bulan Maret, kebijakan Pemerintah dalam dan aneka cabai upaya pengendalian harga ditempuh
mengelola tarif angkutan mampu menekan gejolak melalui: (i) Gerakan Tanam Cabai di Musim Kemarau
dampak lanjutan kenaikan harga BBM.3 Implementasi (GTCK) dengan bantuan sarana produksi dan irigasi
penyesuaian TTL sesuai harga keekonomiannya turut hemat air, (ii) pengaturan pola produksi di daerah sentra
menurunkan inflasi tarif listrik tahun 2015 seiring produksi, (iii) pengembangan kawasan bawang merah
rendahnya harga minyak ICP dan terjaganya tingkat inflasi dan cabai di daerah sentra dan di luar sentra produksi
bulanan.4 Terus berlanjutnya reformasi subsidi energi pada serta pengembangan klaster cabai terintegrasi bekerja
saat harga energi dunia rendah dan menurun merupakan sama dengan Bank Indonesia di delapan provinsi (Bangka
elemen penting yang mendorong minimalnya tekanan Belitung, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Barat,
inflasi kelompok AP. Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara
Timur, dan Maluku Utara), serta (iv) deregulasi kebijakan
Kecukupan pasokan dan turunnya harga pangan global impor pangan.5 Pemerintah telah mulai menjalankan
mendorong rendahnya inflasi VF. Kelompok VF tercatat program gerai maritim dan tol laut pada tahun 2015 untuk
mengalami inflasi sebesar 4,84% (yoy), menurun tajam mengatasi hambatan distribusi.6
dibandingkan tahun lalu (10,88%, yoy), dan historisnya
lima tahun terakhir (9,90%, yoy). Melambatnya inflasi VF Pencapaian sasaran inflasi tahun 2015 juga didukung
terutama didorong oleh deflasi aneka cabai dan bawang oleh semakin solidnya koordinasi yang dilakukan
merah yang cukup besar tahun ini, serta penurunan harga Bank Indonesia dan Pemerintah melalui TPI dan TPID.
komoditas pangan global, terutama CPO, yang berdampak Pelaksanaan tugas TPI dan Pokjanas TPID tahun 2015
pada harga minyak goreng. Disamping itu, terbatasnya difokuskan pada penguatan operasionalisasi sekretariat
inflasi beras di tengah gangguan cuaca El Nino dengan dan koordinasi melalui pelaksanaan Rakornas dan
intensitas kuat juga turut menahan inflasi VF. Rendahnya Rakorpusda, serta penguatan peran TPI dan TPID dalam
inflasi VF juga dipengaruhi oleh kebijakan Pemerintah stabilisasi harga. Di samping itu, TPI dan Pokjanas TPID
terkait bahan pangan strategis. Pemerintah memberikan juga telah menyampaikan berbagai rekomendasi kepada
perhatian yang besar dalam rangka mendukung kecukupan Pemerintah, termasuk penyusunan dan penyampaian
pasokan pangan domestik dan menempuh berbagai roadmap pengendalian inflasi 2015-2018 dan penguatan
kebijakan lain. Berbagai upaya tersebut antara lain melalui, informasi data harga pangan. Roadmap Pengendalian
pertama, Program Upaya Peningkatan Khusus (Upsus) Inflasi ditujukan sebagai acuan pelaksanaan tugas TPI
dan TPID. Roadmap tersebut telah melalui pembahasan
di tingkat pimpinan Kementerian/Lembaga anggota TPI
2 Pada 1 Januari 2015, Pemerintah menurunkan harga Premium RON dan Pokjanas TPID pada Desember 2015 serta telah
88 dan Solar sebesar Rp900/liter dan Rp250/liter. Selanjutnya,
Pemerintah kembali menurunkan harga Premium RON 88 dan Solar disampaikan ke seluruh pemimpin daerah. Selanjutnya,
dan Solar pada 14 Januari 2015 sebesar Rp1.000/liter dan Rp850/liter. untuk dapat menjadi acuan pelaksanaan tugas TPI dan
3 Pada 1 Maret 2015, Pemerintah menaikkan harga Premium RON 88 TPID, program kerja dalam roadmap tersebut diharapkan
sebesar Rp500/liter. Selanjutnya Pemerintah kembali menaikan harga dapat menjadi bagian dari Rencana Kerja Pemerintah (RKP)
Premium RON 88 dan Solar masing-masing sebesar Rp500/liter pada baik pusat maupun daerah.
28 Maret 2015. Dalam rangka menjaga dampak lanjutan penyesuaian
harga BBM terhadap tarif angkutan, Pemerintah mengesahkan
Permenhub No.31 Tahun 2015 pada 10 Februari 2015; yang antara Ke depan, Roadmap Pengendalian Inflasi ini diperlukan
lain menyebutkan bahwa penyesuaian tarif angkutan diperbolehkan sebagai pedoman dalam program pengendalian inflasi
ketika penyesuaian harga energi menyebabkan perubahan biaya
pokok angkutan sebesar 20%.
4 Berdasarkan Permen ESDM No.31 Tahun 2014, TTL disesuaikan
5 Deregulasi kebijakan impor diterapkan untuk komoditas daging sapi,
berdasarkan pergerakan harga minyak Indonesia Crude Price (ICP),
hortikultura, jagung, dan kedelai.
nilai tukar, dan tingkat inflasi IHK bulanan. Ada pun golongan pelaggan
listrik yang mengikuti formula tersebut adalah pelanggan rumah 6 Gerai Maritim merupakan program kerja sama Kemendag-Kemenhub-
tangga (1.300VA, 2.200VA, 3.500VA-6.600VA), bisnis (6.600VA- Pelni-Aprindo untuk mengurangi disparitas harga antara Indonesia
200kVA, >200kVA), industri (>200kVA dan >30.000kVA), kantor Barat dan Indonesia Timur, khususnya barang kebutuhan pokok.
pemerintah (6.600VA-200kVA, >200kVA), penerangan jalan, dan Program dilaksanakan melalui penyediaan transportasi pengiriman
layanan khusus. Khusus untuk golongan 1.300VA dan 2.200VA, bahan kebutuhan pokok dan subsidi biaya angkut ke wilayah
implementasi tariff adjustment mundur dari rencana pada April 2015 Indonesia Timur dimana barang-barang tersebut akan dijual melalui
menjadi Desember 2015. Pemda/ Perusahaan lokal yang ditunjuk dengan harga produsen.
Tinjauan
xlii Umum
LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015
Grafik 3. Path Inflasi
9 IHK Inti
8.4 6
4,9
8 5,3 5,3 5,3 4,8
5
4,3 4,3 4,3 4,29
7 3,8
4
6 5,5
5,0 5,0 5,0 4,93 5,0 5,0 5,0
3
5 4,5
4,0 4,0 4,0 2 3,3 3,3 3,3 2,8
4 3,5
3 3,5 1
3,0 3,0 3,0 2,5
2 0
2014 2015 2016 2017 2018 2014 2015 2016 2017 2018
IHK Batas Atas Batas Bawah Historis (2010-2012) Core Batas Atas Batas Bawah Historis (2010-2012)
VF Batas Atas Batas Bawah Historis (2010-2012) AP Batas Atas Batas Bawah Historis (2010-2012)
yang terstruktur dan terintegrasi agar upaya pencapaian Kementerian atau Lembaga yang mengampu masing-
target inflasi jangka menengah, 3,5%+1% pada 2018 dapat masing program atau kegiatan pengendalian inflasi yang
tercapai.7 Di tengah masih banyaknya permasalahan telah ditetapkan serta peran daerah yang diperlukan untuk
struktural inflasi yang mengemuka, perlu extra effort dari mendukung keberhasilan program pengendalian inflasi.
semua pihak agar sasaran inflasi ke depan dapat dicapai Adapun di dalam Roadmap Pengendalian Inflasi daerah
secara berkesinambungan. Secara historis (di luar periode juga dicantumkan dukungan dari pemerintah pusat yang
kebijakan harga BBM), rata-rata inflasi IHK sebesar 4,9%, diperlukan untuk menunjang pencapaian pengendalian
inflasi inti 4,3%, VF 8,6%, dan inflasi AP 3,6%. Agar sasaran inflasi daerah, karena terdapat beberapa kebijakan yang
inflasi jangka menengah dapat dicapai, masing-masing menjadi kewenangan pemerintah pusat.
komponen penyumbang inflasi perlu dijaga agar bergerak
dalam tren yang menurun (disinflation path) (Grafik 3). Di Roadmap pengendalian inflasi inti mencakup pengelolaan
tahun 2018, inflasi inti harus diupayakan bergerak di sekitar permintaan domestik, peningkatan kapasitas ekonomi,
3,8%, inflasi VF 3,6%, dan inflasi AP 2,5%. Bank Indonesia pengelolaan stabilitas nilai tukar rupiah dan pengelolaan
maupun Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah ekspektasi inflasi. Roadmap pengendalian inflasi VF
harus bekerja lebih keras dan berkoordinasi lebih intens, mencakup peningkatan produksi dan stok pangan,
mengingat waktu yang tersedia cukup singkat. perbaikan struktur pasar dan perbaikan mekanisme
penetapan harga. Adapun roadmap pengendalian inflasi
Roadmap Pengendalian Inflasi meliputi tingkat nasional dan AP mencakup implementasi reformasi kebijakan subsidi
daerah yang disusun berdasarkan aspek kewilayahan (pulau) energi secara konsisten, diversifikasi konsumsi energi dan
sesuai karakteristik inflasi masing-masing. Masing-masing demand management. Selanjutnya, agar dapat menjadi
roadmap, baik nasional dan daerah, memuat identifikasi acuan pelaksanaan tugas TPI dan TPID, program kerja dalam
permasalahan yang disertai dengan solusi jangka pendek roadmap tersebut diharapkan dapat menjadi bagian dari
(2015-2016) dan jangka menengah (2017-2018). Di dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) baik pusat maupun daerah.
Roadmap Pengendalian Inflasi nasional disampaikan
Tinjauan
LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015
Umum
xliii
Keterangan gambar:
Seperti dua barong,
perekonomian global pada
tahun 2015 diwarnai oleh
perubahan lanskap berupa
pergerakan ekonomi negara
berkembang yang masih
melambat sedangkan
ekonomi negara maju
menunjukkan pemulihan
yang terbatas. Di sisi lain,
pasar keuangan global pada
tahun 2015 diwarnai oleh
meningkatnya volatilitas
sebagai cermin masih
tingginya ketidakpastian.
BAGIAN I PEREKONOMIAN GLOBAL
PDB TIONGKOK
PDB EURO
6,9%
2,4%
PDB USA
1,6% PDB JEPANG
ISLANDIA 145.3
2
INGGRIS 132.6
BELGIUM 124.3
1
PERANCIS 116.9
SPANYOL 115.2 0
IRLANDIA 105.5
Sumber : Bloomberg
PORTUGAL 58.8 -1
JAN FEB MAR APRIL DEC
JEPANG 0 2008 2009 2012 2014 2015
ITALI 0
YUNANI 0 Fed Funds Target Rate
CYPRUS 0 BOJ O/N Call Rate
1 Seperti yang juga diungkapkan oleh IMF dan European Central Bank
Sumber: WEO IMF, diolah
(ECB).
Grafik 1.4. Sektor Manufaktur AS Pertumbuhan AS Grafik 1.5. Sektor Tenaga Kerja AS
Grafik 1.4. Sektor Manufaktur AS Grafik 1.5. Sektor Tenaga Kerja AS
60 5 300
208 200
4
55 100
51 3
0
50
49,2 -100
48,2 2
45 -200
1
Tanggal per Des-15 -300
40
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 0 -400
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
PMI Manufaktur New Orders Export Orders Perubahan Bulanan Nonfarm Payrolls (skala kanan) Tingkat Pengangguran
80 58
70 56
54
60
52
50
50
40
48
30
46
20 44
10 42
0 40
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015 2013 2014 2015
Housing Market Index (skala kiri) Present Sales Future Sales PMI Manufaktur Kawasan Eropa Jerman
Perancis Italia Spanyol
Sementara itu, ekonomi Eropa tumbuh 1,6% pada tahun permintaan yang cukup solid mampu menopang kinerja
2015, membaik dibandingkan pertumbuhan ekonomi sektor manufaktur Eropa sehingga output sektor
tahun 2014 yang tumbuh 0,9% (Grafik 1.7). Pemulihan manufaktur juga meningkat. Perkembangan ini pada
ekonomi Eropa terutama ditopang oleh peningkatan gilirannya akan berdampak positif terhadap prospek PDB
permintaan domestik. Konsumsi Eropa yang mencapai Eropa sejalan dengan historis hubungan positif antara PMI
75% dari PDB cenderung meningkat tercermin pada dan PDB Eropa. Namun demikian, pertumbuhan ekspor
tren peningkatan penjualan ritel dan registrasi mobil masih menurun sejalan dengan perkembangan ekonomi
baru. Selain itu, perbaikan konsumsi juga didukung oleh global yang masih melemah, terutama akibat penurunan
perbaikan sektor tenaga kerja yang tercermin pada tingkat permintaan dari Tiongkok dan negara EM lainnya.
pengangguran di negara-negara Eropa yang berada dalam
tren menurun meski masih gradual. Ekonomi Jepang juga membaik dengan tumbuh 0,6%
pada tahun 2015, meningkat dibandingkan dengan
Aktivitas manufaktur di Eropa terus ekspansif dan terjadi pertumbuhan tahun 2014 yang masih terkontraksi 0,03%.
secara merata di seluruh negara utama (Grafik1.8). Meski demikian, pemulihan ekonomi Jepang masih
Ekspansi manufaktur di Eropa terutama didorong berjalan lambat dan relatif lemah. Hal ini terlihat dari
oleh meningkatnya permintaan domestik di tengah perbaikan sektor konsumsi Jepang selama tahun 2015 juga
perlambatan pertumbuhan ekspor. Tren perbaikan masih terbatas (Grafik 1.9). Masih lemahnya konsumsi
6 3,0 2,7
2,5
4
2,0
2 1,7
1,6 1,5
0 1,0 1,6 0,7 0,5
-2 0,5 1,0
-0,3 0,4 0,3
-4 0 -0,2
-0,6 -0.6
-0,5 -0,9
-6
-1,0
-1,0 -1,0
-8 -1,5
-1,5
-10 -2,0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015 2014 2015
Net Ekspor Permintaan Publik Perubahan Investasi Swasta
Kawasan Eropa Jerman Perancis
Investasi Swasta Nonbangunan Investasi Swasta Bangunan
Italia Spanyol Yunani Konsumsi Rumah Tangga Final Pertumbuhan PDB
Berbeda dengan perkembangan negara maju, ekonomi Pelemahan ekonomi Tiongkok sebagai salah satu faktor
negara EM masih berada dalam tren melambat dengan utama yang memengaruhi perekonomian global merupakan
kecenderungan tingkat inflasi yang meningkat. Perlambatan konsekuensi kebijakan rebalancing ekonomi oleh otoritas
ini terutama dipengaruhi oleh perlambatan ekonomi Tiongkok. Kebijakan rebalancing ekonomi tersebut
Tiongkok dan dampak rambatannya baik dari jalur ditempuh dalam rangka transformasi ekonomi Tiongkok
dari investment-driven menjadi consumption-driven. Dalam
konteks ini, transformasi ekonomi Tiongkok ditempuh
Grafik 1.10. Sektor Manufaktur Jepang demi mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkualitas
Grafik 1.10. Sektor Manufaktur Jepang
dan berkelanjutan yang merupakan tujuan jangka panjang
Indeks,PMI 50 = netral Persen
ekonomi Tiongkok.4 Dalam implementasinya, selama
60 125 tahun 2015 perlambatan investasi terus terjadi, sementara
120 akselerasi peningkatan konsumsi belum cukup untuk
56 115 menopang pertumbuhan secara keseluruhan.
110
52
105 Sejalan dengan hal tersebut, pertumbuhan kredit Tiongkok
48
100 sejak semester II 2015 berada dalam tren yang menurun. Di
95
samping itu, sektor manufaktur Tiongkok terus mengalami
44 90
kontraksi yang dipengaruhi oleh kinerja eksternal yang
85
masih menurun. Penurunan sektor manufaktur terutama
40 80
I II III IV I II III IV I II III IV disebabkan oleh penurunan permintaan ekspor yang
2013 2014 2015
dipengaruhi oleh perlambatan ekonomi global di tengah
PMI Manufaktur Kapasitas Penggunaan (skala kanan)
Penurunan harga komoditas ekspor Indonesia tahun 2015 Ke depan, risiko pelemahan harga minyak masih cukup
terutama bersumber pada penurunan harga batubara, besar. Risiko penurunan harga minyak lebih lanjut antara
minyak kelapa sawit, dan karet. Harga batubara turun lain bersumber dari kebijakan pelonggaran restriksi
hingga 24,5% pada tahun 2015 yang disebabkan oleh ekspor AS, penambahan suplai minyak dari Iran, setelah
penurunan impor Tiongkok sejalan dengan kebijakan tercapainya nuclear deal, dan masih terbatasnya potensi
pemerintah Tiongkok untuk melindungi industri dalam penurunan produksi minyak negara OPEC akibat sempitnya
negeri dan kebijakan pengurangan emisi karbon dalam ruang fiskal maupun faktor ketidakstabilan geopolitik.7
pembangkit listrik. Sementara itu, harga minyak kelapa Namun demikian, terdapat juga risiko peningkatan harga
sawit turun 8,2% dipicu oleh oversupply minyak kelapa minyak ke depan secara gradual yang berasal dari potensi
sawit di Malaysia. Selain itu, rendahnya harga kacang penurunan suplai minyak dari AS akibat berkurangnya
kedelai dan minyak dunia sebagai barang substitusi turut investasi di sektor perminyakan AS. Hal ini dimungkinkan
menurunkan harga minyak kelapa sawit. Harga karet meski secara total minyak dunia masih mengalami net-
melemah 18,6% selama tahun 2015 disebabkan oleh supply.
turunnya permintaan Tiongkok terhadap karet alam.
Penurunan harga karet ini juga sejalan dengan bergesernya
permintaan karet alam ke karet sintetis yang harganya 1.4. PASAR KEUANGAN GLOBAL
menurun sejalan dengan turunnya harga minyak dunia. Di
samping itu, tertekannya harga karet juga didorong oleh Perkembangan pasar keuangan global pada 2015
pelemahan industriotomotif. diwarnai oleh meningkatnya volatilitas sebagai cerminan
ketidakpastian yang semakin tinggi. Peningkatan volatilitas
Di sisi minyak, harga minyak dunia selama tahun 2015 ini utamanya dipicu oleh ketidakpastian kenaikan suku
berada dalam tren yang menurun. Pelemahan harga minyak bunga the Fed (FFR) yang sudah dimulai pada akhir 2014,
dunia dipengaruhi oleh tingginya penawaran minyak diikuti oleh krisis utang Yunani pada Maret 2015, devaluasi
dari negara anggota OPEC maupun non-OPEC di tengah mata uang yuan pada Agustus 2015, dan koreksi yang
penurunan permintaan minyak akibat tren pelemahan
ekonomi global. Selain itu, tren penguatan mata uang
7 Dengan kebijakan yang berlaku saat ini, ekspor minyak dari AS
dolar AS yang terjadi selama tahun 2015 membuat harga baru mencapai 5% dari total produksi, dimana produsen minyak
minyak secara relatif menjadi lebih mahal bagi sebagian membutuhkan izin dari pemerintah AS untuk melakukan ekspor
besar negara yang tidak menggunakan mata uang dolar AS. minyak mentah, kecuali ekspor ke Kanada dan ekspor minyak
kondensasi. Dengan batasan ekspor tersebut, kondisi pasar minyak di
Hal ini juga berkontribusi terhadap penurunan permintaan AS menjadi sangat oversupply sehingga harga minyak di AS menjadi
terhadap minyak dunia. Pada akhir 2015, harga minyak lebih murah dibandingkan harga minyak dunia. Bila restriksi ekspor AS
dicabut, selisih harga minyak akan berkurang.
bps. Mengingat bahwa kenaikan ini sudah diantisipasi oleh 90 I II III IV I II III IV
2014 2015
pasar maka tidak terjadi gejolak yang berlebihan di pasar
Dunia Negara Berkembang Asia
global. Di sisi lain, European Central Bank (ECB) dan Bank
Asia Pasik G7
of Japan (BOJ) menerapkan kebijakan quantitative easing
Sumber: Bloomberg, diolah
dalam jumlah besar selama 2015 sehingga menimbulkan
divergensi kebijakan moneter global. Berbagai kondisi
tersebut, dibarengi dengan proses deleveraging negara juga terjadi pada indeks komposit harga saham di negara
maju dan pergeseran komposisi likuiditas global menyusul EM Asia, negara Asia Pasifik, dan negara G7. Secara rata-
normalisasi kebijakan AS, memicu penurunan inflows ke rata, pergerakan indeks komposit harga saham global,
negara EM sehingga mulai memasuki negatif netflows negara EM Asia, negara Asia Pasifik dan negara G7 relatif
(Grafik 1.13). stabil. Yield obligasi pemerintah, khususnya di negara EM
pengekspor komoditas seperti Brazil dan negara Amerika
Sejalan dengan perkembangan pasar keuangan global, Latin lainnya, mengalami peningkatan sejalan dengan
indeks komposit harga saham global sedikit menurun. pelemahan prospek ekonomi akibat penurunan harga
Indeks turun menjadi 142,3 pada akhir 2015 dibandingkan komoditas (Grafik 1.14 dan 1.15).
dengan akhir 2014 yang sebesar 146,3. Kondisi yang serupa
Dinamika perkembangan harga saham global selama tahun
2015 sangat dipengaruhi oleh sentimen pasar terhadap
Grafik 1.14. Perkembangan Capital Flows EM ketidakpastian kenaikan FFR dan perkembangan ekonomi
Grafik 1.13. Perkembangan Capital Flows EM
Tiongkok. Pada semester I 2015, perkembangan harga
Miliar dolar AS, Proyeksi IIF saham global masih positif sejalan dengan perbaikan
aliran modal keluar residen tidak termasuk reserve
1300 ekonomi negara maju. Namun demikian, kinerja bursa
1100
900
saham global pada semester II 2015 menurun seiring
700
500
300
100 Grafik 1.16. Perkembangan Yield Obligasi Pemerintah
-100 Grafik 1.15. Perkembangan Yield Obligasi Pemerintah
-300
-500
-700
-900
Brazil
-1100
-1300
1995 2000 2005 2010 2015 Indonesia
India
8 Pada Maret 2015 krisis utang Yunani mengemuka saat Pemerintah Tiongkok
Persen
Yunani mendapatkan perpanjangan waktu pembayaran utang
-2 -1 0 1 2 3 4 5
luar negerinya selama empat bulan. Pada akhir Juni 2015, kondisi
krisis memuncak saat Pemerintah Yunani kehabisan uang kas Perubahan Yield 2015-2014 (eop)
untuk keperluan publik. Ketidakpastian kemampuan Yunani dalam
menyelesaikan masalah utang pemerintahnya menimbulkan gejolak di
Sumber: Bloomberg, diolah
pasar keuangan dunia.
pasar keuangan Tiongkok akibat devaluasi yuan tersebut 2012 2013 2014 2015
Pelemahan ekonomi Tiongkok, sebagai ekonomi terbesar Grafik 1 Boks 1.1 Struktur Ekspor Negara EM dalam Sampel
Grafik 1. Struktur Ekspor Negara EM dalam Sampel
kedua di dunia, secara langsung maupun tidak langsung,
telah memengaruhi kinerja ekspor negara EM mitra
dagangnya. Lebih lanjut, pelemahan ekonomi Tiongkok
juga memicu pelemahan permintaan terhadap barang
komoditas sejalan dengan peran Tiongkok sebagai salah Pangsa ekspor
satu konsumen komoditas terbesar di dunia. Hal tersebut ke Tiongkok
Dampak pelemahan ekonomi Tiongkok dan penurunan Indonesia Rusia Brazil Thailand Malaysia
Indikator
Dalam perumusan respons bauran kebijakan, Ekonomi
Tahun Malaysia Thailand Brazil Rusia Indonesia
keterbatasan ruang kebijakan moneter maupun fiskal Pertumbuhan
2014 6,0 0,9 0,1 0,6 5,0
dapat menghambat perumusan kebijakan yang optimal PDB (%)
dalam upaya pemulihan ekonomi dari tekanan eksternal 2015 5,0 2,8 -3,0 -3,7 4,8
yang dialami. Dari Tabel 1 terlihat bahwa sejalan dengan Inflasi (%) 2014 3,1 1,9 6,4 7,8 6,4
2015 2,7 -0,9 11,3 12,9 3,3
besarnya ketergantungan terhadap ekspor komoditas,
Suku bunga
Rusia mengalami penurunan pertumbuhan terdalam kebijakan (%)*
2015 3,25 1,5 14,25 11 7,25
selama 2015 dibandingkan dengan negara-negara EM Depresiasi
2015 19,3 5,5 41,6 17,8 10,2
lainnya. Penurunan ini selain terutama dipengaruhi oleh nilai tukar (%)
penurunan harga minyak dan harga komoditas, juga terkait Fiskal defisit
2015 6,5 2,5 10,3 2,6 2,5
(% PDB)
dengan latar belakang sanksi ekonomi akibat krisis Ukraina.
Prospek ekonomi yang terus melambat dan pergeseran Catatan:
*Pada akhir tahun 2015
Sumber: CEIC, diolah
1 Berdasarkan data IMF selama tahun 2015 harga komoditas dan energi 2 Namun demikian, bank sentral Rusia telah menurunkan suku bunga
terkontraksi sebesar 35,3%, sementara harga komoditas non-fuel kebijakan sebesar 600 bps secara bertahap dari awal tahun sampai
terkontraksi sebesar 17,5%. dengan Agustus 2015.
ekonomi yang melambat. Hal ini antara lain terkait dengan 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
implementasi stimulus fiskal di negara-negara EM dan Fed Funds Target Rate BOJ O/N Call Rate
Pada tahun 2015, kebijakan moneter di negara EM Grafik 6.5. Pertumbuhan Penjualan Riil
Grafik 2.5. Suku Bunga Kebijakan EM
secara umum bersifat akomodatif sebagai respons atas
pelemahan perekonomian domestik. Namun demikian,
Persen
tidak seluruh negara EM melakukan kebijakan moneter 16
yang akomodatif. Beberapa negara EM di kawasan Amerika 14
Latin seperti Brazil, Meksiko, dan Chili justru menerapkan 12
kebijakan moneter yang lebih ketat. Kebijakan ini dilakukan
10
dalam rangka mengelola tekanan inflasi akibat depresiasi
8
nilai tukar (Grafik 2.5).
6
0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2 Data kependudukan Jepang berdasarkan data WorldBank, 2015.
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
3 IMF mendefinisikan fiscal space sebagai ruang dalam anggaran India Malaysia Brazil
belanja dan pendapatan pemerintah yang masih dapat dimanfaatkan Turki Meksiko Chili
tanpa melampaui batasan jumlah utang yang ditetapkan dan atau
Sumber: Bloomberg
dapat membahayakan stabilitas makroekonomi negara tersebut.
Forum kerja sama regional ASEAN memasuki babak telah menunjukkan kemajuan, tercermin pada tercapainya
sejarah baru dengan terwujudnya Masyarakat Ekonomi kesepakatan beberapa bank yang dapat beroperasi di
ASEAN (MEA) pada 31 Desember 2015. Implementasi berbagai negara ASEAN (Qualified ASEAN Banks atau QAB).
MEA diharapkan akan menjadikan kawasan ASEAN Terkait dengan liberalisasi investasi, selain mendorong
sebagai sebuah pasar tunggal dan basis produksi, kawasan investasi intra ASEAN, kerja sama juga diarahkan untuk
ekonomi yang berdaya saing tinggi, dan kawasan dengan menarik investasi asing atau Foreign Direct Investment
pembangunan yang merata serta terintegrasi dengan (FDI) dari luar ASEAN melalui promosi investasi ASEAN,
ekonomi global. Dalam upaya membentuk pasar tunggal perbaikan iklim bisnis, dan penyediaan infrastruktur.
dan basis produksi, langkah liberalisasi diarahkan untuk Dengan demikian, secara umum proses integrasi
mewujudkan aliran bebas barang yang didukung oleh ASEAN telah terjadi secara gradual sebelum batas akhir
aliran bebas jasa, investasi, dan tenaga kerja terampil, tahun2015.
serta aliran modal yang lebih bebas. Hal ini akan
memberikan peluang sekaligus tantangan yang besar bagi Indonesia termasuk salah satu negara yang cukup progresif
Indonesia agar dapat memperoleh manfaat yang optimal dalam melakukan liberalisasi. Dalam upaya meliberalisasi
dari terbentuknya MEA. pasar barang, Indonesia telah melakukan penurunan tarif
secara signifikan dan aktif memanfaatkan tarif ATIGA
Terbentuknya pasar tunggal ASEAN bukan merupakan (ASEAN Trade in Goods Agreement). Selain itu, Indonesia
tujuan akhir dari MEA, tetapi justru menjadi batu juga siap mengintegrasikan sistem perdagangan dengan
lompatan untuk menuju langkah berikutnya, yaitu visi ASEAN melalui national trade repository dan national
ASEAN 2025. Namun, sebelum melangkah lebih jauh, single window. Dalam proses liberalisasi sektor jasa,
perlu dilihat proses integrasi yang telah dicapai negara- Indonesia telah menyelesaikan penyusunan AFAS 9 dengan
negara ASEAN hingga tahun 2015. Pengukuran pencapaian komitmen membuka 97 sub sektor.1
integrasi ekonomi ASEAN dapat dilihat dari berbagai
aspek, salah satunya adalah dengan membandingkan Dalam liberalisasi jasa keuangan, Indonesia bersama
antara komitmen integrasi yang ditetapkan oleh ASEAN negara anggota ASEAN lainnya telah menyepakati Paket
leaders dengan pencapaian berbagai komitmen dimaksud. 6 jasa keuangan ASEAN Framework Agreement on
Berdasarkan pendekatan tersebut, dapat diketahui Services (AFAS) dan pedoman ASEAN Banking Integration
bahwa sebagian besar komitmen telah dapat dipenuhi Framework (ABIF) untuk integrasi perbankan. Selanjutnya
dandiimplementasikan. terkait liberalisasi aliran investasi, Indonesia secara
bertahap berhasil mengurangi atau menghapuskan
Di pasar barang, proses integrasi sudah hampir seluruhnya hambatan investasi di beberapa sub sektor tertentu, serta
tercapai. Capaian yang sangat signifikan adalah secara kolektif memfasilitasi dan mempromosikan investasi
keberhasilan negara-negara ASEAN untuk menurunkan melalui penyediaan data/informasi investasi. Dalam
tarif impor hingga mendekati 0%. Selain itu, beberapa hal liberalisasi tenaga kerja terampil, Indonesia terus
fasilitas untuk mendorong perdagangan intra ASEAN meningkatkan kualifikasi tenaga kerja domestik melalui
juga telah diwujudkan, termasuk ASEAN Single Window harmonisasi regulasi dan mendorong sertifikasi agar siap
yang menyederhanakan proses ekspor-impor dan bersaing dengan pekerja asing.
standarisasiproduk.
Sebagaimana disinggung sebelumnya, integrasi ekonomi
Dalam hal mewujudkan aliran bebas jasa, beberapa ASEAN merupakan suatu proses yang dinamis dan
pencapaian yang cukup signifikan adalah semakin berkelanjutan sehingga tidak dapat berhenti dengan
banyaknya area di sektor jasa yang dapat dimasuki telah terimplementasikannya MEA 2015. Untuk itu,
oleh penyedia jasa dari sesama negara ASEAN. Aliran dalam Leaders Summit ke-27 di Malaysia pada 22
tenaga kerja antar negara ASEAN juga diliberalisasi November 2015, Pemimpin ASEAN telah mengadopsi
untuk mendukung commercial presence. Dalam ASEAN Economic Community (AEC) Blueprint 2025 yang
perkembangannya, Mutual Recognition Agreement (MRA) menjadi panduan arah integrasi ekonomi periode 2016-
untuk beberapa area skilled labor telah disusun dan diikuti
dengan MRA di area lainnya. Sektor jasa keuangan yang
merupakan bagian dari liberalisasi aliran modal juga 1 ASEAN Integration Monitoring Report 2015, ASEAN Secretariat,
November 2015.
16 0,0
14 -2,0
12 -4,0
11,06
10 -6,0
8,38 8,36
8 -8,0
8,0 6,59 6,96
6 -10,0
6,60 5,0
6,0 6,0 4,5 4,3
4,0 -12,0
4 5,0 5,0
4,5 4,5 4,5 * * * *
4,0 4,0 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2,80 3,79 3,5
2 3,35
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
2012 2013 2014* 2015
-15 -10
-20 -12
Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2015 tercatat 4,8%, 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
melambat jika dibandingkan dengan pertumbuhan
ekonomi tahun sebelumnya sebesar 5,0%. Namun Ekspor SDA ToT (skala kanan)
Grafik 3.5. Belanja Barang dan Belanja Modal Grafik 3.6. Indeks Kepercayaan Konsumen
Grafik 3.5. Belanja Infrastruktur dan Modal Grafik 3.6. Indeks Kepercayaan Konsumen
120 160
2,5
155
2,0 110
150
1,5 100
145
1,0 90
140
0,5 80 135
0 70 130
2011 2012 2013 2014 2015 I II III IV I II III IV I II III IV 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2013 2014 2015 2015
Rasio Belanja Modal terhadap PDB Rasio Belanja Barang terhadap PDB
BI Danareksa ANZ (skala kanan)
Sumber: Kemenkeu, diolah Sumber: ANZ Roy Morgan, Danareksa, Bank Indonesia
stimulus fiskal mampu mendorong optimisme pelaku ijin usaha, perpajakan, dan akses kredit perbankan.
usaha sebagaimana terlihat dari investasi nonbangunan Perbaikan paling signifikan bersumber dari perpajakan
yang mulai menunjukkan arah perbaikan (Grafik 3.8). dimana pemerintah Indonesia membuat skema
pembayaran pajak menjadi lebih mudah dan lebih
Tren iklim bisnis juga membaik yang ditandai dengan murah. Dalam hal ini, Pemerintah memperkenalkan
perbaikan peringkat Indonesia dalam ease of doing skema pembayaran secara on line untuk jaring
business, sehingga menopang prospek investasi ke pengaman sosial serta menurunkan batas atas pungutan
depan. Peringkat kemudahan berinvestasi di Indonesia pajak untuk tenaga kerja. Peringkat Indonesia dalam
naik menjadi peringkat 109 pada tahun 2016 dari perpajakan naik cukup signifikan dari sebelumnya di
sebelumnya yang berada pada peringkat 120 (Tabel3.3).2 peringkat 160 menjadi 148. Ke depan, prospek investasi
Membaiknya peringkat berinvestasi didukung oleh Indonesia akan semakin baik sejalan dengan Paket
beberapa reformasi yang dilakukan dalam setahun Kebijakan Pemerintah I-VIII yang diluncurkan pada tahun
terakhir. Untuk memfasilitasi kemudahan investasi, 2015, dimana sebagian besar kebijakan difokuskan pada
Pemerintah telah memperbaiki aspek kemudahan perbaikan iklim investasi disamping upaya mendorong
pembangunan infrastruktur.
Grafik 3.8. Perkembangan Investasi Riil
Grafik 3.8. Perkembangan Investasi Riil Kinerja impor terkontraksi sejalan dengan masih lemahnya
ekspor dan melambatnya permintaan domestik. Secara
Persen, yoy
30
15 Persen, yoy
60
10 50
40
5
30
0 20
10
-5 0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2011 2012 2013 2014 2015 -10
-20
Investasi Investasi Bangunan Investasi Nonbangunan
-30
-40
Sumber: BPS -50
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
2 Peringkat Doing Business (DB) Indonesia tahun 2015 di urutan 120 Total Impor Impor Barang Konsumsi
mengacu pada metodologi baru yang digunakan pada survei DB 2016. Impor Bahan Baku Impor Barang Modal
Sementara pada publikasi resmi tahun 2015 dengan metodologi lama,
peringkat Indonesia adalah di urutan 114.
riil, penurunan impor terjadi di semua jenis barang terutama LU industri pengolahan. Penurunan permintaan
baik konsumsi, barang modal, dan bahan baku, dengan alat berat, suku cadang, dan komponen lainnya guna
kontraksi terbesar pada barang modal (Grafik 3.9). Hal ini mendukung sektor ekstraktif turut berkontribusi dalam
sejalan dengan rendahnya investasi khususnya investasi perlambatan LU industri pengolahan. Sejalan dengan
nonbangunan. Selain itu, dengan masih lemahnya hal tersebut, kinerja lapangan usaha pendukung seperti
keyakinan pelaku ekonomi maka sebagian permintaan LU penyediaan listrik dan gas juga menurun akibat
dipenuhi dengan penggunaan stok (inventory), sehingga melemahnya aktivitas produksi. Perlambatan kemudian
turut berkontribusi dalam penurunan impor. Namun menyebar ke sektor tersier seperti LU perdagangan besar
demikian, perkembangan impor barang modal mulai dan eceran serta reparasi mobil dan motor serta beberapa
membaik pada triwulan IV 2015 yang ditunjukkan oleh LU jasa. Pada Semester II 2015, stimulus fikal melalui
kontraksi yang semakin menurun. berbagai proyek infrastruktur mendorong perbaikan
kinerja LU konstruksi. Perbaikan tersebut diikuti secara
terbatas oleh membaiknya kinerja LU perdagangan, LU
3.2. PDB PENAWARAN transportasi dan pergudangan dan beberapa LU jasa,
namun masih belum merata ke seluruh LU.
Perlambatan ekonomi terjadi pada hampir seluruh
lapangan usaha (LU), kendati terdapat indikasi perbaikan Pertumbuhan LU pertanian, kehutanan, dan perikanan
beberapa LU pada paruh kedua 2015. Bermula dari mengalami perlambatan sejalan dengan lemahnya
penurunan harga komoditas global akibat pelemahan permintaan ditengah anomali cuaca El Nino. Penurunan
permintaan, kinerja LU berbasis komoditas yaitu: i) LU harga Crude Palm Oil (CPO) berdampak negatif pada
pertambangan dan penggalian dan ii) LU pertanian, kinerja sub-LU tanaman perkebunan sehingga hanya
kehutanan, dan perikanan cenderung menurun. Bahkan, mampu tumbuh 3,54%, lebih rendah dibanding tahun
LU Pertambangan dan Penggalian mengalami kontraksi sebelumnya sebesar 5,94%. Kebijakan domestik berupa
di sepanjang tahun 2015. Pada gilirannya, penurunan pengaturan Pajak Ekspor (PE) progresif dan mandatory
kinerja LU berbasis komoditas memberikan dampak biodiesel B15 mencegah penurunan kinerja CPO lebih
rambatan pada penurunan kinerja LU lainnya. Selain akibat lanjut. Kebijakan pungutan CPO Supporting Fund yang
penurunan pendapatan, adanya keterkaitan (backward- dimulai pada Juli 2015 memberikan dampak positif jangka
forward linkage) antar LU memicu menyebarnya menengah terkait kegiatan penanaman ulang dan hilirisasi
perlambatan. Perlambatan terlihat di sektor sekunder industri. Sementara itu, produksi tanaman pangan tumbuh
2 -15
-20
0 -25
LU Pertanian, Sub LU Pertanian, Sub LU Kehutanan Sub LU Perikanan LU Sub LU Sub LU Sub LU
Kehutanan, dan Peternakan, dan Penebangan Pertambangan Pertambangan Pertambangan Pertambangan
Perikanan Perburuan, dan Kayu dan Penggalian Migas Batubara dan Biji Logam
Jasa Pertanian Lignit
cukup baik sehingga mencegah perlambatan lebih dalam melambat turut menekan industri pengolahan. Beberapa
pada sub-LU pertanian. Produksi padi, jagung, dan kedelai sub-LU yang mengalami tekanan cukup kuat adalah sub-LU
diprakirakan naik masing-masing 5,85%, 4,34%, dan 2,93% tekstil dan pakaian jadi, sub-LU industri kayu dan barang
dibandingkan tahun sebelumnya (ARAM II). Anomali cuaca dari kayu, barang kulit dan alas kaki dan sub-LU industri
El Nino 2015 memberikan dampak yang relatif terbatas makanan dan minuman (Grafik 3.12).
pada produksi tanaman pangan. Sub-LU perikanan juga
membaik sejalan dengan meningkatnya hasil tangkapan Stimulus fiskal mendorong perbaikan kinerja terutama
ikan dan produksi ikan budidaya (Grafik3.10). LU konstruksi, namun perbaikan belum merata pada
lapangan usaha lainnya. Kendati secara tahunan kinerja
Setelah berada dalam tren melambat sejak akhir tahun LU konstruksi melambat, arah perbaikan terlihat pada
2012, kinerja LU pertambangan terkontraksi cukup paruh kedua 2015. Pertumbuhan LU konstruksi yang pada
dalam pada tahun 2015. Hal ini merupakan imbas semester I berada di bawah 6% (yoy), selanjutnya terlihat
dari perlambatan ekonomi global yang menurunkan cukup akseleratif sejak triwulan III dan IV yang masing-
permintaan dan sekaligus mendorong turunnya harga masing mencapai 6,8% (yoy) dan 8,2% (yoy). Namun,
komoditas. Kebijakan beberapa negara untuk mengurangi dampak lanjutan stimulus fiskal pada lapangan usaha
sumber energi dengan tingkat polutan tinggi semakin lainnya masih terbatas. Perkembangan sepanjang tahun
mendorong rendahnya permintaan. Harga komoditas, 2015 menunjukkan LU perdagangan besar dan eceran dan
terutama batubara yang merupakan salah satu komoditas
andalan Indonesia turun sangat tajam sehingga memicu
penutupan produksi pada perusahaan-perusahaan Grafik 3.12. Pertumbuhan Lapangan Usaha Industri Manufaktur
Grafik 3.12. Pertumbuhan Lapangan Usaha Industri Manufaktur
tambang kecil. Produksi batubara pada tahun 2015 hanya
mencapai sekitar 380 juta ton, lebih rendah dari yang Persen, yoy
ditargetkan pemerintah sebesar 425 juta ton maupun 12
pencapaian tahun 2014 sebesar 458 juta ton. Hal ini 10
RUMAHTANGGA -20
2010 2011 2012 2013 2014 2015
Kinerja korporasi menurun sejalan dengan perlambatan Perusahaan Berbasis Komoditas Perusahaan Berbasis Nonkomoditas
80 Persen Persen
10 48 25
70
60 5
36 20
50
0
40
24 15
30 -5
20
-10 12 10
10
0 -15 0 5
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
-12 0
Kapasitas Utilisasi Indeks Produksi (skala kanan) 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Gross Prot Margin Berbasis Komoditas Gross Prot Margin Berbasis Nonkomoditas
Net Prot Margin-Berbasis Komoditas Net Prot Margin-Berbasis Nonkomoditas
(skala kanan) (skala kanan)
3 Asesmen kinerja korporasi menggunakan data sebanyak 163 emiten
Sumber: Bloomberg, diolah
yang terdaftar di BEI.
30 20
10
20
0
10 -10
-20
0
-30
-10 -40
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Perusahaan Berbasis Komoditas Perusahaan Berbasis Nonkomoditas Belanja Modal - Berbasis Komoditas Belanja Modal - Berbasis Nonkomoditas
operasional. Namun, penurunan biaya operasional meningkatnya investasi swasta, khususnya pada mesin dan
cenderung terbatas karena umumnya lebih bersifat tetap. perlengkapan (Grafik 3.19).
Dengan kondisi tersebut, net profit margin melemah
terutama untuk korporasi berbasis komoditas. Melemahnya aktivitas produksi oleh korporasi mendorong
penurunan pendapatan Rumah Tangga. Hal ini terindikasi
Penurunan laba korporasi berpotensi menahan ekspansi dari indeks penghasilan konsumen yang menurun
lebih lanjut. Penurunan laba korporasi terjadi pada hampir terutama pada tahun 2015 (Grafik 3.20). Penurunan
seluruh sektor ekonomi, dengan penurunan terbesar pendapatan konsumen tersebut, pada gilirannya memicu
terlihat pada korporasi berbasis komoditas. Kondisi rumah tangga untuk melakukan penyesuaian pada sisi
keuangan yang menurun membuat peluang investasi konsumsi dan simpanannya. Hasil survei menunjukkan
ke depan menjadi terbatas, sebagaimana tercermin indeks konsumsi barang tahan lama turun, yang
pada posisi laba ditahan (retained earning) yang terus mengkonfirmasi perlambatan konsumsi RT khususnya
melambat sejak 2011 (Grafik 3.16). Data di level mikro juga kelompok bukan makanan. Pengeluaran konsumsi RT yang
menunjukkan proporsi retained earning sebagian besar melambat signifikan terlihat pada jenis pengeluaran untuk
korporasi pada 2015 cenderung lebih rendah dibandingkan pakaian serta perumahan dan perlengkapan RT. Sementara
dengan tahun sebelumnya. itu, konsumsi kelompok makanan yang merupakan
kebutuhan pokok masih cukuptinggi.
Selain kinerja keuangan yang menurun, keyakinan pelaku
usaha yang belum sepenuhnya pulih membatasi kegiatan
Indeks Sentimen Bisnis Inventory (rhs)
ekspansi usaha. Sebagian besar emiten menunjukkan Grafik 3.18. Sentimen Bisnis dan Inventori
Grafik 3.18. Sentimen Bisnis dan Inventori
realisasi belanja modal yang menurun sejalan dengan
penurunan laba bersih. Laba bersih korporasi berbasis Indeks yoy
komoditas mencatat kontraksi cukup dalam, sehingga 160 200
menjadi disinsentif dalam melakukan belanja modal.
150 100
Sedangkan pada korporasi berbasis nonkomoditas,
realisasi belanja modal secara umum juga menurun, 140 0
kecuali kelompok industri dasar dan properti (Grafik 3.17). 130 -100
Kinerja keuangan yang menurun turut menyebabkan
120 -200
keyakinan pelaku usaha terhadap kondisi ekonomi juga
melemah. Hal ini tercermin pada perilaku korporasi 110 -300
5 10
20
0 0 19,6
19,4
-5 -10 18,5
-10 -20
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
Kendati mengalami perlambatan, konsumsi RT masih Penerimaan di luar pendapatan rumah tangga juga
cukup resilien. Perlambatan ekonomi yang berdampak berkontribusi dalam menjaga ketahanan konsumsi. Hasil
pada tingkat pendapatan tidak langsung direspons RT Survei Neraca Rumah Tangga (SNRT) Bank Indonesia tahun
dengan menurunkan tingkat konsumsinya. RT melakukan 2015 menunjukkan bahwa pendapatan rumah tangga
penyesuaian pada tabungannya untuk menjaga tingkat yang berasal dari kegiatan usaha baik produksi maupun
konsumsinya (consumption smoothing). Akumulasi jasa belum menutupi total kebutuhan biaya rumah tangga
simpanan yang sempat terakselerasi pada periode yang bersifat rutin maupun nonrutin (Grafik3.23). Namun
melonjaknya harga komoditas, berangsur melambat demikian, penerimaan lainnya dari pihak-pihak lain
sejak tahun 2012. Pada tahun 2015, simpanan individu termasuk dalam hal ini transfer/bantuan dari Pemerintah
melambat signifikan, seiring dengan membesarnya porsi membantu memenuhi kebutuhan rumah tangga. Stimulus
pendapatan yang digunakan untuk memenuhi konsumsi fiskal melalui Bantuan Sosial (Bansos) tercatat cukup tinggi
(Grafik 3.21). Selain itu, keputusan rumah tangga yang sejak tahun 2013, dan pada tahun 2015 mencatatkan
cenderung mempertahankan tingkat konsumsinya tersebut pertumbuhan 3,1% dibandingkan tahun sebelumnya
juga didukung oleh optimisme terkait prospek ekspektasi (Grafik 3.24). Transfer fiskal untuk perlindungan sosial
ekonomi ke depan, yang jauh lebih baik dibandingkan tersebut antara lain berupa Bantuan Operasional Sekolah
kondisi saat ini (Grafik 3.22). (BOS), Bantuan Siswa Miskin (BSM), dan Program Keluarga
Indeks Indeks
140 140
130 130
120 120
110 110
100 100
90 90
80 80
70 70
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015 2012 2013 2014 2015
Indeks Penghasilan Konsumen Indeks Konsumsi barang tahan lama Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini Indeks Ekspektasi Ekonomi
*) Termasuk penerimaan pensiun **) Diluar Laba (rugi) akibat penyesuaian nilai wajar Konsumsi RT PDB Bantuan Sosial (riil) (skala kanan)
Harapan (PKH). Dengan mempertimbangkan pendapatan penyerapan tenaga kerja dalam kondisi pertumbuhan
dari berbagai sumber, kondisi rumah tangga pada tahun ekonomi yang melambat. Dengan pertumbuhan ekonomi
2015 secara keseluruhan masih mencatatkan surplus. yang mencapai hampir 5%, perekonomian domestik dalam
satu tahun terakhir (Agustus 2014-Agustus 2015) hanya
mampu menambah serapan tenaga kerja sekitar 200
3.4. KETENAGAKERJAAN DAN ribuorang.
KESEJAHTERAAN
Indikator perkembangan ketenagakerjaan sampai dengan
Melambatnya perekonomian domestik telah memberikan akhir tahun 2015 juga menunjukkan masih cukup lemahnya
dampak yang kurang baik pada kondisi ketenagakerjaan. penyerapan tenaga kerja. Indikator ketenagakerjaan
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Agustus 2015 memperlihatkan jumlah ketersediaan lapangan kerja
meningkat menjadi 6,2% dari 5,9% pada tahun sebelumnya (lowongan) berada dalam tren menurun pada tahun 2015
(Tabel 3.5). Kenaikan tingkat pengangguran tercermin dari (Grafik 3.25).4 Perlambatan penyerapan tenaga kerja ini
jumlah pengangguran yang meningkat menjadi 7,6 juta sejalan dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi dan
jiwa dibandingkan dengan kondisi setahun sebelumnya juga menurunnya elastisitas penyerapan tenaga kerja
yakni sebesar 7,5 juta jiwa. Meningkatnya pengangguran terhadap pertumbuhan ekonomi. Dalam kurun waktu
tersebut tidak terlepas dari rendahnya tambahan tahun 20102012, setiap 1 persen kenaikan PDB mampu
Grafik3.26.
Grafik 3.26. Perubahan
Perubahan Jumlah danJumlah dan Pangsa
Pangsa Tenaga TenagaSektor
Kerja Berdasar KerjaEkonomi Grafik 3.27 Jumlah dan Prosentase Penduduk Miskin
Grafik 3.27. Jumlah dan Prosentase Penduduk Miskin
Berdasarkan Sektor Ekonomi
0% 12,49
25 !"#'(&
12,36
3,4% 11.96
11,96
20 !!#((&
11,66 12
12,8% !!#')&
11,37
!!#$)&
11,47
!!#"*&
11,25 !!#""&
11,22
0,1% 15 10,96 11,13
4,5 1,4
4
1,2
3,5
1
3
2,5 0,8
2 0,6
1,5
0,4
1
0,2
0,5
0 0
2005 2006 2007 2008 2009 2010
I II I II I II I II I II 2005 2006 2007 2008 2009 2010
I II I II I II I II I II
2011 2012 2013 2014 2015 2011 2012 2013 2014 2015
mulai membaiknya kondisi ekonomi dan juga dukungan pada indeks keparahan kemiskinan yang mengalami
fiskal melalui berbagai program bantuansosial. peningkatan dibandingkan kondisi tahun sebelumnya
(Grafik 3.29). Indeks tersebut mengindikasikan bahwa
Ketimpangan pendapatan juga belum menunjukkan disparitas pengeluaran di antara penduduk miskin juga
perbaikan yang signifikan. Indeks kedalaman kemiskinan meningkat.6 Indikator ketimpangan lainnya yaitu koefisien
yang mencerminkan kesenjangan antara penduduk miskin gini ratio juga mengkonfirmasi belum membaiknya
dari garis kemiskinan tahun 2015 meningkat dibandingkan kesenjangan pendapatan yaitu masih bertahan di kisaran
rata-rata tahun 2014 (Grafik 3.28).5 Hal serupa juga terjadi 0,41 dalam lima tahun terakhir.
Juta dolar AS
2014* 2015**
Rincian Total* Total**
I II III IV I* II* III* IV**
I. Transaksi Berjalan -4.927 -9.585 -7.035 -5.953 -27.499 -4.159 -4.296 -4.190 -5.115 -17.761
A. Barang, neto 3.350 -375 1.560 2.448 6.983 3.063 4.125 4.141 1.953 13.281
- Ekspor 43.937 44.505 43.606 43.245 175.293 37.827 39.685 36.086 34.743 148.341
- Impor -40.588 -44.880 -42.046 -40.797 -168.310 -34.764 -35.561 -31.945 -32.790 -135.060
1. Barang dagangan umum 2.832 -703 1.192 2.153 5.474 2.690 3.810 4.047 2.004 12.551
- Ekspor 43.414 44.171 43.232 42.944 173.760 37.450 39.366 35.728 34.397 146.941
- Impor -40.581 -44.874 -42.039 -40.791 -168.286 -34.760 -35.557 -31.680 -32.392 -134.389
a. Nonmigas 5.581 2.475 4.326 4.922 17.304 3.947 5.932 6.158 2.987 19.024
- Ekspor 35.822 36.657 35.970 36.560 145.008 33.068 34.722 32.038 30.698 130.526
- Impor -30.241 -34.182 -31.644 -31.638 -127.704 -29.122 -28.790 -25.880 -27.711 -111.502
b. Minyak -6.056 -6.137 -6.037 -5.672 -23.903 -3.184 -3.658 -3.521 -2.753 -13.115
- Ekspor 3.500 3.885 3.590 2.831 13.806 1.927 2.611 1.786 1.500 7.823
- Impor -9.556 -10.022 -9.627 -8.503 -37.709 -5.111 -6.268 -5.307 -4.253 -20.938
c. Gas 3.308 2.959 2.904 2.903 12.074 1.927 1.535 1.410 1.770 6.643
- Ekspor 4.092 3.629 3.672 3.553 14.946 2.455 2.034 1.904 2.198 8.592
- Impor -785 -670 -768 -649 -2.873 -528 -498 -494 -429 -1.949
2. Barang Lainnya 518 328 368 295 1.509 372 315 94 -51 730
- Ekspor 524 333 374 302 1.533 376 319 358 346 1.400
- Impor -6 -5 -6 -7 -24 -4 -4 -264 -398 -670
B. Jasa-Jasa, neto -2.131 -2.831 -2.486 -2.561 -10.010 -1.845 -2.651 -2.151 -1.846 -8.493
C. Pendapatan Primer, neto -7.230 -7.912 -7.313 -7.236 -29.692 -6.805 -7.195 -7.452 -6.576 -28.028
D. Pendapatan Sekunder, neto 1.085 1.534 1.204 1.397 5.220 1.428 1.426 1.272 1.354 5.479
II. Transaksi Modal dan Finansial 6.388 14.492 14.535 9.574 44.989 5.087 2.241 279 9.529 17.136
A. Transaksi Modal 1 7 3 15 27 1 0 2 14 17
B. Transaksi Finansial 6.387 14.484 14.532 9.559 44.962 5.086 2.241 277 9.516 17.120
- Aset -5.393 -2.960 -3.786 1.353 -10.786 -8.302 -8.524 -3.787 340 -20.273
- Kewajiban 11.780 17.445 18.318 8.206 55.748 13.388 10.765 4.064 9.175 37.393
1. Investasi Langsung 2.023 4.353 5.752 2.661 14.788 1.695 3.467 1.782 2.315 9.259
a. Aset -2.883 -2.407 -2.226 -2.871 -10.388 -3.451 -3.394 -1.345 -1.237 -9.427
b. Kewajiban 4.906 6.760 7.979 5.532 25.176 5.146 6.860 3.127 3.553 18.686
2. Investasi Portofolio 8.730 8.046 7.409 1.883 26.067 8.509 5.592 -2.218 4.825 16.707
a. Aset 465 -991 1.299 1.814 2.587 24 -737 -683 393 -1.003
b. Kewajiban 8.265 9.037 6.110 69 23.481 8.484 6.329 -1.535 4.431 17.709
3. Derivatif Finansial -140 45 -20 -40 -156 93 -3 231 -301 20
a. Aset 239 64 11 128 441 205 229 196 37 667
b. Kewajiban -379 -19 -32 -168 -597 -112 -232 35 -338 -647
4. Investasi Lainnya -4.225 2.040 1.390 5.056 4.262 -5.210 -6.815 483 2.677 -8.866
a. Aset -3.214 375 -2.871 2.283 -3.426 -5.080 -4.622 -1.955 1.148 -10.510
b. Kewajiban -1.011 1.666 4.261 2.773 7.688 -130 -2.192 2.438 1.529 1.645
III. Total (I + II) 1.462 4.907 7.500 3.621 17.489 928 -2.055 -3.912 4.415 -624
III. Selisih Perhitungan Bersih 605 -610 -1.025 -1.211 -2.241 375 -870 -654 675 -474
IV. Neraca Keseluruhan (III + IV) 2.066 4.297 6.475 2.410 15.249 1.303 -2.925 -4.565 5.089 -1.098
VI. Cadangan Devisa dan yang Terkait -2.066 -4.297 -6.475 -2.410 -15.249 -1.303 2.925 4.565 -5.089 1.098
Memorandum:
- Posisi Cadangan Devisa 102.592 107.678 111.164 111.862 111.862 111.554 108.030 101.720 105.931 105.931
- Bulan Impor dan Pembayaran
5,7 6,1 6,3 6,4 6,4 6,6 6,8 6,8 7,4 7,4
Utang Luar Negeri Pemerintah
- Transaksi Berjalan/PDB (%) -2,3 -4,3 -3,0 -2,7 -3,1 -2,0 -2,0 -1,9 -2,4 -2,1
* angka sementara
** angka sangat sementara
Juta dolar AS
2014* 2015**
Rincian Total* Total**
I II III IV I* II* III* IV**
Posisi Investasi Internasional
-367.160 -373.572 -392.390 -394.466 -394.466 -394.825 -380.044 -348.011 -380.672 -380.672
Indonesia, neto
- Investasi langsung, neto -187.974 -190.734 -203.339 -202.359 -202.359 -198.494 -196.562 -186.711 -194.672 -194.672
- Investasi portofolio, neto -174.323 -179.939 -191.531 -192.656 -192.656 -202.455 -192.960 -163.295 -189.369 -189.369
- Derivatif finansial, neto 98 37 21 30 30 1 61 -13 91 91
- Investasi lainnya, neto -107.554 -110.614 -108.704 -111.342 -111.342 -105.431 -98.613 -99.712 -102.653 -102.653
- Cadangan devisa 102.592 107.678 111.164 111.862 111.862 111.554 108.030 101.720 105.931 105.931
* angka sementara ** angka sangat sementara
ULN korporasi nonbank tersebut dengan mengeluarkan tersebut, defisit investasi lainnya diperkirakan membaik
Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 16/21/PBI/2014 akibat meningkatnya penarikan ULN yang didorong oleh
mengenai Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam prospek perbaikan perekonomian domestik. Perbaikan
Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank. surplus TMF diperkirakan melebihi defisit transaksi
Perkembangan implementasi PBI ini sampai dengan akhir berjalan sehingga NPI kembali mampu mencatat surplus.
tahun 2015 menunjukkan terus meningkatnya upaya Kinerja NPI diyakini akan semakin baik didukung bauran
penerapan prinsip kehati-hatian oleh korporasi nonbank kebijakan moneter dan makroprudensial, serta penguatan
sehingga risiko ULN dapat dimitigasi dengan lebih baik. koordinasi kebijakan dengan Pemerintah. Namun,
dinamika perkembangan global akan terus diwaspadai,
Ke depan, defisit transaksi berjalan diperkirakan khususnya risiko terkait perlambatan ekonomi Tiongkok
meningkat namun dalam batas aman, sejalan dengan dan masih menurunnya harga komoditas, karena dapat
membaiknya pertumbuhan ekonomi. Kenaikan defisit memengaruhi kinerja NPI secara keseluruhan.
transaksi berjalan terutama disebabkan oleh masih
meningkatnya impor nonmigas ditengah kinerja ekspor
nonmigas yang masih relatif lemah. Peningkatan 4.1. TRANSAKSI BERJALAN
permintaan dunia yang masih terbatas sejalan dengan
lambatnya prospek perbaikan perekonomian global Di tengah melambatnya perekonomian global, rendahnya
serta masih berlanjutnya koreksi harga komoditas dan harga komoditas, serta perlambatan perekonomian
minyak dunia mendorong masih relatif lemahnya kinerja domestik, defisit transaksi berjalan pada 2015 membaik.
ekspor. Di sisi lain, meningkatnya permintaan domestik Transaksi berjalan pada 2015 mengalami defisit 17,8
seiring dengan membaiknya pertumbuhan perekonomian miliar dolar AS atau setara dengan 2,1% dari PDB, lebih
Indonesia berdampak terhadap kenaikan impor baik dibandingkan dengan defisit pada tahun sebelumnya
nonmigas. Selain itu, upaya percepatan pembangunan sebesar 27,5 miliar dolar AS atau setara dengan 3,1%
infrastruktur yang utamanya dilakukan pemerintah juga dari PDB. Perbaikan kinerja transaksi berjalan tersebut
akan berdampak pada meningkatnya kegiatan impor, ditopang oleh peningkatan surplus neraca perdagangan
khususnya impor barangmodal. barang dan neraca pendapatan sekunder serta didukung
pula oleh penurunan defisit neraca jasa dan neraca
Kinerja TMF ke depan juga diperkirakan membaik pendapatan primer (Grafik 4.1).
dengan mencatat peningkatan surplus yang relatif
signifikan, sehingga kinerja NPI secara keseluruhan Surplus neraca perdagangan barang pada 2015
diperkirakan surplus dan mendorong peningkatan meningkat, didukung kenaikan surplus neraca
cadangan devisa. Kondisi ekonomi global maupun perdagangan barang nonmigas dan berkurangnya
domestik yang semakin baik dan reformasi struktural defisit neraca perdagangan barang minyak dan gas
yang terus berlangsung serta dampak dari dikeluarkannya (migas). Peningkatan surplus neraca perdagangan
paket kebijakan pemerintah I-VIII pada 2015 diyakini barang nonmigas pada 2015 didorong oleh penurunan
mampu meningkatkan arus masuk dana investor ekspor nonmigas yang tidak lebih besar dibandingkan
bukan penduduk melalui investasi langsung. Aliran dengan penurunan impor nonmigas. Penurunan
masuk modal asing melalui investasi portofolio juga kegiatan impor nonmigas terjadi pada seluruh kelompok
diperkirakan masih besar seiring rencana kenaikan FFR barang, baik barang konsumsi, bahan baku, maupun
yang diprakirakan cenderung gradual. Sejalan dengan hal barang modal. Penurunan impor barang konsumsi
150.000 35.000
Defisit neraca perdagangan barang migas membaik, 100.000 30.000
terutama didorong oleh penurunan impor minyak.
50.000 25.000
Kebijakan reformasi energi pemerintah berhasil
0 20.000
mengurangi kebutuhan impor minyak. Kebijakan
-50.000 15.000
penghapusan subsidi dan pemberian subsidi tetap BBM
oleh Pemerintah, yang pada akhirnya meningkatkan -100.000 10.000
berkurangnya permintaan atas kebutuhan energi sejalan * angka sementara Ekspor Nonmigas
dengan perlambatan perekonomian domestik. Selain itu, ** angka sangat sementara Impor Nonmigas
Neraca Perdagangan Nonmigas (skala kanan)
Minyak
13,7 13,6 9,2 -12,6 6,0 -16,9 -17,9 -10,7 11,5 11,1 36,2 9,0 -1,0 14,6 -22,1 -21,2 -22,4 -23,7 -22,1 -18,1
Nabati
Batubara 14,2 12,1 -14,5 -17,7 -24,9 -24,9 -26,5 -23,4 -14,3 -7,0 -12,6 -13,2 -19,9 -12,3 -12,6 -11,6 -14,1 -13,6 -12,6 -13,7
Tekstil dan
Produk 8,8 9,4 0,6 -2,6 -2,7 -5,8 -4,8 -4,0 2,1 2,0 2,9 -0,4 0,7 1,5 -5,4 -4,5 -5,5 -5,4 -5,4 -3,9
Tekstil
Alat Listrik,
Ukur,
6,9 6,7 -5,7 -12,1 -11,8 -14,0 -14,7 -13,2 0,0 -5,9 -4,6 -7,8 -12,8 -7,5 -6,1 -6,5 -7,5 -6,9 -6,1 -2,6
Fotografi,
dll
Barang
dari Logam 6,2 5,8 5,5 -3,7 -16,1 -18,7 -24,9 -16,2 3,7 1,9 -8,5 -0,3 -5,8 -3,3 -13,4 -5,4 -8,2 -18,4 -13,4 -4,7
tidak Mulia
Makanan
4,3 4,8 17,8 3,5 -0,4 -6,9 1,4 -0,6 12,1 3,4 -0,4 4,2 13,4 5,1 -5,4 0,1 -0,1 -10,5 -5,4 0,4
Olahan
Karet
4,8 4,4 -24,5 -31,7 -13,2 -6,6 -12,1 -16,8 -16,4 -23,8 -4,0 17,2 19,3 -0,2 -16,6 -10,4 -9,5 -19,8 -16,6 -9,8
Olahan
Kendaraan
dan 3,6 4,1 14,8 9,4 20,5 3,8 -16,4 3,3 12,3 3,0 14,1 1,1 -19,5 -1,4 4,8 6,2 5,5 2,7 4,8 5,9
Bagiannya
Mesin-
mesin/
4,1 3,9 6,0 -15,8 -13,4 -9,1 -23,1 -15,5 6,5 -14,8 -12,4 -8,5 -21,3 -14,3 -1,4 -1,3 -1,1 -0,6 -1,4 -0,5
pesawat
mekanik
Kayu
2,7 2,9 11,3 -2,2 0,4 -4,2 -3,5 -2,3 10,1 12,8 31,9 34,8 40,6 29,6 -24,6 -13,3 -23,9 -28,9 -24,6 -7,6
Olahan
Total 10
69,3 67,6 -1,8 -11,0 -8,1 -13,6 -16,3 -12,2 -0,6 -2,6 2,9 1,4 -2,9 0,0 -12,3 -8,6 -10,6 -14,7 -12,3 -7,1
Komoditas
* angka sementara
** angka sangat sementara
tahun sejalan dengan bertambahnya populasi dan 7,4%, namun volume ekspor produk primer masih
makin tingginya kesadaran penggunaan energi alternatif. tumbuh sebesar 17,5%. Pertumbuhan positif volume
Peningkatan volume ekspor CPO juga didorong oleh ekspor produk primer didukung oleh meningkatnya
pengenaan Bea Keluar CPO sebesar nol persen. Harga volume ekspor produk pertanian. CPO merupakan
rata-rata CPO global sepanjang tahun 2015 tidak pernah salah satu komoditas yang menunjang peningkatan
mencapai 700 dolar AS per metrik ton yang merupakan volume ekspor tersebut. Selain itu, peningkatan volume
batas minimum pengenaan Bea Keluar. Akibatnya ekspor produk pertanian juga didukung terutama oleh
mayoritas produsen CPO lebih memilih mengekspor meningkatnya volume ekspor kopi, buah-buahan dan
CPO secara langsung dibandingkan dengan mengekspor sayur-sayuran, serta bubur kertas. Namun demikian,
produk turunannya. Sejalan dengan tren penurunan harga penurunan harga komoditas yang terus berlangsung
komoditas di pasar internasional tersebut, terms of trade sepanjang 2015 menyebabkan harga ekspor produk
(ToT) Indonesia mengalami penurunan dari 81,6 pada primer turun sangat tajam dari -4,4% pada tahun 2014
Desember 2014 menjadi 73,6 pada Desember 2015. menjadi -25,7%. Sementara itu, harga produk manufaktur
masih tumbuh positif dari 1,9% pada tahun 2014 menjadi
Perlambatan perekonomian global lebih berdampak 0,5% (Tabel 4.5).
terhadap permintaan produk manufaktur dibandingkan
dengan produk primer Indonesia yang lebih Harga ekspor manufaktur relatif tidak terlalu terkena
mengandalkan SDA. Adapun dampak perlambatan dampak perlambatan ekonomi global, namun ekspor
terhadap harga produk manufaktur masih lebih baik manufaktur masih diwarnai berbagai permasalahan
dibandingkan dengan harga produk primer. Pada 2015, struktural. Struktur produk manufaktur Indonesia yang
volume ekspor produk manufaktur menurun sebesar masih didominasi oleh produk berbasis SDA (Grafik4.3)
menyebabkan ekspor manufaktur rentan terhadap Ekspor produk karet Indonesia pada 2015 terkontraksi
perubahan harga komoditas. Harga komoditas yang sebesar 7,0% karena penurunan harga maupun volume,
menurun, seperti yang terjadi pada 2015, memberikan namun mampu meningkatkan pangsanya di beberapa
tekanan terhadap ekspor manufaktur. Di samping itu, negara tujuan ekspor dalam beberapa tahun terakhir.
kandungan impor pada produk manufaktur Indonesia Penurunan tersebut terutama terjadi untuk negara tujuan
juga masih tinggi. Akibatnya, pelemahan nilai tukar tidak Jepang, Australia, dan Jerman. Sebaliknya, ekspor ke AS
mampu dimanfaatkan secara optimal karena bahan baku tumbuh positif pada 2015 (Tabel 4.6). Penurunan ekspor
impor harus diperoleh dengan harga yang lebih mahal. ke Jepang diawali pula dengan menurunnya pangsa pasar
Produk manufaktur yang mengalami penurunan yang Indonesia selama lima tahun terakhir (2009 2014)
besar pada 2015 antara lain produk karet, produk pakaian ditengah meningkatnya pangsa negara pesaing seperti
jadi, dan produk kimia organik. Tiongkok dan Vietnam. Sementara di pasar Australia,
meskipun pertumbuhannya menurun di 2015, namun
pangsa Indonesia masih meningkat selama tahun 2009
2014 (Tabel 4.7). Hal ini mengindikasikan penurunan
Grak 4.3 Komposisi Ekspor Manufaktur Indonesia
pangsa negara pesaing seperti Jepang dan Korea Selatan
Grafik 4.3. Komposisi Ekspor Manufaktur Indonesia dapat dimanfaatkan oleh Indonesia dengan meningkatkan
pangsanya. Namun, Tiongkok dan Thailand lebih optimal
Persen, Pangsa
100 dalam merebut peluang untuk meningkatkan pangsa
90 pasar tersebut. Adapun untuk pasar di AS, pangsa
80
ekspor Indonesia meningkat dan mampu memanfaatkan
70
60
penurunan pangsa Kanada dan Jepang, meskipun pangsa
50 ekspor Tiongkok dan Thailand ke AS meningkat lebih
40 tinggi selama tahun 2009 - 2014.
30
20
Penurunan ekspor pakaian jadi pada 2015 sebesar 1,3%
10
0 disebabkan oleh turunnya volume ekspor, namun sejak
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
triwulan III 2015 menunjukkan perbaikan (Tabel 4.8).
2012 2013 2014 2015
Pangsa produk pakaian jadi Indonesia di pasar AS sebagai
High Tech Medium Tech Low Tech Resource Based negara tujuan utama produk tersebut terus menurun
dalam 5 tahun terakhir (Tabel 4.9). Sebaliknya, pangsa
Sumber : United Nations Industrial Development Organization (UNIDO)
produk sejenis dari Vietnam dan Bangladesh sebagai dalam kurun waktu 2009-2014, posisi Indonesia sebagai
kompetitor utama semakin meningkat. Penurunan pangsa pemasok kebutuhan kimia organik Tiongkok meningkat
Indonesia tersebut dapat mengindikasikan lemahnya dari posisi ke-10 menjadi posisi ke-7 dengan peningkatan
daya saing produk pakaian jadi Indonesia dibandingkan sebesar 0,9% (Tabel 4.11). Sementara pesaing terdekat,
dengan negara pesaing seperti Vietnam, Bangladesh, yaitu Malaysia yang pada 2009 berada di urutan ke-9 naik
dan Tiongkok. Persaingan produk tersebut semakin ketat ke urutan ke-8 dengan pangsa yang meningkat sebesar
untuk tujuan ekspor Eropa yang memberikan berbagai 0,2%. Ke depan, Malaysia berpotensi semakin menggerus
kemudahan khusus kepada eksportir dari negara-negara pangsa produk kimia Indonesia. Dari sisi harga,
dengan PDB yang rendah seperti Vietnam, Kamboja, penurunan harga ekspor produk kimia organik sejalan
dan Bangladesh. Meskipun demikian, sejak triwulan III dengan penurunan harga CPO sebagai salah satu bahan
2015 pertumbuhan ekspor ke AS dan beberapa beberapa utama produk kimia organik. Harga minyak dunia yang
negara besar lainnya terlihat mulai membaik. terus turun hingga di bawah harga CPO menyebabkan
harga bahan bakar yang berbahan baku CPO (biodiesel)
Ekspor produk kimia organik terus turun sejak Oktober menjadi tidak ekonomis. Di samping itu, pengenaan bea
2014 dan terkontraksi sebesar 31,8% yang disebabkan keluar CPO nol persen mendorong produsen CPO memilih
oleh penurunan faktor harga dan volume pada tahun mengekspor CPO secara langsung sehingga industri hilir
2015. Penurunan yang pada awalnya terjadi untuk seperti produk kimia organik kesulitan bahan baku.
ekspor ke negara tujuan Tiongkok dan Jepang, saat
ini telah diikuti oleh penurunan ekspor ke India dan Di saat ekspor nonmigas mengalami kontraksi, impor
AS (Tabel4.10). Meskipun demikian, tren penurunan nonmigas juga menurun. Impor nonmigas pada 2015
ke Tiongkok tersebut sudah semakin kecil. Selain itu, menurun sebesar 12,4%, lebih besar dibandingkan
Tabel 4.7. Pangsa Pasar Beberapa Negara Eksportir Karet di Jepang, Australia, dan AS
Tiongkok 23,6 28,9 5,3 Tiongkok 17,3 22,9 5,5 Tiongkok 23,4 25,9 2,5
Thailand 16,3 15,7 -0,6 Jepang 23,3 19,2 -4,1 Kanada 18,4 12,9 -5,4
Indonesia 13,8 8,3 -5,5 Thailand 6,7 9,1 2,4 Jepang 13,8 9,9 -3,8
Korea Korea
9,7 6,6 -3,1 5,9 3,7 -2,2 Meksiko 6,7 8,1 1,4
Selatan Selatan
Amerika Korea
7,9 6,4 -1,5 Jerman 4,0 3,6 -0,5 6,8 7,3 0,5
Serikat Selatan
Vietnam 1,2 4,6 3,4 Spanyol 4,4 3,3 -1,1 Thailand 3,6 4,8 1,2
Jerman 4,6 4,5 -0,1 Indonesia 2,2 3,0 0,9 Jerman 4,5 4,5 0,0
Perancis 2,0 2,7 0,7 Malaysia 1,9 2,4 0,5 Indonesia 1,9 2,5 0,6
Filipina 1,7 2,4 0,7 India 1,5 1,7 0,2 Perancis 2,1 2,1 0,0
Spanyol 1,2 2,4 1,2 Perancis 2,2 1,5 -0,7 Chilli 0,0 1,8 1,8
Sumber: UNComtrade
dengan penurunan pada 2014 sebesar 3,9%. Penurunan disebabkan oleh turunnya impor buah-buahan segar/
tersebut terjadi pada seluruh kelompok barang impor dikeringkan (turun sebesar 15,7% dibandingkan dengan
didorong baik oleh penurunan harga maupun volume. 2014), sayur-sayuran segar/dingin (13,6%), dan hasil
Penurunan impor barang konsumsi dipengaruhi oleh olahan yang dapat dimakan (3,0%). Penurunan impor
permintaan sejalan dengan penurunan konsumsi rumah barang konsumsi lebih lanjut tertahan oleh impor obat-
tangga. Penurunan konsumsi tersebut diikuti pula obatan (termasuk obat hewan) yang meningkat 5,8% dan
oleh penurunan tingkat penjualan di tengah lemahnya impor senjata dan amunisi yang meningkat sebesar 9,7%.
keyakinan pelaku ekonomi terhadap perekonomian
Indonesia sehingga mendorong penurunan permintaan Penurunan impor barang konsumsi dibarengi pula dengan
investasi dan modal kerja. Penurunan permintaan kontraksi ekspor, sehingga mendorong penurunan
investasi tersebut pada akhirnya berdampak pada permintaan impor bahan baku. Koreksi faktor harga kian
penurunan impor, khususnya impor barang modal mendorong pelemahan impor bahan baku hingga turun
dan bahan baku. Selain itu, pelemahan nilai tukar sebesar 12,3%. Kontraksi tersebut terutama berasal dari
menyebabkan harga barang impor menjadi lebih mahal penurunan impor makanan ternak (17,0%), bagian dan
sehingga mendorong penurunan impor nonmigas perlengkapan kendaraan bermotor (15,9%), hidrokarbon,
lebihlanjut. halogenasi, dan sulfonasi (24,4%) serta impor bahan
plastik lainnya dalam bentuk awal (17,5%). Namun
Kontraksi impor barang konsumsi sebesar 9,9% demikian, impor alat penyambung atau pemutus arus
(Tabel4.12) dipengaruhi oleh penurunan volume impor listrik menahan penurunan impor bahan baku lebih lanjut
sejalan dengan penurunan konsumsi rumah tangga. dengan mencatat pertumbuhan sebesar 4,8%.
Sementara itu, penurunan harga impor sejalan dengan
perkembangan harga internasional yang mengalami Penurunan impor barang modal sebesar 15,6% terutama
penurunan. Penurunan impor barang konsumsi terutama disebabkan oleh turunnya permintaan seiring dengan
penurunan kegiatan investasi. Faktor harga masih
meningkat sebesar 12,5% sehingga menahan penurunan
Tabel 4.9. Pangsa Pasar Beberapa Negara Eksportir Produk
impor barang modal lebih lanjut. Kontributor utama
Pakaian Jadi di AS
penurunan impor barang modal tersebut diantaranya
Pasar Amerika Serikat adalah impor pesawat telekomunikasi dan bagian-
Pangsa (%) bagiannya (29,2%), mesin otomatis pengolah data dan
Negara Asal
2009 2014
satuannya (6,2%), dan mesin lainnya untuk industri
tertentu (9,2%). Laju penurunan impor barang modal
Tiongkok 39,1 38,1 -1,0
tertahan oleh naiknya impor pemanas dan pendingin dan
Vietnam 7,4 10,4 3,0
alat-alatnya sebesar 13,2%.
Indonesia 5,8 5,5 -0,2
Bangladesh 5,0 5,4 0,4
Meksiko 5,0 4,3 -0,7
India 4,3 4,1 -0,3 Neraca Perdagangan Migas
Honduras 3,0 2,9 -0,1
Kamboja 2,7 2,8 0,1 Defisit neraca perdagangan migas pada 2015 tercatat
El Salvador 1,8 2,1 0,2 sebesar 6,5 miliar dolar AS, membaik dibandingkan tahun
Sri Lanka 1,8 2,1 0,2 sebelumnya yang mengalami defisit sebesar 11,8 miliar
Sumber: UNComtrade
dolar AS. Perbaikan kinerja neraca migas tersebut terutama 20,9 miliar dolar AS. Selain karena koreksi harga, penurunan
didukung oleh berkurangnya defisit neraca minyak. impor minyak juga disebabkan oleh turunnya volume
Kontraksi impor minyak yang lebih dalam dibandingkan impor minyak dari 356,7 juta barel pada 2014 menjadi
dengan kontraksi ekspor menyebabkan berkurangnya defisit 345,6 juta barel sejalan dengan turunnya konsumsi BBM
neraca minyak sebesar 45,1%; dari defisit 23,9 miliar dolar domestik. Penurunan konsumsi BBM tersebut diakibatkan
AS pada tahun sebelumnya menjadi defisit 13,1 miliar dolar oleh perlambatan ekonomi dan reformasi energi oleh
AS. Harga minyak dunia yang turun sepanjang 2015 akibat Pemerintah. Kebijakan reformasi energi pemerintah yang
melimpahnya pasokan baik dari negara OPEC maupun non- diterapkan sejak akhir 2014 tersebut mendorong naiknya
OPEC menjadi faktor utama penurunan ekspor minyak. Pada harga BBM dan mengurangi konsumsi sehingga mendorong
2015, ekspor minyak terkontraksi dari 13,8 miliar dolar AS perbaikan defisit neraca perdagangan minyak (Grafik 4.4).
pada 2014 menjadi 7,8 miliar dolar AS. Namun demikian,
volume ekspor minyak justru meningkat dari 142,7 juta Kinerja neraca gas masih positif dengan mencatat surplus
barel pada 2014 menjadi 155,7 juta barel. Peningkatan 6,6 miliar dolar AS meskipun lebih rendah dibandingkan
volume ekspor tersebut sejalan dengan peningkatan lifting dengan surplus pada 2014 sebesar 12,1 miliar dolar AS.
minyak dari 788 ribu barel per hari pada 2014 menjadi 791 Surplus yang lebih rendah tersebut diakibatkan oleh
ribu barel per hari. Di samping itu, kebutuhan BBM domestik kontraksi ekspor gas yang lebih dalam dibandingkan dengan
yang lebih rendah memberikan peluang untuk melakukan kontraksi impor gas. Penurunan kinerja ekspor gas sebesar
ekspor yang lebih besar. 42,5% tersebut terutama bersumber dari penurunan harga
ekspor gas sejalan dengan penurunan harga minyak dunia.
Harga minyak dunia yang rendah menyebabkan harga impor Sementara itu, impor gas pada 2015 turun sebesar 32,2%
minyak terkoreksi sebesar 42,1%. Akibat koreksi harga terutama akibat turunnya faktor harga, sedangkan faktor
tersebut, impor minyak pada 2015 mengalami penurunan
yang tajam dari 37,7 miliar dolar AS pada 2014 menjadi
Grafik 4.4.
Grafik 4.4. Perkembangan
Perkembangan
Neraca Neraca Perdagangan
Perdagangan Migas dan
Nonmigas
Tabel 4.11. Pangsa Pasar Beberapa Negara Eksportir Produk Harga Minyak
Kimia Organik di Tiongkok
Juta dolar AS Dolar AS/barel
konsumsi gas domestik yang meningkat mampu diimbangi penerimaan untuk pengangkutan barang-barang ekspor
oleh peningkatan lifting gas. (rasio freight export to export) hanya berada pada kisaran
1% (Grafik4.6).
Neraca Perdagangan Jasa, Pendapatan Primer, Dari sisi jasa, daerah tujuan wisata Indonesia masih
dan Pendapatan Sekunder menarik minat kunjungan wisman. Sepanjang 2015,
jumlah kunjungan wisman mengalami kenaikan dari 9,5
Pada 2015, kinerja neraca perdagangan jasa membaik juta orang pada 2014 menjadi 9,7 juta orang. Namun
dengan mencatat penurunan defisit sehingga mampu peningkatan tersebut tidak diikuti oleh peningkatan
mendukung perbaikan transaksi berjalan. Defisit neraca pengeluaran wisman selama kunjungan di Indonesia
perdagangan jasa menurun 15,1% dibandingkan dengan terutama sebagai dampak dari penguatan dolar AS
tahun 2014 terutama disebabkan oleh berkurangnya terhadap rupiah. Wisman asal Singapura, Australia,
defisit jasa transportasi, khususnya freight, seiring
dengan penurunan impor barang (Grafik 4.5). Selain itu,
perbaikan neraca jasa juga ditopang oleh penerimaan Grafik 4.5. Perkembangan Neraca Jasa
jasa perjalanan yang mencatat peningkatan sejalan Grafik 4.5. Perkembangan Neraca Jasa
Grafik 4.7. Perkembangan Neraca Pendapatan Primer Grafik 4.8 Perkembangan Jumlah dan Remitansi TKI
Grafik 4.7. Perkembangan Neraca Pendapatan Primer Grafik 4.8. Perkembangan Jumlah dan Remitansi TKI
4.000
Di sisi aset, ketidakpastian di pasar keuangan global
3.000
yang meningkat serta perekonomian dunia yang
melambat mendorong penurunan investasi langsung 2.000
3.000 8.000
2.500 6.000
2.000 4.000
1.500
2.000
1.000
0
500
-2.000
0
-4.000
-500 I II III IV I III II IV I II III IV* I* II* III* IV**
Pertanian, Pertambangan Manufaktur Konstruksi Keuangan Perdagangan
Perikanan dan (termasuk 2012 2013 2014* 2015**
Kehutanan asuransi)
* angka sementara Triwulan III 2014* Triwulan IV 2014*
Publik Swasta Investasi Portfolio (kewajiban), neto
** angka sangat sementara Triwulan I 2015* Triwulan II 2015*
*angka sementara **angka sangat sementara
Triwulan III 2015* Triwulan IV 2015**
ekonominya, PMA terbesar di luar Jawa berada di koridor Utang Negara (SUN) rupiah masih mencatat neto aliran
Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, Maluku dan Papua serta masuk sebesar 7,7 miliar dolar AS. Sementara itu, dana
Bali dan Nusa Tenggara. asing pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI) secara neto
mencatat aliran keluar sebesar 0,1 miliar dolar AS, relatif
sama dengan arus keluar pada 2014. Sejalan dengan hal
Investasi Portofolio tersebut, posisi kepemilikan investor bukan penduduk
pada SUN rupiah meningkat dari 41,6% pada akhir
Investasi portofolio bukan penduduk di Indonesia pada 2014 menjadi 42,9% pada akhir 2015, sementara posisi
tahun 2015 masih mencatat surplus sebesar 17,7 miliar kepemilikan investor bukan penduduk atas SBI menurun
dolar AS, dengan kecenderungan yang semakin baik sejak dari 2,1% pada akhir 2014 menjadi 0,0% pada akhir 2015.
triwulan IV 2015 (Grafik 4.11). Surplus tersebut masih Adapun di pasar saham, ketidakpastian yang meningkat
lebih rendah dibandingkan dengan surplus pada tahun di pasar keuangan global akibat isu kenaikan FFR, yang
sebelumnya sebesar 23,5 miliar dolar AS. Perkembangan mencapai puncaknya pada triwulan III 2015, mendorong
perekonomian global, seperti perlambatan ekonomi investor bukan penduduk untuk melakukan aksi jual
dunia dan potensi spekulasi dari ketidakpastian kenaikan saham. Namun demikian, net jual saham oleh asing pada
FFR serta risiko keuangan global yang meningkat seiring triwulan IV 2015 mulai mereda sehingga transaksi saham
kebijakan Bank Sentral Tiongkok yang melakukan oleh investor bukan penduduk sepanjang 2015 hanya
devaluasi yuan sampai triwulan III 2015, mendorong mencatat net jual sebesar 1,5 miliar dolar AS.
investor untuk lebih berhati-hati ketika berinvestasi
di negara berkembang. Namun demikian, imbal hasil Di sisi lain, investor bukan penduduk juga masih
yang menarik dan persepsi positif investor bukan meningkatkan kepemilikannya atas surat utang pemerintah
penduduk terhadap perekonomian Indonesia serta berjangka panjang, termasuk dari penerbitan obligasi dan
meningkatnya pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV sukuk global. Sepanjang 2015, pemerintah menerbitkan
2015 menyebabkan minat investor global untuk tetap obligasi global dengan total penerbitan sebesar 8,9 miliar
berinvestasi di Indonesia masih terjaga dan bahkan dolar AS yang terdiri atas penerbitan global bond sebesar
meningkat di akhir 2015. Di sisi aset, investasi portofolio 7,5 miliar dolar AS, Euro Bond sebesar 1,25 miliar euro
penduduk Indonesia ke luar negeri mencatat defisit 1,0 pada Juli 2015, dan Samurai Bond sebesar 100 miliar
miliar dolar AS seiring dengan neto beli investor penduduk yen di Agustus 2015. Di samping itu, pemerintah juga
atas instrumen portofolio asing. menerbitkan sukuk global senilai 2 miliar dolar AS pada
Mei 2015. Dengan perkembangan tersebut, posisi neto
Instrumen portofolio berdenominasi rupiah masih menjadi kewajiban investasi portofolio pada PII Indonesia 2015
kontributor utama aliran masuk investasi portofolio. mencapai 189,4 miliar dolar AS, berkurang dibandingkan
Meskipun lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2014, dengan posisinya pada 2014 sebesar 192,7 miliar dolar AS.
namun aliran dana bukan penduduk pada instrumen Surat
Grafik 4.14. Rasio ULN terhadap PDB untuk negara peer group Grafik 4.15
Grafik 4.15. Perkembangan
Perkembangan Posisi
Posisi ULN ULN Indonesia
Indonesia Menurut Kelompok
Grafik 4.14. Rasio ULN terhadap PDB untuk negara peergroup Peminjam MenurutKelompokPeminjam
Thailand 20
250
Filipina
15
Brazil 200
10
Malaysia
150
Indonesia 2014 5
Persen * angka sementara ULN Publik Pertumbuhan ULN Publik (skala kanan)
** angka sangat sementara ULN Swasta Pertumbuhan ULN Swasta (skala kanan)
0 AFILIASI
100 POSISI :
$9,0 miliar
PANGSA:
50 -10 SWASTA 2,9% dari Total
JANGKA
POSISI : PENDEK ULN
PUBLIK $167,7 miliar
POSISI : POSISI :
$46,2 miliar
0 -20 $143,0 miliar PANGSA:
54,0% dari total PANGSA:
PANGSA:
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014* 2015** 46,0% dari
ULN 14,9% dari total BANK
total ULN ULN POSISI :
$20,7 miliar
* angka sementara ULN Jk. Panjang Pertumbuhan ULN Jk. Panjang (skala kanan) PANGSA:
6,7% dari total
** angka sangat sementara ULN Jk. Pendek Pertumbuhan ULN Jk. Pendek (skala kanan) ULN
pendek terhadap posisi ULN jangka panjang membaik dari Dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank.
8,7% pada 2014 menjadi 7,0%. Sementara untuk sektor Dalam hal ini, setiap korporasi di Indonesia yang memiliki
swasta, rasio yang sama membaik dari 42,5% pada 2014 ULN dalam valuta asing sesuai yang dipersyaratkan wajib
menjadi 38,0%. melakukan transaksi lindung nilai dengan besaran tertentu.
Selain itu, korporasi tersebut juga harus menyediakan
Berdasarkan profil risikonya, ULN swasta didominasi oleh aset valuta asing yang memadai terhadap kewajiban
ULN jangka panjang yang memiliki profil risiko yang relatif valuta asingnya yang jatuh tempo dengan rasio tertentu
rendah. Selain itu, posisi ULN swasta yang berasal dari serta wajib memenuhi minimum peringkat utang sesuai
afiliasi juga cukup besar. Posisi ULN dari afiliasi tersebut ketentuan. Sampai dengan akhir 2015, implementasi PBI
relatif lebih aman karena utang yang ditarik biasanya ini menunjukkan upaya penerapan prinsip kehati-hatian
diperoleh dari induk perusahannya sehingga posisi oleh korporasi nonbank terus meningkat sehingga risiko
utangnya lebih terjamin. Pada Desember 2015, posisi ULN ULN dapat dimitigasi dengan lebih baik.2
swasta jangka panjang sebesar 77,7% dari total posisi ULN
swasta. Adapun ULN swasta yang berasal dari afiliasi (baik
jangka panjang maupun jangka pendek) tercatat sebesar 4.3. KETAHANAN EKSTERNAL
50,1 miliar dolar AS atau sebesar 33,7% dari total posisi
ULN swasta. Secara keseluruhan, indikator ketahanan eksternal
pada 2015 masih berada pada kondisi yang sehat. Pada
Profil risiko ULN swasta paling besar berada pada utang 2015, kemampuan sumber pembiayaan jangka panjang
nonbank non-afiliasi yang berjangka pendek yang dalam menopang defisit transaksi berjalan membaik
porsinya pada akhir 2015 relatif kecil. Pada Desember seiring dengan pencapaian surplus TMF dan penurunan
2015, posisi ULN korporasi nonbank non-afiliasi yang defisit transaksi berjalan. Hal tersebut tercermin dalam
berjangka pendek tersebut sebesar 16,4 miliar dolar AS perkembangan basic balance pada 2015 (Grafik 4.18).
atau hanya 9,8% dari total ULN swasta atau hanya 5,3% Meskipun sempat memburuk pada triwulan II 2015, namun
dari total ULN (Grafik 4.17). Guna memitigasi berbagai basic balance kembali berada dalam tren perbaikan pada
risiko -seperti risiko nilai tukar, likuditas dan beban triwulan III dan triwulan IV 2015.
utang yang berlebihan- yang timbul dari ULN, khususnya
korporasi nonbank, Bank Indonesia telah mengeluarkan Pada sisi solvabilitas, penurunan neto kewajiban PII
Peraturan Bank Indonesia No. 16/21/PBI/2014 mengenai Indonesia mendorong perbaikan indikator solvabilitas
Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan sebagaimana ditunjukkan oleh penurunan pangsa neto
Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank. Lebih lanjut, guna kewajiban PII Indonesia terhadap PDB. Namun demikian,
memonitor pelaksanaannya, Bank Indonesia juga telah indikator solvabilitas yang lain masih menunjukkan
mengeluarkan peraturan lanjutan dengan No. 16/22/ peningkatan tekanan terhadap sektor eksternal
PBI/2014 tentang Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa
dan Pelaporan Kegiatan Penerapan Prinsip Kehati-Hatian
2 Diskusi lebih lanjut dapat dilihat di boks 4.1.
0
Sementara di sisi likuiditas, tekanan terhadap
perekonomian Indonesia dari sisi eksternal masih normal.
-2
Pada akhir 2015, posisi cadangan devisa berada pada level
-4
105,9 miliar dolar AS, turun dibandingkan dengan posisi
-6 pada akhir 2014 sebesar 111,9 miliar dolar AS. Meski
-8 demikian, sejak triwulan IV 2015, posisi cadangan devisa
-10
dalam tren peningkatan seiring dengan meningkatnya
pertumbuhan ekonomi (Tabel 4.14). Selain itu, jumlah
-12
I II III IV I II III IV I II III IV I* II* III* IV** cadangan devisa pada 2015 masih cukup untuk membiayai
2012 2013 2014* 2015**
7,7 bulan kebutuhan pembayaran impor atau 7,4 bulan
* angka sementara Transaksi Berjalan
** angka sangat sementara Basic Balance kebutuhan pembayaran impor dan ULN Pemerintah.
Bahkan level kecukupan tersebut masih berada di atas
standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor
(Grafik 4.19). Selain itu, kemampuan cadangan devisa dalam
perekonomian Indonesia dibandingkan dengan tahun memenuhi kewajiban sistem moneter terhadap sektor
sebelumnya meski masih berada pada level normal. swasta domestik masih relatif baik, sebagaimana terindikasi
Kondisi tersebut terutama dipengaruhi oleh melambatnya dari stabilnya rasio cadangan devisa terhadap uang beredar.
perekonomian domestik dan disertai dengan penurunan Dengan adanya peningkatan posisi cadangan devisa dan
sumber-sumber penerimaan valas dari transaksi berjalan penurunan ULN jangka pendek sejak triwulan IV 2015, maka
NPI untuk membayar Utang Luar Negeri (ULN) sampai indikator likuiditas semakin baik sejak akhir2015.
dengan triwulan III 2015. Tekanan terhadap sektor eksternal
juga berasal dari menurunnya peran aliran modal asing Indikator debt service ratio (DSR) Tier-1 (sesuai metodologi
dalam bentuk non utang (non debt creating inflows) sebagai Bank Dunia) pada 2015 masih normal meskipun meningkat
sumber pembiayaan yang relatif lebih aman. Dengan dari 23,1% pada 2014 menjadi 29,1%.3 Peningkatan
tersebut terutama didorong oleh berkurangnya tercatat lebih tinggi daripada DSR Tier-1, yaitu sebesar
penerimaan transaksi berjalan pada 2015. Dalam rangka 61,7%, meningkat dibandingkan dengan DSR Tier-2 pada
menerapkan prinsip kehati-hatian, Bank Indonesia juga 2014 sebesar 51,7%. Peningkatan DSR tersebut terutama
melakukan perhitungan DSR (Tier-2) dengan menggunakan berasal dari sektor swasta (Grafik 4.20). Pelaksanaan
metodologi yang lebih konservatif seperti memasukkan prinsip kehati-hatian ini juga dibarengi dengan upaya
utang dagang kepada bukan penduduk.4 Berdasarkan mitigasi risiko default (gagal bayar) sektor swasta dengan
risikonya, utang dagang yang memiliki porsi yang relatif terus melakukan monitoring terhadap pelaksanaan PBI No
besar dalam perhitungan DSR Tier-2 tersebut memiliki 16/21/PBI/2014 tentang Penerapan Prinsip Kehatihatian
profil risiko yang relatif lebih rendah. Jika dihitung dengan dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi
menggunakan metodologi tersebut, DSR Tier-2 pada 2015 Nonbank. Dengan demikian, agar korporasi nonbank
mampu berkontribusi optimal terhadap perekonomian
tanpa menimbulkan gangguan pada kestabilan ekonomi
Grafik 4.18. Perkembangan Cadangan Devisa domestik, mereka diharapkan agar: (i) dapat memitigasi
Grafik 4.19. Perkembangan Cadangan Devisa
risiko yang timbul dari kegiatan ULN dan (ii) tetap
Miliar dolar AS Bulan Impor & Pembayaran memperhatikan praktek umum pengelolaan usaha.
ULN Pemerintah
115 8
7
110
6
105
5
100 4
3
95 Grafik 4.20. Perkembangan DSR Indonesia
2 Grafik 4.20. Perkembangan DSR Indonesia
90 1
Persen
85 0
I II III IV I II III IV I II III IV I* II* III* IV** 80
2012 2013 2014* 2015**
70
Posisi Cadangan Devisa Bulan impor dan pembayaran ULN Pemerintah (skala kanan)
60
* angka sementara ** angka sangat sementara
50
40
30
transaksi berjalan, dimana total pembayaran ULN pada Tier-2 meliputi * angka sementara DSR Tier 2
pembayaran pokok dan bunga atas ULN dalam rangka investasi ** angka sangat sementara DSR Tier 1
langsung selain dari anak perusahaan di luar negeri, serta pinjaman
(loan) dan utang dagang (trade credit) kepada non-afiliasi.
Kegiatan Penerapan Prinsip Kehati-hatian (KPPK) adalah 1. Rasio lindung nilai minimum, dengan nilai minimum
kegiatan korporasi nonbank yang dilakukan dalam rangka sebesar 25 persen;
memitigasi risiko nilai tukar, risiko likuiditas, dan risiko utang
yang berlebihan terhadap Utang Luar Negeri (ULN) yang 2. Rasio likuiditas minimum, dengan nilai minimum
dimiliki. Kegiatan tersebut diatur dalam Peraturan Bank sebesar 70 persen; dan
Indonesia (PBI) No. 16/21/PBI/2014 tentang Penerapan
3. Peringkat utang minimum. Korporasi nonbank
Prinsip Kehati-Hatian Dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri
yang akan melakukan ULN dalam valuta asing
Korporasi Nonbank. Dalam ketentuan ini korporasi nonbank
mulai tanggal 1 Januari 2016 diwajibkan untuk
diwajibkan untuk melakukan perhitungan atas aset dan
memenuhi peringkat utang minimum setara BB- yang
kewajiban valas yang dimilikinya pada periode 0 sampai
dikeluarkan oleh lembaga pemeringkat yang diakui
dengan 3 bulan dan 3 sampai dengan 6 bulan mendatang
oleh Bank Indonesia.
sejak akhir triwulan laporan. Pada tahun 2015, berdasarkan
hasil perhitungan nilai aset dan kewajiban valas untuk kedua Selanjutnya pada 1 Januari 2017, transaksi lindung
periode tersebut, korporasi nonbank wajib menerapkan nilai dalam rangka pemenuhan KPPK diwajibkan untuk
prinsip kehati-hatian yang meliputi pemenuhan: dilakukan dengan perbankan di Indonesia. Kebijakan ini
juga diarahkan sebagai upaya untuk pendalaman pasar
1. Rasio lindung nilai minimum, dengan nilai minimum valuta asing domestik.
sebesar 20 persen dari selisih antara aset valuta asing
dan kewajiban valuta asing yang akan jatuh waktu Evaluasi Implementasi KPPK sampai dengan
pada periode 0 sampai dengan 3 bulan maupun 3 TriwulanIII2015
sampai dengan 6 bulan setelah akhir triwulan. Rasio
lindung nilai ini wajib dipenuhi oleh korporasi yang Jumlah korporasi nonbank yang telah melakukan
nilai aset valasnya lebih kecil dibandingkan kewajiban pelaporan KPPK terus meningkat pada setiap triwulan
valas yang dimiliki untuk periode 0 sampai dengan laporan. Berdasarkan data triwulan III 2015, jumlah
3 bulan maupun periode 3 sampai dengan 6 bulan korporasi nonbank yang memiliki ULN dalam valuta asing
setelah akhir triwulan; dan tercatat sebanyak 2.543 korporasi. Dari seluruh korporasi
wajib lapor tersebut, sebanyak 85% di antaranya telah
2. Rasio likuiditas minimum, dengan nilai minimum
melakukan pelaporan KPPK. Jumlah laporan tersebut
sebesar 50 persen. Korporasi diwajibkan memiliki
meningkat dibandingkan laporan pada triwulan II yaitu
aset valas minimal sebesar 50% dari kewajiban valas
sebesar 70% dari korporasi wajib lapor.
yang akan jatuh waktu pada periode 0 sampai dengan
3 bulan setelah akhir triwulan.
90 83% 100
9% 10%
80 8% 25%
12%
80
70
59%
60 14%
60
50
40 34% 40 79% 82% 60%
30
20 20
10
0 0
I II III I II III
2015 2015
Tingkat kepatuhan pemenuhan ketentuan KPPK dari KPPK tersebut sejalan dengan meningkatnya jumlah
korporasi pelapor juga terus meningkat. Pada kewajiban korporasi yang melakukan hedging (Grafik 4 dan 5) yang
rasio lindung nilai minimum, jumlah lindung nilai yang utamanya dilakukan dengan perbankan dalam negeri.
telah dilakukan oleh korporasi nonbank pada periode 0
sampai dengan 3 bulan mencapai 192% dari total lindung KPPK yang telah diterapkan pada tahun 2015 memberikan
nilai yang wajib dilakukan. Jumlah tersebut meningkat dampak positif dalam mengelola permintaan valuta
dibandingkan triwulan II 2015 sebesar 105% (Grafik 1). asing dari korporasi nonbank sehingga tekanan terhadap
Pada pemenuhan rasio lindung nilai periode 3 s.d. 6 bulan, nilai tukar rupiah dapat lebih terjaga. Di samping itu,
korporasi nonbank telah melakukan transaksi lindung nilai penerapan KPPK telah meningkatkan proporsi transaksi
sebesar 59% dari total lindung nilai yang diwajibkan, atau derivatif menjadi 35% dari total transaksi valas korporasi
naik dari 34% pada triwulan II 2015 (Grafik 2). Sementara dibandingkan dengan 33% pada tahun 2014. Ke depan,
untuk rasio likuiditas minimum, sebanyak 83% perusahaan semakin aktifnya korporasi domestik dalam melakukan
telah memenuhi rasio tersebut, meningkat dibandingkan transaksi pada instrumen derivatif diharapkan dapat
posisi bulan Juni 2015 yaitu sebanyak 82% perusahaan mendorong upaya pendalaman pasar valas dalam negeri.
(Grafik 3). Peningkatan kepatuhan terhadap ketentuan
Grafik 3.
Grafik 3. Pelapor KPPK
Pelapor KPPK menurut
menurut Kepatuhan
Kepatuhan Pemenuhan
Pemenuhan Rasio
Rasio Likuiditas Grafik 5. Jumlah Korporasi yang melakukan Hedging 3-6 bulan
Grafik 5. Sebaran Lokasi Hedging, periode 3-6 bulan
Likuiditas
Persen Persen
100 100
12% 10%
19% 18% 17% 13%
80 80 14%
18%
15%
60 60
20 20
0 0
I II III I II III
2015 2015
nilai tukar euro, yuan, dan yen. Di sisi lain, The Fed 14.200
14.000 13.873
melakukan normalisasi kebijakan moneternya. Divergensi 13.800
13.769
13.785
kebijakan moneter tersebut mendorong penguatan dolar 13.600
13.400
AS terhadap mayoritas mata uang di dunia. Indeks dolar 13.200
AS terapresiasi dari 90,3 pada tahun 2014 ke level 98,6 13.000
13.131
12.800
pada tahun 2015 (Grafik 5.1). Sebagai akibatnya, tekanan 12.600 12.807
pelemahan mata uang negara berkembang terhadap dolar 12.400
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2015
AS menjadi tidak terhindarkan.
Rupiah/ dolar AS Rata-rata Perbulan Rata-rata Perkuartal
Rata-rata Rp12.807/USD (depresiasi 4,4% qtq) Rata-rata Rp13.131/USD (depresiasi 2,5% qtq)
Triwulan I Triwulan II
End-of-Period Rp13.074/USD (depresiasi 5,3 qtq) End-of-Period Rp.13333/USD (depresiasi 1,9 qtq)
2015 Volatilitas 10,5% 2015 Volatilitas 5,7%
Tekanan depresiasi rupiah meningkat sejalan dengan meningkatnya Rupiah terdepresiasi dengan tekanan yang lebih mild, namun masih
ketidakpastian global yang antara lain bersumber dari: kekhawatiran lebih tinggi dibandingkan rata-rata historisnya. Sumber tekanan berasal
kenaikan Fed Fund Rate (FFR) yang memicu penguatan dolar AS serta dari perlambatan ekonomi domestik serta berlanjutnya penguatan
kekhawatiran atas negosiasi utang Yunani yang mengoreksi risk appetite indeks Dolar (DXY) yang ditopang oleh QE tambahan oleh ECB di tengah
investor global terhadap asset domestik. masih tingginya kekhawatiran terhadap rencana kenaikan FFR oleh AS.
Rupiah
15.000
14.500
14.000
13.500
13.000
12.500
12.000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2015
Rata-rata Rp13.873/USD (depresiasi 5,3% qtq) Rata-rata Rp13.769/USD (apresiasi 0,8% qtq)
Triwulan III Triwulan IV
End-of-Period Rp14.650/USD (depresiasi 9% qtq) End-of-Period Rp13.785/USD (apresiasi 6,3% qtq)
2015 Volatilitas 11,5% 2015 Volatilitas 16,9%
Pada Tw.III-15 tekanan depresiasi semakin meningkat sejalan dengan Rupiah berhasil menguat pada Tw.IV-15 dipicu oleh membaiknya
depresiasi mata uang peers. Sumber tekanan terutama berasal dari sentimen terhadap negara berkembang pasca dovish FOMC Sept-15 dan
eksternal terkait dinamika rencana kenaikan FFR oleh The Fed pasca rilis data tenaga kerja AS yang lebih rendah. Ketidakpastian timing
membaiknya GDP AS Tw.II-15, serta implementasi devaluasi yuan yang kenaikan FFR juga sudah semakin mengerucut. Sementara dari dalam
menimbulkan volatilitas di pasar keuangan global. Dari internal, tekanan negeri, optimisme atas paket kebijakan Pemerintah memunculkan
berasal dari prospek pertumbuhan ekonomi domestik yang melambat. optimisme atas perekonomian domestik.
ECB, dan perkembangan negatif dari proses negosiasi kepemilikan nonresiden pada aset keuangan domestik dan
fiskal Yunani yang sempat mengalami deadlock. Namun, menekan nilai tukar rupiah. Pada triwulan III 2015, rupiah
faktor risiko tersebut kemudian diimbangi oleh beberapa terdepresiasi 9% (qtq) ke level Rp14.650 per dolar AS,
perkembangan positif dari dalam dan luar negeri, sehingga meningkat dibandingkan depresiasi pada triwulan II 2015
dapat menahan laju depresiasi rupiah. Dari dalam negeri, sebesar 1,9% (qtq). Selain itu, ekspektasi depresiasi turut
perkembangan positif berasal dari peningkatan surplus meningkat pada triwulan III 2015 sebagaimana terlihat dari
neraca perdagangan Indonesia serta revisi ke atas outlook rata-rata selisih nilai tukar Nondeliverable forward (NDF)
rating Indonesia oleh Standard & Poors dari stable tenor satu bulan dengan nilai tukar spot yang naik ke level
menjadi positive pada bulan Mei 2015. Sementara dari 168 poin dari 104 poin pada triwulan II 2015.2
luar negeri, FOMC Juni 2015 yang lebih dovish mengoreksi
kekhawatiran atas rencana kenaikan suku bunga oleh Pada triwulan IV 2015, nilai tukar rupiah memasuki
TheFed. periode stabilisasi yang ditopang oleh meningkatnya aliran
masuk dana nonresiden ke aset domestik. Meningkatnya
Pada triwulan III 2015, tekanan terhadap rupiah meningkat aliran masuk asing terutama pada obligasi negara didorong
dan mendorong rupiah ke level terendah sepanjang tahun oleh imbal hasil yang meningkat sehingga lebih kompetitif
2015. Tekanan terutama berasal dari faktor eksternal dibandingkan dengan imbal hasil obligasi negara peers
akibat implementasi devaluasi nilai tukar yuan oleh otoritas (Grafik 5.4). Peningkatan aliran masuk asing tersebut
moneter Tiongkok yang di luar dugaan pasar dan semakin juga didorong oleh positifnya tingkat keyakinan investor
tingginya kekhawatiran atas rencana normalisasi kebijakan
moneter di AS. Sementara dari dalam negeri, melambatnya
ekspansi perekonomian domestik masih menjadi 2 NDF merupakan transaksi forward di pasar luar negeri (offshore) yang
dilakukan tanpa penyerahan notional amount pada saat jatuh waktu.
faktor risiko yang membebani pergerakan nilai tukar.
NDF dapat menggambarkan persepsi pelaku pasar offshore terhadap
Perkembangan tersebut kemudian menyebabkan koreksi nilai tukar rupiah di masa yang akan datang.
path kenaikan yang akan dilakukan secara gradual. Pada MYR 0,44
KRW 0,43
beberapa forum, pejabat The Fed dengan lebih lugas
INR 0,40
mengutarakan bahwa perekonomian AS pada kondisi TRY 0,31
yang siap untuk memulai siklus normalisasi kebijakan THB 0,12
tersebut direspons positif oleh pasar karena pelaku pasar BRL -2,08
ZAR -4,24
dapat mengantisipasi kenaikan suku bunga AS dengan -5 -4 -3 -2 -1 0 1 2
lebih baik. Sebagai implikasinya, kenaikan suku bunga AS
pada Desember 2015 tidak menimbulkan gejolak di pasar
oleh real money sebesar 60%, meningkat dari 54% pada rasio terhadap Produk Domestik Bruto yang meningkat
tahun 2012. Kepemilikan pelaku lainnya juga meningkat dari 0,48% pada tahun 2014 menjadi 0,52% terhadap PDB
dari 11% pada 2012 menjadi 27% sejalan dengan semakin pada 2015 (Grafik 5.11).
banyaknya investor baru yang masuk sejak tahun 2014
(Grafik 5.9). Struktur pasar valas domestik juga membaik seiring
dengan meningkatnya porsi transaksi derivatif
dibandingkan dengan transaksi spot. Komposisi derivatif
5.2. STRUKTUR PASAR VALAS DOMESTIK di pasar valas domestik meningkat dari 33% dari total
transaksi pada tahun 2014 menjadi 35% pada 2015 (Grafik
Pasar keuangan domestik semakin dalam, tercermin dari 5.12). Peningkatan komposisi derivatif ini sejalan dengan
volume dan rata-rata harian transaksi yang meningkat. kebijakan Bank Indonesia untuk memberikan fleksibilitas
Peningkatan volume transaksi valas terjadi baik pada pelaku pasar dalam melakukan transaksi lindung nilai. Hal
instrumen spot, forward, dan swap. Rata-rata harian ini dilakukan melalui relaksasi beberapa ketentuan serta
volume transaksi valas naik dari 4,3 miliar dolar AS pada pengaturan penerapan prinsip-prinsip kehati-hatian dalam
tahun 2014 menjadi 4,5 miliar dolar AS pada 2015, atau pengelolaan utang luar negeri korporasi nonbank (PBI
meningkat sebesar 11,7% (Grafik 5.10). Peningkatan rata- No. 16/21/PBI/2014) yang efektif berlaku sejak 1 Januari
rata harian volume transaksi valas ini juga tercermin dari 2015. Ketentuan tersebut mewajibkan seluruh korporasi
Grafik 5.7. Volatilitas Nilai Tukar Rupiah & Peers Grafik 5.9.
Grafik 5.9. Proporsi
Proporsi Kepemilikan
Kepemilikan Nonresiden
Nonresiden pada Obligasi
pada Obligasi Negara
Grafik 5.7. Volatilitas Nilai Tukar Rupiah dan Peers
Negara
Persen
Desember 2012 Desember 2015
30
28,3
25 11%
27%
20
19,4 19,1
16,7 16,2
15 54%
13,6 14,5 12,7 35% 60%
11,1 13%
10 9,3 10,2
8,6
7,5 7,5 7,26,9
4,9 5,5 5,8
5 4,8
0
BRL ZAR TRY MYR KRW IDR SGD THB INR PHP
5 90
80
4 70
60
3
50
40
2
30
1 20
10
Spot Derivatif
Spot Swap Forward Option
nonbank yang memiliki ULN valas untuk melakukan di instrumen derivatif juga naik menjadi 25% dari total
lindung nilai atas selisih dari aset valas dan kewajiban pembelian valas pada 2015 dari 23% pada 2014 (Grafik
valasnya pada jangka waktu sampai dengan enam bulan 5.14). Dengan perkembangan tersebut, permintaan valas
ke depan. Di sisi lain, kenaikan transaksi derivatif sejalan korporasi menjadi lebih terencana di tengah menurunnya
dengan meningkatnya ekspektasi depresiasi rupiah pada pasokan valas dari nonresiden.3 Meningkatnya pembelian
tahun 2015. valas korporasi pada instrumen derivatif diikuti oleh
lebih terbatasnya permintaan valas pada instrumen
Pemberlakuan ketentuan penerapan prinsip kehati- spot. Volume pembelian valas korporasi pada instrumen
hatian dalam pengelolaan utang luar negeri korporasi spot turun dari 10,4 miliar dolar AS per bulan pada 2014
nonbank berkontribusi positif dalam perbaikan struktur menjadi 9,6 miliar dolar AS pada 2015.
permintaan valas pelaku korporasi. Volume pembelian
valas korporasi pada instrumen derivatif naik menjadi Upaya pendalaman pasar valas domestik masih
4,83% dari Produk Domestik Bruto pada 2015 dari 4,13% menghadapi sejumlah tantangan yang tidak ringan.
pada 2014 (Grafik 5.13). Porsi pembelian valas korporasi Meningkatnya permintaan valas seiring semakin aktifnya
Grafik 5.11. Perkembangan Transaksi Valas relatif terhadap PDB (%) Grafik 5.13.
Grafik 5.13. Volume
Rasio
BeliVolume Beli Valas
Valas Korporasi di Korporasi
Derivatif di Derivatif
Grafik 5.11. Perkembangan Transaksi Valas Relatif terhadap PDB
terhadap PDB
Persen Persen
0,6 6
0,5 5
0,4 4
0,3 3
0,2 2
1
0,1
0 0
2012 2013 2014 2015 2012 2013 2014 2015
pasar valuta asing, baik pada instrumen spot maupun ke mata uang rupiah dan menjadi effective supply pada
derivatif, belum diiringi dengan peningkatan pasokan pasar valas domestik juga menurun menjadi 10% dari
valas yang memadai. Pasar valas domestik masih sangat total DHE yang ditransfer ke bank domestik dari 13% pada
tergantung pada pasokan valas dari pelaku nonresiden. tahun2014.
Pada tahun 2015, pasar valas domestik mengalami net
demand yang lebih tinggi dibandingkan dengan 2014. Hal Dalam rangka mengantisipasi timbulnya tekanan akibat
ini disebabkan oleh menurunnya pasokan valas nonresiden kesenjangan antara permintaan dan pasokan valas
sejalan dengan lebih terbatasnya aliran dana ke aset tersebut, Bank Indonesia menempuh kebijakan untuk
keuangan rupiah (Grafik 5.15). Sementara itu, pasokan mendorong peningkatan pasokan valas di pasar domestik.
valas dari pelaku dalam negeri juga menurun. Sejalan Langkah tersebut dilakukan melalui amandemen terhadap
dengan melambatnya kinerja ekspor, Devisa Hasil Ekspor ketentuan transaksi valas terhadap rupiah dengan
(DHE) yang ditransfer ke bank domestik juga mengalami menaikkan threshold penjualan forward tanpa underlying,
penurunan selama 2015 menjadi 117 miliar dollar AS, memperluas cakupan jenis underlying, dan mengintrodusir
lebih rendah dibandingkan tahun 2014 yang mencapai 132 transaksi intervensi forward.
miliar dollar AS. Selain itu, proporsi DHE yang dikonversi
Implementasi ketentuan mengenai kewajiban penggunaan
rupiah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
berdampak positif terhadap stabilitas nilai tukar. Sejak
diberlakukannya PBI No. 17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban
Grafik 5.15. Supply-Demand Valas Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik
Grafik 5.15. Supply-Demand Valas
Indonesia pada 1 Juli 2015, rata-rata transaksi valuta
Miliar dolar AS asing yang dilakukan antar penduduk4 menurun ke 3,46
50 dolar AS per bulan dari 7,27 dolar AS per bulan pada
40 tahun 2014 (Grafik 5.17). Berkurangnya penggunaan valas
30 dalam transaksi antar penduduk menyebabkan turunnya
20 permintaan terhadap valuta asing. Kondisi ini turut
10 memberikan pengaruh positif terhadap stabilitas nilai
0 tukar rupiah.
-10
-20
-30
-40
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 4 Pembayaran transaksi dilakukan melalui perbankan di dalam
Net S(+)/D(-) Nonresiden Net S(+)/D(-) Residen negeri. Tidak termasuk transaksi dengan bank sentral, perdagangan
Net S(+)/D(-) Total valas, simpanan, transaksi yang penyelesaiannya dilakukan melalui
overbooking, transaksi di bawah threshold (USD10.000), dan transaksi
yang penerimaan dananya dari Overseas Current Account (OCA).
Miliar dolar AS
10
Implementasi PBI
9
Kewajiban
8
7
6
5
4
3
2
1
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2014 2015
5%
0%
-5%
-40%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
IHK Inti VF AP
2 Sampai saat ini, LPG 3 kg dan pelanggan listrik dengan daya 450
VA 900 VA masih diberikan subsidi oleh Pemerintah. Lebih lanjut,
komoditas solar juga masih diberikan subsidi tetap sebesar Rp1.000/
1 Inflasi 2013 dan 2014 masing-masing sebesar 8,38% dan 8,36% (yoy),
liter.
terutama disumbang oleh tingginya inflasi komoditas energi (akibat
kenaikan harga BBM) dan komoditas pangan. 3 Lihat Boks Akuntabilitas Pencapaian Sasaran Inflasi 2015.
5
Tabel 6.1. Penyumbang Inflasi Kelompok Inti Pangan (Core
Food)
3
1 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV No. Komoditas 2014 2015
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Inflasi
1 Nasi Dengan Lauk 0,18 0,14
Inti Traded Inti Non-Traded Inti
2 Mi 0,11 0,07
3 Gula Pasir -0,03 0,05
Sumber: BPS, diolah
4 Air Kemasan 0,04 0,04
5 Kue Kering Berminyak 0,04 0,03
6 Ayam Goreng 0,03 0,03
7 Bubur 0,05 0,03
4 Ditinjau dari komponen pembentuknya, inflasi inti terbentuk
8 Soto 0,04 0,02
dari komponen traded dan non-traded. Komponen traded
menggambarkan tekanan inflasi inti dari sisi eksternal. Sementara, 9 Kue Basah 0,03 0,02
inflasi non-traded menggambarkan tekanan inflasi dari sisi domestik. 10 Ayam Bakar 0,04 0,02
Adapun definisi inflasi traded adalah kelompok barang yang Deflasi
diperdagangkan baik secara ekspor maupun impor dan tercermin 11 Baung 0,00 -0,0006
dalam neraca perdagangan.
12 Telur Ayam Kampung 0,00 -0,0004
5 Melalui Peraturan Menteri Perhubungan No.31 Tahun 2015, 13 Ikan Bulat 0,00 -0,0003
penyesuaian tarif angkutan diperbolehkan ketika penyesuaian harga
Sumber: BPS, diolah
energi menyebabkan perubahan biaya pokok angkutan sebesar 20%.
dan indeks keyakinan konsumen yang rendah (Grafik 6.5). tahun 2015 terendah dalam lima tahun terakhir, yakni
Kenaikan harga komoditas barang yang permintaannya sekitar 0,32% (mtm). Dampak pelemahan nilai tukar yang
bersifat elastis cenderung menurun, seperti terlihat pada tidak sepenuhnya ditransmisikan menjadi kenaikan harga
inflasi inti non-traded non-food (Grafik 6.6). dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertama, ekspektasi
inflasi pelaku ekonomi pada periode pelemahan nilai
Pelemahan rupiah selama tahun 2015 cukup besar, namun tukar (survei bulan September) relatif terjaga (Grafik 6.7).
dampaknya terhadap harga-harga domestik tertahan. Sejalan dengan berbagai upaya stabilisasi nilai tukar yang
Selama tahun 2015, rupiah terdepresiasi sebesar 11,33% dilakukan Bank Indonesia yang membuat nilai tukar lebih
(rata-rata, yoy), dengan depresiasi terbesar terjadi stabil dan menguat, ekspektasi inflasi bulan Desember
pada bulan September, yakni mencapai 4,4% (mtm). menurun. Kedua, daya beli masyarakat yang masih lemah
Secara tahunan, inflasi inti di awal tahun cukup tinggi, membuat dunia usaha lebih memilih mengurangi margin
mencapai sekitar 5% (yoy), di atas level normal sebesar untuk sementara waktu daripada menaikkan harga namun
4,9% (yoy), sebagai akibat dampak lanjutan (2nd round menghadapi risiko kehilangan pangsa pasar (Grafik 6.8).
effect) kenaikan harga BBM November 2014. Namun Terkendalinya dampak pelemahan nilai tukar terhadap
demikian, inflasi inti rata-rata secara bulanan selama kenaikan harga menjadi momentum inflasi inti untuk
Grafik 6.5. Pertumbuhan Penjualan Riil Grafik 6.7. Ekspektasi Consensus Forecast
Grafik 6.5. Pertumbuhan Penjualan Riil Grafik 6.7. Ekspektasi Consensus Forecast
140 90 5,5
70 5
120
50
100 4,5
30
80 4
10
60 3,5
-10
40 -30 3
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
CF Maret CF Juni CF September CF Desember
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
1 2,5
0,8
2
0,6
1,5
0,4
1
0,2
0,5
0
0
-0,2
-0,4 -0,5
-0,6 -1
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015 2013 2014 2015
kembali pada lintasan sesuai pola historis. Selanjutnya, Ekspektasi inflasi yang terkendali berperan penting dalam
apresiasi nilai tukar rupiah yang terjadi pada bulan mendorong terjaganya inflasi inti. Konsistensi bauran
Oktober disertai dengan tekanan demand pull serta cost kebijakan Bank Indonesia sepanjang tahun 2015 mampu
push yang rendah membawa lintasan inflasi inti akhir menahan dampak pelemahan nilai tukar terhadap harga-
tahun di bawah rata-rata historisnya. Tertahannya dampak harga dan mengendalikan ekspektasi inflasi. Terjaganya
pelemahan rupiah terhadap harga-harga di tingkat ekspektasi inflasi jangka pendek antara lain tercermin dari
konsumen dan mengakibatkan berkurangnya margin indeks ekspektasi inflasi pedagang eceran dan konsumen
pelaku usaha di tingkat ritel terlihat dari disparitas antara pada periode kenaikan harga BBM di akhir triwulan I
inflasi IHPB Impor Nonmigas dan Inti Traded selama 2015 yang lebih rendah dibandingkan ekspektasinya
tahun 2015 (Grafik 6.9). Disparitas terutama terjadi di pada periode kenaikan BBM sebelumnya (Grafik 6.11 dan
beberapa sektor, seperti sektor peralatan rumah tangga, Grafik 6.12). Hal tersebut mengindikasikan bahwa pelaku
sepeda motor dan komputer (Grafik 6.10). Konsistensi ekonomi semakin percaya bahwa dampak shock kenaikan
kebijakan moneter Bank Indonesia yang diarahkan untuk BBM tidak akan berlebihan, antara lain mengingat adanya
menjangkar ekspektasi inflasi di kisaran sasaran inflasi kebijakan Pemerintah untuk meminimalkan dampak
mampu menahan dampak pelemahan nilai tukar terhadap lanjutan kenaikan BBM. Ekspektasi inflasi 2015 yang
harga-harga. terkendali, didukung oleh kondisi perekonomian domestik
Grafik 6.9. Inflasi IHPB Impor dan Inflasi Inti Traded Grafik 6.11. Ekspektasi Inflasi Konsumen
Grafik 6.9. Inflasi IHPB Impor dan Inflasi Inti Traded Grafik 6.11. Ekspektasi Inflasi Konsumen
0,8 190
1,5 0,7
180 15
0,6
1 170
0,5
160 10
0,4
0,5 150
0,3
140 5
0 0,2
0,1 130
-0,5 0 120 0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014 2015 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
7
180
15 6
160 5
10 4
140
3
5 2
120
1
100 0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II 0
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Inasi IHK (skala kanan) Ekspektasi Harga Konsumen 3 bulan ke depan Target Inasi (eop) Target - perkiraan
Ekspektasi Harga Konsumen 6 bulan ke depan Prakiraan 24 Bulan ke depan (yoy)
dan global, membuat inflasi inti tidak terlalu bergejolak utama pembentuk inflasi inti dan tekanan inflasi ke depan,
dan ekonomi lebih berdaya tahan terhadap beberapa pengelolaan ekspektasi di masa depan dalam rangka
shocks yang terjadi, seperti depresiasi rupiah dan fluktuasi pencapaian target inflasi tidak hanya menjadi semakin
penyesuaian harga energi. penting, namun juga semakin penuh tantangan. Ke depan,
membaiknya perekonomian domestik dan global akan
Lebih lanjut, ekspektasi inflasi dalam jangka menengah mendorong tekanan di sisi permintaan yang berimplikasi
terindikasi semakin menurun. Ekspektasi inflasi 24 bulan pada peningkatan tekanan inflasi inti. Berlanjutnya
ke depan hasil survei Consensus Forecast (CF) (Grafik 6.13) reformasi energi yang dilakukan oleh Pemerintah juga
menunjukkan tren yang semakin menurun, dari 6,4% (rata- turut meningkatkan tekanan pada kelompok inti jika harga
rata yoy) pada tahun 2007 menjadi 4,7% (rata-rata yoy) komoditas energi dunia dan tekanan depresiasi rupiah
pada tahun 2016.6 Penurunan ekspektasi ini seiring dengan meningkat. Di sisi lain, sasaran inflasi telah ditetapkan
lintasan sasaran inflasi yang ditetapkan menurun secara menurun secara gradual, yakni 41% pada 2016-2017
gradual. Meskipun masih terdapat perbedaan antara dan 3,51% pada 2018. Ekspektasi inflasi akan semakin
ekspektasi dan sasaran inflasi, co-movement keduanya terjangkar apabila sasaran inflasi mampu dicapai secara
mengindikasikan bahwa sasaran inflasi yang ditetapkan konsisten sehingga kredibilitas bank sentral dan kebijakan
setiap 3 tahun sekali membuat ekspektasi inflasi lebih moneter semakin meningkat. Pada akhirnya kredibilitas
terjangkar. Tren penurunan ekspektasi inflasi juga ditemui bank sentral yang meningkat akan membuat ekspektasi
di banyak negara. Namun demikian, terdapat indikasi inflasi semakin terjangkar, sehingga menciptakan a virtuos
bahwa negara-negara yang mengadopsi Inflation Targeting circle di antara keduanya.
Framework (ITF) mengalami penurunan ekspektasi yang
lebih signifikan.7
6.2. INFLASI VOLATILE FOOD (VF)
Meskipun secara umum ekspektasi inflasi sudah menurun,
pengelolaan ekspektasi inflasi masih menjadi tantangan Inflasi VF cukup rendah. Inflasi VF tercatat sebesar 4,84%
pengendalian inflasi di masa depan. Dalam jangka panjang, (yoy), menurun tajam dibandingkan tahun lalu dan lebih
ekspektasi inflasi cenderung menurun dan lebih terjangkar. rendah dibandingkan historisnya empat tahun terakhir.
Namun, masih terdapat beberapa hal yang masih menjadi Melambatnya inflasi VF didorong oleh lebih rendahnya
perhatian, seperti ekspektasi yang masih lebih tinggi inflasi aneka cabai dibandingkan tahun lalu (Tabel 6.3).
dibanding sasaran inflasi maupun negara-negara kawasan. Disamping itu, terbatasnya kenaikan harga beras di tengah
Dalam kondisi ekspektasi inflasi merupakan determinan El Nino kuat serta koreksi harga pangan global juga turut
mendukung terkendalinya inflasi VF tahun 2015.
6 Ekspektasi inflasi 2007 dan 2016 berdasarkan angka survei Consensus Terkendalinya inflasi VF tercermin dari dinamika bulanan
Forecasts Januari 2006 dan Januari 2015. inflasi VF yang lebih rendah dibandingkan tahun lalu
7 Lihat Mehrotra dan Yetman (2014) dan Mishkin dan Schmidt-Hebbel (Grafik 6.14). Pada paruh pertama 2015, kelompok
(2007).
Persen, mtm
Komoditas 2009 2013 2014 2015
4
Beras 0,26 0,14 0,36 0,31
Daging Ayam 0,07 0,10 0,07 0,15 3
Telur ayam -0,01) 0,03 0,07 0,09
2
Bawang putih 0,18 -0,04 0,03 0,07
Daging Sapi 0,02 0,07 0,03 0,05 1
Bawang Merah 0,03 0,31 -0,17 0,15
Mi Goreng -0,04 0,02 0,07 -0,04 0
VF tercatat inflasi sebesar 0,33% (ytd), lebih rendah 2014 2015 Historis 2011-2014
-2 -5
0,4 40 0,14 25
0,2 30 0,11
20
0 20 0,08
15
-0,2 10 0,05
10
-0,4 0 0,02
Sumbangan Perubahan Harga Bensin (skala kanan) Sumbangan Perubahan Tarif Listrik (skala kanan)
Pemerintah kembali mengoreksi harga bensin Premium secara bertahap yang sudah berlangsung sejak 2014.
RON 88 sebesar Rp1.000/liter dan solar sebesar Rp850/ Implikasinya, sumbangan inflasi listrik tahun 2015 sebesar
liter. Sejalan dengan dinamika harga minyak dunia dan 0,15%, lebih rendah dibandingkan tahun 2014 sebesar
nilai tukar, penyesuaian harga Premium RON 88 dan Solar 0,69% (Grafik 6.17).
kembali terjadi pada Maret dan Oktober 2015.10 Secara
keseluruhan, meskipun harga BBM sempat mengalami Ke depan, tantangan pengendalian inflasi AP relatif tinggi.
kenaikan pada bulan Maret, kebijakan pemerintah dalam Tingginya tantangan pengendalian AP bersumber dari
mengelola tarif angkutan mampu menekan gejolak risiko peningkatan harga minyak dunia serta pelemahan
dampak lanjutan kenaikan BBM.11 kurs. Di samping hal tersebut, rencana pemerintah untuk
melakukan penyesuaian harga LPG 3 kg dan pengalihan
Disamping itu, inflasi listrik tercatat rendah. Rendahnya pelanggan listrik dengan daya 900 VA ke 1300 VA
inflasi listrik ini seiring dengan turunnya harga minyak turut meningkatkan tekanan inflasi AP. Oleh sebab itu,
dunia. Hal ini mengingat salah satu faktor yang koordinasi pengendalian inflasi antara Bank Indonesia
memengaruhi tariff adjustment adalah harga minyak dan Pemerintah perlu diperkokoh untuk menjaga tingkat
ICP, selain nilai tukar dan inflasi. Selama tahun 2015 inflasi yang telah ditetapkan. Koordinasi terkait besaran
tarif listrik tercatat mengalami koreksi sebanyak enam dan waktu implementasi penyesuaian harga energi
kali.12 Rendahnya fluktuasi inflasi listrik dari kebijakan penting untuk dilakukan sebagai upaya pengendalian
tersebut juga didorong oleh penyesuaian tarif listrik inflasi AP.
2014 2015
Asumsi Makro
APBN APBN-P Realisasi APBN APBN-P Realisasi*
Pertumbuhan Ekonomi y.o.y (%) 6,0 5,5 5,0 5,8 5,7 4,8
Inflasi y.o.y (%) 5,5 5,3 8,4 4,4 5,0 3,4
Nilai Tukar (rupiah terhadap dolar AS) 10.500 11.600 11.870 11.900 12.500 13.392
Rata-rata Suku Bunga SPN 3 bulan (% per tahun) 5,5 6,0 5,8 6,0 6,2 5,97
Harga Minyak Internasional-ICP (dolar AS per barel) 105 105 97 105 60 49,2
Lifting Minyak Indonesia (ribu barel per hari) 870 818 794 900 825 777,6
Lifting Gas Indonesia (ribu barel setara minyak per hari) 1.240 1.224 1.221 1.248 1.221 1.195
Sumber: LKPP 2014 dan *)Siaran Pers Kementerian Keuangan pada tanggal 22 Januari 2016
APBN-P APBN-P
Realisasi 2014 Realisasi 2015*
2014 2015
Rincian
Triliun Triliun % Triliun Triliun %
%PDB** %yoy %PDB** %yoy
Rp Rp APBN-P Rp Rp APBN-P
A. Pendapatan Negara dan Hibah 1.635,4 1.550,5 14,7 7,8 94,8 1.761,7 1.504,5 13,0 -3,0 85,4
I. Penerimaan Dalam Negeri 1.633,1 1.545,5 14,7 7,9 94,6 1.758,4 1.494,1 12,9 -3,3 85,0
1. Penerimaan Perpajakan 1.246,1 1.146,9 10,9 6,5 92,0 1.489,3 1.240,4 10,7 8,2 83,3
- Pajak Dalam Negeri 1.189,8 1.103,2 10,5 7,1 92,7 1.440,0 1.206 10,4 9,3 83,7
- Pajak Perdagangan Internasional 56,3 43,6 0,4 -8,0 77,6 49,3 35 0,3 -20,0 70,8
2. Penerimaan Negara Bukan Pajak 386,9 398,6 3,8 12,4 103,0 269,1 253,7 2,2 -36,4 94,3
II. Hibah 2,3 5,0 0,0 -26,3 216,5 3,3 10,4 0,1 105,6 313,6
B. Belanja Negara 1.876,8 1.777,2 16,9 7,7 94,7 1.984,1 1.796,6 15,6 1,1 90,5
I. Belanja Pemerintah Pusat 1.280,3 1.203,6 11,4 5,8 94,0 1.319,5 1.173,6 10,2 -2,5 88,9
1. Belanja K/L 678,1 626,4 5,9 13,1 92,4 795,5 724,7 6,3 15,7 91,1
2. Belanja Non K/L 602,2 577,2 5,5 -1,1 95,8 524,1 448,9 3,9 -22,2 85,7
II. Transfer Ke Daerah dan Dana Desa 596,5 573,7 5,4 11,8 96,2 664,6 623,0 5,4 8,6 93,7
1. Transfer ke Daerah 596,5 573,7 5,4 11,8 96,2 664,6 623,0 5,4 8,6 93,7
2. Dana Desa - 0,0 - - - 20,8 20,8 0,2 - 100,0
C. Keseimbangan Primer (106,0) -93,3 -0,9 -5,3 88,0 (66,7) -136 -1,2 45,9 204,0
D. Surplus/Defisit Anggaran (241,5) -226,7 -2,2 7,2 93,9 (222,5) -292 -2,5 28,9 131,3
E. Pembiayaan 241,5 248,9 2,4 5,1 103,1 267,0 329 2,9 32,3 123,4
I. Pembiayaan Dalam Negeri 254,9 261,2 2,5 7,6 102,5 287,0 307 2,7 17,7 107,1
II. Pembiayaan Luar Negeri (neto) (13,4) -12,3 -0,1 112,4 92,0 (20,0) 10 0,1 10,1 -52,0
Sumber: Kementerian Keuangan, *)Berdasarkan realisasi update per 22 Januari 2016, **) Didasarkan pada nominal PDB dengan tahun dasar 2010
% APBN-P
Nama Lembaga Shortfall Pajak
120
World Bank Rp 296 triliun
100
IMF Rp 235 triliun
80 Center for Indonesia Taxation Analysis Rp 250 triliun
20
target tersebut, rasio pajak pemerintah ditargetkan
0 meningkat 2% PDB dari 10,9% pada 2014 menjadi 12,9%
Pajak PNBP Total Penerimaan & Hibah
pada 2015. Beberapa pengamat menilai bahwa target
2010 2011 2012 2013 2014 2015*
pajak tersebut terlalu tinggi di tengah perlambatan
*Data per 22 Januari 2016
ekonomi yang sedang terjadi (Tabel 7.3).
Sumber: Kementerian Keuangan, diolah
Grafik 7.2.
Grafik 7.2. Perbandingan
Perbandingan
CapaianPertumbuhan Tahunan Komponen
Komponen Penerimaan Pajak Grafik 7.3. Perbandingan Komposisi Pajak Dalam Negri
Grafik 7.3. Perbandingan Komposisi Pajak Dalam Negeri
Penerimaan Pajak
80
80
60
40
60
20
00 40
2010 2011 2012 2013 2014 2015
-20
20
-40
-60 0
-80 2010 2011 2012 2013 2014 2015
PPh Migas PPN Cukai PNBP SDA Migas
PPh Non Migas PBB Pajak Perdagangan Internasional PPh Migas PPh Non Migas PPN dan PPNBm PBB Cukai
Sumber: Kementerian Keuangan, diolah berdasarkan LKPP dan Keterangan Pers Realisasi Sumber: Kementerian Keuangan, diolah dari LKPP dan Keterangan Pers Realisasi
Sementara 2015 update 22 Januari 2015 Sementara 2015 update 22 Januari 2016
12 1.400
1.200 50
12 1.000
800 0
11
600
11 400 -50
200
10 0 -100
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Penerimaan Pajak PNBP Belanja Belanja Belanja Belanja Belanja Transfer Pembiayaan
Pempus K/L Non K/L Modal ke Daerah
Sumber: Indikator Terkini Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan, diolah dari Sumber: Kementerian Keuangan, diolah berdasarkan realisasi sementara 31 Desember
Keterangan Pers Realisasi Sementara 2015 update 22 Januari 2016 2015 update 22 Januari 2016
pemberian insentif untuk perusahaan yang mendaftarkan negara tersebut mencapai 90,5% dari pagu APBN-P
revaluasi asset pada tahun 2015. Kebijakan ini mampu dengan capaian belanja pemerintah pusat sebesar 88,9%
menghasilkan penerimaan pajak sebesar Rp20,1 triliun. dari target APBN-P (Grafik 7.5 dan Grafik 7.6). Hal ini
Dengan berbagai kebijakan tersebut, Pajak Penghasilan terutama disebabkan oleh penyerapan yang terhambat
(PPh) Nonmigas mencatatkan capaian yang lebih baik akibat masalah nomenklatur sepanjang Semester I 2015.
dibandingkan jenis penerimaan negara lainnya. Meskipun APBN-P 2015 telah disetujui pada bulan Februari
2015, namun permasalahan akibat perubahan nomeklatur
Ditinjau dari komposisinya, penerimaan PPh Nonmigas kementerian/lembaga (K/L) serta persiapan Idul Fitri
memberikan kontribusi terbesar terhadap penerimaan menyebabkan penyerapan belanja baru benar-benar
pajak dalam negeri. Porsi PPh Nonmigas mencapai efektif setelah memasuki Semester II 2015.
45,8% dari seluruh penerimaan pajak dalam negeri,
diikuti dengan penerimaan Pajak Pertambahan Secara keseluruhan, penyerapan belanja K/L mencapai
Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah 91,1% sementara penyerapan belanja non K/L mencapai
(PPnBM) sebesar 35,1% (Grafik 7.3). Porsi tersebut 85,7% (Grafik 7.7). Realisasi belanja K/L tumbuh 15,6%,
sedikit meningkat dari 41,6% pada tahun 2014 karena meningkat dibandingkan tahun 2014 sebesar 13,1%.
penurunan dari penerimaan PPh Migas. Secara nominal, Sementara,kontraksi belanja non K/L mencapai 19,8%,
PPh Nonmigas meningkat 20,5% (yoy), sementara total lebih dalam dibandingkan kontraksi tahun 2014 sebesar
PPN dan PPnBM mencatat kontraksi sebesar 0,1% (yoy),
terutama dipengaruhi penurunan PPN Impor. Penurunan
penerimaan PPN dan PPnBM tersebut merefleksikan Grafik 7.7 Pencapaian Belanja Negara
Grafik 7.6. Pencapaian Belanja Negara
kegiatan ekonomi yang melambat. Realisasi PPh Migas
mengalami penurunan signifikan sebesar 43,2%, sejalan Persen APBN-P
dengan penurunan harga dan lifting minyak. Dengan 120
perkembangan tersebut, tax ratio Pemerintah Pusat tahun
2015 tercatat sebesar 10,7%, lebih rendah dibandingkan 100
60
20
Capaian belanja negara pada tahun 2015 lebih rendah
0
dari capaian tahun 2014 dan 2013. Capaian belanja Belanja Pemerintah Pusat Transfer ke Daerah Belanja Negara
dan Dana Desa
2 Merupakan tax ratio dalam arti sempit yaitu rasio pajak Pemerintah Sumber: Kementerian Keuangan, diolah dari LKPP dan Keterangan Pers Realisasi
Sementara 2015 update 22 Januari 2016
Pusat terhadap PDB.
20
Realisasi Bantuan Sosial sedikit menurun sebesar 0,9%
0 (yoy) dengan serapan terhadap target mencapai 90,1%
Belanja K/L Belanja non K/L Belanja Pemerintah Pusat
dari APBN-P. Hal ini sejalan dengan semangat realokasi
2010 2011 2012 2013 2014 2015*
* Data per 22 Januari 2016 subsidi kepada belanja yang mendukung kebijakan
Sumber: Kementerian Keuangan, diolah dari Keterangan Pers Realisasi Sementara 2015 pemerintah terkait penguatan program perlindungan
update 22 Januari 2016
sosial dan percepatan penanggulangan kemiskinan untuk
mengurangi kesenjangan antarkelompok pendapatan.
1,1%. Pergeseran komponen belanja K/L dan nonK/L Upaya yang ditempuh antara lain (i) pelaksanaan Program
tersebut mencerminkan realokasi belanja yang terus Simpanan Keluarga Sejahtera (PSKS) melalui Kartu Keluarga
berlanjut, terlihat dari kebijakan pemerintah untuk Sejahtera (KKS) yang menyasar Rumah Tangga Sasaran
melakukan realokasi belanja dari subsidi energi ke jenis (RTS) termasuk untuk Penyandang Masalah Kesejahteraan
belanja yang lebih produktif seperti belanja modal. Sosial (PMKS), (ii) bantuan stimulan untuk pengembangan
usaha ekonomi produktif, dan (iii) pelaksanaan Program
Kontraksi belanja pemerintah pusat pada tahun 2015 Keluarga Harapan (PKH) dengan sasaran Keluarga Sangat
terutama disebabkan oleh penurunan subsidi. Subsidi Miskin(KSM).
mengalami penurunan 52,6% dibandingkan realisasi tahun
lalu yang sebagian besar disumbang oleh penurunan
subsidi energi. Subsidi energi mengalami penurunan 7.3. PEMBIAYAAN
sebesar Rp222,7 triliun, dari Rp341,8 triliun menjadi
Rp119,1 triliun, dengan penurunan terbesar berasal dari Shortfall pajak yang cukup besar berdampak pada
penghematan subsidi BBM, LPG, dan BBN. Subsidi BBM, peningkatan pembiayaan. Pemenuhan tambahan defisit
LPG, dan BBN mengalami penurunan sebesar 74,7% dari tersebut selanjutnya dipenuhi melalui peningkatan
Rp240,0 triliun pada tahun 2014 menjadi Rp60,8 triliun penerbitan SBN maupun pinjaman. Dalam keterangan pers
pada tahun 2015. Penurunan tersebut terkait dengan Kementerian Keuangan tanggal 22 Januari 2016, realisasi
kebijakan pemerintah untuk menghapuskan subsidi untuk defisit pada 31 Desember 2015 mencapai Rp292,1 triliun
bahan bakar Premium dan menetapkan subsidi tetap atau sebesar 2,5% PDB. Dengan perkembangan tersebut,
Rp1.000 per liter untuk bahan bakar Solar. Adapun subsidi realisasi pembiayaan fiskal tahun 2015 mencapai Rp318,1
listrik turun sebesar 42,7% dari Rp101,8 triliun pada tahun triliun, meningkat sebesar 34% (yoy) dan melampaui
2014 menjadi Rp58,3 triliun pada tahun 2015. target sebesar 43,0%. Pembiayaan dalam negeri
meningkat 23,4% dan melampaui target sebesar 22,9%
Penghematan subsidi belum dapat diserap secara sementara pembiayaan luar negeri mencapai neto positif
optimal oleh belanja pemerintah pusat lainnya. Meskipun Rp20,0 triliun, dari rencana awal capaian negatif (net
demikian, adanya perubahan dalam nomenklatur bayar) Rp20,0 triliun. Pelampauan pembiayaan tersebut
kementerian/lembaga menyebabkan realisasi belanja menghasilkan SiLPA sebesar Rp26,1 triliun. Peningkatan
modal dan belanja barang pemerintah baru menunjukkan defisit tersebut masih lebih rendah dibandingkan dengan
peningkatan signifikan memasuki triwulan III 2015. beberapa negara-negara lain seperti Amerika Serikat,
Realisasi belanja barang dan modal pada triwulan III Jepang, Brazil, dan Inggris (Grafik 7.8). Secara keseluruhan,
masing-masing tumbuh 34,8% (yoy) dan 58,7% (yoy). dengan perkiraan total realisasi APBD mencatatkan surplus
Peningkatan belanja tersebut berlanjut pada triwulan IV 0,2% PDB, defisit total masih mencatatkan defisit yang
seperti terlihat pada pertumbuhan belanja barang dan cukup jauh di bawah batas defisit dalam UU No.17 tahun
modal yang tercatat tinggi masing-masing sebesar 56,1% 2003 tentang Keuangan Negara sebesar maksimum 3%
(yoy) dan 50,4% (yoy). dari PDB (Grafik 7.9).
-120 10
-140
0
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2010 2011 2012 2013 2014 2015*)
Guna memenuhi kebutuhan pembiayaannya, Pemerintah pusat terhadap PDB pada posisi 31 Desember 2015
kembali menerapkan strategi front loading. Secara sebesar 26,8% dari PDB, sedikit meningkat dibandingkan
keseluruhan, penerbitan SBN neto sepanjang tahun tahun 2014 yang sebesar 24,7% (Grafik 7.12). Tingkat
2015 mencapai Rp361,6 triliun (Grafik 7.10). Porsi utang rasio tersebut masih di bawah batasan maksimal rasio
pemerintah pusat yang berasal dari SBN meningkat dari utang dalam UU No.17 tahun 2003 tentang Keuangan
74,2% pada tahun 2014 menjadi 75,7% dengan porsi SBN Negara sebesar 60% dari PDB, dan lebih baik dari negara-
berdenominasi rupiah yang sedikit turun dibandingkan negaralain.
tahun 2014, yaitu menjadi 56% dari sebelumnya 57%.
Porsi SBN dalam mata uang asing meningkat sejalan upaya Dalam rangka akselerasi program-program APBN 2016,
Pemerintah untuk melakukan diversifikasi antara lain Pemerintah melakukan prefunding APBN 2016. Pada bulan
dalam bentuk penerbitan Samurai Bonds. Imbal hasil SBN Desember 2015, Pemerintah telah menerbitkan Global
meningkat untuk berbagai tenor dibandingkan tahun 2014 Bond sebesar 3,5 miliar dolar AS dan Private Placement
(Grafik 7.11). sebesar Rp15 triliun, sehingga total prefunding yang
diperoleh sekitar Rp63 triliun atau setara dengan 12% dari
Realisasi pembiayaan berdampak pada peningkatan rencana penerbitan SBN bruto 2016. Upaya menyediakan
rasio utang pemerintah, meskipun masih jauh dari batas pembiayaan yang lebih cepat untuk belanja di tahun
maksimal sebesar 60% PDB. Rasio Utang pemerintah 2016 yang disertai dengan peningkatan penerimaan pajak
Grafik 7.11. Perkiraan Defisit Agregat Pemerintah Grafik 7.13. Imbal Hasil SBN
Grafik 7.9. Perkiraan Defisit Agregat Pemerintah Grafik 7.11. Imbal Hasil SBN
0,5
0 9
0
-0,5 8
0,5
7
-1 -1
-1,5 6
-1,5
-2
5
-2
-2,5
4
-2,5 -3 1Y 2Y 3Y 4Y 5Y 6Y 7Y 10Y 15Y 20Y 30Y
Surplus Pemerintah Daerah (skala kanan) Desit Pemerintah Pusat (skala kanan)
Total Desit Des-15 Des-14 Des-13 Des-12 Des-11 Des-10
Sumber: Diolah berdasarkan LKPP dan Proyeksi Realisasi Sementara 31 Desember 2015 Siaran Sumber: Prol Utang Pemerintah Pusat Februari 2016, Direktorat Jenderal Pengelolaan
Pers update 22 Januari 2015, Surplus Pemerintah Daerah adalah perkiraan sementara Pembiayaan Risiko Kementerian Keuangan
0,5
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Guna menjaga momentum pemulihan pertumbuhan
ekonomi, Bank Indonesia menerbitkan beberapa
kebijakan makroprudensial yang bersifat akomodatif
untuk mendorong pertumbuhan kredit. Kebijakan
makroprudensial tersebut meliputi: pelonggaran rasio
1 Komponen pembentuk ISSK adalah Indeks Stabilitas Institusi
Loan to Value (LTV), perluasan basis sumber pendanaan
Keuangan yang terdiri dari komponen tekanan, intermediasi dan bank dengan Loan to Funding Ratio (LFR), kebijakan
efisiensi perbankan serta Indeks Stabilitas Pasar Keuangan.
kredit yang sempat mencapai 9,7% kembali di atas 10% 30.000 7.000
kredit terhadap PDB Malaysia telah mencapai 123,1% sektor rumah tangga, terdiri atas Kredit Pemilikan Rumah
pada tahun 2015 (Grafik 8.5). (KPR) dan Kredit Multiguna. Penurunan kinerja korporasi
juga berdampak pada penurunan penghasilan rumah
Berdasarkan jenis penggunaannya, kredit modal kerja tangga sehingga mengurangi kredit konsumsinya. Namun
(KMK) dan kredit konsumsi (KK) mengalami perlambatan, demikian, laju perlambatan kredit konsumsi berhasil
sementara kredit investasi (KI) tumbuh sedikit lebih ditahan oleh pelonggaran aturan LTV.
tinggi. KMK tumbuh melambat menjadi 9,0% pada akhir
2015 dibandingkan dengan tahun 2014 yang mencapai Secara sektoral, perlambatan pertumbuhan kredit terjadi
10,8%. Sementara itu, KI justru tumbuh meningkat di di hampir semua sektor ekonomi. Perlambatan terutama
akhir tahun menjadi 14,7% dibandingkan dengan tahun terjadi pada sektor pertambangan, perdagangan dan
2014 sebesar 13,2% (Grafik 8.6). Perlambatan pada lain-lain sebagai dampak dari penurunan harga komoditas
KMK disebabkan oleh permintaan yang rendah dan yang menyebabkan kinerja korporasi menurun, baik yang
percepatan pelunasan dari korporasi akibat perlambatan memproduksi maupun yang memperdagangkan komoditas
kegiatan ekonomi yang memengaruhi kinerja korporasi. terkait (Grafik 8.7). Pada tahap awal, sektor yang terkena
Sementara, kredit konsumsi (KK) tumbuh melambat dampak terbesar adalah sektor pertambangan. Namun
menjadi 9,1% dibandingkan dengan tahun 2014 sebesar kemudian, dampak perlambatan menjalar ke sektor
11,5%. Kredit konsumsi sebagian besar berasal dari perdagangan sebagai second round effect dari penurunan
Grafik 8.4. Perkembangan Indeks Lending Standard Grafik 8.5. Rasio Kredit terhadap PDB
Grafik 8.4. Perkembangan Indeks Lending Standard Grafik 8.5. Rasio Kredit terhadap PDB
Persen
30
25 150
20
100
15
10
50
5
0
IV I II III IV
0
2014 2015 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
harga komoditas, terutama pada subsektor terkait Untuk sektor pertambangan, peningkatan NPL diakibatkan
perdagangan ekspor komoditas. Second round effect yang oleh penurunan kinerja perusahaan tambang akibat
terjadi menyebabkan perlambatan kredit yang lebih dalam penurunan permintaan, khususnya batubara, dan
dibanding perlambatan yang terjadi pada tahun 2014. penurunan harga di pasar internasional. Pemburukan pada
Pada sektor pertambangan, kinerja subsektor batubara sektor tersebut telah terjadi sejak tahun sebelumnya,
yang merupakan salah satu produk komoditas utama namun berangsur mulai membaik pada akhir tahun 2015.
mengalami penurunan yang signifikan. Menurunnya Sejalan dengan hal ini, perbankan mengurangi penyaluran
permintaan ekspor secara signifikan berdampak pada kredit kepada sektor tersebut dan lebih proaktif dalam
penurunan prospek usaha perusahaan sehingga mengupayakan penyelesaian kredit yang telah disalurkan
permintaan terhadap kredit juga menurun. Akibat sebelumnya. Peningkatan risiko kredit pada sektor
tingginya risiko yang dihadapi subsektor tersebut serta pengangkutan dan perdagangan terutama disebabkan
adanya penundaan ekspansi usaha atau restrukturisasi oleh second round effect dari penurunan permintaan dan
kredit bermasalah, korporasi yang menjadi debitur penurunan harga komoditas. Sektor pengangkutan yang
cenderung melakukan pelunasan pinjaman lebih awal dari terkena dampak terbesar adalah angkutan komoditas
yang dijadwalkan. Sementara untuk kredit sektor lain-lain melalui laut. Sementara itu, sektor perdagangan yang
atau kredit konsumsi yang sebagian besar merupakan terkena dampak terbesar adalah ekspor barang komoditas.
KPR dan Multiguna juga mengalami perlambatan yang
Grafik 8.7. Pertumbuhan Kredit 5 Sektor Ekonomi terbesar Grafik 8.8. Pertumbuhan Risiko Kredit
Grafik 8.7. Pertumbuhan Kredit Lima Sektor Ekonomi Terbesar Grafik 8.8. Perkembangan NPL Bank Umum
110 3,5
90
3
70
2,5
50
2
30
1,5
10
1
-10
-30 0,5
I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
0
2010 2011 2012 2013 2014 2015
Perdagangan Lain-lain Industri Pertanian Pertambangan
Grafik 8.9. Perkembangan DPK Grafik 8.11. LDR dan Rasio AL/DPK
Grafik 8.9. Pertumbuhan DPK Grafik 8.11. LDR dan Rasio AL/DPK
10 40 400
30 300
5
20 200
0 10 100
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 0 0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2013 2014 2015
Persen Persen
3,8 95
3,6
3,4 90
3,2
85
3
2,8
80
2,6
2,4 75
2,2
2 70
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
pada kisaran 1,6-2,0%. Lebih lanjut, meningkatnya biaya profile bank. Penilaian ketahanan permodalan terhadap
pencadangan dan menurunnya pendapatan bunga risiko pelemahan nilai tukar diukur melalui skenario
tersebut berdampak pada peningkatan rasio BOPO dari pelemahan nilai tukar. Sementara itu, eksposur portofolio
sebesar 75,1% pada tahun 2014 menjadi 82,2% pada akhir SBN bank dalam kategori trading dan Available-for-
tahun 2015 (Grafik8.13). Sale (AFS) digunakan untuk menilai kerentanan bank
terhadap risiko penurunan harga SBN di pasar obligasi.
Perbankan di Indonesia tetap bersikap hati-hati (prudent) Hasil stress test dengan menggunakan skenario terburuk
dalam menyikapi meningkatnya risiko eksternal dan menunjukkan bahwa meskipun terjadi penurunan
perlambatan pertumbuhan ekonomi domestik. Dalam kondisi perbankan, secara umum industri perbankan
kaitan ini, perbankan Indonesia pada tahun 2015 telah masih memiliki ketahanan permodalan yang cukup
meningkatkan rasio permodalan sebagai bantalan risiko tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan CAR yang masih di
yang mungkin terjadi. Permodalan perbankan meningkat atas batas aman. Apabila terjadi pemburukan ekonomi
dari Rp722,2 triliun pada tahun 2014 menjadi Rp938,1 yang sangat signifikan, hasil stress test yang terintegrasi
triliun pada akhir tahun 2015. Rasio CAR pada akhir tahun menunjukkan bahwa terdapat beberapa bank yang
2015 tercatat sebesar 21,2%, lebih tinggi dibandingkan membutuhkan suntikan modal untuk menjaga CAR-nya di
dengan CAR tahun sebelumnya sebesar 19,4% atas riskprofile.
(Grafik8.14). Peningkatan permodalan yang ditempuh
disamping untuk menjaga ketahanan menghadapi risiko
yang dapat terjadi juga ditujukan sebagai persiapan
perbankan untuk menghadapi berlakunya ketentuan Basel Grafik 8.14. Perkembangan CAR Perbankan
Grafik 8.14. Perkembangan CAR Perbankan
III yang mensyaratkan rasio permodalan yang lebih tinggi.
Persen
Bank Indonesia secara rutin melakukan asesmen 23
ketahanan permodalan (CAR) bank terhadap risiko 22
kredit dan risiko pasar dengan melakukan stress test, 21
baik secara industri maupun individual bank. Penilaian 20
ketahanan permodalan diuji terhadap risiko kredit dan 19
risiko pasar. Stress test risiko kredit dilakukan dengan 18
memperhitungkan dampak peningkatan NPL terhadap 17
permodalan bank. Sementara, stress test risiko pasar
16
dilakukan dengan memperhitungkan dampak peningkatan
15
suku bunga, nilai tukar, dan penurunan harga SBN. Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sept Okt Nov Des
Dampak risiko kenaikan suku bunga terhadap bank diukur
2005 2008 2012
melalui eksposur net asset dan kewajiban rupiah jangka
2013 2014 2015
pendek (di bawah 1 tahun) berdasarkan data maturity
800
25
Pangsa kredit UMKM terhadap total kredit perbankan 700
200
(Rp412,7triliun). Berdasarkan klasifikasi usaha, sebagian 5
100
besar kredit UMKM disalurkan kepada usaha menengah
0 0
dengan pangsa 48,6%, disusul oleh usaha kecil dengan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2011 2012 2013 2014 2015
pangsa 29,1%, dan usaha mikro dengan pangsa 22,3%
(Grafik 8.17). Sementara itu berdasarkan lokasi proyek, BD Usaha Menengah BD Usaha Kecil BD Usaha Mikro
Pertumbuhan Kredit UMKM (skala kanan) Pangsa Kredit UMKM (skala kanan)
penyerapan kredit UMKM masih terpusat di Jawa dengan
pangsa sebesar 57,8%, disusul Sumatera sebesar 20,3%,
dan Sulawesi sebesar 7,1%. Mayoritas kredit UMKM di
ketiga wilayah tersebut diserap oleh sektor perdagangan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Permenko)
besar dan eceran masing-masing sebesar 50,7%, 51,3% No.6 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan
dan 62,5%. Kredit Usaha Rakyat pada tanggal 7 Agustus 2015
(Tabel 8.1). KUR skema baru terdiri dari KUR Mikro,
Untuk terus mendorong penyaluran kredit kepada UMKM KUR Ritel, dan KUR TKI dengan target penyaluran KUR
yang memiliki peran strategis dalam perekonomian, pada tahun 2015 sebesar Rp30 triliun dengan suku bunga
tahun 2015 Bank Indonesia menerbitkan aturan yang 12%. Selanjutnya, untuk mendorong penyaluran KUR,
memberikan insentif dan disinsentif bagi Bank Umum Pemerintah mengubah skema penyaluran KUR melalui
dalam pencapaian target penyaluran kredit UMKM. Pada penerbitan Permenko No. 8 Tahun 2015. Perubahan yang
akhir tahun 2015, Bank Umum wajib memenuhi tahap dilakukan antara lain meliputi: (i) penambahan sektor
awal rasio kredit/pembiayaan UMKM minimal 5% dari jasa-jasa dari sebelumnya yang hanya sektor pertanian,
total kredit/pembiayaan, serta menjaga rasio NPL kurang perikanan, industri pengolahan, dan perdagangan, (ii)
dari 5%. Mayoritas bank telah memenuhi rasio kredit tidak diwajibkannya agunan tambahan, (iii) penambahan
UMKM di atas 5%, dan sebagian besar di antaranya juga jangka waktu kredit, dan (iv) mekanisme penyaluran
mampu menjaga rasio NPL kredit UMKM dan NPL total melalui linkage baik channeling maupun executing. Bank
kredit di bawah 5%. yang ditunjuk sebagai penyalur KUR Mikro dan KUR Retail
adalah BRI, BNI, dan Bank Mandiri. Sementara, untuk
Sejalan dengan hal tersebut, Pemerintah meluncurkan KUR TKI bank yang ditunjuk adalah Bank Sinarmas dan
skema Kredit Usaha Rakyat (KUR) baru melalui Peraturan
Grafik 8.18. Trend Rasio NPL Kredit UMKM Grafik 8.19. Rasio Profitabilitas Korporasi Publik
Grafik 8.18. Trend Rasio NPL Kredit UMKM Grafik 8.19. Rasio Profitabilitas Korporasi Publik
2,5 0 0
2
12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 -5 -10
I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II
2014 2015
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
UMKM Usaha Mikro Usaha Kecil Usaha Menengah Komoditas Nonkomoditas Agregat
1,9 12
1,7
9
1,5
1,3
6
1,1
0,9
3
0,7
0,5 0
I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II
Sumber: Lapkeu BEI dan Bloomberg, diolah Sumber: Lapkeu BEI dan Bloomberg, diolah
modal korporasi menjadi semakin besar, tercermin dari dari Debt Service Ratio (DSR) yang meningkat tajam dari
indikator Debt to Equity Ratio (DER) yang meningkat tipis sebesar 144,5% pada 2014 menjadi 255,6% pada 2015
dari sebesar 1,2 pada akhir 2014 menjadi 1,3 pada bulan (Grafik 8.21). Disamping itu, rasio Interest Coverage Ratio
September 2015 (Grafik 8.20). Melambatnya kinerja (ICR) korporasi memburuk dari sebesar 2,6 pada tahun
keuangan korporasi tersebut terutama dipengaruhi oleh 2014 menjadi 1,7 pada tahun 2015 (Grafik 8.22).
pertumbuhan ekonomi domestik yang melambat dan
perlambatan ekonomi global yang berpengaruh pada Perlambatan kinerja korporasi menyebabkan permintaan
penurunan harga komoditas. terhadap kredit perbankan melemah, terlebih ditambah
adanya percepatan pelunasan kredit oleh korporasi
Tren penurunan harga komoditas yang terus berlanjut untuk mengurangi risiko volatilitas nilai tukar. Selain itu,
sejak tahun 2012 berpengaruh terhadap kinerja korporasi perlambatan kinerja korporasi juga telah menyebabkan
yang bergerak pada sektor tersebut. Strategi beberapa peningkatan risiko kredit yang dihadapi perbankan
korporasi dalam menghadapi penurunan harga komoditas, yang pada akhirnya berdampak pada kinerja perbankan
salah satunya adalah dengan peningkatan volume ekspor, secara keseluruhan. Selain berdampak terhadap kinerja
meski terjadi peningkatan biaya dan penurunan margin. perbankan, penurunan kinerja korporasi juga berdampak
Hal tersebut berdampak pada menurunnya kemampuan pada penurunan pendapatan rumah tangga yang
membayar korporasi sektor komoditas yang tercermin tercermin pada penurunan indeks penghasilan dari 123,8%
Grafik 8.21. Debt Service Ratio Korporasi Publik Grafik 8.23. Perkembangan Pendapatan Rumah Tangga*
Grafik 8.21. Debt Service Ratio Korporasi Publik Grafik 8.23. Perkembangan Pendapatan Rumah Tangga
Persen Indeks
300 140
130
250
120
200
110
150 100
90
100
80
50
70
0 60
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
2010 2011 2012 2013 2014 2015
Komoditas Nonkomoditas Agregat Penghasilan saat ini Ketepatan waktu pembelian barang tahan lama
IKNB menunjukkan penurunan kinerja pada tahun IKNB secara umum mencatat perlambatan pertumbuhan
2015. Perusahaan pembiayaan (PP), industri asuransi aset sejalan dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi
dan perusahaan dana pensiun mencatat perlambatan pada tahun 2015. Perusahaan pembiayaan (PP), industri
pertumbuhan aset sejalan dengan perlambatan asuransi, dan perusahaan dana pensiun mencatat
pertumbuhan ekonomi pada tahun 2015. Sementara, jasa perlambatan pertumbuhan aset pada tahun 2015, yaitu
pengadaian mencatat peningkatan pertumbuhan aset masing-masing tumbuh sebesar 1,3%, 4,6%, dan 10,2%,
pada tahun 2015, yaitu sebesar 10,9%, atau meningkat atau turun dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang
dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 6,0%. tumbuh masing-masing sebesar 5%, 17,1%, dan 13,7%.
Dari sisi risiko, seiring dengan perlambatan pertumbuhan Sementara itu, jasa pegadaian mencatat peningkatan
ekonomi, risiko IKNB juga mengalami peningkatan. Risiko PP pertumbuhan aset pada tahun 2015, yaitu sebesar 10,9%,
meningkat seperti tercermin pada peningkatan rasio NPF, lebih tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya
meski masih terjaga dalam level yang rendah. Sementara sebesar 6,0%. Peningkatan kinerja jasa pegadaian juga
itu, untuk industri asuransi, peningkatan risiko tingkat usaha ditunjukkan oleh peningkatan pertumbuhan pembiayaan
ditunjukkan oleh rasio klaim bruto terhadap premi bruto. jasa pegadaian yang tumbuh sebesar 12,3%, lebih tinggi
Namun demikian, disisi lainnya, risiko likuiditas asuransi dibandingkan pertumbuhan tahun 2014 sebesar 5,3%.
relatif masih terjaga yang tercermin dari masih tingginya Salah satu faktor pendorong peningkatan pertumbuhan
rasio current asset terhadap current liabilities. pembiayaan jasa pegadaian tersebut adalah peningkatan
Grafik 8.25. Imbal Hasil SBN 10 Tahun dan Faktor Sentimen Selama 2015
Grafik 8.25. Imbal Hasil SBN 10 Tahun dan Faktor Sentimen Selama 2015
29 Sep
Paket Kebijakan
10 Pem. Jilid II
8 Jun 12 Agus
9,5 3 Mar Rilis tk USA PBoC mendevaluasi
PM Tiongkok: revisi membaik yuan
target PDB mjd 7%
9
17 Feb
BI rate turun 15 Apr
8,5 Rilis PDB
25 bps
Tiongkok 7% 5 Okt 17 Des
8 21 Agus Ririls data NFP Kenaikan FFR
Rilis data US turun dalam,
7,5 manufaktur Tiongkok diluar perkiraan
, diluar perkiraan
7 27 Jul
5 Mei Rilis US
Rilis PDB Indonesia, Manufacturing PMI
6,5 dibawah perkiraan membaik
6
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
Jan 2015 Feb 2015 Mar 2015 Apr 2015 Mei 2015 Jun 2015 Jul 2015 Agus 2015 Sep 2015 Okt 2015 Nov 2015 Des 2015
Dinamika selama tahun 2015 diwarnai oleh imbal balik Net Beli/Jual (skala kanan) Yield SBN 10 Tahun
6000
6 Feb 30 Mar 26 Mei
5800 Ekspektasi membaiknya Spekulasi stimulus Pelonggaran
8 Jun 27 Jul 21 Agus
earning emiten 2014 lanjutan PBoC Kebijakan LTV
5600 Rilis tk USA Rilis US Manufacturing Rilis data manufaktur
membaik PMI membaik Tiongkok , diluar perkiraan
5400
12 Agus
5200 31 Mar 23 Sept
PBoC mendevaluasi Yuan
Sentimen positif rilis Rilis data manufaktur Tiongkok
5000 dalam, diluar perkiraan 17 Des
22 Jan laporan keuangan dan
ECB: peluncuran pembayaran dividen Kenaikan FFR
4800
QE yg diperluas
4600 15 Jun
Akhir Apr Ketidakpastian bailout Yunani, tidak
4400 17 Feb Kinerja emiten tercapai kesepakatan dengan IMF
5 Okt
BI rate turun 25 bps utama Tw-1 dibawah 29 Sep Rilis data NFP US turun
4200
ekspektasi Paket Kebijakan Pem. Jilid II dalam, diluar perkiraan
4000
I II III IV
2015
4200 -20
Pembiayaan nonbank baik melalui pasar saham, pasar
4000 -25
I II III IV I II III IV I II III IV obligasi dan sukuk korporasi serta pasar MTN dan NCD
2013 2014 2015
menunjukkan peningkatan pada tahun 2015, dibandingkan
Net Beli/Jual Asing (skala kanan) IHSG dengan tahun sebelumnya. Peningkatan tersebut tidak
terlepas dari peningkatan lending standard oleh bank
dalam penyaluran kredit seiring dengan peningkatan
emiten, keyakinan inflasi yang akan tetap terkendali, persepsi kredit oleh bank. Kondisi tersebut mendorong
serta kebijakan ECB pada akhir Januari 2015 untuk korporasi untuk menggunakan alternatif pembiayaan
memperluas QE. Namun demikian, sejak triwulan II selain kredit, baik dari pasar saham, pasar obligasi dan
2015, tekanan jual oleh investor nonresiden meningkat sukuk korporasi, serta pasar MTN danNCD.
seiring sentimen negatif, terutama dari sektor eksternal,
antara lain devaluasi yuan, concern kenaikan FFR yang Jumlah pembiayaan di pasar saham selama tahun 2015,
meningkat, dan ekspektasi pertumbuhan ekonomi baik melalui right issue maupun Initial Public Offering
Tiongkok yang lebih rendah dari perkiraan. Seperti yang (IPO), tercatat sebesar Rp53,5 triliun, atau meningkat
terjadi di pasar obligasi, tekanan net jual mulai mereda, 12,3%, dibandingkan dengan tahun 2014 sebesar Rp47,7
terutama pada triwulan IV 2015, seiring dengan mulai triliun. Peningkatan pembiayaan di pasar saham tersebut
meredanya ketidakpastian di pasar keuangan global didorong oleh peningkatan pembiayaan baik melalui right
dan perkembangan domestik yang mulai membaik. issue maupun IPO. Pembiayaan dalam bentuk right issue
Sejak triwulan II 2015 sampai dengan akhir tahun, di pasar perdana tercatat sebesar Rp42,3triliun, atau naik
investor nonresiden tercatat melakukan net jual sebesar 7,3% dibandingkan dengan tahun 2014 sebesar Rp39,2
Rp26,6triliun. triliun. Sementara itu, jumlah pembiayaan melalui Initial
Public Offering (IPO) tercatat sebesar Rp11,3 trilun, atau
Peran investor nonresiden juga masih cukup besar di naik 35,8% dibandingkan dengan tahun 2014 sebesar
pasar saham. Pangsa investor nonresiden (beli) dalam nilai
perdagangan cukup berfluktuatif, namun dengan pangsa
yang cukup besar (>30%). Secara rata-rata, pangsa nilai Tabel 8.2. Total Pembiayaan Nonbank
perdagangan investor nonresiden di pasar saham pada
tahun 2015 tercatat sebesar 42,2%, atau sedikit meningkat Keterangan 2014 2015
dibandingkan dengan tahun 2014 sebesar 42,0%.
TOTAL PEMBIAYAAN NONBANK 111,4 136,05
Kontribusi investor nonresiden yang cukup besar dalam
Total o/w Emiten Sektor Keuangan 52,3 60,4
nilai perdagangan tersebut mencerminkan kuatnya faktor
eksternal dalam memengaruhi dinamika di pasar saham Pangsa Sektor Keuangan (%) 47,0 44,4
tahun 2015 lebih banyak dilakukan oleh emiten nonsektor Sumber: OJK dan KSEI, diolah
IPO
Realisasi 2014 Realisasi 2015
Sektor
Jumlah Emiten Nilai* Pangsa (%) Jumlah Emiten Nilai* Pangsa (%)
Pertanian 1 0,2 2,4 - - -
Pertambangan 1 0,3 3,9 1 0,8 7,4
Industri Dasar 2 1,8 21,8 - - -
Aneka Industri - - - 2 0,3 2,6
Industri Barang Konsumsi 1 0,1 1,2 1 0,9 7,7
Properti dan Real Estate 1 0,4 5,2 5 3,5 30,7
Infrastruktur, Utility,dan Transportasi 4 3,2 38,8 - - -
Keuangan 6 0,5 6,1 3 0,1 1,2
Perdagangan, Jasa, dan Investasi 4 1,7 20,6