Anda di halaman 1dari 400

LAPORAN

PEREKONOMIAN
INDONESIA
2015

ISSN 0522-2572
VISI
Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui
penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah
dan nilai tukar yang stabil.

MISI
Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan
moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.

Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta
mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung
alokasi sumber pendanaan/pembiayaan agar dapat berkontribusi pada
pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional.

Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang


berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem
keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan
nasional.

Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang


menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan
tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas
yang diamanatkan UU.

NILAI-NILAI STRATEGIS
Nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen dan pegawai
untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri atas Trust and Integrity
Professionalism Excellence Public Interest Coordination and Teamwork.
DAFTAR ISI

Daftar Isi iv
BAGIAN 1
Daftar Tabel viii
PEREKONOMIAN
Daftar Grafik x GLOBAL 1
Daftar Diagram dan Gambar xvii

Bab 1
Dewan Gubernur Bank Indonesia xviii
Dinamika Perekonomian Global 7

Prakata xxii 1.1. Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Negara Maju 9

Tinjauan Umum xxvi 1.2. Pertumbuhan Ekonomi dan


Inflasi Negara Berkembang 12
Boks. Akuntabilitas Pencapaian
1.3. Harga Komoditas Global 13
Sasaran Inflasi 2015 xl
1.4. Pasar Keuangan Global 14

Boks 1.1. Kinerja Negara Emerging Markets (EM)


Menghadapi Pelemahan Ekonomi Tiongkok
serta Penurunan Harga Komoditas Dunia 17

Bab 2
Respons Kebijakan Ekonomi Global 21

2.1. Kebijakan Negara Maju 22

2.2. Kebijakan Negara EmergingMarkets 25

2.3. Kerja Sama Internasional 27

Boks 2.1. Implementasi MEA 2015 dan Visi ASEAN 2025 31

iv Daftar Isi LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015


BAGIAN 2

PEREKONOMIAN
DOMESTIK 35

Bab 3 Bab 6
Pertumbuhan Ekonomi 41 Inflasi 91

3.1. PDB Penggunaan 43 6.1. Inflasi Inti 93

3.2. PDB Penawaran 47 6.2. Inflasi Volatile Food (VF) 96

3.3. Kinerja Korporasi dan Rumah Tangga 49 6.3. Inflasi Administered Prices (AP) 98

3.4. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 52


Bab 7
Fiskal 103
Bab 4
Neraca Pembayaran Indonesia 57 7.1. Pendapatan Negara 105

4.1. Transaksi Berjalan 60 7.2. Belanja Negara 107

4.2. Transaksi Modal dan Finansial 69 7.3. Pembiayaan 108

4.3. Ketahanan Eksternal 74


Bab 8
Boks 4.1. Evaluasi Ketentuan Penerapan Prinsip
Sistem Keuangan 113
Kehati-hatian Dalam Pengelolaan ULN
Korporasi Nonbank 77 8.1. Kinerja Perbankan 114

8.2. Kinerja Sektor Korporasi dan Rumah Tangga 122


Bab 5
Nilai Tukar 81 8.3. Industri Keuangan Non Bank (IKNB) dan Kinerja
PasarKeuangan 124
5.1. Dinamika Nilai Tukar 83
Boks 8.1. Penguatan Sektor Keuangan Melalui
5.2. Struktur Pasar Valas Domestik 86 Penerapan Regulasi Berstandar Internasional 131

LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015 Daftar Isi v


DAFTAR ISI

BAGIAN 3

RESPONS BAURAN
KEBIJAKAN 179

Bab 9 Bab 11
Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Kebijakan Moneter 187
UangRupiah 135
11.1. Kebijakan Suku Bunga dan Giro Wajib Minimum 189
9.1. Kinerja Sistem Pembayaran 137
11.2. Kebijakan Nilai Tukar 190
9.2. Kinerja Pengelolaan Uang Rupiah 143
11.3. Pendalaman Pasar Uang dan Pasar Valuta Asing 194
Boks 9.1. Penguatan Infrastruktur Sistem Pembayaran 151
11.4. Transmisi Kebijakan Moneter 198

Bab 10
Ekonomi Regional 155 Bab 12
Kebijakan Makroprudensial 205
10.1. Pertumbuhan Ekonomi Regional 157
12.1. Pelonggaran Ketentuan Loan/Financing to
10.2. Inflasi Regional 164 Value Ratio (LTV/FTV) 206

10.3. Fiskal Daerah 168 12.2. Perluasan Sumber Pendanaan Intermediasi


melalui Aturan Loan to Funding Ratio (LFR) 208
10.4. Stabilitas Keuangan Regional 171
12.3. Kebijakan Mendorong Pengembangan UMKM 209
10.5. Sistem Pembayaran dan Peredaran Uang 173
12.4. Kewajiban Pembentukan Countercyclical Buffer 211
Boks 10.1. Penguatan Advisory Perekonomian Daerah 176
12.5. Surveillance dan Pemeriksaan Makroprudensial 213

Bab 13
Kebijakan Sistem Pembayaran
dan Pengelolaan Uang Rupiah 215

13.1. Kebijakan Sistem Pembayaran 216

13.2. Kinerja Pengelolaan UangRupiah 226

Boks 13.1. Best Practices Distribusi Uang


dan Layanan Kas 231

vi Daftar Isi LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015


Bab 14
Koordinasi Kebijakan 235

14.1. Koordinasi dalam Rangka Menjaga


Stabilitas Makroekonomi 236

14.2. Koordinasi dalam Rangka Mendorong


Momentum Pertumbuhan Ekonomi 239 Bab 16
Prospek Perekonomian 289
14.3. Koordinasi dalam Rangka Mewujudkan
Reformasi Struktural 245 16.1. Prospek Perekonomian JangkaPendek 290

16.2. Prospek Perekonomian Jangka Menengah 295

BAGIAN 4 Boks 16.1. Ekonomi Digital Sebagai Pendorong


Pertumbuhan Ekonomi 298
TANTANGAN,
ARAH KEBIJAKAN
DAN PROSPEK
PEREKONOMIAN LAMPIRAN 303

INDONESIA 251

Bab 15
Tantangan Perekonomian
dan ArahKebijakan 257

15.1. Tantangan Perekonomian 258

15.2. Arah Kebijakan 268

Boks 15.1. Analisis Daya Saing dan Strategi Industri


Nasional di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN
dan Perdagangan Bebas 278
Boks 15.2. Strategi Pertumbuhan untuk Mendukung
Reformasi Struktural di Indonesia 284

LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015 Daftar Isi vii


DAFTAR TABEL

1. Dinamika Perekonomian Global 7 Tabel 4.10. Ekspor Produk Kimia Organik Indonesia ke
Beberapa Negara Tujuan Utama 67
Tabel 1.1. Tabel Realisasi Pertumbuhan
Ekonomi Global 9 Tabel 4.11. Pangsa Pasar Beberapa Negara Eksportir
Produk Kimia Organik di Tiongkok 67

Tabel 4.12. Impor Nonmigas Menurut


3. Pertumbuhan Ekonomi 41
Kelompok Barang 68
Tabel 3.1. Pertumbuhan PDB Penggunaan 43 Tabel 4.13. Rasio Solvabilitas Sektor Eksternal 75
Tabel 3.2. Perkembangan Ekspor Nonmigas 44 Tabel 4.14. Rasio Likuiditas Sektor Eksternal 76
Tabel 3.3. Indikator Kemudahan Bisnis Indonesia 46

Tabel 3.4. Pertumbuhan PDB Lapangan Usaha 47 6. Inflasi 91


Tabel 3.5. Angkatan Kerja dan Pengangguran 52
Tabel 6.1. Penyumbang Inflasi Kelompok
Inti Pangan (Core Food) 93
4. Neraca Pembayaran Indonesia 57
Tabel 6.2. Penyumbang Inflasi Kelompok
Inti Non Pangan (Core Non-food) 94
Tabel 4.1. Neraca Pembayaran Indonesia 59
Tabel 6.3. Sumbangan Inflasi/Deflasi 9 Komoditas
Tabel 4.2. Posisi Investasi Internasional Indonesia 60
Pangan Strategis 97
Tabel 4.3. Ekspor Nonmigas Menurut Negara Tujuan
Tabel 6.4. Perubahan Beberapa AdministeredPrices
Utama 62
Tahun 2015 99
Tabel 4.4. Ekspor 10 Komoditas Utama Nonmigas 63

Tabel 4.5. Ekspor Nonmigas Menurut Kelompok 7. Fiskal 103


Barang (Berdasarkan SITC) 64
Tabel 7.1. Asumsi Makro 104
Tabel 4.6. Ekspor Produk Karet Indonesia ke
Beberapa Negara Tujuan Utama 65 Tabel 7.2. Realisasi Pendapatan dan
Belanja Negara 2014-2015 105
Tabel 4.7. Pangsa Pasar Beberapa Negara Eksportir
Karet di Jepang, Australia, dan AS 65 Tabel 7.3. Perkiraan Shortfall Pajak 106

Tabel 4.8. Ekspor Produk Pakaian Indonesia ke Tabel 7.4. Net Claims on Government (NCG)
Beberapa Negara Tujuan Utama 66 2013-2015 110

Tabel 4.9. Pangsa Pasar Beberapa Negara Eksportir


Produk Pakaian Jadi di AS 66

viii Daftar Isi LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015


8. Sistem Keuangan 113 Tabel 13.3. Bank Pengelola dan Bank Anggota
Kas Titipan 228
Tabel 8.1. Skema KUR 2015 121

Tabel 8.2. Total Pembiayaan Nonbank 128 14. Koordinasi Kebijakan 235

Tabel 8.3. Pembiayaan IPO dan Right Issue 129 Tabel 14.1. Paket Kebijakan Ekonomi Pemerintah
Tabel 8.4. Pembiayaan Obligasi dan Sukuk Korporasi 130 dalam Rangka Mendorong
Pertumbuhan Ekonomi 241

Tabel 14.2. Bentuk Koordinasi Antarlembaga 243


10. Ekonomi Regional 155 Tabel 14.3. Paket Kebijakan Ekonomi Pemerintah
dalam Rangka Reformasi Sektor Riil 248
Tabel 10.1. Estimasi Realisasi APBD tahun 2015 169

15. Tantangan Perekonomian


11. Kebijakan Moneter 187
dan ArahKebijakan 257
Tabel 11.1. Paket Kebijakan 9 September dan
Tabel 15.1. Pangsa Investasi Berdasarkan Sektor 265
30 September 191
Tabel 15.2. Nilai PISA Beberapa Negara di Asia 267
Tabel 11.2. Kerja Sama Swap Arrangement 195

16. Prospek Perekonomian 289


12. Kebijakan Makroprudensial 205
Tabel 16.1. Proyeksi PDB Sisi Permintaan 291
Tabel 12.1. Besaran Rasio LTV Kredit Properti dan
FTV Pembiayaan Properti Syariah 207 Tabel 16.2. Proyeksi PDB Sisi Lapangan Usaha 293

Tabel 12.2. Besaran Rasio Uang Muka Kredit atau


Pembiayaan Kendaraan Bermotor 207

13. Kebijakan Sistem Pembayaran


dan Pengelolaan Uang Rupiah 215

Tabel 13.1. Tarif Transaksi Sistem BI-RTGS Generasi II 224

Tabel 13.2. Tahapan Pengembangan Penggunaan


CeBM untuk Setelmen Transaksi Efek
di Pasar Modal 225

LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015 Daftar Isi ix


DAFTAR GRAFIK

1. Dinamika Perekonomian Global 7 Grafik 2.5. Suku Bunga Kebijakan EM 25

Grafik 1.1. Lanskap Ekonomi Global 8 Grafik 2.6. Indeks Situasi Bisnis India 27

Grafik 1.2. Lanskap Inflasi Global 8


3. Pertumbuhan Ekonomi 41
Grafik 1.3. Dekomposisi Pertumbuhan AS 10
Grafik 3.1. Terms of Trade dan Ekspor SDA 43
Grafik 1.4. Sektor Manufaktur AS 10
Grafik 3.2. Pendapatan per Kapita 44
Grafik 1.5. Sektor Tenaga Kerja AS 10
Grafik 3.3. Konsumsi Swasta dan UMP Riil 44
Grafik 1.6. Sektor Perumahan AS 11
Grafik 3.4. Konsumsi RT dan Tabungan 45
Grafik 1.7. Pertumbuhan Ekonomi Eropa 11
Grafik 3.5. Belanja Infrastruktur dan Modal 45
Grafik 1.8. Sektor Manufaktur Eropa 11
Grafik 3.6. Indeks Kepercayaan Konsumen 45
Grafik 1.9. Pertumbuhan Ekonomi Jepang 11
Grafik 3.7. Investasi Berdasar Sektor 46
Grafik 1.10. Sektor Manufaktur Jepang 12
Grafik 3.8. Perkembangan Investasi Riil 46
Grafik 1.11. Historis Perkembangan IHKEI 13
Grafik 3.9. Perkembangan Impor Nonmigas Riil 46
Grafik 1.12. PDB Tiongkok dan Harga Komoditas
NonFuel 14 Grafik 3.10. Pertumbuhan Lapangan Usaha Pertanian 48

Grafik 1.13. Perkembangan Capital Flows EM 15 Grafik 3.11. Pertumbuhan Lapangan Usaha
Pertambangan 48
Grafik 1.14. Perkembangan Pasar Saham Global 15
Grafik 3.12. Pertumbuhan Lapangan Usaha Industri
Grafik 1.15. Perkembangan Yield Obligasi Pemerintah 15 Manufaktur 48
Grafik 1.16. Indeks Komposit Shanghai Stock Exchange 16 Grafik 3.13. Kapasitas Utilisasi dan Indeks Produksi 49

Grafik 3.14. Kinerja Pendapatan Perusahaan Publik 49


2. Respons Kebijakan Ekonomi Global 21
Grafik 3.15. Gross Profit Margin dan
Grafik 2.1. Suku Bunga Acuan The Fed, ECB, dan BOJ 22 Net Profit Margin 49

Grafik 2.2. Total Aset The Fed, ECB, dan BOJ 23 Grafik 3.16. Retained Earning Perusahaan Publik 50

Grafik 2.3. Dependency Ratio Negara Maju 24 Grafik 3.17. Laba Bersih dan Belanja Modal 50

Grafik 2.4. Fiscal Space Negara-Negara Maju 25 Grafik 3.18. Sentimen Bisnis dan Inventori 50

Grafik 3.19. Impor Mesin dan Investasi Nonbangunan 50

x Daftar Isi LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015


INDONESIA

Grafik 3.20. Pendapatan dan Pengeluaran Grafik 4.9. Investasi Langsung Bukan Penduduk
Rumah Tangga 51 menurutNegaraInvestorUtama 70

Grafik 3.21. Porsi Konsumsi, Tabungan, dan Grafik 4.10. Investasi Langsung Bukan Penduduk
Cicilan Rumah Tangga 51 menurutSektorEkonomi 71

Grafik 3.22. Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini dan Grafik 4.11. Investasi Portofolio Bukan Penduduk
Indeks Ekspektasi Ekonomi 51 diIndonesia 71

Grafik 3.23. Pendapatan Vs Biaya Operasional RT 52 Grafik 4.12. Perkembangan Investasi Lainnya 72

Grafik 3.24. PDB, Konsumsi RT, dan Bantuan Sosial 52 Grafik 4.13. Rasio ULN terhadap PDB Indonesia 73

Grafik 3.25. Ketersediaan Lapangan Kerja dan PDB 53 Grafik 4.14. Rasio ULN terhadap PDB untuk negara
peergroup 73
Grafik 3.26. Perubahan Jumlah dan Pangsa Tenaga
Kerja Berdasarkan Sektor Ekonomi 53 Grafik 4.15. Perkembangan Posisi ULN Indonesia
MenurutKelompokPeminjam 73
Grafik 3.27. Jumlah dan Prosentase Penduduk Miskin 53
Grafik 4.16. Perkembangan ULN Indonesia Menurut
Grafik 3.28. Indeks Kedalaman Kemiskinan 54
Jangka Waktu Sisa (Remaining Maturity) 74
Grafik 3.29. Indeks Keparahan Kemiskinan 54
Grafik 4.17. Komposisi ULN Indonesia 74

Grafik 4.18. Perkembangan Basic Balance NPI 75


4. Neraca Pembayaran Indonesia 57
Grafik 4.19. Perkembangan Cadangan Devisa 76
Grafik 4.1. Perkembangan Transaksi Berjalan 61
Grafik 4.20. Perkembangan DSR Indonesia 76
Grafik 4.2. Perkembangan Neraca Perdagangan
Nonmigas 61
5. Nilai Tukar 81
Grafik 4.3. Komposisi Ekspor Manufaktur Indonesia 64
Grafik 5.1. Perkembangan Indeks Dolar 82
Grafik 4.4. Perkembangan Neraca Perdagangan Migas
dan Harga Minyak 67 Grafik 5.2. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah 82

Grafik 4.5. Perkembangan Neraca Jasa 68 Grafik 5.3. Event Analysis Nilai Tukar Rupiah 2015 84

Grafik 4.6. Rasio Freight Jasa Transportasi 69 Grafik 5.4. Imbal Hasil Investasi Obligasi Negara
TriwulanIV2015 85
Grafik 4.7. Perkembangan Neraca Pendapatan Primer 69
Grafik 5.5. Perkembangan Nilai Tukar Peers Pasca
Grafik 4.8. Perkembangan Jumlah dan Remitansi TKI 69
Kenaikan FFR Desember 2015 85

LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015 Daftar Isi xi


DAFTAR GRAFIK

Grafik 5.6. Perubahan Nilai Tukar Rupiah dan Grafik 6.8. Margin Per Unit dan Harga Jual 95
Peers Tahun 2015 86
Grafik 6.9. Inflasi IHPB Impor dan Inflasi Inti Traded 95
Grafik 5.7. Volatilitas Nilai Tukar Rupiah dan Peers 86
Grafik 6.10. Inflasi IHPB dan IHK Peralatan
Grafik 5.8. Aliran Dana Nonresiden 86 Rumah Tangga 95

Grafik 5.9. Proporsi Kepemilikan Nonresiden pada Grafik 6.11. Ekspektasi Inflasi Konsumen 95
Obligasi Negara 86
Grafik 6.12. Ekspektasi Pedagang Eceran 96
Grafik 5.10. Perkembangan Transaksi Valas Domestik 87
Grafik 6.13. Ekspektasi Inflasi 24 Bulan 96
Grafik 5.11. Perkembangan Transaksi Valas Relatif
Grafik 6.14. Pola Historis Inflasi VF 97
terhadap PDB 87
Grafik 6.15. Perkembangan Inflasi AP 98
Grafik 5.12. Komposisi FX Spot vs FX Derivatif 87
Grafik 6.16. Perkembangan Inflasi dan
Grafik 5.13. Rasio Volume Beli Valas Korporasi
Sumbangan InflasiBensin 100
di Derivatif terhadap PDB 87
Grafik 6.17. Perkembangan Inflasi dan
Grafik 5.14. Proporsi Sebaran Demand Valas Korporasi 88
Sumbangan InflasiListrik 100
Grafik 5.15. Supply-Demand Valas 88

Grafik 5.16. Perkembangan Effective Supply Valas 7. Fiskal 103


dariDHE 88
Grafik 7.1. Capaian Komponen Penerimaan Pajak
Grafik 5.17. Perkembangan Transaksi Valas Antar terhadap Target APBN-P 106
Penduduk 89
Grafik 7.2. Perbandingan Pertumbuhan Tahunan
Komponen Penerimaan Pajak 106
6. Inflasi 91
Grafik 7.3. Perbandingan Komposisi Pajak
Grafik 6.1. Event Analysis Inflasi 92 Dalam Negeri 106

Grafik 6.2. Pola Historis Inflasi Bulanan 92 Grafik 7.4. Perkembangan Tax Ratio 107

Grafik 6.3. Inflasi Inti Traded dan Non-traded 93 Grafik 7.5. Capaian Realisasi APBN-P 2015 107

Grafik 6.4. Pola Historis Inflasi Inti 93 Grafik 7.6. Pencapaian Belanja Negara 107

Grafik 6.5. Pertumbuhan Penjualan Riil 94 Grafik 7.7. Serapan Belanja K/L dan Non K/L 108

Grafik 6.6. Inflasi Inti Non-traded 94 Grafik 7.8. Tren Defisit Fiskal di Beberapa Negara 109

Grafik 6.7. Ekspektasi Consensus Forecast 94 Grafik 7.9. Perkiraan Defisit Agregat Pemerintah 109

xii Daftar Isi LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015


Grafik 7.10. Komposisi Denominasi SBN 109 Grafik 8.17. Trend Penyaluran Kredit UMKM 121

Grafik 7.11. Imbal Hasil SBN 109 Grafik 8.18. Trend Rasio NPL Kredit UMKM 122

Grafik 7.12. Porsi Utang Pemerintah terhadap PDB 110 Grafik 8.19. Rasio Profitabilitas Korporasi Publik 122

Grafik 8.20. Perkembangan Hutang Korporasi Publik 123


8. Sistem Keuangan 113
Grafik 8.21. Debt Service Ratio Korporasi Publik 123
Grafik 8.1. Indeks Stabilitas Sistem Keuangan 114 Grafik 8.22. Interest Coverage Ratio Korporasi Publik 123
Grafik 8.2. Jumlah Kantor Bank dan Rasio Densitas Grafik 8.23. Perkembangan Pendapatan
Tahun 2010-2015 115 Rumah Tangga 123
Grafik 8.3. Sebaran Spasial Rasio Densitas 116 Grafik 8.24. Perkembangan DPK Berdasarkan
Grafik 8.4. Perkembangan Indeks Lending Standard 116 Kepemilikan 124

Grafik 8.5. Rasio Kredit terhadap PDB 116 Grafik 8.25. Imbal Hasil SBN 10 Tahun dan Faktor
Sentimen Selama 2015 125
Grafik 8.6. Pertumbuhan Kredit Total dan Per Jenis
Penggunaan 117 Grafik 8.26. Imbal Hasil SBN dan Net Beli/Jual Asing 126

Grafik 8.7. Pertumbuhan Kredit Lima Sektor Ekonomi Grafik 8.27. Pangsa Kepemilikan Investor
Terbesar 117 Nonresiden diPasarSBN 126

Grafik 8.8. Perkembangan NPL Bank Umum 117 Grafik 8.28. IHSG dan Faktor Sentimen Selama 2015 127

Grafik 8.9. Pertumbuhan DPK 118 Grafik 8.29. IHSG dan Net Beli/Jual Asing 128

Grafik 8.10. Perkembangan Rata-rata Suku Grafik 8.30. Tambahan Kredit dan Pembiayaan
Bunga Kredit, Suku Bunga Deposito NetNonbank 130
Rupiah dan BI Rate 118

Grafik 8.11. LDR dan Rasio AL/DPK 118 9. Sistem Pembayaran dan Pengelolaan
UangRupiah 135
Grafik 8.12. Return on Asset (ROA) 119
Grafik 9.1. Indeks Sistem Pembayaran Nontunai 137
Grafik 8.13. Biaya Operasional terhadap
Pendapatan Operasional (BOPO) 119 Grafik 9.2. Transaksi Ritel terhadap PDB 138

Grafik 8.14. Perkembangan CAR Perbankan 119 Grafik 9.3. Rasio Transaksi Ritel terhadap
Konsumsi Masyarakat 138
Grafik 8.15. Perkembangan Intermediasi Bank Syariah 120
Grafik 9.4. Indeks Penjualan Eceran dan
Grafik 8.16. Perkembangan NPF Bank Syariah 120
Transaksi Ritel 138

LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015 Daftar Isi xiii


DAFTAR GRAFIK

Grafik 9.5. Perkembangan Transaksi Sistem BI-RTGS 139 Grafik 9.25. Pola Pergerakan Pertumbuhan UYD
dan PDB Riil 146
Grafik 9.6. Turn Over Ratio Bank Indonesia
Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) 139 Grafik 9.26. Pola Pergerakan Pertumbuhan
Outflow Uang Kartal Bank Persero
Grafik 9.7. Perkembangan Transaksi BI-SSSS 139
dan BPD, dan Konsumsi Pemerintah Riil 146
Grafik 9.8. Perkembangan Transaksi SKNBI 140
Grafik 9.27. Pola Pergerakan Pertumbuhan
Grafik 9.9. Perkembangan Transaksi APMK 140 Cash in Vault dan Dana Pihak Ketiga
Perbankan 146
Grafik 9.10. Perkembangan Transaksi ATM
dan ATM/Debet 141 Grafik 9.28. Pola Pergerakan Pertumbuhan
Cash in Vault dan Transaksi Uang Kartal
Grafik 9.11. Perkembangan Transaksi Kartu Kredit 141 Antar Bank 147

Grafik 9.12. Rasio dan Proporsi NPL Kartu Kredit 142 Grafik 9.29. Rasio Posisi Kas terhadap Rata-rata
Outflow Bulanan 147
Grafik 9.13. Perkembangan Transaksi Uang Elektronik 142
Grafik 9.30. Rasio Posisi Kas terhadap Rata-rata
Grafik 9.14. Pangsa Volume dan Nilai Transaksi
Outflow Bulanan Menurut Wilayah 147
TransferDana 143
Grafik 9.31. Perkembangan TUKAB di Wilayah
Grafik 9.15. Pangsa Penyelenggara Bukan Bank 2015 143
JakartadanSekitarnya 148
Grafik 9.16. Posisi Uang Kartal yang Diedarkan Akhir
Grafik 9.32. Pola Pergerakan TUKAB di Wilayah
Tahun 143
Jakarta dan Dana Pihak Ketiga Perbankan 148
Grafik 9.17. Perkembangan UYD secara Harian 144
Grafik 9.33. Jumlah Kas Titipan dan Penarikan
Grafik 9.18. Pangsa UYD Berdasarkan Denominasi 144 UangRupiah 148

Grafik 9.19. Pertumbuhan UYD Berdasarkan Grafik 9.34. Penarikan Uang Kartal dalam Rangka
Denominasi 144 KasKeliling 149

Grafik 9.20. Aliran Uang Kartal melalui Bank Indonesia 144 Grafik 9.35. Pemusnahan Uang Rupiah
TidakLayakEdar 149
Grafik 9.21. Pola Siklikal Aliran Uang Kartal melalui
BankIndonesia 145 Grafik 9.36. Rasio Pemusnahan Uang Rupiah
terhadap Inflow Berdasarkan Pecahan 150
Grafik 9.22. Rasio UYD terhadap PDB dan Konsumsi
Rumah Tangga 145 Grafik 9.38. Temuan Uang Rupiah Palsu oleh
Kepolisian dan Laporan Perbankan 150
Grafik 9.23. Pola Pertumbuhan UYD dan IPE 145
Grafik 9.37. Temuan Uang Rupiah Palsu dan Rasionya
Grafik 9.24. Proyeksi dan Realisasi UYD 146 terhadap Uang yang Diedarkan 150

xiv Daftar Isi LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015


10. Ekonomi Regional 155 Grafik 10.21. Perkembangan NPL UMKM 173

Grafik 10.1. Pertumbuhan Ekonomi Regional Grafik 10.22. Pola Penarikan Uang Kartal Melalui
Tahun 2015 158 KasTitipan 174

Grafik 10.2. Pangsa PDRB Berdasarkan Grafik 10.23. Pola Penukaran Uang Kartal Melalui
Lapangan Usaha Utama Wilayah 160 KasKeliling 174

Grafik 10.3. Pertumbuhan Tambang Kalimantan


dan KTI 160 11. Kebijakan Moneter 187

Grafik 10.4. Pertumbuhan Industri Grafik 11.1. Posisi Operasi Moneter 192
Pengolahan Regional 160
Grafik 11.2. Durasi OM berdasarkan Tenor 192
Grafik 10.5. Ekspor Industri Jawa 161
Grafik 11.3. Durasi OM berdasarkan Sisa
Grafik 10.6. Ekspor Industri Sumatera & Kalimantan 161 JatuhWaktu 192

Grafik 10.7. Pertumbuhan Angkatan Kerja Regional 162 Grafik 11.4. Kecukupan Pemenuhan Impor dan
Pembayaran Utang Luar
Grafik 10.8. Tingkat Pengangguran Regional 162 Negeri Pemerintah 194
Grafik 10.9. Disparitas Tingkat Pengangguran Regional 163 Grafik 11.5. Suku Bunga PUAB O/N 198
Grafik 10.10. Tingkat Kemiskinan Regional 163 Grafik 11.6. Suku Bunga PUAB O/N dan Non-O/N 199
Grafik 10.11. Rasio Gini 163 Grafik 11.7. Porsi PUAB O/N terhadap total PUAB 199
Grafik 10.12. Disparitas Tingkat Kemiskinan Regional 164 Grafik 11.8. Suku Bunga Deposito dan Kredit 199
Grafik 10.13. Pola Inflasi Regional 165 Grafik 11.9. Kontribusi Komponen M0 200
Grafik 10.14. Perkembangan Inflasi Regional Grafik 11.10. Kontribusi Komponen M2 200
2012 2015 165
Grafik 11.11. Komponen M1 201
Grafik 10.15. Inflasi Kelompok Bahan Pangan 166
Grafik 11.12. Kontribusi Komponen Giro Rupiah 201
Grafik 10.16. Inflasi SubKelompok Padi-padian 167
Grafik 11.13. Kontribusi Komponen Kuasi Terhadap M2 201
Grafik 10.17. Konvergensi Inflasi Regional 168
Grafik 11.14. Kontribusi Faktor M2 201
Grafik 10.18. Perkembangan Kredit Regional 171
Grafik 11.15. Velositas M2 202
Grafik 10.19. Perkembangan DPK dan LDR 172
Grafik 11.16. Money Multiplier M2 dan
Grafik 10.20. Perkembangan Non Performing Loan 172 Kewajiban PemenuhanGWM 202

LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015 Daftar Isi xv


DAFTAR GRAFIK

12. Kebijakan Makroprudensial 205 Grafik 15.4. Neraca Pembayaran Indonesia 261

Grafik 12.1. Pertumbuhan Kredit Properti 208 Grafik 15.5. Perbandingan Upah Riil dan Produktivitas
Industri Pengolahan (Indeks 2000=100) 262
Grafik 12.2. Perkembangan Kredit
Kendaraan Bermotor 208 Grafik 15.6. Perbandingan Daya Saing Pariwisata
dan Perjalanan 264
Grafik 12.3. GWM LFR dan SSB Diterbitkan Bank 209
Grafik 15.7. Kepemilikan Asing di Obligasi Pemerintah 264
Grafik 12.4. LDR dan LFR Perbankan 209
Grafik 15.8. Market Capitalization 265
Grafik 12.5. Ilustrasi Pembentukan dan
Pelepasan Buffer CCB 212 Grafik 15.9. Rasio FDI terhadap PDB 265

Grafik 12.6. Prosiklikalitas Pertumbuhan Ekonomi Grafik 15.10. Tingkat Urbanisasi Negara Asia 266
dan Pertumbuhan Kredit di Indonesia 213 Grafik 15.11. Peringkat Infrastruktur ASEAN 266

Grafik 15.12. Jumlah Tenaga Kerja Berdasarkan Umur 267


13. Kebijakan Sistem Pembayaran
dan Pengelolaan Uang Rupiah 215 Grafik 15.13. Jumlah Tenaga Kerja
Berdasarkan Pendidikan 267
Grafik 13.1. Perkembangan LKD 220
Grafik 15.14. Perbandingan Subsidi Energi, Anggaran
Grafik 13.2. Rata-rata Transaksi 220 Pendidikan, Infrastruktur, dan Kesehatan 272

Grafik 13.3. Porsi Jenis Pengaduan Grafik 15.15. Perkembangan Subsidi Pemerintah 272
Sistem Pembayaran 223
Grafik 15.16. Pangsa Tenaga Kerja Sektor Manufaktur
Grafik 13.4. Permintaan Informasi dan Pendapatan Perkapita 275
Sistem Pembayaran 223

16. Prospek Perekonomian 289


15. Tantangan Perekonomian
Grafik 16.1. Proyeksi PDB 2016-2020 295
dan ArahKebijakan 257
Grafik 16.2. Proyeksi Inflasi 2016 2020 295
Grafik 15.1. Indeks Gini Negara ASEAN 259
Grafik 16.3. Dependency Ratio Indonesia
Grafik 15.2. Tingkat Kemiskinan dan Beberapa Negara Kawasan 296
Negara-negaraASEAN 260
Grafik 16.4. Pertumbuhan Kelas Menengah 296
Grafik 15.3. Emisi CO2 Negara ASEAN 261

xvi Daftar Isi LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015


DAFTAR DIAGRAM
DAN GAMBAR

6. Inflasi 91 Gambar 14.3. Badan Koordinasi Pemberantasan


Rupiah Palsu 245
Gambar 6.1. Reformasi Subsidi di Bidang Energi 98
Gambar 14.4. Jaringan Distribusi Uang dan
Layanan Kas Nasional 248
10. Ekonomi Regional 155

Gambar 10.1. Peta Pertumbuhan Ekonomi Regional 15. Tantangan Perekonomian


2015 (PDRB Tahun Dasar 2010) 159 dan ArahKebijakan 257

Gambar 10.2. Peta Inflasi Daerah 2015 164 Gambar 15.1. Empat Pilar Tantangan Struktural 260

Diagram 15.1. Framework Bauran Kebijakan


11. Kebijakan Moneter 187 Pengelolaan Makroekonomi 268

Diagram 11.1. Tantangan Perekonomian pada Periode Gambar 15.2. Dual Kebijakan 270
PelemahanRupiah 189
Gambar 15.3. Rencana Jangkauan Layanan Kas Bank
Diagram 11.2. Framework Pendalaman Indonesia Tahun 2019 272
Pasar Keuangan 196
Gambar 15.4. Pemetaan Paket Kebijakan Pemerintah
Tahun 2015 273
13. Kebijakan Sistem Pembayaran
Gambar 15.5. Rencana Pengembangan 24 Pelabuhan
dan Pengelolaan Uang Rupiah 215
Strategis 275
Gambar 13.1. Fragmentasi Layanan Sistem Gambar 15.6. Rencana Pembangunan Infrastruktur
Pembayaran Ritel di Indonesia 218 2016 dan Target 2019 277
Gambar 13.2. Tingkat Inklusi Keuangan di Indonesia 219

Gambar 13.3. Peta Penyebaran Kas Titipan 229 16. Prospek Perekonomian 289

Diagram 16.1. Proyek Strategis Nasional 291


14. Koordinasi Kebijakan 235
Diagram 16.2. Perkembangan Proyek Prioritas 292
Gambar 14.1. Pemetaan Permasalahan Inflasi
berdasarkan Kewilayahan 237

Gambar 14.2. Koordinasi Bank Indonesia dan


Pemerintah dalam Menjaga
Stabilitas Makroekonomi 238

LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015 Daftar Isi xvii


DEWAN
GUBERNUR
Agus D. W.
Hendar Ronald Waas Martowardojo
Deputi Gubernur Deputi Gubernur Gubernur

Dewan
xviii Gubernur
LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015
Mirza
Adityaswara Perry Warjiyo Erwin Rijanto
Deputi Gubernur Senior Deputi Gubernur Deputi Gubernur

Dewan
LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015
Gubernur
xix
DEWAN
GUBERNUR

Halim Alamsyah
Deputi Gubernur
Menjabat s.d. Juni 2015

Dewan
xx Gubernur
LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015
Dengan bauran kebijakan yang dijalankan
secara disiplin, konsisten, dan terukur dalam
sebuah kerangka koordinasi yang tersinergi,
perekonomian Indonesia ke depan akan lebih
kuat, berimbang, dan berkesinambungan.

Agus D. W. Martowardojo
Gubernur

xxii Prakata LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015


PRAKATA
tantangan eksternal dan domestik tersebut apabila
tidak dikelola dengan baik dapat mengganggu stabilitas
makroekonomi dan sistem keuangan serta mendorong
berlanjutnya perlambatan pertumbuhan ekonomi.
Menyikapi tantangan eksternal dan domestik tersebut,
Perubahan konstelasi ekonomi global sejak krisis 2008 Bank Indonesia bersama Pemerintah memperkuat sinergi
lalu, yang terasa begitu luas dan mendalam, telah kebijakan, yang ditujukan untuk mengawal stabilitas
memunculkan berbagai tantangan baru yang semakin makroekonomi dan mendorong momentum pertumbuhan
komplek dalam pengelolaan stabilitas makroekonomi. ekonomi. Upaya mengawal stabilitas makroekonomi
Di tengah berbagai upaya yang terus ditempuh untuk ditempuh dengan mengarahkan inflasi ke kisaran sasaran
mengatasi berbagai permasalahan struktural di dalam tahun 2015 sebesar 41%, menurunkan defisit transaksi
negeri, perekonomian Indonesia selama tahun 2015 berjalan ke tingkat yang lebih sehat, dan menjaga stabilitas
dihadapkan pada rangkaian kejutan eksternal dalam nilai tukar rupiah yang sesuai dengan fundamentalnya.
perekonomian global, yang berdampak ke Indonesia baik Untuk itu, Bank Indonesia secara konsisten dan berhati-
melalui jalur keuangan maupun perdagangan. Pemulihan hati melanjutkan kebijakan moneter yang bias ketat yang
ekonomi global ternyata tidak sesuai harapan, berjalan telah ditempuh sejak pertengahan tahun 2013 hingga
lambat, tidak berimbang, dan masih penuh ketidakpastian. Oktober 2015. Kebijakan ini juga diperkuat oleh langkah-
Negara maju, terutama perekonomian Amerika Serikat langkah stabilisasi nilai tukar rupiah guna meredam tekanan
memperlihatkan pemulihan yang lebih solid. Sedangkan berlebihan terhadap rupiah yang dapat mengganggu
perekonomian negara berkembang, terutama Tiongkok, stabilitas perekonomian. Penerapan kebijakan dalam
mengalami perlambatan struktural sehingga memicu pengelolaan utang luar negeri swasta terus diperkuat agar
kemerosotan harga komoditas, yang pada gilirannya terus kemampuan dunia usaha semakin baik dalam mengelola
menekan kinerja ekspor Indonesia. Ketidakseimbangan risiko, terutama yang ditimbulkan oleh risiko fluktuasi nilai
dalam pemulihan ekonomi global tersebut mengakibatkan tukar. Sementara itu, dalam upaya mendorong momentum
terjadinya divergensi siklus kebijakan moneter antara pemulihan ekonomi, Bank Indonesia merelaksasi kebijakan
berbagai negara. Kebijakan moneter di Amerika Serikat makroprudensial secara selektif dan melonggarkan Giro
mulai memasuki periode normalisasi, setelah dalam kurun Wajib Minimum Primer dalam Rupiah. Kebijakan tersebut
waktu enam tahun suku bunga dipertahankan sekitar nol bersinergi dengan meningkatnya stimulus ekonomi
persen. Sedangkan, kebijakan moneter di Eropa, Jepang, pemerintah, seiring dengan ruang fiskal yang semakin
dan negara berkembang semakin diperlonggar untuk terbuka sebagai dampak positif dari reformasi subsidi energi.
menahan agar laju pertumbuhan ekonomi tidak semakin Selain itu, di sektor riil, upaya mempercepat implementasi
melambat. Kemerosotan harga komoditas yang semakin reformasi struktural juga terus dilakukan, melalui peluncuran
berdampak terhadap memburuknya kinerja ekonomi negara rangkaian paket kebijakan pemerintah, yang didukung
berkembang dan ketidakpastian mengenai kecepatan dan oleh beberapa langkah kebijakan Bank Indonesia dalam
besarnya kenaikkan suku bunga di Amerika Serikat menjadi memperdalam pasar keuangan.
dua kekuatan utama yang mewarnai rangkaian gejolak
di pasar keuangan global selama tahun 2015, yang pada Dengan kebijakan moneter, fiskal, dan sektor riil yang
gilirannya berdampak pada menurunnya arus modal ke terkoordinasi dan bersinergi sangat baik, tekanan terhadap
negara berkembang termasuk ke Indonesia. stabilitas makroekonomi mereda dan momentum
pertumbuhan ekonomi menguat. Terciptanya stabilitas
Dinamika dalam perekonomian dan pasar keuangan global makroekonomi tercermin pada inflasi tahun 2015 yang
tersebut berdampak signifikan terhadap Indonesia karena terkendali sesuai sasaran yang ditetapkan, defisit neraca
kurang terdiversifikasinya struktur ekspor dan tingginya transaksi berjalan yang menurun pada tingkat yang sehat,
ketergantungan pada sumber pembiayaan eksternal. kembalinya arus modal ke pasar keuangan domestik, serta
Struktur ekspor Indonesia lebih berbasis sumber daya alam nilai tukar rupiah yang lebih bergerak stabil. Tingkat inflasi
sehingga merosotnya harga komoditas berdampak signifikan dapat dikendalikan ke kisaran sasaran 41%. Pencapaian
pada kinerja ekspor, yang pada gilirannya memengaruhi itu didukung oleh terkelolanya permintaan domestik,
perlambatan kinerja di berbagai sektor perekonomian. terjangkarnya ekspektasi inflasi, serta terjaganya kecukupan
Di samping itu, ketergantungan impor yang cukup besar pasokan bahan pangan. Defisit transaksi berjalan juga
dalam komoditas ekspor menjadikan tidak optimalnya menurun menjadi sekitar 2,1% dari PDB karena semakin
sektor industri berorientasi ekspor dalam memanfaatkan terkelolanya permintaan domestik. Sementara itu,
depresiasi rupiah untuk meningkatkan kinerja ekspor. transaksi modal dan finansial membaik pada triwulan IV
Di pihak lain, kurang berkembangnya sumber-sumber 2015 ditopang oleh mulai meredanya gejolak di pasar
pembiayaan di pasar keuangan domestik, menyebabkan keuangan global serta membaiknya persepsi pelaku pasar
tingginya ketergantungan pada sumber pembiayaan dari luar terhadap prospek perekonomian Indonesia. Sejalan dengan
negeri terutama dalam bentuk arus modal portofolio -yang hal tersebut, nilai tukar rupiah juga mulai terkendali,
sangat dipengaruhi dinamika global- dan utang luar negeri bahkan mengalami apresiasi pada triwulan IV 2015. Di
swasta yang rentan terhadap fluktuasi nilai tukar. Kombinasi sisi pertumbuhan ekonomi, stimulus fiskal yang ditempuh

LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015 Prakata xxiii


Pemerintah dan mulai kembalinya kepercayaan pelaku Dengan bauran kebijakan moneter, fiskal, dan reformasi
pasar mampu menciptakan momentum peningkatan struktural yang dijalankan secara disiplin, konsisten, dan
pertumbuhan ekonomi sejak paruh kedua tahun 2015. terukur, dalam sebuah kerangka koordinasi yang bersinergi,
Pada tahun 2015, Indonesia merupakan salah satu negara perekonomian Indonesia ke depan akan tumbuh lebih
emerging markets yang perekonomiannya tetap stabil dan kuat, berimbang, dan berkesinambungan. Pada tahun
retalif tumbuh tinggi dibandingkan negara emerging markets 2016, perekonomian Indonesia diprakirakan tumbuh
lainnya. 5,2-5,6% dan terus berada dalam tren yang meningkat
dalam jangka menengah, sejalan dengan meningkatnya
Dinamika perekonomian selama tahun 2015 memberikan
kapasitas perekonomian. Dengan peningkatan kapasitas
beberapa pelajaran penting, yang dapat memperkuat
perekonomian tersebut, inflasi diprakirakan dapat terjaga
prinsip-prinsip penerapan kebijakan dalam mengelola
sesuai dengan kisaran sasaran 41% untuk tahun 2016-
perekonomian Indonesia ke depan. Pertama, kebijakan
2017 dan 3,51% dalam jangka menengah. Dengan struktur
makroekonomi yang diterapkan secara disiplin, konsisten,
perekonomian yang lebih baik dan sumber pertumbuhan
dan tepat waktu, baik fiskal maupun moneter, menjadi kunci
yang lebih terdiversifikasi, defisit transaksi berjalan
dalam menjaga stabilitas makroekonomi dan mendorong
diprakirakan akan terkendali pada tingkat yang aman dengan
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Kedua, disiplin
struktur yang lebih sehat.
kebijakan makroekonomi tersebut juga perlu didukung
oleh sinergi kebijakan yang kuat antarpemangku kebijakan, Diskusi dan uraian lebih lanjut tentang dinamika
baik Bank Indonesia, Pemerintah Pusat dan Daerah, serta perekonomian tahun 2015, berbagai respons kebijakan
otoritas terkait lainnya. Kebijakan yang tepat dengan yang ditempuh, arah kebijakan, dan prospek perekonomian
sinergi yang kuat, tidak hanya membawa perekonomian ke depan telah kami rangkum dalam buku Laporan
Indonesia dapat melewati terpaan guncangan, tetapi juga Perekonomian Indonesia 2015. Buku ini menyajikan
menempatkan perekonomian pada posisi yang tepat untuk keterkaitan antara dinamika ekonomi global dengan
mendapatkan momentum pertumbuhan. Ketiga, siklus perekonomian domestik dan dasar-dasar pemikiran dari
perekonomian nasional dalam beberapa tahun terakhir berbagai kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia maupun
mengajarkan tentang pentingnya implementasi reformasi Pemerintah, selama tahun 2015. Dengan membaca buku
struktural dan diversifikasi sumber pertumbuhan ekonomi ini, pembaca juga diharapkan akan memiliki gambaran utuh
yang dapat memperkuat fondasi perekonomian, sehingga tentang peran Bank Indonesia, Pemerintah, dan berbagai
perekonomian menjadi lebih berdaya tahan (resilien) dan otoritas terkait dalam mengemudikan perekonomian
tumbuh secara berkelanjutan. Berbagai pelajaran ini menjadi Indonesia melewati terpaan guncangan selama tahun
bekal penting dalam mengarungi dinamika perekonomian 2015. Di samping itu, pembaca juga diharapkan dapat
dunia ke depan yang diperkirakan masih akan sarat dengan memetik pelajaran yang berharga dari perjalanan ekonomi
risiko dan ketidakpastian yang semakin menantang. tahun 2015 yang kami yakini sangat relevan bagi upaya
memperbaiki perekonomian ke depan. Kami meyakini tidak
Ke depan, berbagai tantangan dan risiko perlu terus
ada yang kebetulan dari perjalanan ekonomi sebuah bangsa.
diantisipasi dan direspons dengan kebijakan yang
Kemampuan kita dalam menarik pelajaran dari masa lalu
terkoordinasi dengan baik. Di sisi ekstenal, kemungkinan
akan menentukan masa depan ekonomi yang mampu kita
berlanjutnya pemulihan ekonomi global yang masih lemah
bentuk.
dan tidak berimbang, terus melambatnya ekonomi Tiongkok
dan implikasi kebijakan yang ditimbulkannya terhadap Akhir kata, atas nama Dewan Gubernur Bank Indonesia,
kondisi pasar keuangan dunia, serta merosotnya harga kami mempersembahkan Laporan Perekonomian Indonesia
komoditas, merupakan tiga risiko besar yang perlu dimitigasi, tahun 2015 kepada masyarakat Indonesia. Kami berharap
agar dampak negatifnya terhadap stabilitas makroekonomi buku ini mampu meneruskan tradisi LPI sebagai salah
dan momentum pertumbuhan ekonomi dapat terkelola satu rujukan utama yang berkualitas dan terpercaya
dengan baik. Di dalam negeri, kebijakan reformasi dalam menyusun langkah kita ke depan untuk mencapai
struktural perlu terus diimplementasikan secara konsisten perekonomian yang lebih baik.
dan terarah untuk mendorong pertumbuhan potensial
Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa meridhoi langkah
(potential output) serta meningkatkan produktivitas dan
dan upaya kita untuk mempersembahkan karya yang terbaik
daya saing perekonomian. Untuk itu, jalinan koordinasi
bagi negeri kita tercinta.
antara Bank Indonesia dan Pemerintah dalam menerapkan
kebijakan moneter, fiskal, dan reformasi struktural yang
saling bersinergi dan menguatkan akan dilanjutkan. Bank Jakarta, Maret 2016
Indonesia akan menerapkan bauran kebijakan yang tetap Gubernur Bank Indonesia
diarahkan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan
sistem keuangan, sementara itu secara berhati-hati dan
terukur akan memanfaatkan ruang pelonggaran kebijakan
moneter dan makroprudensial, bila berbagai parameter
dalam perekonomian memungkinkan.
Agus D. W. Martowardojo

xxiv Prakata LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015


Perlambatan Ekonomi
Global
Negara Maju Tumbuh Moderat; ditopang AS

Ketidakpastian Pasar
EKONOMI Negara Berkembang Melemah

Keuangan Global GLOBAL


Penurunan Harga
Divergensi Kebijakan Moneter
dan Normalisasi Kebijakan
Komoditas
Moneter The Fed Didorong oleh Perlambatan
Krisis Yunani Tiongkok
Devaluasi Yuan Harga Minyak juga Turun

TERGANTUNGAN IMPOR TINGG


KE I
Capital
Inows
Turun
Market Rupiah
Condence Melemah
Turun

EKONOMI
Ekonomi DOMESTIK Kinerja
Korporasi
PA SA

Melambat dan Rumah

S
Tangga

ITA
Tertekan
RK

OD
UA
E

M
Kredit NPL
NG Menurun Meningkat KO
AN SI S
YAN A
G DA I BER B
NGKAL M
EKONO

PEMERINTAH OTORITAS
SINERGI LAIN

KEBIJAKAN
Mengawal Stabilitas Mendorong Momentum Mempercepat Reformasi
Makroekonomi & SSK Pertumbuhan Ekonomi Struktural

Tinjauan
xxvi Umum
LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015
TINJAUAN UMUM
Bersinergi Mengawal Stabilitas, Mewujudkan Reformasi Struktural

Perekonomian Indonesia 2015 mencatat perkembangan ruang fiskal yang semakin terbuka, akibat reformasi subsidi
yang positif. Kinerja stabilitas makroekonomi semakin energi, dimanfaatkan untuk meningkatkan stimulus
baik, sementara momentum pertumbuhan ekonomi mulai ekonomi dengan tetap menjaga keberlanjutan fiskal.
bergulir. Stabilitas makroekonomi yang semakin membaik Di sektor riil, upaya untuk mempercepat implementasi
tercermin dari tercapainya target inflasi tahun 2015 sebesar reformasi struktural terus dilakukan, melalui berbagai paket
41%, menurunnya defisit transaksi berjalan ke tingkat yang kebijakan pemerintah. Koordinasi kebijakan moneter, fiskal
lebih sehat, terkendalinya tekanan rupiah sejak triwulan dan sektor riil tersebut berhasil mengelola ekonomi dengan
IV 2015, serta terpeliharanya stabilitas sistem keuangan. baik. Tekanan terhadap stabilitas makroekonomi mereda
Mulai berlangsungnya momentum pertumbuhan ekonomi dan momentum pertumbuhan ekonomi mulai tercipta.
ditandai oleh mulai meningkatnya pertumbuhan ekonomi
sejak semester II 2015. Ke depan, perekonomian Indonesia diperkirakan akan
semakin baik dengan fundamental yang lebih kuat.
Perkembangan positif tersebut tidak dicapai dengan Pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan lebih tinggi
mudah. Berbagai tantangan eksternal dan domestik dengan stabilitas makroekonomi yang tetap terjaga. Terus
menerpa perekonomian Indonesia pada 2015. meredanya ketidakpastian pasar keuangan global, akibat
Pertumbuhan ekonomi dunia lebih rendah dari menyempitnya divergensi kebijakan moneter negara
perkiraan semula. Pada saat yang sama, ketidakpastian maju, diperkirakan akan mengurangi tekanan stabilitas
di pasar keuangan global semakin meningkat yang makroekonomi, khususnya stabilitas nilai tukar rupiah.
bersumber dari meningkatnya peluang kenaikan suku Sementara itu, pertumbuhan ekonomi diperkirakan
bunga AS, kekhawatiran negosiasi fiskal Yunani, dan akan lebih tinggi, didorong oleh upaya pemerintah untuk
diperburuk dengan adanya devaluasi yuan yang tidak mengakselerasi stimulus fiskal dan implementasi reformasi
diantisipasi sebelumnya. Perkembangan global yang struktural. Berlanjutnya momentum penguatan ekonomi
kurang menguntungkan tersebut memberikan dampak diharapkan dapat meningkatkan optimisme terhadap
negatif pada perekonomian domestik, baik melalui jalur prospek ekonomi dan mendorong aliran arus masuk modal
perdagangan maupun keuangan. Tekanan terhadap asing, yang pada gilirannya dapat mengurangi tekanan
perekonomian domestik diperberat oleh permasalahan stabilitas makroekonomi.
struktural domestik yang masih ada. Berbagai tantangan
tersebut memicu meningkatnya beberapa risiko, seperti Berbagai tantangan ke depan perlu terus diwaspadai,
tingginya tekanan terhadap nilai tukar rupiah, menurunnya antara lain, berlanjutnya pelemahan ekonomi global,
keyakinan pelaku ekonomi, dan meningkatnya risiko ketidakpastian pasar keuangan Tiongkok, dan penurunan
di sektor korporasi. Kondisi ini apabila tidak dikelola harga komoditas yang lebih dalam, termasuk harga minyak.
dengan baik dapat berakibat pada meningkatnya Selain itu, beberapa permasalahan struktural domestik
ketidakstabilan makroekonomi dan terus melemahnya yang masih belum terselesaikan juga perlu terus dibenahi.
pertumbuhanekonomi. Untuk itu, koordinasi yang baik antara Bank Indonesia dan
Pemerintah akan terus diperkuat. Di sisi Bank Indonesia,
Merespons berbagai tantangan tersebut, Bank Indonesia bauran kebijakan akan terus diarahkan untuk menjaga
dan Pemerintah memperkuat sinergi kebijakan guna stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan serta
mengawal stabilitas makroekonomi, mendorong memanfaatkan ruang pelonggaran kebijakan moneter dan
pertumbuhan ekonomi, dan mempercepat reformasi makroprudensial secara berhati-hati. Di sisi Pemerintah,
struktural. Kebijakan moneter yang cenderung bias ketat kebijakan diarahkan untuk tetap memperkuat momentum
hingga Oktober 2015 serta paket stabilisasi nilai tukar pertumbuhan ekonomi, dan pada saat yang bersamaan
berhasil menjaga stabilitas makroekonomi. Sementara itu, terus mempercepat reformasi struktural. Dengan sinergi
dalam upaya mendorong momentum pemulihan ekonomi, yang baik tersebut, ke depan, stabilitas makroekonomi dan
Bank Indonesia merelaksasi kebijakan makroprudensial sistem keuangan serta momentum pertumbuhan dapat
secara selektif dan melonggarkan Giro Wajib Minimum terjaga sehingga pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan
(GWM) Primer dalam Rupiah. Dari sisi kebijakan fiskal, dalam jangka menengah panjang dapat dicapai.

Tinjauan
LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015
Umum
xxvii
Tantangan dan Kinerja Perekonomian Indonesia 2015 penurunan harga komoditas global tidak hanya
berpengaruh negatif pada sektor komoditas namun dapat
Di tengah berbagai tantangan yang dihadapi, merambat ke sektor non komoditas. Kedua, kandungan
perekonomian Indonesia tahun 2015 mencatat kinerja impor dalam produk ekspor Indonesia yang tinggi
yang positif. Hal tersebut ditandai oleh stabilitas menyebabkan berkurangnya fleksibilitas penyesuaian
makroekonomi yang semakin baik dan momentum kinerja ekspor terhadap perubahan nilai tukar rupiah.
pertumbuhan ekonomi yang mulai bergulir. Stabilitas Kondisi tersebut mengurangi dampak positif dari
makroekonomi yang semakin membaik tercermin dari depresiasi rupiah terhadap perbaikan kinerja ekspor
tercapainya target inflasi tahun 2015 sebesar 4+1%, Indonesia. Di sektor keuangan, permasalahan stuktural
menurunnya defisit transaksi berjalan ke tingkat yang terutama bersumber dari pasar keuangan domestik
lebih sehat, terkendalinya tekanan rupiah sejak triwulan yang dangkal. Guncangan di pasar keuangan global,
IV 2015, serta terpeliharanya stabilitas sistem keuangan. yang berdampak pada melambatnya aliran masuk modal
Sementara itu, setelah sebelumnya berada dalam tren asing ke Indonesia, tidak dapat diredam secara optimal
melambat, pertumbuhan ekonomi pada semester II 2015 oleh pasar keuangan domestik yang masih dangkal.
mulai menunjukkan peningkatan. Pencapaian kinerja Hal berakibat pada relatif tingginya volatilitas pasar
positif tersebut tidak terlepas dari sinergi kebijakan Bank keuangan domestik. Di samping itu, dangkalnya pasar
Indonesia dan Pemerintah untuk mengawal stabilitas keuangan Indonesia juga menyebabkan relatif tingginya
makroekonomi dan sistem keuangan serta mendorong ketergantungan korporasi pada pembiayaan eksternal.
pertumbuhan ekonomi. Ketergantungan tersebut mengakibatkan kinerja korporasi
rentan terhadap perubahan lingkungan global.
Upaya mengawal stabilitas makroekonomi dan mendorong
momentum pertumbuhan ekonomi dihadapkan pada Ketidakpastian di pasar keuangan global mengakibatkan
berbagai tantangan yang tidak ringan. Dari sisi global, nilai tukar rupiah selama 2015 mengalami depresiasi.
tantangan bersumber dari melemahnya pertumbuhan Tekanan terhadap rupiah berlangsung sejak triwulan
ekonomi dunia, melebarnya divergensi kebijakan di antara I dan mencapai puncaknya pada triwulan III 2015. Hal
negara maju, dan meningkatnya ketidakpastian pasar ini didorong oleh masih tingginya ketidakpastian di
keuangan dunia. Masih lemahnya pertumbuhan ekonomi pasar keuangan global, terkait dengan ketidakpastian
global mendorong berlanjutnya penurunan harga minyak kenaikan suku bunga FFR, kekhawatiran negosiasi fiskal
dunia dan harga komoditas nonmigas. Sementara itu, Yunani, serta devaluasi yuan. Dari sisi domestik, tekanan
perbedaan fase pemulihan ekonomi di berbagai negara terhadap rupiah terkait dengan kekhawatiran semakin
besar mendorong ekspektasi melebarnya divergensi melemahnya prospek ekonomi domestik. Di sisi lain,
kebijakan moneter. Pertumbuhan ekonomi Amerika kondisi pasar valas domestik yang belum dalam serta
Serikat yang diperkirakan terus membaik mendorong ketergantungan korporasi pada pembiayaan eksternal
ekspektasi kenaikan suku bunga. Sementara, negara turut mengamplifikasi dampak tekanan ekternal pada
lain, seperti Jepang, EU, dan negara-negara emerging, rupiah. Namun, tekanan depresiasi mulai berkurang
dengan pertumbuhan yang melemah diperkirakan dan rupiah cenderung menguat pada triwulan IV 2015.
masih menempuh kebijakan moneter yang longgar. Kondisi tersebut didorong oleh meningkatnya aliran masuk
Divergensi kebijakan moneter diperparah oleh tingginya modal asing, seiring dengan meredanya ketidakpastian di
ketidakpastian mengenai kapan dan seberapa besar pasar keuangan global. Dari sisi domestik, berkurangnya
kenaikan suku bunga AS, kekhawatiran negosiasi fiskal tekanan terhadap rupiah, terutama ditopang oleh langkah-
Yunani, serta ketidakpastian pasar keuangan Tiongkok, langkah kebijakan stabilisasi nilai tukar yang ditempuh
termasuk devaluasi yuan. Namun, ketidakpastian pasar Bank Indonesia (BI) serta persepsi positif investor atas
keuangan global mulai mereda sejak triwulan IV 2015, prospek ekonomi domestik. Untuk keseluruhan 2015,
seiring dengan sentimen positif pada Oktober 2015 rupiah mencatat depresiasi 10,2% (yoy), lebih rendah dari
terkait kemungkinan penundaan kenaikan FFR (Fed depresiasi beberapa mata uang negara peers.
Fund Rate) dan proses normalisasi yang akan dilakukan
secaragradual. Neraca Pembayaran Indonesia pada 2015 mencatat defisit,
walaupun defisit transaksi berjalan mengalami perbaikan
Dari sisi domestik, tantangan yang dihadapi tidak terlepas yang cukup signifikan. Defisit transaksi berjalan selama
dari berbagai permasalahan struktural yang masih belum 2015 mengalami penurunan dari 3,1% PDB pada 2014
terselesaikan. Di sektor riil, permasalahan struktural menjadi 2,1% dari PDB. Perbaikan defisit transaksi berjalan
pertama bersumber dari struktur perekonomian yang tersebut disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama,
masih bertumpu pada komoditas. Dengan terbatasnya menurunnya harga minyak mendorong perbaikan di
diversikasi sumber pertumbuhan ekonomi domestik,

Tinjauan
xxviii Umum
LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015
neraca migas. Kedua, menurunnya impor nonmigas sejalan konstruksi. Sementara itu, di sisi rumah tangga, tetap
dengan melemahnya permintaan domestik dan ekspor tingginya tingkat keyakinan konsumen mendorong
nonmigas. Ketiga, penyesuaian impor terhadap depresiasi pertumbuhan konsumsi rumah tangga masih relatif stabil
nilai tukar rupiah. Sementara itu, di neraca transaksi dan resilien. Untuk keseluruhan 2015, pertumbuhan
modal dan finansial (TMF), menurunnya aliran modal ekonomi masih mengalami perlambatan dari 5,02% pada
sebagai dampak dari ketidakpastian global menyebabkan 2014 menjadi 4,79%. Namun, yang dapat dicatat adalah
terjadinya defisit di NPI untuk keseluruhan tahun 2015. dibandingkan dengan negara-negara lain dengan basis
Namun, meredanya ketidakpastian di pasar keuangan komoditas, pertumbuhan tersebut masih relatif tinggi. Hal
global dan membaiknya keyakinan terhadap prospek ini menunjukkan bahwa fleksibilitas ekonomi domestik
perekonomian domestik sejak awal triwulan IV 2015 masih cukup tinggi dalam menghadapi pelemahan
mendorong peningkatan arus modal secara siginifkan, perekonomian global, seperti halnya yang terjadi pada
terutama didukung oleh meningkatnya arus masuk tahun 2009 pada saat terjadi krisis keuangan global.
investasi portofolio pada obligasi pemerintah dan investasi Secara spasial, pertumbuhan ekonomi Indonesia mulai
langsung asing (FDI). Sejalan dengan peningkatan surplus terdiversifikasi. Jawa dengan sektor manufaktur dengan
TMF tersebut, Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada nilai tambah yang tinggi cenderung masih tumbuh
triwulan IV 2015 mencatat surplus yang cukup tinggi. tinggi, sehingga dapat mengimbangi pertumbuhan
ekonomi di luar Jawa yang terkena dampak pelemahan
Inflasi pada tahun 2015 tercatat sebesar 3,35% (yoy) dan hargakomoditas.
berada dalam kisaran sasaran inflasi 2015, yaitu 4+1%.
Terkendalinya inflasi pada 2015 dipengaruhi oleh faktor Di sektor keuangan, stabilitas sistem keuangan masih
global dan domestik. Di sisi global, menurunnya harga tetap terjaga dengan baik di tengah meningkatnya
minyak dunia memberikan kesempatan bagi Pemerintah risiko yang bersumber dari ketidakpastian keuangan
untuk menurunkan harga BBM domestik, harga LPG global. Ketahanan industri perbankan masih tetap
12kg, serta penyesuaian tarif listrik. Kedua, menurunnya terjaga, tercermin pada risiko kredit dan risiko likuiditas
komoditas global termasuk harga pangan, menyebabkan yang terjaga, profitabilitas yang masih tinggi, serta
inflasi volatile food juga relatif terjaga. Dari sisi domestik, kecukupan modal yang kuat. Risiko kredit relatif rendah,
di tengah pelemahan nilai tukar rupiah, passthrough meski cenderung meningkat seiring dengan penurunan
pelemahan nilai tukar terhadap inflasi relatif terbatas. kemampuan membayar utang korporasi akibat penurunan
Hal ini tidak terlepas dari permintaan domestik yang pendapatan korporasi. Hal ini tercermin pada Non
dapat dikelola dan pada saat yang bersamaan inflasi Performing Loan (NPL) yang naik, meski masih dalam batas
barang impor yang relatif rendah. Kedua, inflasi volatile aman. Penurunan pendapatan korporasi dan rumah tangga
food selama 2015 relatif terjaga, di tengah terjadinya juga mendorong melemahnya pertumbuhan Dana Pihak
gejala El Nino. Perkembangan ini sejalan dengan semakin Ketiga (DPK), yang berakibat pada meningkatnya risiko
kuatnya koordinasi Pemerintah dan Bank Indonesia dalam likuiditas. Meskipun meningkat, risiko likuiditas masih
mendorong peningkatan produksi, memperbaiki distribusi, aman tercermin pada rasio alat likuid terhadap DPK yang
serta meminimalkan berbagai distorsi harga bahan jauh di atas batas amannya. Di sisi intermediasi perbankan,
pangan. Sejalan dengan perkembangan ini, pada tahun pertumbuhan kredit masih dalam tren menurun, yaitu
2015 inflasi inti tercatat hanya sebesar 3,95%(yoy), inflasi tumbuh hanya 10,4%, sebagai akibat penurunan baik
administered prices 0,39% (yoy), sementara itu, inflasi di sisi permintaan maupun penawaran sejalan dengan
volatile food mencapai 4,84% (yoy). peningkatan lending standard sebagai respons bank atas
peningkatan NPL. Untuk itu, Bank Indonesia merelaksasi
Di sisi perekonomian riil, perekonomian Indonesia kebijakan makroprudensial guna memberikan ruang bagi
telah menemukan kembali momentum perbaikan sejak perbaikan di sisi suplai bagi pembiayaan kredit. Dengan
semester II 2015. Setelah melanjutkan tren perlambatan fungsi intermediasi yang belum pulih dan risiko kredit
ekonomi sejak tahun 2012 sejalan dengan melemahnya yang meningkat, tingkat profitabilitas bank menurun.
ekonomi global, pertumbuhan ekonomi mulai berbalik Namun demikian, dengan tingkat profitabilitas yang tinggi,
arah pada semester II 2015 didorong oleh perbaikan dibandingkan negara kawasan, dan kecukupan modal
permintaan domestik. Konsumsi pemerintah meningkat bank yang kuat, penurunan tingkat profitabilitas bank
cukup signifikan sejalan dengan tingginya penyerapan yang terjadi tidak berdampak signifikan terhadap resiliensi
anggaran. Investasi juga mengalami perbaikan terutama bank. Hasil stress test ketahanan modal terhadap risiko
didorong oleh peningkatan belanja modal pemerintah kredit dan risiko pasar menunjukkan bahwa perbankan
dan membaiknya pertumbuhan investasi di beberapa Indonesia memiliki tingkat ketahanan permodalan yang
sektor yang tumbuh tinggi, seperti sektor otomotif dan tinggi dalam menghadapi skenario terburuk.

Tinjauan
LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015
Umum
xxix
Sistem pembayaran selama tahun 2015 mencatat jangka pendek. Tantangan ketiga adalah mempercepat
kinerja yang semakin baik. Di sisi Bank Indonesia, kinerja implementasi reformasi struktural. Berbagai permasalahan
yang semakin baik ini tercermin pada keandalan dan struktural domestik yang ada telah mengekskalasi dampak
ketersediaan (availability) sistem serta pelaksanaan negatif guncangan eksternal baik terhadap stabilitas
contingency plan yang efektif. Sementara itu, pada makroekonomi maupun pertumbuhan ekonomi Indonesia.
sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh Oleh karena itu, implementasi reformasi struktural perlu
industri tidak terdapat gangguan yang signifikan dalam dipercepat untuk memperkokoh fondasi perekonomian
penyelenggaraannya. Dari sisi volume transaksi, terjadi Indonesia sebagai landasan bagi terciptanya pertumbuhan
peningkatan pertumbuhan dari 18% menjadi 19% pada ekonomi yang berkelanjutan.
tahun 2015. Peningkatan terjadi terutama pada sistem
pembayaran yang diselenggarakan industri berupa Menghadapi berbagai tantangan perekonomian tersebut,
Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) maupun sinergi kebijakan pengelolaan makroekonomi terus
Uang Elektronik (UE). Hal ini sejalan dengan program diperkuat. Bauran kebijakan Bank Indonesia difokuskan
elektronifikasi alat pembayaran melalui Gerakan Nasional pada upaya mengawal stabilitas makroekonomi dan sistem
Non Tunai (GNNT) serta kebijakan Pemerintah dalam keuangan. Bauran kebijakan tersebut juga diperkuat oleh
menyalurkan bantuan sosial dengan menggunakan uang koordinasi yang erat antara Bank Indonesia, Pemerintah
elektronik. Keberhasilan program elektronifikasi alat Pusat dan Daerah, dan pemangku kebijakan lainnya. Bank
pembayaran ini terlihat pada meningkatnya rasio APMK Indonesia juga berupaya untuk mendorong momentum
terhadap PDB, yang mengindikasikan perbaikan preferensi perbaikan pertumbuhan ekonomi dengan menempuh
masyarakat untuk menggunakan alat pembayaran kebijakan makroprudensial yang akomodatif. Kebijakan
nontunai. Dari sisi sistem pembayaran tunai, pengelolaan ini disinergikan dengan peningkatan stimulus fiskal
uang rupiah juga menunjukkan kinerja yang semakin yang ditempuh Pemerintah untuk mempercepat proses
andal, ditopang oleh kebijakan pengelolaan uang rupiah. pemulihan pertumbuhan ekonomi. Di samping itu,
Kebijakan pengelolaan uang rupiah tersebut antara lain Pemerintah dan Bank Indonesia juga terus memperkuat
dilakukan melalui pengembangan jaringan distribusi koordinasi dalam mempercepat implementasi reformasi
uang dan layanan kas melalui Kas Titipan, posisi kas Bank struktural. Dalam konteks ini, Pemerintah pada tahun
Indonesia yang memadai, serta peningkatan kualitas uang 2015 menerbitkan rangkaian paket kebijakan ekonomi
melalui clean money policy. Pemerintah jilid I-VIII untuk mengakselerasi perbaikan
infrastruktur dan peningkatan daya saing ekonomi
domestik. Upaya percepatan reformasi struktural
Respons Bauran Kebijakan 2015 Pemerintah juga didukung oleh kebijakan Bank Indonesia
yang diarahkan pada peningkatan resiliensi dan efisiensi
Perekonomian selama tahun 2015 dihadapkan pada perekonomian domestik.
tiga tantangan utama yang harus dikelola dengan
baik. Tantangan pertama adalah menjaga stabilitas Dari sisi Bank Indonesia, upaya menjaga stabilitas
makroekonomi dan sistem keuangan domestik di tengah makroekonomi difokuskan untuk mengembalikan inflasi
ketidakpastian di pasar keuangan global yang tinggi. ke kisaran sasarannya, menurunkan defisit transaksi
Ketidakpastian tersebut terutama bersumber dari berjalan ke tingkat yang lebih sehat, serta mengelola
ketidakpastian normalisasi kebijakan suku bunga AS, stabilitas nilai tukar rupiah. Dalam konteks ini, sepanjang
kekhawatiran negosiasi fiskal Yunani, dan devaluasi yuan tahun 2015 Bank Indonesia terus memperkuat bauran
yang tidak diantisipasi sebelumnya. Sejalan dengan hal kebijakan moneter melalui kebijakan suku bunga, nilai
tersebut, tekanan depresiasi rupiah meningkat, sehingga tukar, operasi moneter, lalu lintas devisa, dan penguatan
perlu dikelola dengan baik agar tidak berdampak negatif buffer cadangan devisa. Sementara itu, pada saat yang
terhadap stabilitas makroekonomi. Tantangan kedua bersamaan, guna mendorong momentum perbaikan
adalah mendorong pertumbuhan ekonomi domestik pertumbuhan ekonomi, Bank Indonesia merelaksasi
yang melambat seiring dengan penurunan pertumbuhan kebijakan makroprudensial secara selektif untuk
ekonomi dunia. Potensi berlanjutnya perlambatan meningkatkan kapasitas pembiayaan perbankan dan
pertumbuhan ekonomi domestik perlu dimitigasi guna kebijakan moneter melalui penurunan GWM untuk
menjaga sentimen positif terhadap prospek ekonomi memberi ruang likuiditas yang memadai bagi bank untuk
domestik. Dengan masih melambatnya pertumbuhan menyalurkan kredit. Kebijakan makroprudensial dan
ekonomi dunia, upaya mendorong pertumbuhan ekonomi kebijakan moneter via GWM yang akomodatif ini ditempuh
melalui peningkatan permintaan domestik menjadi secara terukur dengan tetap memperhatikan dampaknya
kunci bagi proses pemulihan perekonomian dalam terhadap stabilitas sistem keuangan. Dalam upaya

Tinjauan
xxx Umum
LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015
mendukung reformasi struktural, Bank Indonesia terus yang kemudian berdampak pada depresiasi rupiah yang
melakukan pendalaman pasar keuangan, peningkatan berlebihan, bahkan sempat mencapai Rp14.700 per
keuangan inklusi, serta penguatan sistem pembayaran. dolar AS. Merespons kondisi tersebut, BI menempuh
Pendalaman pasar keuangan ditujukan untuk menciptakan langkah-langkah stabilisasi nilai tukar guna memitigasi
pasar keuangan yang resilien dan efisien. Sementara itu, guliran pelemahan rupiah lebih lanjut. Untuk itu, pada
kebijakan keuangan inklusi diarahkan untuk meningkatkan 9 September 2015 BI meluncurkan paket stabilisasi nilai
kemudahan akses pembiayaan ekonomi. Lebih lanjut, tukar rupiah jangka pendek yang bertumpu pada tiga pilar
kebijakan sistem pembayaran difokuskan pada penguatan strategi. Pertama, menjaga stabilitas nilai tukar, kedua,
infrastruktur sistem pembayaran untuk mewujudkan memperkuat pengelolaan likuiditas rupiah, termasuk
sistem pembayaran yang aman, andal, dan efisien yang term structure OM, dan ketiga, memperkuat pengelolaan
berdaya dukung terhadap efisiensi perekonomian. penawaran dan permintaan valas. Guna memperkuat
efektivitas kebijakan stabilisasi nilai tukar dalam mengelola
Kebijakan suku bunga tetap diarahkan pada upaya untuk ekspektasi depresiasi yang masih masih buruk, Bank
mencapai sasaran inflasi, menurunkan defisit transaksi Indonesia kembali menerbitkan paket kebijakan stabilisasi
berjalan, serta menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Terkait nilai tukar rupiah pada 30 September 2015. Paket kebijakan
dengan inflasi, kebijakan suku bunga bias ketat ditujukan tersebut, antara lain, termasuk penguatan pasar forward
untuk mengelola ekspektasi inflasi dan permintaan baik melalui implementasi intervensi forward maupun
domestik agar inflasi segera kembali pada kisaran sasaran pelonggaran threshold transaksi jual forward nasabah dan
41%. Dengan ekspektasi inflasi yang masih tinggi pada penerbitan instrumen operasi moneter yang baru untuk
awal tahun 2015, Bank Indonesia mempertahankan BI Rate mengoptimalkan pengelolaan likuiditas rupiah. Paket
pada level 7,75% pada Januari 2015. Pada Februari 2015, stabilisasi nilai tukar Bank Indonesia yang ditopang oleh
BI melakukan normalisasi kembali BI Rate pasca kenaikan kebijakan kewajiban penggunaan rupiah dan rangkaian
BI Rate yang dilakukan pada November 2014. Normalisasi paket-paket kebijakan ekonomi Pemerintah mampu
ini dilakukan dengan menurunkan BI Rate sebesar 25bps meredam gejolak rupiah yang berlebihan, tercermin pada
setelah mempertimbangkan keyakinan bahwa proyeksi menguatnya rupiah pada triwulan IV 2015.
inflasi akhir tahun 2015 kembali berada dalam sasaran BI.
Bank Indonesia mempertahankan BI Rate sebesar 7,50% Kebijakan penguatan operasi moneter diarahkan untuk
sampai akhir tahun 2015. Di satu sisi, BI memandang meningkatkan efektivitas operasi moneter dalam
bahwa tingkat suku bunga yang ditetapkan masih sesuai mendukung upaya stabilisasi nilai tukar rupiah. Sebagai
dengan upaya mengendalikan permintaan domestik dan bagian dari paket kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah,
impor untuk menurunkan defisit transaksi berjalan ke Bank Indonesia menempuh berbagai langkah untuk
tingkat yang lebih sehat. Turunnya defisit transaksi berjalan memperkuat operasi moneter baik rupiah maupun valas.
ini pada gilirannya mengurangi permintaan valas domestik. Di sisi operasi moneter (OM) rupiah, strategi penguatan
Di sisi lain, BI juga memandang bahwa tingkat suku bunga OM rupiah dimplementasikan melalui penyesuaian pricing
yang ditetapkan cukup kompetitif untuk menarik pasokan lelang operasi pasar terbuka (OPT) dan perpanjangan
valas terutama dari aliran masuk modal asing. Kombinasi tenor instrumen OM. Penyesuaian pricing lelang OPT
tersebut diharapkan dapat mengurangi tekanan depresiasi diwujudkan melalui perubahan mekanisme lelang OPT
rupiah yang berlebihan, sejalan dengan meningkatnya dari variable rate tender ke fixed rate tender. Sementara
ketidakpastian pasar keuangan global. Kebijakan suku itu, perpanjangan tenor instrumen OM dilakukan
bunga yang diambil terbukti mampu menjaga stabilitas melalui penerbitan instrumen OM baru dengan tenor
makroekonomi dengan baik, tercermin pada tercapainya lebih panjang, yakni Reverse Repo SBN (RR SBN) tenor 2
inflasi pada kisaran target inflasi tahun 2015 sebesar 41%, minggu, SDBI tenor 3 bulan sampai dengan 6 bulan, dan
penurunan defisit transaksi berjalan menjadi sekitar 2% penerbitan kembali SBI tenor 9 sampai dengan 12 bulan.
dari PDB, dan penguatan rupiah pada triwulan IV 2015. Di sisi penguatan OM valas, Bank Indonesia melakukan
penyesuaian pricing, perpanjangan tenor instrumen
Kebijakan nilai tukar difokuskan untuk menjaga stabilitas OM valas sampai dengan 3 bulan, optimalisasi FX Swap,
nilai tukar yang konsisten dengan fundamentalnya. penerbitan ketentuan transaksi lelang forward oleh Bank
Meningkatnya faktor risiko, baik dari eksternal maupun Indonesia, dan penerbitan Surat Berharga Bank Indonesia
domestik, yang diikuti pemburukan sentimen pasar (SBBI) valas. Keberhasilan dari konsistensi penguatan
memicu tekanan depresiasi rupiah yang signifikan terutama operasi moneter yang ditempuh Bank Indonesia sepanjang
pada triwulan II dan III 2015. Peningkatan depresiasi rupiah tahun 2015 tercermin pada durasi operasi moneter yang
tersebut mendorong kenaikan ekspektasi depresiasi, meningkat dan stabilitas rupiah yang terjaga.

Tinjauan
LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015
Umum
xxxi
Upaya stabilisasi rupiah juga ditopang oleh kebijakan Kondisi makroekonomi yang semakin stabil sejak triwulan
pengelolaan lalu lintas devisa yang diarahkan pada IV 2015 membuka peluang pelonggaran kebijakan moneter
penguatan pengelolaan permintaan dan penawaran melalui penurunan GWM Primer dalam rupiah. Di satu sisi,
valas domestik. Karakteristik pasar valas domestik pelonggaran kebijakan moneter yang terukur masih sesuai
yang cenderung net demand diperberat oleh turunnya dengan perkembangan inflasi yang terus menurun ke
penawaran valas pada tahun 2015 akibat dari belum arah kisaran targetnya. Di sisi lain, pelonggaran kebijakan
pulihnya ekspor dan penurunan konversi Devisa Hasil moneter akan dapat menahan pemburukan pertumbuhan
Ekspor (DHE). Kondisi tersebut menyebabkan rupiah ekonomi domestik lebih lanjut yang berpotensi
semakin rentan terhadap guncangan dari eksternal. meningkatkan risiko dan instabilitas makroekonomi
Dalam konteks ini, Bank Indonesia menempuh berbagai Indonesia. Meski ruang pelonggaran kebijakan moneter
kebijakan yang ditujukan terutama untuk memperkuat menjadi terbuka, masih tingginya risiko nilai tukar
penawaran valas dan informasi lalu lintas devisa (LLD). terkait kemungkinan kenaikan FFR mengharuskan Bank
Di sisi pasokan valas, Bank Indonesia memperpendek Indonesia untuk berhati-hati dalam memilih instrumen
minimum holding period (MHP) SBI 1 bulan menjadi 1 pelonggaran kebijakan moneter. Bank Indonesia
minggu untuk mendorong peningkatan pasokan valas memandang bahwa ruang pelonggaran kebijakan moneter
dari nonresiden. Perpendekan MHP akan meningkatkan dapat dimanfaatkan dengan menggunakan instrumen
fleksibilitas bagi investor SBI sehingga diharapkan dapat kebijakan selain suku bunga kebijakan. Dengan berbagai
meningkatkan minat nonresiden untuk menanamkan pertimbangan tersebut, Bank Indonesia bulan November
modal asing di Indonesia. Terkait dengan DHE, Pemerintah 2015 menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) Primer
berkoordinasi dengan Bank Indonesia memberikan insentif Rupiah sebesar 0,5% menjadi 7,50% berlaku efektif sejak 1
pengurangan pajak bunga deposito secara progresif Desember 2015. Pelonggaran GWM ini diharapkan dapat
kepada eksportir yang menyimpan DHE di perbankan meningkatkan kapasitas pembiayaan perbankan untuk
Indonesia atau mengkoversikannya ke dalam rupiah. mendukung kegiatan ekonomi yang mulai meningkat sejak
Dengan kebijakan ini, tingkat imbal hasil deposito di triwulanIII2015.
Indonesia menjadi cukup kompetitif, yang diharapkan
akan mendorong aliran masuk modal residen, yang selama Bank Indonesia menyinergikan kebijakan stabilisasi
ini ditempatkan di luar negeri. Di sisi informasi lalu lintas makroekonomi dengan relaksasi kebijakan
devisa, Bank Indonesia melakukan penguatan informasi makroprudensial untuk menciptakan momentum
pada laporan LLD, yang antara lain mewajibkan pelaku LLD positif pertumbuhan ekonomi dan menjaga stabilitas
melaporkan penggunaan devisa yang dilengkapi dengan sistem keuangan. Sebagai langkah antisipatif prospek
dokumen tertentu jika transaksi yang dilakukan melebihi pertumbuhan ekonomi yang melambat, Bank
nilaitertentu. Indonesia pada akhir tahun 2014 mendesain kebijakan
makroprudesial yang lebih akomodatif untuk tahun 2015.
Di samping itu, Bank Indonesia juga terus memperkuat Desain kebijakan makroprudensial yang akomodatif
resiliensi perekonomian domestik dengan memperkuat tersebut diimplementasikan dengan melakukan
second line of defense cadangan devisa melalui kerja sama pelonggaran ketentuan Loan/Financing to Value Ratio (LTV/
dengan bank sentral lain. Berbagai episode turbulensi FTV) untuk kredit atau pembiayaan properti dan uang muka
nilai tukar menunjukkan perlunya upaya untuk terus untuk kredit atau pembiayaan kendaraan bermotor. Bank
memperkuat cadangan devisa, meski rata-rata sepanjang Indonesia juga mendorong penerbitan surat-surat berharga
tahun 2015 berada di atas batas aman. Dalam kaitan ini, oleh bank yang diperhitungkan dalam perhitungan Loan to
Bank Indonesia bersama Gubernur Bank Sentral ASEAN Funding Ratio (LFR) menggantikan Loan to Deposit Ratio
pada tahun 2015 telah memperpanjang perjanjian (LDR). Relaksasi kebijakan makroprudensial ini diharapkan
ASEAN Swap Arrangement (ASA) senilai 2 miliar dolar dapat menambah kapasitas pembiayaan perbankan dalam
AS. ASA dapat digunakan untuk membantu pemenuhan menopang pertumbuhan ekonomi. Di samping itu, Bank
kebutuhan likuiditas jangka pendek bagi negara anggota Indonesia menerbitkan mekanisme insentif UMKM yang
yang mengalami tekanan neraca pembayaran. Di samping ditujukan untuk mendorong pemberian kredit UMKM
itu, Bank Indonesia juga menjalin kerja sama BCSA dengan dengan tetap menjaga prinsip-prinsip kehati-hatian. Upaya
Reserve Bank of Australia (RBA) senilai 10 miliar dolar Bank Indonesia mendorong sektor UMKM juga didukung
Australia untuk mendorong perdagangan bilateral dan oleh strategi Bank Indonesia dalam mengembangkan
menjamin penyelesaian transaksi perdagangan dalam mata UMKM melalui perluasan dan pendalaman infrastruktur
uang lokal kedua negara tersebut. Implementasi kerja sama keuangan serta peningkatan kapasitas UMKM. Dalam
bilateral currency akan dapat mengurangi ketergantungan konteks stabilitas sistem keuangan, Bank Indonesia bekerja
terhadap dolar AS sehingga mendukung stabilitas rupiah. sama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan

Tinjauan
xxxii Umum
LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015
pemeriksaan terhadap beberapa bank serta melakukan dan layanan kas dengan membuka kantor Bank Indonesia
stress test untuk mengkaji ketahanan modal dan likuiditas baru yang melakukan fungsi pengelolaan uang rupiah dan
bank terhadap depresiasi rupiah. menambah jumlah kas titipan di seluruh wilayah Indonesia.
Keempat, memperkuat komunikasi mengenai ciri keaslian
Di bidang sistem pembayaran, kebijakan Bank Indonesia uang rupiah secara berkelanjutan, baik melalui komunikasi
diarahkan pada penguatan infrastruktur sistem langsung kepada berbagai kelompok masyarakat
pembayaran serta perluasan penggunaan instrumen maupun melalui media elektronik. Kelima, meningkatkan
nontunai dalam rangka menjamin kelancaran sistem pencegahan dan penanggulangan pemberantasan uang
pembayaran. Menyikapi kecenderungan peningkatan palsu dengan memperkuat kerja sama dengan Kepolisian
kebutuhan transaksi melalui sistem pembayaran dan Negara Republik Indonesia dan Kejaksaan Agung. Kerja
perkembangan teknologi, Bank Indonesia secara konsisten sama tersebut didukung oleh penyediaan laboratorium
terus memperkuat infrastruktur sistem pembayaran baik uang rupiah yang diduga palsu dan penyediaan sistem
untuk nilai besar maupun retail. Penguatan infrastruktur informasi Bank Indonesia Counterfeit Analysis Center (BI-
ini ditujukan untuk mewujudkan sistem pembayaran yang CAC) yang andal.
aman, andal, dan efisien. Di sisi sistem pembayaran nilai
besar, pada tahun 2015 Bank Indonesia meluncurkan Untuk memperkuat efektivitas bauran kebijakan, Bank
penggunaan BI-RTGS generasi II, BI-SSSS, dan BI-ETP, Indonesia terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah
yang memungkinkan penyelesaian transaksi yang lebih dan pemangku kebijakan lainnya di berbagai aspek
cepat dan aman. Di sisi sistem pembayaran retail, Bank perekonomian. Penguatan koordinasi ditempuh dalam
Indonesia juga mulai mengimplementasikan SKNBI rangka pengelolaan stabilitas makroekonomi, mendorong
generasi II yang mampu memproses transaksi yang lebih momentum pertumbuhan ekonomi, dan mempercepat
cepat dan memperkuat perlindungan terhadap konsumen. implementasi reformasi struktural. Dalam konteks
Terkait dengan pengembangan instrumen nontunai, mengawal stabilitas ekonomi, koordinasi Bank Indonesia
Bank Indonesia melanjutkan inisiasi pengembangan dan Pemerintah terus diperkuat untuk meningkatkan
National Payment Gateway (NPG), yang akan menjadi efektivitas pengendalian inflasi melalui penguatan peran
penghubung berbagai penyelenggara ritel elektronis yang Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) dan Tim
ada di Indonesia sehingga menjadi lebih efisien. Berbagai Pengendalian Inflasi Daerah (TPID). Upaya pengelolaan
kebijakan tersebut juga didukung oleh upaya peningkatan inflasi secara lebih struktural diwujudkan oleh Bank
literasi keuangan melalui program Layanan Keuangan Indonesia dan Pemerintah dengan menyusun Roadmap
Digital (LKD) dan penyusunan roadmap elektronifikasi Pengendalian Inflasi 2015-2018. Roadmap ini mencakup
untuk mendukung keberhasilan Gerakan Nasional Non identifikasi pemetaan permasalahan inflasi, rekomendasi
Tunai (GNNT). Sebagai bagian dari bauran kebijakan Bank pengendalian inflasi jangka menengah dan panjang, serta
Indonesia untuk menjaga stabilitas rupiah, Bank Indonesia penegasan peran dari Bank Indonesia, Pemerintah Pusat,
mengimplementasikan kewajiban penggunaan rupiah dan Pemerintah Daerah. Roadmap Pengendalian Inflasi
di wilayah negara kesatuan Indonesia untuk mengelola ini diperkuat dengan adanya penegasan komitmen daerah
permintaan valas domestik. dalam menjaga stabilitas harga di daerah dan percepatan
pembangunan infrastruktur dan pewujudan kedaulatan
Di bidang pengelolaan ruang rupiah, Bank Indonesia pangan di daerah. Koordinasi yang kuat dengan Pemerintah
melakukan reformasi distribusi uang dan layanan kas guna juga ditempuh dalam menghadapi tekanan depresiasi
memenuhi kebutuhan uang rupiah untuk mendukung rupiah yang berlebihan akibat meningkatnya ketidakpastian
kelancaran transaksi ekonomi di seluruh wilayah Indonesia. pasar keuangan global. Hasil dari koordinasi tersebut
Untuk itu, Bank Indonesia menempuh lima kebijakan diwujudkan dalam paket kebijakan ekonomi I dan II yang
pengelolaan uang rupiah guna menjamin tersedianya uang antara lain mengatur penguatan pengelolaan permintaan
rupiah dalam jumlah yang cukup, berkualitas, pecahan dan penawaran valas dan pemberian insentif untuk
yang sesuai, dan tepat waktu. Kebijakan pertama adalah mendorong DHE. Selain itu, Bank Indonesia juga bekerja
menjaga kecukupan kas di seluruh kantor Bank Indonesia sama dengan Pemerintah, Otoritas Jasa Keuangan (OJK),
dengan menjaga Iron Stock Nasional (ISN) sebesar 20% dari dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam menyusun
jumlah uang yang diedarkan serta menjaga kas minimum Rancangan Undang-Undang Jaring Pengaman Sistem
sebesar 1,5 bulan penarikan bank (outflow). Kedua, Keuangan (RUU-JPSK) yang akan menjadi payung hukum
meningkatkan kualitas uang rupiah melalui clean money utama pencegahan dan penanganan krisis. Di bidang sistem
policy dengan menaikkan standar tingkat kelusuhan uang pembayaran, Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi
yang dibarengi dan pemusnahan uang tidak layak edar yang dengan kementerian dan berbagai lembaga terkait untuk
lebih besar. Ketiga, mereformasi jaringan distribusi uang mendukung penyelenggaraan dan pengembangan sistem

Tinjauan
LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015
Umum
xxxiii
pembayaran serta pengelolaan uang rupiah yang lancar, mendorong perluasan kewirausahaan penerima KUR,
aman, dan andal. pembiayaan usaha kecil dan menengah, dan peningkatan
kesejahteraan pekerja. Guna mempercepat implementasi
Koordinasi Bank Indonesia dan Pemerintah untuk kebijakan reformasi struktural tersebut, Bank Indonesia
mendorong momentum pertumbuhan ekonomi juga bersama Pemerintah Pusat dan Daerah telah memadukan
diperkuat. Pada tataran nasional, Bank Indonesia visi pengembangan sektor-sektor unggulan melalui
menyinergikan kebijakan stimulus fiskal yang ditempuh berbagai forum koordinasi nasional. Selama tahun 2015,
Pemerintah dengan melakukan pelonggaran kebijakan forum koordinasi nasional difokuskan pada pengembangan
makroprudensial. Di samping itu, Bank Indonesia juga empat bidang unggulan yang menjadi prioritas utama, yakni
berperan aktif sebagai counterpart dari Komite Kebijakan kemaritiman, pangan, infrastruktur energi, serta industri
Kredit Usaha Rakyat (KUR), antara lain dengan mengajukan dan pariwisata.
rekomendasi penyusunan pedoman pelaksanaan dan
pencapaian target penyaluran KUR skema tahun 2015. Bank Bank Indonesia secara konsisten mendukung implementasi
Indonesia dan Pemerintah juga bekerja sama dalam rangka reformasi struktural yang ditempuh Pemerintah dengan
mengoptimalkan pengembangan usaha di sektor kelautan terus mendorong pendalaman pasar keuangan dan
dan perikanan, antara lain melalui peningkatan akses dan keuangan inklusif. Disamping untuk menciptakan
jangkauan keuangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah pasar keuangan yang mampu menyerap guncangan
(UMKM). Pada tataran daerah, kerja sama ditempuh untuk perekonomian yang muncul, pendalaman pasar keuangan
mendorong harmonisasi sektor-sektor unggulan yang telah juga ditujukan untuk mendukung efektivitas kebijakan
dipetakan ke dalam perencanaan pengembangan sektor moneter, stabilitas sistem keuangan, dan kemudahan akses
prioritas pemerintah. Dalam konteks tersebut, berdasarkan pembiayaan. Untuk itu, Bank Indonesia terus memperkuat
hasil asesmen growth diagnostic yang dilakukan, Bank upaya pendalaman pasar keuangan dengan memperluas
Indonesia merekomendasikan kepada Pemerintah Daerah cakupan pelaku pasar, memperbanyak variasi instrumen
tentang sektor-sektor tertentu yang mempunyai potensi pasar keuangan, dan mendorong terbentuknya harga
dan nilai tambah besar yang dapat dikembangkan untuk yang efisien. Dalam konteks ini, Bank Indonesia telah
mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. menerbitkan blueprint pendalaman pasar keuangan yang
mencakup lima strategi, yakni pengembangan instrumen
Koordinasi Bank Indonesia dan Pemerintah untuk dan basis investor, penguatan regulasi dan standarisasi,
mendorong reformasi struktural ditujukan pada upaya pengembangan infrastruktur, penguatan kelembagaan,
memperbaiki fundamental ekonomi Indonesia. Kebijakan serta edukasi dan sosialisasi yang efektif. Dengan strategi
reformasi struktural yang ditempuh difokuskan pada tersebut, blueprint pasar keuangan akan berfungsi sebagai
upaya mengatasi berbagai sendi permasalahan mendasar guidance bagi pengembangan pasar uang rupiah dan valas,
ekonomi Indonesia melalui penguatan infrastruktur, pasar keuangan syariah, dan pasar obligasi. Sementara itu,
peningkatan daya saing, pencapaian ketahanan pangan, untuk meningkatkan akses masyarakat terutama lapisan
energi, dan air, pembiayaan pembangunan yang bawah pada layanan jasa keuangan, Bank Indonesia terus
berkesinambungan, dan penguatan ekonomi inklusif. Di berperan aktif mendorong inisiatif keuangan influsif.
sisi Pemerintah, guna memperbaiki iklim investasi dan Kebijakan keuangan inklusif Bank Indonesia tersebut
mendorong percepatan pembangunan infrastruktur, difokuskan pada pengembangan inovasi berbasis teknologi
telah diterbitkan rangkaian paket kebijakan ekonomi jilid digital untuk meminimalkan hambatan masyarakat dalam
I VIII selama tahun 2015. Untuk mendukung pencapaian mengakses dan memanfaatkan layanan jasa keuangan,
ketahanan pangan, Pemerintah melakukan pengembangan sekaligus memberikan perlindungan pada masyarakat.
dan perbaikan infrastruktur pertanian, penguatan sisi
produksi dan pasca panen, dan penatausahaan pasar. Bauran kebijakan Bank Indonesia yang ditempuh secara
Untuk menopang ketahanan di bidang energi, Pemerintah konsisten dapat menjaga kinerja perekonomian Indonesia
melakukan pembenahan kebijakan energi berupa energi di tengah perkembangan global yang kurang kondusif. Hal
baru, terbarukan, dan konservasi energi, pengelolaan ini tercermin pada terkelolanya stabilitas makroekonomi
minyak dan gas bumi, pemenuhan ketenagalistrikan, dan sistem keuangan serta mulai bergulirnya momentum
serta melanjutkan upaya peningkatan nilai tambah pertumbuhan ekonomi. Semakin membaiknya stabilitas
produk tambang. Sementara itu, di bidang ketahanan air, makroekonomi tercermin pada tercapainya sasaran
Pemerintah mendorong penyediaan air untuk masyarakat inflasi 2015 sebesar 4+1%, menurunnya defisit transaksi
secara berkeadilan dan berkelanjutan. Melalui rangkaian berjalan menjadi sekitar 2% dari PDB, dan terkendalinya
paket kebijakan ekonomi di atas, pemerintah juga stabilitas rupiah sejak triwulan IV 2015. Di sisi stabilitas
terus memperkuat ekonomi inklusif antara lain dengan sistem keuangan, berbagai kebijakan yang diambil

Tinjauan
xxxiv Umum
LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015
mampu menjaga resiliensi sistem keuangan yang diterpa baik dari perkembangan ekonomi global maupun
guncangan baik dari eksternal maupun internal. Sementara domestik. Tantangan utama dari ekonomi global
itu, momentum perbaikan pertumbuhan ekonomi terus bersumber dari pertumbuhan ekonomi global yang masih
bergulir sejak pertengahan tahun 2015. belum cukup kuat. Pertumbuhan ekonomi negara-negara
maju dalam jangka pendek diprakirakan masih belum
kuat. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Tiongkok
Tantangan dan Arah Kebijakan ke Depan diprakirakan masih melambat sehingga berdampak negatif
bagi prospek pemulihan perekonomian Indonesia. Di satu
Dinamika perekonomian Indonesia selama tahun 2015 sisi, belum pulihnya perekonomian global tersebut akan
menyiratkan beberapa pelajaran berharga bagi upaya berdampak pada masih melemahnya harga komoditas
menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan global yang pada gilirannya menekan kinerja neraca
ke depan. Pelajaran pertama yang mengemuka ialah transaksi berjalan. Di sisi lain, belum kuatnya pertumbuhan
pentingnya kebijakan makroekonomi, baik fiskal ekonomi, terutama di negara maju, mengakibatkan
maupun moneter, yang disiplin dalam menjaga stabilitas menyempitnya divergensi kebijakan moneter antar negara
makroekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi maju. Kondisi tersebut akan mengurangi ketidakpastian
yang berkelanjutan. Perjalanan ekonomi tahun 2015 di pasar keuangan global dan berdampak positif pada
menunjukkan bahwa bauran kebijakan moneter bias neraca transaksi modal dan finansial. Meski demikian,
ketat dan kebijakan makroprudensial yang akomodatif, masih lemahnya perekonomian Tiongkok berpotensi
yang disertai kebijakan stimulus fiskal yang berhati-hati, menjadi sumber ketidakpastian di pasar keuangan global.
terbukti mampu mengawal stabilitas makroekonomi tanpa Masih rentannya kinerja eksternal Indonesia perlu tetap
mengorbankan pertumbuhan ekonomi secara berlebihan. diwaspadai, mengingat hal ini dapat menimbulkan
Kedua, di tengah melemahnya perekonomian global dan tekanan depresiasi rupiah yang signifikan dan mengganggu
meningkatnya ketidakpastian keuangan global, upaya stabilitas makroekonomi dan momentum pertumbuhan
mendorong momentum pertumbuhan ekonomi domestik ekonomi yang sedang bergulir.
menjadi sangat penting. Pertumbuhan ekonomi yang terus
melambat akan memicu berbagai risiko perekonomian, Pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
termasuk risiko nilai tukar, risiko korporasi, dan risiko berpotensi menjadi tantangan yang cukup berat apabila
perbankan, yang pada gilirannya dapat mengganggu tidak dipersiapkan dengan baik. Semakin terintegrasinya
stabilitas makroekonomi. Untuk itu, kebijakan pengelolaan perekonomian kawasan baik dari sisi perdagangan,
makroekonomi perlu diformulasikan secara berhati-hati keuangan, dan investasi menjadikan Asia sebagai salah
untuk mendorong momentum pertumbuhan ekonomi satu tujuan utama investasi sistem produksi global. Namun
tanpa mengorbankan stabilitas makrokonomi. Ketiga, demikian, berkurangnya hambatan arus perdagangan
bauran kebijakan seyogyanya diimplementasikan secara kawasan akan mendorong melimpahnya produk asing ke
tepat waktu untuk memaksimalkan efektifitasnya terhadap perekonomian domestik, yang berpotensi mengungguli
perekonomian domestik. Oleh karena itu, konsistensi produk domestik terutama yang tidak berdaya saing tinggi.
perencanaan dengan waktu implementasi kebijakan Hal yang serupa juga dapat terjadi di sektor jasa yang
merupakan elemen kunci bagi bagi terjaganya kinerja menjadi sangat kompetif seiring dengan pemberlakuan
perekonomian dalam menghadapi tantangan global. MEA. Oleh karena itu, kesiapan pelaku ekonomi domestik
Keempat, kompleksitas permasalahan ekonomi yang perlu diperkuat untuk dapat memetik manfaat dari
dihadapi mengisyaratkan perlunya sinergi kebijakan yang implementasi MEA. Dalam konteks ini, posisi Indonesia
kuat antar pemangku kebijakan, baik Bank Indonesia, yang relatif tertinggal dalam rantai nilai global dibanding
Pemerintah Pusat dan Daerah, serta otoritas yang lain. negara kawasan harus diperbaiki, sehingga Indonesia tidak
Pelajaran terakhir, dinamika perekonomian global yang hanya menjadi pasar bagi produk dan jasa dari negara-
sarat dengan ketidakpastian mengingatkan pada pentingnya negara kawasan lainnya.
percepatan reformasi struktural dalam memperkuat fondasi
perekonomian dan diversifikasi ekonomi agar perekonomian Di sisi domestik, perekonomian Indonesia ke depan
menjadi resilien dan dapat tumbuh secara berkelanjutan. juga masih dihadapkan dengan berbagai tantangan
permasalahan struktural domestik yang belum
terselesaikan secara menyeluruh. Tantangan struktural
Tantangan Perekonomian ke Depan yang menjadi prioritas untuk dibenahi terdiri dari
empat pilar fundamental ekonomi yaitu: i) Ketahanan
Perekonomian Indonesia ke depan masih akan dihadapkan pangan, energi, dan air; ii) Daya saing industri, maritim,
pada tantangan yang cukup berat dan semakin kompleks, dan pariwisata; iii) Pembiayaan pembangunan yang

Tinjauan
LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015
Umum
xxxv
berkesinambungan; dan iv) Ekonomi inklusif. Ketahanan dan sistem keuangan. Selanjutnya, perlu diupayakan
pangan relatif masih rendah, terutama dilihat dari diversifikasi perekonomian agar ekonomi Indonesia lebih
sisi produktivitas pertanian dan diversifikasi pangan kuat dan mampu tumbuh secara berkelanjutan.
yang terbatas. Ketahanan energi masih cukup rentan,
meskipun Indonesia memiliki potensi sumber daya Arah Kebijakan ke Depan
energi yang besar. Ketahanan air juga masih belum
kuat untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, produksi Berkaca pada pengalaman tahun 2015 serta
pangan, dan sumber energi dengan baik. Sementara mempertimbangkan risiko dan permasalahan
itu, meski potensi sektor maritim cukup kuat, sektor perekonomian yang ada, bauran kebijakan makroekonomi
ini masih menghadapi tantangan kedaulatan wilayah, tahun 2016 perlu difokuskan untuk mengawal stabilitas
optimalisasi pengelolaan SDA, dan konektivitas. Berbeda makroekonomi dan sistem keuangan serta menjaga
dengan sektor maritim, daya saing sektor industri masih momentum pertumbuhan ekonomi yang sedang bergulir.
lemah, disebabkan oleh teknologi yang terbatas dan Di sisi Bank Indonesia, bauran kebijakan akan diarahkan
ketergantungan industri domestik pada sumber daya alam. untuk tetap menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem
Sektor pariwisata menghadapi kendala yaitu kurangnya keuangan serta memanfaatkan ruang pelonggaran
dukungan infrastruktur konektivitas terhadap akses ke kebijakan moneter dan makroprudensial secara berhati-
lokasi obyek wisata. Permasalahan pembiayaan terkait hati. Di sisi Pemerintah, kebijakan diarahkan untuk tetap
dengan masih terbatasnya daya dukung pembiayaan memperkuat momentum pertumbuhan ekonomi yang
jangka panjang dari sektor keuangan formal dan masih sedang berjalan. Dalam konteks ini, upaya mendorong
kurangnya dukungan Foreign Direct Investment (FDI). permintaan domestik yang sesuai dengan kapasitas
Dari sisi ekonomi inklusif, perekonomian Indonesia masih perekonomian menjadi sangat penting mengingat kondisi
dihadapkan pada kondisi ketimpangan pembangunan yang perekonomian global yang belum cukup kuat. Upaya
tinggi dan ketidakmerataan masyarakat dalam menikmati peningkatan permintaan domestik yang sesuai dengan
akses dan hasil pertumbuhan ekonomi. Empat tantangan kapasitas perekonomian juga merupakan kunci bagi tetap
struktural tersebut tidak terlepas dari tantangan untuk terpeliharanya stabilitas makroekonomi yang tercermin
memperkuat modal dasar pembangunan, terutama pada tercapainya sasaran inflasi yang ditetapkan,
infrastruktur, sumber daya manusia, iklim usaha, dan terkelolanya defisit transaksi berjalan, dan terpeliharanya
IPTEK. Pendekatan growth diagnostic menunjukkan stabilitas sistem keuangan. Di samping itu, Pemerintah
bahwa hambatan utama dalam perekonomian Indonesia dan Bank Indonesia akan terus mempercepat reformasi
terutama bersumber pada terbatasnya infrastruktur struktural agar segera tercipta fondasi perekonomian
listrik, permasalahan konektivitas, dan rendahnya kualitas yang kokoh guna menopang pertumbuhan ekonomi
sumber dayamanusia. yangberkelanjutan.

Kombinasi dari permasalahan global, regional, Bank Indonesia akan terus memperkuat bauran kebijakan
dan permasalahan struktural domestik yang ada moneter, kebijakan makroprudensial, serta kebijakan
menimbulkan tantangan yang kompleks bagi pengelolaan sistem pembayaran dan pengelolaan uang rupiah untuk
makroekonomi. Perlambatan ekonomi dunia, terutama menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan
Tiongkok, yang mendorong penurunan harga komoditas serta memanfaatkan ruang pelonggaran kebijakan
lebih lanjut berpotensi menekan kinerja ekspor Indonesia. moneter dan makroprudensial secara berhati-hati. Di
Stuktur perekonomian Indonesia yang tergantung pada sisi moneter, Bank Indonesia (BI) secara berhati-hati
komoditas serta kandungan impor pada ekspor Indonesia mengarahkan kebijakan suku bunga, Giro Wajib Minimum
yang tinggi akan semakin memperberat tekanan pada (GWM), dan nilai tukar untuk menjaga inflasi agar sesuai
pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan. Risiko dengan sasarannya, mengelola defisit transaksi berjalan
tertekannya pertumbuhan ekonomi ke depan juga muncul di tingkat yang sehat, dan mendukung momentum
dari meningkatnya risiko likuiditas sejalan dengan mulai pertumbuhan ekonomi yang telah tercipta. Dalam
membaiknya pertumbuhan kredit. Di samping itu, risiko kerangka ini, stance kebijakan suku bunga ditujukan untuk
semakin terbatasnya ruang fiskal dalam mendorong mengelola ekspektasi inflasi dan permintaan domestik,
belanja modal juga patut diwaspadai mengingat perannya serta mendukung stabilitas nilai tukar rupiah sesuai
yang vital dalam proses pemulihan perekonomian. Oleh dengan fundamentalnya. Kebijakan GWM diarahkan untuk
karena itu, risiko perlambatan pertumbuhan ekonomi lebih mendukung kecukupan likuiditas yang sesuai dengan
lanjut perlu dikelola dengan baik agar tidak memicu risiko- kebutuhan perekonomian dengan tetap memperhatikan
risiko lain yang dapat semakin menekan pertumbuhan stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Sementara
ekonomi dan mengganggu stabilitas makroekonomi itu, kebijakan nilai tukar tetap difokuskan untuk

Tinjauan
xxxvi Umum
LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015
menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai dengan nilai berkelanjutan, ekonomi yang inklusif, penguatan sumber
fundamental. Untuk memperkuat efektivitas kebijakan daya manusia, serta penguasaan IPTEK. Dari sisi pangan,
moneter, BI akan melakukan penguatan operasi moneter kebijakan perlu diarahkan untuk menjawab tantangan
baik rupiah maupun valas. Berbagai kebijakan tersebut relatif rendahnya produktivitas antara lain melalui
didukung dengan pengelolaan lalu lintas devisa yang perbaikan dan pembangunan infrastruktur pertanian,
berhati-hati dan penguatan jaring pengaman keuangan pemulihan kesuburan lahan, serta pengembangan bank
internasional untuk meningkatkan resiliensi perekonomian pertanian dan UMKM. Dari sisi energi, kebijakan perlu
domestik. Di sisi kebijakan makroprudensial, BI akan diarahkan pada upaya peningkatan produksi dan efisiensi
melanjutkan kebijakan makroprudensial yang akomodatif dengan fokus pada empat prioritas kebijakan energi.
dan berhati-hati guna mendorong fungsi intermediasi Keempat prioritas kebijakan tersebut meliputi peningkatan
perbankan dan mendukung terjaganya stabilitas sistem produksi dan cadangan energi primer, peningkatan bauran
keuangan. Di sisi sistem pembayaran, kebijakan BI tetap energi, peningkatan aksesibilitas dan efisiensi penggunaan
diarahkan untuk memperkuat sistem pembayaran energi dan listrik, serta pengelolaan subsidi BBM yang
agar semakin aman, lancar, dan efisien. Penguatan lebih transparan dan tepat sasaran. Sementara dari sisi
sistem pembayaran akan ditopang oleh kebijakan BI di pengelolaan air, kebijakan pemerintah untuk memenuhi
bidang pengelolaan uang rupiah yang fokus pada upaya kebutuhan air untuk konsumsi, produksi pangan, dan
pemenuhan kebutuhan uang tunai yang berkualitas secara sumber energi perlu dipadukan dengan konservasi
tepat waktu dan dengan jumlah dan pecahan yang sesuai sumber daya air antara lain melalui pembangunan waduk,
di seluruh wilayah Indonesia. peningkatan akses air minum dan sanitasi, pengembangan
infrastruktur konservasi air, perlindungan sumber air alami,
Bauran kebijakan Bank Indonesia tahun 2016 juga serta pengembangan dan rehabilitasi jaringan irigasi.
disinergikan dengan kebijakan fiskal yang diharapkan akan Terkait industri, penyusunan kebijakan diarahkan pada
meningkatkan efektivitas pengelolaan makroekonomi upaya peningkatan daya saing, produktivitas, dan muatan
secara keseluruhan. Koordinasi dengan Pemerintah akan teknologi. Untuk itu, fokus kebijakan ditujukan pada upaya
difokuskan pada upaya menjaga stabilitas makroekonomi, mengembangkan perwilayahan industri di luar jawa,
melalui pengelolaan inflasi terutama volatile food dan mendorong peningkatan populasi industri, memperkuat
defisit transaksi berjalan yang sehat, stabilitas sistem integrasi dalam rantai nilai dunia, serta mendorong
keuangan yang kuat, dan sistem pembayaran dan peningkatan daya saing dan produktivitas. Pada sektor
pengelolaan uang rupiah yang andal, aman, dan lancar. maritim, arah kebijakan ditujukan pada penguatan
Dalam rangka mendorong momentum pertumbuhan kedaulatan wilayah, pengelolaan SDA, konektivitas,
ekonomi, pelonggaran kebijakan moneter dan kebijakan dan pengembangan ekonomi maritim dan kelautan.
makroprudensial yang akomodatif secara berhati-hati Sementara itu, kebijakan di sektor pariwisata diarahkan
akan disinergikan dengan stimulus fiskal yang ditempuh pada penguatan infrastruktur dan fasilitas wisata serta
Pemerintah. Di samping itu, Bank Indonesia akan kapasitas SDM. Perlunya dukungan pembiayaan yang
memperkuat peran Koordinasi Kebijakan Ekonomi dan berkesinambungan perlu direspons dengan kebijakan
Keuangan Daerah (KEKDA) sebagai forum koordinasi yang mengarah pada peningkatan sumber dana berbasis
untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. jangka panjang yang bersumber baik dari domestik
Terkait kebijakan fiskal, Pemerintah diharapkan akan maupun luar negeri. Dalam kaitan tersebut, BI terus
terus mendorong stimulus fiskal untuk mempercepat mengupayakan pendalaman pasar keuangan, antara
momentum pemulihan ekonomi dengan tetap memelihara lain dengan mendorong penggunaan General Master
defisit APBN pada level yang aman dan berkesinambungan. Repurchase Agreement (GMRA) dan melanjutkan
Bauran kebijakan yang terukur pada berbagai level pengembangan instrumen pasar uang rupiah dan valas.
tersebut diharapkan mampu menjawab permasalahan Terkait ekonomi inklusif, kebijakan perlu diarahkan pada
ekonomi jangka pendek, yakni mempercepat guliran pemerataan pembangunan dan akses keuangan. Dalam
momentum pertumbuhan ekonomi domestik sambil tetap konteks ini, Bank Indonesia mendorong keuangan inklusif
menjaga stabilitas makroekonomi. melalui perluasan transaksi nontunai yang didukung
oleh infrastruktur pembayaran yang terintegrasi melalui
Asesmen atas berbagai paket kebijakan yang telah National Payment Gateway (NPG).
ditempuh Pemerintah dan pemetaan permasalahan
struktural domestik mengindikasikan perlunya penguatan Penguatan empat pilar kebijakan struktural tersebut
kebijakan terutama pada upaya pencapaian ketahanan didukung oleh berbagai kebijakan penguatan modal dasar
pangan, energi, dan air, peningkatan daya saing maritim pembangunan yang meliputi infrastruktur, iklim usaha,
dan pariwisata, pembiayaan jangka panjang yang sumber daya manusia, dan IPTEK. Terkait penguatan

Tinjauan
LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015
Umum
xxxvii
infrastruktur, Pemerintah telah menetapkan tahun 2016 pemanfaatan ruang pelonggaraan kebijakan moneter
sebagai tahun percepatan pembangunan infrastruktur dan makroprudensial secara berhati-hati dengan tetap
untuk meletakkan fondasi pembangunan yang berkualitas. menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.
Dalam kaitan tersebut, Pemerintah telah menyusun Perbaikan permintaan domestik tersebut juga ditopang
225 Proyek Strategis Nasional dan 30 Proyek Prioritas oleh konsumsi rumah tangga yang mulai membaik.
sebagai fokus pembangunan infrastruktur berdasarkan Sementara itu, kontribusi sektor eksternal masih akan
RPJMN 2014-2019. Pemerintah juga akan memperkuat terbatas sejalan dengan belum solidnya pertumbuhan
konektivitas nasional dan konektivitas digital, antara ekonomi global terutama Tiongkok. Inflasi tahun 2016
lain melalui penetapan lokasi 24 pelabuhan strategis diprakirakan masih terkendali sesuai dengan kisaran
dan pembangunan jalan tol, serta membangun tulang sasarannya sebesar 4+1% ditopang oleh terkelolanya
punggung serat optik nasional di berbagai wilayah. Terkait ekspektasi inflasi, koordinasi yang kuat antara Bank
dengan iklim usaha, Pemerintah akan terus melakukan Indonesia dengan Pemerintah, serta penurunan harga
pembenahan dan penyederhanaan perizinan, perbaikan komoditas internasional termasuk minyak. Perbaikan
pelayanan dengan menambah jumlah dan kualitas pertumbuhan ekonomi domestik yang ditopang oleh
Program Terpadu Satu Pintu (PTSP), penegakan hukum proyek infrastruktur serta masih terbatasnya perbaikan
dan kepastian usaha melalui harmonisasi peraturan pusat kinerja ekspor akan mendorong sedikit peningkatan
dan daerah, insentif pajak, serta fasilitasi kawasan industri. defisit transaksi berjalan. Namun, defisit transaksi
Terkait dengan IPTEK, Pemerintah akan mendorong berjalan 2016 masih akan tetap dalam batas aman di
penggunaan IPTEK untuk memperkuat daya saing sektor bawah 3% dari PDB serta mempunyai struktur yang lebih
produksi dan jasa, pengelolaan sumber daya alam, sehat. Dengan berbagai perkembangan tersebut, kredit
sosial kemasyarakatan, SDM, sarana dan prasarana, diperkirakan tumbuh lebih tinggi dari tahun sebelumnya
kelembagaan, jaringan, serta pembangunan taman menjadi 12-14% pada tahun 2016 sementara dana pihak
sains dan taman tekno. Terkait SDM, Bank Indonesia ketiga tumbuh 13-15% pada tahun yang sama.
memandang perlunya peningkatan kualitas SDM untuk
meningkatkan daya tarik Indonesia sebagai lokasi investasi Dalam jangka menengah, pertumbuhan ekonomi
dengan tujuan ekspor, guna memanfaatkan integrasi dalam domestik diprakirakan terus meningkat sejalan dengan
rantai nilai global dan mendiversifikasi perekonomian komitmen untuk mempercepat pelaksanaan reformasi
Indonesia. Bank Indonesia juga memandang bahwa struktural secara konsisten dan tersinergi antar sektor
berbagai kebijakan pemerintah dalam memperkuat serta bauran kebijakan yang baik antara Bank Indonesia,
modal dasar pembangunan tersebut sangat penting Pemerintah, dan pemangku kebijakan yang lain.
untuk meningkatkan efisiensi perekonomian. Untuk turut Perkiraan ini didukung oleh semakin solidnya perbaikan
meningkatkan efisiensi perekonomian, Bank Indonesia ekonomi global ke depan dan mulai berdampaknya
akan mengakselerasi pengembangan infrastruktur berbagai kebijakan reformasi struktural yang secara
sistem pembayaran nasional yang lebih efisien melalui konsisten ditempuh oleh Pemerintah, Bank Indonesia
perluasan elektronifikasi sistem pembayaran dan dan otoritas terkait yang lain. Dengan kondisi tersebut,
peningkatan keandalan infrastruktur sistem pembayaran perekonomian Indonesia pada tahun 2020 akan dapat
ritelelektronik. tumbuh tinggi pada kisaran 6,3-6,8%. Di samping
tumbuh lebih tinggi, pertumbuhan ekonomi juga akan
lebih inklusif dan disertai dengan struktur yang lebih
Prospek Ekonomi Jangka Pendek dan Menengah sehat. Konsumsi rumah tangga akan tumbuh stabil
seiring dengan bertambahnya porsi masyarakat kelas
Dengan semakin terjaganya stabilitas perekonomian, menengah dan perluasan perlindungan sosial. Peran
berlanjutnya kebijakan stimulus fiskal, dan implementasi swasta dalam investasi akan terus meningkat ditopang
kebijakan reformasi struktural yang konsisten, oleh pembangunan proyek-proyek infrastruktur yang
perekonomian Indonesia ke depan diperkirakan akan terus berlanjut, iklim usaha yang membaik, serta
membaik. Perekonomian Indonesia pada tahun 2016 reformasi birokrasi yang lebih efisien. Di samping itu,
diprakirakan akan tumbuh pada kisaran 5,2-5,6%. kualitas pengeluaran pemerintah akan terus meningkat,
Pertumbuhan ekonomi domestik jangka pendek yang tercermin pada naiknya porsi belanja modal sejalan
tersebut diprakirakan masih akan bersumber dari dengan penurunan porsi pengeluaran pemerintah
permintaan domestik terutama realisasi proyek-proyek untuk subsidi. Di sisi eksternal, kinerja NPI dalam jangka
infrastruktur pemerintah. Sementara itu, investasi swasta menengah akan membaik dengan defisit transaksi
diharapkan akan meningkat seiring dengan dampak berjalan yang tetap terkendali pada tingkat yang aman.
paket kebijakan pemerintah yang terus digulirkan dan Hal ini ditopang oleh meningkatnya pertumbuhan

Tinjauan
xxxviii Umum
LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015
ekonomi global, membaiknya harga komoditas, dan implementasi reformasi struktural. Namun demikian,
menguatnya daya saing produk ekspor Indonesia. Di sisi kompleksitas permasalahan struktural perekonomian
inflasi, peningkatan kapasitas perekonomian domestik, domestik mengisyaratkan terdapatnya berbagai kendala
sebagai dampak dari konsistensi reformasi struktural yang berpotensi menghambat implementasi reformasi
yang ditempuh, dan konsistensi Bank Indonesia dalam struktural. Apabila hal ini terjadi, terkendalanya reformasi
mengawal stabilitas makroekonomi akan dapat mengelola struktural akan berdampak pada tidak maksimalnya
inflasi untuk tetap berada dalam kisaran sasaran 3,5+1% realisasi proyek-proyek infrastruktur yang menjadi tulang
dalam jangka menengah. punggung bagi pemecahan berbagai permasalahan di
sisi penawaran. Kondisi ini dapat menghambat upaya
Konsistensi implementasi reformasi struktural merupakan peningkatan kapasitas perekonomian dan produktivitas
kunci bagi tercapainya prospek perekonomian domestik yang tidak hanya berdampak pada pertumbuhan ekonomi
jangka menengah tersebut. Proyeksi jangka menengah yang lebih rendah namun juga tekanan inflasi dari sisi
yang meningkat yang disertai kualitas pertumbuhan permintaan dan defisit transaksi berjalan yang lebih
ekonomi yang lebih baik hanya dimungkinkan jika tinggi. Untuk itu, upaya untuk mengawal implementasi
implementasi reformasi struktural berjalan optimal. reformasi struktural melalui sinergi pengelolaan
Hal ini mengingat bahwa dua faktor penting dalam makroekonomi yang komprehensif harus terus diperkuat
pertumbuhan ekonomi jangka menengah, yakni agar perekonomian Indonesia dapat melaju dengan
pembangunan infrastruktur dan keterlibatan yang lebih cepat, berkelanjutan, inklusif, dan mendukung terjaganya
dari sektor swasta, sangat tergantung dari konsistensi stabilitas perekonomian secara menyeluruh.

Tinjauan
LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015
Umum
xxxix
Boks Akuntabilitas Pencapaian Sasaran Inflasi 2015

Inflasi IHK tahun 2015 terkendali dan berada dalam Grafik TU Boks no. 3
Grafik 2. Dekomposisi Sumbangan Inflasi 2008 - 2015
kisaran sasaran inflasi (41%). Inflasi 2015 tercatat
sebesar 3,35% (yoy), lebih rendah dari inflasi tahun Persen, yoy
sebelumnya (8,36%, yoy) (Grafik 1). Semua komponen 10
inflasi, yaitu kelompok inti, kelompok volatile food 8,38 8,36
8
(VF), dan kelompok administered prices (AP) tercatat 6,96

rendah (Grafik 2). Rendahnya inflasi inti tidak terlepas 6


4,30
dari peran kebijakan Bank Indonesia dalam menjaga 3,79
3,35
4 2,78
stabilitas nilai tukar, mengarahkan ekspektasi inflasi,
dan mengelola permintaan domestik. Inflasi VF yang 2

dapat dijaga di bawah 5%, di tengah terjadinya gejala El 0


Nino, merupakan hasil upaya serius Pemerintah dalam
mendorong peningkatan produksi, memperbaiki distribusi, -2
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
dan meminimalkan berbagai distorsi harga bahan pangan.
Sementara itu, rendahnya inflasi AP terutama disebabkan VF ADM Inti IHK

oleh menurunnya harga minyak dan gas global serta


Sumber: BPS
kebijakan Pemerintah melakukan reformasi subsidi energi.
Pasca reformasi energi, penentuan harga BBM, gas, dan
tarif listrik mengikuti perkembangan harga minyak, gas, tahun 2014 (4,93%, yoy). Pada awal tahun, inflasi inti
dan nilaitukar (Diagram 1). masih cukup tinggi, berkisar 5% (yoy), bersumber dari
dampak lanjutan kenaikan harga BBM tahun sebelumnya.
Inflasi inti cukup terkendali sepanjang 2015 seiring Ekspektasi inflasi yang tetap terkendali di tengah tekanan
lemahnya tekanan permintaan, minimalnya tekanan kenaikan harga akibat depresiasi nilai tukar rupiah, yang
cost push, serta terkendalinya ekspektasi inflasi. Inflasi mencapai puncaknya pada bulan September, berandil pada
inti tercatat sebesar 3,95% (yoy), lebih rendah dari terjaganya dinamika inflasi inti sepanjang 2015. Adapun

Grafik 1 Boks 6.1. Sasaran Inflasi


Grafik 1. Pencapaian Sasaran Inflasi

Persen, yoy
18 17,11

16 Shocks administered prices


(kenaikan BBM > 200%)

14
Shocks administered prices
(kenaikan BBM 28%, kelangkaan LPG)
12
11,06
Shocks administered prices
(kenaikan BBM 33%, & TTL 4%/trw)
10 & volatile food (gangguan iklim & regulasi)
Shocks volatile food 8,38 8,36 Shocks adminestered prices
(gangguan iklim) (BBM, LPG, TTL)
8
6,59 6,96
8,0

6
6,60 5,0
6,0 6,0 4,5 4,3
4,0
4 5,0 5,0
Shocks volatile food 4,5 4,5 4,5
(pasokan melimpah) Shocks volatile food 4,0 4,0
2,80 3,79 3,5
(pasokan melimpah) 3,35
2
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

Realisasi Inasi Sasaran Inasi

Tinjauan
xl Umum
LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015
Diagram
DiagramTU
1.Boks
no. 1
Inflasi 2015 dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi

Melimpahnya pasokan Upaya pengedalian harga


dalam negeri untuk pangan oleh pemerintah,
beberapa komoditas antara lain melalui
pangan akibat panen raya dukungan impor dan
diluar pola musimannya operasi pasar.

Cost Push Volatile Food Cost Push


Menurun Tajam
4,84% (yoy)

Tekanan Tekanan
Domestik Eksternal
Melemah Moderat Reformasi Subsidi Energi di Tengah
IHK Penurunan Harga Energi Dunia
Permintaan Harga 3,35% (yoy) Administered Prices
Domestik Komoditas Inti Melambat
Menurun Tajam BBM
Melambat Global 3,95% (yoy)
0,39% (yoy) Tarif Tenaga Listrik
Ekspektasi Menurun LPG 12 kg
Inasi Terjaga Nilai Tukar Cost Push
Terkendali

Inasi IHK 2015 menurun tajam dibandingkan tahun 2014

Kebijakan Pemerintah (Tingkat Pusat dan Daerah)


1. Program Upaya Peningkatan Khusus (Upsus) padi, jagung kedelai, daging sapi,
Kebijakan Bank Indonesia dan gula pasir
1. Memperkuat pengedalian inasi dan mendorong sektor riil dari sisi 2. Penguatan Cadangan Beras Pemerintah (CBP)
penawaran Koordinasi 3. Penyaluran Raskin 13 dan 14
2. Menjaga stabilitas nilai tukar rupiah Pengendalian Inasi 4. Deregulasi kebijakan impor pangan (daging sapi, hortikultura, jagung, kedelai)
3. Memperkuat pengelolaan likuiditas rupiah melalui Operasi Pasar Terbuka, dengan Pemerintah dalam Paket Kebijakan Pemerintah I 2015
guna mengalihkan likuiditas harian ke waktu /tenor lebih panjang dalam (Pusat dan Daerah) 5. Peraturan Presiden No. 71 th. 2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan
mendukung stabilitas nilai tukar rupiah dalam TPI / TPID Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting
4. Memperkuat pengelolaan penawaran dan permintaan valas 6. Paket Kebijakan Ekonomi I-V, khususnya terkait stabilitas harga antara lain:
5. Langkah-langkah lanjutan untuk pendalaman pasar uang gas industri dan solar
7. SE Menteri Perdagangan terkait tidak berlakunya Surat Persetujuan
Pemasukan (SPP) jagung untuk pakan ternak
8. Inpres No. 5 Tahun 2015 terkait Pernyesuaian HPP beras

pada akhir tahun, ditopang oleh stabilnya nilai tukar, domestik. Dalam situasi ini, para pelaku usaha cenderung
inflasi inti melambat. Perlambatan inflasi inti akhir tahun tidak mentransmisikan sepenuhnya pelemahan nilai tukar
merupakan refleksi belum kuatnya tekanan permintaan yang terjadi dengan mengurangi margin usahanya, agar
dan terbatasnya tekanan cost-push yang antara lain terlihat penurunan permintaan lebih lanjut dapat dihindari.
dari rendahnya realisasi inflasi kelompok AP dan VF.
Minimalnya tekanan inflasi AP disebabkan oleh
Dalam rangka mengendalikan inflasi, kebijakan moneter implementasi kebijakan harga Bahan Bakar Minyak (BBM)
cenderung ketat diimplementasikan Bank Indonesia. dan Tarif Tenaga Listrik (TTL) sesuai harga keekonomiannya
Hal ini tercermin dari kebijakan suku bunga BI Rate yang di tengah tren penurunan harga energi dunia.1 Realisasi
tetap sebesar 7,5% sejak akhir triwulan I 2015. Selain inflasi AP tercatat 0,39% (yoy), menurun tajam
itu, Bank Indonesia juga menempuh berbagai upaya dibandingkan tahun lalu (17,57%, yoy) dan lebih rendah
stabilisasi nilai tukar untuk menjaga ekspektasi inflasi. dibandingkan historis lima tahun terakhir (9,01%, yoy).
Upaya tersebut mampu menjaga ekspektasi inflasi pelaku
usaha sehingga tidak terlalu bergejolak. Ekspektasi inflasi
1 Pemerintah mengimplementasikan kebijakan reformasi subsidi
tetap terkendali di tengah depresiasi rupiah yang lebih energi sejak akhir tahun 2014, harga BBM dan TTL akan disesuaikan
besar dibandingkan tahun lalu. Terjaganya ekspektasi berdasarkan harga energi pembentuknya. Berdasarkan Permen
inflasi tercermin dari transmisi depresiasi nilai tukar ESDM No.4 Tahun 2015 yang diperbarui melalui Permen ESDM No.39
Tahun 2015, harga BBM antara lain didasarkan pada pergerakan
rupiah terhadap inflasi (exchange rate pass-through) yang harga minyak olahan dunia, nilai tukar rupiah, serta biaya distribusi.
terbatas. Hal ini mengindikasikan bahwa pelaku usaha Pemerintah tidak memberikan subsidi terhadap Premium RON 88,
memandang pelemahan nilai tukar yang terjadi bersifat sementara Solar masih diberikan subsidi tetap sebesar Rp1.000/liter.
Berdasarkan Permen ESDM No.31 Tahun 2014, tarif listrik didasarkan
temporer. Selain itu, terbatasnya exchange rate pass-
pada pergerakan harga minyak ICP, nilai tukar rupiah, dan tingkat
through juga dipengaruhi oleh pelemahan permintaan inflasi bulanan.

Tinjauan
LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015
Umum
xli
Penurunan harga minyak dunia mendorong Pemerintah untuk komoditas padi, jagung, kedelai, daging sapi, dan
mengoreksi harga BBM yang cukup dalam di awal tahun gula pasir. Kedua, penguatan Cadangan Beras Pemerintah
2015 sehingga mendorong rendahnya tekanan pada (CBP) dengan kepastian impor 1,5 juta ton sampai dengan
kelompok AP.2 Meskipun harga BBM sempat mengalami Maret 2016. Ketiga, untuk komoditas bawang merah
kenaikan pada bulan Maret, kebijakan Pemerintah dalam dan aneka cabai upaya pengendalian harga ditempuh
mengelola tarif angkutan mampu menekan gejolak melalui: (i) Gerakan Tanam Cabai di Musim Kemarau
dampak lanjutan kenaikan harga BBM.3 Implementasi (GTCK) dengan bantuan sarana produksi dan irigasi
penyesuaian TTL sesuai harga keekonomiannya turut hemat air, (ii) pengaturan pola produksi di daerah sentra
menurunkan inflasi tarif listrik tahun 2015 seiring produksi, (iii) pengembangan kawasan bawang merah
rendahnya harga minyak ICP dan terjaganya tingkat inflasi dan cabai di daerah sentra dan di luar sentra produksi
bulanan.4 Terus berlanjutnya reformasi subsidi energi pada serta pengembangan klaster cabai terintegrasi bekerja
saat harga energi dunia rendah dan menurun merupakan sama dengan Bank Indonesia di delapan provinsi (Bangka
elemen penting yang mendorong minimalnya tekanan Belitung, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Barat,
inflasi kelompok AP. Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara
Timur, dan Maluku Utara), serta (iv) deregulasi kebijakan
Kecukupan pasokan dan turunnya harga pangan global impor pangan.5 Pemerintah telah mulai menjalankan
mendorong rendahnya inflasi VF. Kelompok VF tercatat program gerai maritim dan tol laut pada tahun 2015 untuk
mengalami inflasi sebesar 4,84% (yoy), menurun tajam mengatasi hambatan distribusi.6
dibandingkan tahun lalu (10,88%, yoy), dan historisnya
lima tahun terakhir (9,90%, yoy). Melambatnya inflasi VF Pencapaian sasaran inflasi tahun 2015 juga didukung
terutama didorong oleh deflasi aneka cabai dan bawang oleh semakin solidnya koordinasi yang dilakukan
merah yang cukup besar tahun ini, serta penurunan harga Bank Indonesia dan Pemerintah melalui TPI dan TPID.
komoditas pangan global, terutama CPO, yang berdampak Pelaksanaan tugas TPI dan Pokjanas TPID tahun 2015
pada harga minyak goreng. Disamping itu, terbatasnya difokuskan pada penguatan operasionalisasi sekretariat
inflasi beras di tengah gangguan cuaca El Nino dengan dan koordinasi melalui pelaksanaan Rakornas dan
intensitas kuat juga turut menahan inflasi VF. Rendahnya Rakorpusda, serta penguatan peran TPI dan TPID dalam
inflasi VF juga dipengaruhi oleh kebijakan Pemerintah stabilisasi harga. Di samping itu, TPI dan Pokjanas TPID
terkait bahan pangan strategis. Pemerintah memberikan juga telah menyampaikan berbagai rekomendasi kepada
perhatian yang besar dalam rangka mendukung kecukupan Pemerintah, termasuk penyusunan dan penyampaian
pasokan pangan domestik dan menempuh berbagai roadmap pengendalian inflasi 2015-2018 dan penguatan
kebijakan lain. Berbagai upaya tersebut antara lain melalui, informasi data harga pangan. Roadmap Pengendalian
pertama, Program Upaya Peningkatan Khusus (Upsus) Inflasi ditujukan sebagai acuan pelaksanaan tugas TPI
dan TPID. Roadmap tersebut telah melalui pembahasan
di tingkat pimpinan Kementerian/Lembaga anggota TPI
2 Pada 1 Januari 2015, Pemerintah menurunkan harga Premium RON dan Pokjanas TPID pada Desember 2015 serta telah
88 dan Solar sebesar Rp900/liter dan Rp250/liter. Selanjutnya,
Pemerintah kembali menurunkan harga Premium RON 88 dan Solar disampaikan ke seluruh pemimpin daerah. Selanjutnya,
dan Solar pada 14 Januari 2015 sebesar Rp1.000/liter dan Rp850/liter. untuk dapat menjadi acuan pelaksanaan tugas TPI dan
3 Pada 1 Maret 2015, Pemerintah menaikkan harga Premium RON 88 TPID, program kerja dalam roadmap tersebut diharapkan
sebesar Rp500/liter. Selanjutnya Pemerintah kembali menaikan harga dapat menjadi bagian dari Rencana Kerja Pemerintah (RKP)
Premium RON 88 dan Solar masing-masing sebesar Rp500/liter pada baik pusat maupun daerah.
28 Maret 2015. Dalam rangka menjaga dampak lanjutan penyesuaian
harga BBM terhadap tarif angkutan, Pemerintah mengesahkan
Permenhub No.31 Tahun 2015 pada 10 Februari 2015; yang antara Ke depan, Roadmap Pengendalian Inflasi ini diperlukan
lain menyebutkan bahwa penyesuaian tarif angkutan diperbolehkan sebagai pedoman dalam program pengendalian inflasi
ketika penyesuaian harga energi menyebabkan perubahan biaya
pokok angkutan sebesar 20%.
4 Berdasarkan Permen ESDM No.31 Tahun 2014, TTL disesuaikan
5 Deregulasi kebijakan impor diterapkan untuk komoditas daging sapi,
berdasarkan pergerakan harga minyak Indonesia Crude Price (ICP),
hortikultura, jagung, dan kedelai.
nilai tukar, dan tingkat inflasi IHK bulanan. Ada pun golongan pelaggan
listrik yang mengikuti formula tersebut adalah pelanggan rumah 6 Gerai Maritim merupakan program kerja sama Kemendag-Kemenhub-
tangga (1.300VA, 2.200VA, 3.500VA-6.600VA), bisnis (6.600VA- Pelni-Aprindo untuk mengurangi disparitas harga antara Indonesia
200kVA, >200kVA), industri (>200kVA dan >30.000kVA), kantor Barat dan Indonesia Timur, khususnya barang kebutuhan pokok.
pemerintah (6.600VA-200kVA, >200kVA), penerangan jalan, dan Program dilaksanakan melalui penyediaan transportasi pengiriman
layanan khusus. Khusus untuk golongan 1.300VA dan 2.200VA, bahan kebutuhan pokok dan subsidi biaya angkut ke wilayah
implementasi tariff adjustment mundur dari rencana pada April 2015 Indonesia Timur dimana barang-barang tersebut akan dijual melalui
menjadi Desember 2015. Pemda/ Perusahaan lokal yang ditunjuk dengan harga produsen.

Tinjauan
xlii Umum
LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015
Grafik 3. Path Inflasi

9 IHK Inti
8.4 6
4,9
8 5,3 5,3 5,3 4,8
5
4,3 4,3 4,3 4,29
7 3,8
4
6 5,5
5,0 5,0 5,0 4,93 5,0 5,0 5,0
3
5 4,5
4,0 4,0 4,0 2 3,3 3,3 3,3 2,8
4 3,5
3 3,5 1
3,0 3,0 3,0 2,5
2 0
2014 2015 2016 2017 2018 2014 2015 2016 2017 2018
IHK Batas Atas Batas Bawah Historis (2010-2012) Core Batas Atas Batas Bawah Historis (2010-2012)

10 Volatile Food Administered Prices


10
9 8,58 9
8 8
7 7
6 5,1 5,1 5,1 6
5 4,1 4,1 4,1 5 5,0 5,0 5,0
4,6 4,0 4,0 4,0 3,5
4 3,6 4
3 3,0 3,0 3,0 3,59
3 2,5
2 3,1 3,1 3,1 2
2,6
1 1 2,0 2,0 2,0
1,5
0 0
2014 2015 2016 2017 2018 2014 2015 2016 2017 2018

VF Batas Atas Batas Bawah Historis (2010-2012) AP Batas Atas Batas Bawah Historis (2010-2012)

yang terstruktur dan terintegrasi agar upaya pencapaian Kementerian atau Lembaga yang mengampu masing-
target inflasi jangka menengah, 3,5%+1% pada 2018 dapat masing program atau kegiatan pengendalian inflasi yang
tercapai.7 Di tengah masih banyaknya permasalahan telah ditetapkan serta peran daerah yang diperlukan untuk
struktural inflasi yang mengemuka, perlu extra effort dari mendukung keberhasilan program pengendalian inflasi.
semua pihak agar sasaran inflasi ke depan dapat dicapai Adapun di dalam Roadmap Pengendalian Inflasi daerah
secara berkesinambungan. Secara historis (di luar periode juga dicantumkan dukungan dari pemerintah pusat yang
kebijakan harga BBM), rata-rata inflasi IHK sebesar 4,9%, diperlukan untuk menunjang pencapaian pengendalian
inflasi inti 4,3%, VF 8,6%, dan inflasi AP 3,6%. Agar sasaran inflasi daerah, karena terdapat beberapa kebijakan yang
inflasi jangka menengah dapat dicapai, masing-masing menjadi kewenangan pemerintah pusat.
komponen penyumbang inflasi perlu dijaga agar bergerak
dalam tren yang menurun (disinflation path) (Grafik 3). Di Roadmap pengendalian inflasi inti mencakup pengelolaan
tahun 2018, inflasi inti harus diupayakan bergerak di sekitar permintaan domestik, peningkatan kapasitas ekonomi,
3,8%, inflasi VF 3,6%, dan inflasi AP 2,5%. Bank Indonesia pengelolaan stabilitas nilai tukar rupiah dan pengelolaan
maupun Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah ekspektasi inflasi. Roadmap pengendalian inflasi VF
harus bekerja lebih keras dan berkoordinasi lebih intens, mencakup peningkatan produksi dan stok pangan,
mengingat waktu yang tersedia cukup singkat. perbaikan struktur pasar dan perbaikan mekanisme
penetapan harga. Adapun roadmap pengendalian inflasi
Roadmap Pengendalian Inflasi meliputi tingkat nasional dan AP mencakup implementasi reformasi kebijakan subsidi
daerah yang disusun berdasarkan aspek kewilayahan (pulau) energi secara konsisten, diversifikasi konsumsi energi dan
sesuai karakteristik inflasi masing-masing. Masing-masing demand management. Selanjutnya, agar dapat menjadi
roadmap, baik nasional dan daerah, memuat identifikasi acuan pelaksanaan tugas TPI dan TPID, program kerja dalam
permasalahan yang disertai dengan solusi jangka pendek roadmap tersebut diharapkan dapat menjadi bagian dari
(2015-2016) dan jangka menengah (2017-2018). Di dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) baik pusat maupun daerah.
Roadmap Pengendalian Inflasi nasional disampaikan

7 Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor


93/PMK.011/2014 tentang Sasaran Inflasi Tahun 2016, Tahun 2017,
dan Tahun 2018, sasaran inflasi berada pada angka 4%1% (2016 dan
2017) dan 3,5%1% (2018).

Tinjauan
LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015
Umum
xliii
Keterangan gambar:
Seperti dua barong,
perekonomian global pada
tahun 2015 diwarnai oleh
perubahan lanskap berupa
pergerakan ekonomi negara
berkembang yang masih
melambat sedangkan
ekonomi negara maju
menunjukkan pemulihan
yang terbatas. Di sisi lain,
pasar keuangan global pada
tahun 2015 diwarnai oleh
meningkatnya volatilitas
sebagai cermin masih
tingginya ketidakpastian.
BAGIAN I PEREKONOMIAN GLOBAL
PDB TIONGKOK

PDB EURO
6,9%
2,4%
PDB USA
1,6% PDB JEPANG

PDB INDIA 0,6%


7,5%
PERTUMBUHAN EKONOMI GLOBAL
LEBIH LAMBAT DARI PERKIRAAN
DAN BERLANGSUNG TIDAK MERATA

Fiscal Space Negara-negara Maju Terbatas Divergensi Kebijakan


Moneter di Negara Maju
JERMAN 167.9
AMERIKA SERIKAT 165.1 5
BELANDA 158.1
AUSTRIA 156.6 4
MALTA 151.1
KANADA 149.8 3

ISLANDIA 145.3
2
INGGRIS 132.6
BELGIUM 124.3
1
PERANCIS 116.9
SPANYOL 115.2 0
IRLANDIA 105.5
Sumber : Bloomberg
PORTUGAL 58.8 -1
JAN FEB MAR APRIL DEC
JEPANG 0 2008 2009 2012 2014 2015

ITALI 0
YUNANI 0 Fed Funds Target Rate
CYPRUS 0 BOJ O/N Call Rate

Grave Risk Significant Risk Caution Safe


ECB Refinance Rate
(0-40) (41-69) (70-124) (>124)

HARGA KOMODITAS INTERNASIONAL MASIH DALAM TREN MENURUN

2014 2014 2014 2014


6.830 75 2.417 223
2015 2015 2015 2015
5.493 57 2.191 178
TEMBAGA BATU BARA MINYAK KELAPA KARET
USD/ Metric Ton USD/ Metric Ton SAWIT MYR/ Metric Ton USD/Kg

2014 2014 2014 2014


16.951 21.871 1.896 189
2015 2015 2015 2015
11.877 16.029 1.681 141
NIKEL MYR/ Metric Ton
TIMAH USD/ Metric Ton
ALUMINIUM USD/ Pound
KOPI USD/ Metric Ton

2 BAGIAN I LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015


BAGIAN I
PEREKONOMIAN GLOBAL
Pemulihan perekonomian global pada 2015 berjalan investasi pascakrisis keuangan global. Penurunan potential
lebih lambat dari perkiraan. Ekonomi dunia pada 2015 output dan respons kebijakan yang ditempuh negara
hanya tumbuh 3,1%, lebih rendah dari perkiraan di awal maju memberikan dampak spillover yang cukup signifikan
tahun sebesar 3,5% dan pertumbuhan 2014 sebesar pada negara berkembang, baik melalui jalur perdagangan
3,4%. Realisasi pertumbuhan ekonomi di beberapa maupunkeuangan.
negara maju lebih rendah dari perkiraan semula, sehingga
pertumbuhan ekonomi negara maju, secara keseluruhan, Ekonomi Tiongkok masih mengalami perlambatan, sejalan
belum mampu menjadi motor pemulihan ekonomi global. dengan kebijakan rebalancing ekonomi yang belum
Upaya yang dilakukan untuk mendorong pertumbuhan berhasil mendorong konsumsi. Ekonomi Tiongkok pada
ekonomi belum optimal, karena pelonggaran kebijakan 2015 hanya tumbuh sebesar 6,9%, melambat dibandingkan
moneter (quantitative easing, QE) di negara maju belum dengan pertumbuhan 2014 sebesar 7,3%. Perlambatan
sepenuhnya didukung oleh stimulus fiskal dan implementasi ini didorong oleh kebijakan rebalancing ekonomi untuk
reformasi struktural. Di samping itu, kecepatan pemulihan beralih dari investment-driven menjadi consumption-driven
pertumbuhan ekonomi yang berbeda-beda telah memicu agar pertumbuhan ekonominya lebih berkualitas dan
terjadinya divergensi kebijakan monter diantara negara berkelanjutan. Namun, akselerasi peningkatan konsumsi
maju. Bank Sentral AS telah mulai menormalisasi kebijakan masih relatif terbatas sehingga belum dapat mengimbangi
moneternya, sementara European Central Bank (ECB) perlambatan investasi yang lebih besar. Kondisi ini
dan Bank of Japan (BoJ) masih melanjutkan kebijakan berdampak pada penurunan permintaan impor Tiongkok,
moneterakomodatif. yang memberikan dampak rambatan kepada negara
berkembang melalui jalur perdagangan.
Pemulihan perekonomian global pada 2015 juga diwarnai
perubahan lanskap pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan Perlambatan pertumbuhan ekonomi global, khususnya
ekonomi negara berkembang (emerging markets) Tiongkok, mendorong berlanjutnya penurunan harga
melambat, sedangkan pertumbuhan ekonomi negara maju komoditas pada 2015. Negara-negara pengekspor
menunjukkan tren pemulihan secara gradual. Meskipun komoditas, termasuk Indonesia, terkena dampak ganda yang
tumbuh lebih rendah dari perkiraan awal, pertumbuhan bersumber dari penurunan volume permintaan maupun
ekonomi negara-negara maju mengalami peningkatan harga komoditas sehingga menekan kinerja ekspor. Indeks
dari 1,8% pada 2014 menjadi 1,9% pada 2015. Di sisi lain, Harga Komoditas Ekspor Indonesia (IHKEI) pada 2015
pertumbuhan ekonomi negara berkembang turun dari terkontraksi sebesar 14,9%, lebih besar dari kontraksi indeks
4,6% pada 2014 menjadi 4,0% pada 2015. Walaupun harga 2014 sebesar 4,2%. Penurunan harga komoditas,
mengalami perlambatan yang cukup signifikan, kontribusi sebagai dampak melambatnya ekonomi Tiongkok, diperberat
pertumbuhan negara berkembang masih dominan dan oleh menurunnya harga minyak dunia, yang memiliki
mencapai 58%. Sementara, pertumbuhan negara maju hubungan cukup kuat dengan harga komoditas tertentu.
memberikan kontribusi sebesar 42% terhadap pertumbuhan Pelemahan harga minyak dunia dipengaruhi oleh tingginya
ekonomiglobal. suplai, baik dari negara anggota OPEC maupun non-OPEC,
di tengah menurunnya permintaan akibat perlambatan
Perlambatan ekonomi global pada 2015 dipengaruhi ekonomi global. Berlimpahnya suplai minyak dunia ditopang
oleh faktor siklikal maupun struktural. Faktor siklikal oleh kebijakan negara-negara produsen minyak yang tetap
terutama bersumber dari perlambatan ekonomi mempertahankan produksinya, walaupun harga minyak
Tiongkok, berlanjutnya penurunan harga komoditas, dan turun, guna menjaga pangsa pasarnya di pasar minyak dunia.
ketidakpastian normalisasi kebijakan moneter AS. Sementara
itu, faktor struktural terutama terjadi di negara maju, yang Perlambatan pertumbuhan ekonomi dan menurunnya harga
bersumber dari menurunnya potential output akibat faktor komoditas berdampak pada penurunan laju inflasi global.
demografi (ageing population) dan penurunan tingkat Laju inflasi global pada 2015 tercatat sebesar 3,3%, turun

LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015 BAGIAN I 3


dari tahun sebelumnya sebesar 3,5%. Penurunan tekanan Penguatan kerja sama internasional juga dilakukan untuk
inflasi terutama terjadi pada negara maju. Inflasi negara mengantisipasi tantangan ekonomi global di sepanjang
maju pada 2015 tercatat hanya sebesar 0,4%, jauh di bawah tahun 2015. Fora G20 menitikberatkan pada upaya
laju inflasi 2014 sebesar 1,4%. Laju inflasi di beberapa negara mencapai pertumbuhan ekonomi yang kuat dan inklusif.
maju utama, seperti AS, Eropa, dan Jepang, berada jauh di Sementara itu, IMF mendorong negara anggotanya
bawah target yang ditetapkan. Sebaliknya, laju inflasi negara- untuk memperkuat sisi permintaan, melalui bauran
negara berkembang pada 2015 justru meningkat menjadi kebijakan makroekonomi dan mempercepat implementasi
5,6% dari tahun sebelumnya sebesar 5,1%. Peningkatan reformasi struktural. Sejalan dengan IMF, IDB juga
inflasi tersebut terutama dipengaruhi oleh dampak pass- meningkatkan perannya dalam membantu pembiayaan
through pelemahan nilaitukar. proyek infrastruktur negara anggota, diantaranya melalui
pembentukan World Islamic Investment Bank (WIIB).
Di sektor keuangan, pasar keuangan global pada 2015 Kerja sama internasional juga difokuskan untuk menjaga
diwarnai oleh meningkatnya volatilitas sebagai cerminan stabilitas sistem keuangan agar tetap resilien tatkala
masih tingginya ketidakpastian. Meningkatnya volatilitas di menghadapi guncangan, seperti agenda reformasi
pasar keuangan global pada 2015 terutama dipengaruhi oleh keuangan berstandar internasional. Sementara untuk
tiga faktor, yakni: (i) sentimen terhadap normalisasi kebijakan menjaga resiliensi di kawasan, negara-negara ASEAN+3
moneter AS yang memengaruhi pasar keuangan global sejak melakukan penguatan kerja sama Regional Financial
awal 2015; (ii) sentimen dari kehawatiran penyelesaian krisis Arrangement (RFA) melalui implementasi the Chiang Mai
Yunani pada triwulan I 2015; dan (iii) devaluasi yuan yang Initiative Multilateralization (CMIM), serta meningkatkan
dilakukan oleh otoritas moneter Tiongkok pada Agustus peran ASEAN+3 Macroeconomic Research Office (AMRO).
2015. Ketidakpastian kenaikan suku bunga AS (Federal Funds
Rate, FFR) mendorong perilaku investor global cenderung Ke depan, kondisi ekonomi global akan lebih kondusif dan
risk-off sehingga mengakibatkan penurunan inflows ke pasar diperkirakan akan tumbuh lebih tinggi. Dimulainya episode
keuangan negara berkembang yang selanjutnya menekan normalisasi kebijakan moneter AS akan mengurangi
nilai tukar. ketidakpastian di pasar keuangan global. Di sisi lain,
pemulihan pertumbuhan ekonomi AS yang belum cukup
Sebagai respons atas dinamika ekonomi dan keuangan solid menyiratkan kenaikan FFR yang bersifat gradual.
global, beberapa negara berkembang menempuh bauran Kondisi ini akan menurunkan derajat divergensi kebijakan
kebijakan yang memadukan kebijakan moneter, fiskal, moneter global sehingga mengurangi tekanan pada pasar
dan reformasi struktural. Belajar dari pengalaman negara keuangan emerging markets. Perbaikan ekonomi negara
maju yang terlalu mengandalkan kebijakan moneter dalam maju yang terus berlangsung dan mulai terlihatnya dampak
mendorong pertumbuhan ekonomi, beberapa negara implementasi bauran kebijakan, khususnya reformasi
berkembang memilih menerapkan bauran kebijakan untuk struktural, di negara berkembang akan mendorong
menopang pertumbuhan ekonomi yang melambat. Bauran pertumbuhan ekonomi global lebih tinggi pada tahun 2016
kebijakan tersebut memadukan pelonggaran kebijakan hingga mencapai 3,4%. Namun, peningkatan pertumbuhan
moneter dengan kebijakan makroprudensial, kebijakan ekonomi global tersebut diperkirakan belum mampu
fiskal, dan reformasi struktural. Tiongkok, India, dan mendorong perbaikan harga komoditas, sehingga masih
Indonesia merupakan contoh negara berkembang yang akan sedikit terkoreksi. Kondisi ini menjadi tantangan
secara konsisten menerapkan bauran kebijakan pengelolaan bagi negara pengekspor komoditas, termasuk Indonesia,
makroekonomi yang sehat dan menyertakan agenda untuk secara konsisten mengimplementasikan reformasi
reformasi struktural. Reformasi struktural sangat dibutuhkan struktural guna menciptakan sumber pertumbuhan
oleh negara berkembang untuk meningkatkan efisiensi dan ekonomi baru di luar komoditas, sehingga pertumbuhan
daya saing sehingga perekonomian dapat tumbuh secara ekonomi menjadi lebih berkelanjutan dan resilien terhadap
berkelanjutan. gejolak global.

4 BAGIAN I LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015


Keterangan gambar:
Perkembangan perekonomian
global pada tahun 2015
berjalan lebih lambat dari
perkiraan semula. Perbedaan
fase recovery perekonomian
mendorong terjadinya
divergensi kebijakan moneter:
AS menaikkan suku bunga
sementara Eropa dan Jepang
justru menambah intensitas
pelonggaran.
Dinamika Perekonomian Global
Bab 1
Perbaikan ekonomi global pada tahun 2015 tidak sebaik prakiraan
semula. Dinamika perekonomian global diwarnai oleh pertumbuhan
ekonomi dunia yang melambat dan tidak merata serta ketidakpastian
di pasar keuangan global yang tinggi. Pertumbuhan ekonomi global
masih ditopang oleh pertumbuhan ekonomi negara maju, terutama
AS, di tengah pertumbuhan ekonomi Eropa dan Jepang yang masih
lemah. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi negara berkembang
Keterangan gambar: cenderung melambat, terutama didorong oleh tren pelambatan
Dinamika perekonomian global pada tahun
2014 diwarnai oleh divergensi dalam ekonomi Tiongkok. Sejalan dengan melemahnya ekonomi global,
kebijakan moneter yang ditempuh oleh
negara-negara maju. Kebijakan moneter harga komoditas dunia, termasuk minyak, juga mengalami
di AS bersiap untuk mengetat sementara
kebijakan moneter di Eropa dan Jepang penurunan yang cukup dalam.
masih cenderung akomodatif.
Pemulihan perekonomian global pada 2015 berjalan Grafik 1.1. Lanskap Ekonomi Global
Grafik 1.1. Lanskap Ekonomi Global
lebih lambat dari prakiraan sebelumnya. Proses
rebalancing setelah episode global financial crisis (GFC) Persen, yoy
terus berlangsung diinisiasi oleh negara maju dan 10

mulai berdampak pada negara emerging markets (EM). 8


Pascakrisis, output gap yang negatif, baik secara global 6
maupun individual, menyebabkan inflasi yang rendah di 4
berbagai negara, terutama di negara maju. Fenomena ini 2
memberikan ruang bagi pelonggaran kebijakan moneter 0
di negara maju untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. -2
Namun demikian, pertumbuhan ekonomi yang diharapkan -4
masih belum tercapai akibat lambatnya implementasi
-6
reformasi struktural dan terbatasnya dukungan kebijakan 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
fiskal di banyak negara maju.
Dunia Negara Maju Negara Berkembang

Perbedaan fasepemulihanekonomi di beberapa negara


Sumber: WEO IMF, diolah
maju utama memicu terjadinya divergensi kebijakan
moneter global.1 Di satu sisi, Amerika Serikat (AS) mulai
melakukan normalisasi kebijakan moneternya pada maju juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi
Desember 2015, yang rencana implementasinya telah global. Terkait faktor struktural, menurunnya potential
dikomunikasikan sejak akhir tahun 2014. Di sisi lain, Eropa output akibat faktor demografi aging population,
dan Jepang justru bersiap untuk menambah kebijakan terutama di negara maju, dan rendahnya tingkat investasi
pelonggarannya. Ketidakpastian kenaikan suku bunga setelah global financial crisis merupakan faktor utama
kebijakan AS dan divergensi kebijakan moneter global yang mendorong perlambatan pertumbuhan ekonomi
menyebabkan meningkatnya volatilitas pasar keuangan global. Di sisi inflasi, inflasi global menurun didorong
global yang memicu perilaku risk-off para investor. Kondisi oleh pertumbuhan ekonomi global yang masih lambat,
ini, dibarengi dengan proses deleveraging negara maju pelemahan harga minyak dunia, dan harga komoditas
dan pergeseran komposisi likuiditas global menyusul global yang terus turun (Grafik 1.2). Tingkat inflasi global
normalisasi kebijakan AS, telah memicu penurunan pada 2015 mencapai 3,3%, lebih rendah dibandingkan
inflows ke negara EM dan bahkan mulai memasuki negatif tahun 2014 yang mencapai 3,5%.
netflows. Selain itu, pelemahan harga komoditas global,
yang utamanya dipicu oleh melemahnya permintaan dari Ekonomi global yang melemah dibandingkan tahun
Tiongkok, juga memberikan tekanan pada sisi eksternal 2014 menjadi salah satu tantangan utama yang dihadapi
negara-negara EM, terutama yang bergantung pada oleh berbagai negara di dunia termasuk Indonesia
eksporkomoditas. selama tahun 2015.Selain itu, strukturperdagangan

Dengan perkembangan tersebut, ekonomi dunia


pada tahun 2015 tumbuh sebesar 3,1%, melambat Grafik 1.2. Tingkat Inflasi Global
Grafik 1.2. Lanskap Inflasi Global
dibandingkan pertumbuhan tahun 2014 sebesar 3,4%
(Grafik 1.1). Pertumbuhan ini lebih rendah dibandingkan Persen, yoy
dengan perkiraan Bank Indonesia pada awal tahun 10
dan juga International Monetary Fund (IMF) yang 9

memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia tahun 8

2015 akan mencapai 3,5%, meningkat dibandingkan 7


6
tahun 2014. Pelemahan ekonomi global ini dipengaruhi
5
baik oleh faktor siklikal maupun faktor struktural. Faktor
4
siklikal yang berpengaruh utamanya bersumber dari 3
perlambatan ekonomi Tiongkok yang pada gilirannya 2
juga berdampak pada berlanjutnya penurunan harga 1

komoditas. Di samping itu, spillover kebijakan negara 0


2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Dunia Negara Maju Negara Berkembang

1 Seperti yang juga diungkapkan oleh IMF dan European Central Bank
Sumber: WEO IMF, diolah
(ECB).

8 Bab 1 LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015


duniayang mengalami beberapa perubahan yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi global. Namun
semakin signifikan seiring dengan berjalannya waktu juga dalam perkembangannya, pelonggaran moneter yang
berdampak negatif terhadap perekonomian Indonesia.Hal diandalkan tidak dibarengi dengan stimulus fiskal yang
iniditandai dengan menurunnya elastisitas perdagangan memadai dan percepatan implementasi reformasi
terhadap perekonomian yang antara laindisebabkan struktural. Akibatnya, efektivitas kebijakan pelonggaran
oleh menurunnya lajuglobalsupplychains,terutama moneter dalam mendorong pertumbuhan ekonomi
pada proses rekonsentrasi domestik di Tiongkok menjadi terbatas. Meski tumbuh membaik dibandingkan
dan AS. 2,3Perkembangan tersebutmengamplifikasi tahun 2014, kontribusi ekonomi negara maju (42%)
dampakpenurunan harga komoditas terhadap kinerja terhadap pertumbuhan ekonomi global masih lebih
sektor eksternal Indonesia. Di samping itu, tantangan rendah dibandingkan kontribusi ekonomi negara EM (58%)
juga bersumber pada menurunnya arus dana masuk (Tabel1.1).
ke Indonesia selama 2015 sejalan dengan pergeseran
komposisi likuiditas global dan proses deleveraging Pertumbuhan ekonomi AS pada tahun 2015 lebih rendah
negaramaju. dari prakiraan sebelumnya. Ekonomi AS tumbuh sebesar
2,4%, sama dengan pertumbuhan ekonomi tahun 2014.
Realisasi pertumbuhan ekonomi AS tahun 2015 ini lebih
1.1. PERTUMBUHAN EKONOMI DAN rendah dibanding perkiraan sebelumnya sekitar 3,6%.
Lebih rendahnya pencapaian pertumbuhan ekonomi AS
INFLASI NEGARA MAJU
pada tahun 2015 antara lain dipengaruhi oleh terjadinya
Perkembangan ekonomi negara maju ditandai oleh cuaca dingin ekstrim yang dibarengi dengan aksi mogok
pertumbuhan yang moderat dan tingkat inflasi yang masih kerja di Pelabuhan West Coast, AS pada triwulan I 2015.
sangat rendah. Ekonomi negara maju tumbuh sebesar Hal ini menyebabkan menurunnya belanja masyarakat
1,9% pada tahun 2015, meningkat dibandingkan dengan selama triwulan I 2015 yang pada gilirannya menimbulkan
tahun 2014 sebesar 1,8%. Sementara itu, tingkat inflasi penumpukan persediaan pada triwulan II dan III 2015.
negara maju hanya mencapai 0,4% pada 2015, jauh lebih Penumpukan persediaan tersebut kemudian berdampak
rendah dibandingkan tingkat inflasi tahun 2014 sebesar pada penurunan output produksi (Grafik 1.3). Di samping
1,4%. Hal ini terutama disebabkan oleh penurunan harga itu, rendahnya pertumbuhan ekonomi AS juga didorong
minyak dan harga komoditas global. Secara umum, oleh penurunan kinerja sektor manufaktur AS yang
tingkat inflasi beberapa negara maju utama seperti AS, mengalami tekanan akibat kontraksi permintaan ekspor
Eropa, dan Jepang masih jauh berada di bawah targetnya. dari eksternal sejalan dengan pelemahan ekonomi global
Perkembangan harga secara umum di Eropa dan Jepang dan tren penguatan dolar AS (Grafik 1.4).
bahkan sempat mengalami deflasi. Menurunnya tekanan
inflasi di negara maju ini berbeda dengan yang terjadi
di beberapa negara EM seperti Rusia, Brazil, dan negara
Amerika Latin lainnya. Inflasi tahun 2015 di berbagai
negara tersebut justru meningkat antara lain dipengaruhi Tabel 1.1. Tabel Realisasi Pertumbuhan Ekonomi Global
oleh pelemahan nilai tukar di negara terkait.
PDB (%yoy) 2014 2015*
Sebagai respons dari rendahnya tingkat inflasi dan Pertumbuhan (%) Pertumbuhan (%) Kontribusi (%)
pemulihan ekonomi negara maju yang belum optimal, Dunia 3,4 3,1 100
negara maju mengambil beberapa kebijakan pelonggaran Negara Maju 1,8 1,9 42
Jepang -0,03 0,6 4
moneter untuk mendorong sisi permintaan. Sejalan
Amerika
dengan kebijakan tersebut, pemulihan ekonomi Serikat
2,4 2,4 16
negara maju terus berlangsung, terutama didorong Kawasan
0,9 1,6 11
oleh pertumbuhan ekonomi AS, meski lebih rendah Eropa
dibandingkan perkiraan semula. Pemulihan ekonomi Perancis 0,2 1,4 2
Eropa yang berlangsung secara gradual dan perbaikan Jerman 1,6 1,3 3
Italia -0,4 1,0 2
ekonomi Jepang, meski berjalan lambat, juga berpengaruh
Spanyol 1,4 3,5 1
Negara
4,6 4,0 58
Berkembang
2 Rantai produksi global, perdagangan barang mentah atau barang Tiongkok 7,3 6,9 17
setengah jadi antarnegara untuk memproduksi barang jadi. India 7,3 7,5 7
3 Berbagai studi dari beberapa lembaga seperti IMF, World Bank, ECB, Sumber: update WEO IMF Jan-16, Bloomberg
dan OECD menyatakan hal yang sama. *angka sementara

LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015 Bab 1 9


Grafik 1.3. Dekomposisi Pertumbuhan AS Di samping itu, sektor tenaga kerja yang terus membaik
Grafik 1.3. Dekomposisi Pertumbuhan AS
selama tahun 2015 juga turut mendukung peningkatan
Persen, Kontribusi Pertumbuhan konsumsi masyarakat. Harga BBM yang rendah dan kondisi
5 tenaga kerja yang semakin kondusif turut mendukung
4
perbaikan tingkat keyakinan konsumen, yang pada
0.3
0.6 0.5 0.3 0.2 gilirannya berdampak pada konsumsi masyarakat yang
3 2.9 2.9 0.2
0.4
2.6 1 0.7 2.5 0.5 0.5
2.7
0.3 2.1
semakin meningkat.
2 0.8 0.2 1.8
1.7
0.7
1 Sektor tenaga kerja AS selama tahun 2015 membaik
0
-0.5 -0.1 sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
-0.6 -0.5 -0.8 -0.9 -0.5
-0.8
-1
-1
Perbaikan sektor tenaga kerja AS ini tercermin pada tren
penurunan tingkat pengangguran (Grafik 1.5). Rasio Job
-2
I II III IV I II III IV
openings/Unemployed, sebagai cerminan permintaan di
2014 2015
Pemerintah Impor Ekspor sektor tenaga kerja, berada dalam tren meningkat dan
Perubahan Investasi Swasta Investasi Swasta Bangunan Investasi Swasta
PCE Pertumbuhan PDB Nonbangunan mencapai level sebelum krisis. Perbaikan terjadi pada
(Persen, yoy)
hampir semua sektor industri. Hal ini terlihat baik pada
Sumber: BEA, diolah
pola siklikal maupun tren jangka panjangnya. Di samping
itu, indikator nonfarm payrolls dan pertumbuhan gaji
Meskipun masih cukup baik, dampak perbaikan ekonomi juga mengalami perbaikan, terutama dari sektor jasa.
AS terhadap perekonomian global relatif minimal Jumlah pegawai part-time for economic reasons yang
mengingat sumber pertumbuhan ekonomi AS terutama mencerminkan suplai tenaga kerja juga terus menurun.
disumbang sektor non-tradeable. Berdasarkan data
tahun 2013-2015, sekitar 76% pertumbuhan ekonomi AS Sektor perumahan AS turut berkontribusi dalam
disumbang oleh sektor non-tradable, terutama sektor peningkatan ekonomi AS pada tahun 2015. Sektor
Professional and Business Services dan sektor Real Estate. perumahan AS yang terus membaik tercermin pada
Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan AS pertumbuhan penjualan rumah yang meningkat sejalan
diperkirakan tidak memberi dampak yang besar terhadap dengan tren suku bunga KPR yang rendah. Sejalan dengan
pertumbuhan ekonomi negara lain. hal tersebut, indeks sektor perumahan AS juga terus
meningkat (Grafik 1.6). Selain itu, indikasi adanya perilaku
Perbaikan ekonomi AS ini terutama didukung oleh front loading pembelian properti sebelum kenaikan suku
sektor konsumsi. Belanja masyarakat berada dalam tren bunga The Fed juga turut mendorong penjualan rumah.
meningkat meskipun sempat melambat pada triwulan Perkembangan sektor perumahan ke depan yang cukup
I 2015. Peningkatan konsumsi masyarakat yang cukup solid juga ditopang oleh Building Permits dan Housing
solid ini sejalan dengan penurunan harga BBM di AS yang Starts, sebagai indikator dini sektor perumahan AS, yang
memberikan ruang tambahan daya beli bagi masyarakat. juga meningkat.

Grafik 1.4. Sektor Manufaktur AS Pertumbuhan AS Grafik 1.5. Sektor Tenaga Kerja AS
Grafik 1.4. Sektor Manufaktur AS Grafik 1.5. Sektor Tenaga Kerja AS

Indeks Persen Ribuan


70 7 600
500
65 6
400

60 5 300
208 200
4
55 100
51 3
0
50
49,2 -100
48,2 2
45 -200
1
Tanggal per Des-15 -300
40
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 0 -400
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014 2015 2012 2013 2014 2015

PMI Manufaktur New Orders Export Orders Perubahan Bulanan Nonfarm Payrolls (skala kanan) Tingkat Pengangguran

Sumber: Bloomberg, diolah Sumber: Bloomberg, diolah

10 Bab 1 LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015


Grafik 1.6. Grafik Sektor Perumahan AS Grafik 1.8 Sektor Manufakatur Eropa
Grafik 1.6. Sektor Perumahan AS Grafik 1.8. Sektor Manufaktur Eropa

Indeks Indeks, 50 = netral


90 60

80 58

70 56
54
60
52
50
50
40
48
30
46
20 44
10 42
0 40
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015 2013 2014 2015

Housing Market Index (skala kiri) Present Sales Future Sales PMI Manufaktur Kawasan Eropa Jerman
Perancis Italia Spanyol

Sumber: Bloomberg, diolah Sumber: Bloomberg, diolah

Sementara itu, ekonomi Eropa tumbuh 1,6% pada tahun permintaan yang cukup solid mampu menopang kinerja
2015, membaik dibandingkan pertumbuhan ekonomi sektor manufaktur Eropa sehingga output sektor
tahun 2014 yang tumbuh 0,9% (Grafik 1.7). Pemulihan manufaktur juga meningkat. Perkembangan ini pada
ekonomi Eropa terutama ditopang oleh peningkatan gilirannya akan berdampak positif terhadap prospek PDB
permintaan domestik. Konsumsi Eropa yang mencapai Eropa sejalan dengan historis hubungan positif antara PMI
75% dari PDB cenderung meningkat tercermin pada dan PDB Eropa. Namun demikian, pertumbuhan ekspor
tren peningkatan penjualan ritel dan registrasi mobil masih menurun sejalan dengan perkembangan ekonomi
baru. Selain itu, perbaikan konsumsi juga didukung oleh global yang masih melemah, terutama akibat penurunan
perbaikan sektor tenaga kerja yang tercermin pada tingkat permintaan dari Tiongkok dan negara EM lainnya.
pengangguran di negara-negara Eropa yang berada dalam
tren menurun meski masih gradual. Ekonomi Jepang juga membaik dengan tumbuh 0,6%
pada tahun 2015, meningkat dibandingkan dengan
Aktivitas manufaktur di Eropa terus ekspansif dan terjadi pertumbuhan tahun 2014 yang masih terkontraksi 0,03%.
secara merata di seluruh negara utama (Grafik1.8). Meski demikian, pemulihan ekonomi Jepang masih
Ekspansi manufaktur di Eropa terutama didorong berjalan lambat dan relatif lemah. Hal ini terlihat dari
oleh meningkatnya permintaan domestik di tengah perbaikan sektor konsumsi Jepang selama tahun 2015 juga
perlambatan pertumbuhan ekspor. Tren perbaikan masih terbatas (Grafik 1.9). Masih lemahnya konsumsi

Grafik 1.7. Pertumbuhan Ekonomi Eropa Grafik 1.9. Pertumbuhan Jepang


Grafik 1.7. Pertumbuhan Ekonomi Eropa Grafik 1.9. Pertumbuhan Ekonomi Jepang

Persen, yoy Persen, yoy

6 3,0 2,7
2,5
4
2,0
2 1,7
1,6 1,5
0 1,0 1,6 0,7 0,5
-2 0,5 1,0
-0,3 0,4 0,3
-4 0 -0,2
-0,6 -0.6
-0,5 -0,9
-6
-1,0
-1,0 -1,0
-8 -1,5
-1,5
-10 -2,0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015 2014 2015
Net Ekspor Permintaan Publik Perubahan Investasi Swasta
Kawasan Eropa Jerman Perancis
Investasi Swasta Nonbangunan Investasi Swasta Bangunan
Italia Spanyol Yunani Konsumsi Rumah Tangga Final Pertumbuhan PDB

Sumber: Bloomberg, diolah Sumber: Bloomberg, diolah

LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015 Bab 1 11


terutama setelah kenaikan pajak penjualan pada April pelemahan harga komoditas, jalur perdagangan, maupun
2014 antara lain dipengaruhi oleh perbaikan tenaga kerja melalui confidence channel mengingat besarnya peran
yang terbatas, kondisi demografi masyarakat yang menua, Tiongkok dalam perekonomian negara EM lainnya. Di sisi
serta kebijakan austerity Pemerintah Jepang. Dukungan lain, aliran modal ke negara EM turun sejalan dengan
sektor tenaga kerja Jepang untuk meningkatkan konsumsi perkembangan divergensi kebijakan moneter global yang
juga belum optimal seiring dengan perbaikan tingkat menyebabkan tingginya volatilitas di pasar keuangan dan
pengangguran yang belum stabil dan pertumbuhan proses deleveraging negara maju. Kondisi ini berdampak
gaji yang masih sangat terbatas. Terbatasnya dukungan pada melemahnya nilai tukar domestik dan meningkatnya
sektor tenaga kerja tersebut juga disebabkan oleh tidak risiko keuangan. Selain itu, permasalahan struktural dan
diteruskannya keuntungan perusahaan yang meningkat kebijakan domestik juga memengaruhi perbedaan kinerja
kepada karyawan. Seiring dengan perkembangan tersebut, perekonomian di masing-masing negara.
tingkat keyakinan konsumen melemah dan menahan
konsumsi masyarakat. Ekonomi negara EM tumbuh 4,0% pada 2015, lebih rendah
dibandingkan pertumbuhan tahun 2014 yang mencapai
Perbaikan sektor manufaktur mendorong pertumbuhan 4,6%. Meski melambat, ekonomi negara EM masih
ekonomi Jepang. Indikator manufaktur Jepang berada merupakan penyumbang utama pertumbuhan ekonomi
pada fase ekspansi sejak semester II 2015 (Grafik 1.10). global. Hal ini sejalan dengan besarnya sumbangan ekonomi
Meskipun sektor manufaktur Jepang terkena dampak negara EM terhadap perekonomian dunia yang mencapai
rambatan pelemahan ekonomi Tiongkok, hal ini dapat 58% dan tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi (4,0%)
diimbangi oleh permintaan ekspor dari negara-negara dibandingkan pertumbuhan negara maju (1,9%). Sementara
maju yang mengalami perbaikan ekonomi. Di samping itu, tingkat inflasi negara EM pada 2015 meningkat menjadi
itu, permintaan domestik yang meningkat terkait pola 5,6% dibandingkan dengan tingkat inflasi tahun 2014
musiman persiapan menjelang liburan akhir tahun turut sebesar 5,1%. Hal ini terutama dipengaruhi oleh negara-
mendukung kinerja sektor manufaktur Jepang pada akhir negara yang mengalami pelemahan nilai tukar secara
tahun 2015. signifikan seperti Rusia, Brazil, dan negara Amerika Latin.
Di sisi lain, negara-negara seperti Tiongkok dan Indonesia
mencatat penurunan inflasi pada tahun 2015 yang terutama
1.2. PERTUMBUHAN EKONOMI DAN dipengaruhi oleh penurunan harga komoditas termasuk
INFLASI NEGARA BERKEMBANG harga minyak.

Berbeda dengan perkembangan negara maju, ekonomi Pelemahan ekonomi Tiongkok sebagai salah satu faktor
negara EM masih berada dalam tren melambat dengan utama yang memengaruhi perekonomian global merupakan
kecenderungan tingkat inflasi yang meningkat. Perlambatan konsekuensi kebijakan rebalancing ekonomi oleh otoritas
ini terutama dipengaruhi oleh perlambatan ekonomi Tiongkok. Kebijakan rebalancing ekonomi tersebut
Tiongkok dan dampak rambatannya baik dari jalur ditempuh dalam rangka transformasi ekonomi Tiongkok
dari investment-driven menjadi consumption-driven. Dalam
konteks ini, transformasi ekonomi Tiongkok ditempuh
Grafik 1.10. Sektor Manufaktur Jepang demi mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkualitas
Grafik 1.10. Sektor Manufaktur Jepang
dan berkelanjutan yang merupakan tujuan jangka panjang
Indeks,PMI 50 = netral Persen
ekonomi Tiongkok.4 Dalam implementasinya, selama
60 125 tahun 2015 perlambatan investasi terus terjadi, sementara
120 akselerasi peningkatan konsumsi belum cukup untuk
56 115 menopang pertumbuhan secara keseluruhan.
110
52
105 Sejalan dengan hal tersebut, pertumbuhan kredit Tiongkok
48
100 sejak semester II 2015 berada dalam tren yang menurun. Di
95
samping itu, sektor manufaktur Tiongkok terus mengalami
44 90
kontraksi yang dipengaruhi oleh kinerja eksternal yang
85
masih menurun. Penurunan sektor manufaktur terutama
40 80
I II III IV I II III IV I II III IV disebabkan oleh penurunan permintaan ekspor yang
2013 2014 2015
dipengaruhi oleh perlambatan ekonomi global di tengah
PMI Manufaktur Kapasitas Penggunaan (skala kanan)

Sumber: Bloomberg, diolah


4 Tiongkok Third Plennum, 2013.

12 Bab 1 LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015


permintaan domestik yang belum kuat. Ekonomi Tiongkok 2015 tercatat sebesar 7,5%, meningkat dibandingkan
juga menghadapi tekanan eksternal terkait besarnya arus pertumbuhan tahun 2014. Namun demikian, tingginya
modal asing keluar yang dipengaruhi oleh tren divergensi angka pertumbuhan ekonomi ini juga disebabkan oleh revisi
kebijakan moneter global. Kondisi tersebut direspons ke atas akibat terjadinya perubahan metode penghitungan
otoritas Tiongkok dengan menempuh berbagai kebijakan PDB sejak awal tahun 2015.5 Permintaan domestik di
untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan menahan India yang tetap kuat didukung oleh berjalannya proyek
perlambatan ekonomi. Dengan perkembangan tersebut, infrastruktur pemerintah. Meskipun ekonomi India juga
ekonomi Tiongkok pada tahun 2015 tumbuh 6,9%, lebih mendapatkan tekanan dari penurunan permintaan ekspor
rendah dibandingkan pertumbuhan tahun 2014 yang dari Tiongkok, kinerja sektor manufaktur masih tetap
sebesar 7,3%. ekspansif ditopang oleh permintaan domestik. Permintaan
domestik yang tetap kuat tersebut tercermin pada tren
Pada akhir tahun 2015, berbagai kebijakan yang diambil membaiknya sentimen ekonomi, penjualan mobil, output
oleh otoritas Tiongkok mulai memberikan perkembangan produksi, dan membaiknya indeks infrastruktur.
positif. Pertumbuhan penjualan ritel berada dalam tren
meningkat selama tahun 2015. Pada akhir tahun 2015
penjualan ritel tumbuh 11,1% (yoy) atau sebesar 17,2% 1.3. HARGA KOMODITAS GLOBAL
dibandingkan triwulan sebelumnya. Angka pertumbuhan
ini merupakan tingkat pertumbuhan tertinggi di Tiongkok Selama tahun 2015 harga komoditas global masih terus
selama 4 tahun terakhir. Sementara itu, disposable income mengalami koreksi. Pertumbuhan tahunan indeks harga
rumah tangga tumbuh 8,1%, lebih tinggi dibandingkan komoditas ekspor Indonesia (IHKEI) pada tahun 2015
dengan pertumbuhan PDB Tiongkok di tengah pasar saham terkontraksi 15%.6 Pertumbuhan IHKEI pada tahun 2015
yang bergejolak. Di sisi lain, sektor properti pada akhir semakin negatif bila dibandingkan dengan pertumbuhan
2015 juga menunjukkan perbaikan pertumbuhan pada pada 2014 yang mengalami kontraksi 4,2% (Grafik 1.11).
konstruksi properti yang baru dimulai, meskipun masih Kontraksi IHKEI yang semakin dalam dipengaruhi oleh
tumbuhnegatif. pelemahan ekonomi global terutama perlambatan
ekonomi Tiongkok sebagai negara konsumen utama dari
Pelemahan ekonomi Tiongkok secara umum dan kebijakan produk ekspor Indonesia. Hubungan erat antara harga
industrinya yang memberikan penekanan pada nilai komoditas dengan perekonomian Tiongkok ini tercermin
tambah domestik berdampak pada tertekannya kinerja
perdagangan negara EM mitra dagang Tiongkok. Strategi Grafik 1.12. Historis Perkembangan IHKEI
ini juga tercermin dan penurunan peran Tiongkok dalam Grafik 1.11. Historis Perkembangan IHKEI
global value chains. Sebagai konsekuensinya, defisit neraca
Indeks (2013=100)
transaksi berjalan Tiongkok meningkat sementara kinerja 140
Pemulihan ek. global
Harga minyak meningkat Kuatnya permintaan Tiongkok dan India
sektor eksternal negara EM mitra dagang terkait menurun. 130 krn krisis subprime
126,4 Perlambatan ek. Tiongkok,
Negara ASEAN dan Korea Selatan merupakan contoh 120
Krisis harga pangan
Eropa, dan Jepang
115,7
Oversupply Komoditas
beberapa negara EM yang terkena dampak rambatan dari 110

pelemahan ekonomi Tiongkok melalui jalur perdagangan. 100


90

Pertumbuhan negara EM penghasil komoditas melemah 80 83 Pesimisme ek. global


(pemburukan ek. AS dan Eropa)
70 76,4
sejalan harga komoditas global yang terus terkontraksi pada Perlambatan ek. Membaiknya cuaca
60 global krn krisis
tahun 2015. Kontraksi harga komoditas berdampak pada 50
penurunan pendapatan negara EM pengekspor komoditas 40
melalui peningkatan defisit neraca transaksi berjalan. Di 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

samping itu, permasalahan struktural domestik dan politik


di masing-masing negara tersebut semakin memperburuk
kinerja ekonomi negara terkait. Brazil, Meksiko, Nigeria, Sumber: Bloomberg, diolah

Rusia, dan Arab Saudi merupakan contoh beberapa negara


EM yang mengalami pelemahan ekonomi akibat pelemahan 5 Dengan metode lama, PDB India pada tahun 2013 dan 2014
harga komoditas serta permasalahan struktural domestik masing-masing tercatat sebesar 4,7% dan 5,6%. Perubahan metode
perhitungan PDB India terkait perubahan tahun dasar dan perubahan
dan politik. metode penghitungan dari factor cost menjadi market price yang
mengacu pada System of National Accounts (SNA) 2008.
Perekonomian India, sebagai salah satu negara EM, 6 Indeks komposit dari harga komoditas ekspor utama Indonesia antara
tetap tumbuh kuat. Pertumbuhan ekonomi India tahun lain terdiri dari batubara, minyak kelapa sawit, karet, tembaga, nikel,
timah, aluminium, dan kopi.

LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015 Bab 1 13


Grafik 1.13. GDP Tiongkok dan Harga Komoditas Non-Fuel tetap mengalami koreksi meskipun jumlah produksi
Grafik 1.12. PDB Tiongkok dan Harga Komoditas NonFuel
minyak dan jumlah pengebor minyak (rig counts) di AS
Persen, yoy Persen, yoy telah menurun. Koreksi harga yang terjadi disebabkan oleh
16 30 masih tingginya tingkat persediaan minyak AS sehingga
14 25 menimbulkan sentimen negatif yang kemudian kembali
12
20 menekan harga minyak ke bawah.
15
10 10
Walaupun harga minyak turun hingga hampir mencapai
8 5
0
level harga tahun 2008, produksi minyak dunia masih
6
-5 meningkat pada 2015, yang bersumber baik dari negara-
4
-10 negara OPEC maupun non-OPEC. Tingginya produksi
2 Korelasi = 0,7 -15 minyak negara anggota OPEC pada tahun 2015 merupakan
0 -20
strategi negara produsen minyak tersebut untuk
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
mempertahankan pangsa pasarnya di pasar minyak dunia.
PDB Tiongkok Indeks Harga Non-Fuel (skala kanan)
Strategi tersebut dipimpin oleh Arab Saudi yang memiliki
biaya produksi minyak sangat murah hingga 5 dolar AS
Sumber: CEIC, diolah
per barel. Di sisi lain, produsen dari negara non-OPEC
yang utamanya berasal dari AS juga terus meningkatkan
pada kuatnya korelasi antara indeks harga komoditas dunia efisiensi produksinya. Dengan demikian, penurunan jumlah
non-fuel dengan pertumbuhan ekonomi Tiongkok sebesar pengeboran minyak tidak segera menurunkan jumlah
0,7 (Grafik 1.12). produksi secarasignifikan.

Penurunan harga komoditas ekspor Indonesia tahun 2015 Ke depan, risiko pelemahan harga minyak masih cukup
terutama bersumber pada penurunan harga batubara, besar. Risiko penurunan harga minyak lebih lanjut antara
minyak kelapa sawit, dan karet. Harga batubara turun lain bersumber dari kebijakan pelonggaran restriksi
hingga 24,5% pada tahun 2015 yang disebabkan oleh ekspor AS, penambahan suplai minyak dari Iran, setelah
penurunan impor Tiongkok sejalan dengan kebijakan tercapainya nuclear deal, dan masih terbatasnya potensi
pemerintah Tiongkok untuk melindungi industri dalam penurunan produksi minyak negara OPEC akibat sempitnya
negeri dan kebijakan pengurangan emisi karbon dalam ruang fiskal maupun faktor ketidakstabilan geopolitik.7
pembangkit listrik. Sementara itu, harga minyak kelapa Namun demikian, terdapat juga risiko peningkatan harga
sawit turun 8,2% dipicu oleh oversupply minyak kelapa minyak ke depan secara gradual yang berasal dari potensi
sawit di Malaysia. Selain itu, rendahnya harga kacang penurunan suplai minyak dari AS akibat berkurangnya
kedelai dan minyak dunia sebagai barang substitusi turut investasi di sektor perminyakan AS. Hal ini dimungkinkan
menurunkan harga minyak kelapa sawit. Harga karet meski secara total minyak dunia masih mengalami net-
melemah 18,6% selama tahun 2015 disebabkan oleh supply.
turunnya permintaan Tiongkok terhadap karet alam.
Penurunan harga karet ini juga sejalan dengan bergesernya
permintaan karet alam ke karet sintetis yang harganya 1.4. PASAR KEUANGAN GLOBAL
menurun sejalan dengan turunnya harga minyak dunia. Di
samping itu, tertekannya harga karet juga didorong oleh Perkembangan pasar keuangan global pada 2015
pelemahan industriotomotif. diwarnai oleh meningkatnya volatilitas sebagai cerminan
ketidakpastian yang semakin tinggi. Peningkatan volatilitas
Di sisi minyak, harga minyak dunia selama tahun 2015 ini utamanya dipicu oleh ketidakpastian kenaikan suku
berada dalam tren yang menurun. Pelemahan harga minyak bunga the Fed (FFR) yang sudah dimulai pada akhir 2014,
dunia dipengaruhi oleh tingginya penawaran minyak diikuti oleh krisis utang Yunani pada Maret 2015, devaluasi
dari negara anggota OPEC maupun non-OPEC di tengah mata uang yuan pada Agustus 2015, dan koreksi yang
penurunan permintaan minyak akibat tren pelemahan
ekonomi global. Selain itu, tren penguatan mata uang
7 Dengan kebijakan yang berlaku saat ini, ekspor minyak dari AS
dolar AS yang terjadi selama tahun 2015 membuat harga baru mencapai 5% dari total produksi, dimana produsen minyak
minyak secara relatif menjadi lebih mahal bagi sebagian membutuhkan izin dari pemerintah AS untuk melakukan ekspor
besar negara yang tidak menggunakan mata uang dolar AS. minyak mentah, kecuali ekspor ke Kanada dan ekspor minyak
kondensasi. Dengan batasan ekspor tersebut, kondisi pasar minyak di
Hal ini juga berkontribusi terhadap penurunan permintaan AS menjadi sangat oversupply sehingga harga minyak di AS menjadi
terhadap minyak dunia. Pada akhir 2015, harga minyak lebih murah dibandingkan harga minyak dunia. Bila restriksi ekspor AS
dicabut, selisih harga minyak akan berkurang.

14 Bab 1 LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015


dalam pada pasar saham Tiongkok pada bulan yang sama.8 Grafik 1.15. Perkembangan Pasar Saham Global
Grafik 1.14. Perkembangan Pasar Saham Global
Pada awalnya, kenaikan FFR diperkirakan akan terjadi pada
pertengahan 2015. Meski demikian, perkiraan kenaikan Indeks
tersebut kemudian terus bergeser mundur bahkan menjadi 170

Maret 2016 pascarilis minutes FOMC September 2015 (8 160


Oktober 2015) sehingga volatilitas akibat ketidakpastian 150
sempat mereda. Selanjutnya, seiring dengan membaiknya 140
indikator ekonomi AS dan pernyataan The Fed pada
130
FOMC Oktober 2015, perkiraan kenaikan FFR akan terjadi
120
pada akhir 2015 menguat dan kembali meningkatkan
110
ketidakpastian di pasar keuangan. Pada akhirnya, The Fed
menaikkan FFR pada FOMC Desember 2015 sebesar 25 100

bps. Mengingat bahwa kenaikan ini sudah diantisipasi oleh 90 I II III IV I II III IV
2014 2015
pasar maka tidak terjadi gejolak yang berlebihan di pasar
Dunia Negara Berkembang Asia
global. Di sisi lain, European Central Bank (ECB) dan Bank
Asia Pasik G7
of Japan (BOJ) menerapkan kebijakan quantitative easing
Sumber: Bloomberg, diolah
dalam jumlah besar selama 2015 sehingga menimbulkan
divergensi kebijakan moneter global. Berbagai kondisi
tersebut, dibarengi dengan proses deleveraging negara juga terjadi pada indeks komposit harga saham di negara
maju dan pergeseran komposisi likuiditas global menyusul EM Asia, negara Asia Pasifik, dan negara G7. Secara rata-
normalisasi kebijakan AS, memicu penurunan inflows ke rata, pergerakan indeks komposit harga saham global,
negara EM sehingga mulai memasuki negatif netflows negara EM Asia, negara Asia Pasifik dan negara G7 relatif
(Grafik 1.13). stabil. Yield obligasi pemerintah, khususnya di negara EM
pengekspor komoditas seperti Brazil dan negara Amerika
Sejalan dengan perkembangan pasar keuangan global, Latin lainnya, mengalami peningkatan sejalan dengan
indeks komposit harga saham global sedikit menurun. pelemahan prospek ekonomi akibat penurunan harga
Indeks turun menjadi 142,3 pada akhir 2015 dibandingkan komoditas (Grafik 1.14 dan 1.15).
dengan akhir 2014 yang sebesar 146,3. Kondisi yang serupa
Dinamika perkembangan harga saham global selama tahun
2015 sangat dipengaruhi oleh sentimen pasar terhadap
Grafik 1.14. Perkembangan Capital Flows EM ketidakpastian kenaikan FFR dan perkembangan ekonomi
Grafik 1.13. Perkembangan Capital Flows EM
Tiongkok. Pada semester I 2015, perkembangan harga
Miliar dolar AS, Proyeksi IIF saham global masih positif sejalan dengan perbaikan
aliran modal keluar residen tidak termasuk reserve
1300 ekonomi negara maju. Namun demikian, kinerja bursa
1100
900
saham global pada semester II 2015 menurun seiring
700
500
300
100 Grafik 1.16. Perkembangan Yield Obligasi Pemerintah
-100 Grafik 1.15. Perkembangan Yield Obligasi Pemerintah
-300
-500
-700
-900
Brazil
-1100
-1300
1995 2000 2005 2010 2015 Indonesia

Aliran Modal Masuk Nonresiden Aliran Modal Keluar Residen


Malaysia
Aliran Modal Bersih (Transaksi Finansial)

Sumber: Capital Flows for Emerging Markets IIF, January 2016 AS

India

8 Pada Maret 2015 krisis utang Yunani mengemuka saat Pemerintah Tiongkok
Persen
Yunani mendapatkan perpanjangan waktu pembayaran utang
-2 -1 0 1 2 3 4 5
luar negerinya selama empat bulan. Pada akhir Juni 2015, kondisi
krisis memuncak saat Pemerintah Yunani kehabisan uang kas Perubahan Yield 2015-2014 (eop)
untuk keperluan publik. Ketidakpastian kemampuan Yunani dalam
menyelesaikan masalah utang pemerintahnya menimbulkan gejolak di
Sumber: Bloomberg, diolah
pasar keuangan dunia.

LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015 Bab 1 15


dengan ketidakpastian timing kenaikan suku bunga
Grafik 1.16. Indeks Komposit Shanghai Stock Exchange
the Fed serta pemburukan pasar saham Tiongkok yang
memiliki dampak rambatan terhadap bursa saham global
Indeks
lainnya. Pada pertengahan 2015, bursa saham Tiongkok 5000
sempat mengalami penurunan signifikan yang dipicu 4500
oleh kekhawatiran perlambatan ekonomi Tiongkok. Hal
4000
ini tercermin pada penurunan secara drastis indeks harga
3500
saham di Shanghai Stock Exchange sebesar 75% pada
3000
bulan Juli dan Agustus 2015 (Grafik 1.16). Di samping itu,
2500
keputusan otoritas Tiongkok untuk melakukan devaluasi
2000
yuan secara tiba-tiba pada Agustus 2015 semakin
1500
meningkatkan tekanan pada pasar keuangan Tiongkok
dan negara EM lainnya.9 Meningkatnya ketidakpastian di 1000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

pasar keuangan Tiongkok akibat devaluasi yuan tersebut 2012 2013 2014 2015

tercermin pada peningkatan credit default swap (CDS)


dan pada besarnya penurunan cadangan devisa Tiongkok
Sumber: Bloomberg, diolah
sebesar 512 miliar dolar AS selama tahun 2015. Terkait
dengan perkembangan tersebut, risiko juga mengemuka
dari sisi utang luar negeri korporasi Tiongkok. Depresiasi
nilai tukar yuan yang terjadi telah meningkatkan posisi
utang luar negeri korporasi Tiongkok menjadi lebih dari dua
kali lipat. Peningkatan risiko dan ketidakpastian tersebut
pada gilirannya memicu dampak rambatan ke pasar saham
global terkait kekhawatiran pelemahan ekonomi Tiongkok
yang lebih dalam.

9 Devaluasi yuan pada 11 Agustus 2015 adalah yang tertinggi dalam 5


tahun terakhir dan dilatarbelakangi oleh perubahan rezim nilai tukar
menjadi lebih market driven sejalan dengan persyaratan masuknya
CNY ke dalam basket SDR. Penentuan nilai tukar didasarkan atas
beberapa hal: (i) level USD/CNY hari sebelumnya, (ii) faktor demand/
supply, dan (iii) pergerakan pasar dari mata uang lain.

16 Bab 1 LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015


Boks Kinerja Negara Emerging Markets (EM) Menghadapi Pelemahan Ekonomi Tiongkok
1.1 serta Penurunan Harga Komoditas Dunia

Pelemahan ekonomi Tiongkok, sebagai ekonomi terbesar Grafik 1 Boks 1.1 Struktur Ekspor Negara EM dalam Sampel
Grafik 1. Struktur Ekspor Negara EM dalam Sampel
kedua di dunia, secara langsung maupun tidak langsung,
telah memengaruhi kinerja ekspor negara EM mitra
dagangnya. Lebih lanjut, pelemahan ekonomi Tiongkok
juga memicu pelemahan permintaan terhadap barang
komoditas sejalan dengan peran Tiongkok sebagai salah Pangsa ekspor
satu konsumen komoditas terbesar di dunia. Hal tersebut ke Tiongkok

mendorong penurunan harga komoditas dunia dan


memperburuk kinerja ekspor negara EM pengekspor
komoditas.1 Boks ini bertujuan untuk membandingkan
kinerja dan respons kebijakan beberapa negara EM, yaitu Pangsa ekspor
komoditas
Malaysia, Thailand, Brazil, dan Rusia selain Indonesia
Persen
sendiri, dalam menghadapi berbagai kondisi tersebut.
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

Dampak pelemahan ekonomi Tiongkok dan penurunan Indonesia Rusia Brazil Thailand Malaysia

harga komoditas dunia terhadap negara EM dipengaruhi


Catatan: berdasarkan SITC 3 kategori 0-4, WITS-World Bank, 2014
oleh struktur perdagangan negara terkait. Semakin tinggi
ketergantungan suatu negara terhadap sektor primer atau
industri komoditas, semakin besar dampak penurunan likuiditas global telah memicu capital outflows dari Rusia.
harga komoditas terhadap kinerja sektor eksternal yang Kondisi tersebut direspons dengan melepas peg mata
pada gilirannya terhadap perekonomian negara tersebut. uang rubel Rusia, terhadap dolar AS dan mata uang euro.
Dari kelima negara EM dalam sampel pengamatan, Rusia Selanjutnya, depresiasi nilai tukar yang terjadi mendorong
memiliki pangsa ekspor komoditas terbesar (76,4%) diikuti peningkatan tekanan inflasi sehingga membatasi ruang
oleh Brazil (62,4%), Indonesia (55,4%), Malaysia (34,8%), pelonggaran kebijakan moneter lebih lanjut.2 Di sisi fiskal,
dan Thailand (23,3%) (Grafik1). Di samping menghadapi Pemerintah Rusia tetap berupaya mempertahankan
penurunan harga komoditas, kelima negara tersebut juga defisit yang rendah di tengah besarnya penurunan
mengalami tekanan capital outflows, dengan intensitas penerimaan dari ekspor migas yang mencapai 52% total
tekanan yang beragam. Untuk mengatasi dampak penerimaan pemerintah Rusia pada tahun sebelumnya.
berbagai tekanan sektor eksternal tersebut, berbagai
respons bauran kebijakan telah dirumuskan dengan
mempertimbangkan kondisi ekonomi, sosial, dan politik
Tabel 1. Indikator Ekonomi Berbagai Negara EM
masing-masing negara.

Indikator
Dalam perumusan respons bauran kebijakan, Ekonomi
Tahun Malaysia Thailand Brazil Rusia Indonesia
keterbatasan ruang kebijakan moneter maupun fiskal Pertumbuhan
2014 6,0 0,9 0,1 0,6 5,0
dapat menghambat perumusan kebijakan yang optimal PDB (%)
dalam upaya pemulihan ekonomi dari tekanan eksternal 2015 5,0 2,8 -3,0 -3,7 4,8
yang dialami. Dari Tabel 1 terlihat bahwa sejalan dengan Inflasi (%) 2014 3,1 1,9 6,4 7,8 6,4
2015 2,7 -0,9 11,3 12,9 3,3
besarnya ketergantungan terhadap ekspor komoditas,
Suku bunga
Rusia mengalami penurunan pertumbuhan terdalam kebijakan (%)*
2015 3,25 1,5 14,25 11 7,25
selama 2015 dibandingkan dengan negara-negara EM Depresiasi
2015 19,3 5,5 41,6 17,8 10,2
lainnya. Penurunan ini selain terutama dipengaruhi oleh nilai tukar (%)
penurunan harga minyak dan harga komoditas, juga terkait Fiskal defisit
2015 6,5 2,5 10,3 2,6 2,5
(% PDB)
dengan latar belakang sanksi ekonomi akibat krisis Ukraina.
Prospek ekonomi yang terus melambat dan pergeseran Catatan:
*Pada akhir tahun 2015
Sumber: CEIC, diolah

1 Berdasarkan data IMF selama tahun 2015 harga komoditas dan energi 2 Namun demikian, bank sentral Rusia telah menurunkan suku bunga
terkontraksi sebesar 35,3%, sementara harga komoditas non-fuel kebijakan sebesar 600 bps secara bertahap dari awal tahun sampai
terkontraksi sebesar 17,5%. dengan Agustus 2015.

LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015 Bab 1 17


Demi mempertahankan defisitnya, Pemerintah Rusia fiskal Pemerintah Indonesia menghadapi tantangan akibat
tidak memberikan stimulus fiskal yang dibutuhkan untuk penurunan pendapatan pemerintah dari sektor migas,
menahan kontraksi perekonomian yang lebih dalam. yang pada tahun 2014 pangsanya mencapai 20% dari total
pendapatan pemerintah.
Hal yang serupa juga terjadi di Brazil sebagai negara
dengan pangsa ekspor komoditas terbesar kedua dan Di sisi lain, Malaysia memiliki diversifikasi produk ekspor
sebagai negara dengan pangsa ekspor ke Tiongkok yang lebih luas dibandingkan dengan Indonesia sehingga
tertinggi dalam sampel. Sektor eksternal Brazil juga dampak penurunan harga komoditas menjadi lebih
mengalami tekanan yang cukup kuat pada tahun 2015. terbatas. Meski demikian, pelemahan ekonomi global
Namun demikian, ruang kebijakan fiskal Pemerintah secara umum tetap memberikan tekanan terhadap
Brazil terbatas mengingat tingginya defisit pemerintah ekspor Malaysia, diantaranya karena cukup tingginya
akibat berbagai permasalahan ekonomi beberapa tahun pangsa ekspor Malaysia ke Tiongkok. Tekanan dari global
terakhir dan permasalahan politik dalam negeri. Di sisi yang terjadi bersamaan dengan permasalahan politik
moneter, ruang kebijakan pelonggaran relatif tidak tersedia Malaysia mendorong aliran modal asing keluar sehingga
akibat tingginya inflasi dan besarnya capital outflows ringgit Malaysia terdepresiasi signifikan. Di samping
yang mengakibatkan mata uang Brazil terdepresiasi itu, Pemerintah Malaysia juga mengalami penurunan
cukup dalam (Tabel 2). Sebagai dampak dari berbagai pendapatan dari sektor migas. Dampak dari penurunan
keterbatasan tersebut, perekonomian Brazil mengalami pendapatan tersebut cukup signifikan mengingat 30%
kontraksi yang cukup dalam pada tahun 2015. pendapatan pemerintah berasal dari sektor migas pada
tahun 2014. Untuk itu, Pemerintah Malaysia mengurangi
Sementara itu, perekonomian Indonesia dan Malaysia subsidi, efisiensi pengeluaran operasional dan reformasi
tetap mencatatkan pertumbuhan yang positif meski perpajakan sehingga defisit fiskal tetap terjaga.3
melambat dibanding dengan tahun sebelumnya. Kedua Berbagai kebijakan tersebut berhasil mempertahankan
negara ini memiliki beberapa perbedaan, baik dalam pertumbuhan ekonomi Malaysia yang masih relatif tinggi
struktur perdagangannya maupun respons kebijakan yang meski turun 1% dari tahunsebelumnya.
ditempuh. Indonesia memiliki pangsa ekspor komoditas
yang cukup tinggi terhadap total ekspor, sehingga memiliki Selanjutnya, Thailand yang memiliki pangsa ekspor
potensi penurunan kinerja sektor eksternal yang lebih komoditas terendah, tetap berhasil meningkatkan
tinggi dibandingkan dengan Malaysia. Untuk menahan pertumbuhan ekonominya. Hal ini, selain dipengaruhi
dampak pelemahan eksternal, Indonesia menempuh oleh tingginya diversifikasi produk ekspor Thailand yang
bauran kebijakan moneter yang prudent, kebijakan juga mencakup produk manufaktur dengan teknologi
makroprudensial yang akomodatif, dan kebijakan fiskal tinggi, juga tidak terlepas dari dukungan bauran kebijakan
yang mendorong stimulus ekonomi. Sebagai upaya moneter maupun fiskal Pemerintah Thailand. Tingkat
mendorong permintaan domestik dan meningkatkan inflasi yang terkendali memberikan ruang yang cukup
pertumbuhan jangka panjang, Pemerintah Indonesia untuk pelonggaran moneter. Di samping itu, Pemerintah
meningkatkan belanja modal untuk pembangunan proyek- Thailand juga menempuh ekspansi fiskal, diantaranya
proyek infrastruktur strategis. Ruang stimulus fiskal yang melalui percepatan pencairan belanja pemerintah untuk
dimiliki pemerintah tersebut tidak terlepas dari reformasi transportasi dan irigasi, serta berbagai paket stimulus
struktural fiskal yang telah dilakukan terutama melalui pemerintah senilai total 11 miliar dolar AS yang antara
pengurangan subsidi energi secara signifikan. Namun, sisi lain ditujukan untuk membantu UMKM dalam pelunasan
kredit dan pembayaran pajak. Stimulus fiskal pemerintah
juga disalurkan ke pedesaan melalui skema Village
Tabel 2. Indikator Respons Kebijakan berbagai Negara EM Fund dalam bentuk pinjaman lunak dan proyek investasi
pemerintah di pedesaan. Kebijakan fiskal tersebut
Indikator
Respons Malaysia Thailand Brazil Rusia Indonesia
berperan dalam mendorong pertumbuhan permintaan
Kebijakan domestik dan memelihara kepercayaan publik terhadap
Perubahan prospek ekonomi Thailand.
suku bunga 0 bps -50 bps 200 bps -600 bps -25 bps
kebijakan*
Pertambahan
0,0 0,3 3,6 2,0 0,2
defisit fiskal* 3 Mulai 1 April 2015 pemerintah Malaysia mengimplementasikan pajak
barang dan jasa untuk perusahaan (Goods and Services Tax) untuk
Catatan:
*Dibandingkan akhir tahun 2014 menggantikan pajak atas penjualan dan jasa (Government Sales and
Sumber: CEIC, diolah Services Tax).

18 Bab 1 LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015


Keterangan gambar:
Sebagai bentuk kerja sama
internasional, Menteri
Keuangan dan Gubernur Bank
Sentral anggota G20 secara
rutin melakukan pertemuan.
Pada 4-5 September
2015, pertemuan tersebut
berlangsung di Ankara Turki
dan menyepakati beberapa
hal seperti perlunya upanya
mendorong pertumbuhan
ekonomi dan meningkatkan
investasi.
Respons Kebijakan Ekonomi Global
Bab 2
Respons bauran kebijakan di negara maju untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi yang sedang melambat terutama bergantung
pada kebijakan moneter yang akomodatif. Kurangnya dukungan
kebijakan fiskal dan reformasi struktural yang memadai menyebabkan
perbedaan fase recovery perekonomian dan divergensi kebijakan
moneter antarnegara maju. Sementara itu, respons bauran kebijakan
di beberapa negara berkembang cenderung lebih menyeluruh. Untuk
Keterangan gambar: mendorong pertumbuhan yang berkualitas dan menjaga stabilitas
Dinamika perekonomian global pada tahun
2014 diwarnai oleh divergensi dalam sistem keuangan, kerja sama internasional juga terus diperkuat.
kebijakan moneter yang ditempuh oleh
negara-negara maju. Kebijakan moneter Namun, berbagai kebijakan tersebut belum mampu mendorong
di AS bersiap untuk mengetat sementara
kebijakan moneter di Eropa dan Jepang pertumbuhan ekonomi global secara signifikan.
masih cenderung akomodatif.
Kebijakan moneter masih digunakan sebagai kebijakan sebelum memberikan kontribusi yang nyata terhadap
utama secara global pada tahun 2015 khususnya di perekonomian.
negara-negara maju atau advanced economies (AE). AE
menerapkan kebijakan moneter menggunakan instrumen Melambatnya ekonomi global dan munculnya gejolak di
suku bunga maupun kebijakan Quantitative Easing (QE). pasar keuangan menjadi perhatian utama forum kerja
The Federal Reserve System (The Fed) sebagai otoritas sama internasional. Upaya-upaya untuk mendorong
moneter di Amerika Serikat telah melakukan normalisasi pertumbuhan ekonomi serta kestabilan pasar keuangan
kebijakan moneternya dan menaikkan suku bunga acuan. menjadi fokus diskusi dan kerja sama hampir di seluruh
Di sisi lain, European Cental Bank (ECB) dan Bank of Japan fora internasional. Dengan penguatan kerja sama tersebut,
(BoJ) masih menerapkan kebijakan suku bunga acuan yang diharapkan diperoleh solusi yang dapat ditempuh untuk
sangat rendah. Selain itu, kedua otoritas moneter tersebut mencapai pertumbuhan yang lebih tinggi, berkelanjutan
juga masih melanjutkan QE. Arah kebijakan yang berbeda dan lebih berkualitas, sekaligus menjaga stabilitas sistem
tersebut merefleksikan perbedaan fase pemulihan keuangan, dan membangun resiliensikawasan.
ekonomi di negara masing-masing. Di satu sisi, kebijakan
yang ditempuh The Fed sejalan dengan perbaikan
fundamental ekonomi terutama di pasar tenaga kerja. 2.1. KEBIJAKAN NEGARA MAJU
Sementara di sisi lain, kebijakan ECB dan BoJ dilakukan
untuk merespons meningkatnya ancaman melambatnya Kebijakan yang ditempuh oleh Amerika Serikat merupakan
ekonomi dan deflasi. respons atas membaiknya kondisi perekonomian negara
tersebut. Membaiknya kondisi perekonomian tersebut
Sementara itu respons kebijakan di negara-negara terutama terjadi di pasar tenaga kerja. Perbaikan tersebut
berkembang atau emerging markets (EM) cenderung lebih diyakini oleh otoritas akan membawa laju inflasi menuju
menyeluruh dibandingkan dengan kebijakan di AE. Respons level 2% dalam jangka menengah. Mengantisipasi hal
kebijakan yang lebih menyeluruh tersebut ditempuh ini, The Fed telah melakukan normalisasi kebijakan
negara-negara berkembang untuk menjawab kompleksnya moneter dengan menaikkan suku bunga pada pertemuan
permasalahan yang dihadapinya. Pelaksanaan kebijakan Federal Open Market Committee (FOMC) Desember 2015
moneter di negara EM secara umum juga diikuti dengan (Grafik2.1).
kebijakan fiskal dan struktural. Sebagian besar negara
menerapkan kebijakan moneter longgar dengan diikuti The Fed telah melakukan sejumlah persiapan sebelum
oleh stimulus kebijakan fiskal berupa peningkatan belanja melakukan normalisasi kebijakan moneternya. Persiapan
pemerintah. Negara-negara berkembang juga menerapkan tersebut dilakukan dalam tiga kebijakan utama. Pertama,
reformasi struktural untuk mengatasi permasalahan melakukan roll over atas surat berharga untuk menjaga
struktural di negara masing-masing. Kebijakan struktural besaran neraca otoritas meneter sejalan dengan kebijakan
tersebut terutama ditujukan dalam rangka penyediaan moneter yang akomodatif (Grafik 2.2). Kedua, menyiapkan
infrastruktur yang memadai, perbaikan iklim investasi, dan instrumen pengelolaan likuiditas agar dapat mengarahkan
penanganan masalah kependudukan. Respons kebijakan
negara-negara EM juga diarahkan untuk memitigasi gejolak
pasar keuangan sebagai dampak dari pelemahan ekonomi Grafik 6.5. Pertumbuhan Penjualan Riil
Grafik 2.1. Suku Bunga Acuan The Fed, ECB, dan BOJ
dan normalisasi kebijakan moneter Amerika Serikat (AS).
Persen
Dampak respons kebijakan global pada pertumbuhan
5
ekonomi dunia masih terbatas. Hal ini terlihat dari
melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia dibandingkan 4

dengan tahun 2014 maupun perkiraan sebelumnya. 3


Kondisi ini disebabkan oleh terlalu bertumpunya bauran
2
kebijakan yang ditempuh pada kebijakan moneter. Dengan
masih terbatasnya dukungan fiskal dan permasalahan 1

struktural yang ada, pemulihan ekonomi AE hanya terjadi 0


secara moderat. Di sisi lain, kebijakan moneter di negara-
-1
negara EM juga belum mampu menahan pertumbuhan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

ekonomi yang melambat. Hal ini antara lain terkait dengan 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

implementasi stimulus fiskal di negara-negara EM dan Fed Funds Target Rate BOJ O/N Call Rate

reformasi struktural yang masih membutuhkan waktu ECB Renance Rate


Sumber: Bloomberg, diolah

22 Bab 2 LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015


Grafik 2.2. Total Aset The Fed, ECB dan BoJ peningkatan permintaan domestik Eropa melalui jalur
Grafik 2.2. Total Aset The Fed, ECB, dan BOJ
sektor keuangan dan jalur kredit. Dalam program ini
Indeks, Juni 2007 =100 ECB melakukan pembelian aset sebesar 60 miliar euro
530 termasuk surat utang pemerintah di kawasan Euro
430 (Eurozone). Pembelian aset ini dilakukan sejak Maret 2015
380 sampai dengan September 2016. Kebijakan QE tersebut
330
merupakan kelanjutan kebijakan pelonggaran sejak tahun
280
2008 sampai akhir tahun 2014 yang bersifat lebih pasif.1
230
Dari sisi kebijakan moneter konvensional, ECB tetap
180
menahan suku bunga acuannya pada level yang sangat
130
rendah yakni di level 0,05%. Selain itu, ECB juga melakukan
80 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
II III IV I
2014
II III IV
2015
pemotongan suku bunga fasilitas deposit (deposit facility)
sebesar 10 bps menjadi -0,3% pada Desember 2015.
The Fed ECB BOJ Kebijakan negative interest rate ini ditujukan untuk
mendorong pertumbuhan kredit perbankan di kawasan
Sumber: Bloomberg, diolah
Eropa. Hal ini ditempuh mengingat bahwa pertumbuhan
kredit, sebagai sumber pembiayaan utama dari aktivitas
sasaran suku bunga pasar menuju sasaran yang ditetapkan. ekonomi Eropa, masih cukup rendah.
Dalam hal ini, The Fed menggunakan instrumen berupa
suku bunga atas banks reserve dan transaksi reverse Dengan perkembangan inflasi yang masih jauh dibawah
repo dalam skala yang besar. Ketiga, melakukan strategi targetnya, ECB diperkirakan akan melakukan kebijakan
komunikasi yang efektif untuk memberikan forward tambahan. ECB diperkirakan akan meningkatkan intensitas
guidance. Forward guidance tersebut berfungsi untuk penggunaan kebijakan moneter nonkonvesional. Kebijakan
memberikan gambaran mengenai arah kebijakan moneter yang ditempuh antara lain berupa pelaksanaan QE tanpa
kepada pelaku pasar. Melalui strategi kebijakan tersebut, batas waktu (open ended) maupun penambahan jumlah
The Fed memberikan indikasi akan mempertahankan pembelian surat berharga. Di sisi lain, opsi penurunan suku
suku bunga rendah hampir sepanjang tahun 2015. Sinyal bunga lanjutan diperkirakan relatif sulit dilakukan karena
kenaikan suku bunga menjadi jelas dalam pernyataan dikhawatirkan memberikan efek negatif pada perbankan.
FOMC bulan pada Oktober dan baru dilakukan pada akhir
tahun 2015. Sementara itu, respons kebijakan di Jepang juga ditempuh
untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan mengatasi
Kenaikan Fed Fund Rate (FFR) ke level 0.25% sampai ancaman deflasi. Bauran kebijakan di Jepang bertumpu
dengan 0.5% pada FOMC bulan Desember 2015 tidak pada kombinasi antara kebijakan moneter dan kebijakan
dipandang sebagai langkah pengetatan moneter. The fiskal. Di sisi kebijakan moneter, BoJ tetap menerapkan
Fed menyatakan bahwa stance kebijakan bank sentral kebijakan moneter yang akomodatif. Selama tahun 2015,
tetap akomodatif. Kenaikan suku bunga dilakukan dalam BoJ menahan suku bunga acuannya tetap pada level yang
kerangka normalisasi kebijakan moneter untuk tetap sangat rendah, yakni 0,1%. Selain itu, BoJ juga melanjutkan
menjaga stabilitas harga. The Fed meyakini bahwa program QE dengan melakukan pembelian aset sebesar 80
perbaikan pada pasar tenaga kerja akan menyebabkan triliun yen per tahun. Di sisi kebijakan fiskal, Pemerintah
laju inflasi mengarah ke level 2% dalam jangka menengah. Jepang mengalokasikan tambahan stimulus fiskal sebesar
Terkait arah kebijakan suku bunga kedepan, The Fed 3,5 triliun yen dan memberikan insentif penurunan
mengisyaratkan bahwa laju kenaikan suku bunga akan pajak bagi perusahaan yang menaikkan gaji karyawan
terjadi secara gradual. Strategi tersebut ditempuh pada Februari 2015. Pada April 2015, otoritas fiskal juga
untuk menjaga momentum perbaikan ekonomi dan menunda rencana penerapan kenaikan pajak penjualan
mengantisipasi risiko dari melambatnya ekonomi global. tahap II dari 8% menjadi 10% pada Oktober 2015 menjadi
Oktober 2017.
Di kawasan Eropa, kebijakan ditempuh untuk merespons
ancaman deflasi dan lambannya pertumbuhan
ekonomi Eropa. Oleh karena itu, ECB pada Januari 2015
memutuskan untuk melakukan kebijakan QE yang lebih
agresif melalui Expanded Asset Purchase Programme 1 LTRO (Long-Term Refinancing Operation), CBPP (Covered Bond
(AEPP). Kebijakan ini bertujuan untuk mendukung Purchase Programme), dan ABSPP (Asset-Backed Securities Purchase
Programme).

LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015 Bab 2 23


Namun demikian, bauran kebijakan moneter dan fiskal Salah satu permasalahan struktural utama yang dihadapi
Jepang yang ditempuh belum berdampak signifikan oleh Jepang, dan negara maju lainnya, adalah penuaan
dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan laju inflasi. populasi (ageing population). Dengan struktur penduduk
Pertumbuhan ekonomi Jepang masih tetap rendah. yang semakin menua, tingkat saving akan cenderung
Peningkatan konsumsi tidak terjadi secara signifikan tinggi sehingga konsumsi masyarakat sulit ditingkatkan.
sebagaimana yang ditargetkan. Hal ini antara lain Tingginya dependency ratio juga berdampak pada
disebabkan oleh terhambatnya pemberian insentif pajak, menurunnya tingkat produktivitas akibat semakin besarnya
yang ditujukan untuk meningkatkan gaji karyawan, karena jumlah penduduk yang tidak bekerja. Selain itu komposisi
rigiditas UU Tenaga Kerja. Sementara itu, penundaan penduduk yang semakin menua juga menimbulkan
kenaikan pajak penjualan juga tidak dapat mengangkat hambatan fiskal (fiscal drag) yakni menurunkan
tingkat konsumsi. Penerapan kebijakan fiskal tersebut pendapatan dari pajak dan semakin meningkatkan
justru memicu lembaga pemeringkat Fitch dan Moodys pengeluaran untuk biaya kesehatan dan pensiun. Median
untuk menurunkan credit rating Jepang sebesar 1 notch usia penduduk Jepang pada tahun 2014 tercatat 46 tahun
menjadi A. Lembaga pemeringkat tersebut menilai bahwa dengan tingkat harapan hidup (life expectancy) mencapai
kebijakan fiskal yang ditempuh Pemerintah Jepang justru 84 tahun, tertinggi di dunia. Berdasarkan komposisinya,
akan menyebabkan peningkatan risiko dari sisi fiskal. persentase jumlah penduduk usia muda (0-14), usia kerja
(15-64), dan usia lanjut (>65) masing-masing tercatat
Terbatasnya dampak penerapan bauran kebijakan moneter sebesar 13%, 61%, dan 26%. Dengan struktur tersebut
dan fiskal diperkirakan akan mendorong kebijakan stimulus dependency ratio di Jepang mencapai 63% atau lebih tinggi
tambahan. Penambahan kuantitas QE diperkirakan akan dari rata-rata dunia maupun dibandingkan dengan negara
ditempuh oleh otoritas moneter. Penerapan kebijakan maju lainnya (Grafik 2.3).
suku bunga negatif juga merupakan opsi kebijakan yang
mungkin ditempuh oleh BoJ. Di sisi fiskal, tidak terdapat Kondisi demografi Jepang tersebut merupakan faktor
banyak pilihan selain melanjutkan kebijakan sebelumnya. utama yang menghambat pencapaian program reformasi
Terbatasnya opsi kebijakan fiskal disebabkan oleh Jepang dalam upaya meningkatkan konsumsi masyarakat.
terbatasnya ruang fiskal yang dimiliki pemerintah. Pemerintah Jepang sejak tahun 1985 telah melakukan

Grafik 6.5. Pertumbuhan Penjualan Riil


Grafik 2.3. Dependency Ratio Negara Maju

1980 2010 2040

Dunia Dunia Dunia

Amerika Amerika Amerika


Utara Utara Utara

Amerika Amerika Amerika

0 20 40 60 80 100 0 20 40 60 80 100 0 20 40 60 80 100


Rasio Ketergantungan (per 100) Rasio Ketergantungan (per 100) Rasio Ketergantungan (per 100)

1980 2010 2040

Dunia Dunia Dunia

Eropa Eropa Eropa


Barat Barat Barat

Jerman Jerman Jerman

0 20 40 60 80 100 0 20 40 60 80 100 0 20 40 60 80 100


Rasio Ketergantungan (per 100) Rasio Ketergantungan (per 100) Rasio Ketergantungan (per 100)

1980 2010 2040

Dunia Dunia Dunia

Asia Asia Asia


Timur Timur Timur

Jepang Jepang Jepang

0 20 40 60 80 100 0 20 40 60 80 100 0 20 40 60 80 100


Rasio Ketergantungan (per 100) Rasio Ketergantungan (per 100) Rasio Ketergantungan (per 100)

Sumber: BBC Capital, UN World Population Projection

24 Bab 2 LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015


upaya untuk mengatasi permasalahan ini diantaranya Grafik 6.5. Pertumbuhan Penjualan Riil
Grafik 2.4. Fiscal Space Negara-Negara Maju
dengan menghimbau penduduk yang mendekati usia dan
telah pensiun untuk tetap bekerja dan menaikkan batas
usia pensiun dari 55 tahun menjadi 60 tahun. Namun
Jerman 167,9
demikian, dengan tingkat kesuburan (fertility rate) yang AS 165,1
Belanda 158,1
termasuk terendah di dunia (hanya 1,4 anak per penduduk Austria 156,6
Malta 151,1
perempuan) dan pelayanan kesehatan yang baik, ke depan Kanada 149,8
Islandia 145,3
struktur demografi di Jepang diperkirakan akan semakin Inggris 132,6
Belgia 124,3
timpang.2 Solusi kebijakan untuk mengatasi masalah Perancis 116,9
Spanyol
struktural yang bersumber dari kondisi demografis tidak Irlandia
115,2
105,5
dapat diselesaikan dengan mudah dan dalam waktu yang Portugal
Jepang 0
58,8

singkat. Pengalaman sejumlah negara maju yang mencoba Italia


Yunani
0
0
memacu tingkat fertilitas untuk memperbaiki struktur Ciprus 0
0 50 100 150 200 250 300
demografi sulit untuk diterapkan. Hal ini terjadi mengingat
Grave Risk (0-40) Signicant Risk (41-69)
perbedaan gaya hidup dan preferensi individu di masing- Caution Risk (70-124) Safe (>124)
masing negara. Di sisi lain, penerapan solusi jangka pendek
Sumber: Moodys Analytics, 2015
dengan mendatangkan imigran juga sulit dilaksanakan
karena hambatan politis dan potensi gejolaksosial.
Disamping kebijakan moneter yang akomodatif, negara-
Negara-negara maju khususnya di kawasan Eropa dan negara EM juga menerapkan kebijakan reformasi
Jepang juga memiliki hambatan struktural lainnya struktural. Kebijakan tersebut antara lain berupa reformasi
berupa terbatasnya ruang fiskal (fiscal space).3 Kondisi ini pasar keuangan, peningkatan kapasitas ekonomi,
disebabkan oleh tingkat utang publik yang telah tinggi. dan pembangunan infrastruktur. Kebijakan lain yang
Studi yang dilakukan oleh Moodys menunjukkan bahwa ditempuh berupa deregulasi ketentuan untuk mendorong
Amerika Serikat dan sebagian kecil negara di Eropa investasi dan kemudahan kegiatan usaha. Selain itu,
masih memiliki ruang fiskal. Namun di sisi lain, sebagian kebijakan struktural juga dilakukan untuk mengurangi
besar negara di Eropa seperti Portugal, Irlandia, Spanyol, ketergantungan terhadap sektor eksternal dan mendorong
Perancis, dan Belgia memiliki keterbatasan ruang fiskal. peningkatan konsumsidomestik.
Sementara itu, Jepang, Italia, Yunani, dan Siprus memiliki
ruang fiskal yang sangat terbatas sehingga penambahan Tiongkok merupakan negara EM yang sangat produktif
utang publik sangat berisiko terhadap stabilitas dalam meluncurkan berbagai kebijakan dengan
makroekonomi (Grafik 2.4). spektrum yang luas. Kebijakan yang dilakukan meliputi
bauran kebijakan moneter dan makroprudensial serta
kebijakan struktural di bidang keuangan, fiskal, industri,
2.2. KEBIJAKAN NEGARA perdagangan, serta kependudukan. Di sisi jangka waktu,
EMERGINGMARKETS

Pada tahun 2015, kebijakan moneter di negara EM Grafik 6.5. Pertumbuhan Penjualan Riil
Grafik 2.5. Suku Bunga Kebijakan EM
secara umum bersifat akomodatif sebagai respons atas
pelemahan perekonomian domestik. Namun demikian,
Persen
tidak seluruh negara EM melakukan kebijakan moneter 16
yang akomodatif. Beberapa negara EM di kawasan Amerika 14
Latin seperti Brazil, Meksiko, dan Chili justru menerapkan 12
kebijakan moneter yang lebih ketat. Kebijakan ini dilakukan
10
dalam rangka mengelola tekanan inflasi akibat depresiasi
8
nilai tukar (Grafik 2.5).
6

0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2 Data kependudukan Jepang berdasarkan data WorldBank, 2015.
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
3 IMF mendefinisikan fiscal space sebagai ruang dalam anggaran India Malaysia Brazil
belanja dan pendapatan pemerintah yang masih dapat dimanfaatkan Turki Meksiko Chili
tanpa melampaui batasan jumlah utang yang ditetapkan dan atau
Sumber: Bloomberg
dapat membahayakan stabilitas makroekonomi negara tersebut.

LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015 Bab 2 25


target kebijakan Pemerintah Tiongkok memiliki dimensi Untuk mencapai target peningkatan PDB dan pendapatan
yang beragam meliputi target jangka pendek, menengah, per kapita 2 kali lipat sebelum tahun 2020, Pemerintah
maupun panjang. Akan tetapi, beragamnya target yang Tiongkok melakukan kebijakan reformasi struktural.
hendak dicapai secara bersamaan pada praktiknya juga Kebijakan ini bertujuan untuk mendorong peningkatan
menimbulkan kompleksitas permasalahan implementasi. konsumsi domestik, stabilisasi investasi dan ekspor.
Untuk itu, Tiongkok mencanangkan sejumlah strategi
Melambatnya ekonomi Tiongkok mendorong otoritas jangka panjang seperti Made in China 2025 dan One
Tiongkok melakukan kebijakan pelonggaran baik melalui Belt One Road. Made in China 2025 merupakan
kebijakan moneter maupun makroprudensial. Selama tahun program peningkatan kualitas (upgrading) produk
2015, People Bank of China (PBoC) melakukan pemotongan industri manufaktur. Sementara itu, One Belt One Road
tingkat suku bunga sebanyak 5 kali, dengan total sebesar merupakan inisiatif untuk mendorong investasi di luar
sebanyak 125 bps hingga mencapai level 4,35%. Selain negeri dan perluasan pasar ekspor. Kebijakan struktural lain
itu, PBoC juga mengeluarkan kebijakan makroprudensial yang memiliki dimensi jangka panjang adalah menghapus
berupa penurunan GWM, baik yang bersifat targeted 1-child policy, yang telah diterapkan sejak tahun 1978, dan
maupun menyeluruh, dan pelonggaran Loan to Value (LTV). menggantinya dengan 2-child policy pada Oktober 2015.
PBoC juga melakukan injeksi likuiditas pada beberapa Kebijakan ini dilakukan untuk mengantisipasi potensi ageing
bank tertentu untuk meningkatkan penyaluran kredit. population yang diperkirakan mengancam Tiongkok mulai
Otoritas juga menerapkan kebijakan makroprudensial pertengahan abad ke 21. Selain itu, kebijakan tersebut juga
untuk memitigasi risiko dari kegiatan shadow banking. bertujuan menjaga agar dependency ratio Tiongkok sejalan
Kebijakan ini mengatur konversi utang lembaga pembiayaan dengan tujuan rebalancing perekonomian.
pemerintah daerah (local government financing vehicles)
kepada bank menjadi surat utang pemerintah daerah Upaya Pemerintah Tiongkok untuk mencapai seluruh
(municipal bond). Municipal bond tersebut dapat digunakan tujuan kebijakan secara simultan menimbulkan komplikasi
sebagai kolateral dalam kegiatan operasi moneter. permasalahan. Kebijakan rebalancing perekonomian
domestik di tengah melambatnya ekonomi global
Di pasar keuangan, Tiongkok mengubah kebijakan nilai menurunkan pertumbuhan ekonomi dibawah perkiraan.
tukar dan meliberalisasi pasar keuangannya. Perubahan Hal tersebut kemudian memicu terjadinya proses
kebijakan nilai tukar dilakukan dengan memperlebar band deleveraging yang cepat sehingga menimbulkan gejolak
pergerakan nilai tukar harian dari 1% menjadi 2% pada di pasar keuangan, khususnya di pasar saham. Gejolak di
bulan Maret 2015. Otoritas juga berusaha mengubah rezim pasar keuangan menyebabkan terjadinya capital outflows,
nilai tukar dari fixed exchange rate menjadi lebih fleksibel pelemahan nilai tukar, dan penurunan cadangan devisa
dan market driven sejak Agustus 2015.4 Sementara itu, yang tajam. Di samping itu, inklusi RMB dalam SDR IMF,
liberalisasi pasar keuangan di pasar keuangan dilakukan yang menuntut komitmen Tiongkok melakukan liberalisasi
dengan membuka akses yang lebih luas pada investor asing pasar keuangannya, justru membebani upaya stabilisasi
di pasar onshore di Tiongkok. Internasionalisasi mata uang pasar keuangan.
juga dilakukan dengan mengembangkan transaksi renmimbi
(RMB) secara offshore di pusat-pusat pasar keuangan Gejolak di pasar keuangan menimbulkan potensi yang
dunia, seperti Singapura dan London, selain di Hong Kong. mengancam pencapaian tujuan jangka panjang Tiongkok.
Liberalisasi di pasar keuangan dan internasionalisasi Pemerintah Tiongkok merespons gejolak di pasar keuangan
tersebut juga merupakan bagian dari komitmen Tiongkok dengan menempuh kebijakan stabilisasi yang lebih ketat.
terkait inklusi RMB dalam keranjang (basket) Special Otoritas memperkuat kontrol atas penetapan currency
Drawing Rights (SDR) yang disetujui IMF pada November fixing dan melakukan intervensi secara konsisten, baik di
2015.5 Selain memiliki tujuan ekonomi, inklusi RMB dalam pasar valas onshore dan offshore. Pada September 2015,
SDR juga merupakan langkah stategis untuk menguatkan otoritas mengenakan tambahan giro wajib minimum
peran Tiongkok dalam percaturangeopolitik. (GWM) tanpa remunerasi sebesar 20% dari outstanding
transaksi forward. Selain itu, Otoritas pada Desember 2015
mempublikasikan Trade Weighted Index (TWI) RMB untuk
memberikan guidance agar pasar tidak hanya tertuju pada
pergerakan nilai tukar terhadap dolar AS.
4 Fixing mengacu atas nilai tukar terhadap dolar AS hari sebelumnya,
kondisi demand dan supply valuta asing dan pergerakan pasar dari
mata uang lain. Kebijakan stabilisasi juga dilakukan untuk menahan
5 RMB mulai efektif menjadi mata uang dalam basket SDR IMF pada 1 pelemahan di pasar saham. Mulai bulan Juli 2015, otoritas
Oktober 2016. menerapkan larangan penjualan oleh shareholder yang

26 Bab 2 LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015


kepemilikannya diatas 5% selama 6 bulan sejak pembelian. Grafik 6.5. Pertumbuhan Penjualan Riil
Grafik 2.6. Indeks Situasi Bisnis India
Otoritas juga mendorong BUMN dan perusahan publik
untuk melakukan pembelian saham dan melarang kegiatan Indeks
short selling di pasar saham. Selain itu, otoritas juga 58
memperbolehkan penggunaan saham sebagai kolateral 56

pinjaman dari bank. 54


52
50
India merupakan salah contoh negara yang menerapkan
48
respons bauran kebijakan yang konsisten dan terfokus. 46
Dalam beberapa waktu terakhir, India telah secara 44
konsisten menerapkan kebijakan untuk menjaga stabilitas 42
makroekonomi dan mendorong pertumbuhan. Dalam 40

konteks ini, otoritas moneter menerapkan bauran 38


I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
kebijakan moneter dan makroprudensial yang longgar
tanpa menimbulkan tekanan inflasi yang signifikan. Di sisi
Pemerintah, kebijakan difokuskan pada upaya peningkatan
Sumber: Bloomberg, diolah
kapasitas perekonomian melalui pembangunan
infrastruktur dan perbaikan iklim usaha. Selain itu,
Pemerintah juga secara bertahap menghapus kebijakan Untuk menyediakan ruang fiskal yang lebih luas, Pemerintah
subsidi bahan bakar untuk membuka fiscal space yang India melakukan reformasi perpajakan dan subsidi.
lebihluas. Pemerintah telah memulai revisi atas UU Pajak dalam
rangka merampingkan struktur pajak pusat dan daerah
Reserve Bank of India (RBI) menempuh kebijakan moneter untuk meningkatkan kepatuhan pajak. Kemudahan dalam
yang longgar. Otoritas moneter menurunkan suku bunga perpajakan juga diberikan dengan mengurangi pengenaan
acuan sebanyak 4 kali selama tahun 2015, dengan total pajak berganda. Di samping itu, Pemerintah juga
sebesar 125 bps menjadi 6,75%. Berkurangnya tekanan menginisiasi pengurangan subsidi harga minyak tanah serta
inflasi, sejalan dengan turunnya harga komoditas global, melanjutkan penurunan subsidi bahan bakar jenis solar.
telah membuka ruang bagi RBI untuk menurunkan
suku bunga secara cukup agresif. Sementara itu, untuk Bauran kebijakan yang konsiten dan terfokus mampu
mendorong pembiayaan sektor sektor prioritas di mendorong perkembangan ekonomi di India selama tahun
daerah, RBI menerapkan kebijakan makroprudensial yang 2015. Ekonomi tumbuh cepat dengan laju inflasi yang tetap
akomodatif untuk mendorong pertumbuhan kredit. Dalam terjaga. Hal ini tidak terlepas dari konsistensi Pemerintah
hal ini, otoritas menaikkan batas minimum penyaluran dan berbagai otoritas di India dalam menempuh reformasi
kredit oleh rural regional banks ke sektor-sektor prioritas struktural. Kondisi tersebut mendorong peningkatan
(pertanian, usaha mikro kecil dan menengah, pendidikan, tingkat keyakinan usaha di India (Grafik 2.6). Perbaikan
infrastruktur, dan energi terbarukan) dari 60% menjadi 75% sentimen yang terjadi turut menopang perekonomian
pada Desember 2015. India sehingga tetap resilien di tengah meningkatnya
tekanan dari sektor eksternal.
Pemerintah India melakukan deregulasi di bidang investasi
dan mempercepat pembangunan infrastruktur. Kebijakan
tersebut antara lain berupa pengapusan larangan bagi FDI 2.3. KERJA SAMA INTERNASIONAL
dalam proyek konstruksi infrastruktur. Batas kepemilikan
investor asing atas perusahaan asuransi dan industri Pemulihan ekonomi global yang berjalan lambat, belum
pertahanan dinaikkan hingga mencapai 50%, sementara merata, dan disertai dengan perbedaan arah kebijakan
pada usaha pertambangan batubara dinaikkan hingga moneter di negara maju menjadi fokus perhatian
mencapai 100%. Pemerintah India juga menginisiasi fora kerja sama internasional. Fora juga mencermati
reformasi UU Agraria guna mempermudah akuisisi lahan sejumlah tantangan, antara lain tren penguatan dolar AS,
untuk pembangunan proyek industri dan infrastruktur. normalisasi kebijakan moneter AS, pelemahan ekonomi
Selain itu, Pemerintah India juga membuka layanan satu Tiongkok, dan penurunan harga komoditas global.
atap dalam perijinan, dengan target pengurusan maksimum Kondisi tersebut direspons dengan penguatan kerja sama
10 hari. Selanjutnya, Pemerintah juga menghapus untuk mencapai pertumbuhan yang berkelanjutan dan
penetapan harga minimum produk pertanian guna berkualitas, sekaligus menjaga stabilitas sistem keuangan
mendorong investasi di sektor pertanian dan perkebunan. dan membangun resiliensi kawasan.

LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015 Bab 2 27


Kerja Sama Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Afrika. G20 juga berupaya meningkatkan efisiensi energi,
dan Perdagangan investasi teknologi energi bersih, serta mendorong
riset dan pengembangan dalam mengatasi dampak
Forum G20 menitikberatkan kerja sama pada upaya perubahan iklim. G20 telah menyepakati dokumen
untuk mencapai pertumbuhan ekonomi inklusif. Upaya G20 Toolkit of Voluntary Options for Renewable Energy
tersebut kemudian diformulasikan dalam 3 I yang Deployment mengenai langkah untuk menciptakan dan
meliputi Implementasi, Investasi, dan Inklusif. Formulasi mengembangkan energi terbarukan. Negara anggota
tersebut merupakan inti dari upaya implementasi menegaskan kembali komitmen untuk mengurangi
seluruh komitmen, mendorong investasi sebagai motor subsidi bahan bakar fosil.
pertumbuhan, dan memastikan pertumbuhan yang
inklusif, serta memperkuat dialog antara G20 dengan Negara G20 terus memperkuat komitmen untuk
negara low income developing countries. mengimplementasikan growth strategy yang telah
disepakati pada KTT Brisbane 2014 (Brisbane Growth
G20 menetapkan tiga agenda prioritas untuk mencapai Strategy). Growth strategy merupakan komitmen
tujuan pertumbuhan yang kuat dan inklusif. Pertama, untuk meningkatkan pertumbuhan PDB negara G20
penguatan pemulihan ekonomi global dan mendorong setidaknya sebesar 2% di atas baseline level PDB negara
pertumbuhan potensial. Upaya tersebut dilakukan G20 dalam World Economic Outlook IMF Oktober 2013.
dengan koordinasi kebijakan makroekonomi, menyusun G20 menyepakati untuk mencapai target pertumbuhan
country specific strategi investasi dan infrastruktur, tersebut pada 2018. Jika target tersebut tercapai, akan
mendorong pasar tenaga kerja menjadi lebih inklusif, terdapat tambahan PDB dunia sebesar 2,1% (sekitar 2
serta memperkuat perdagangan dan investasi. Dalam triliun dolar AS) dan jutaan lapangan pekerjaan baru.
konteks perdagangan, G20 akan mendukung kebijakan
setiap negara yang mendorong dunia usaha, khususnya Investasi publik dan swasta dalam bidang infrastruktur
small and medium-sized enterprises (SMEs), agar dapat penting untuk mendukung upaya peningkatan
masuk dan terlibat dalam Global Value Chains(GVCs). pertumbuhan. Dalam kaitan ini, G20 telah menyepakati
pembentukan Global Infrastructure Hub (GIH).6 G20
Kedua, meningkatkan ketahanan ekonomi global. akan melanjutkan upaya penguatan capacity building,
Sasaran tersebut akan didukung oleh agenda regulasi menjalankan model Public Private Partnership (PPP),
di sektor keuangan, mereformasi arsitektur keuangan serta meningkatkan peran lembaga multinasional dan
internasional, memperbaiki sistem perpajakan bank pembangunan nasional dalam menyediakan
internasional, dan membangun budaya anti korupsi. pembiayaan. Dalam upaya memenuhi pembiayaan
Terkait reformasi arsitektur keuangan internasional, investasi, G20 akan memusatkan perhatian pada
prioritas ditekankan pada komposisi SDR yang dapat pengembangan pembiayaan alternatif yang berasal dari
mencerminkan peran mata uang dalam perdagangan dan pasar modal.
sistem keuangan global. Dalam konteks perpajakan, G20
mendukung G20/OECD Base Erosion and Profit Shifting Implementasi Brisbane Growth Strategy menunjukkan
Action Plan untuk mengatasi masalah penghindaran pajak kemajuan dalam melaksanakan komitmen secara
dan mendorong implementasinya. bervariasi di masing-masing negara. Secara umum,
hasil asesmen menunjukkan bahwa lebih dari sepertiga
Ketiga, memastikan pembangunan yang berkelanjutan. komitmen dalam Brisbane Growth Strategies telah
Tujuan tersebut akan dicapai dengan melaksanakan diimplementasikan. Semua negara anggota akan terus
beberapa aspek yaitu: (i) Pembangunan inklusif dan melakukan upaya untuk mencapai sisa komitmen
berkelanjutan, dengan mengimplementasikan hasil lainnya. Anggota G20 melakukan kaji ulang terhadap
dari The 2030 Sustainable Development Goals (SDGs) Country Specific Growth Strategy dan melakukan
dan Addis Ababa Action Agenda, (ii) Keuangan inklusif, peer review, guna memastikan implementasinya
dengan mengembangkan National Remittance Plans masih tetap konsisten dengan target pertumbuhan
untuk menurunkan biaya remitansi global menjadi kolektif. Negara anggota diperkenankan melakukan
maksimal 5% dari nilai transfer, dan mendukung upaya penyesuaian komitmen, yang dituangkan dalam Adjusted
peningkatan inklusi keuangan lainnya dalam kerangka Growth Strategy. Peluang melakukan penyesuaian
Global Partnership for Financial Inclusion (GPFI),
dan (iii) Memastikan sustainabilitas energi, dengan
6 GIH memiliki mandat untuk mengembangkan platform knowledge-
menyepakati dokumen G20 Energy Access Action Plan sharing dan memperkuat kolaborasi antara Pemerintah, swasta,
khususnya upaya peningkatan akses listrik, yang pada bank pembangunan, dan organisasi internasional lainnya guna
tahap awal akan dilakukan untuk wilayah Sub Sahara meningkatkan pembiayaan infrastruktur.

28 Bab 2 LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015


dimaksudkan untuk mengakomodir perubahan di 10 negara ASEAN dan enam negara mitra tersebut telah
masing-masing negara seperti terjadi tekanan eksternal, berhasil menyepakati prinsip terkait modalitas di area
pergantian kepemimpinan, perubahan arah kebijakan, kerja sama utama yaitu trade in goods, trade in services,
serta perbedaan arah perkembangan ekonomi dari dan investment.7 Para anggota telah menyepakati
perkiraanawal. threshold pengurangan tarif untukperdagangan barang,
modalitas komitmen perdagangan jasa dan investasi,
IMF juga berkomitmen meningkatkan pertumbuhan serta menyampaikan komitmen awal liberalisasi (initial
ekonomi global yang kuat, seimbang, dan memperluas offers).
lapangan kerja. IMF mendorong negara anggota untuk
meningkatkan kepercayaan dan memperkuat permintaan
melalui bauran kebijakan makroekonomi serta Kerja Sama Meningkatkan Stabilitas Keuangan
mempercepat penyusunan kerangka dan implementasi
reformasi struktural. Dalam mendorong pertumbuhan G20 telah menyusun agenda reformasi keuangan
dan meningkatkan resiliensi, IMF mencanangkan inisiatif berstandar internasional. Standar ini berupa penyiapan
Global Policy Agenda (GPA). Substansi GPA diantaranya total-loss-absorbing-capacity (TLAC) bagi global
(i) penerapan kebijakan fiskal yang mendukung systemically important banks (GSIBs) untuk menghindari
pertumbuhan saat ini dan mendatang, dengan investasi hal yang disebut sebagai too-big-to-fail. Dalam
infrastruktur menjadi prioritas di banyak negara, dan (ii) pelaksanaannya, GSIBs telah memiliki recovery plans
penerapan kebijakan moneter di negara maju yang tepat dan manajemen krisis lintas batas (cross-border crisis
dan dikomunikasikan dengan baik. management). Kerangka TLAC juga dimaksudkan untuk
menyiapkan kecukupan likuiditas pada lembaga keuangan
Sementara itu, forum Islamic Development Bank berupaya global yang berdampak sistemik guna menyerap kerugian
untuk meningkatkan perannya dalam membantu proyek jika terjadi krisis. Dengan kesepakatan tersebut maka
infrastruktur negara anggota. Salah satu upaya yang akan penggunaan dana publik melalui mekanisme bailout
ditempuh adalah membentuk World Islamic Investment dapatdihindari.
Bank (WIIB). WIIB diharapkan dapat memberikan
manfaat bagi berbagai negara, yaitu menjadi alternatif G20 juga menempuh upaya untuk mereformasi transaksi
pembiayaan infrastruktur, memfasilitasi pertumbuhan over the counter (OTC) di pasar derivatif. Reformasi
ekonomi syariah, dan menjadi katalisator pengembangan ditujukan untuk memperkuat infrastruktur, terutama
instrumen keuangan syariah. aspek transparansi dan pengelolaan risiko kredit di
pasar derivatif, dan membatasi risiko spillover yang
Indonesia telah melakukan sejumlah upaya untuk berdampak negatif. G20 menyepakati bahwa kontrak
mendorong pertumbuhan ekonomi melalui kerja sama derivatif yang terstandarisasi harus dikliringkan melalui
perdagangan. Guna meningkatkan transaksi perdagangan central clearing counterparties dan dilaporkan kepada
bilateral dengan negara mitra serta mengurangi trade repositories. G20 juga menaruh perhatian besar
ketergantungan terhadap dolar AS, Bank Indonesia pada upaya mengamankan risiko sistem keuangan dari
menjalin kerja sama bilateral currency swap arrangement praktik shadow banking. Untuk itu, G20 telah menyusun
(BCSA). Setelah sebelumnya memiliki kerja sama BCSA Shadow Banking Roadmap untuk mengurangi risiko pada
dengan PBoC senilai 100 miliar yuan dan Bank of Korea stabilitas sistem keuangan akibat praktik shadow banking
(BOK) senilai 10,7 triliun won Korea, BI menandatangani yang tidak prudent dan transparan. Aspek lain yang akan
BCSA dengan Reserve Bank of Australia (RBA) sebesar dilakukan adalah memperkuat pengawasan dan regulasi
10 miliar dolar Australia pada 15 Desember 2015. Selain shadowbanking.
untuk mendorong kinerja perdagangan, BCSA juga
ditujukan untuk meningkatkan investasi langsung, kerja IMF memasukkan mata uang RMB dalam basket SDR
sama keuangan, atau tujuan lain yang disepakati oleh pada 30 November 2015. Keputusan tersebut akan
kedua negara. diimplementasikan mulai 1 Oktober 2016. IMF menilai
yuan telah memenuhi kriteria ekspor yang tinggi dan
Di samping itu, Indonesia juga aktif terlibat dalam freely usable. Dengan masuknya mata uang yuan dalam
kerja sama perdagangan internasional. Liberalisasi basket SDR, negara anggota IMF dapat menggunakan
perdagangan ASEAN dengan negara mitra dalam platform RMB sebagai alternatif cadangan devisa dan mengurangi
Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP)
diyakini dapat memberikan implikasi positif pada
pertumbuhan ekonomi. Perundingan yang melibatkan 7 Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, Australia, Selandia Baru, dan India.

LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015 Bab 2 29


ketergantungan terhadap dolar AS. Hal ini juga akan Salah satu upaya yang dilakukan adalah menyempurnakan
menciptakan stabilitas keuangan di negara emerging OperationalGuideline, sebagai panduan aktivasi CMIM,
markets yang memiliki keterkaitan erat dalam transaksi serta mengembangkan Economic Review and Policy
perdagangan dengan Tiongkok. Dialogue (ERPD) Matrix. Kerangka kerja CMIM saat ini
diarahkan pada upaya penguatan koordinasi antara CMIM
Secara regional, negara-negara ASEAN+3 terus dengan Global Financial Safety Net, seperti fasilitas IMF
melakukan penguatan resiliensi di kawasan melalui dan peningkatan operasionalisasi hal-hal teknis yang
kerja sama Regional Financial Arrangement (RFA). mengacu pada standar internasional. Sementara itu,
Upaya tersebut ditempuh dengan mempersiapkan penguatan peran AMRO dilakukan antara lain melalui
operasionalisasi dan implementasi TheChiang Mai upaya peningkatan status AMRO menjadi organisasi
Initiative Multilateralization (CMIM) serta meningkatkan internasional sehingga setara dengan institusi keuangan
peran ASEAN+3 Macroeconomic Research Office (AMRO). internasional lain seperti IMF dan ADB.

30 Bab 2 LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015


Boks
Implementasi MEA 2015 dan Visi ASEAN 2025
2.1

Forum kerja sama regional ASEAN memasuki babak telah menunjukkan kemajuan, tercermin pada tercapainya
sejarah baru dengan terwujudnya Masyarakat Ekonomi kesepakatan beberapa bank yang dapat beroperasi di
ASEAN (MEA) pada 31 Desember 2015. Implementasi berbagai negara ASEAN (Qualified ASEAN Banks atau QAB).
MEA diharapkan akan menjadikan kawasan ASEAN Terkait dengan liberalisasi investasi, selain mendorong
sebagai sebuah pasar tunggal dan basis produksi, kawasan investasi intra ASEAN, kerja sama juga diarahkan untuk
ekonomi yang berdaya saing tinggi, dan kawasan dengan menarik investasi asing atau Foreign Direct Investment
pembangunan yang merata serta terintegrasi dengan (FDI) dari luar ASEAN melalui promosi investasi ASEAN,
ekonomi global. Dalam upaya membentuk pasar tunggal perbaikan iklim bisnis, dan penyediaan infrastruktur.
dan basis produksi, langkah liberalisasi diarahkan untuk Dengan demikian, secara umum proses integrasi
mewujudkan aliran bebas barang yang didukung oleh ASEAN telah terjadi secara gradual sebelum batas akhir
aliran bebas jasa, investasi, dan tenaga kerja terampil, tahun2015.
serta aliran modal yang lebih bebas. Hal ini akan
memberikan peluang sekaligus tantangan yang besar bagi Indonesia termasuk salah satu negara yang cukup progresif
Indonesia agar dapat memperoleh manfaat yang optimal dalam melakukan liberalisasi. Dalam upaya meliberalisasi
dari terbentuknya MEA. pasar barang, Indonesia telah melakukan penurunan tarif
secara signifikan dan aktif memanfaatkan tarif ATIGA
Terbentuknya pasar tunggal ASEAN bukan merupakan (ASEAN Trade in Goods Agreement). Selain itu, Indonesia
tujuan akhir dari MEA, tetapi justru menjadi batu juga siap mengintegrasikan sistem perdagangan dengan
lompatan untuk menuju langkah berikutnya, yaitu visi ASEAN melalui national trade repository dan national
ASEAN 2025. Namun, sebelum melangkah lebih jauh, single window. Dalam proses liberalisasi sektor jasa,
perlu dilihat proses integrasi yang telah dicapai negara- Indonesia telah menyelesaikan penyusunan AFAS 9 dengan
negara ASEAN hingga tahun 2015. Pengukuran pencapaian komitmen membuka 97 sub sektor.1
integrasi ekonomi ASEAN dapat dilihat dari berbagai
aspek, salah satunya adalah dengan membandingkan Dalam liberalisasi jasa keuangan, Indonesia bersama
antara komitmen integrasi yang ditetapkan oleh ASEAN negara anggota ASEAN lainnya telah menyepakati Paket
leaders dengan pencapaian berbagai komitmen dimaksud. 6 jasa keuangan ASEAN Framework Agreement on
Berdasarkan pendekatan tersebut, dapat diketahui Services (AFAS) dan pedoman ASEAN Banking Integration
bahwa sebagian besar komitmen telah dapat dipenuhi Framework (ABIF) untuk integrasi perbankan. Selanjutnya
dandiimplementasikan. terkait liberalisasi aliran investasi, Indonesia secara
bertahap berhasil mengurangi atau menghapuskan
Di pasar barang, proses integrasi sudah hampir seluruhnya hambatan investasi di beberapa sub sektor tertentu, serta
tercapai. Capaian yang sangat signifikan adalah secara kolektif memfasilitasi dan mempromosikan investasi
keberhasilan negara-negara ASEAN untuk menurunkan melalui penyediaan data/informasi investasi. Dalam
tarif impor hingga mendekati 0%. Selain itu, beberapa hal liberalisasi tenaga kerja terampil, Indonesia terus
fasilitas untuk mendorong perdagangan intra ASEAN meningkatkan kualifikasi tenaga kerja domestik melalui
juga telah diwujudkan, termasuk ASEAN Single Window harmonisasi regulasi dan mendorong sertifikasi agar siap
yang menyederhanakan proses ekspor-impor dan bersaing dengan pekerja asing.
standarisasiproduk.
Sebagaimana disinggung sebelumnya, integrasi ekonomi
Dalam hal mewujudkan aliran bebas jasa, beberapa ASEAN merupakan suatu proses yang dinamis dan
pencapaian yang cukup signifikan adalah semakin berkelanjutan sehingga tidak dapat berhenti dengan
banyaknya area di sektor jasa yang dapat dimasuki telah terimplementasikannya MEA 2015. Untuk itu,
oleh penyedia jasa dari sesama negara ASEAN. Aliran dalam Leaders Summit ke-27 di Malaysia pada 22
tenaga kerja antar negara ASEAN juga diliberalisasi November 2015, Pemimpin ASEAN telah mengadopsi
untuk mendukung commercial presence. Dalam ASEAN Economic Community (AEC) Blueprint 2025 yang
perkembangannya, Mutual Recognition Agreement (MRA) menjadi panduan arah integrasi ekonomi periode 2016-
untuk beberapa area skilled labor telah disusun dan diikuti
dengan MRA di area lainnya. Sektor jasa keuangan yang
merupakan bagian dari liberalisasi aliran modal juga 1 ASEAN Integration Monitoring Report 2015, ASEAN Secretariat,
November 2015.

LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015 Bab 2 31


2025. AEC Blueprint 2025, yang diadopsi bersama dengan biaya yang murah serta mengembangkan jasa keuangan
ASEAN Community Vision 2025, ASEAN Political-Security bagi perusahaan kecil dan berpendapatan rendah.
Community (APSC) Blueprint 2025, dan ASEAN Socio- ASEAN juga mencermati pentingnya program pendidikan
Cultural Community (ASCC) Blueprint 2025, tersebut keuangan dan mekanisme perlindungan konsumen. Hal
menjadi bagian dari deklarasi Kuala Lumpur dengan tema ini meliputi peningkatan kesadaran pribadi atas praktik
ASEAN 2025: Forging Ahead Together. Prioritas utama penipuan serta penanggulangan ancaman penipuandigital.
AEC Blueprint 2025 adalah menyelesaikan implementasi
kesepakatan dalam AEC Blueprint 2015 yang tertunda Integrasi keuangan selain memiliki manfaat yang besar
dengan target penyelesaian pada akhir tahun 2016. untuk mendukung pertumbuhan perdagangan dan
Selain itu, beberapa komitmen khusus dari Kamboja, investasi, juga berpotensi meningkatkan risiko. Untuk
Laos, Myanmar, dan Vietnam pada AEC Blueprint 2015 itu, ASEAN juga memandang penting aspek financial
ditargetkan selesai pada tahun 2018. stability terutama untuk mengantisipasi terjadinya
tekanan pada pasar keuangan regional. Upaya menjaga
AEC Blueprint 2025 terdiri dari lima karakteristik yang stabilitas keuangan ditempuh melalui beberapa langkah
saling terkait dan memperkuat satu sama lainnya yaitu: (i) yaitu: (i) mengintensifkan surveillance makroekonomi dan
Highly Integrated and Cohesive Economy, (ii) Competitive, keuangan dengan mengidentifikasi risiko dan vulnerabilitas
Innovative and Dynamic ASEAN, (iii) Enhancing Economic sistem keuangan, serta mendorong pertukaran informasi
Connectivity and Sectoral Integration, (iv) Resilient, mengenai kondisi makroekonomi antara otoritas fiskal dan
Inclusive and People-Oriented, People-Centred ASEAN, dan moneter, (ii) meningkatkan kerja sama antarnegara dalam
(v) a Global ASEAN. Khusus untuk sektor keuangan, Visi mengimplementasikan ABIF, dan (iii) mewujudkan regulasi,
Integrasi Keuangan ASEAN 2025 terdiri dari tiga pilar yaitu terkait aspek prudensial yang lebih kohesif agar konsisten
Financial Integration, Financial Inclusion, dan Financial dengan international best practices, dan standar regulasi.
Stability. Ketiga pilar ini mencerminkan pendekatan
integrasi secara holistic dalam artian menyeimbangkan Visi integrasi keuangan 2025 juga menekankan bahwa
inisiatif liberalisasi keuangan dengan stabilitas keuangan upaya mewujudkan sektor keuangan yang terintegrasi,
dan inklusi keuangan. Pendekatan holistik ini merupakan inklusi dan stabil harus ditunjang oleh Capital Account
reorientasi dari pendekatan integrasi keuangan Liberalisation, Payment and Settlement Systems,
sebelumnya yang cenderung bersifat liberalisasi berbagai dan Capacity Building. Liberalisasi pasar modal akan
sub-sektor keuangan secara individual. menciptakan aliran modal yang lebih bebas untuk
memfasilitasi investasi dan perdagangan intra-ASEAN
Financial Integration merupakan aspek penting yang perlu serta kemudahan penyaluran kredit. Menyadari adanya
diprioritaskan untuk memfasilitasi transaksi perdagangan perbedaan tingkat kesiapan di masing-masing negara maka
dan investasi intra-ASEAN. Upaya tersebut ditempuh liberalisasi aliran modal dilakukan dengan memperhatikan
melalui peningkatan peran perbankan negara-negara agenda nasional dan mengijinkan penerapan safeguard
ASEAN (indigenous bank), asuransi dan pasar modal yang measure. Sementara, payment and settlement
lebih terintegrasi. Integrasi keuangan perlu ditopang oleh system diarahkan untuk mendorong standarisasi dan
infrastruktur pasar keuangan yang kuat, aman, efisien, pengembangan infrastruktur penyelesaian settlement
dan terkoneksi. Peraturan atau ketentuan yang mengatur yang akan bemanfaat bagi transaksi perdagangan lintas
liberalisasi keuangan juga akan disusun agar lebih kohesif batas, remitansi, serta sistem pembayaran ritel dan pasar
di antara negara ASEAN sehingga dapat meningkatkan modal. Dengan demikian, diharapkan dapat tercipta
efisiensi tanpa mengabaikan aspek prudensial. Pemimpin sistem pembayaran yang aman, efisien, dan kompetitif.
ASEAN telah menyepakati untuk memberikan market Selanjutnya, gap yang terjadi pada sektor keuangan
access dan fleksibilitas operasional yang lebih luas negara ASEAN akan dipersempit dengan melakukan
kepada QAB melalui kerangka kerja sama ASEAN Banking capacitybuilding.
Integration Framework (ABIF) untuk meningkatkan peran
indigenous bank. Dalam mencapai tujuan dari AEC Blueprint 2025
khususnya di sektor keuangan, Menteri Keuangan dan
Sementara itu, pilar financial inclusion dimaksudkan Gubernur Bank Sentral ASEAN telah memberikan mandat
agar manfaat integrasi keuangan dapat dinikmati oleh kepada berbagai ASEAN Working Committee untuk
lebih banyak lapisan masyarakat, terutama yang belum menyusun Strategic Action Plan (SAP) for ASEAN Financial
memiliki akses keuangan. Inklusi keuangan juga bertujuan Integration Post-2015. Penyusunan SAP bertujuan untuk
memperluas penggunaan jasa keuangan digital dengan memastikan tercapainya visi integrasi ekonomi ASEAN

32 Bab 2 LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015


2025. Sejalan dengan upaya memperkuat kepemimpinan stability to ensure that the benefit of integration will be
di kawasan, Bank Indonesia berperan aktif merumuskan sustainable, (iii) Lowering transaction costs, (iv) Having
arah integrasi keuangan ASEAN 2025. Dalam kaitan ini, greater consumer choices and protection, (v) Improving
Bank Indonesia menyusun Strategic Direction sebagai financial inclusion, dan (vi) Increasing risk diversification.
pedoman bagi Working Committee dalam menentukan Key features tersebut dimaksudkan untuk memastikan
Strategic Action Plan. Strategic Direction tersebut tercapainya manfaat integrasi sektor keuangan bagi sektor
disusun dengan memperhatikan relevansi dengan enam riil, yaitu memfasilitasi aliran investasi dan modal di
karakteristik utama (key features) integrasi keuangan ASEAN yang memenuhi kebutuhan sektor riil, khususnya
ASEAN, yaitu: (i) Ensuring the financial services and dalam mencapai visi AEC 2025 yaitu A Cohesive,
capital mobilization meet the need of the real sector, Integrated, Competitive, Global and People-Centered
(ii) Balancing financial integration with financial ASEANsEconomy.

LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015 Bab 2 33


Keterangan gambar:
Sebagaimana layaknya
pemain kuda lumping,
perekonomian domestik pada
tahun 2015 berupaya menjaga
stabilitas di tengah berbagai
tantangan dan berhasil
menemukan momentum
pembalikan pada Semester II.
BAGIAN II PEREKONOMIAN DOMESTIK
STABILITAS MAKROEKONOMI DAN SISTEM KEUANGAN TERJAGA

INFLASI SESUAI TARGET CAD TURUN KE LEVEL YANG LEBIH SEHAT

Persen, yoy Miliar dollar AS


18 17,11 2,0

16 0,0

14 -2,0

12 -4,0
11,06

10 -6,0

8,38 8,36
8 -8,0
8,0 6,59 6,96

6 -10,0
6,60 5,0
6,0 6,0 4,5 4,3
4,0 -12,0
4 5,0 5,0
4,5 4,5 4,5 * * * *
4,0 4,0 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2,80 3,79 3,5
2 3,35
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
2012 2013 2014* 2015

Realisasi Inasi Sasaran Inasi Transaksi Berjalan Basic Balance

DEPRESIASI RUPIAH LEBIH TERBATAS STABILITAS SISTEM KEUANGAN TERJAGA


Mata uang Persen
3,0
BRL -32,9
-29,3
ZAR -26,0
-15,0
-20,4 2,5
TRY
-19,6
MYR -18,6
-16,2
2,0
EUR -11,4
-19,6
IDR -10,2
-11,3
1,5
THB -8,8
-5,2
-7,2
KRW -6,9 1,0
-4,7
INR -4,8
-4,7
PHP -2,5 0,5
-35 -30 -25 -20 -15 -10 -5 0 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Point-to-point Rata-rata (2015)

Persen, yoy PERTUMBUHAN EKONOMI MULAI MEMBAIK PADA PARUH II 2015


5,1
5,0
4,9
4,8
4,7
4,6
4,5
4,4
I II III IV
2015

36 BAGIAN II LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015


BAGIAN II
PEREKONOMIAN DOMESTIK
Di tengah berbagai tantangan eksternal dan domestik, menjadi Rp13.785 per dolar AS, lebih rendah dibandingkan
perekonomian Indonesia 2015 mencatat kinerja yang depresiasi beberapa mata uang negara peers.
positif. Stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan
terjaga sementara momentum pertumbuhan ekonomi Neraca Pembayaran Indonesia pada 2015 mencatat defisit,
mulai bergulir. Terjaganya stabilitas makroekonomi walaupun defisit transaksi berjalan mengalami perbaikan
tercermin pada inflasi yang kembali pada kisaran yang cukup signifikan. Defisit transaksi berjalan pada
sasarannya 41%, defisit transaksi berjalan yang menurun 2015 mengalami penurunan dari 3,1% dari PDB pada
ke sekitar 2% dari PDB, nilai tukar rupiah yang terkendali 2014 menjadi 2,1% dari PDB. Perbaikan defisit transaksi
terutama sejak triwulan IV 2015, dan sistem keuangan berjalan terutama terjadi di sisi neraca perdagangan
yang resilien didukung oleh kecukupan modal yang kuat. migas dan neraca perdagangan nonmigas. Di sisi migas,
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi yang berada penurunan harga minyak dan gas dunia serta menurunnya
pada tren melemah mulai menemukan momentum konsumsi BBM domestik mendorong penurunan impor
pembalikan pada semester II 2015. Pencapaian kinerja migas yang cukup signifikan. Penurunan impor migas
ekonomi tersebut tidak terlepas dari sinergi kebijakan tersebut lebih besar dari penurunan ekspor migas, yang
yang ditempuh Bank Indonesia dan Pemerintah untuk didorong oleh penurunan harga minyak dan gas di tengah
mengawal stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan kenaikan volume ekspor akibat meningkatnya lifting
serta mendorong proses pemulihan perekonomian. minyak domestik. Di sisi nonmigas, neraca perdagangan
mencatat peningkatan surplus, terutama didukung oleh
Ketidakpastian pasar keuangan global berdampak pada penurunan impor nonmigas sejalan dengan melemahnya
meningkatnya tekanan depresiasi nilai tukar rupiah pada permintaan domestik dan depresiasi rupiah. Penurunan
2015. Dinamika triwulanan nilai tukar rupiah terutama impor nonmigas tersebut lebih besar dibandingkan
dipengaruhi faktor eskternal yaitu ketidakpastian kenaikan penurunan ekspor nonmigas, yang dipicu oleh penurunan
suku bunga Fed Fund Rate (FFR), kekhawatiran negosiasi pertumbuhan ekonomi dan harga komoditas dunia. Di sisi
fiskal Yunani, dan devaluasi yuan. Tekanan depresiasi neraca transaksi modal dan finansial (TMF), ketidakpastian
rupiah dari eksternal ini diperberat oleh kondisi domestik pasar keuangan global mendorong penurunan aliran
yang diwarnai oleh melemahnya prospek pertumbuhan modal yang cukup signifikan sampai triwulan III 2015.
ekonomi domestik, belum dalamnya pasar keuangan, serta Namun, meredanya ketidakpastian di pasar keuangan
tingginya ketergantungan korporasi terhadap pembiayaan global dan membaiknya keyakinan terhadap prospek
eksternal. Namun, tekanan depresiasi rupiah mulai perekonomian domestik sejak awal triwulan IV 2015,
berkurang, bahkan cenderung menguat pada triwulan mendorong peningkatan arus masuk modal asing secara
IV 2015. Kondisi tersebut didorong oleh meningkatnya siginifkan, terutama arus masuk investasi portofolio pada
aliran masuk modal asing, seiring dengan meredanya obligasi pemerintah dan investasi langsung. Sejalan dengan
ketidakpastian di pasar keuangan global akibat dari peningkatan surplus TMF tersebut, Neraca Pembayaran
ekspektasi penundaan kenaikan FFR. Dari sisi domestik, Indonesia (NPI) pada triwulan IV 2015 mencatat surplus
berkurangnya tekanan terhadap rupiah terutama ditopang yang cukup tinggi. Untuk keseluruhan tahun 2015, NPI
oleh langkah-langkah kebijakan stabilisasi nilai tukar tercatat defisit sekitar 1,1 miliar dolar AS.
yang ditempuh Bank Indonesia, persepsi positif investor
atas prospek ekonomi domestik akibat rangkaian paket Meski rupiah terdepresiasi, inflasi pada 2015 tercatat
kebijakan ekonomi yang diluncurkan Pemerintah, dan sebesar 3,35% (yoy) dan berada dalam kisaran sasaran
imbal hasil aset domestik yang tinggi. Berbagai faktor inflasi 2015, yaitu 41%. Terkendalinya inflasi pada 2015
positif domestik ini mendorong apresiasi rupiah yang lebih dipengaruhi oleh faktor global dan domestik. Di sisi
besar dibandingkan apresiasi mata uang negara lain. Untuk global, menurunnya harga minyak dunia memberikan
keseluruhan 2015, rupiah mencatat depresiasi 10,2% (yoy) kesempatan bagi Pemerintah untuk menurunkan harga
BBM domestik dan harga LPG 12 kg serta menyesuaikan

LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015 BAGIAN II 37


tarif tenaga listrik. Penurunan tersebut dimungkinkan pertumbuhan ekonomi negara-negara lain dengan basis
sejalan dengan reformasi energi yang mengatur penentuan komoditas, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih
harga energi berdasarkan harga keekonomiannya. Hal ini relatif tinggi. Secara spasial, struktur pertumbuhan
mendorong rendahnya inflasi administered prices pada ekonomi Indonesia yang juga mulai terdiversifikasi mampu
tahun 2015. Kedua, penurunan harga komoditas global, menahan penurunan pertumbuhan ekonomi lebih lanjut.
termasuk harga pangan, menyebabkan inflasi volatile Perekonomian Jawa, dengan basis sektor manufaktur
food yang relatif terkendali. Di sisi domestik, meski rupiah bernilai tambah tinggi, cenderung masih tumbuh tinggi,
terdepresiasi, passthrough pelemahan nilai tukar terhadap sehingga dapat mengimbangi pertumbuhan ekonomi
inflasi relatif terbatas. Kondisi tersebut tidak terlepas di luar Jawa yang terkena dampak pelemahan harga
dari permintaan domestik yang terkelola dan inflasi komoditas.
harga barang impor yang relatif rendah. Kedua, tingginya
pasokan komoditas pangan strategis juga menopang Di sektor keuangan, stabilitas sistem keuangan masih
terkendalinya inflasi volatile food di tengah gangguan El tetap terjaga dengan baik, di tengah meningkatnya risiko
Nino yang kuat. Terjaganya inflasi volatile food tersebut yang bersumber dari perkembangan ekonomi global yang
juga tak lepas dari semakin kuatnya koordinasi Pemerintah kurang kondusif. Hal tersebut tercermin pada Indeks
dan Bank Indonesia dalam mendorong peningkatan Stabilitas Sistem Keuangan (ISSK) tahun 2015 yang tercatat
produksi, memperbaiki distribusi, serta meminimalkan sebesar 0,89 dan masih berada di batas aman. Ketahanan
berbagai distorsi harga bahan pangan. Sejalan dengan industri perbankan masih tetap terjaga, tercermin pada
perkembangan ini, pada 2015 inflasi inti tercatat risiko kredit dan risiko likuiditas yang terjaga, profitabilitas
hanya sebesar 3,95% (yoy), inflasi administered prices yang masih tinggi, serta kecukupan modal yang kuat.
0,39% (yoy), sementara, inflasi volatile food mencapai Risiko kredit relatif rendah, meski cenderung meningkat
4,84%(yoy). seiring dengan penurunan kemampuan membayar utang
korporasi akibat penurunan pendapatan korporasi dan
Perekonomian Indonesia telah menemukan kembali rumah tangga. Hal ini tercermin pada Non Performing
momentum perbaikan sejak semester II 2015. Loan (NPL) yang naik menjadi 2,5%, masih lebih rendah
Pertumbuhan ekonomi domestik terus melambat sampai dari batas aman sebesar 5%. Penurunan pendapatan
semester I 2015, sejalan dengan pelemahan ekonomi korporasi dan rumah tangga juga mendorong melemahnya
global, penurunan harga komoditas, dan tersendatnya pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang hanya tumbuh
belanja pemerintah akibat permasalahan nomenklatur. 7,3%. Pertumbuhan DPK yang melambat berdampak pada
Namun, pertumbuhan ekonomi mulai berbalik arah pada meningkatnya risiko likuiditas, meski masih dalam batas
semester II 2015, didorong oleh perbaikan permintaan aman. Rasio alat likuid terhadap DPK turun menjadi 19,4%,
domestik. Belanja pemerintah meningkat signifikan, namun lebih tinggi dari batas amannya sebesar 8,5%. Di
ditopang oleh peningkatan belanja modal pemerintah sisi intermediasi perbankan, pertumbuhan kredit masih
terutama terkait pembangunan infrastruktur. Stimulus dalam tren menurun, tumbuh hanya 10,4%. Perlambatan
fiskal pemerintah tersebut juga telah direspons oleh sektor tersebut didorong baik oleh penurunan permintaan,
swasta. Hal ini tercermin pada membaiknya pertumbuhan akibat dari pelemahan pertumbuhan ekonomi domestik,
investasi di beberapa sektor, seperti sektor konstruksi. maupun oleh penurunan penawaran akibat peningkatan
Sementara itu, di sisi rumah tangga, tetap tingginya lending standard sebagai respons bank atas peningkatan
tingkat keyakinan konsumen mendorong pertumbuhan NPL. Dengan fungsi intermediasi yang belum pulih dan
konsumsi rumah tangga yang masih relatif stabil dan risiko kredit yang meningkat, tingkat profitabilitas bank
resilien. Untuk keseluruhan 2015, pertumbuhan ekonomi menurun. Meski menurun menjadi 2,27% pada 2015,
masih mengalami perlambatan dari 5,02% pada 2014 tingkat profitabilitas ini masih lebih tinggi dibanding negara
menjadi 4,79%. Meski menurun, dibandingkan dengan kawasan.

38 BAGIAN II LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015


Penurunan tingkat profitabilitas tidak berdampak sistem pembayaran yang dilayani Bank Indonesia dan
signifikan terhadap resiliensi perbankan Indonesia, industri turun menjadi 9,4%, sejalan dengan perlambatan
karena tingkat kecukupan modal perbankan yang tinggi. pertumbuhan ekonomi. Namun dari sisi volume, terjadi
Tingkat kecukupan modal perbankan Indonesia pada peningkatan pertumbuhan dari 18% menjadi 19% pada
akhir 2015 tercatat 21,2%, meningkat dibandingkan tahun 2015. Peningkatan terjadi terutama pada sistem
dengan 2014 sebesar 19,4%. Resiliensi perbankan pembayaran yang diselenggarakan industri berupa
Indonesia juga terkonfirmasi oleh hasil stress test Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) maupun
terhadap risiko kredit dan risiko pasar, yang menunjukkan Uang Elektronik (UE). Hal ini sejalan dengan program
bahwa perbankan Indonesia memiliki tingkat ketahanan elektronifikasi alat pembayaran melalui Gerakan Nasional
permodalan yang tinggi dalam menghadapi skenario Non Tunai (GNNT) serta kebijakan Pemerintah dalam
terburuk. Di sisi nonbank, peran pembiayaan nonbank menyalurkan bantuan sosial melalui penggunaan UE.
meningkat, seiring dengan respons korporasi terhadap Keberhasilan program elektronifikasi alat pembayaran ini
peningkatan lending standard perbankan. Korporasi juga terlihat pada meningkatnya rasio APMK terhadap
terindikasi mencari alternatif sumber pendanaan melalui PDB, yang mengindikasikan perbaikan preferensi
pasar obligasi, saham dan sukuk korporasi, serta Medium masyarakat untuk menggunakan alat pembayaran
Term Note (MTN) dan Negotiable Certificate of Deposit nontunai. Dari sisi sistem pembayaran tunai, pengelolaan
(NCD). uang rupiah juga menunjukkan kinerja yang semakin
andal, antara lain tercermin pada semakin luasnya
Sistem pembayaran selama 2015 mencatat kinerja yang coverage layanan kas Bank Indonesia dan meningkatnya
semakin baik. Di sisi Bank Indonesia, hal ini tercermin kualitas uang tunai. Kinerja yang andal tersebut
pada terpenuhinya keandalan dan ketersediaan ditopang oleh kebijakan pengelolaan uang rupiah, yang
sistem pembayaran, serta pelaksanaan contingency diantaranya berupa pengembangan jaringan distribusi
plan yang efektif. Di sisi sistem pembayaran yang uang dan layanan kas melalui Kas Titipan, posisi kas Bank
diselenggarakan oleh industri, tidak terjadi kegagalan Indonesia yang memadai, serta peningkatan kualitas
sistem yang signifikan. Pertumbuhan nilai transaksi uang melalui clean money policy.

LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015 BAGIAN II 39


Keterangan gambar:
Di tengah kondisi
eksternal yang kurang
menggembirakan, realisasi
belanja infrastruktur
pemerintah menjadi sumber
pertumbuhan utama bagi
ekonomi Indonesia pada
tahun 2015. Penyerapan
tenaga kerja di sektor
konstruksi juga meningkat.
Pertumbuhan Ekonomi
Bab 3
Dinamika ekonomi global yang ditandai dengan berlanjutnya
pelemahan ekonomi dunia dan berkurangnya aliran modal ke
emerging markets memberikan tekanan terhadap pertumbuhan
ekonomi domestik pada tahun 2015. Perlambatan pertumbuhan
ekonomi telah memberikan dampak yang kurang menguntungkan
bagi pengangguran dan kesejahteraan. Merespons kondisi tersebut,
BI dan Pemerintah menempuh berbagai kebijakan dalam rangka
Keterangan gambar: menjaga stabilitas makro dan mendorong pemulihan ekonomi
Dinamika perekonomian global pada tahun
2014 diwarnai oleh divergensi dalam lebih lanjut. Sejalan dengan respons kebijakan tersebut, risiko
kebijakan moneter yang ditempuh oleh
negara-negara maju. Kebijakan moneter perekonomian mulai terjaga dan keyakinan pelaku ekonomi mulai
di AS bersiap untuk mengetat sementara
kebijakan moneter di Eropa dan Jepang membaik. Hal tersebut ditandai dengan mulai terlihatnya momentum
masih cenderung akomodatif.
pemulihan ekonomi pada paruh kedua 2015.
Pertumbuhan ekonomi global yang lebih rendah terkait dengan melemahnya permintaan negara tujuan
dibandingkan tahun sebelumnya memberikan dampak ekspor dan cukup besarnya kandungan impor ditengah
kurang menguntungkan bagi perekonomian domestik. pelemahan nilai tukar. Berkurangnya pendapatan dari
Pada tahun 2015, pemulihan ekonomi negara advanced ekspor telah berimbas pada menurunnya permintaan
economies cenderung terbatas. Sementara itu, domestik, khususnya konsumsi swasta dan investasi
pertumbuhan ekonomi negara-negara emerging markets nonbangunan. Sejalan dengan penurunan ekspor
(EM), yang merupakan sumber utama pertumbuhan dan perlambatan permintaan domestik, impor juga
ekonomi global, cenderung melambat. Salah satu motor terkontraksi cukup dalam. Dari sisi lapangan usaha (LU),
ekonomi dunia yang juga mitra dagang utama Indonesia, perlambatan ekonomi yang semula dipicu LU berbasis
yaitu Tiongkok, terus menunjukkan perlambatan ekonomi. komoditas (sektor primer) telah merambat pada kinerja
Masih lemahnya pertumbuhan ekonomi global tersebut LUlainnya.
mendorong berlanjutnya penurunan harga komoditas.
Situasi global yang kurang kondusif ini berimbas negatif Perlambatan pertumbuhan ekonomi memberikan
pada kinerja ekonomi domestik, tercermin dari kontraksi dampak yang kurang menggembirakan pada kondisi
ekspor. Dengan perekonomian yang masih banyak ketenagakerjaan dan kesejahteraan. Tingkat pengangguran
mengandalkan komoditas Sumber Daya Alam (SDA), sedikit meningkat yang disertai dengan menurunnya
penurunan harga komoditas memicu penurunan terms of elastisitas penyerapan tenaga kerja terhadap pertumbuhan
trade dan kegiatan ekonomi domestik secarakeseluruhan. ekonomi. Penurunan penggunaan tenaga kerja terlihat di
lapangan usaha pertambangan, pertanian, dan industri.
Perlambatan ekonomi domestik ditengah ketidakpastian Sebaliknya, penyerapan tambahan tenaga kerja terutama
di pasar keuangan global yang tinggi meningkatkan terjadi di LU konstruksi sebagai dampak dari meningkatnya
risiko perekonomian dan menurunkan keyakinan realisasi berbagai proyek infrastruktur. Sejalan dengan
pelaku ekonomi. Risiko perekonomian yang sempat kondisi ketenagakerjaan, tingkat kesejahteraan masyarakat
mengemuka adalah risiko nilai tukar yang diiringi dengan juga sedikit mengalami penurunan, tercermin dari angka
menurunnya keyakinan terhadap perekonomian. Hal kemiskinan yang relatif meningkat dan gini ratio yang
ini berdampak pada berkurangnya aliran modal asing belum membaik.
masuk dan meningkatnya tekanan nilai tukar rupiah.
Perlambatan ekonomi dan pelemahan nilai tukar rupiah Meskipun ekonomi domestik melambat untuk keseluruhan
telah mendorong munculnya risiko korporasi berupa 2015, momentum pemulihan ekonomi mulai terlihat
penurunan kinerja keuangan korporasi, yang pada di paruh kedua 2015 didorong oleh stimulus fiskal
gilirannya mendorong penurunan investasi. Penurunan pemerintah. Di tengah rendahnya penerimaan pajak,
kinerja korporasi juga berdampak pada kemampuan kebijakan reformasi fiskal terutama berkurangnya subsidi
korporasi dalam membayar utang. Sejalan dengan hal telah membuka ruang stimulus bagi perekonomian.
tersebut, risiko perbankan meningkat, tercermin pada Stimulus fiskal tercermin dari peningkatan belanja
naiknya Non Performing Loan (NPL) meskipun masih pemerintah khususnya belanja modal terkait proyek-
dalam batas aman. Menyikapi peningkatan risiko ini, proyek infrastruktur pemerintah. Mulai membaiknya
bank meningkatkan lending standard yang berdampak perekonomian domestik tersebut memberikan dampak
pada penurunan penyaluran kredit. Semakin terbatasnya positif pada persepsi risiko dan keyakinan pelaku ekonomi.
penyaluran kredit selanjutnya berdampak negatif pada Dampak positif tersebut juga didukung oleh kebijakan
pertumbuhan ekonomi yang juga berimplikasi pada risiko Bank Indonesia yang secara konsisten menjaga stabilitas
fiskal terkait terbatasnya ruang stimulus akibat rendahnya makroekonomi. Di tengah ketidakpastian pasar keuangan
penerimaanpajak. global yang masih tinggi, upaya Bank Indonesia untuk
mendorong pemulihan ekonomi ditempuh melalui
Secara keseluruhan, perekonomian Indonesia tahun 2015 pelonggaran kebijakan makroprudensial. Berbagai
tumbuh sebesar 4,8% (yoy), lebih rendah dibandingkan kebijakan tersebut dapat mendorong pertumbuhan
dengan tahun 2014 yang mencapai 5,0% (yoy) maupun ekonomi yang lebih baik pada paruh kedua 2015.
perkiraan Bank Indonesia di awal tahun sebesar 5,4-5,8%.
Kinerja sektor eksternal menurun tajam sebagaimana Ke depan, Bank Indonesia dan Pemerintah akan terus
tercermin dari penurunan pertumbuhan ekspor yang meningkatkan koordinasi guna mendukung berlanjutnya
cukup signifikan. Dengan komposisi ekspor yang masih pemulihan ekonomi, dengan tetap menjaga stabilitas
didominasi SDA, pelemahan nilai tukar rupiah belum dapat makroekonomi. Mempertimbangkan dampak lanjutan
memperbaiki kinerja ekspor secara umum. Sementara itu, stimulus fiskal ke sektor swasta yang masih relatif terbatas,
ekspor manufaktur juga masih menghadapi tantangan kebijakan diarahkan untuk mendorong momentum

42 Bab 3 LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015


pertumbuhan ekonomi yang mulai bergulir. Dalam hal ini, Grafik 3.1 ToT dan Ekspor SDA
Grafik 3.1. Terms of Trade dan Ekspor SDA
Pemerintah akan terus melanjutkan dan mempercepat
reformasi struktural yang sudah mulai berjalan. Persen, yoy Persen, yoy
Sementara itu, Bank Indonesia akan memanfaatkan 40 8

ruang pelonggaran kebijakan moneter secara berhati- 35 6


30
hati untuk memperkuat keyakinan pelaku ekonomi, yang 25
4
2
pada gilirannya berkontribusi positif pada pertumbuhan 20
15 0
ekonomi, stabilitas makroekonomi, dan sistem keuangan. 10 -2
5 -4
0
-6
-5
3.1. PDB PENGGUNAAN -10
-8

-15 -10
-20 -12
Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2015 tercatat 4,8%, 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
melambat jika dibandingkan dengan pertumbuhan
ekonomi tahun sebelumnya sebesar 5,0%. Namun Ekspor SDA ToT (skala kanan)

indikasi pemulihan mulai terlihat di paruh kedua 2015.


Perlambatan yang cukup dalam terjadi pada Semester I
2015, dan kemudian berangsur membaik pada Semester bisnis. Secara keseluruhan, permintaan domestik menjadi
II 2015 (Tabel 3.1). Pada paruh pertama, permintaan sumber utama pertumbuhan ekonomi pada tahun 2015
domestik baik konsumsi maupun investasi menurun cukup ditengah belum membaiknya kondisi eksternal.
signifikan sejalan dengan penurunan ekspor. Penurunan
konsumsi swasta pada periode tersebut turut dipengaruhi Melambatnya pertumbuhan ekonomi global dan
oleh base-effect Pemilu 2014 yang mendorong kontraksi berlanjutnya penurunan harga komoditas pada tahun 2015
konsumsi Lembaga Non Profit Rumah Tangga (LNPRT). mendorong penurunan kinerja ekspor Indonesia. Dengan
Sementara itu, konsumsi dan investasi pemerintah komposisi ekspor Indonesia yang masih didominasi SDA,
juga menghadapi kendala administratif reorganisasi penurunan harga komoditas global mendorong penurunan
kementerian/lembaga (K/L). Pada paruh kedua, stimulus terms of trade (ToT) cukup dalam (Grafik 3.1). Turunnya
fiskal pemerintah mampu mendorong perbaikan ekonomi. harga komoditas mendorong kontraksi ekspor terutama
Sejalan dengan konsumsi pemerintah yang meningkat, yang berbasis komoditas seperti pertambangan, dengan
investasi bangunan juga naik cukup signifikan terkait penurunan paling tajam terjadi pada batubara. Meski
realisasi belanja infrastruktur. Dampak rambatan stimulus demikian, kebijakan pemberian perpanjangan ijin ekspor
fiskal ke sektor swasta mulai terlihat, meskipun masih konsentrat mineral (tembaga) sesuai dengan kemajuan
terbatas. Sejalan dengan indeks kepercayaan konsumen pembangunan smelter dapat menahan penurunan ekspor
yang mulai membaik, konsumsi rumah tangga khususnya lebih dalam. Sementara itu, ekspor manufaktur juga belum
konsumsi nonmakanan terlihat mulai sedikit meningkat menunjukkan peningkatan ditengah pelemahan nilai tukar
pada penghujung tahun 2015. Selain itu, investasi rupiah. Belum kuatnya ekspor manufaktur tidak terlepas
nonbangunan juga mulai menunjukkan arah perbaikan dari rendahnya permintaan global, serta masih cukup
seiring dengan perkembangan positif pada sentimen besarnya kandungan impor dalam ekspor. Pelemahan

Tabel 3.1. Pertumbuhan PDB Penggunaan


Persen, yoy
2015**
Komponen PDB 2012 2013 2014*
I II III IV Total
Konsumsi RT 5,49 5,43 5,16 5,01 4,97 4,95 4,92 4,96
Konsumsi LNPRT 6,68 8,18 12,19 -8,07 -7,99 6,56 8,32 -0,63
Konsumsi Pemerintah 4,53 6,75 1,16 2,91 2,61 7,11 7,31 5,38
PMTB 9,13 5,01 4,57 4,63 3,88 4,79 6,90 5,07
Bangunan 8,13 6,74 5,52 5,47 4,82 6,25 8,21 6,23
Nonbangunan 11,73 0,63 2,03 2,35 1,32 0,73 3,10 1,87
Ekspor 1,61 4,17 1,00 -0,62 -0,01 -0,60 -6,44 -1,97
Impor 8,00 1,86 2,19 -2,19 -6,97 -5,90 -8,05 -5,84
PDB 6,03 5,56 5,02 4,73 4,66 4,74 5,04 4,79
Sumber: BPS *angka sementara **angka sangat sementara

LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015 Bab 3 43


ekspor terlihat dari penurunan ekspor ke salah satu Grafik 3.2. Pendapatan per Kapita
Grafik 3.2. Pendapatan per Kapita
mitra dagang utama, yakni Tiongkok, yang lebih rendah
hampir 20% dibanding tahun sebelumnya. Penurunan Juta rupiah
tersebut terutama bersumber dari kontraksi ekspor 50

berbasis komoditas yang dominan dalam struktur ekspor


ke Tiongkok.1 Namun demikian, kinerja positif ditunjukkan 40

oleh ekspor otomotif Indonesia yang tetap menunjukkan


30
pertumbuhan cukup baik dalam dua tahun terakhir
(Tabel3.2). 20

Sejalan dengan berkurangnya pendapatan yang dipicu 10

dari penurunan ekspor, kinerja konsumsi rumah tangga


0
(RT) juga melambat. Tren perlambatan terutama terjadi 2011 2012 2013 2014 2015
pada konsumsi yang bersifat barang sekunder dan tersier,
yang tergolong dalam kelompok konsumsi nonmakanan,
kendati pada akhir tahun 2015 sedikit membaik. Secara
Sumber: BPS
umum, konsumsi RT masih cukup solid dan lebih baik
dibandingkan kondisi setelah krisis keuangan global yang
hanya tumbuh sekitar 4% pada akhir 2009. Indikator upah di berbagai lapangan usaha, terutama untuk kategori
makro yang mendukung cukup resiliennya kekuatan pekerjaanformal.
konsumsi antara lain adalah pendapatan per kapita yang
berada dalam tren meningkat. Pendapatan per kapita Untuk menahan perlambatan konsumsi yang lebih dalam
tahun 2015 tercatat sebesar Rp45,2 juta (US$3.377,1), akibat berkurangnya pendapatan yang bersumber dari
meningkat dibanding pendapatan per kapita tahun SDA, konsumsi rumah tangga juga ditopang dengan
sebelumnya sebesar Rp41,8 juta (Grafik3.2). Selain itu, pemanfaatan tabungan. Pertumbuhan simpanan oleh
daya beli masyarakat yang masih cukup terjaga juga perseorangan dalam rupiah menunjukkan kecenderungan
didukung oleh kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) melambat (Grafik 3.4). Hal ini mengindikasikan upaya
riil. Dalam lima tahun terakhir, rata-rata kenaikan UMP untuk mempertahankan tingkat konsumsi (consumption
riil cukup besar yaitu mencapai di atas 7% dan pada smoothing), setelah dalam beberapa periode sebelumnya
tahun 2015 naik sekitar 8,9% (Grafik 3.3). Perkembangan individu cenderung mengakumulasi simpanan yang
kenaikan UMP tersebut menjadi referensi bagi kenaikan cukup akseleratif, terutama pada saat harga komoditas
melonjak. Selain dari tabungan, penarikan uang tunai
dari kartu kredit dalam satu tahun terakhir yang
Tabel 3.2. Perkembangan Ekspor Nonmigas menunjukkan peningkatan juga merupakan indikasi upaya
menopangkonsumsi.
Jan- Des
Pertumbuhan Share Share
(Miliar Dollar
Komponen PDB (Persen, ytd) 2014 2015
AS)
ytd ytd
2014 2015 2014 2015 Grafik 3.3. Konsumsi Swasta dan UMP Riil
Grafik 3.3. Konsumsi Swasta dan UMP Riil
Crude Palm Oil 20,0 17,8 8,6 -10,9 13,6 13,5
Batubara 20,8 16,0 -14,5 -23,4 14,2 12,1
Persen, yoy Persen, yoy
Pakaian 7,7 7,6 -0,5 -1,3 5,2 5,7 6 12
Peralatan Elektronik 6,1 5,6 -1,5 -9,3 4,2 4,2
Tekstil 4,7 4,4 3,1 -7,3 3,3 3,4 5 10
Kendaraan 5,2 5,4 14,5 3,1 3,6 4,1
4 8
Karet Mentah 4,8 3,7 -30,9 -21,9 3,3 2,9
Biji Besi dan Baja 4,1 3,1 -4,0 -23,0 2,8 2,4 3 6
Suku Cadang 2,3 2,0 1,8 -13,3 1,5 1,5
Furnitur 1,8 1,7 2,4 -4,0 1,2 1,3 2 4

Plastik dan Sejenisnya 1,2 0,9 10,4 -23,1 0,8 0,7


1 2
Lainnya 68,0 63,9 -1,3 -5,3 -52,8 -50,7
TOTAL EKSPOR 0 0
146,5 131,9 0,0 -8,1 1,0 1,0 2011 2012 2013 2014 2015
NONMIGAS

Konsumsi RT UMP Riil (skala kanan)

1 Pangsa ekspor komoditas Indonesia ke Tiongkok terhadap total ekspor


Sumber: Kemenakertrans, BPS, diolah
Indonesia ke Tiongkok mencapai 70% pada tahun 2015.

44 Bab 3 LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015


Grafik 3.4. Konsumsi RT dan Tabungan mencapai 1,8% dari PDB (Grafik 3.5). Tingginya belanja
Grafik 3.4. Konsumsi RT dan Tabungan
modal tersebut terkait dengan akselerasi berbagai
Persen, yoy Persen, yoy proyek infrastruktur pemerintah, yang merupakan salah
30 7 satu agenda reformasi struktural. Di tengah lemahnya
permintaan eksternal maupun swasta domestik, stimulus
25 6
fiskal menjadi motor utama penggerak ekonomi yang
5
20 mendorong momentum pertumbuhan ekonomi.
4 Momentum pemulihan ekonomi telah memberikan
15
3 dampak positif pada membaiknya keyakinan pelaku
10
2
ekonomi, terutama konsumen, sehingga mendorong
5
mulai membaiknya konsumsi RT khususnya kelompok
1
nonmakanan pada akhir 2015 (Grafik 3.6).
0 0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Meski minat investasi swasta pada 2015 masih lemah,
Tabungan dan deposito perorangan Konsumsi rumah tangga (skala kanan) pemulihan ekonomi di paruh kedua mampu mendorong
optimisme terhadap perekonomian ke depan. Setelah
Sumber: BPS, diolah
mengalami tren perlambatan sampai dengan paruh
pertama 2015, investasi mulai menunjukkan perbaikan
Di tengah kecenderungan melambatnya konsumsi swasta, terutama investasi bangunan yang bersumber dari
peran stimulus fiskal pada paruh kedua 2015 mampu pemerintah. Sementara itu, investasi nonbangunan yang
menciptakan optimisme dan mendorong perbaikan dilakukan oleh sektor swasta masih tumbuh terbatas.
ekonomi. Setelah tertahan pada paruh pertama akibat Penurunan pendapatan terkait melemahnya permintaan
kendala perubahan beberapa nomenklatur K/L, belanja baik dari ekspor maupun domestik, yang dibarengi dengan
pemerintah meningkat signifikan pada semester II. tekanan nilai tukar rupiah telah memicu potensi risiko
Konsumsi pemerintah yang meningkat terindikasi dari korporasi melalui penurunan kinerja keuangan. Risiko
belanja barang yang mencapai sekitar Rp170,5 triliun yang meningkat terutama terjadi pada korporasi dengan
(40,9%, yoy) selama semester II, setelah di semester I kandungan impor tinggi namun berorientasi domestik dan
hanya mencapai Rp60,1 triliun (8,1%, yoy). Selain itu, korporasi dengan beban utang luar negeri yang tinggi.
stimulus pemerintah melalui belanja modal yang naik Kondisi tersebut pada gilirannya menurunkan keyakinan
signifikan di paruh kedua menjadi penopang kinerja pelaku ekonomi dan mendorong perlambatan investasi
investasi bangunan. Pertumbuhan belanja modal sampai dengan triwulan III 2015. Penurunan investasi
pemerintah pusat melonjak di semesterII hingga mencapai nonbangunan yang semula dipicu dari sektor primer mulai
Rp178,4 triliun (49,9%, yoy), setelah sebelumnya di merambat pada lapangan usaha lainnya di sektor sekunder
semester I hanya mencapai Rp30,2 triliun (6,7%, yoy). dan tersier (Grafik 3.7). Meski demikian, pada triwulan
Secara keseluruhan, realisasi belanja modal tahun 2015 terakhir 2015, perbaikan ekonomi yang bersumber dari

Grafik 3.5. Belanja Barang dan Belanja Modal Grafik 3.6. Indeks Kepercayaan Konsumen
Grafik 3.5. Belanja Infrastruktur dan Modal Grafik 3.6. Indeks Kepercayaan Konsumen

Persen Indeks Indeks


3,0 130 165

120 160
2,5

155
2,0 110
150
1,5 100
145
1,0 90
140

0,5 80 135

0 70 130
2011 2012 2013 2014 2015 I II III IV I II III IV I II III IV 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2013 2014 2015 2015

Rasio Belanja Modal terhadap PDB Rasio Belanja Barang terhadap PDB
BI Danareksa ANZ (skala kanan)

Sumber: Kemenkeu, diolah Sumber: ANZ Roy Morgan, Danareksa, Bank Indonesia

LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015 Bab 3 45


Grafik 3.7. Investasi Berdasar Sektor
Grafik 3.7. Investasi Berdasar Sektor Tabel 3.3. Indikator Kemudahan Bisnis Indonesia

Persen, yoy INDONESIA


120 INDIKATOR
2014 2015 2015* 2016
100
Peringkat Doing Business 120 114 120 109
80
Kemudahan Memulai Bisnis 175 155 163 173
60
Pengurusan IMB 88 153 110 107
40
Permohonan Sambungan Listrik 121 78 45 46
20
Pendaftaran Paten dan Merek 101 117 131 131
0
Akses Kredit Perbankan 86 71 71 70
-20
Perlindungan Investor 52 43 87 88
-40
Pembayaran Pajak 137 160 160 148
-60
Perdagangan 54 62 104 105
-80
2010 2011 2012 2013 2014 2015 Kepatuhan terhadap Kontrak 147 172 170 170
Penyelesaian Kepailitan 144 75 73 77
Sektor Primer Sektor Sekunder Sektor Tersier
* revisi peringkat mengacu pada metodologi baru yang digunakan pada
DoingBusiness 2016
Sumber: BKPM Sumber: World Bank

stimulus fiskal mampu mendorong optimisme pelaku ijin usaha, perpajakan, dan akses kredit perbankan.
usaha sebagaimana terlihat dari investasi nonbangunan Perbaikan paling signifikan bersumber dari perpajakan
yang mulai menunjukkan arah perbaikan (Grafik 3.8). dimana pemerintah Indonesia membuat skema
pembayaran pajak menjadi lebih mudah dan lebih
Tren iklim bisnis juga membaik yang ditandai dengan murah. Dalam hal ini, Pemerintah memperkenalkan
perbaikan peringkat Indonesia dalam ease of doing skema pembayaran secara on line untuk jaring
business, sehingga menopang prospek investasi ke pengaman sosial serta menurunkan batas atas pungutan
depan. Peringkat kemudahan berinvestasi di Indonesia pajak untuk tenaga kerja. Peringkat Indonesia dalam
naik menjadi peringkat 109 pada tahun 2016 dari perpajakan naik cukup signifikan dari sebelumnya di
sebelumnya yang berada pada peringkat 120 (Tabel3.3).2 peringkat 160 menjadi 148. Ke depan, prospek investasi
Membaiknya peringkat berinvestasi didukung oleh Indonesia akan semakin baik sejalan dengan Paket
beberapa reformasi yang dilakukan dalam setahun Kebijakan Pemerintah I-VIII yang diluncurkan pada tahun
terakhir. Untuk memfasilitasi kemudahan investasi, 2015, dimana sebagian besar kebijakan difokuskan pada
Pemerintah telah memperbaiki aspek kemudahan perbaikan iklim investasi disamping upaya mendorong
pembangunan infrastruktur.
Grafik 3.8. Perkembangan Investasi Riil
Grafik 3.8. Perkembangan Investasi Riil Kinerja impor terkontraksi sejalan dengan masih lemahnya
ekspor dan melambatnya permintaan domestik. Secara
Persen, yoy
30

25 Grafik 3.9. Perkembangan Impor Non Migas (Riil)


Grafik 3.9. Perkembangan Impor Nonmigas Riil
20

15 Persen, yoy
60
10 50
40
5
30
0 20
10
-5 0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2011 2012 2013 2014 2015 -10
-20
Investasi Investasi Bangunan Investasi Nonbangunan
-30
-40
Sumber: BPS -50
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015

2 Peringkat Doing Business (DB) Indonesia tahun 2015 di urutan 120 Total Impor Impor Barang Konsumsi
mengacu pada metodologi baru yang digunakan pada survei DB 2016. Impor Bahan Baku Impor Barang Modal
Sementara pada publikasi resmi tahun 2015 dengan metodologi lama,
peringkat Indonesia adalah di urutan 114.

46 Bab 3 LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015


Tabel 3.4. Pertumbuhan PDB Lapangan Usaha
Persen, yoy
2015**
Lapangan Usaha 2012 2013 2014*
I II III IV Total
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 4,59 4,20 4,24 4,01 6,86 3,34 1,57 4,02
Pertambangan dan Penggalian 3,02 2,53 0,72 -1,32 -5,20 -5,66 -7,91 -5,08
Industri Pengolahan 5,62 4,37 4,61 4,01 4,11 4,51 4,35 4,25
Pengadaan Listrik 10,06 5,23 5,57 1,73 0,76 0,56 1,81 1,21
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 3,34 3,32 5,87 5,39 7,76 8,75 6,77 7,17
Konstruksi 6,56 6,11 6,97 6,03 5,35 6,82 8,24 6,65
Perdagangan Besar dan Eceran Serta Reparasi Mobil dan Motor 5,40 4,81 5,16 4,12 1,70 1,39 2,77 2,47
Transportasi dan Pergudagangan 7,11 6,97 7,36 5,78 5,92 7,26 7,67 6,68
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 6,64 6,80 5,77 3,37 3,75 4,48 5,79 4,36
Informasi dan Komunikasi 12,28 10,39 10,10 10,09 9,66 10,74 9,74 10,06
Jasa Keuangan 9,54 8,76 4,68 8,57 2,63 10,36 12,52 8,53
Real Estat 7,41 6,54 5,00 5,26 5,03 4,78 4,25 4,82
Jasa Perusahaan 7,44 7,91 9,81 7,36 7,64 7,63 8,13 7,69
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib 2,13 2,56 2,38 4,73 6,29 1,27 6,70 4,75
Jasa Pendidikan 8,22 7,44 5,55 5,03 11,71 8,08 5,32 7,45
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Lainnya 7,97 7,96 7,96 7,14 7,48 6,33 7,44 7,10
Jasa Lainnya 5,76 6,40 8,93 7,98 8,06 8,11 8,15 8,08
Pajak Dikurangi Subsidi Atas Produk 15,05 21,80 5,13 16,64 27,30 36,01 46,55 31,98
Produk Domestik Bruto 6,03 5,56 5,02 4,73 4,66 4,74 5,04 4,79
Sumber: BPS *angka sementara **angka sangat sementara

riil, penurunan impor terjadi di semua jenis barang terutama LU industri pengolahan. Penurunan permintaan
baik konsumsi, barang modal, dan bahan baku, dengan alat berat, suku cadang, dan komponen lainnya guna
kontraksi terbesar pada barang modal (Grafik 3.9). Hal ini mendukung sektor ekstraktif turut berkontribusi dalam
sejalan dengan rendahnya investasi khususnya investasi perlambatan LU industri pengolahan. Sejalan dengan
nonbangunan. Selain itu, dengan masih lemahnya hal tersebut, kinerja lapangan usaha pendukung seperti
keyakinan pelaku ekonomi maka sebagian permintaan LU penyediaan listrik dan gas juga menurun akibat
dipenuhi dengan penggunaan stok (inventory), sehingga melemahnya aktivitas produksi. Perlambatan kemudian
turut berkontribusi dalam penurunan impor. Namun menyebar ke sektor tersier seperti LU perdagangan besar
demikian, perkembangan impor barang modal mulai dan eceran serta reparasi mobil dan motor serta beberapa
membaik pada triwulan IV 2015 yang ditunjukkan oleh LU jasa. Pada Semester II 2015, stimulus fikal melalui
kontraksi yang semakin menurun. berbagai proyek infrastruktur mendorong perbaikan
kinerja LU konstruksi. Perbaikan tersebut diikuti secara
terbatas oleh membaiknya kinerja LU perdagangan, LU
3.2. PDB PENAWARAN transportasi dan pergudangan dan beberapa LU jasa,
namun masih belum merata ke seluruh LU.
Perlambatan ekonomi terjadi pada hampir seluruh
lapangan usaha (LU), kendati terdapat indikasi perbaikan Pertumbuhan LU pertanian, kehutanan, dan perikanan
beberapa LU pada paruh kedua 2015. Bermula dari mengalami perlambatan sejalan dengan lemahnya
penurunan harga komoditas global akibat pelemahan permintaan ditengah anomali cuaca El Nino. Penurunan
permintaan, kinerja LU berbasis komoditas yaitu: i) LU harga Crude Palm Oil (CPO) berdampak negatif pada
pertambangan dan penggalian dan ii) LU pertanian, kinerja sub-LU tanaman perkebunan sehingga hanya
kehutanan, dan perikanan cenderung menurun. Bahkan, mampu tumbuh 3,54%, lebih rendah dibanding tahun
LU Pertambangan dan Penggalian mengalami kontraksi sebelumnya sebesar 5,94%. Kebijakan domestik berupa
di sepanjang tahun 2015. Pada gilirannya, penurunan pengaturan Pajak Ekspor (PE) progresif dan mandatory
kinerja LU berbasis komoditas memberikan dampak biodiesel B15 mencegah penurunan kinerja CPO lebih
rambatan pada penurunan kinerja LU lainnya. Selain akibat lanjut. Kebijakan pungutan CPO Supporting Fund yang
penurunan pendapatan, adanya keterkaitan (backward- dimulai pada Juli 2015 memberikan dampak positif jangka
forward linkage) antar LU memicu menyebarnya menengah terkait kegiatan penanaman ulang dan hilirisasi
perlambatan. Perlambatan terlihat di sektor sekunder industri. Sementara itu, produksi tanaman pangan tumbuh

LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015 Bab 3 47


Grafik 3.10. Pertumbuhan Lapangan Usaha Pertanian Grafik 3.11. Pertumbuhan Lapangan Usaha Pertambangan
Grafik 3.10. Pertumbuhan Lapangan Usaha Pertanian Grafik 3.11. Pertumbuhan Lapangan Usaha Pertambangan

Persen, yoy Persen, yoy


10 20
15
8 10
5
6
0
-5
4
-10

2 -15
-20
0 -25
LU Pertanian, Sub LU Pertanian, Sub LU Kehutanan Sub LU Perikanan LU Sub LU Sub LU Sub LU
Kehutanan, dan Peternakan, dan Penebangan Pertambangan Pertambangan Pertambangan Pertambangan
Perikanan Perburuan, dan Kayu dan Penggalian Migas Batubara dan Biji Logam
Jasa Pertanian Lignit

2011-2013 2014 2015 2011-2013 2014 2015

Sumber: BPS Sumber: BPS

cukup baik sehingga mencegah perlambatan lebih dalam melambat turut menekan industri pengolahan. Beberapa
pada sub-LU pertanian. Produksi padi, jagung, dan kedelai sub-LU yang mengalami tekanan cukup kuat adalah sub-LU
diprakirakan naik masing-masing 5,85%, 4,34%, dan 2,93% tekstil dan pakaian jadi, sub-LU industri kayu dan barang
dibandingkan tahun sebelumnya (ARAM II). Anomali cuaca dari kayu, barang kulit dan alas kaki dan sub-LU industri
El Nino 2015 memberikan dampak yang relatif terbatas makanan dan minuman (Grafik 3.12).
pada produksi tanaman pangan. Sub-LU perikanan juga
membaik sejalan dengan meningkatnya hasil tangkapan Stimulus fiskal mendorong perbaikan kinerja terutama
ikan dan produksi ikan budidaya (Grafik3.10). LU konstruksi, namun perbaikan belum merata pada
lapangan usaha lainnya. Kendati secara tahunan kinerja
Setelah berada dalam tren melambat sejak akhir tahun LU konstruksi melambat, arah perbaikan terlihat pada
2012, kinerja LU pertambangan terkontraksi cukup paruh kedua 2015. Pertumbuhan LU konstruksi yang pada
dalam pada tahun 2015. Hal ini merupakan imbas semester I berada di bawah 6% (yoy), selanjutnya terlihat
dari perlambatan ekonomi global yang menurunkan cukup akseleratif sejak triwulan III dan IV yang masing-
permintaan dan sekaligus mendorong turunnya harga masing mencapai 6,8% (yoy) dan 8,2% (yoy). Namun,
komoditas. Kebijakan beberapa negara untuk mengurangi dampak lanjutan stimulus fiskal pada lapangan usaha
sumber energi dengan tingkat polutan tinggi semakin lainnya masih terbatas. Perkembangan sepanjang tahun
mendorong rendahnya permintaan. Harga komoditas, 2015 menunjukkan LU perdagangan besar dan eceran dan
terutama batubara yang merupakan salah satu komoditas
andalan Indonesia turun sangat tajam sehingga memicu
penutupan produksi pada perusahaan-perusahaan Grafik 3.12. Pertumbuhan Lapangan Usaha Industri Manufaktur
Grafik 3.12. Pertumbuhan Lapangan Usaha Industri Manufaktur
tambang kecil. Produksi batubara pada tahun 2015 hanya
mencapai sekitar 380 juta ton, lebih rendah dari yang Persen, yoy
ditargetkan pemerintah sebesar 425 juta ton maupun 12
pencapaian tahun 2014 sebesar 458 juta ton. Hal ini 10

terlihat pada kinerja sub-LU pertambangan batubara dan 8


6
lignit yang tumbuh -20,9% (yoy) (Grafik 3.11). 4
2
Pertumbuhan sektor sekunder terutama LU industri 0

pengolahan mengalami perlambatan. Kontraksi di -2


-4
LU pertambangan turut memicu penurunan kinerja
-6
industri yang mempunyai keterkaitan cukup kuat dengan LU Industri
Pengolahan
Sub LU
Industri
Sub LU
Industri
Sub LU
Industri Kulit,
Sub LU
Industri Kimia,
pertambangan, seperti industri alat berat. Produksi alat Makanan dan Tekstil dan Barang dari Kulit, Farmasi, dan
Minuman Pakaian Jadi dan Alas Kaki Obat Tradisional
berat turun sejalan dengan menurunnya penjualan yang
hanya mencapai sepertiga dari tahun sebelumnya. Kinerja 2011-2013 2014 2015

ekspor yang masih lemah dan permintaan domestik yang


Sumber: BPS

48 Bab 3 LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015


reparasi mobil dan motor, LU penyediaan akomodasi dan Grafik 3.14. Kinerja Pendapatan Perusahaan Tbk
Grafik 3.14. Kinerja Pendapatan Perusahaan Publik
makan minum, LU transportasi dan pergudangan, serta
LU jasa perusahaan melambat signifikan sejalan dengan Persen, yoy
melambatnya aktivitas ekonomi. Namun demikian, pada 50

penghujung tahun 2015 beberapa lapangan usaha mulai 40


menunjukkan arah perbaikan yang dipicu oleh peningkatan
30
LU konstruksi yakni LU perdagangan besar dan eceran
dan reparasi mobil dan motor, LU transportasi dan 20

pergudangan, dan beberapa LU jasa. 10

3.3. KINERJA KORPORASI DAN -10

RUMAHTANGGA -20
2010 2011 2012 2013 2014 2015

Kinerja korporasi menurun sejalan dengan perlambatan Perusahaan Berbasis Komoditas Perusahaan Berbasis Nonkomoditas

ekonomi. Melemahnya permintaan eksternal dan


Sumber: Bloomberg, diolah
domestik telah mendorong berkurangnya produksi,
sebagaimana tercermin pada penurunan indeks produksi
dan penggunaan kapasitas utilisasi pada tahun 2015 Penurunan pendapatan korporasi tidak dapat diimbangi
(Grafik3.13). Penurunan produksi tersebut berdampak dengan penurunan pengeluaran, sehingga mendorong
pada penurunan pendapatan korporasi sebagaimana turunnya laba. Penurunan pendapatan diikuti dengan
terlihat dari laporan keuangan emiten. Penurunan penurunan biaya pokok penjualan dan biaya operasional
pendapatan terutama terlihat pada korporasi berbasis dengan besaran yang terbatas. Selain karena penurunan
komoditas, yang juga didorong oleh berlanjutnya volume penjualan, penurunan biaya pokok penjualan juga
penurunan harga komoditas (Grafik 3.14).3 Dengan dipicu oleh kontraksi biaya input yakni biaya bahan baku
struktur ekonomi yang masih mengandalkan komoditas, dan energi. Untuk korporasi yang menggunakan input
menurunnya kinerja sektor komoditas mendorong bahan baku impor, penurunan harga komoditas membantu
pelemahan daya beli secara umum. Sebagai dampaknya, mengurangi dampak tekanan biaya akibat pelemahan
kinerja pendapatan sektor-sektor lainnya melambat, nilai tukar rupiah. Dengan penurunan biaya input, gross
bahkan beberapa korporasi yang bergerak pada lapangan profit margin korporasi yang berbasis nonkomoditas relatif
usaha industri mulai mencatat kontraksi pendapatan. resilien. Sementara untuk korporasi berbasis komoditas,
Namun demikian, pendapatan korporasi terutama pada penurunan harga jual yang tajam mendorong turunnya
sektor konstruksi pada triwulan IV 2015 mulai meningkat. pendapatan dan juga gross profit margin (Grafik3.15).
Di sisi lain, korporasi juga melakukan langkah-langkah
penghematan (efisiensi) untuk menurunkan biaya
Grafik 3.13. Kapasitas Utilisasi dan Indeks Produksi
Grafik 3.13. Kapasitas Utilisasi dan Indeks Produksi
Grafik 3.15. Gross Profit Margin dan Net Profit Margin
Persen Persen, yoy Grafik 3.15. Gross Profit Margin dan Net Profit Margin
90 15

80 Persen Persen
10 48 25
70

60 5
36 20
50
0
40
24 15
30 -5

20
-10 12 10
10

0 -15 0 5
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015

-12 0
Kapasitas Utilisasi Indeks Produksi (skala kanan) 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Gross Prot Margin Berbasis Komoditas Gross Prot Margin Berbasis Nonkomoditas
Net Prot Margin-Berbasis Komoditas Net Prot Margin-Berbasis Nonkomoditas
(skala kanan) (skala kanan)
3 Asesmen kinerja korporasi menggunakan data sebanyak 163 emiten
Sumber: Bloomberg, diolah
yang terdaftar di BEI.

LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015 Bab 3 49


Grafik 3.16. Retained Earning Perusahaan Tbk Grafik 3.17. Laba Bersih dan Belanja Modal
Grafik 3.16. Retained Earning Perusahaan Publik Grafik 3.17. Laba Bersih dan Belanja Modal

Persen, yoy Persen


60 60
50
50
40
40 30

30 20
10
20
0
10 -10
-20
0
-30
-10 -40
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Perusahaan Berbasis Komoditas Perusahaan Berbasis Nonkomoditas Belanja Modal - Berbasis Komoditas Belanja Modal - Berbasis Nonkomoditas

Sumber: Bloomberg, IDX, diolah Sumber: Bloomberg, IDX, diolah

operasional. Namun, penurunan biaya operasional meningkatnya investasi swasta, khususnya pada mesin dan
cenderung terbatas karena umumnya lebih bersifat tetap. perlengkapan (Grafik 3.19).
Dengan kondisi tersebut, net profit margin melemah
terutama untuk korporasi berbasis komoditas. Melemahnya aktivitas produksi oleh korporasi mendorong
penurunan pendapatan Rumah Tangga. Hal ini terindikasi
Penurunan laba korporasi berpotensi menahan ekspansi dari indeks penghasilan konsumen yang menurun
lebih lanjut. Penurunan laba korporasi terjadi pada hampir terutama pada tahun 2015 (Grafik 3.20). Penurunan
seluruh sektor ekonomi, dengan penurunan terbesar pendapatan konsumen tersebut, pada gilirannya memicu
terlihat pada korporasi berbasis komoditas. Kondisi rumah tangga untuk melakukan penyesuaian pada sisi
keuangan yang menurun membuat peluang investasi konsumsi dan simpanannya. Hasil survei menunjukkan
ke depan menjadi terbatas, sebagaimana tercermin indeks konsumsi barang tahan lama turun, yang
pada posisi laba ditahan (retained earning) yang terus mengkonfirmasi perlambatan konsumsi RT khususnya
melambat sejak 2011 (Grafik 3.16). Data di level mikro juga kelompok bukan makanan. Pengeluaran konsumsi RT yang
menunjukkan proporsi retained earning sebagian besar melambat signifikan terlihat pada jenis pengeluaran untuk
korporasi pada 2015 cenderung lebih rendah dibandingkan pakaian serta perumahan dan perlengkapan RT. Sementara
dengan tahun sebelumnya. itu, konsumsi kelompok makanan yang merupakan
kebutuhan pokok masih cukuptinggi.
Selain kinerja keuangan yang menurun, keyakinan pelaku
usaha yang belum sepenuhnya pulih membatasi kegiatan
Indeks Sentimen Bisnis Inventory (rhs)
ekspansi usaha. Sebagian besar emiten menunjukkan Grafik 3.18. Sentimen Bisnis dan Inventori
Grafik 3.18. Sentimen Bisnis dan Inventori
realisasi belanja modal yang menurun sejalan dengan
penurunan laba bersih. Laba bersih korporasi berbasis Indeks yoy
komoditas mencatat kontraksi cukup dalam, sehingga 160 200
menjadi disinsentif dalam melakukan belanja modal.
150 100
Sedangkan pada korporasi berbasis nonkomoditas,
realisasi belanja modal secara umum juga menurun, 140 0

kecuali kelompok industri dasar dan properti (Grafik 3.17). 130 -100
Kinerja keuangan yang menurun turut menyebabkan
120 -200
keyakinan pelaku usaha terhadap kondisi ekonomi juga
melemah. Hal ini tercermin pada perilaku korporasi 110 -300

dengan menurunkan posisi stok (inventory) dalam 100 -400


memenuhi permintaan (Grafik 3.18). Kendati demikian, I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
perkembangan di penghujung tahun 2015 menunjukkan
arah positif yang ditandai dengan mulai membaiknya Indeks Sentimen Bisnis Inventori (skala kanan)

indeks sentimen bisnis yang dibarengi dengan mulai


Sumber: Danareksa, BPS

50 Bab 3 LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015


Grafik 3.19. Impor Mesin dan Investasi Non Bangunan Grafik 3.21 Porsi Konsumsi, Tabungan dan Cicilan RT
Grafik 3.19. Impor Mesin dan Investasi Nonbangunan Grafik 3.21. Porsi Konsumsi, Tabungan, dan Cicilan RumahTangga

Persen, yoy Persen, yoy


TW-IV 15
25 50
TW-III 15
20 40
TW-II 15
15 30 TW-I 15
68,5 13,3 13
67,3 13,6
10 20 66,8 14
66

5 10
20
0 0 19,6
19,4
-5 -10 18,5

-10 -20
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015

PMTB Nonbangunan PMTB Mesin dan Perlengkapan


Konsumsi Cicilan Pinjaman Tabungan
Impor Mesin dan Perlengkapan (skala kanan)

Kendati mengalami perlambatan, konsumsi RT masih Penerimaan di luar pendapatan rumah tangga juga
cukup resilien. Perlambatan ekonomi yang berdampak berkontribusi dalam menjaga ketahanan konsumsi. Hasil
pada tingkat pendapatan tidak langsung direspons RT Survei Neraca Rumah Tangga (SNRT) Bank Indonesia tahun
dengan menurunkan tingkat konsumsinya. RT melakukan 2015 menunjukkan bahwa pendapatan rumah tangga
penyesuaian pada tabungannya untuk menjaga tingkat yang berasal dari kegiatan usaha baik produksi maupun
konsumsinya (consumption smoothing). Akumulasi jasa belum menutupi total kebutuhan biaya rumah tangga
simpanan yang sempat terakselerasi pada periode yang bersifat rutin maupun nonrutin (Grafik3.23). Namun
melonjaknya harga komoditas, berangsur melambat demikian, penerimaan lainnya dari pihak-pihak lain
sejak tahun 2012. Pada tahun 2015, simpanan individu termasuk dalam hal ini transfer/bantuan dari Pemerintah
melambat signifikan, seiring dengan membesarnya porsi membantu memenuhi kebutuhan rumah tangga. Stimulus
pendapatan yang digunakan untuk memenuhi konsumsi fiskal melalui Bantuan Sosial (Bansos) tercatat cukup tinggi
(Grafik 3.21). Selain itu, keputusan rumah tangga yang sejak tahun 2013, dan pada tahun 2015 mencatatkan
cenderung mempertahankan tingkat konsumsinya tersebut pertumbuhan 3,1% dibandingkan tahun sebelumnya
juga didukung oleh optimisme terkait prospek ekspektasi (Grafik 3.24). Transfer fiskal untuk perlindungan sosial
ekonomi ke depan, yang jauh lebih baik dibandingkan tersebut antara lain berupa Bantuan Operasional Sekolah
kondisi saat ini (Grafik 3.22). (BOS), Bantuan Siswa Miskin (BSM), dan Program Keluarga

Grafik 3.20. Pendapatan dan Pengeluaran RT Grafik 3.22.


Grafik 3.22. IndeksIndeks Kondisi
Kondisi Ekonomi
Ekonomi Saat
Saat Ini danIni dan Indeks
Indeks
Grafik 3.20. Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga Ekspektasi EkonomiEkspektasi Ekonomi

Indeks Indeks
140 140

130 130

120 120

110 110

100 100

90 90

80 80

70 70
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015 2012 2013 2014 2015

Indeks Penghasilan Konsumen Indeks Konsumsi barang tahan lama Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini Indeks Ekspektasi Ekonomi

LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015 Bab 3 51


Grafik 3.23. Pendapatan Vs Biaya Operasional RT Grafik 3.24. PDB, Konsumsi RT dan Bantuan Sosial
Grafik 3.23. Pendapatan Vs Biaya Operasional RT Grafik 3.24. PDB, Konsumsi RT, dan Bantuan Sosial

Persen, yoy Persen, yoy


LABA/RUGI RT 6,5 20
6,25
15
TOTAL BIAYA OPERASIONAL 6
Biaya Non Rutin 10
5,75
Biaya Rutin 5,5 5
5,25
0
TOTAL PENDAPATAN 5
4,75 -5
Untung/Rugi Investasi **)

Penerimaan lain-lain 4,5 -10

Penerimaan Kegiatan Usaha *) 4,25


Ribu rupiah -15
4
-25.000 0 25.000 50.000 75.000 100.000 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

*) Termasuk penerimaan pensiun **) Diluar Laba (rugi) akibat penyesuaian nilai wajar Konsumsi RT PDB Bantuan Sosial (riil) (skala kanan)

Sumber: CEIC, diolah

Harapan (PKH). Dengan mempertimbangkan pendapatan penyerapan tenaga kerja dalam kondisi pertumbuhan
dari berbagai sumber, kondisi rumah tangga pada tahun ekonomi yang melambat. Dengan pertumbuhan ekonomi
2015 secara keseluruhan masih mencatatkan surplus. yang mencapai hampir 5%, perekonomian domestik dalam
satu tahun terakhir (Agustus 2014-Agustus 2015) hanya
mampu menambah serapan tenaga kerja sekitar 200
3.4. KETENAGAKERJAAN DAN ribuorang.
KESEJAHTERAAN
Indikator perkembangan ketenagakerjaan sampai dengan
Melambatnya perekonomian domestik telah memberikan akhir tahun 2015 juga menunjukkan masih cukup lemahnya
dampak yang kurang baik pada kondisi ketenagakerjaan. penyerapan tenaga kerja. Indikator ketenagakerjaan
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Agustus 2015 memperlihatkan jumlah ketersediaan lapangan kerja
meningkat menjadi 6,2% dari 5,9% pada tahun sebelumnya (lowongan) berada dalam tren menurun pada tahun 2015
(Tabel 3.5). Kenaikan tingkat pengangguran tercermin dari (Grafik 3.25).4 Perlambatan penyerapan tenaga kerja ini
jumlah pengangguran yang meningkat menjadi 7,6 juta sejalan dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi dan
jiwa dibandingkan dengan kondisi setahun sebelumnya juga menurunnya elastisitas penyerapan tenaga kerja
yakni sebesar 7,5 juta jiwa. Meningkatnya pengangguran terhadap pertumbuhan ekonomi. Dalam kurun waktu
tersebut tidak terlepas dari rendahnya tambahan tahun 20102012, setiap 1 persen kenaikan PDB mampu

Tabel 3.5. Angkatan Kerja dan Pengangguran

juta orang kecuali dinyatakan lain


2013 2014 2015
No. Kegiatan Utama
Feb Ags Feb Ags Feb Ags
1 Penduduk Usia Produktif (15+) 178,1 180,0 181,2 183,0 184,6 186,1
- Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (persen) 69,2 66,8 69,2 66,6 69,5 65,8
2 Angkatan Kerja 123,2 120,2 125,3 121,9 128,3 122,4
- Pekerja Penuh (%) 64,6 62,4 64,8 64,7 66,4 65,8
- Pekerja Paruh Waktu (%) 18,4 22,3 21,1 21,4 20,0 20,1
- Setengah Penganggur (%) 11,1 9,2 8,4 7,9 7,8 8,0
- Penganggur Terbuka (%) 5,9 6,2 5,7 5,9 5,8 6,2
Sumber: BPS, diolah

4 Indeks ketersediaan lapangan kerja (job vacancy) merupakan hasil


pemanfaatan Big Data oleh Bank Indonesia.

52 Bab 3 LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015


Grafik 3.25. Ketersediaan Lapangan Kerja dan PDB Beberapa LU yang mengalami penurunan jumlah tenaga
Grafik 3.25. Ketersediaan Lapangan Kerja dan PDB
kerja, antara lain pertanian, pertambangan, dan industri
Persen, yoy Persen, yoy
sejalan dengan kinerja eksternal yang kurang kondusif.
150 6,5 Pada LU pertambangan, penurunan jumlah tenaga kerja
yang cukup signifikan juga diakibatkan oleh penutupan
100 6,0
sebagian usaha tambang terutama batubara yang berskala
kecil akibat turunnya harga komoditas, sehingga tidak
50 5,5
mampu menutupi biaya produksi. Hal yang patut dicatat
0 5,0 adalah perkembangan positif ketenagakerjaan dari
sisi kualitas. Dilihat dari tingkat pendidikan, komposisi
-50 4,5 tenaga kerja membaik yang ditandai dengan porsi pekerja
berpendidikan SD dalam setahun terakhir menurun dari
-100 4,0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 47,1% menjadi 44,3% sebaliknya porsi pekerja dengan
2012 2013 2014 2015
kualifikasi pendidikan tinggi yakni diploma dan universitas
Pertumbuhan Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja PDB (skala kanan)
meningkat dari 9,8% menjadi 11%.
Sumber: BPS, diolah
Sejalan dengan peningkatan tingkat pengangguran,
kondisi kesejahteraan juga menurun. Hal ini tercermin
menyerap tenaga kerja sekitar 500.000 ribu orang. dari jumlah dan prosentase penduduk miskin yang
Sementara dalam periode 2013-2015, setiap 1 persen cenderung meningkat dibanding tahun sebelumnya
kenaikan PDB hanya mampu menyerap tambahan tenaga (Grafik3.27). Pada bulan September 2015, jumlah
kerja secara rata-rata di kisaran 250.000 orang. penduduk miskin mencapai 28,5 juta orang (11,13%),
meningkat dibandingkan September 2014 sebesar 27,7
Meski demikian, kebijakan stimulus fiskal pada tahun juta orang (10,96%). Peningkatan persentase penduduk
2015 mampu memberikan dampak positif terhadap miskin tidak terlepas dari melambatnya perekonomian
perkembangan ketenagakerjaan. Secara sektoral, domestik dan tekanan kenaikan harga (inflasi). Sejalan
tambahan penyerapan tenaga kerja terutama terjadi pada dengan tekanan inflasi, garis kemiskinan pada September
lapangan usaha (LU) konstruksi sejalan dengan kinerja 2015 mencapai Rp344.809 per kapita per bulan atau naik
investasi bangunan yang meningkat pada triwulan III- 10,40% (yoy), lebih tinggi dibandingkan kenaikan pada
2015 terkait pelaksanaan pembangunan proyek-proyek September 2014 sebesar 6,61% (yoy). Namun demikian,
infrastruktur pemerintah (Grafik 3.26). Kondisi ini dapat dinamika kesejahteraan pada tahun 2015 cenderung
meredam peningkatan angka pengangguran yang lebih membaik di paruh kedua sebagaimana tercermin dari
besar, mengingat beberapa LU terutama yang tradable jumlah penduduk miskin pada September yang relatif
cenderung mengalami pengurangan tenaga kerja. menurun dibandingkan Maret. Hal ini sejalan dengan

Grafik3.26.
Grafik 3.26. Perubahan
Perubahan Jumlah danJumlah dan Pangsa
Pangsa Tenaga TenagaSektor
Kerja Berdasar KerjaEkonomi Grafik 3.27 Jumlah dan Prosentase Penduduk Miskin
Grafik 3.27. Jumlah dan Prosentase Penduduk Miskin
Berdasarkan Sektor Ekonomi

Juta jiwa Persen


6,9%
35 14
2,6%
30
7,9%

0% 12,49
25 !"#'(&
12,36
3,4% 11.96
11,96
20 !!#((&
11,66 12
12,8% !!#')&
11,37
!!#$)&
11,47
!!#"*&
11,25 !!#""&
11,22
0,1% 15 10,96 11,13

3,1% (Agt 2015, yoy)


10
-10% -5% 0% 5% 10% 15%
5 10
I II I II I II I II I II
Pertanian Industri Konstruksi Perdagangan
2011 2012 2013 2014 2015
Keuangan Jasa Lainnya
Kota Desa Kota+Desa
*) Lainnya mencakup sektor Pertambangan dan Sektor Listrik, Gas dan Air bersih
Kota+Desa (% total penduduk, skala kanan)

Sumber: BPS, diolah Sumber: BPS

LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015 Bab 3 53


Grafik 3.28. Indeks Kedalaman Kemiskinan Grafik 3.29. Indeks Keparahan Kemiskinan
Grafik 3.28. Indeks Kedalaman Kemiskinan Grafik 3.29. Indeks Keparahan Kemiskinan

4,5 1,4

4
1,2
3,5
1
3

2,5 0,8

2 0,6
1,5
0,4
1
0,2
0,5

0 0
2005 2006 2007 2008 2009 2010
I II I II I II I II I II 2005 2006 2007 2008 2009 2010
I II I II I II I II I II
2011 2012 2013 2014 2015 2011 2012 2013 2014 2015

Kota Desa Total Kota Desa Total

Sumber: BPS Sumber: BPS

mulai membaiknya kondisi ekonomi dan juga dukungan pada indeks keparahan kemiskinan yang mengalami
fiskal melalui berbagai program bantuansosial. peningkatan dibandingkan kondisi tahun sebelumnya
(Grafik 3.29). Indeks tersebut mengindikasikan bahwa
Ketimpangan pendapatan juga belum menunjukkan disparitas pengeluaran di antara penduduk miskin juga
perbaikan yang signifikan. Indeks kedalaman kemiskinan meningkat.6 Indikator ketimpangan lainnya yaitu koefisien
yang mencerminkan kesenjangan antara penduduk miskin gini ratio juga mengkonfirmasi belum membaiknya
dari garis kemiskinan tahun 2015 meningkat dibandingkan kesenjangan pendapatan yaitu masih bertahan di kisaran
rata-rata tahun 2014 (Grafik 3.28).5 Hal serupa juga terjadi 0,41 dalam lima tahun terakhir.

5 Indeks Kedalaman Kemiskinan merupakan ukuran rata-rata


kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap 6 Indeks Keparahan Kemiskinan merupakan ukuran penyebaran
batas miskin. Semakin tinggi nilai indeks ini, rata-rata pengeluaran pengeluaran diantara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks ini,
penduduk semakin jauh dari garis kemiskinan. semakin tinggi ketimpangan antara pendudukmiskin.

54 Bab 3 LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015


Keterangan gambar:
Aktivitas bongkar muat
di pelabuhan merupakan
cermin kegiatan perdagangan
dan merupakan salah satu
komponen utama Neraca
Pembayaran Indonesia
(NPI). Meski NPI pada tahun
2015 mengalami defisit,
defisit Transaksi Berjalan
menurun sementara Transaksi
Modal dan Finansial (TMF)
juga mulai membaik sejak
triwulanIV2015.
Neraca Pembayaran Indonesia
Bab 4
Kondisi fundamental sektor eksternal Indonesia pada 2015 masih
baik, didukung oleh defisit transaksi berjalan (TB) yang membaik dan
transaksi modal dan finansial (TMF) yang masih surplus. Perbaikan
TB tersebut didukung oleh perbaikan kinerja neraca perdagangan,
neraca jasa, dan neraca pendapatan. Di sisi lain, TMF masih mampu
mempertahankan surplus ditengah peningkatan ketidakpastian
di pasar keuangan global. Secara keseluruhan, kinerja Neraca
Keterangan gambar: Pembayaran Indonesia (NPI) 2015 sedikit mengalami defisit terkait
Dinamika perekonomian global pada tahun
2014 diwarnai oleh divergensi dalam surplus TMF tidak bisa sepenuhnya membiayai defisit TB. Namun
kebijakan moneter yang ditempuh oleh
negara-negara maju. Kebijakan moneter demikian, defisit NPI pada 2015 tidak terlalu besar sejalan dengan
di AS bersiap untuk mengetat sementara
kebijakan moneter di Eropa dan Jepang perbaikan TMF pada triwulan IV 2015 yang cukup signifikan.
masih cenderung akomodatif.
Pada 2015, kinerja transaksi berjalan membaik ditengah itu, membaiknya kondisi ekonomi pada triwulan IV dan
perkembangan kondisi global yang kurang kondusif masih menariknya imbal hasil surat berharga Indonesia
dan permasalahan struktural domestik yang belum mampu mendorong investor riil bukan penduduk untuk
terselesaikan secara tuntas. Perbaikan transaksi berjalan terus menanamkan modalnya pada investasi portofolio.
tersebut terutama didorong oleh peningkatan surplus Di sisi investasi lainnya, kombinasi berbagai kondisi
neraca perdagangan akibat penurunan ekspor yang yang kurang kondusif di luar negeri maupun dalam
tidak sebesar penurunan impor. Ekspor nonminyak negeri mendorong arus modal keluar milik penduduk
dan gas (nonmigas) riil Indonesia pada 2015 masih maupun bukan penduduk dan berkurangnya kebutuhan
menunjukkan peningkatan yang terutama didorong oleh pendanaan korporasi melalui pinjaman luar negeri
peningkatan volume ekspor produk pertanian. Namun, di semester I 2015. Pada semester II 2015, investasi
harga yang menurun tajam menyebabkan nilai ekspor lainnya berbalik menjadi surplus dan terus membaik
nonmigas masih menurun. Pelemahan rupiah yang sampai dengan akhir 2015. Dengan demikian, TMF
diharapkan mampu meningkatkan daya saing produk masih mengalami surplus pada 2015 meskipun lebih
ekspor Indonesia belum mampu dimanfaatkan secara rendah dibandingkan dengan surplus pada 2014. Dengan
optimal. Kondisi tersebut juga dibebani oleh harga penurunan surplus tersebut kemampuan pendanaan TMF
komoditas dan harga minyak di pasar internasional menjadi berkurang sehingga tidak dapat sepenuhnya
yang terus turun. Akibatnya, kinerja ekspor Indonesia membiayai defisit transaksi berjalan. Akibatnya, NPI pada
menurun dibandingkan dengan tahun sebelumnya. 2015 sedikit mengalami defisit sebesar 1,1 miliar dolar
Penurunan kinerja ekspor tersebut juga sejalan dengan AS (Tabel 4.1). Sejalan dengan hal tersebut, kewajiban
perkembangan terms of trade (ToT) Indonesia yang neto Posisi Investasi Internasional (PII) Indonesia pada
menunjukkan penurunan.1 2015 juga mengalami penurunan dibandingkan dengan
tahunsebelumnya (Tabel 4.2).
Di sisi impor, penurunan impor yang signifikan
dipengaruhi oleh perlambatan ekonomi domestik, Sejalan dengan defisit NPI pada 2015, posisi cadangan
pelemahan nilai tukar, dan reformasi subsidi Bahan devisa menurun dibandingkan dengan tahun sebelumnya
Bakar Minyak (BBM). Terkait nilai tukar, depresiasi rupiah namun masih berada dalam level aman. Selain
menyebabkan harga barang impor menjadi lebih mahal digunakan untuk memenuhi kebutuhan pembayaran
sehingga mendorong penurunan impor. Di samping itu, pinjaman luar negeri pemerintah, penurunan cadangan
kebijakan pemerintah yang membatasi subsidi BBM devisa juga didorong oleh penggunaan devisa dalam
menyebabkan kenaikan harga BBM dan berdampak rangka stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai dengan
terhadap penurunan konsumsi BBM domestik sehingga fundamentalnya. Hal tersebut sejalan dengan komitmen
mengurangi kebutuhan impor minyak. Beberapa Bank Indonesia untuk terus berada di pasar untuk
perkembangan tersebut mengakibatkan kegiatan melakukan upaya stabilisasi nilai tukar rupiah guna
impor barang turun lebih tajam dibandingkan dengan mendukung terjaganya stabilitas makroekonomi dan
penurunan ekspor sehingga surplus neraca perdagangan sistem keuangan. Meski menurun, posisi cadangan devisa
barang pada 2015 meningkat. Penurunan impor mulai masih terjaga pada level 105,9 miliar dolar AS atau
melambat pada triwulan IV 2015, seiring dengan mulai setara dengan 7,4 bulan impor dan pembayaran utang
membaiknya kegiatan ekonomi domestik, sehingga luar negeri pemerintah. Posisi cadangan devisa tersebut
mampu menahan penurunan pertumbuhan impor diyakini mampu mendukung ketahanan sektor eksternal
pada2015. dan menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi
Indonesia ke depan.
Dari sisi jalur finansial, TMF pada 2015 masih mencatat
surplus ditengah perlambatan ekonomi dunia dan Berkurangnya kebutuhan pendanaan dari luar negeri,
meningkatnya ketidakpastian di pasar keuangan global. yang sejalan dengan perlambatan perekonomian
Kinerja TMF yang menurun signifikan sampai dengan domestik, mendorong melambatnya pertumbuhan utang
triwulan III, mulai membaik sejak triwulan IV 2015 luar negeri (ULN) pada 2015. Secara level, posisi ULN
seiring dengan meredanya ketidakpastian global dan pada 2015 meningkat disebabkan oleh kenaikan ULN
meningkatnya optimisme atas prospek ekonomi domestik. jangka panjang, sedangkan ULN jangka pendek menurun.
Hal tersebut mampu menjaga minat investor bukan Jika dilihat berdasarkan profil risikonya, posisi ULN
penduduk untuk tetap berinvestasi jangka panjang di tersebut juga masih relatif aman akibat masih rendahnya
Indonesia dalam bentuk investasi langsung. Di samping pangsa ULN korporasi nonbank non-afiliasi jangka pendek
sebagai ULN dengan profil risiko yang paling tinggi. Selain
itu, Bank Indonesia juga telah melakukan mitigasi risiko
1 Terms of trade adalah rasio harga ekspor terhadap harga impor.

58 Bab 4 LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015


Tabel 4.1. Neraca Pembayaran Indonesia

Juta dolar AS
2014* 2015**
Rincian Total* Total**
I II III IV I* II* III* IV**
I. Transaksi Berjalan -4.927 -9.585 -7.035 -5.953 -27.499 -4.159 -4.296 -4.190 -5.115 -17.761
A. Barang, neto 3.350 -375 1.560 2.448 6.983 3.063 4.125 4.141 1.953 13.281
- Ekspor 43.937 44.505 43.606 43.245 175.293 37.827 39.685 36.086 34.743 148.341
- Impor -40.588 -44.880 -42.046 -40.797 -168.310 -34.764 -35.561 -31.945 -32.790 -135.060
1. Barang dagangan umum 2.832 -703 1.192 2.153 5.474 2.690 3.810 4.047 2.004 12.551
- Ekspor 43.414 44.171 43.232 42.944 173.760 37.450 39.366 35.728 34.397 146.941
- Impor -40.581 -44.874 -42.039 -40.791 -168.286 -34.760 -35.557 -31.680 -32.392 -134.389
a. Nonmigas 5.581 2.475 4.326 4.922 17.304 3.947 5.932 6.158 2.987 19.024
- Ekspor 35.822 36.657 35.970 36.560 145.008 33.068 34.722 32.038 30.698 130.526
- Impor -30.241 -34.182 -31.644 -31.638 -127.704 -29.122 -28.790 -25.880 -27.711 -111.502
b. Minyak -6.056 -6.137 -6.037 -5.672 -23.903 -3.184 -3.658 -3.521 -2.753 -13.115
- Ekspor 3.500 3.885 3.590 2.831 13.806 1.927 2.611 1.786 1.500 7.823
- Impor -9.556 -10.022 -9.627 -8.503 -37.709 -5.111 -6.268 -5.307 -4.253 -20.938
c. Gas 3.308 2.959 2.904 2.903 12.074 1.927 1.535 1.410 1.770 6.643
- Ekspor 4.092 3.629 3.672 3.553 14.946 2.455 2.034 1.904 2.198 8.592
- Impor -785 -670 -768 -649 -2.873 -528 -498 -494 -429 -1.949
2. Barang Lainnya 518 328 368 295 1.509 372 315 94 -51 730
- Ekspor 524 333 374 302 1.533 376 319 358 346 1.400
- Impor -6 -5 -6 -7 -24 -4 -4 -264 -398 -670
B. Jasa-Jasa, neto -2.131 -2.831 -2.486 -2.561 -10.010 -1.845 -2.651 -2.151 -1.846 -8.493
C. Pendapatan Primer, neto -7.230 -7.912 -7.313 -7.236 -29.692 -6.805 -7.195 -7.452 -6.576 -28.028
D. Pendapatan Sekunder, neto 1.085 1.534 1.204 1.397 5.220 1.428 1.426 1.272 1.354 5.479
II. Transaksi Modal dan Finansial 6.388 14.492 14.535 9.574 44.989 5.087 2.241 279 9.529 17.136
A. Transaksi Modal 1 7 3 15 27 1 0 2 14 17
B. Transaksi Finansial 6.387 14.484 14.532 9.559 44.962 5.086 2.241 277 9.516 17.120
- Aset -5.393 -2.960 -3.786 1.353 -10.786 -8.302 -8.524 -3.787 340 -20.273
- Kewajiban 11.780 17.445 18.318 8.206 55.748 13.388 10.765 4.064 9.175 37.393
1. Investasi Langsung 2.023 4.353 5.752 2.661 14.788 1.695 3.467 1.782 2.315 9.259
a. Aset -2.883 -2.407 -2.226 -2.871 -10.388 -3.451 -3.394 -1.345 -1.237 -9.427
b. Kewajiban 4.906 6.760 7.979 5.532 25.176 5.146 6.860 3.127 3.553 18.686
2. Investasi Portofolio 8.730 8.046 7.409 1.883 26.067 8.509 5.592 -2.218 4.825 16.707
a. Aset 465 -991 1.299 1.814 2.587 24 -737 -683 393 -1.003
b. Kewajiban 8.265 9.037 6.110 69 23.481 8.484 6.329 -1.535 4.431 17.709
3. Derivatif Finansial -140 45 -20 -40 -156 93 -3 231 -301 20
a. Aset 239 64 11 128 441 205 229 196 37 667
b. Kewajiban -379 -19 -32 -168 -597 -112 -232 35 -338 -647
4. Investasi Lainnya -4.225 2.040 1.390 5.056 4.262 -5.210 -6.815 483 2.677 -8.866
a. Aset -3.214 375 -2.871 2.283 -3.426 -5.080 -4.622 -1.955 1.148 -10.510
b. Kewajiban -1.011 1.666 4.261 2.773 7.688 -130 -2.192 2.438 1.529 1.645
III. Total (I + II) 1.462 4.907 7.500 3.621 17.489 928 -2.055 -3.912 4.415 -624
III. Selisih Perhitungan Bersih 605 -610 -1.025 -1.211 -2.241 375 -870 -654 675 -474
IV. Neraca Keseluruhan (III + IV) 2.066 4.297 6.475 2.410 15.249 1.303 -2.925 -4.565 5.089 -1.098
VI. Cadangan Devisa dan yang Terkait -2.066 -4.297 -6.475 -2.410 -15.249 -1.303 2.925 4.565 -5.089 1.098
Memorandum:
- Posisi Cadangan Devisa 102.592 107.678 111.164 111.862 111.862 111.554 108.030 101.720 105.931 105.931
- Bulan Impor dan Pembayaran
5,7 6,1 6,3 6,4 6,4 6,6 6,8 6,8 7,4 7,4
Utang Luar Negeri Pemerintah
- Transaksi Berjalan/PDB (%) -2,3 -4,3 -3,0 -2,7 -3,1 -2,0 -2,0 -1,9 -2,4 -2,1
* angka sementara
** angka sangat sementara

LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015 Bab 4 59


Tabel 4.2. Posisi Investasi Internasional Indonesia

Juta dolar AS
2014* 2015**
Rincian Total* Total**
I II III IV I* II* III* IV**
Posisi Investasi Internasional
-367.160 -373.572 -392.390 -394.466 -394.466 -394.825 -380.044 -348.011 -380.672 -380.672
Indonesia, neto
- Investasi langsung, neto -187.974 -190.734 -203.339 -202.359 -202.359 -198.494 -196.562 -186.711 -194.672 -194.672
- Investasi portofolio, neto -174.323 -179.939 -191.531 -192.656 -192.656 -202.455 -192.960 -163.295 -189.369 -189.369
- Derivatif finansial, neto 98 37 21 30 30 1 61 -13 91 91
- Investasi lainnya, neto -107.554 -110.614 -108.704 -111.342 -111.342 -105.431 -98.613 -99.712 -102.653 -102.653
- Cadangan devisa 102.592 107.678 111.164 111.862 111.862 111.554 108.030 101.720 105.931 105.931
* angka sementara ** angka sangat sementara

ULN korporasi nonbank tersebut dengan mengeluarkan tersebut, defisit investasi lainnya diperkirakan membaik
Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 16/21/PBI/2014 akibat meningkatnya penarikan ULN yang didorong oleh
mengenai Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam prospek perbaikan perekonomian domestik. Perbaikan
Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank. surplus TMF diperkirakan melebihi defisit transaksi
Perkembangan implementasi PBI ini sampai dengan akhir berjalan sehingga NPI kembali mampu mencatat surplus.
tahun 2015 menunjukkan terus meningkatnya upaya Kinerja NPI diyakini akan semakin baik didukung bauran
penerapan prinsip kehati-hatian oleh korporasi nonbank kebijakan moneter dan makroprudensial, serta penguatan
sehingga risiko ULN dapat dimitigasi dengan lebih baik. koordinasi kebijakan dengan Pemerintah. Namun,
dinamika perkembangan global akan terus diwaspadai,
Ke depan, defisit transaksi berjalan diperkirakan khususnya risiko terkait perlambatan ekonomi Tiongkok
meningkat namun dalam batas aman, sejalan dengan dan masih menurunnya harga komoditas, karena dapat
membaiknya pertumbuhan ekonomi. Kenaikan defisit memengaruhi kinerja NPI secara keseluruhan.
transaksi berjalan terutama disebabkan oleh masih
meningkatnya impor nonmigas ditengah kinerja ekspor
nonmigas yang masih relatif lemah. Peningkatan 4.1. TRANSAKSI BERJALAN
permintaan dunia yang masih terbatas sejalan dengan
lambatnya prospek perbaikan perekonomian global Di tengah melambatnya perekonomian global, rendahnya
serta masih berlanjutnya koreksi harga komoditas dan harga komoditas, serta perlambatan perekonomian
minyak dunia mendorong masih relatif lemahnya kinerja domestik, defisit transaksi berjalan pada 2015 membaik.
ekspor. Di sisi lain, meningkatnya permintaan domestik Transaksi berjalan pada 2015 mengalami defisit 17,8
seiring dengan membaiknya pertumbuhan perekonomian miliar dolar AS atau setara dengan 2,1% dari PDB, lebih
Indonesia berdampak terhadap kenaikan impor baik dibandingkan dengan defisit pada tahun sebelumnya
nonmigas. Selain itu, upaya percepatan pembangunan sebesar 27,5 miliar dolar AS atau setara dengan 3,1%
infrastruktur yang utamanya dilakukan pemerintah juga dari PDB. Perbaikan kinerja transaksi berjalan tersebut
akan berdampak pada meningkatnya kegiatan impor, ditopang oleh peningkatan surplus neraca perdagangan
khususnya impor barangmodal. barang dan neraca pendapatan sekunder serta didukung
pula oleh penurunan defisit neraca jasa dan neraca
Kinerja TMF ke depan juga diperkirakan membaik pendapatan primer (Grafik 4.1).
dengan mencatat peningkatan surplus yang relatif
signifikan, sehingga kinerja NPI secara keseluruhan Surplus neraca perdagangan barang pada 2015
diperkirakan surplus dan mendorong peningkatan meningkat, didukung kenaikan surplus neraca
cadangan devisa. Kondisi ekonomi global maupun perdagangan barang nonmigas dan berkurangnya
domestik yang semakin baik dan reformasi struktural defisit neraca perdagangan barang minyak dan gas
yang terus berlangsung serta dampak dari dikeluarkannya (migas). Peningkatan surplus neraca perdagangan
paket kebijakan pemerintah I-VIII pada 2015 diyakini barang nonmigas pada 2015 didorong oleh penurunan
mampu meningkatkan arus masuk dana investor ekspor nonmigas yang tidak lebih besar dibandingkan
bukan penduduk melalui investasi langsung. Aliran dengan penurunan impor nonmigas. Penurunan
masuk modal asing melalui investasi portofolio juga kegiatan impor nonmigas terjadi pada seluruh kelompok
diperkirakan masih besar seiring rencana kenaikan FFR barang, baik barang konsumsi, bahan baku, maupun
yang diprakirakan cenderung gradual. Sejalan dengan hal barang modal. Penurunan impor barang konsumsi

60 Bab 4 LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015


Grafik 4.1. Perkembangan Transaksi Berjalan penurunan impor minyak juga disebabkan oleh harga
Grafik 4.1. Perkembangan Transaksi Berjalan
minyak dunia yang turun signifikan sepanjang tahun 2015.
Milliar dolar AS Persen

50.000 4 Perbaikan transaksi berjalan lebih lanjut didukung oleh


40.000 3
perbaikan defisit neraca jasa dan neraca pendapatan.
30.000
2
Neraca jasa pada 2015 membaik dengan mencatat
20.000 penurunan defisit yang didukung oleh pembayaran jasa
10.000 1
transportasi barang yang lebih rendah serta surplus jasa
0 0
perjalanan yang meningkat. Sementara itu, perbaikan
-10.000
-1
-20.000
neraca pendapatan bersumber dari berkurangnya
-30.000
-2 defisit neraca pendapatan primer dan meningkatnya
-40.000 -3 surplus neraca pendapatan sekunder. Perbaikan defisit
-50.000 -4 neraca pendapatan primer terutama bersumber dari
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014* 2015**
berkurangnya pembayaran dividen hasil investasi
* angka sementara Neraca Pendapatan Sekunder Neraca Jasa
** angka sangat sementara Neraca Pendapatan Primer Neraca Perdagangan Barang langsung, sedangkan kenaikan surplus neraca pendapatan
Transaksi Berjalan (TB) TB/PDB (skala kanan)
sekunder terutama berasal dari bertambahnya remitansi
Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luarnegeri.

dipengaruhi oleh penurunan permintaan domestik


sejalan dengan penurunan konsumsi rumah tangga. Neraca Perdagangan Nonmigas
Selanjutnya penurunan konsumsi tersebut diikuti pula
oleh penurunan tingkat penjualan ditengah melambatnya Neraca perdagangan nonmigas pada 2015 membaik
pertumbuhan ekonomi sehingga menyebabkan turunnya dengan mencatat peningkatan surplus dan menjadi
permintaan investasi dan modal kerja. Penurunan kontributor utama perbaikan defisit transaksi berjalan.
permintaan investasi tersebut pada akhirnya berdampak Perbaikan tersebut melanjutkan tren peningkatan
pada penurunan impor, khususnya impor bahan baku surplus neraca perdagangan nonmigas sejak 2013. Pada
dan barang modal. Penurunan impor nonmigas lebih 2015, neraca perdagangan nonmigas mencatat surplus
lanjut didorong oleh pelemahan nilai tukar rupiah yang sebesar 19,8 miliar dolar AS, lebih besar dibandingkan
mengakibatkan harga barang impor menjadi lebih mahal. dengan surplus pada 2014 sebesar 18,8 miliar dolar AS.
Sementara itu, penurunan ekspor nonmigas didorong Peningkatan surplus tersebut didorong oleh penurunan
oleh turunnya permintaan eksternal sejalan dengan kinerja ekspor sebesar 10,0% yang tidak lebih besar
perlambatan perekonomian global. Di samping itu, dibandingkan dengan penurunan impor sebesar 12,4%
penurunan harga komoditas di pasar internasional yang (Grafik 4.2).
terus berlanjut turut mendorong penurunan kinerja
ekspor nonmigas. Struktur ekspor Indonesia yang masih
didominasi oleh produk berbasis sumber daya alam (SDA)
terkena dampak yang cukup besar akibat rendahnya
harga komoditas. Selain itu, tekanan terhadap ekspor Grafik 4.2. Perkembangan Neraca Perdagangan Nonmigas
Grafik 4.2. Perkembangan Neraca Perdagangan Nonmigas
juga berasal dari lebih rendahnya daya saing produk
ekspor Indonesia dibandingkan dengan negara kompetitor Juta dolar AS Juta dolar AS
meskipun nilai tukar rupiah sudahterdepresiasi. 200.000 40.000

150.000 35.000
Defisit neraca perdagangan barang migas membaik, 100.000 30.000
terutama didorong oleh penurunan impor minyak.
50.000 25.000
Kebijakan reformasi energi pemerintah berhasil
0 20.000
mengurangi kebutuhan impor minyak. Kebijakan
-50.000 15.000
penghapusan subsidi dan pemberian subsidi tetap BBM
oleh Pemerintah, yang pada akhirnya meningkatkan -100.000 10.000

harga BBM, berhasil menekan konsumsi BBM domestik. -150.000 5.000

Penurunan konsumsi BBM juga didorong oleh -200.000


2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014* 2015**
0

berkurangnya permintaan atas kebutuhan energi sejalan * angka sementara Ekspor Nonmigas
dengan perlambatan perekonomian domestik. Selain itu, ** angka sangat sementara Impor Nonmigas
Neraca Perdagangan Nonmigas (skala kanan)

LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015 Bab 4 61


Pemulihan ekonomi negara maju yang belum solid serta Penurunan kinerja ekspor Indonesia terutama akibat
pertumbuhan negara berkembang yang cenderung menurunnya harga komoditas. Hal tersebut terlihat
melambat mendorong penurunan permintaan eksternal pada turunnya harga ekspor beberapa komoditas utama
terhadap produk ekspor Indonesia. Pelemahan Indonesia di pasar internasional. Harga ekspor 10
permintaan dunia tercermin dari ekspor ke 10 negara komoditas utama Indonesia pada 2015 turun sebesar
mitra dagang utama yang mengalami penurunan, kecuali 7,1% (Tabel 4.4). Koreksi harga terbesar terjadi pada
ekspor ke Filipina (Tabel 4.3). Ekspor Indonesia ke komoditas batubara dan minyak nabati (CPO). Harga
Amerika Serikat (AS) terkontraksi sebesar 3,5%, meskipun ekspor batubara sepanjang 2015 turun sebesar 13,7%
perekonomian AS tumbuh moderat ditopang oleh sehingga mendorong penurunan ekspor batubara sebesar
konsumsi yang masih kuat. Ekspor produk manufaktur 23,4%. Selain karena faktor harga, penurunan ekspor
seperti alat listrik, makanan olahan, dan karet alam batubara juga didorong oleh turunnya volume sebesar
olahan yang menjadi andalan ekspor Indonesia ke AS 12,3%, terutama karena berkurangnya permintaan
menurun. Kondisi tersebut mengindikasikan melemahnya ekspor dari Tiongkok. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh
daya saing produk ekspor Indonesia dibandingkan melambatnya aktivitas produksi dan berkembangnya
dengan negara kompetitor. Hal ini juga tercermin dari penggunaan sumber energi alternatif selain batubara
terkontraksinya ekspor tekstil ke AS, yang merupakan untuk pembangkit tenaga listrik di Tiongkok. Selain
ekspor terbesar Indonesia ke AS, ditengah persaingan itu, penurunan permintaan tersebut juga dipengaruhi
yang makin kompetitif dengan Vietnam danBangladesh. oleh kebijakan Pemerintah Tiongkok untuk mengurangi
penggunaan batubara dalam usaha untuk melawan polusi
Kinerja ekspor ke India, Jepang dan Tiongkok juga dan promosi penggunaan energi alternatif.
menurun. Ekspor ke India mengalami penurunan
terutama pada komoditas batubara dan minyak kelapa Permintaan ekspor CPO masih tinggi ditengah
sawit (crude palm oil, CPO). Meski demikian, ekspor biji perlambatan perekonomian dunia dan penurunan harga
tembaga dan produk barang dari logam tidak mulia masih di pasar internasional. Harga ekspor CPO Indonesia pada
meningkat sejalan dengan masih kuatnya pertumbuhan 2015 turun sebesar 18,1% sehingga mendorong ekspor
ekonomi India. Sementara itu, perekonomian Jepang CPO turun sebesar 10,7%. Penurunan tersebut sejalan
dan Tiongkok yang masih lemah mendorong permintaan dengan penurunan harga CPO dunia yang berdasarkan
ekspor ke kedua negara tersebut juga menurun. data Bank Dunia turun dari rata-rata 821 dolar AS per
Penurunan ekspor ke Jepang dan Tiongkok yang paling metrik ton pada 2014 menjadi rata-rata 623 dolar AS
besar terjadi pada komoditas batubara. Penurunan ekspor per metrik ton pada 2015. Namun demikian, permintaan
ke Jepang juga terjadi pada produk tekstil, alat ukur, akan minyak kelapa sawit tetap meningkat ditengah
dan produk barang dari logam tidak mulia. Sedangkan perekonomian dunia yang melambat sebagaimana
penurunan ekspor ke Tiongkok juga didorong oleh ditunjukkan oleh peningkatan volume ekspor CPO
penurunan ekspor kayu olahan. Namun di sisi lain, ekspor pada 2015 sebesar 14,6%. Hal ini menunjukkan bahwa
CPO dan tekstil ke Tiongkok masih meningkat. kebutuhan akan minyak nabati selalu meningkat setiap

Tabel 4.3. Ekspor Nonmigas Menurut Negara Tujuan Utama

Pangsa (%) Pertumbuhan Tahunan (%, yoy)


Rincian 2014* 2015**
2014* 2015**
I II III IV Total I* II* III* IV** Total**
Amerika Serikat 10,8 11,6 2,6 7,6 6,5 5,5 5,6 -1,1 -0,4 -4,8 -7,6 -3,5
Tiongkok 11,2 10,0 -2,7 -17,8 -24,8 -39,1 -22,2 -36,5 -13,1 -9,6 -13,8 -19,5
Jepang 10,0 9,9 -12,6 -11,4 -5,6 -4,8 -8,7 -5,4 -8,4 -12,9 -17,1 -11,1
India 8,3 8,8 -13,9 -16,9 19,8 -7,1 -5,6 7,3 18,1 -27,0 -14,2 -5,1
Singapura 6,7 6,5 2,3 23,4 8,1 12,5 11,6 1,7 -19,4 -9,2 -16,8 -11,4
Malaysia 4,4 4,7 -19,9 -6,8 -8,0 -7,2 -10,6 3,5 0,2 -7,3 -9,8 -3,4
Korea Selatan 3,9 4,1 -11,0 -6,5 2,9 -3,0 -4,6 0,1 0,4 -6,3 -16,8 -5,7
Thailand 3,4 3,5 -5,7 -10,4 2,8 -2,7 -4,2 -6,4 -4,0 -11,6 -10,2 -8,0
Filipina 2,7 3,0 -2,1 6,7 9,4 -0,1 3,4 -2,0 4,2 7,2 -7,2 0,8
Australia & Oceania 3,1 2,8 36,5 39,3 13,8 -15,6 15,2 -36,4 -17,0 7,4 -21,6 -17,5
Total 10 Negara 64,5 64,9 -5,1 -4,4 -1,2 -10,7 -5,5 -9,6 -4,4 -10,0 -13,5 -9,4
* angka sementara
** angka sangat sementara

62 Bab 4 LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015


Tabel 4.4. Ekspor 10 Komoditas Utama Nonmigas

Pangsa (%) Pertumbuhan (%, yoy)


Nominal Riil Indeks Harga
Rincian
2014* 2015** 2015** 2015** 2015**
2014* 2014* 2014*
I* II* III* IV** Total** I* II* III* IV** Total** I* II* III* IV** Total**

Minyak
13,7 13,6 9,2 -12,6 6,0 -16,9 -17,9 -10,7 11,5 11,1 36,2 9,0 -1,0 14,6 -22,1 -21,2 -22,4 -23,7 -22,1 -18,1
Nabati
Batubara 14,2 12,1 -14,5 -17,7 -24,9 -24,9 -26,5 -23,4 -14,3 -7,0 -12,6 -13,2 -19,9 -12,3 -12,6 -11,6 -14,1 -13,6 -12,6 -13,7
Tekstil dan
Produk 8,8 9,4 0,6 -2,6 -2,7 -5,8 -4,8 -4,0 2,1 2,0 2,9 -0,4 0,7 1,5 -5,4 -4,5 -5,5 -5,4 -5,4 -3,9
Tekstil
Alat Listrik,
Ukur,
6,9 6,7 -5,7 -12,1 -11,8 -14,0 -14,7 -13,2 0,0 -5,9 -4,6 -7,8 -12,8 -7,5 -6,1 -6,5 -7,5 -6,9 -6,1 -2,6
Fotografi,
dll
Barang
dari Logam 6,2 5,8 5,5 -3,7 -16,1 -18,7 -24,9 -16,2 3,7 1,9 -8,5 -0,3 -5,8 -3,3 -13,4 -5,4 -8,2 -18,4 -13,4 -4,7
tidak Mulia
Makanan
4,3 4,8 17,8 3,5 -0,4 -6,9 1,4 -0,6 12,1 3,4 -0,4 4,2 13,4 5,1 -5,4 0,1 -0,1 -10,5 -5,4 0,4
Olahan
Karet
4,8 4,4 -24,5 -31,7 -13,2 -6,6 -12,1 -16,8 -16,4 -23,8 -4,0 17,2 19,3 -0,2 -16,6 -10,4 -9,5 -19,8 -16,6 -9,8
Olahan
Kendaraan
dan 3,6 4,1 14,8 9,4 20,5 3,8 -16,4 3,3 12,3 3,0 14,1 1,1 -19,5 -1,4 4,8 6,2 5,5 2,7 4,8 5,9
Bagiannya
Mesin-
mesin/
4,1 3,9 6,0 -15,8 -13,4 -9,1 -23,1 -15,5 6,5 -14,8 -12,4 -8,5 -21,3 -14,3 -1,4 -1,3 -1,1 -0,6 -1,4 -0,5
pesawat
mekanik
Kayu
2,7 2,9 11,3 -2,2 0,4 -4,2 -3,5 -2,3 10,1 12,8 31,9 34,8 40,6 29,6 -24,6 -13,3 -23,9 -28,9 -24,6 -7,6
Olahan
Total 10
69,3 67,6 -1,8 -11,0 -8,1 -13,6 -16,3 -12,2 -0,6 -2,6 2,9 1,4 -2,9 0,0 -12,3 -8,6 -10,6 -14,7 -12,3 -7,1
Komoditas
* angka sementara
** angka sangat sementara

tahun sejalan dengan bertambahnya populasi dan 7,4%, namun volume ekspor produk primer masih
makin tingginya kesadaran penggunaan energi alternatif. tumbuh sebesar 17,5%. Pertumbuhan positif volume
Peningkatan volume ekspor CPO juga didorong oleh ekspor produk primer didukung oleh meningkatnya
pengenaan Bea Keluar CPO sebesar nol persen. Harga volume ekspor produk pertanian. CPO merupakan
rata-rata CPO global sepanjang tahun 2015 tidak pernah salah satu komoditas yang menunjang peningkatan
mencapai 700 dolar AS per metrik ton yang merupakan volume ekspor tersebut. Selain itu, peningkatan volume
batas minimum pengenaan Bea Keluar. Akibatnya ekspor produk pertanian juga didukung terutama oleh
mayoritas produsen CPO lebih memilih mengekspor meningkatnya volume ekspor kopi, buah-buahan dan
CPO secara langsung dibandingkan dengan mengekspor sayur-sayuran, serta bubur kertas. Namun demikian,
produk turunannya. Sejalan dengan tren penurunan harga penurunan harga komoditas yang terus berlangsung
komoditas di pasar internasional tersebut, terms of trade sepanjang 2015 menyebabkan harga ekspor produk
(ToT) Indonesia mengalami penurunan dari 81,6 pada primer turun sangat tajam dari -4,4% pada tahun 2014
Desember 2014 menjadi 73,6 pada Desember 2015. menjadi -25,7%. Sementara itu, harga produk manufaktur
masih tumbuh positif dari 1,9% pada tahun 2014 menjadi
Perlambatan perekonomian global lebih berdampak 0,5% (Tabel 4.5).
terhadap permintaan produk manufaktur dibandingkan
dengan produk primer Indonesia yang lebih Harga ekspor manufaktur relatif tidak terlalu terkena
mengandalkan SDA. Adapun dampak perlambatan dampak perlambatan ekonomi global, namun ekspor
terhadap harga produk manufaktur masih lebih baik manufaktur masih diwarnai berbagai permasalahan
dibandingkan dengan harga produk primer. Pada 2015, struktural. Struktur produk manufaktur Indonesia yang
volume ekspor produk manufaktur menurun sebesar masih didominasi oleh produk berbasis SDA (Grafik4.3)

LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015 Bab 4 63


Tabel 4.5. Ekspor Nonmigas Menurut Kelompok Barang (Berdasarkan SITC)

Pertumbuhan Tahunan (%, yoy)


Rincian 2014* 2015**
I II III IV Total I II* III* IV** Total**
A. Produk Primer
Nominal -9,0 -9,4 0,8 -13,4 -8,0 -10,2 -5,7 -16,2 -18,4 -12,7
Riil -3,4 -10,6 -0,4 0,4 -3,9 14,3 25,7 18,7 12,5 17,5
Indeks Harga -5,8 1,4 1,2 -13,8 -4,4 -21,4 -25,0 -29,5 -27,4 -25,7
B. Produk Manufaktur
Nominal 9,2 8,6 6,8 3,4 6,9 -4,9 -4,5 -4,9 -13,3 -6,9
Riil 10,3 8,2 3,2 -1,3 5,0 -8,0 -7,4 -4,2 -10,3 -7,4
Indeks Harga -1,0 0,4 3,5 4,7 1,9 3,3 3,2 -0,7 -3,4 0,5
C. Lainnya
Nominal 41,3 20,8 -24,3 -32,2 -4,9 -26,1 -17,8 -14,0 -6,8 -17,0
Riil 60,6 26,9 -23,4 -28,9 1,1 -22,2 -11,6 -2,1 1,7 -9,7
Indeks Harga -12,0 -4,9 -1,2 -4,7 -5,9 -4,9 -6,9 -12,2 -8,4 -8,1
Total
Nominal -0,3 -0,9 3,0 -6,5 -1,3 -8,0 -5,3 -10,9 -15,8 -10,0
Riil 2,8 -2,6 -0,2 -2,2 -0,7 2,3 7,8 4,7 -3,4 2,8
Indeks Harga -3,0 1,8 3,2 -4,4 -0,7 -10,0 -12,1 -14,9 -12,8 -12,4
* angka sementara
** angka sangat sementara

menyebabkan ekspor manufaktur rentan terhadap Ekspor produk karet Indonesia pada 2015 terkontraksi
perubahan harga komoditas. Harga komoditas yang sebesar 7,0% karena penurunan harga maupun volume,
menurun, seperti yang terjadi pada 2015, memberikan namun mampu meningkatkan pangsanya di beberapa
tekanan terhadap ekspor manufaktur. Di samping itu, negara tujuan ekspor dalam beberapa tahun terakhir.
kandungan impor pada produk manufaktur Indonesia Penurunan tersebut terutama terjadi untuk negara tujuan
juga masih tinggi. Akibatnya, pelemahan nilai tukar tidak Jepang, Australia, dan Jerman. Sebaliknya, ekspor ke AS
mampu dimanfaatkan secara optimal karena bahan baku tumbuh positif pada 2015 (Tabel 4.6). Penurunan ekspor
impor harus diperoleh dengan harga yang lebih mahal. ke Jepang diawali pula dengan menurunnya pangsa pasar
Produk manufaktur yang mengalami penurunan yang Indonesia selama lima tahun terakhir (2009 2014)
besar pada 2015 antara lain produk karet, produk pakaian ditengah meningkatnya pangsa negara pesaing seperti
jadi, dan produk kimia organik. Tiongkok dan Vietnam. Sementara di pasar Australia,
meskipun pertumbuhannya menurun di 2015, namun
pangsa Indonesia masih meningkat selama tahun 2009
2014 (Tabel 4.7). Hal ini mengindikasikan penurunan
Grak 4.3 Komposisi Ekspor Manufaktur Indonesia
pangsa negara pesaing seperti Jepang dan Korea Selatan
Grafik 4.3. Komposisi Ekspor Manufaktur Indonesia dapat dimanfaatkan oleh Indonesia dengan meningkatkan
pangsanya. Namun, Tiongkok dan Thailand lebih optimal
Persen, Pangsa
100 dalam merebut peluang untuk meningkatkan pangsa
90 pasar tersebut. Adapun untuk pasar di AS, pangsa
80
ekspor Indonesia meningkat dan mampu memanfaatkan
70
60
penurunan pangsa Kanada dan Jepang, meskipun pangsa
50 ekspor Tiongkok dan Thailand ke AS meningkat lebih
40 tinggi selama tahun 2009 - 2014.
30
20
Penurunan ekspor pakaian jadi pada 2015 sebesar 1,3%
10
0 disebabkan oleh turunnya volume ekspor, namun sejak
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
triwulan III 2015 menunjukkan perbaikan (Tabel 4.8).
2012 2013 2014 2015
Pangsa produk pakaian jadi Indonesia di pasar AS sebagai
High Tech Medium Tech Low Tech Resource Based negara tujuan utama produk tersebut terus menurun
dalam 5 tahun terakhir (Tabel 4.9). Sebaliknya, pangsa
Sumber : United Nations Industrial Development Organization (UNIDO)

64 Bab 4 LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015


Tabel 4.6. Ekspor Produk Karet Indonesia ke Beberapa Negara Tujuan Utama

Pertumbuhan (%, yoy)


Pangsa 2015
Rincian 2014* 2015**
(%)**
I II III IV I* II* III* IV**
Amerika Serikat 34,5 19,4 -6,6 -20,6 0,2 16,5 18,4 59,8 31,5
Jepang 9,3 -10,1 5,2 0,5 -18,7 -18,3 -24,3 -21,6 -9,8
Australia 4,3 -17,6 3,1 4,2 -12,3 21,7 -4,4 -26,6 -10,5
Jerman 4,2 -9,4 27,1 15,7 9,9 -1,6 -19,9 -6,6 -20,6
Malaysia 4,1 -35,4 -14,0 -23,1 -15,9 27,7 -16,3 -14,9 1,6
* angka sementara
** angka sangat sementara

produk sejenis dari Vietnam dan Bangladesh sebagai dalam kurun waktu 2009-2014, posisi Indonesia sebagai
kompetitor utama semakin meningkat. Penurunan pangsa pemasok kebutuhan kimia organik Tiongkok meningkat
Indonesia tersebut dapat mengindikasikan lemahnya dari posisi ke-10 menjadi posisi ke-7 dengan peningkatan
daya saing produk pakaian jadi Indonesia dibandingkan sebesar 0,9% (Tabel 4.11). Sementara pesaing terdekat,
dengan negara pesaing seperti Vietnam, Bangladesh, yaitu Malaysia yang pada 2009 berada di urutan ke-9 naik
dan Tiongkok. Persaingan produk tersebut semakin ketat ke urutan ke-8 dengan pangsa yang meningkat sebesar
untuk tujuan ekspor Eropa yang memberikan berbagai 0,2%. Ke depan, Malaysia berpotensi semakin menggerus
kemudahan khusus kepada eksportir dari negara-negara pangsa produk kimia Indonesia. Dari sisi harga,
dengan PDB yang rendah seperti Vietnam, Kamboja, penurunan harga ekspor produk kimia organik sejalan
dan Bangladesh. Meskipun demikian, sejak triwulan III dengan penurunan harga CPO sebagai salah satu bahan
2015 pertumbuhan ekspor ke AS dan beberapa beberapa utama produk kimia organik. Harga minyak dunia yang
negara besar lainnya terlihat mulai membaik. terus turun hingga di bawah harga CPO menyebabkan
harga bahan bakar yang berbahan baku CPO (biodiesel)
Ekspor produk kimia organik terus turun sejak Oktober menjadi tidak ekonomis. Di samping itu, pengenaan bea
2014 dan terkontraksi sebesar 31,8% yang disebabkan keluar CPO nol persen mendorong produsen CPO memilih
oleh penurunan faktor harga dan volume pada tahun mengekspor CPO secara langsung sehingga industri hilir
2015. Penurunan yang pada awalnya terjadi untuk seperti produk kimia organik kesulitan bahan baku.
ekspor ke negara tujuan Tiongkok dan Jepang, saat
ini telah diikuti oleh penurunan ekspor ke India dan Di saat ekspor nonmigas mengalami kontraksi, impor
AS (Tabel4.10). Meskipun demikian, tren penurunan nonmigas juga menurun. Impor nonmigas pada 2015
ke Tiongkok tersebut sudah semakin kecil. Selain itu, menurun sebesar 12,4%, lebih besar dibandingkan

Tabel 4.7. Pangsa Pasar Beberapa Negara Eksportir Karet di Jepang, Australia, dan AS

Pasar Jepang Pasar Australia Pasar Amerika Serikat


Pangsa (%) Pangsa (%) Pangsa (%)
Negara Negara Negara
Asal 2009 2014 Asal 2009 2014 Asal 2009 2014

Tiongkok 23,6 28,9 5,3 Tiongkok 17,3 22,9 5,5 Tiongkok 23,4 25,9 2,5
Thailand 16,3 15,7 -0,6 Jepang 23,3 19,2 -4,1 Kanada 18,4 12,9 -5,4
Indonesia 13,8 8,3 -5,5 Thailand 6,7 9,1 2,4 Jepang 13,8 9,9 -3,8
Korea Korea
9,7 6,6 -3,1 5,9 3,7 -2,2 Meksiko 6,7 8,1 1,4
Selatan Selatan
Amerika Korea
7,9 6,4 -1,5 Jerman 4,0 3,6 -0,5 6,8 7,3 0,5
Serikat Selatan
Vietnam 1,2 4,6 3,4 Spanyol 4,4 3,3 -1,1 Thailand 3,6 4,8 1,2
Jerman 4,6 4,5 -0,1 Indonesia 2,2 3,0 0,9 Jerman 4,5 4,5 0,0
Perancis 2,0 2,7 0,7 Malaysia 1,9 2,4 0,5 Indonesia 1,9 2,5 0,6
Filipina 1,7 2,4 0,7 India 1,5 1,7 0,2 Perancis 2,1 2,1 0,0
Spanyol 1,2 2,4 1,2 Perancis 2,2 1,5 -0,7 Chilli 0,0 1,8 1,8
Sumber: UNComtrade

LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015 Bab 4 65


Tabel 4.8. Ekspor Produk Pakaian Indonesia ke Beberapa Negara Tujuan Utama

Pangsa Pangsa Pertumbuhan (%, yoy)


Rincian 2014 2015 2014* 2015**
(%)* (%)** I II III IV I* II* III* IV**
Amerika Serikat 49,4 49,9 -6,3 -3,9 -3,1 1,6 -7,2 -0,7 5,6 1,6
Jepang 8,8 9,3 7,8 1,7 0,9 5,4 5,5 -3,3 5,5 10,1
Jerman 7,4 6,2 9,5 24,7 -5,3 -7,8 -14,5 -21,9 -15,3 -13,3
Korea Selatan 3,7 3,9 21,1 -3,5 -5,9 -4,2 -2,8 19,8 16,1 -12,0
Inggris 3,5 2,8 -3,0 10,3 -14,5 -21,7 -28,9 -25,5 -19,4 -6,8
* angka sementara
** angka sangat sementara

dengan penurunan pada 2014 sebesar 3,9%. Penurunan disebabkan oleh turunnya impor buah-buahan segar/
tersebut terjadi pada seluruh kelompok barang impor dikeringkan (turun sebesar 15,7% dibandingkan dengan
didorong baik oleh penurunan harga maupun volume. 2014), sayur-sayuran segar/dingin (13,6%), dan hasil
Penurunan impor barang konsumsi dipengaruhi oleh olahan yang dapat dimakan (3,0%). Penurunan impor
permintaan sejalan dengan penurunan konsumsi rumah barang konsumsi lebih lanjut tertahan oleh impor obat-
tangga. Penurunan konsumsi tersebut diikuti pula obatan (termasuk obat hewan) yang meningkat 5,8% dan
oleh penurunan tingkat penjualan di tengah lemahnya impor senjata dan amunisi yang meningkat sebesar 9,7%.
keyakinan pelaku ekonomi terhadap perekonomian
Indonesia sehingga mendorong penurunan permintaan Penurunan impor barang konsumsi dibarengi pula dengan
investasi dan modal kerja. Penurunan permintaan kontraksi ekspor, sehingga mendorong penurunan
investasi tersebut pada akhirnya berdampak pada permintaan impor bahan baku. Koreksi faktor harga kian
penurunan impor, khususnya impor barang modal mendorong pelemahan impor bahan baku hingga turun
dan bahan baku. Selain itu, pelemahan nilai tukar sebesar 12,3%. Kontraksi tersebut terutama berasal dari
menyebabkan harga barang impor menjadi lebih mahal penurunan impor makanan ternak (17,0%), bagian dan
sehingga mendorong penurunan impor nonmigas perlengkapan kendaraan bermotor (15,9%), hidrokarbon,
lebihlanjut. halogenasi, dan sulfonasi (24,4%) serta impor bahan
plastik lainnya dalam bentuk awal (17,5%). Namun
Kontraksi impor barang konsumsi sebesar 9,9% demikian, impor alat penyambung atau pemutus arus
(Tabel4.12) dipengaruhi oleh penurunan volume impor listrik menahan penurunan impor bahan baku lebih lanjut
sejalan dengan penurunan konsumsi rumah tangga. dengan mencatat pertumbuhan sebesar 4,8%.
Sementara itu, penurunan harga impor sejalan dengan
perkembangan harga internasional yang mengalami Penurunan impor barang modal sebesar 15,6% terutama
penurunan. Penurunan impor barang konsumsi terutama disebabkan oleh turunnya permintaan seiring dengan
penurunan kegiatan investasi. Faktor harga masih
meningkat sebesar 12,5% sehingga menahan penurunan
Tabel 4.9. Pangsa Pasar Beberapa Negara Eksportir Produk
impor barang modal lebih lanjut. Kontributor utama
Pakaian Jadi di AS
penurunan impor barang modal tersebut diantaranya
Pasar Amerika Serikat adalah impor pesawat telekomunikasi dan bagian-
Pangsa (%) bagiannya (29,2%), mesin otomatis pengolah data dan
Negara Asal
2009 2014
satuannya (6,2%), dan mesin lainnya untuk industri
tertentu (9,2%). Laju penurunan impor barang modal
Tiongkok 39,1 38,1 -1,0
tertahan oleh naiknya impor pemanas dan pendingin dan
Vietnam 7,4 10,4 3,0
alat-alatnya sebesar 13,2%.
Indonesia 5,8 5,5 -0,2
Bangladesh 5,0 5,4 0,4
Meksiko 5,0 4,3 -0,7
India 4,3 4,1 -0,3 Neraca Perdagangan Migas
Honduras 3,0 2,9 -0,1
Kamboja 2,7 2,8 0,1 Defisit neraca perdagangan migas pada 2015 tercatat
El Salvador 1,8 2,1 0,2 sebesar 6,5 miliar dolar AS, membaik dibandingkan tahun
Sri Lanka 1,8 2,1 0,2 sebelumnya yang mengalami defisit sebesar 11,8 miliar
Sumber: UNComtrade

66 Bab 4 LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015


Tabel 4.10. Ekspor Produk Kimia Organik Indonesia ke Beberapa Negara Tujuan Utama

Pangsa Pangsa Pertumbuhan (%, yoy)


Rincian 2014 2015 2014* 2015**
(%)* (%)** I II III IV I* II* III* IV**
Tiongkok 25,4 18,7 107,9 26,7 -9,5 -48,9 -62,6 -50,4 -41,4 -35,2
Belanda 7,0 10,5 48,2 59,2 60,1 10,4 12,8 3,1 -20,8 19,3
Jepang 6,0 7,9 -28,8 -8,1 -47,8 7,0 0,4 -22,8 4,3 -18,0
India 7,2 7,9 99,4 139,1 31,2 4,2 -20,6 -18,2 -40,2 -18,0
Amerika Serikat 6,6 7,4 13,4 78,3 3,0 -10,5 -16,2 -35,7 -26,2 -12,1
* angka sementara
** angka sangat sementara

dolar AS. Perbaikan kinerja neraca migas tersebut terutama 20,9 miliar dolar AS. Selain karena koreksi harga, penurunan
didukung oleh berkurangnya defisit neraca minyak. impor minyak juga disebabkan oleh turunnya volume
Kontraksi impor minyak yang lebih dalam dibandingkan impor minyak dari 356,7 juta barel pada 2014 menjadi
dengan kontraksi ekspor menyebabkan berkurangnya defisit 345,6 juta barel sejalan dengan turunnya konsumsi BBM
neraca minyak sebesar 45,1%; dari defisit 23,9 miliar dolar domestik. Penurunan konsumsi BBM tersebut diakibatkan
AS pada tahun sebelumnya menjadi defisit 13,1 miliar dolar oleh perlambatan ekonomi dan reformasi energi oleh
AS. Harga minyak dunia yang turun sepanjang 2015 akibat Pemerintah. Kebijakan reformasi energi pemerintah yang
melimpahnya pasokan baik dari negara OPEC maupun non- diterapkan sejak akhir 2014 tersebut mendorong naiknya
OPEC menjadi faktor utama penurunan ekspor minyak. Pada harga BBM dan mengurangi konsumsi sehingga mendorong
2015, ekspor minyak terkontraksi dari 13,8 miliar dolar AS perbaikan defisit neraca perdagangan minyak (Grafik 4.4).
pada 2014 menjadi 7,8 miliar dolar AS. Namun demikian,
volume ekspor minyak justru meningkat dari 142,7 juta Kinerja neraca gas masih positif dengan mencatat surplus
barel pada 2014 menjadi 155,7 juta barel. Peningkatan 6,6 miliar dolar AS meskipun lebih rendah dibandingkan
volume ekspor tersebut sejalan dengan peningkatan lifting dengan surplus pada 2014 sebesar 12,1 miliar dolar AS.
minyak dari 788 ribu barel per hari pada 2014 menjadi 791 Surplus yang lebih rendah tersebut diakibatkan oleh
ribu barel per hari. Di samping itu, kebutuhan BBM domestik kontraksi ekspor gas yang lebih dalam dibandingkan dengan
yang lebih rendah memberikan peluang untuk melakukan kontraksi impor gas. Penurunan kinerja ekspor gas sebesar
ekspor yang lebih besar. 42,5% tersebut terutama bersumber dari penurunan harga
ekspor gas sejalan dengan penurunan harga minyak dunia.
Harga minyak dunia yang rendah menyebabkan harga impor Sementara itu, impor gas pada 2015 turun sebesar 32,2%
minyak terkoreksi sebesar 42,1%. Akibat koreksi harga terutama akibat turunnya faktor harga, sedangkan faktor
tersebut, impor minyak pada 2015 mengalami penurunan
yang tajam dari 37,7 miliar dolar AS pada 2014 menjadi

Grafik 4.4.
Grafik 4.4. Perkembangan
Perkembangan
Neraca Neraca Perdagangan
Perdagangan Migas dan
Nonmigas
Tabel 4.11. Pangsa Pasar Beberapa Negara Eksportir Produk Harga Minyak
Kimia Organik di Tiongkok
Juta dolar AS Dolar AS/barel

Pasar Amerika Serikat 50.000 120

Pangsa (%) 40.000


100
Negara Asal 30.000
2009 2014
20.000
80
Korea Selatan 21,6 22,9 1,3 10.000
Jepang 17,4 13,7 -3,6 0 60
Saudi Arabia 7,5 9,7 2,2 -10.000
40
Amerika Serikat 6,9 6,2 -0,7 -20.000
Singapura 2,6 5,1 2,5 -30.000
20
Thailand 3,3 4,1 0,8 -40.000

Indonesia 1,8 2,7 0,9 -50.000 0


2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014* 2015**
Malaysia 2,1 2,3 0,2
* angka sementara Ekspor Migas Neraca Perdagangan Migas
Iran 2,3 2,3 0,0
** angka sangat sementara Impor Migas Harga Minyak Mentah (skala kanan)
Jerman 2,5 2,0 -0,5
Sumber: UNComtrade

LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015 Bab 4 67


Tabel 4.12. Impor Nonmigas Menurut Kelompok Barang

Pertumbuhan Tahunan (%, yoy)


Rincian 2014* 2015**
I II III IV Total I* II* III* IV** Total**
A. Barang Konsumsi
Nominal 4,8 -8,8 -7,6 -10,3 -6,1 -8,8 -9,3 -14,9 -6,3 -9,9
Riil -2,6 -17,6 -14,5 -13,7 -13,1 -7,7 -7,1 -13,0 -6,1 -8,1
Indeks Harga 7,6 10,7 8,0 3,9 8,1 -1,2 -2,4 -2,2 -0,3 -1,9
B. Bahan Baku
Nominal -6,2 -4,8 -0,8 -1,7 -3,4 -1,7 -15,2 -17,7 -13,8 -12,3
Riil -1,7 -2,2 0,3 2,9 -0,8 5,2 -8,0 -10,3 -6,4 -4,4
Indeks Harga -4,7 -2,6 -1,0 -4,5 -2,7 -6,6 -7,9 -8,3 -8,0 -8,3
C. Barang Modal
Nominal -7,1 -0,8 -7,1 -4,0 -4,7 -8,7 -21,7 -20,6 -10,9 -15,6
Riil -17,7 -11,0 -19,8 -19,0 -15,5 -21,5 -32,8 -29,2 -15,7 -26,3
Indeks Harga 12,8 11,6 15,8 18,5 12,8 16,3 16,5 12,2 5,7 14,5
Total
Nominal -5,6 -4,2 -2,9 -3,1 -3,9 -3,9 -16,3 -17,4 -11,4 -12,4
Riil -6,1 -6,9 -7,6 -6,3 -6,6 -4,7 -16,4 -16,4 -9,1 -11,9
Indeks Harga 0,6 3,0 5,1 3,4 2,8 0,8 0,2 -1,1 -2,5 -0,5
* angka sementara
** angka sangat sementara

konsumsi gas domestik yang meningkat mampu diimbangi penerimaan untuk pengangkutan barang-barang ekspor
oleh peningkatan lifting gas. (rasio freight export to export) hanya berada pada kisaran
1% (Grafik4.6).

Neraca Perdagangan Jasa, Pendapatan Primer, Dari sisi jasa, daerah tujuan wisata Indonesia masih
dan Pendapatan Sekunder menarik minat kunjungan wisman. Sepanjang 2015,
jumlah kunjungan wisman mengalami kenaikan dari 9,5
Pada 2015, kinerja neraca perdagangan jasa membaik juta orang pada 2014 menjadi 9,7 juta orang. Namun
dengan mencatat penurunan defisit sehingga mampu peningkatan tersebut tidak diikuti oleh peningkatan
mendukung perbaikan transaksi berjalan. Defisit neraca pengeluaran wisman selama kunjungan di Indonesia
perdagangan jasa menurun 15,1% dibandingkan dengan terutama sebagai dampak dari penguatan dolar AS
tahun 2014 terutama disebabkan oleh berkurangnya terhadap rupiah. Wisman asal Singapura, Australia,
defisit jasa transportasi, khususnya freight, seiring
dengan penurunan impor barang (Grafik 4.5). Selain itu,
perbaikan neraca jasa juga ditopang oleh penerimaan Grafik 4.5. Perkembangan Neraca Jasa
jasa perjalanan yang mencatat peningkatan sejalan Grafik 4.5. Perkembangan Neraca Jasa

dengan meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan


Juta dolar AS
mancanegara(wisman). 5.000

Kebijakan reformasi struktural di bidang kelautan 0

(maritim) yang telah dicanangkan pemerintah masih


perlu didorong lebih jauh untuk mengatasi permasalahan -5.000

persisten defisit di neraca jasa terutama jasa freight.


Masih tinggi dan persistennya defisit mengindikasikan -10.000

sangat rendahnya penggunaan jasa angkutan barang oleh


-15.000
kapal laut milik penduduk. Hal tersebut juga tercermin
dari besarnya persentase biaya pengeluaran untuk -20.000
pengangkutan barang-barang impor (rasio freight import 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014* 2015**

Jasa Perjalanan Transportasi


to import) menggunakan moda transportasi laut yang * angka sementara
** angka sangat sementara Jasa Lainnya Neraca Jasa
masih berada pada kisaran 5%. Sementara itu, persentase

68 Bab 4 LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015


Grak 4.6 Rasio Freight Jasa Transortasi investasi langsung seiring dengan turunnya kegiatan
Grafik 4.6. Rasio Freight Jasa Transportasi
investasi langsung pada 2015. Usaha perbaikan lebih
Persen lanjut tertahan oleh meningkatnya pembayaran bunga
6
surat utang pemerintah seiring dengan meningkatnya
5 posisi kewajiban investasi portofoliopemerintah.
4
Perbaikan kinerja transaksi berjalan juga ditopang oleh
3
peningkatan surplus neraca pendapatan sekunder. Pada
2
2015, surplus neraca pendapatan sekunder mengalami
1 kenaikan dari 5,2 miliar dolar AS pada 2014 menjadi 5,5
0 miliar dolar AS (Grafik 4.8). Peningkatan surplus tersebut
I II III IV I II III IV I II III IV* I* II* III** IV***
terutama disumbang oleh meningkatnya penerimaan
2012 2013 2014* 2015*** remitansi TKI di luar negeri. Meskipun jumlah TKI di 2015
menurun dari 3,9 juta orang pada 2014 menjadi 3,7 juta
Freight Export / Ekspor Freight Import/Impor
*angka sementara **angka sangat sementara ***angka sangat sangat sementara orang, nilai remitansi TKI meningkat dari 8,3 miliar dolar
AS pada tahun sebelumnya menjadi 9,4 miliar dolar
AS. Kondisi tersebut ditopang oleh perbaikan rata-rata
upah TKI di beberapa negara penempatan, antara lain di
Malaysia, Jepang, dan Tiongkok merupakan kelompok Hongkong, Korea Selatan, Taiwan, dan Malaysia.
wisman terbesar yang berkunjung ke Indonesia. Adapun
tujuan favorit wisman ke Indonesia masih terkonsentrasi
pada tiga daerah yaitu Bali, Jakarta, dan Batam. Dengan 4.2. TRANSAKSI MODAL DAN FINANSIAL
perkembangan tersebut, penerimaan jasa perjalanan dari
wisman pada 2015 hanya naik dari 10,3 miliar dolar AS Perekonomian dunia yang melambat, ketidakpastian di
pada 2014 menjadi 10,7 miliar dolarAS. pasar keuangan global yang meningkat, serta perlambatan
perekonomian domestik pada 2015 menekan TMF.
Di sisi lain, defisit neraca pendapatan primer juga Namun demikian, membaiknya pertumbuhan ekonomi
membaik dari defisit 29,7 miliar dolar AS pada tahun kembali mendorong peningkatan surplus TMF yang
sebelumnya menjadi defisit 28,0 miliar dolar AS sangat signifikan pada triwulan IV 2015 sehingga TMF
(Grafik 4.7). Penurunan defisit tersebut sejalan dengan masih mencatat surplus di keseluruhan 2015. Upaya
berkurangnya posisi Kewajiban Finansial Luar Negeri reformasi birokrasi dan iklim investasi yang mampu
(KFLN) Indonesia sebagai imbas dari berkurangnya mendorong meningkatnya investasi domestik masih terus
investasi bukan penduduk yang masuk ke Indonesia. berlangsung. Perekonomian yang masih tumbuh positif
Perbaikan defisit neraca pendapatan primer terutama dan bahkan mulai meningkat pada triwulan IV 2015
disebabkan oleh menyusutnya pembayaran pendapatan mampu menjaga kepercayaan investor bukan penduduk

Grafik 4.7. Perkembangan Neraca Pendapatan Primer Grafik 4.8 Perkembangan Jumlah dan Remitansi TKI
Grafik 4.7. Perkembangan Neraca Pendapatan Primer Grafik 4.8. Perkembangan Jumlah dan Remitansi TKI

Juta dolar AS Ribu Orang Juta dolar AS


0 5.000 3.000
4.500
-5.000 2.500
4.000
3.500 2.000
-10.000
3.000
2.500 1.500
-15.000
2.000
1.000
-20.000 1.500
1.000
500
-25.000
500
0 0
-30.000 I II III IV I II III IV I II III IV* I* II* III* IV**

-35.000 2012 2013 2014* 2015**


2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014* 2015**
Jumlah TKI di Hongkong Jumlah TKI di Taiwan
* angka sementara Investasi Lainnya Investasi Portofolio
* angka sementara Jumlah TKI di Arab Saudi Jumlah TKI di negara lainnya
** angka sangat sementara Investasi Langsung Neraca Pendapatan Primer ** angka sangat sementara Jumlah TKI di Malaysia Remitansi TKI (skala kanan)

LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015 Bab 4 69


untuk tetap berinvestasi di Indonesia melalui investasi surplus pada 2014 sebesar 14,8 miliar dolar AS. Sejalan
langsung. Ketidakpastian di pasar keuangan global yang dengan pengurangan surplus investasi langsung tersebut,
meningkat akibat belum jelasnya waktu dan besaran kewajiban neto investasi langsung pada PII Indonesia juga
kenaikan FFR serta depresiasi yuan di tengah melambatnya berkurang dari 202,4 miliar dolar AS pada 2014 menjadi
perekonomian Tiongkok juga sempat menurunkan arus 194,7 miliar dolar AS.
masuk modal bukan penduduk pada instrumen investasi
portofolio sampai dengan triwulan III 2015. Namun Berdasarkan negara asal investasi, investor Penanaman
demikian, menurunnya ketidakpastian kenaikan FFR, Modal Asing (PMA) masih didominasi oleh Singapura,
membaiknya kondisi ekonomi domestik pada akhir tahun disusul investor asal Jepang (Grafik 4.9). Nilai investasi
2015, serta imbal hasil investasi yang menarik mendorong kedua negara tersebut pada 2015 mencapai 12,1 miliar
meningkatnya kembali arus masuk modal bukan penduduk dolar AS atau 84,2% dari total PMA Indonesia. Di sisi
pada instrumen investasi portofolio pada triwulan IV lain, negara-negara kawasan ASEAN juga masih menjadi
2015. Selain itu, investasi lainnya yang mengalami defisit investor utama bagi Indonesia. Hal ini tercermin dari nilai
akibat derasnya arus modal keluar dari sektor swasta pada investasi negara-negara ASEAN yang mencapai 8,8 miliar
semester I 2015 kembali surplus sejak triwulan III 2015 dolar AS atau 61,3% dari total PMA.
sehingga dapat menahan defisit lebih jauh di keseluruhan
2015. Kewajiban neto investasi bukan penduduk di Secara sektoral, realisasi PMA pada 2015 terkonsentrasi
Indonesia pada 2015 berkurang sejalan dengan surplus pada lapangan usaha industri pengolahan (manufaktur)
TMF yang lebih rendah. Kondisi tersebut tercemin pada PII serta pertanian, perikanan, dan kehutanan (Grafik 4.10).
Indonesia yang mengalami penurunan neto kewajiban. Nilai investasi pada lapangan usaha industri pengolahan
mencapai 3,7 miliar dolar AS dengan investor utamanya
adalah Singapura dan Jepang. Sementara lapangan usaha
Investasi Langsung pertanian, perikanan, dan kehutanan yang selama ini
bukan favorit para investor mulai sejak 2013 sampai
Investasi langsung bukan penduduk (sisi kewajiban) 2015 menunjukkan tren peningkatan. Nilai investasi pada
masih mencatat neto arus masuk sebesar 18,7 miliar lapangan usaha tersebut pada 2015 sebesar 4,6 miliar
dolar AS akibat masih terjaganya kepercayaan investor dolar AS, dengan Singapura sebagai investor utamanya.
bukan penduduk terhadap prospek perekonomian
Indonesia. Aliran masuk dana bukan penduduk pada Berdasarkan sebarannya, data BKPM menunjukkan bahwa
investasi jangka panjang tersebut didukung oleh hasil penyaluran PMA pada 2015 lebih merata di wilayah
Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia Indonesia. Pangsa realisasi investasi di luar pulau Jawa
sepanjang 2015 yang mengindikasikan kegiatan usaha meningkat dari 43,1% pada 2014 menjadi 45,6%. PMA
domestik masih ekspansif. Pencapaian tersebut juga di luar pulau Jawa tersebut terutama terkonsentrasi di
sejalan dengan realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Sumatera Utara,
yang dicatat oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal dan Sulawesi Tengah. Sementara berdasarkan koridor
(BKPM) yang dilaporkan meningkat 17,8% dibandingkan
dengan tahun sebelumnya. Namun dampak yang relatif
kuat dari perlambatan perekonomian dunia dan domestik Grafik 4.9.
Grafik 4.9. Investasi
Investasi Langsung
Langsung Bukan Penduduk
Bukan Penduduk menurut Negara
menyebabkan arus masuk modal yang masih lebih rendah Investor Utama
menurutNegaraInvestorUtama
dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang tercatat Juta dolar AS
sebesar 26,0 miliar dolar AS. 5.000

4.000
Di sisi aset, ketidakpastian di pasar keuangan global
3.000
yang meningkat serta perekonomian dunia yang
melambat mendorong penurunan investasi langsung 2.000

penduduk di luar negeri. Pada 2015, investasi langsung 1.000


sisi aset berkurang dari 10,4 miliar dolar AS pada tahun 0
sebelumnya menjadi 9,4 miliar dolar AS. Penurunan
-1.000
tersebut terutama terjadi dalam bentuk modal ekuitas,
sementara investasi dalam bentuk instrumen utang masih -2
Jepang
Amerika
Eropa
Emerging
ASEAN Lain - lain
Serikat Markets Asia
meningkat. Dengan perkembangan tersebut, investasi * angka sementara Triwulan III 2014* Triwulan IV 2014*
langsung neto pada 2015 mencatat surplus sebesar ** angka sangat sementara Triwulan I 2015* Triwulan II 2015*
Triwulan III 2015* Triwulan IV 2015**
9,3 miliar dolar AS, lebih rendah dibandingkan dengan

70 Bab 4 LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015


Grafik 4.10.
Grafik 4.10. Investasi
Investasi Langsung
Langsung BukanBukan Penduduk
Penduduk menurut Sektor Grafik 4.11 Investasi Portofolio Asing di Indonesia
Ekonomi Grafik 4.11. Investasi Portofolio Bukan Penduduk diIndonesia
menurutSektorEkonomi

Juta dolar AS Juta Dolar AS


3.500 10.000

3.000 8.000

2.500 6.000
2.000 4.000
1.500
2.000
1.000
0
500
-2.000
0
-4.000
-500 I II III IV I III II IV I II III IV* I* II* III* IV**
Pertanian, Pertambangan Manufaktur Konstruksi Keuangan Perdagangan
Perikanan dan (termasuk 2012 2013 2014* 2015**
Kehutanan asuransi)
* angka sementara Triwulan III 2014* Triwulan IV 2014*
Publik Swasta Investasi Portfolio (kewajiban), neto
** angka sangat sementara Triwulan I 2015* Triwulan II 2015*
*angka sementara **angka sangat sementara
Triwulan III 2015* Triwulan IV 2015**

ekonominya, PMA terbesar di luar Jawa berada di koridor Utang Negara (SUN) rupiah masih mencatat neto aliran
Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, Maluku dan Papua serta masuk sebesar 7,7 miliar dolar AS. Sementara itu, dana
Bali dan Nusa Tenggara. asing pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI) secara neto
mencatat aliran keluar sebesar 0,1 miliar dolar AS, relatif
sama dengan arus keluar pada 2014. Sejalan dengan hal
Investasi Portofolio tersebut, posisi kepemilikan investor bukan penduduk
pada SUN rupiah meningkat dari 41,6% pada akhir
Investasi portofolio bukan penduduk di Indonesia pada 2014 menjadi 42,9% pada akhir 2015, sementara posisi
tahun 2015 masih mencatat surplus sebesar 17,7 miliar kepemilikan investor bukan penduduk atas SBI menurun
dolar AS, dengan kecenderungan yang semakin baik sejak dari 2,1% pada akhir 2014 menjadi 0,0% pada akhir 2015.
triwulan IV 2015 (Grafik 4.11). Surplus tersebut masih Adapun di pasar saham, ketidakpastian yang meningkat
lebih rendah dibandingkan dengan surplus pada tahun di pasar keuangan global akibat isu kenaikan FFR, yang
sebelumnya sebesar 23,5 miliar dolar AS. Perkembangan mencapai puncaknya pada triwulan III 2015, mendorong
perekonomian global, seperti perlambatan ekonomi investor bukan penduduk untuk melakukan aksi jual
dunia dan potensi spekulasi dari ketidakpastian kenaikan saham. Namun demikian, net jual saham oleh asing pada
FFR serta risiko keuangan global yang meningkat seiring triwulan IV 2015 mulai mereda sehingga transaksi saham
kebijakan Bank Sentral Tiongkok yang melakukan oleh investor bukan penduduk sepanjang 2015 hanya
devaluasi yuan sampai triwulan III 2015, mendorong mencatat net jual sebesar 1,5 miliar dolar AS.
investor untuk lebih berhati-hati ketika berinvestasi
di negara berkembang. Namun demikian, imbal hasil Di sisi lain, investor bukan penduduk juga masih
yang menarik dan persepsi positif investor bukan meningkatkan kepemilikannya atas surat utang pemerintah
penduduk terhadap perekonomian Indonesia serta berjangka panjang, termasuk dari penerbitan obligasi dan
meningkatnya pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV sukuk global. Sepanjang 2015, pemerintah menerbitkan
2015 menyebabkan minat investor global untuk tetap obligasi global dengan total penerbitan sebesar 8,9 miliar
berinvestasi di Indonesia masih terjaga dan bahkan dolar AS yang terdiri atas penerbitan global bond sebesar
meningkat di akhir 2015. Di sisi aset, investasi portofolio 7,5 miliar dolar AS, Euro Bond sebesar 1,25 miliar euro
penduduk Indonesia ke luar negeri mencatat defisit 1,0 pada Juli 2015, dan Samurai Bond sebesar 100 miliar
miliar dolar AS seiring dengan neto beli investor penduduk yen di Agustus 2015. Di samping itu, pemerintah juga
atas instrumen portofolio asing. menerbitkan sukuk global senilai 2 miliar dolar AS pada
Mei 2015. Dengan perkembangan tersebut, posisi neto
Instrumen portofolio berdenominasi rupiah masih menjadi kewajiban investasi portofolio pada PII Indonesia 2015
kontributor utama aliran masuk investasi portofolio. mencapai 189,4 miliar dolar AS, berkurang dibandingkan
Meskipun lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2014, dengan posisinya pada 2014 sebesar 192,7 miliar dolar AS.
namun aliran dana bukan penduduk pada instrumen Surat

LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015 Bab 4 71


Investasi Lainnya dari 11,9 miliar dolar AS pada tahun sebelumnya menjadi
2,1 miliar dolar AS. Penurunan surplus tersebut terutama
Transaksi investasi lainnya mengalami tekanan terutama bersumber dari penurunan penarikan ULN swasta
pada semester I 2015 yang mencatat defisit cukup non-afiliasi sejalan dengan perlambatan perekonomian
signifikan. Pada 2015, transaksi investasi lainnya mencatat domestik. Sumber lain penurunan surplus tersebut
defisit sebesar 8,9 miliar dolar AS, berkebalikan dengan adalah berkurangnya simpanan bukan penduduk di
surplus 4,3 miliar dolar AS pada tahun sebelumnya (Grafik perbankandomestik.
4.12). Defisit tersebut terutama disebabkan oleh defisit
investasi Indonesia lainnya ke luar negeri (sisi aset) yang Defisit lebih lanjut dari investasi lainnya tertahan oleh
meningkat dari 3,4 miliar dolar AS pada 2014 menjadi perbaikan defisit investasi lainnya di sektor publik.
10,5 miliar dolar AS. Defisit tersebut juga didorong oleh Investasi lainnya sektor publik pada 2015 mengalami
penurunan surplus investasi lainnya milik bukan penduduk defisit 0,5 miliar dolar AS, lebih rendah dibandingkan
di Indonesia (sisi kewajiban) dari 7,7 miliar dolar AS pada dengan defisit pada tahun sebelumnya yang mencapai 4,2
tahun sebelumnya menjadi 1,6 miliar dolar AS. Surplus miliar dolar AS. Perbaikan defisit tersebut didorong oleh
investasi lainnya mulai meningkat sejak triwulan III 2015 peningkatan penarikan pinjaman luar negeri pemerintah
dan terus melanjutkan tren peningkatan surplus baik di sebagai sumber pembiayaan defisit fiskal. Penarikan
sisi aset maupun kewajiban pada triwulan IV 2015. Dengan ULN pemerintah mengalami peningkatan dari 4,0 miliar
perkembangan tersebut, transaksi investasi lainnya tidak dolar AS pada 2014 menjadi 4,8 miliar dolar AS yang
mengalami defisit yang lebih dalam serta menurunnya sebagian besar berupa pinjaman program. Sementara itu,
posisi neto kewajiban investasi lainnya pada PII Indonesia pembayaran ULN pemerintah justru sedikit berkurang
dari 111,3 miliar dolar AS pada 2014 menjadi 102,7 miliar dari 5,3 miliar dolar AS pada tahun sebelumnya menjadi
dolar AS pada 2015. 4,9 miliar dolar AS.

Berdasarkan sektor institusinya, defisit investasi lainnya


pada tahun 2015 terutama bersumber dari sektor swasta Utang Luar Negeri
sebesar 8,4 miliar dolar AS, berkebalikan dengan kondisi
pada tahun sebelumnya dimana sektor swasta mengalami Berdasarkan jangka waktu, posisi ULN Indonesia pada
surplus 8,5 miliar dolar AS. Defisit sektor swasta tersebut 2015 meningkat akibat meningkatnya ULN jangka panjang,
disebabkan oleh peningkatan penempatan aset penduduk baik di sektor publik maupun swasta. Sementara itu, ULN
di luar negeri dari defisit 3,4 miliar dolar AS pada 2014 jangka pendek di sektor publik maupun swasta mengalami
menjadi defisit 10,5 miliar dolar AS. Peningkatan aset penurunan ditengah perlambatan kegiatan ekonomi
tersebut terutama dalam bentuk kenaikan simpanan domestik. Struktur posisi ULN tersebut menunjukkan
sektor swasta di perbankan luar negeri. Selain karena perkembangan yang sehat sebagaimana tercermin dari
peningkatan aset, defisit investasi lainnya sektor swasta dominasi posisi ULN jangka panjang dibandingkan dengan
juga disumbang oleh penurunan surplus di sisi kewajiban posisi ULN jangka pendek baik pada sektor publik maupun
sektor swasta. Posisi ULN tersebut meningkat dari 293,8
miliar dolar AS pada 2014 menjadi 310,7 miliar dolar
Grafik 4.12. 12 Perkembangan Investasi Lainnya AS. Sejalan dengan peningkatan posisi ULN yang disertai
Grafik 4.12. Perkembangan Investasi Lainnya dengan perlambatan pertumbuhan PDB, rasio posisi ULN
Juta dolar AS
terhadap PDB pada 2015 meningkat dari 33,0% pada
10.000 2014 menjadi 36,1%. Rasio tersebut masih relatif aman
8.000 dan berada dalam kisaran negara peer group (Grafik 4.13
6.000 dan Grafik 4.14). Selain itu, seiring dengan melambatnya
4.000
perekonomian Indonesia, pertumbuhan ULN Indonesia
2.000
pada 2015 melambat dari 10,4% pada tahun sebelumnya
0
-2.000
menjadi5,8%.
-4.000
-6.000 Posisi ULN pada 2015 masih didominasi oleh sektor swasta
-8.000 dengan pangsa sebesar 54,0% dari total posisi ULN dan
-10.000
I II III IV I II III IV I II III IV I* II* III* IV** sebagian besar merupakan ULN jangka panjang (pangsa
2012 2013 2014* 2015**
72,5% dari total posisi ULN swasta). Posisi ULN sektor
* angka sementara Kewajiban
** angka sangat sementara Aset Investasi Lainnya, neto
swasta sampai akhir 2015 mencapai 167,7 miliar dolar
AS, lebih tinggi dibandingkan dengan posisi pada 2014

72 Bab 4 LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015


Grafik 4.13 Rasio ULN terhadap PDB Indonesia posisi tersebut terutama berasal dari kenaikan kepemilikan
Grafik 4.13. Rasio ULN terhadap PDB Indonesia
investor bukan penduduk atas surat berharga negara
Persen sejalan dengan masih derasnya arus masuk modal asing
38
pada investasi portofolio serta penerbitan obligasi dan
36 sukuk global yang lebih tinggi. Posisi ULN Pemerintah
34 dalam bentuk surat berharga negara meningkat 19,5%
32
dibandingkan dengan posisi pada 2014 Sementara itu,
30
28
kebutuhan pemerintah dalam membiayai defisit APBN
26 dan proyek-proyek pemerintah mendorong pemerintah
24 melakukan penarikan pinjaman luar negeri yang lebih
22
besar dibandingkan dengan tahun 2014. Akibatnya posisi
20
I II III IV I II III IV I II III IV I* II* III* IV** ULN pemerintah dalam bentuk perjanjian pinjaman
2012 2013 2014* 2015** juga meningkat dari 53,9 miliar dolar AS pada 2014
menjadi 54,2 miliar dolar AS atau hanya meningkat 0,6%
*angka sementara **angka sangat sementara dibandingkan posisi pada 2014.

Berdasarkan jangka waktu sisa, perlambatan


pertumbuhan posisi ULN bersumber dari perlambatan
yang mencapai 164,0 miliar dolar AS akibat kenaikan ULN pertumbuhan ULN jangka panjang dan penurunan posisi
jangka panjang. Posisi tersebut mengalami perlambatan ULN jangka pendek (Grafik 4.16). Posisi ULN jangka
pertumbuhan dari 15,1% pada tahun sebelumnya panjang pada akhir 2015 tumbuh 8,8%, melambat
menjadi 2,2%. Pertumbuhan posisi ULN sektor swasta dari pertumbuhan tahun sebelumnya sebesar 11,8%.
yang melambat terutama disebabkan oleh melambatnya Sementara itu, ULN jangka pendek turun sebesar 6,3%,
perjanjian pinjaman (loan agreement) dan surat utang berkebalikan dengan pertumbuhan positif pada akhir
sejalan dengan berkurangnya kebutuhan pendanaan akibat tahun 2014 sebesar 5,3%. Struktur posisi ULN Indonesia
melambatnya perekonomian domestik. tersebut juga menunjukkan perkembangan yang lebih
sehat sebagaimana tercermin dari dominasi posisi ULN
Posisi ULN sektor publik (pangsa 46,0% dari total posisi jangka panjang dibandingkan dengan posisi ULN jangka
ULN) mencatat peningkatan pertumbuhan dari 5,0% pada pendek baik pada sektor publik maupun sektor swasta.
2014 menjadi 10,2% akibat meningkatnya ULN jangka Rasio posisi ULN jangka pendek terhadap posisi ULN
panjang (pangsa 93,4% dari total posisi ULN publik) jangka panjang pada 2015 tercatat sebesar 21,8% lebih
ditengah upaya percepatan pembangunan ekonomi oleh baik dibandingkan dengan rasio pada 2014 sebesar
Pemerintah. Sejalan dengan hal tersebut, posisi ULN sektor 25,3%. Berdasarkan kelompok peminjamnya, perbaikan
publik meningkat dari 129,7 miliar dolar AS pada 2014 rasio tersebut bersumber baik dari sektor publik maupun
menjadi 143,0 miliar dolar AS (Grafik 4.15). Peningkatan swasta. Untuk sektor publik, rasio posisi ULN jangka

Grafik 4.14. Rasio ULN terhadap PDB untuk negara peer group Grafik 4.15
Grafik 4.15. Perkembangan
Perkembangan Posisi
Posisi ULN ULN Indonesia
Indonesia Menurut Kelompok
Grafik 4.14. Rasio ULN terhadap PDB untuk negara peergroup Peminjam MenurutKelompokPeminjam

Milliar dolar AS Persen, yoy


Korea Selatan
350 30
Afrika Selatan
Turki 300 25

Thailand 20
250
Filipina
15
Brazil 200
10
Malaysia
150
Indonesia 2014 5

Indonesia 2015 100


0
India 50 -5
Tiongkok
0 -10
0 10 20 30 40 50 60 70 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014* 2015**

Persen * angka sementara ULN Publik Pertumbuhan ULN Publik (skala kanan)
** angka sangat sementara ULN Swasta Pertumbuhan ULN Swasta (skala kanan)

Sumber: Bank Dunia, data 2014

LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015 Bab 4 73


Grafik 4.16
Grafik 4.16. Perkembangan
Perkembangan ULN Indonesia
ULN Indonesia Menurut
Menurut JangkaSisa
Jangka Waktu Grafik 4.17 Impor Nonmigas Menurut Kelompok Barang
Grafik 4.17. Komposisi ULN Indonesia*
Waktu Sisa (Remaining Maturity)

Milliar dolar AS Persen, yoy


NON AFILIASI AFILIASI
POSISI :
350 40 POSISI : $38,9 miliar
$82,6 miliar NON AFILIASI
PANGSA: POSISI :
PANGSA: 12,5% dari total
26,6% dari total $16,4 miliar
300 30 ULN
ULN
PANGSA:
5,3% dari total
ULN
250
20
Posisi ULN JANGKA
PANJANG NON BANK
200 Indonesia POSISI : POSISI :
Tw.IV-2015 $121,5 miliar $25,4 miliar
10 PANGSA: PANGSA:
150 $310,7 miliar 39,1% dari total
ULN
8,2% dari total
ULN

0 AFILIASI
100 POSISI :
$9,0 miliar
PANGSA:
50 -10 SWASTA 2,9% dari Total
JANGKA
POSISI : PENDEK ULN
PUBLIK $167,7 miliar
POSISI : POSISI :
$46,2 miliar
0 -20 $143,0 miliar PANGSA:
54,0% dari total PANGSA:
PANGSA:
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014* 2015** 46,0% dari
ULN 14,9% dari total BANK
total ULN ULN POSISI :
$20,7 miliar
* angka sementara ULN Jk. Panjang Pertumbuhan ULN Jk. Panjang (skala kanan) PANGSA:
6,7% dari total
** angka sangat sementara ULN Jk. Pendek Pertumbuhan ULN Jk. Pendek (skala kanan) ULN

*Posisi ULN berdasarkan waktu sisa (remaining maturity)

pendek terhadap posisi ULN jangka panjang membaik dari Dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank.
8,7% pada 2014 menjadi 7,0%. Sementara untuk sektor Dalam hal ini, setiap korporasi di Indonesia yang memiliki
swasta, rasio yang sama membaik dari 42,5% pada 2014 ULN dalam valuta asing sesuai yang dipersyaratkan wajib
menjadi 38,0%. melakukan transaksi lindung nilai dengan besaran tertentu.
Selain itu, korporasi tersebut juga harus menyediakan
Berdasarkan profil risikonya, ULN swasta didominasi oleh aset valuta asing yang memadai terhadap kewajiban
ULN jangka panjang yang memiliki profil risiko yang relatif valuta asingnya yang jatuh tempo dengan rasio tertentu
rendah. Selain itu, posisi ULN swasta yang berasal dari serta wajib memenuhi minimum peringkat utang sesuai
afiliasi juga cukup besar. Posisi ULN dari afiliasi tersebut ketentuan. Sampai dengan akhir 2015, implementasi PBI
relatif lebih aman karena utang yang ditarik biasanya ini menunjukkan upaya penerapan prinsip kehati-hatian
diperoleh dari induk perusahannya sehingga posisi oleh korporasi nonbank terus meningkat sehingga risiko
utangnya lebih terjamin. Pada Desember 2015, posisi ULN ULN dapat dimitigasi dengan lebih baik.2
swasta jangka panjang sebesar 77,7% dari total posisi ULN
swasta. Adapun ULN swasta yang berasal dari afiliasi (baik
jangka panjang maupun jangka pendek) tercatat sebesar 4.3. KETAHANAN EKSTERNAL
50,1 miliar dolar AS atau sebesar 33,7% dari total posisi
ULN swasta. Secara keseluruhan, indikator ketahanan eksternal
pada 2015 masih berada pada kondisi yang sehat. Pada
Profil risiko ULN swasta paling besar berada pada utang 2015, kemampuan sumber pembiayaan jangka panjang
nonbank non-afiliasi yang berjangka pendek yang dalam menopang defisit transaksi berjalan membaik
porsinya pada akhir 2015 relatif kecil. Pada Desember seiring dengan pencapaian surplus TMF dan penurunan
2015, posisi ULN korporasi nonbank non-afiliasi yang defisit transaksi berjalan. Hal tersebut tercermin dalam
berjangka pendek tersebut sebesar 16,4 miliar dolar AS perkembangan basic balance pada 2015 (Grafik 4.18).
atau hanya 9,8% dari total ULN swasta atau hanya 5,3% Meskipun sempat memburuk pada triwulan II 2015, namun
dari total ULN (Grafik 4.17). Guna memitigasi berbagai basic balance kembali berada dalam tren perbaikan pada
risiko -seperti risiko nilai tukar, likuditas dan beban triwulan III dan triwulan IV 2015.
utang yang berlebihan- yang timbul dari ULN, khususnya
korporasi nonbank, Bank Indonesia telah mengeluarkan Pada sisi solvabilitas, penurunan neto kewajiban PII
Peraturan Bank Indonesia No. 16/21/PBI/2014 mengenai Indonesia mendorong perbaikan indikator solvabilitas
Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan sebagaimana ditunjukkan oleh penurunan pangsa neto
Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank. Lebih lanjut, guna kewajiban PII Indonesia terhadap PDB. Namun demikian,
memonitor pelaksanaannya, Bank Indonesia juga telah indikator solvabilitas yang lain masih menunjukkan
mengeluarkan peraturan lanjutan dengan No. 16/22/ peningkatan tekanan terhadap sektor eksternal
PBI/2014 tentang Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa
dan Pelaporan Kegiatan Penerapan Prinsip Kehati-Hatian
2 Diskusi lebih lanjut dapat dilihat di boks 4.1.

74 Bab 4 LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015


Grafik 4.18. Perkembangan Basic Balance NPI adanya perbaikan pertumbuhan ekonomi sejak triwulan IV
Grafik 4.18. Perkembangan Basic Balance NPI
2015, maka beberapa indikator solvabilitas membaik sejak
Miliar dolar AS akhir 2015.
2

0
Sementara di sisi likuiditas, tekanan terhadap
perekonomian Indonesia dari sisi eksternal masih normal.
-2
Pada akhir 2015, posisi cadangan devisa berada pada level
-4
105,9 miliar dolar AS, turun dibandingkan dengan posisi
-6 pada akhir 2014 sebesar 111,9 miliar dolar AS. Meski
-8 demikian, sejak triwulan IV 2015, posisi cadangan devisa
-10
dalam tren peningkatan seiring dengan meningkatnya
pertumbuhan ekonomi (Tabel 4.14). Selain itu, jumlah
-12
I II III IV I II III IV I II III IV I* II* III* IV** cadangan devisa pada 2015 masih cukup untuk membiayai
2012 2013 2014* 2015**
7,7 bulan kebutuhan pembayaran impor atau 7,4 bulan
* angka sementara Transaksi Berjalan
** angka sangat sementara Basic Balance kebutuhan pembayaran impor dan ULN Pemerintah.
Bahkan level kecukupan tersebut masih berada di atas
standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor
(Grafik 4.19). Selain itu, kemampuan cadangan devisa dalam
perekonomian Indonesia dibandingkan dengan tahun memenuhi kewajiban sistem moneter terhadap sektor
sebelumnya meski masih berada pada level normal. swasta domestik masih relatif baik, sebagaimana terindikasi
Kondisi tersebut terutama dipengaruhi oleh melambatnya dari stabilnya rasio cadangan devisa terhadap uang beredar.
perekonomian domestik dan disertai dengan penurunan Dengan adanya peningkatan posisi cadangan devisa dan
sumber-sumber penerimaan valas dari transaksi berjalan penurunan ULN jangka pendek sejak triwulan IV 2015, maka
NPI untuk membayar Utang Luar Negeri (ULN) sampai indikator likuiditas semakin baik sejak akhir2015.
dengan triwulan III 2015. Tekanan terhadap sektor eksternal
juga berasal dari menurunnya peran aliran modal asing Indikator debt service ratio (DSR) Tier-1 (sesuai metodologi
dalam bentuk non utang (non debt creating inflows) sebagai Bank Dunia) pada 2015 masih normal meskipun meningkat
sumber pembiayaan yang relatif lebih aman. Dengan dari 23,1% pada 2014 menjadi 29,1%.3 Peningkatan

Tabel 4.13. Rasio Solvabilitas Sektor Eksternal

Indikator Keterangan 2010 2011 2012 2013 2014* 2015**


Rasio Solvabilitas
Netto PII Indonesia Rasio yang digunakan untuk mengukur porsi PII
1. 38,2 35,3 36,4 35,9 44,3 44,2
PDB dari keseluruhan perekonomian domestik.
Utang Luar Negeri Rasio peran ULN terhadap pembiayaan
2. 26,5 25,0 27,4 29,1 33,0 36,1
PDB perekonomian domestik.
Rasio yg mengukur seberapa besar untuk
Utang Luar Negeri
3. mengukur kemampuan membayar ULN dari 121,5 105,8 119,6 129,8 147,8 182,5
Ekspor Barang dan Jasa
penerimaan ekspor barang dan jasa.
Rasio yang digunakan untuk mengukur
Utang Luar Negeri Neto1)
4. kemampuan membayar ULN neto dari penerimaan 35,5 31,2 36,8 49,6 57,2 71,7
Penerimaan Transaksi Berjalan2)
transaksi berjalan.
Rasio yang digunakan untuk mengukur peran
Netto Kewajiban Investasi Langsung
5. investasi langsung terhadap perekonomian 22,7 22,1 21,5 21,9 26,9 27,5
PDB
domestik.
Non-debt creating inflows (Kewajiban
Rasio yang mengukur peran aliran modal masuk
Investasi Langsung + Ekuitas Investasi
6. non-utang terhadap pembiayaan perekonomian 34,4 32,0 32,5 30,4 38,4 37,3
Portofolio)
domestik.
PDB
1)
Total penerimaan ekspor barang dan jasa serta pendapatan primer dan sekunder
2)
Selisih antara komponen utang di sisi KFLN dan sisi AFLN pada PII Indonesia 3 DSR Tier-1 merupakan metodologi penghitungan dari Bank Dunia.
* angka sementara Pada metodologi ini, DSR Tier-1 merupakan rasio pembayaran total
** angka sangat sementara
ULN (pokok dan bunga) terhadap penerimaan transaksi berjalan,
dimana total pembayaran ULN pada Tier-1 meliputi pembayaran
pokok ULN jangka panjang dan total pembayaran bunga ULN jangka
panjang maupun pendek.

LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015 Bab 4 75


Tabel 4.14. Rasio Likuiditas Sektor Eksternal

Indikator Keterangan 2010 2011 2012 2013 2014* 2015**


Rasio Solvabilitas
Indikator untuk mengukur kecukupan cadangan
Cadangan Devisa
1. devisa dalam memenuhi kebutuhan impor 66,2 58,3 53,0 47,0 55,4 64,0
Impor Barang dan Jasa
barang dan jasa.
Indikator untuk mengukur dampak potensial dari
Cadangan Devisa
2. penurunan kepercayaan terhadap mata uang 35,4 33,3 31,9 27,8 31,8 31,2
Broad Money (M2)
domestik.
Cadangan Devisa Indikator untuk mengukur kecukupan cadangan
3. Utang Luar Negeri Jangka Pendek (sisa devisa dalam membayar ULN jangka pendek 224,2 235,5 206,4 176,6 188,8 190,7
jangka waktu) berdasarkan sisa jangka waktu.
* angka sementara
** angka sangat sementara

tersebut terutama didorong oleh berkurangnya tercatat lebih tinggi daripada DSR Tier-1, yaitu sebesar
penerimaan transaksi berjalan pada 2015. Dalam rangka 61,7%, meningkat dibandingkan dengan DSR Tier-2 pada
menerapkan prinsip kehati-hatian, Bank Indonesia juga 2014 sebesar 51,7%. Peningkatan DSR tersebut terutama
melakukan perhitungan DSR (Tier-2) dengan menggunakan berasal dari sektor swasta (Grafik 4.20). Pelaksanaan
metodologi yang lebih konservatif seperti memasukkan prinsip kehati-hatian ini juga dibarengi dengan upaya
utang dagang kepada bukan penduduk.4 Berdasarkan mitigasi risiko default (gagal bayar) sektor swasta dengan
risikonya, utang dagang yang memiliki porsi yang relatif terus melakukan monitoring terhadap pelaksanaan PBI No
besar dalam perhitungan DSR Tier-2 tersebut memiliki 16/21/PBI/2014 tentang Penerapan Prinsip Kehatihatian
profil risiko yang relatif lebih rendah. Jika dihitung dengan dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi
menggunakan metodologi tersebut, DSR Tier-2 pada 2015 Nonbank. Dengan demikian, agar korporasi nonbank
mampu berkontribusi optimal terhadap perekonomian
tanpa menimbulkan gangguan pada kestabilan ekonomi
Grafik 4.18. Perkembangan Cadangan Devisa domestik, mereka diharapkan agar: (i) dapat memitigasi
Grafik 4.19. Perkembangan Cadangan Devisa
risiko yang timbul dari kegiatan ULN dan (ii) tetap
Miliar dolar AS Bulan Impor & Pembayaran memperhatikan praktek umum pengelolaan usaha.
ULN Pemerintah
115 8

7
110
6
105
5

100 4

3
95 Grafik 4.20. Perkembangan DSR Indonesia
2 Grafik 4.20. Perkembangan DSR Indonesia
90 1
Persen
85 0
I II III IV I II III IV I II III IV I* II* III* IV** 80
2012 2013 2014* 2015**
70
Posisi Cadangan Devisa Bulan impor dan pembayaran ULN Pemerintah (skala kanan)
60
* angka sementara ** angka sangat sementara
50

40

30

4 DSR Tier-2 merupakan modifikasi dari metodologi Bank Dunia dengan 20


menambah cakupan pinjaman jangka pendek dan utang dagang, 10
dengan tujuan pengelolaan ULN secara lebih berhati-hati. Pada
0
metodologi ini DSR Tier-2 didefinisikan sebagai merupakan rasio I II III IV I II III IV I II III IV I* II* III* IV**
pembayaran total ULN (pokok dan bunga) terhadap penerimaan 2012 2013 2014* 2015**

transaksi berjalan, dimana total pembayaran ULN pada Tier-2 meliputi * angka sementara DSR Tier 2
pembayaran pokok dan bunga atas ULN dalam rangka investasi ** angka sangat sementara DSR Tier 1
langsung selain dari anak perusahaan di luar negeri, serta pinjaman
(loan) dan utang dagang (trade credit) kepada non-afiliasi.

76 Bab 4 LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015


Boks Evaluasi Ketentuan Penerapan Prinsip Kehati-hatian Dalam Pengelolaan ULN
4.1 Korporasi Nonbank

Kegiatan Penerapan Prinsip Kehati-hatian (KPPK) adalah 1. Rasio lindung nilai minimum, dengan nilai minimum
kegiatan korporasi nonbank yang dilakukan dalam rangka sebesar 25 persen;
memitigasi risiko nilai tukar, risiko likuiditas, dan risiko utang
yang berlebihan terhadap Utang Luar Negeri (ULN) yang 2. Rasio likuiditas minimum, dengan nilai minimum
dimiliki. Kegiatan tersebut diatur dalam Peraturan Bank sebesar 70 persen; dan
Indonesia (PBI) No. 16/21/PBI/2014 tentang Penerapan
3. Peringkat utang minimum. Korporasi nonbank
Prinsip Kehati-Hatian Dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri
yang akan melakukan ULN dalam valuta asing
Korporasi Nonbank. Dalam ketentuan ini korporasi nonbank
mulai tanggal 1 Januari 2016 diwajibkan untuk
diwajibkan untuk melakukan perhitungan atas aset dan
memenuhi peringkat utang minimum setara BB- yang
kewajiban valas yang dimilikinya pada periode 0 sampai
dikeluarkan oleh lembaga pemeringkat yang diakui
dengan 3 bulan dan 3 sampai dengan 6 bulan mendatang
oleh Bank Indonesia.
sejak akhir triwulan laporan. Pada tahun 2015, berdasarkan
hasil perhitungan nilai aset dan kewajiban valas untuk kedua Selanjutnya pada 1 Januari 2017, transaksi lindung
periode tersebut, korporasi nonbank wajib menerapkan nilai dalam rangka pemenuhan KPPK diwajibkan untuk
prinsip kehati-hatian yang meliputi pemenuhan: dilakukan dengan perbankan di Indonesia. Kebijakan ini
juga diarahkan sebagai upaya untuk pendalaman pasar
1. Rasio lindung nilai minimum, dengan nilai minimum valuta asing domestik.
sebesar 20 persen dari selisih antara aset valuta asing
dan kewajiban valuta asing yang akan jatuh waktu Evaluasi Implementasi KPPK sampai dengan
pada periode 0 sampai dengan 3 bulan maupun 3 TriwulanIII2015
sampai dengan 6 bulan setelah akhir triwulan. Rasio
lindung nilai ini wajib dipenuhi oleh korporasi yang Jumlah korporasi nonbank yang telah melakukan
nilai aset valasnya lebih kecil dibandingkan kewajiban pelaporan KPPK terus meningkat pada setiap triwulan
valas yang dimiliki untuk periode 0 sampai dengan laporan. Berdasarkan data triwulan III 2015, jumlah
3 bulan maupun periode 3 sampai dengan 6 bulan korporasi nonbank yang memiliki ULN dalam valuta asing
setelah akhir triwulan; dan tercatat sebanyak 2.543 korporasi. Dari seluruh korporasi
wajib lapor tersebut, sebanyak 85% di antaranya telah
2. Rasio likuiditas minimum, dengan nilai minimum
melakukan pelaporan KPPK. Jumlah laporan tersebut
sebesar 50 persen. Korporasi diwajibkan memiliki
meningkat dibandingkan laporan pada triwulan II yaitu
aset valas minimal sebesar 50% dari kewajiban valas
sebesar 70% dari korporasi wajib lapor.
yang akan jatuh waktu pada periode 0 sampai dengan
3 bulan setelah akhir triwulan.

Pelaporan KPPK kepada Bank Indonesia telah dimulai sejak Grafik 1.


Grafik 1. Nilai Hedging
Nilai Hedging
terhadapterhadap
KewajibanKewajiban
Hedgding,Hedgding, periode
periode 0-3 bulan
posisi aset dan kewajiban valas korporasi nonbank triwulan 0-3 bulan
I 2015 sebagai masa transisi. Selanjutnya, pelaporan Persen
KPPK mulai berlaku wajib, dengan pengenaan sanksi bagi 250
korporasi nonbank yang tidak melapor, sejak posisi data
192%
keuangan triwulan III 2015. Sementara itu, pengenaan 200

sanksi atas kewajiban pemenuhan terhadap ketentuan


150
KPPK mulai diberlakukan untuk data aset dan kewajiban
105%
valas triwulan IV 2015. 100
66%

Ke depan, Bank Indonesia akan terus memperkuat 50

pengelolaan utang luar negeri agar memberikan


0
kontribusi yang optimal terhadap perekonomian nasional. I II III
2015
Mulai tahun 2016, penerapan prinsip kehatian-hatian
ditingkatkan, yaitu korporasi nonbank yang memiliki ULN
valas wajib memenuhi:

LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015 Bab 4 77


Grafik 2.
Grafik 2. Nilai Hedging
Nilai Hedging
terhadapterhadap
KewajibanKewajiban
Hedgding,Hedgding, periode
periode 3-6 bulan Grafik 4. Jumlah Korporasi yang melakukan Hedging 0-3 bulan
Grafik 4. Sebaran Lokasi Hedging, Periode 0-3 Bulan
3-6 bulan
Persen Persen

90 83% 100
9% 10%
80 8% 25%
12%
80
70
59%
60 14%
60
50
40 34% 40 79% 82% 60%
30
20 20
10
0 0
I II III I II III
2015 2015

Hedging DN Hedging LN Hedging DN & LN

Tingkat kepatuhan pemenuhan ketentuan KPPK dari KPPK tersebut sejalan dengan meningkatnya jumlah
korporasi pelapor juga terus meningkat. Pada kewajiban korporasi yang melakukan hedging (Grafik 4 dan 5) yang
rasio lindung nilai minimum, jumlah lindung nilai yang utamanya dilakukan dengan perbankan dalam negeri.
telah dilakukan oleh korporasi nonbank pada periode 0
sampai dengan 3 bulan mencapai 192% dari total lindung KPPK yang telah diterapkan pada tahun 2015 memberikan
nilai yang wajib dilakukan. Jumlah tersebut meningkat dampak positif dalam mengelola permintaan valuta
dibandingkan triwulan II 2015 sebesar 105% (Grafik 1). asing dari korporasi nonbank sehingga tekanan terhadap
Pada pemenuhan rasio lindung nilai periode 3 s.d. 6 bulan, nilai tukar rupiah dapat lebih terjaga. Di samping itu,
korporasi nonbank telah melakukan transaksi lindung nilai penerapan KPPK telah meningkatkan proporsi transaksi
sebesar 59% dari total lindung nilai yang diwajibkan, atau derivatif menjadi 35% dari total transaksi valas korporasi
naik dari 34% pada triwulan II 2015 (Grafik 2). Sementara dibandingkan dengan 33% pada tahun 2014. Ke depan,
untuk rasio likuiditas minimum, sebanyak 83% perusahaan semakin aktifnya korporasi domestik dalam melakukan
telah memenuhi rasio tersebut, meningkat dibandingkan transaksi pada instrumen derivatif diharapkan dapat
posisi bulan Juni 2015 yaitu sebanyak 82% perusahaan mendorong upaya pendalaman pasar valas dalam negeri.
(Grafik 3). Peningkatan kepatuhan terhadap ketentuan

Grafik 3.
Grafik 3. Pelapor KPPK
Pelapor KPPK menurut
menurut Kepatuhan
Kepatuhan Pemenuhan
Pemenuhan Rasio
Rasio Likuiditas Grafik 5. Jumlah Korporasi yang melakukan Hedging 3-6 bulan
Grafik 5. Sebaran Lokasi Hedging, periode 3-6 bulan
Likuiditas
Persen Persen

100 100
12% 10%
19% 18% 17% 13%
80 80 14%
18%

15%
60 60

40 81% 82% 83% 40 71% 76% 72%

20 20

0 0
I II III I II III
2015 2015

Patuh Tidak Patuh Hedging DN Hedging LN Hedging DN & LN

78 Bab 4 LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015


Keterangan gambar:
Salah satu fokus bauran
kebijakan Bank Indonesia
adalah menjaga stabilitas
nilai rupiah yang antara lain
tercermin pada nilai rupiah
terhadap mata uang negara
lain. Pada tahun 2015, tugas
ini mendapat tantangan
berat seiring tingginya
tekanan baik dari eksternal
maupundomestik.
Nilai Tukar
Bab 5
Pada 2015, rupiah mengalami tekanan depresiasi yang cukup tinggi
terutama oleh faktor eksternal. Sumber utama dari eksternal terkait
normalisasi kebijakan moneter AS, krisis utang Yunani, devaluasi
yuan, serta divergensi kebijakan moneter global. Dari dalam negeri,
tekanan depresiasi dipengaruhi oleh melambatnya pertumbuhan
ekonomi domestik. Tekanan depresiasi rupiah terutama terjadi
pada triwulan I-III 2015, dengan puncaknya pada September 2015.
Keterangan gambar: Rupiah kemudian memasuki periode stabilisasi sejak Oktober
Dinamika perekonomian global pada tahun
2014 diwarnai oleh divergensi dalam 2015 didukung langkah stabilisasi nilai tukar oleh Bank Indonesia,
kebijakan moneter yang ditempuh oleh
negara-negara maju. Kebijakan moneter Pemerintah, dan OJK, serta meredanya ketidakpastian eksternal
di AS bersiap untuk mengetat sementara
kebijakan moneter di Eropa dan Jepang terkait waktu kenaikan suku bunga di AS.
masih cenderung akomodatif.
Stabilitas nilai tukar rupiah pada tahun 2015 menghadapi Grafik 5.1. Perkembangan Indeks Dolar
Grafik 5.1. Perkembangan Indeks Dolar
risiko yang meningkat, terutama yang berasal dari sisi
eksternal. Ketidakpastian waktu kenaikan Federal Fund Apresiasi dolar AS Apresiasi dolar AS
terhadap mata uang utama terhadap mata uang Asia
Rate (FFR) sebagai implementasi langkah normalisasi 102 105
kebijakan moneter di Amerika Serikat, kekhawatiran 106
100 107
atas krisis utang Yunani, kebijakan devaluasi mata uang
108
yuan yang tidak diantisipasi sebelumnya, serta divergensi 98
109
kebijakan moneter global merupakan faktor eksternal 96 110
yang memengaruhi pergerakan rupiah. Ketidakpastian 111
94
tersebut menimbulkan volatilitas yang cukup tinggi di 112
113
pasar keuangan global dan mengoreksi aliran masuk 92
114
dana nonresiden ke aset keuangan negara berkembang, 90 115
termasuk Indonesia. Di tengah tingginya ketidakpastian
I II III IV
2015

eksternal, nilai tukar rupiah juga mengalami tekanan


Indeks Dolar Indeks Dolar Asia (skala kanan) - inverted scale
dari perlambatan pertumbuhan ekonomi domestik yang
juga merupakan dampak dari perlambatan ekonomi
Sumber: Bloomberg, diolah
global. Selain itu, kinerja ekspor Indonesia yang menurun
berdampak pada pasokan valuta asing yang menjadi lebih
terbatas. Perkembangan tersebut turut memberatkan Tren depresiasi rupiah terjadi pada triwulan I-III 2015
kinerja nilai tukar rupiah. sebelum kemudian memasuki periode stabilisasi pada
triwulan IV 2015. Pada paruh pertama 2015, tekanan
Meningkatnya faktor risiko di dalam dan luar negeri depresiasi rupiah telah dimulai sejak minggu ketiga
menyebabkan rupiah mengalami depresiasi yang lebih Januari dengan volatilitas sebesar 10,5% pada triwulan
dalam pada tahun 2015 dibandingkan 2014. Pada I 2015 kemudian turun menjadi 5,7% pada triwulan
keseluruhan tahun 2015, secara point-to-point nilai tukar II 2015. Gejolak eksternal menguat pada triwulan III,
rupiah melemah 10,2% (yoy), lebih tinggi dibandingkan terutama terkait devaluasi yuan oleh PBoC yang di
dengan pelemahan tahun 2014 sebesar 1,7% (yoy). Selain luar ekspektasi pasar dan ketidakpastian kenaikan FFR
itu, volatilitas rupiah meningkat ke level 11,1% dari 10,2% oleh otoritas moneter AS, yang mendorong pelemahan
pada tahun 2014. Namun, sinergi kebijakan moneter dan rupiah ke level terendah yaitu Rp14.698 per dolar AS
reformasi struktural yang ditempuh oleh Bank Indonesia, (Grafik 5.2). Devaluasi yuan dilakukan oleh PBoC dalam
Pemerintah, dan OJK terutama sejak September 2015 rangka liberalisasi kerangka nilai tukarnya menjadi lebih
mampu menjaga stabilitas rupiah hingga akhir tahun. Pada market-driven. Namun, implementasi yang dilakukan di
triwulan IV 2015, nilai tukar rupiah berhasil menguat baik tengah melemahnya perekonomian Tiongkok serta upaya
terhadap dolar AS maupun mata uang negara peers. rebalancing perekonomian untuk memperkuat konsumsi
domestik menimbulkan ketidakpastian mengenai arah
Tekanan depresiasi juga dialami oleh mata uang negara
berkembang lainnya seiring meningkatnya faktor risiko
eksternal. Tekanan pada mata uang negara berkembang Grafik 5.2. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah
Grafik 5.2. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah
juga disebabkan oleh divergensi kebijakan moneter di
antara negara maju yang menopang penguatan indeks Rupiah
dolar AS. Di satu sisi, pelonggaran kebijakan yang ditempuh 15.000
oleh European Central Bank (ECB), Peoples Bank of China 14.800
14.600
(PBoC), dan Bank of Japan (BoJ) menyebabkan depresiasi 14.400

nilai tukar euro, yuan, dan yen. Di sisi lain, The Fed 14.200
14.000 13.873
melakukan normalisasi kebijakan moneternya. Divergensi 13.800
13.769
13.785
kebijakan moneter tersebut mendorong penguatan dolar 13.600
13.400
AS terhadap mayoritas mata uang di dunia. Indeks dolar 13.200
AS terapresiasi dari 90,3 pada tahun 2014 ke level 98,6 13.000
13.131
12.800
pada tahun 2015 (Grafik 5.1). Sebagai akibatnya, tekanan 12.600 12.807
pelemahan mata uang negara berkembang terhadap dolar 12.400
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2015
AS menjadi tidak terhindarkan.
Rupiah/ dolar AS Rata-rata Perbulan Rata-rata Perkuartal

82 Bab 5 LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015


kebijakan ekonomi Tiongkok. Perkembangan tersebut Secara keseluruhan tahun 2015, sinergi kebijakan yang
terjadi di tengah tingginya ketidakpastian mengenai waktu ditempuh menghasilkan volatilitas dan depresiasi rupiah
dan besaran dimulainya normalisasi kebijakan moneter di yang lebih terkelola dibanding dengan mata uang negara
AS, sehingga memberikan tekanan pada pasar keuangan peers. Nilai tukar rupiah kembali menguat sejak Oktober
dan nilai tukar. 2015 sejalan dengan aliran modal nonresiden yang kembali
masuk ke Indonesia pada triwulan IV 2015. Faktor risiko
Meningkatnya tekanan depresiasi pada triwulan III 2015 domestik yang dicerminkan oleh Credit Default Swap
tersebut, direspons oleh Bank Indonesia, Pemerintah, dan (CDS) juga membaik ke level 230 setelah sebelumnya
OJK dengan mengeluarkan serangkaian kebijakan stabilisasi. sempat mencapai level 282 pada akhir September 2015.
Kebijakan stabilisasi ditempuh dengan sinergi yang kuat Oleh karena itu, pelemahan rupiah menjadi lebih terbatas
antara kebijakan moneter dan reformasi struktural, melalui (-10,2%) hingga akhir tahun dibandingkan dengan mata
implementasi kebijakan moneter yang berhati-hati, uang real Brasil (-32,9%), rand Afrika Selatan (-26%), lira
berbagai langkah stabilisasi nilai tukar, penguatan struktur Turki (-20,4%), dan ringgit Malaysia (-18,6%). Sejalan
pasar valas domestik, serta rangkaian paket kebijakan dengan hal tersebut, penurunan level cadangan devisa
ekonomi1. Berbagai langkah stabilisasi nilai tukar yang Indonesia selama tahun 2015 sebesar 5,9 miliar dolar
ditempuh Bank Indonesia bertumpu pada tiga pilar strategi. AS, atau turun 5,3%, juga lebih moderat dibandingkan
Dalam konteks ini, Bank Indonesia berupaya menjaga beberapa negara lain seperti Malaysia, Turki, Meksiko,
stabilitas nilai tukar melalui pelaksanaan intervensi Afrika Selatan, dan Rusia yang turun masing-masing
valas secara terukur dan memperhatikan kecukupan sebesar 19%, 10%, 9%, 8%, dan 6%.
cadangan devisa, serta melakukan penyempurnaan
terhadap ketentuan-ketentuan transaksi valuta asing
terhadap rupiah. Selain itu, Bank Indonesia juga 5.1. DINAMIKA NILAI TUKAR
melakukan penguatan strategi operasi moneter dalam
mengelola likuiditas di sistem perbankan guna mencapai Pergerakan nilai tukar rupiah pada tahun 2015
sasaran operasional kebijakan moneter, serta mengelola menunjukkan dinamika yang cukup tinggi. Secara rata-
ekspektasi pelaku pasar. Pengawasan terhadap kewajaran rata, rupiah mengalami depresiasi sebesar 11,3% ke level
transaksi di pasar valas dalam negeri juga terus dilakukan Rp13.392 per dolar AS, dari Rp11.876 per dolar AS pada
untuk meminimalisasi tindakan spekulasi. Dari sisi 2014. Pelemahan tersebut lebih tinggi dibandingkan
pendalaman pasar keuangan, beberapa aturan disesuaikan dengan 2014 yang tercatat sebesar 1,7%. Secara umum,
untuk mendorong meningkatnya pasokan valas dan rupiah berada dalam tren depresiasi selama tiga
meminimalisasi spekulasi. triwulan pertama 2015 dengan tekanan yang semakin
meningkat pada triwulan III 2015. Namun pada triwulan
Pada triwulan IV, stabilitas nilai tukar mulai terjaga dan IV 2015, rupiah memasuki fase stabilisasi seiring dengan
aliran dana nonresiden kembali meningkat sejalan dengan menurunnya ketidakpastian di pasar keuangan global.
membaiknya faktor risiko eksternal. Perbaikan tersebut Aliran dana nonresiden kembali meningkat sejalan
ditopang oleh semakin jelasnya arah kebijakan suku dengan lebih menariknya imbal hasil investasi di dalam
bunga di AS menjelang dan setelah FOMC Desember negeri dan terjaganya persepsi investor terhadap prospek
2015. Nilai tukar rupiah bergerak stabil dan aliran masuk perekonomian domestik setelah rilis paket stabilisasi nilai
dana nonresiden kembali meningkat hingga akhir tahun. tukar rupiah yang ditempuh Bank Indonesia dan rangkaian
Investor nonresiden sudah melakukan antisipasi (priced in) paket kebijakan struktural oleh Pemerintah (Grafik 5.3).
bahwa kenaikan suku bunga acuan AS akan berlangsung
secara gradual sehingga dampaknya terhadap volatilitas Pada triwulan I-II 2015, depresiasi nilai tukar rupiah relatif
pasar keuangan domestik menjadi lebih terbatas. Selain lebih terkendali sejalan dengan berimbangnya faktor-
itu, meningkatnya aliran masuk dana asing terutama pada faktor yang memengaruhi. Rupiah membukukan depresiasi
obligasi negara juga ditopang oleh lebih menariknya imbal secara terbatas sebesar 5,3% (qtq) pada triwulan I 2015
hasil investasi di Indonesia dibandingkan obligasi negara ke level Rp13.074 per dolar AS. Pada triwulan II 2015,
peers, langkah-langkah stabilisasi rupiah yang ditempuh depresiasi rupiah semakin tertahan sebesar 1,9% (qtq) ke
Bank Indonesia, Pemerintah, dan OJK, serta persepsi pasar level Rp13.333 per dolar AS. Tekanan pada triwulan I-II
terhadap perbaikan prospek perekonomian Indonesia. 2015 terutama berasal dari penguatan dolar AS secara
umum terhadap mata uang dunia. Penguatan indeks
dolar tersebut sejalan dengan berlanjutnya perbaikan
ekonomi AS yang menguatkan prakondisi dimulainya
1 Penjelasan lebih detil terkait kebijakan yang ditempuh untuk menjaga siklus kebijakan moneter ketat, stimulus tambahan oleh
stabilitas nilai tukar dapat dilihat dalam Bab 11.

LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015 Bab 5 83


Grafik 5.3. Event Analysis Nilai Tukar Rupiah 2015

Rata-rata Rp12.807/USD (depresiasi 4,4% qtq) Rata-rata Rp13.131/USD (depresiasi 2,5% qtq)
Triwulan I Triwulan II
End-of-Period Rp13.074/USD (depresiasi 5,3 qtq) End-of-Period Rp.13333/USD (depresiasi 1,9 qtq)
2015 Volatilitas 10,5% 2015 Volatilitas 5,7%

Tekanan depresiasi rupiah meningkat sejalan dengan meningkatnya Rupiah terdepresiasi dengan tekanan yang lebih mild, namun masih
ketidakpastian global yang antara lain bersumber dari: kekhawatiran lebih tinggi dibandingkan rata-rata historisnya. Sumber tekanan berasal
kenaikan Fed Fund Rate (FFR) yang memicu penguatan dolar AS serta dari perlambatan ekonomi domestik serta berlanjutnya penguatan
kekhawatiran atas negosiasi utang Yunani yang mengoreksi risk appetite indeks Dolar (DXY) yang ditopang oleh QE tambahan oleh ECB di tengah
investor global terhadap asset domestik. masih tingginya kekhawatiran terhadap rencana kenaikan FFR oleh AS.

Rupiah
15.000

14.500

14.000

13.500

13.000

12.500

12.000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2015

Rata-rata Rp13.873/USD (depresiasi 5,3% qtq) Rata-rata Rp13.769/USD (apresiasi 0,8% qtq)
Triwulan III Triwulan IV
End-of-Period Rp14.650/USD (depresiasi 9% qtq) End-of-Period Rp13.785/USD (apresiasi 6,3% qtq)
2015 Volatilitas 11,5% 2015 Volatilitas 16,9%

Pada Tw.III-15 tekanan depresiasi semakin meningkat sejalan dengan Rupiah berhasil menguat pada Tw.IV-15 dipicu oleh membaiknya
depresiasi mata uang peers. Sumber tekanan terutama berasal dari sentimen terhadap negara berkembang pasca dovish FOMC Sept-15 dan
eksternal terkait dinamika rencana kenaikan FFR oleh The Fed pasca rilis data tenaga kerja AS yang lebih rendah. Ketidakpastian timing
membaiknya GDP AS Tw.II-15, serta implementasi devaluasi yuan yang kenaikan FFR juga sudah semakin mengerucut. Sementara dari dalam
menimbulkan volatilitas di pasar keuangan global. Dari internal, tekanan negeri, optimisme atas paket kebijakan Pemerintah memunculkan
berasal dari prospek pertumbuhan ekonomi domestik yang melambat. optimisme atas perekonomian domestik.

ECB, dan perkembangan negatif dari proses negosiasi kepemilikan nonresiden pada aset keuangan domestik dan
fiskal Yunani yang sempat mengalami deadlock. Namun, menekan nilai tukar rupiah. Pada triwulan III 2015, rupiah
faktor risiko tersebut kemudian diimbangi oleh beberapa terdepresiasi 9% (qtq) ke level Rp14.650 per dolar AS,
perkembangan positif dari dalam dan luar negeri, sehingga meningkat dibandingkan depresiasi pada triwulan II 2015
dapat menahan laju depresiasi rupiah. Dari dalam negeri, sebesar 1,9% (qtq). Selain itu, ekspektasi depresiasi turut
perkembangan positif berasal dari peningkatan surplus meningkat pada triwulan III 2015 sebagaimana terlihat dari
neraca perdagangan Indonesia serta revisi ke atas outlook rata-rata selisih nilai tukar Nondeliverable forward (NDF)
rating Indonesia oleh Standard & Poors dari stable tenor satu bulan dengan nilai tukar spot yang naik ke level
menjadi positive pada bulan Mei 2015. Sementara dari 168 poin dari 104 poin pada triwulan II 2015.2
luar negeri, FOMC Juni 2015 yang lebih dovish mengoreksi
kekhawatiran atas rencana kenaikan suku bunga oleh Pada triwulan IV 2015, nilai tukar rupiah memasuki
TheFed. periode stabilisasi yang ditopang oleh meningkatnya aliran
masuk dana nonresiden ke aset domestik. Meningkatnya
Pada triwulan III 2015, tekanan terhadap rupiah meningkat aliran masuk asing terutama pada obligasi negara didorong
dan mendorong rupiah ke level terendah sepanjang tahun oleh imbal hasil yang meningkat sehingga lebih kompetitif
2015. Tekanan terutama berasal dari faktor eksternal dibandingkan dengan imbal hasil obligasi negara peers
akibat implementasi devaluasi nilai tukar yuan oleh otoritas (Grafik 5.4). Peningkatan aliran masuk asing tersebut
moneter Tiongkok yang di luar dugaan pasar dan semakin juga didorong oleh positifnya tingkat keyakinan investor
tingginya kekhawatiran atas rencana normalisasi kebijakan
moneter di AS. Sementara dari dalam negeri, melambatnya
ekspansi perekonomian domestik masih menjadi 2 NDF merupakan transaksi forward di pasar luar negeri (offshore) yang
dilakukan tanpa penyerahan notional amount pada saat jatuh waktu.
faktor risiko yang membebani pergerakan nilai tukar.
NDF dapat menggambarkan persepsi pelaku pasar offshore terhadap
Perkembangan tersebut kemudian menyebabkan koreksi nilai tukar rupiah di masa yang akan datang.

84 Bab 5 LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015


Grafik 5.4. Imbal Hasil Investasi Obligasi Negara keuangan. Nilai tukar rupiah justru mengalami apresiasi
TriwulanIV2015
Grafik 5.4. Imbal Hasil Investasi Obligasi Negara Triwulan IV-15 sebesar 1,6% sejak kenaikan FFR pada 17 Desember 2015
hingga akhir tahun sejalan dengan terus mengalirnya dana
Persen nonresiden ke aset keuangan domestik (Grafik 5.5).
20

15 Besarnya dampak tekanan faktor eksternal selama


10 tahun 2015 menyebabkan depresiasi nilai tukar juga
5
dialami oleh mayoritas mata uang negara peer. Namun,
fundamental ekonomi Indonesia yang relatif kuat dapat
0
menjaga pelemahan rupiah lebih rendah dibandingkan
-5
dengan depresiasi yang dialami oleh real Brazil, rand Afrika
-10
Selatan, lira Turki, dan ringgit Malaysia (Grafik 5.6). Selain
-15 itu, meningkatnya volatilitas yang menyertai pelemahan
-20
Indonesia Thailand Malaysia Korea Filipina India Rusia
nilai tukar rupiah juga dialami oleh mayoritas mata
uang peers tersebut. Pada tahun 2015, volatilitas rupiah
mencapai level 11,1% meningkat dari 10,2% pada 2014.
Namun, level tersebut masih lebih rendah dibandingkan
volatilitas yang dialami oleh BRL, TRY, ZAR, MYR, dan KRW
setelah pengumuman rangkaian kebijakan stabilisasi yang (Grafik 5.7).
ditempuh Bank Indonesia, Pemerintah, dan OJK. Aliran
masuk dana nonresiden kembali meningkat pada triwulan Pelemahan nilai tukar pada tahun 2015 sejalan dengan
IV 2015 menjadi 2,27 miliar dolar AS setelah mengalami lebih terbatasnya inflow nonresiden pada aset rupiah.
net jual 1,85 miliar AS pada triwulan III 2015. Selama tahun 2015, aliran dana masuk nonresiden tercatat
sebesar 5,1 miliar dolar AS, turun dari 15,4 miliar dolar AS
Di samping itu, penguatan nilai tukar juga sejalan dengan pada tahun 2014. Inflow terbatas terjadi pada SUN sebesar
meredanya ketidakpastian eksternal terkait rencana 7,6 miliar dolar AS, namun koreksi kepemilikan nonresiden
kenaikan suku bunga The Fed. Membaiknya faktor risiko terjadi pada saham dan SBI masing-masing sebesar 2,3
eksternal diawali oleh FOMC September 2015 yang lebih miliar dolar AS dan 135 juta dolar AS (Grafik 5.8). Koreksi
dovish. Ekspektasi waktu kenaikan FFR kemudian bergeser kepemilikan nonresiden pada aset rupiah terutama
menjadi triwulan I 2016 dari perkiraan sebelumnya pada dilakukan oleh trader akibat risiko normalisasi kebijakan
triwulan IV 2015. Hal ini berdampak terhadap penguatan moneter AS. Kepemilikan trader turun cukup signifikan
nilai tukar rupiah pada Oktober 2015, yang sejalan dengan dari 35% pada 2012 menjadi 13% pada 2015 . Meskipun
mayoritas mata uang peers lainnya namun pada level yang demikian, koreksi tersebut menyebabkan struktur
lebih apresiatif dibandingkan mata uang peers. Ekspektasi kepemilikan asing pada obligasi negara menjadi lebih baik.
depresiasi ke depan juga lebih terkelola sebagaimana Pada akhir 2015, kepemilikan obligasi negara didominasi
ditunjukkan oleh selisih antara nilai tukar NDF dengan nilai
tukar spot yang turun ke level 143 poin.
Grafik 5.5.
Grafik 5.5. Perkembangan
Perkembangan NilaiPeers
Nilai Tukar TukarPaska
PeersKenaikan
Pasca Kenaikan FFR
Pasca FOMC tanggal 27-28 Oktober 2015, tekanan di pasar FFR Desember 2015
Desember 2015
keuangan global kembali meningkat seiring ekspektasi
kenaikan suku bunga acuan AS yang kembali bergeser Mata uang

ke triwulan IV 2015. Namun, dampak tekanan tersebut IDR 1,61


lebih terbatas, seiring komunikasi The Fed yang semakin PHP 1,20
pasti terkait waktu dimulainya kenaikan suku bunga dan EUR 0,55

path kenaikan yang akan dilakukan secara gradual. Pada MYR 0,44
KRW 0,43
beberapa forum, pejabat The Fed dengan lebih lugas
INR 0,40
mengutarakan bahwa perekonomian AS pada kondisi TRY 0,31
yang siap untuk memulai siklus normalisasi kebijakan THB 0,12

moneter pada FOMC Desember 2015. Kepastian waktu CNY -0,15

tersebut direspons positif oleh pasar karena pelaku pasar BRL -2,08

ZAR -4,24
dapat mengantisipasi kenaikan suku bunga AS dengan -5 -4 -3 -2 -1 0 1 2
lebih baik. Sebagai implikasinya, kenaikan suku bunga AS
pada Desember 2015 tidak menimbulkan gejolak di pasar

LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015 Bab 5 85


Grafik 5.6. Perubahan Nilai Tukar Rupiah & Peers (2015 vs 2014) Grafik 5.8. Aliran Dana Nonresiden
Grafik 5.6. Perubahan Nilai Tukar Rupiah dan Peers Tahun 2015 Grafik 5.8. Aliran Dana Nonresiden

Mata uang Persen Miliar Dolar AS


7
BRL -32,9
-29,3 6
ZAR -26,0
-15,0 5
TRY -20,4
-19,6 4
MYR -18,6 3
-16,2
EUR -11,4 2
-19,6
-10,2 1
IDR
-11,3
-8,8 0
THB -5,2 -1
-7,2
KRW -6,9 -2
-4,7
INR -4,8 -3
-4,7 -4
PHP -2,5 I II III IV I II III IV I II III IV
-35 -30 -25 -20 -15 -10 -5 0 2013 2014 2015

Point-to-point Rata-rata Saham SUN SBI

oleh real money sebesar 60%, meningkat dari 54% pada rasio terhadap Produk Domestik Bruto yang meningkat
tahun 2012. Kepemilikan pelaku lainnya juga meningkat dari 0,48% pada tahun 2014 menjadi 0,52% terhadap PDB
dari 11% pada 2012 menjadi 27% sejalan dengan semakin pada 2015 (Grafik 5.11).
banyaknya investor baru yang masuk sejak tahun 2014
(Grafik 5.9). Struktur pasar valas domestik juga membaik seiring
dengan meningkatnya porsi transaksi derivatif
dibandingkan dengan transaksi spot. Komposisi derivatif
5.2. STRUKTUR PASAR VALAS DOMESTIK di pasar valas domestik meningkat dari 33% dari total
transaksi pada tahun 2014 menjadi 35% pada 2015 (Grafik
Pasar keuangan domestik semakin dalam, tercermin dari 5.12). Peningkatan komposisi derivatif ini sejalan dengan
volume dan rata-rata harian transaksi yang meningkat. kebijakan Bank Indonesia untuk memberikan fleksibilitas
Peningkatan volume transaksi valas terjadi baik pada pelaku pasar dalam melakukan transaksi lindung nilai. Hal
instrumen spot, forward, dan swap. Rata-rata harian ini dilakukan melalui relaksasi beberapa ketentuan serta
volume transaksi valas naik dari 4,3 miliar dolar AS pada pengaturan penerapan prinsip-prinsip kehati-hatian dalam
tahun 2014 menjadi 4,5 miliar dolar AS pada 2015, atau pengelolaan utang luar negeri korporasi nonbank (PBI
meningkat sebesar 11,7% (Grafik 5.10). Peningkatan rata- No. 16/21/PBI/2014) yang efektif berlaku sejak 1 Januari
rata harian volume transaksi valas ini juga tercermin dari 2015. Ketentuan tersebut mewajibkan seluruh korporasi

Grafik 5.7. Volatilitas Nilai Tukar Rupiah & Peers Grafik 5.9.
Grafik 5.9. Proporsi
Proporsi Kepemilikan
Kepemilikan Nonresiden
Nonresiden pada Obligasi
pada Obligasi Negara
Grafik 5.7. Volatilitas Nilai Tukar Rupiah dan Peers
Negara

Persen
Desember 2012 Desember 2015
30
28,3
25 11%
27%
20
19,4 19,1
16,7 16,2
15 54%
13,6 14,5 12,7 35% 60%
11,1 13%
10 9,3 10,2
8,6
7,5 7,5 7,26,9
4,9 5,5 5,8
5 4,8

0
BRL ZAR TRY MYR KRW IDR SGD THB INR PHP

2014 2015 Rata-rata kawasan Real Money Trader Lainnya

86 Bab 5 LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015


Grafik 5.10. Perkembangan Transaksi Valas Domestik Grafik 5.12. Komposisi FX Spot vs FX Derivatif
Grafik 5.10. Perkembangan Transaksi Valas Domestik Grafik 5.12. Komposisi FX Spot vs FX Derivatif

Miliar dolar AS Persen


6
100

5 90
80
4 70
60
3
50
40
2
30

1 20
10

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 0


I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015 2012 2013 2014 2015

Spot Derivatif
Spot Swap Forward Option

nonbank yang memiliki ULN valas untuk melakukan di instrumen derivatif juga naik menjadi 25% dari total
lindung nilai atas selisih dari aset valas dan kewajiban pembelian valas pada 2015 dari 23% pada 2014 (Grafik
valasnya pada jangka waktu sampai dengan enam bulan 5.14). Dengan perkembangan tersebut, permintaan valas
ke depan. Di sisi lain, kenaikan transaksi derivatif sejalan korporasi menjadi lebih terencana di tengah menurunnya
dengan meningkatnya ekspektasi depresiasi rupiah pada pasokan valas dari nonresiden.3 Meningkatnya pembelian
tahun 2015. valas korporasi pada instrumen derivatif diikuti oleh
lebih terbatasnya permintaan valas pada instrumen
Pemberlakuan ketentuan penerapan prinsip kehati- spot. Volume pembelian valas korporasi pada instrumen
hatian dalam pengelolaan utang luar negeri korporasi spot turun dari 10,4 miliar dolar AS per bulan pada 2014
nonbank berkontribusi positif dalam perbaikan struktur menjadi 9,6 miliar dolar AS pada 2015.
permintaan valas pelaku korporasi. Volume pembelian
valas korporasi pada instrumen derivatif naik menjadi Upaya pendalaman pasar valas domestik masih
4,83% dari Produk Domestik Bruto pada 2015 dari 4,13% menghadapi sejumlah tantangan yang tidak ringan.
pada 2014 (Grafik 5.13). Porsi pembelian valas korporasi Meningkatnya permintaan valas seiring semakin aktifnya

Grafik 5.11. Perkembangan Transaksi Valas relatif terhadap PDB (%) Grafik 5.13.
Grafik 5.13. Volume
Rasio
BeliVolume Beli Valas
Valas Korporasi di Korporasi
Derivatif di Derivatif
Grafik 5.11. Perkembangan Transaksi Valas Relatif terhadap PDB
terhadap PDB
Persen Persen
0,6 6

0,5 5

0,4 4

0,3 3

0,2 2

1
0,1

0 0
2012 2013 2014 2015 2012 2013 2014 2015

Vol Beli Forward Vol Beli Swap Vol Beli Option

3 Penjelasan lebih rinci mengenai perkembangan transaksi lindung


nilai korporasi nonbank terdapat dalam Boks 4.1. Evaluasi
Ketentuan Penerapan Prinsip Kehati-hatian Dalam Pengelolaan ULN
KorporasiNonbank.

LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015 Bab 5 87


Grafik 5.14. Proporsi Sebaran Demand Valas Korporasi Grafik 5.16. Perkembangan Effective Supply Valas dari DHE
Grafik 5.14. Proporsi Sebaran Demand Valas Korporasi Grafik 5.16. Perkembangan Effective Supply Valas dariDHE

Persen Miliar dolar AS Persen


100 14 25
90
12
80 20
70 10
60 83% 82% 77% 75% 15
8
50
40 6
10
30 4
20 5
23% 25% 2
10 17% 18%
0 0 0
2012 2013 2014 2015 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015

Derivatif Spot DHE ke Bank Domestik DHE yg Dikonversikan


Rasio Konversi / DHE (skala kanan)

pasar valuta asing, baik pada instrumen spot maupun ke mata uang rupiah dan menjadi effective supply pada
derivatif, belum diiringi dengan peningkatan pasokan pasar valas domestik juga menurun menjadi 10% dari
valas yang memadai. Pasar valas domestik masih sangat total DHE yang ditransfer ke bank domestik dari 13% pada
tergantung pada pasokan valas dari pelaku nonresiden. tahun2014.
Pada tahun 2015, pasar valas domestik mengalami net
demand yang lebih tinggi dibandingkan dengan 2014. Hal Dalam rangka mengantisipasi timbulnya tekanan akibat
ini disebabkan oleh menurunnya pasokan valas nonresiden kesenjangan antara permintaan dan pasokan valas
sejalan dengan lebih terbatasnya aliran dana ke aset tersebut, Bank Indonesia menempuh kebijakan untuk
keuangan rupiah (Grafik 5.15). Sementara itu, pasokan mendorong peningkatan pasokan valas di pasar domestik.
valas dari pelaku dalam negeri juga menurun. Sejalan Langkah tersebut dilakukan melalui amandemen terhadap
dengan melambatnya kinerja ekspor, Devisa Hasil Ekspor ketentuan transaksi valas terhadap rupiah dengan
(DHE) yang ditransfer ke bank domestik juga mengalami menaikkan threshold penjualan forward tanpa underlying,
penurunan selama 2015 menjadi 117 miliar dollar AS, memperluas cakupan jenis underlying, dan mengintrodusir
lebih rendah dibandingkan tahun 2014 yang mencapai 132 transaksi intervensi forward.
miliar dollar AS. Selain itu, proporsi DHE yang dikonversi
Implementasi ketentuan mengenai kewajiban penggunaan
rupiah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
berdampak positif terhadap stabilitas nilai tukar. Sejak
diberlakukannya PBI No. 17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban
Grafik 5.15. Supply-Demand Valas Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik
Grafik 5.15. Supply-Demand Valas
Indonesia pada 1 Juli 2015, rata-rata transaksi valuta
Miliar dolar AS asing yang dilakukan antar penduduk4 menurun ke 3,46
50 dolar AS per bulan dari 7,27 dolar AS per bulan pada
40 tahun 2014 (Grafik 5.17). Berkurangnya penggunaan valas
30 dalam transaksi antar penduduk menyebabkan turunnya
20 permintaan terhadap valuta asing. Kondisi ini turut
10 memberikan pengaruh positif terhadap stabilitas nilai
0 tukar rupiah.
-10

-20

-30

-40
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 4 Pembayaran transaksi dilakukan melalui perbankan di dalam
Net S(+)/D(-) Nonresiden Net S(+)/D(-) Residen negeri. Tidak termasuk transaksi dengan bank sentral, perdagangan
Net S(+)/D(-) Total valas, simpanan, transaksi yang penyelesaiannya dilakukan melalui
overbooking, transaksi di bawah threshold (USD10.000), dan transaksi
yang penerimaan dananya dari Overseas Current Account (OCA).

88 Bab 5 LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015


Grafik 5.17. Perkembangan Transaksi Valas Antar Penduduk
Grafik 5.17. Perkembangan Transaksi Valas Antar Penduduk

Miliar dolar AS
10
Implementasi PBI
9
Kewajiban
8
7
6
5
4
3
2
1
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2014 2015

Lainnya Income Current Transfer Transaksi Jasa Transaksi Barang

LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015 Bab 5 89


Keterangan gambar:
Pada tahun 2015,
terkendalinya inflasi volatile
food (VF), sejalan dengan
pasokan yang cukup dan
penurunan harga komoditas
global, berkontribusi terhadap
pencapaian sasaran inflasi.
Inflasi VF menurun tajam
dibandingkan tahun 2014
dan bahkan lebih rendah
dibandingkan historisnya
empat tahun terakhir.
Hal tersebut utamanya
disebabkan oleh deflasi harga
cabai dan bawang merah
serta terbatasnya inflasi beras.
Inflasi
Bab 6
Konsistensi kebijakan moneter untuk menjaga stabilitas makroekonomi
yang disertai koordinasi dengan Pemerintah berhasil mengendalikan
inflasi 2015. Kondisi ekonomi, global dan domestik, turut mendukung
rendahnya inflasi 2015 sebesar 3,35%. Menurunnya harga minyak dunia
menjadi faktor utama rendahnya inflasi administered prices (AP) di
tengah reformasi subsidi energi. Sementara, koreksi harga pangan global
dan kebijakan Pemerintah terkait produksi pangan dan distribusi telah
Keterangan gambar: mendorong terkendalinya tekanan inflasi volatile food (VF). Ke depan,
Dinamika perekonomian global pada tahun
2014 diwarnai oleh divergensi dalam koordinasi Bank Indonesia dan Pemerintah melalui Tim Pemantauan dan
kebijakan moneter yang ditempuh oleh
negara-negara maju. Kebijakan moneter Pengendalian Inflasi melalui TPI dan TPID akan terus diperkokoh agar
di AS bersiap untuk mengetat sementara
kebijakan moneter di Eropa dan Jepang sasaran inflasi dapat dicapai secara konsisten pada periode mendatang.
masih cenderung akomodatif.
Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) 2015 sebesar Grafik 6.2 Pola Historis Inflasi Bulanan
Grafik 6.2. Pola Historis Inflasi Bulanan
3,35% (yoy) berada dalam sasaran target inflasi (41%,
yoy) dan merupakan inflasi yang terendah dalam lima Persen, mtm
tahun terakhir (Grafik 6.1). Terkendalinya inflasi 2015 4

terlihat pada dinamika inflasi bulanan semester kedua 3


yang sejalan dengan pola historis namun dengan level
2
yang lebih rendah (Grafik 6.2). Adapun deflasi awal
tahun di luar pola historis didorong oleh turunnya harga 1

bahan bakar minyak (BBM) dan melimpahnya hasil 0

panen beberapa komoditas pangan strategis. Secara -1


keseluruhan, tekanan cost push 2015 relatif minimal, -2
berbeda dengan dua tahun sebelumnya dimana tekanan
-3
cost push cukup besar dan menjadi sumber tingginya
-4
inflasi tahun 2013 dan 2014.1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Inti VF AP IHK Historis IHK 5 tahun


Meskipun realisasi inflasi IHK 2015 berada di tingkat
Sumber: BPS, diolah
rendah, tantangan pengendalian inflasi ke depan masih
cukup besar. Tantangan pengendalian inflasi inti terutama
terletak pada pengelolaan ekspektasi inflasi agar lebih harga energi dunia.2 Mengingat masih tingginya tantangan
mengarah pada sasaran inflasi yang ditetapkan oleh pengendalian inflasi ke depan, koordinasi antara Bank
Pemerintah dan menjaga stabilitas pergerakan nilai tukar Indonesia dan Pemerintah perlu diperkokoh untuk
rupiah. Dari kelompok volatile food (VF), terbatasnya mendukung pencapaian sasaran inflasi secara konsisten
infrastruktur sektor pertanian serta belum lengkapnya pada periode mendatang. Lebih lanjut, sebagai upaya
instrumen kebijakan stabilisasi harga dapat mendorong untuk mengatasi tantangan struktural pengendalian inflasi
tingginya fluktuasi harga komoditas pangan strategis di tingkat pusat maupun daerah, TPI dan TPID menyusun
antar waktu. Sementara itu, konsistensi reformasi di Roadmap Pengendalian Inflasi 2015-2018 untuk menjadi
bidang energi melalui realokasi subsidi energi yang guidelines pengendalian inflasi agar sasaran inflasi
lebih tepat sasaran berpotensi meningkatkan tekanan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah dapat tercapai
administered prices (AP) apabila terjadi koreksi ke atas secarakonsisten.3

Grafik 6.1. Event Analysis Inflasi


Grafik 6.1. Event Analysis Inflasi

Persen, yoy 2014: inasi terkendali 2015: inasi rendah


2008: inasi naik dipengaruhi di tengah kenaikan seiring perlambatan
25% 2013: inasi melonjak
kenaikan harga BBM dan harga BBM, LPG, dan TTL ekonomi, upaya
2010: inasi naik dipengaruhi akibat kenaikan harga
pangan global BBM dan gangguan stabilisasi harga pangan,
20% harga pangan domestik
pasokan dan reformasi subsidi di
tengah koreksi harga
2009: inasi turun dipengaruhi 2012: inasi turun
15% 2011: inasi turun energi global
penurunan harga BBM dan didukung pasokan
harga pangan global didukung pasokan yang mencukupi
10% yang melimpah

5%

0%

-5%

-40%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

IHK Inti VF AP

Sumber: BPS, diolah

2 Sampai saat ini, LPG 3 kg dan pelanggan listrik dengan daya 450
VA 900 VA masih diberikan subsidi oleh Pemerintah. Lebih lanjut,
komoditas solar juga masih diberikan subsidi tetap sebesar Rp1.000/
1 Inflasi 2013 dan 2014 masing-masing sebesar 8,38% dan 8,36% (yoy),
liter.
terutama disumbang oleh tingginya inflasi komoditas energi (akibat
kenaikan harga BBM) dan komoditas pangan. 3 Lihat Boks Akuntabilitas Pencapaian Sasaran Inflasi 2015.

92 Bab 6 LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015


6.1. INFLASI INTI Grafik 6.3 Pola Historis Inflasi Inti
Grafik 6.4. Pola Historis Inflasi Inti

Kenaikan harga kelompok inti sepanjang 2015 terkendali. Persen, mtm


Inflasi inti akhir tahun 2015 tercatat sebesar 3,95% 1,2
(yoy) lebih rendah dari tahun sebelumnya 4,93% (yoy) 1
dan terendah dalam satu dekade terakhir (Grafik 6.3).
0,8
Perlambatan inflasi inti terutama terjadi pada paruh kedua
(Grafik 6.4), baik pada komoditas inti traded maupun non- 0,6

traded (Grafik 6.3).4 Perlambatan ini didorong oleh harga 0,4


komoditas global yang rendah, permintaan domestik yang
0,2
masih lemah, dan ekspektasi inflasi yang terjaga.
0

Melambatnya inflasi inti sejalan dengan tekanan kenaikan -0,2


Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
biaya input (cost push) yang tidak terlalu besar. Tekanan
cost push yang bersumber dari kenaikan harga BBM dan 2009 2014 2015 Historis 2009-2014

gejolak VF relatif terbatas. Harga minyak dunia yang


Sumber: BPS, diolah
rendah membuat tekanan AP minimal. Lebih lanjut,
dukungan kebijakan Pemerintah dalam menjaga fluktuasi
tarif angkutan turut berperan dalam mengendalikan komoditas inti yang merupakan turunan komoditas VF
dampak lanjutan ketika terjadi kenaikan harga BBM.5 (seperti inflasi nasi dengan lauk) dan turunan komoditas
Adapun harga komoditas pangan dunia yang masih pangan impor (seperti mi) berkurang (Tabel 6.1).
terkoreksi dan pasokan dalam negeri yang mencukupi
berdampak pada menurunnya inflasi komoditas pangan Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang belum kuat,
di kelompok inti (core food). Lebih lanjut, kontribusi bahkan lebih rendah dari tahun-tahun sebelumnya,
tekanan permintaan masih minimal. Tren perlambatan
ekonomi yang terjadi sejak 2011 masih berlanjut,
Grafik 6.4 Inflasi Inti Traded dan Non-traded
sehingga pertumbuhan ekonomi 2015 (sebesar 4,8%)
Grafik 6.3. Inflasi Inti Traded dan Non-traded merupakan terendah kedua dalam 10 tahun terakhir,
setelah tahun 2009 (sebesar 4,6%). Hal ini berimbas
Persen, yoy
13
pada masih lemahnya tekanan inflasi dari sisi permintaan
domestik. Daya beli masyarakat yang belum kuat antara
11 lain terkonfirmasi dari pertumbuhan penjualan eceran
9

5
Tabel 6.1. Penyumbang Inflasi Kelompok Inti Pangan (Core
Food)
3

1 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV No. Komoditas 2014 2015
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Inflasi
1 Nasi Dengan Lauk 0,18 0,14
Inti Traded Inti Non-Traded Inti
2 Mi 0,11 0,07
3 Gula Pasir -0,03 0,05
Sumber: BPS, diolah
4 Air Kemasan 0,04 0,04
5 Kue Kering Berminyak 0,04 0,03
6 Ayam Goreng 0,03 0,03
7 Bubur 0,05 0,03
4 Ditinjau dari komponen pembentuknya, inflasi inti terbentuk
8 Soto 0,04 0,02
dari komponen traded dan non-traded. Komponen traded
menggambarkan tekanan inflasi inti dari sisi eksternal. Sementara, 9 Kue Basah 0,03 0,02
inflasi non-traded menggambarkan tekanan inflasi dari sisi domestik. 10 Ayam Bakar 0,04 0,02
Adapun definisi inflasi traded adalah kelompok barang yang Deflasi
diperdagangkan baik secara ekspor maupun impor dan tercermin 11 Baung 0,00 -0,0006
dalam neraca perdagangan.
12 Telur Ayam Kampung 0,00 -0,0004
5 Melalui Peraturan Menteri Perhubungan No.31 Tahun 2015, 13 Ikan Bulat 0,00 -0,0003
penyesuaian tarif angkutan diperbolehkan ketika penyesuaian harga
Sumber: BPS, diolah
energi menyebabkan perubahan biaya pokok angkutan sebesar 20%.

LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015 Bab 6 93


Tabel 6.2. Penyumbang Inflasi Kelompok Inti Non Pangan Grafik 6.6. Inflasi Inti Non-traded
Grafik 6.6. Inflasi Inti Non-traded
(Core Non-food)

No. Komoditas 2014 2015 Persen, yoy


18
Inflasi
16
1 Sewa Rumah 0,12 0,13
14
2 Mobil 0,08 0,10
12
3 Kontrak Rumah 0,11 0,10
4 Tukang Bukan Mandor 0,07 0,08 10

5 Akademi/Perguruan Tinggi 0,04 0,06 8

6 Upah Pembantu RT 0,05 0,06 6

7 Sekolah Dasar 0,05 0,05 4

8 Sekolah Menengah Pertama 0,05 0,04 2

9 Sekolah Menengah Atas 0,03 0,04 0


I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
10 Emas Perhiasan -0,02 0,04 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Deflasi Inti Non-Traded Inti Non-Traded (food)


11 Semen 0,06 -0,02 Inti Non-Traded (Non-Food)

12 Besi Beton 0,01 -0,01 Sumber: BPS, diolah


13 Batu Bata / Batu Tela 0,00 -0,01
Sumber: BPS, diolah

dan indeks keyakinan konsumen yang rendah (Grafik 6.5). tahun 2015 terendah dalam lima tahun terakhir, yakni
Kenaikan harga komoditas barang yang permintaannya sekitar 0,32% (mtm). Dampak pelemahan nilai tukar yang
bersifat elastis cenderung menurun, seperti terlihat pada tidak sepenuhnya ditransmisikan menjadi kenaikan harga
inflasi inti non-traded non-food (Grafik 6.6). dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertama, ekspektasi
inflasi pelaku ekonomi pada periode pelemahan nilai
Pelemahan rupiah selama tahun 2015 cukup besar, namun tukar (survei bulan September) relatif terjaga (Grafik 6.7).
dampaknya terhadap harga-harga domestik tertahan. Sejalan dengan berbagai upaya stabilisasi nilai tukar yang
Selama tahun 2015, rupiah terdepresiasi sebesar 11,33% dilakukan Bank Indonesia yang membuat nilai tukar lebih
(rata-rata, yoy), dengan depresiasi terbesar terjadi stabil dan menguat, ekspektasi inflasi bulan Desember
pada bulan September, yakni mencapai 4,4% (mtm). menurun. Kedua, daya beli masyarakat yang masih lemah
Secara tahunan, inflasi inti di awal tahun cukup tinggi, membuat dunia usaha lebih memilih mengurangi margin
mencapai sekitar 5% (yoy), di atas level normal sebesar untuk sementara waktu daripada menaikkan harga namun
4,9% (yoy), sebagai akibat dampak lanjutan (2nd round menghadapi risiko kehilangan pangsa pasar (Grafik 6.8).
effect) kenaikan harga BBM November 2014. Namun Terkendalinya dampak pelemahan nilai tukar terhadap
demikian, inflasi inti rata-rata secara bulanan selama kenaikan harga menjadi momentum inflasi inti untuk

Grafik 6.5. Pertumbuhan Penjualan Riil Grafik 6.7. Ekspektasi Consensus Forecast
Grafik 6.5. Pertumbuhan Penjualan Riil Grafik 6.7. Ekspektasi Consensus Forecast

Indeks Persen, yoy Persen, yoy

140 90 5,5

70 5
120

50
100 4,5

30
80 4
10

60 3,5
-10

40 -30 3
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
CF Maret CF Juni CF September CF Desember
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Indeks Keyakinan Konsumen 2015 2016


Pertumbuhan Penjualan Riil (skala kanan)

Sumber: Consensus Economics

94 Bab 6 LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015


Grafik 6.8. Margin per Unit dan Harga Jual Grafik 6.10. Inflasi IHPB dan IHK Peralatan Rumah Tangga
Grafik 6.8. Margin Per Unit dan Harga Jual Grafik 6.10. Inflasi IHPB dan IHK Peralatan Rumah Tangga

Skala Likert Persen, mtm


1,2 3

1 2,5
0,8
2
0,6
1,5
0,4
1
0,2
0,5
0
0
-0,2

-0,4 -0,5

-0,6 -1
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015 2013 2014 2015

Bobok IHK Peralatan RT = 1,57


Harga Jual Margin Per Unit Output
IHPB Industri Peralatan RT IHK Peralatan RT (antara lain TV,
Mesin Cuci, dan AC)
Sumber: BPS, diolah

kembali pada lintasan sesuai pola historis. Selanjutnya, Ekspektasi inflasi yang terkendali berperan penting dalam
apresiasi nilai tukar rupiah yang terjadi pada bulan mendorong terjaganya inflasi inti. Konsistensi bauran
Oktober disertai dengan tekanan demand pull serta cost kebijakan Bank Indonesia sepanjang tahun 2015 mampu
push yang rendah membawa lintasan inflasi inti akhir menahan dampak pelemahan nilai tukar terhadap harga-
tahun di bawah rata-rata historisnya. Tertahannya dampak harga dan mengendalikan ekspektasi inflasi. Terjaganya
pelemahan rupiah terhadap harga-harga di tingkat ekspektasi inflasi jangka pendek antara lain tercermin dari
konsumen dan mengakibatkan berkurangnya margin indeks ekspektasi inflasi pedagang eceran dan konsumen
pelaku usaha di tingkat ritel terlihat dari disparitas antara pada periode kenaikan harga BBM di akhir triwulan I
inflasi IHPB Impor Nonmigas dan Inti Traded selama 2015 yang lebih rendah dibandingkan ekspektasinya
tahun 2015 (Grafik 6.9). Disparitas terutama terjadi di pada periode kenaikan BBM sebelumnya (Grafik 6.11 dan
beberapa sektor, seperti sektor peralatan rumah tangga, Grafik 6.12). Hal tersebut mengindikasikan bahwa pelaku
sepeda motor dan komputer (Grafik 6.10). Konsistensi ekonomi semakin percaya bahwa dampak shock kenaikan
kebijakan moneter Bank Indonesia yang diarahkan untuk BBM tidak akan berlebihan, antara lain mengingat adanya
menjangkar ekspektasi inflasi di kisaran sasaran inflasi kebijakan Pemerintah untuk meminimalkan dampak
mampu menahan dampak pelemahan nilai tukar terhadap lanjutan kenaikan BBM. Ekspektasi inflasi 2015 yang
harga-harga. terkendali, didukung oleh kondisi perekonomian domestik

Grafik 6.9. Inflasi IHPB Impor dan Inflasi Inti Traded Grafik 6.11. Ekspektasi Inflasi Konsumen
Grafik 6.9. Inflasi IHPB Impor dan Inflasi Inti Traded Grafik 6.11. Ekspektasi Inflasi Konsumen

Persen, mtm Persen, mtm Indeks Persen, yoy


2 0,9 200 20

0,8 190
1,5 0,7
180 15
0,6
1 170
0,5
160 10
0,4
0,5 150
0,3
140 5
0 0,2

0,1 130

-0,5 0 120 0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014 2015 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Inasi IHK (skala kanan) Ekspektasi Harga Konsumen 3 Bulan ke depan


IHPB Impor Nonmigas Inti Traded (di luar Emas, skala kanan)
Ekspektasi Harga Konsumen 6 Bulan ke depan

Sumber: BPS, diolah Sumber: BPS, diolah

LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015 Bab 6 95


Grafik 6.12. Ekspektasi Pedagang Eceran Grafik 1.1. Paste Judul di Sini
Grafik 6.12. Ekspektasi Pedagang Eceran Grafik 6.13. Ekspektasi Inflasi 24 Bulan

Indeks Persen, yoy Persen, yoy


200 20 8

7
180
15 6

160 5

10 4
140
3
5 2
120
1
100 0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II 0
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Inasi IHK (skala kanan) Ekspektasi Harga Konsumen 3 bulan ke depan Target Inasi (eop) Target - perkiraan
Ekspektasi Harga Konsumen 6 bulan ke depan Prakiraan 24 Bulan ke depan (yoy)

Sumber: BPS, diolah Sumber: Consensus Economics, diolah

dan global, membuat inflasi inti tidak terlalu bergejolak utama pembentuk inflasi inti dan tekanan inflasi ke depan,
dan ekonomi lebih berdaya tahan terhadap beberapa pengelolaan ekspektasi di masa depan dalam rangka
shocks yang terjadi, seperti depresiasi rupiah dan fluktuasi pencapaian target inflasi tidak hanya menjadi semakin
penyesuaian harga energi. penting, namun juga semakin penuh tantangan. Ke depan,
membaiknya perekonomian domestik dan global akan
Lebih lanjut, ekspektasi inflasi dalam jangka menengah mendorong tekanan di sisi permintaan yang berimplikasi
terindikasi semakin menurun. Ekspektasi inflasi 24 bulan pada peningkatan tekanan inflasi inti. Berlanjutnya
ke depan hasil survei Consensus Forecast (CF) (Grafik 6.13) reformasi energi yang dilakukan oleh Pemerintah juga
menunjukkan tren yang semakin menurun, dari 6,4% (rata- turut meningkatkan tekanan pada kelompok inti jika harga
rata yoy) pada tahun 2007 menjadi 4,7% (rata-rata yoy) komoditas energi dunia dan tekanan depresiasi rupiah
pada tahun 2016.6 Penurunan ekspektasi ini seiring dengan meningkat. Di sisi lain, sasaran inflasi telah ditetapkan
lintasan sasaran inflasi yang ditetapkan menurun secara menurun secara gradual, yakni 41% pada 2016-2017
gradual. Meskipun masih terdapat perbedaan antara dan 3,51% pada 2018. Ekspektasi inflasi akan semakin
ekspektasi dan sasaran inflasi, co-movement keduanya terjangkar apabila sasaran inflasi mampu dicapai secara
mengindikasikan bahwa sasaran inflasi yang ditetapkan konsisten sehingga kredibilitas bank sentral dan kebijakan
setiap 3 tahun sekali membuat ekspektasi inflasi lebih moneter semakin meningkat. Pada akhirnya kredibilitas
terjangkar. Tren penurunan ekspektasi inflasi juga ditemui bank sentral yang meningkat akan membuat ekspektasi
di banyak negara. Namun demikian, terdapat indikasi inflasi semakin terjangkar, sehingga menciptakan a virtuos
bahwa negara-negara yang mengadopsi Inflation Targeting circle di antara keduanya.
Framework (ITF) mengalami penurunan ekspektasi yang
lebih signifikan.7
6.2. INFLASI VOLATILE FOOD (VF)
Meskipun secara umum ekspektasi inflasi sudah menurun,
pengelolaan ekspektasi inflasi masih menjadi tantangan Inflasi VF cukup rendah. Inflasi VF tercatat sebesar 4,84%
pengendalian inflasi di masa depan. Dalam jangka panjang, (yoy), menurun tajam dibandingkan tahun lalu dan lebih
ekspektasi inflasi cenderung menurun dan lebih terjangkar. rendah dibandingkan historisnya empat tahun terakhir.
Namun, masih terdapat beberapa hal yang masih menjadi Melambatnya inflasi VF didorong oleh lebih rendahnya
perhatian, seperti ekspektasi yang masih lebih tinggi inflasi aneka cabai dibandingkan tahun lalu (Tabel 6.3).
dibanding sasaran inflasi maupun negara-negara kawasan. Disamping itu, terbatasnya kenaikan harga beras di tengah
Dalam kondisi ekspektasi inflasi merupakan determinan El Nino kuat serta koreksi harga pangan global juga turut
mendukung terkendalinya inflasi VF tahun 2015.

6 Ekspektasi inflasi 2007 dan 2016 berdasarkan angka survei Consensus Terkendalinya inflasi VF tercermin dari dinamika bulanan
Forecasts Januari 2006 dan Januari 2015. inflasi VF yang lebih rendah dibandingkan tahun lalu
7 Lihat Mehrotra dan Yetman (2014) dan Mishkin dan Schmidt-Hebbel (Grafik 6.14). Pada paruh pertama 2015, kelompok
(2007).

96 Bab 6 LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015


Tabel 6.3. Sumbangan Inflasi/Deflasi 9 Komoditas Pangan Grafik 6.11. Pola Historis Inflasi VF
Grafik 6.14. Pola Historis Inflasi VF
Strategis

Persen, mtm
Komoditas 2009 2013 2014 2015
4
Beras 0,26 0,14 0,36 0,31
Daging Ayam 0,07 0,10 0,07 0,15 3
Telur ayam -0,01) 0,03 0,07 0,09
2
Bawang putih 0,18 -0,04 0,03 0,07
Daging Sapi 0,02 0,07 0,03 0,05 1
Bawang Merah 0,03 0,31 -0,17 0,15
Mi Goreng -0,04 0,02 0,07 -0,04 0

Cabai Rawit 0,01 0,07 0,15 -0,13


-1
Cabai Merah -0,05 0,32 0,41 -0,39
-2
Sumber: BPS, diolah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

VF tercatat inflasi sebesar 0,33% (ytd), lebih rendah 2014 2015 Historis 2011-2014

dibandingkan periode yang sama tahun lalu (2,22% ytd).


Sumber: BPS, diolah
Rendahnya inflasi kelompok VF pada semester pertama
2015 terutama didorong oleh melimpahnya panen aneka
cabai akibat cuaca yang mendukung serta adanya upaya di nusantara. Dengan adanya hubungan antarpelabuhan
khusus dari Pemerintah, terutama perluasan lahan laut tersebut maka akan tercipta kelancaran distribusi
pertanian. Pada paruh kedua 2015, lebih rendahnya inflasi barang hingga ke pelosok serta mengurangi disparitas
VF dibandingkan periode yang sama tahun lalu didorong harga antardaerah.Kementerian Perhubungan telah
oleh panen raya aneka cabai di luar pola musimannya, mengoperasikan tiga trayek dari enam trayek yang telah
koreksi harga daging dan telur ayam ras akibat ditetapkan atau diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal
melimpahnya pasokan, koreksi harga minyak goreng akibat Perhubungan Laut Nomor AL.108/6/2/DJPL-15 tentang
rendahnya harga CPO dunia serta terbatasnya inflasi beras jaringan trayek penyelenggaraan kewajiban pelayanan
di tengah El Nino kuat. publik untuk angkutan barang dalam rangka pelaksanaan
tol laut tahun anggaran 2015, sebagai berikut:
Peran Pemerintah dalam mengendalikan harga pangan
cukup signifikan. Pengendalian inflasi di bidang pangan a. Kode Trayek T-1: Tanjung Perak - Tual - Fak Fak - Kaimana
oleh Pemerintah diutamakan pada upaya stabilisasi - Timika - Kaimana - Fak Fak - Tual -Tanjug Perak.
harga pada bulan Ramadhan dan mitigasi dampak El (Dioperasikan oleh KM. Caraka Jaya Niaga III-32).
Nino kuat pada triwulan IV 2015. Upaya stabilisasi harga
pada bulan Ramadhan dilakukan melalui operasi pasar b. Kode Trayek T-4: Tanjung Priok - Biak - Serui - Nabire
komoditas pangan strategis, antara lain beras, daging, dan -Wasior - Manokwari - Wasior- Nabire - Serui - Biak
bawang. Sebagai upaya memitigasi dampak El Nino kuat, - Tanjung Priok. (Dioperasikan oleh KM. Caraka Jaya
Pemerintah memperkuat cadangan beras pemerintah NiagaIII - 22).
(CBP) antara lain melalui impor sebesar 700 ribu ton oleh
BULOG, penyaluran Beras Sejahtera (Rastra) ke-13 dan ke- c. Kode Trayek T-6: Tanjung Priok - Kijang - Natuna - Kijang
14, serta upaya khusus terkait perluasan lahan pertanian - Tanjung Priok. (Dioperasikan oleh KM. Caraka Jaya
dan perbaikan irigasi. Selain itu, deregulasi impor pangan NiagaIII - 4).
(daging sapi, hortikultura, jagung, dan kedelai) oleh
Pemerintah turut menjaga pasokan pangan dan stabilisasi Meskipun realisasi inflasi VF tahun ini rendah, namun
harga pangan nasional. pada bulan Desember sempat meningkat lebih tinggi
dari historisnya. Hal ini mengindikasikan bahwa berbagai
Kebijakan stabilisasi harga juga didukung oleh Program permasalahan struktural belum sepenuhnya teratasi
Tol Laut untuk mengurangi disparitas harga antar sehingga tantangan pengendalian inflasi ke depan masih
daerah. Pembangunan Tol Laut merupakan upaya tinggi. Pengembangan infrastruktur sektor pertanian
penyediaan jaringan angkutan laut secara tetap yang belum optimal serta terbatasnya instrumen
dan teratur melalui penyelenggaraan pelayanan kebijakan stabilisasi harga mendorong tingginya fluktuasi
angkutan laut (pola subsidi) dan didukung peningkatan harga komoditas pangan strategis antar waktu. Ditinjau
fasilitas kepelabuhanan. Program ini bertujuan untuk dari infrastruktur pertanian, pembangunan gudang
menghubungkan pelabuhan-pelabuhan besar yang ada penyimpanan hasil panen untuk komoditas strategis belum

LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015 Bab 6 97


optimal. Hal tersebut mendorong harga komoditas pangan Grafik 6.12. Perkembangan Inflasi AP
Grafik 6.15. Perkembangan Inflasi AP
melonjak ketika musim tanam dan jatuh ketika musim
panen tiba. Sementara, instrumen kebijakan stabilisasi Persen, mtm Persen, yoy
harga pangan masih terbatas pada penentuan Harga Pokok 10 20

Pembelian (HPP) beras, operasi pasar, dan pembagian 8 15


rastra. Patokan harga indikatif untuk komoditas cabai
6
merah, bawang merah, daging ayam, dan daging sapi 10

juga belum dapat secara optimal mengatasi gejolak harga 4


5
antarwaktu. 2
0
0

-2 -5

6.3. INFLASI ADMINISTERED PRICES (AP)


-4 -10
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2011 2012 2013 2014 2015
Rendahnya tekanan AP tahun 2015 terutama disebabkan
oleh menurunnya harga minyak dunia. Sejak awal 2015, Pertumbuhan Bulanan Pertumbuhanan Tahunan
Administered Prices Administered Prices (skala kanan)
Pemerintah mengimplementasikan kebijakan reformasi
Sumber: BPS, diolah
energi sebagai upaya untuk mendukung alokasi subsidi
yang lebih tepat sasaran (Gambar 6.1).8 Reformasi subsidi
energi tersebut mengaitkan harga jual bensin dan solar harga beberapa komoditas AP sepanjang tahun 2015 dapat
dengan harga Mean of Platts Singapore (MOPS) dan kurs.9 dilihat pada Tabel 6.4.
Demikian pula dengan perhitungan tarif adjustmen listrik
yang mengaitkan harga jual listrik dengan harga minyak Harga BBM mengalami deflasi (Grafik 6.16). Turunnya
Indonesian Crude Price (ICP), kurs, dan inflasi. Harga jual harga minyak dunia di awal tahun mendorong Pemerintah
LPG 12 kg juga sangat tergantung dengan harga gas dunia. untuk melakukan koreksi harga BBM sebanyak dua
Inflasi AP tercatat sebesar 0,39% (yoy), menurun tajam kali di Januari 2015. Pada 1 Januari 2015, Pemerintah
dibandingkan tahun lalu dan lebih rendah dibandingkan mengoreksi harga bensin Premium RON 88 sebesar Rp900/
historisnya empat tahun terakhir (Grafik 6.15). Perubahan liter dan Solar sebesar Rp250/liter. Pada 14 Januari 2015,

Gambar 6.1. Reformasi Subsidi di Bidang Energi

Premium Kebijakan Timeline


Market Price dengan mempertimbangkan kondisi 1 Jan 2015
ekonomi domestik
BBM Pertamax dan Pertalite
Market Price 19 Jan 2015
Solar
Fixed Subsidy: Rp1.000/L 1 Jan 2015

Subsidi Energi LPG 5,5 kg & 12 kg


Market Price 2015
LPG
LPG 3 kg
LPG 3 kg naik Rp 1.000 per kg 2016

TTL RT Market Price (>2.200 VA) 2014


TTL Market Price (1.300-2.200 VA) 2015
Pengurangan subsidi listrik 450VA-900VA 2016

Market Price (I3 dan I4) 2014


TTL Industri

8 Reformasi subsidi di bidang listrik diatur dalam Peraturan Menteri


ESDM No. 31 Tahun 2014. Sementara, reformasi subsidi di bidang
BBM tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM No.4 Tahun 2015 yang
diperbarui melalui Peraturan Menteri ESDM No.39 Tahun 2015.
9 Pemerintah masih memberikan subsidi pada harga solar sebesar
Rp1.000/liter dan pada minyak tanah yang harganya ditetapkan
sebesar Rp2.500/liter.

98 Bab 6 LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015


Tabel 6.4. Perubahan Beberapa AdministeredPrices Tahun 2015

Liquid Petrolium Tarif Angkutan


Bahan Bakar Rumah Tangga (BBM) Tarif Tenaga Listrik (TTL) Tarif Tol
Gas (LPG) Udara
1 Jan: Tariff
Adjustment
1 Jan: Koreksi 14 Jan: Koreksi
Listrik untuk
harga sebesar harga sebesar Tarif batas bawah
Sektor Industri,
Rp900/L untuk Rp1.000/L untuk angkutan udara
Januari Bisnis, Kantor
bensin RON 88 bensin RON 88 naik sebesar 10%
Pemerintahan,
dan Rp250/L untuk dan Rp850/L untuk dari sebelumnya.
dan Rumah Tangga
solar bersubsidi. solar bersubsidi.
dengan Daya
diatas 2200 VA.
Tarif listrik rumah
tangga dengan
daya di atas 2.200
VA turun dari
Februari
Rp1.496/kwh di
Januari menjadi
Rp1.468/kwh di
Februari.
Tarif listrik rumah
tangga dengan
28 Mar: Kenaikan 1 Mar: Kenaikan
1 Mar: Kenaikan daya di atas 2.200
harga sebesar harga LPG 12 kg
harga sebesar VA turun dari
Maret Rp500/L untuk sebesar Rp5.000/
Rp200/L untuk Rp1.468/kwh di
bensin RON 88 dan tabung atau
bensin RON 88. Januari menjadi
Solar Bersubsidi. Rp417/kg.
Rp1.426,6/kwh di
Februari.
Tarif listrik rumah
tangga dengan
daya di atas 2.200
VA turun dari
Agustus
Rp1.547,9/kwh
di Juli menjadi
Rp1.546,6/kwh di
Agustus.
4 Sept: Tarif batas
atas angkutan
Tarif listrik rumah
udara naik
tangga dengan
sebesar 10% dari 15 Sept: Koreksi
daya di atas 2.200
sebelumnya, harga LPG 12 kg
VA turun dari
September sementara tarif sebesar Rp6.000/
Rp1.546,6/kwh di
batas bawah tabung atau
Agustus menjadi
dikoreksi Rp500/kg.
Rp1.523,4/kwh di
sebesar 10%
September.
dari ketentuan
sebelumnya.
Tarif listrik rumah 7 Okt: Diskon tarif
tangga dengan listrik industri I3
daya di atas 2.200 dan I4 sebesar
9 Okt: Koreksi
VA turun dari 30% untuk
harga sebesar
Oktober Rp1.523,4/kwh pemakaian listrik
Rp200/L untuk
di September pada tengah
Solar Bersubsidi.
menjadi malam (23:00)
Rp1.507,3/kwh di hingga pagi hari
Oktober. (08:00).
1 Nov: Kenaikan
November tarif tol sebesar
rata-rata 15%.
1 Des: Tariff
Adjustment Listrik
Rumah Tangga Tarif listrik rumah
dg daya 1.300 tangga dengan
VA-2.200 VA. daya di atas 2.200
Tarif listrik rumah VA turun dari
Desember
tangga dengan Rp1.532,8/kwh di
daya 1.300 VA- November menjadi
2200 VA disesuikan Rp1.508,8/kwh di
dari Rp1.352/ Desember.
kwh menjadi
Rp1.508,8/kwh.

LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015 Bab 6 99


Grafik 6.13. Perkembangan Inflasi dan Sumbangan Inflasi Bensin Grafik 6.14. Perkembangan Inflasi dan Sumbangan Inflasi Listrik
Grafik 6.16. Perkembangan Inflasi dan Sumbangan InflasiBensin Grafik 6.17. Perkembangan Inflasi dan Sumbangan InflasiListrik

Persen Persen, yoy Persen Persen, yoy


0,6 50 0,17 30

0,4 40 0,14 25

0,2 30 0,11
20
0 20 0,08
15
-0,2 10 0,05
10
-0,4 0 0,02

-0,6 -10 -0,01 5

-0,8 -20 -0,04 0


1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2014 2015 2014 2015

Sumbangan Perubahan Harga Bensin (skala kanan) Sumbangan Perubahan Tarif Listrik (skala kanan)

Sumber: BPS, diolah Sumber: BPS, diolah

Pemerintah kembali mengoreksi harga bensin Premium secara bertahap yang sudah berlangsung sejak 2014.
RON 88 sebesar Rp1.000/liter dan solar sebesar Rp850/ Implikasinya, sumbangan inflasi listrik tahun 2015 sebesar
liter. Sejalan dengan dinamika harga minyak dunia dan 0,15%, lebih rendah dibandingkan tahun 2014 sebesar
nilai tukar, penyesuaian harga Premium RON 88 dan Solar 0,69% (Grafik 6.17).
kembali terjadi pada Maret dan Oktober 2015.10 Secara
keseluruhan, meskipun harga BBM sempat mengalami Ke depan, tantangan pengendalian inflasi AP relatif tinggi.
kenaikan pada bulan Maret, kebijakan pemerintah dalam Tingginya tantangan pengendalian AP bersumber dari
mengelola tarif angkutan mampu menekan gejolak risiko peningkatan harga minyak dunia serta pelemahan
dampak lanjutan kenaikan BBM.11 kurs. Di samping hal tersebut, rencana pemerintah untuk
melakukan penyesuaian harga LPG 3 kg dan pengalihan
Disamping itu, inflasi listrik tercatat rendah. Rendahnya pelanggan listrik dengan daya 900 VA ke 1300 VA
inflasi listrik ini seiring dengan turunnya harga minyak turut meningkatkan tekanan inflasi AP. Oleh sebab itu,
dunia. Hal ini mengingat salah satu faktor yang koordinasi pengendalian inflasi antara Bank Indonesia
memengaruhi tariff adjustment adalah harga minyak dan Pemerintah perlu diperkokoh untuk menjaga tingkat
ICP, selain nilai tukar dan inflasi. Selama tahun 2015 inflasi yang telah ditetapkan. Koordinasi terkait besaran
tarif listrik tercatat mengalami koreksi sebanyak enam dan waktu implementasi penyesuaian harga energi
kali.12 Rendahnya fluktuasi inflasi listrik dari kebijakan penting untuk dilakukan sebagai upaya pengendalian
tersebut juga didorong oleh penyesuaian tarif listrik inflasi AP.

10 Pada 1 Maret 2015, Pemerintah menaikkan Premum RON 88 sebesar


Rp200/liter dan pada 15 Maret 2015 kembali menaikkan harga
Premium RON 88 dan Solar sebesar Rp500/liter. Pada Oktober 2015,
melalui Paket Kebijakan Ekonomi jIlid III, Pemerintah mengoreksi
harga Solar sebesar Rp200/liter.
11 Untuk menjaga dampak lanjutan penyesuaian harga BBM terhadap
tarif angkutan, Pemerintah mengesahkan Permenhub No. 31 Tahun
2015 pada 10 Februari 2015. Dalam peraturan tersebut dipaparkan
bahwa penyesuaian tarif angkutan diperbolehkan ketika penyesuaian
harga energi menyebabkan perubahan biaya pokok angkutan sebesar
20%. Salah satu komponen pembentuk biaya pokok tarif angkutan
adalah harga solar. Komponen solar berkontribusi sekitar 39%
terhadap pembentukan biaya pokok angkutan. Sepanjang tahun
2015, kenaikan harga Solar tertinggi terjadi pada 28 Maret 2015. Pada
saat itu, harga solar meningkat dari Rp6.400/liter menjadi Rp6.900/
liter atau meningkat sebesar 7,8% sehingga dampaknya terhadap
perubahan biaya pokok angkutan kurang dari 20%.
12 Tarif listrik mengalami enam kali koreksi, yaitu pada bulan Februari,
Maret, Agustus, September, Oktober, dan Desember.

100 Bab 6 LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015


Kebijakan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan

Bab 6 Uang Rupiah


Keterangan gambar:
Pada tahun 2015, harga
komoditas global yang rendah
menyebabkan penerimaan
negara menurun tajam. Di sisi
lain, Pemerintah tetap aktif
melakukan belanja, khususnya
infrastruktur, sebagai upaya
kontrasiklikal terhadap
perlambatan ekonomi.
Namun demikian, defisit
APBN 2015 berhasil dijaga
tetap di bawah 3% PDB.
Fiskal
Bab 7
Pada tahun 2015, defisit APBN-P mampu dipertahankan pada
level 2,5% dari PDB di tengah perlambatan ekonomi domestik
dan penurunan harga komoditas. Meningkatnya defisit tersebut
bersumber dari penerimaan dalam negeri yang lebih rendah dari
target di tengah upaya pemerintah mendorong stimulus fiskal.
Meskipun stimulus fiskal sempat terhambat pada paruh pertama
2015, belanja pemerintah meningkat pesat pada paruh kedua
Keterangan gambar: 2015. Peningkatan belanja pemerintah, terutama belanja modal,
Dinamika perekonomian global pada tahun
2014 diwarnai oleh divergensi dalam pada paruh kedua 2015 tersebut mampu mendorong momentum
kebijakan moneter yang ditempuh oleh
negara-negara maju. Kebijakan moneter pertumbuhan ekonomi domestik.
di AS bersiap untuk mengetat sementara
kebijakan moneter di Eropa dan Jepang
masih cenderung akomodatif.
Di tengah tekanan terhadap perekonomian, Pemerintah tahun 2015 secara signifikan dipengaruhi oleh kebijakan
masih dapat menopang perekonomian dengan tetap pengurangan subsidi energi. Sepanjang tahun 2015, subsidi
menjaga defisit di bawah 3% PDB. Penurunan harga BBM turun sebesar 74,7% dari Rp240,0 triliun pada tahun
komoditas yang terjadi sejak tahun 2011 menyebabkan 2014 menjadi Rp60,8 triliun dan subsidi listrik turun 42,7%
peran pajak semakin signifikan dalam penerimaan negara. dari Rp101,8 triliun menjadi Rp58,3 triliun. Penurunan
Perlambatan ekonomi dan masalah dalam kepatuhan subsidi energi tersebut menyediakan ruang fiskal yang
pajak menyebabkan penerimaan pajak tidak dapat cukup besar jika penerimaan tidak mengalami penurunan.
mencapai target APBN-P yang ditetapkan tumbuh tinggi. Penyerapan stimulus fiskal yang masih terbatas sepanjang
Menyadari pentingnya belanja pemerintah sebagai upaya tahun 2015 juga nampak dipengaruhi oleh faktor-faktor
kontrasiklikal dalam perekonomian, Pemerintah memilih kelembagaan yang membutuhkan peningkatan kapasitas
konsekuensi pelebaran defisit menjadi 2,5% PDB dari kelembagaan.
1,9% PDB dalam APBN-P. Dengan perkiraan realisasi fiskal
daerah yang masih surplus sebesar 0,2% PDB, keseluruhan Realisasi asumsi makro yang cukup berbeda dari asumsi
defisit menjadi lebih rendah dari 2,5% PDB.1 Defisit pada APBN-P 2015 menjadi penyebab utama dari tidak
tersebut cukup jauh di bawah batas maksimum defisit yang tercapainya target penerimaan pemerintah (Tabel 7.1).
ditetapkan Undang-Undang Keuangan Negara sebesar Pendapatan negara mencatat kontraksi 3,0% terutama
3%PDB. dipengaruhi oleh penurunan Penerimaan Negara Bukan
Pajak (PNBP) sebesar 36,3% (Tabel 7.2). Penurunan ini
Stimulus fiskal sepanjang tahun 2015 diberikan melalui terkait dengan harga minyak serta lifting minyak dan
sisi penerimaan maupun belanja pemerintah. Dari sisi gas bumi yang lebih rendah dari asumsi. Sementara,
penerimaan, stimulus diberikan dalam berbagai bentuk penerimaan pajak pada tahun 2015 masih mampu tumbuh
insentif pajak yang ditujukan untuk memperkuat konsumsi positif sebesar 8,2%, lebih tinggi dibandingkan tahun 2014
maupun insentif dalam berinvestasi, misalnya melalui sebesar 6,5%. Namun demikian, dengan target pajak pada
peningkatan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dari APBN-P 2015 yang tinggi, pajak hanya dapat mencapai
Rp24 juta per Orang Pribadi (OP) menjadi Rp36 juta per 83,3% dari target (tax shortfall sekitar Rp250 triliun), lebih
OP. Stimulus dari sisi belanja diberikan terutama dalam rendah dibandingkan capaian tahun 2014 sebesar 92,0%
bentuk belanja yang bersifat produktif seperti peningkatan dari target (Tabel 7.3). Penerimaan pajak yang kurang
belanja modal dan pemberian subsidi bunga Kredit Usaha optimal ditengarai juga dipengaruhi oleh melemahnya
Rakyat (KUR). Realisasi belanja modal meningkat 43,1% kondisi makro dan penurunan kepatuhan wajib pajak.
dari Rp147,3 triliun menjadi Rp209,0 triliun. Peningkatan Kondisi ini berdampak pada tax ratio Pemerintah Pusat
ini jauh lebih tinggi dibandingkan realisasi tahun lalu yang yang menurun dari 10,9% pada tahun 2014 menjadi 10,7%
tumbuh negatif sebesar 19,4%. Sementara, suku bunga pada tahun 2015.
KUR disubsidi sebesar 10% sehingga suku bunga KUR dapat
turun dari 22% menjadi 12% pada tahun 2015. Di tengah Pada sisi belanja, masalah administratif dan kendala
keterbatasan penerimaan, ruang stimulus fiskal pada struktural menyebabkan efek pengganda stimulus fiskal

Tabel 7.1. Asumsi Makro

2014 2015
Asumsi Makro
APBN APBN-P Realisasi APBN APBN-P Realisasi*
Pertumbuhan Ekonomi y.o.y (%) 6,0 5,5 5,0 5,8 5,7 4,8
Inflasi y.o.y (%) 5,5 5,3 8,4 4,4 5,0 3,4
Nilai Tukar (rupiah terhadap dolar AS) 10.500 11.600 11.870 11.900 12.500 13.392
Rata-rata Suku Bunga SPN 3 bulan (% per tahun) 5,5 6,0 5,8 6,0 6,2 5,97
Harga Minyak Internasional-ICP (dolar AS per barel) 105 105 97 105 60 49,2
Lifting Minyak Indonesia (ribu barel per hari) 870 818 794 900 825 777,6
Lifting Gas Indonesia (ribu barel setara minyak per hari) 1.240 1.224 1.221 1.248 1.221 1.195

Sumber: LKPP 2014 dan *)Siaran Pers Kementerian Keuangan pada tanggal 22 Januari 2016

1 Perkiraan Bank Indonesia.

104 Bab 7 LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015


ditengarai masih belum optimal. Peralihan administrasi tambahan pembiayaan tersebut sempat menimbulkan
pemerintahan antara lain terkait penyesuaian nomenklatur gejolak dalam likuiditas perbankan, terutama pada
anggaran kementerian/lembaga menyebabkan penyaluran bulan Desember. Berbeda dengan pola pada tahun-
belanja, khususnya belanja infrastruktur, baru mulai tahun sebelumnya, pada bulan Desember 2015, operasi
efektif pada triwulan III 2015. Selain itu, berbagai kendala keuangan pemerintah berdampak kontraksi terhadap
klasik infrastruktur seperti pembebasan lahan dan likuiditas perbankan, meskipun untuk keseluruhan tahun
masalah perijinan juga masih menghambat kemajuan 2015 masih berdampak ekspansi. Perubahan ini sempat
pembangunan. Hal serupa juga terjadi dalam penyaluran menyebabkan peningkatan signifikan kebutuhan likuiditas
KUR yang masih di bawah target karena waktu penyaluran yang tercermin dari kenaikan suku bunga di Pasar Uang
yang baru dimulai pada semester II 2015. Berbagai kendala Antar Bank (PUAB). Akibat berbagai upaya antisipasi
dalam penyaluran stimulus fiskal tersebut serta kondisi pelebaran defisit dimaksud, pada akhir tahun transaksi
ekonomi global yang masih lemah ditengarai menyebabkan Pemerintah masih menghasilkan Sisa Lebih Perhitungan
swasta masih menunjukkan sikap wait and see yang cukup Anggaran (SiLPA) sebesar Rp26,1 triliun pada akhir tahun
persisten sepanjang tahun 2015. (Tabel7.2).

Realisasi defisit yang lebih tinggi dari target APBN-P


2015 menyebabkan peningkatan signifikan kebutuhan 7.1. PENDAPATAN NEGARA
pembiayaan, terutama pada paruh kedua tahun 2015.
Defisit yang melebar hingga menjadi sebesar Rp292,1 Perlambatan ekonomi global, penurunan lifting dan
triliun dibiayai dengan penerbitan tambahan Surat koreksi harga komoditas yang belum dapat diimbangi
Berharga Negara (SBN) sebesar Rp416 triliun, pinjaman oleh peningkatan pajak merupakan penyebab tidak
program dan pinjaman siaga sehingga berdampak pada tercapainya target penerimaan Pemerintah. Penerimaan
peningkatan rasio utang menjadi sekitar 26% PDB. Upaya negara hanya mencapai 85,4% dari target APBN-P, cukup
antisipasi pemerintah dalam memenuhi kebutuhan rendah dibandingkan dengan capaian tahun 2014 sebesar

Tabel 7.2. Realisasi Pendapatan dan Belanja Negara 2014-2015

APBN-P APBN-P
Realisasi 2014 Realisasi 2015*
2014 2015
Rincian
Triliun Triliun % Triliun Triliun %
%PDB** %yoy %PDB** %yoy
Rp Rp APBN-P Rp Rp APBN-P
A. Pendapatan Negara dan Hibah 1.635,4 1.550,5 14,7 7,8 94,8 1.761,7 1.504,5 13,0 -3,0 85,4
I. Penerimaan Dalam Negeri 1.633,1 1.545,5 14,7 7,9 94,6 1.758,4 1.494,1 12,9 -3,3 85,0
1. Penerimaan Perpajakan 1.246,1 1.146,9 10,9 6,5 92,0 1.489,3 1.240,4 10,7 8,2 83,3
- Pajak Dalam Negeri 1.189,8 1.103,2 10,5 7,1 92,7 1.440,0 1.206 10,4 9,3 83,7
- Pajak Perdagangan Internasional 56,3 43,6 0,4 -8,0 77,6 49,3 35 0,3 -20,0 70,8
2. Penerimaan Negara Bukan Pajak 386,9 398,6 3,8 12,4 103,0 269,1 253,7 2,2 -36,4 94,3
II. Hibah 2,3 5,0 0,0 -26,3 216,5 3,3 10,4 0,1 105,6 313,6
B. Belanja Negara 1.876,8 1.777,2 16,9 7,7 94,7 1.984,1 1.796,6 15,6 1,1 90,5
I. Belanja Pemerintah Pusat 1.280,3 1.203,6 11,4 5,8 94,0 1.319,5 1.173,6 10,2 -2,5 88,9
1. Belanja K/L 678,1 626,4 5,9 13,1 92,4 795,5 724,7 6,3 15,7 91,1
2. Belanja Non K/L 602,2 577,2 5,5 -1,1 95,8 524,1 448,9 3,9 -22,2 85,7
II. Transfer Ke Daerah dan Dana Desa 596,5 573,7 5,4 11,8 96,2 664,6 623,0 5,4 8,6 93,7
1. Transfer ke Daerah 596,5 573,7 5,4 11,8 96,2 664,6 623,0 5,4 8,6 93,7
2. Dana Desa - 0,0 - - - 20,8 20,8 0,2 - 100,0
C. Keseimbangan Primer (106,0) -93,3 -0,9 -5,3 88,0 (66,7) -136 -1,2 45,9 204,0
D. Surplus/Defisit Anggaran (241,5) -226,7 -2,2 7,2 93,9 (222,5) -292 -2,5 28,9 131,3
E. Pembiayaan 241,5 248,9 2,4 5,1 103,1 267,0 329 2,9 32,3 123,4
I. Pembiayaan Dalam Negeri 254,9 261,2 2,5 7,6 102,5 287,0 307 2,7 17,7 107,1
II. Pembiayaan Luar Negeri (neto) (13,4) -12,3 -0,1 112,4 92,0 (20,0) 10 0,1 10,1 -52,0

Sumber: Kementerian Keuangan, *)Berdasarkan realisasi update per 22 Januari 2016, **) Didasarkan pada nominal PDB dengan tahun dasar 2010

LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015 Bab 7 105


Grafik 7.1.
Grafik 7.1. CapaianCapaian Komponen
Komponen Penerimaan
Penerimaan Pajak target
Pajak terhadap terhadap
APBN-P
Tabel 7.3. Perkiraan Shortfall Pajak
Target APBN-P

% APBN-P
Nama Lembaga Shortfall Pajak
120
World Bank Rp 296 triliun
100
IMF Rp 235 triliun
80 Center for Indonesia Taxation Analysis Rp 250 triliun

60 *) Total shortfall pajak termasuk bea cukai


Sumber: http://finansial.bisnis.com
40

20
target tersebut, rasio pajak pemerintah ditargetkan
0 meningkat 2% PDB dari 10,9% pada 2014 menjadi 12,9%
Pajak PNBP Total Penerimaan & Hibah
pada 2015. Beberapa pengamat menilai bahwa target
2010 2011 2012 2013 2014 2015*
pajak tersebut terlalu tinggi di tengah perlambatan
*Data per 22 Januari 2016
ekonomi yang sedang terjadi (Tabel 7.3).
Sumber: Kementerian Keuangan, diolah

Pemerintah melakukan serangkaian kebijakan dalam


94,8% dan terkontraksi 3,0% dibandingkan periode yang rangka mengantisipasi kecenderungan penurunan rasio
sama tahun lalu (Grafik 7.1). Perkembangan ini terutama pajak terhadap PDB dan sejalan dengan pencanangan
disebabkan oleh harga komoditas yang menurun dan tahun 2015 sebagai tahun Pembinaan Wajib Pajak.
kondisi ekonomi global yang masih lemah sehingga Kebijakan tersebut antara lain berupa kebijakan
berdampak pada PNBP yang turun signifikan. Penurunan keringanan sanksi perpajakan melalui Peraturan Menteri
tersebut terutama disebabkan oleh penerimaan sumber Keuangan Nomor 91/PMK.03/2015 tentang Pengurangan
daya alam yang mencatat pertumbuhan negatif 57,5% atau Penghapusan Sanksi Administrasi Atas Keterlambatan
(Grafik 7.2). Penyampaian Surat Pemberitahuan, Pembetulan Surat
Pemberitahuan, dan Keterlambatan Pembayaran atau
Penurunan PNBP belum dapat diimbangi oleh peningkatan Penyetoran Pajak. Aturan tersebut merupakan sarana
penerimaan pajak. Pertumbuhan penerimaan pajak legal untuk memberikan insentif penghapusan sanksi
sebesar 8,2% pada tahun 2015 sejalan dengan realisasi administrasi jika Wajib Pajak melakukan koreksi Surat
pertumbuhan ekonomi sebesar 4,79% dan inflasi sebesar Pemberitahuan (SPT). Selain itu, Pemerintah juga
3,35%. Namun, dengan target penerimaan pajak yang melakukan beberapa upaya penegakan hukum antara lain
tinggi sebesar Rp1.489,3 triliun, realisasi pajak tersebut melalui gijzeling atau hukum paksa badan bagi Wajib Pajak
hanya mencapai 83,3% dari target, lebih rendah dari yang belum membayar kewajiban pajaknya. Pemerintah
capaian tahun lalu sebesar 92% dari target APBN-P. Dengan juga mengeluarkan kebijakan reinventing policy antara lain

Grafik 7.2.
Grafik 7.2. Perbandingan
Perbandingan
CapaianPertumbuhan Tahunan Komponen
Komponen Penerimaan Pajak Grafik 7.3. Perbandingan Komposisi Pajak Dalam Negri
Grafik 7.3. Perbandingan Komposisi Pajak Dalam Negeri
Penerimaan Pajak

Persen, yoy Persen Pajak Dalam Negri


100 100

80
80
60

40
60
20

00 40
2010 2011 2012 2013 2014 2015
-20
20
-40

-60 0
-80 2010 2011 2012 2013 2014 2015
PPh Migas PPN Cukai PNBP SDA Migas
PPh Non Migas PBB Pajak Perdagangan Internasional PPh Migas PPh Non Migas PPN dan PPNBm PBB Cukai

Sumber: Kementerian Keuangan, diolah berdasarkan LKPP dan Keterangan Pers Realisasi Sumber: Kementerian Keuangan, diolah dari LKPP dan Keterangan Pers Realisasi
Sementara 2015 update 22 Januari 2015 Sementara 2015 update 22 Januari 2016

106 Bab 7 LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015


Grafik 7.5 Komposisi Penerimaan Pajak dalam Negeri per Grafik 7.6. Capaian Realisasi APBN-P 2015
Grafik
31 7.4. 2015Perkembangan Tax Ratio
Desember Grafik 7.5. Capaian Realisasi APBN-P 2015

Persen Triliun rupiah Persen


13 2.000 150
1.800
13
1.600 100

12 1.400
1.200 50
12 1.000
800 0
11
600

11 400 -50
200
10 0 -100
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Penerimaan Pajak PNBP Belanja Belanja Belanja Belanja Belanja Transfer Pembiayaan
Pempus K/L Non K/L Modal ke Daerah

APBN-P Realisasi % capaian terhadap APBN-P (skala kanan)

Sumber: Indikator Terkini Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan, diolah dari Sumber: Kementerian Keuangan, diolah berdasarkan realisasi sementara 31 Desember
Keterangan Pers Realisasi Sementara 2015 update 22 Januari 2016 2015 update 22 Januari 2016

pemberian insentif untuk perusahaan yang mendaftarkan negara tersebut mencapai 90,5% dari pagu APBN-P
revaluasi asset pada tahun 2015. Kebijakan ini mampu dengan capaian belanja pemerintah pusat sebesar 88,9%
menghasilkan penerimaan pajak sebesar Rp20,1 triliun. dari target APBN-P (Grafik 7.5 dan Grafik 7.6). Hal ini
Dengan berbagai kebijakan tersebut, Pajak Penghasilan terutama disebabkan oleh penyerapan yang terhambat
(PPh) Nonmigas mencatatkan capaian yang lebih baik akibat masalah nomenklatur sepanjang Semester I 2015.
dibandingkan jenis penerimaan negara lainnya. Meskipun APBN-P 2015 telah disetujui pada bulan Februari
2015, namun permasalahan akibat perubahan nomeklatur
Ditinjau dari komposisinya, penerimaan PPh Nonmigas kementerian/lembaga (K/L) serta persiapan Idul Fitri
memberikan kontribusi terbesar terhadap penerimaan menyebabkan penyerapan belanja baru benar-benar
pajak dalam negeri. Porsi PPh Nonmigas mencapai efektif setelah memasuki Semester II 2015.
45,8% dari seluruh penerimaan pajak dalam negeri,
diikuti dengan penerimaan Pajak Pertambahan Secara keseluruhan, penyerapan belanja K/L mencapai
Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah 91,1% sementara penyerapan belanja non K/L mencapai
(PPnBM) sebesar 35,1% (Grafik 7.3). Porsi tersebut 85,7% (Grafik 7.7). Realisasi belanja K/L tumbuh 15,6%,
sedikit meningkat dari 41,6% pada tahun 2014 karena meningkat dibandingkan tahun 2014 sebesar 13,1%.
penurunan dari penerimaan PPh Migas. Secara nominal, Sementara,kontraksi belanja non K/L mencapai 19,8%,
PPh Nonmigas meningkat 20,5% (yoy), sementara total lebih dalam dibandingkan kontraksi tahun 2014 sebesar
PPN dan PPnBM mencatat kontraksi sebesar 0,1% (yoy),
terutama dipengaruhi penurunan PPN Impor. Penurunan
penerimaan PPN dan PPnBM tersebut merefleksikan Grafik 7.7 Pencapaian Belanja Negara
Grafik 7.6. Pencapaian Belanja Negara
kegiatan ekonomi yang melambat. Realisasi PPh Migas
mengalami penurunan signifikan sebesar 43,2%, sejalan Persen APBN-P
dengan penurunan harga dan lifting minyak. Dengan 120
perkembangan tersebut, tax ratio Pemerintah Pusat tahun
2015 tercatat sebesar 10,7%, lebih rendah dibandingkan 100

tax ratio tahun 2014 sebesar 10,9% (Grafik 7.4).2 80

60

7.2. BELANJA NEGARA 40

20
Capaian belanja negara pada tahun 2015 lebih rendah
0
dari capaian tahun 2014 dan 2013. Capaian belanja Belanja Pemerintah Pusat Transfer ke Daerah Belanja Negara
dan Dana Desa

2010 2011 2012 2013 2014 2015

2 Merupakan tax ratio dalam arti sempit yaitu rasio pajak Pemerintah Sumber: Kementerian Keuangan, diolah dari LKPP dan Keterangan Pers Realisasi
Sementara 2015 update 22 Januari 2016
Pusat terhadap PDB.

LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015 Bab 7 107


Grafik 7.9 Serapan Belanja K/L dan Non K/L Realisasi belanja modal pada tahun 2015 tumbuh 41,9%
Grafik 7.7. Serapan Belanja K/L dan Non K/L
(yoy), meskipun hanya mencapai 75,8% dari target
Persen serapan
APBN-P. Pertumbuhan belanja modal yang cukup tinggi ini
120
didorong oleh akselerasi pelaksanaan proyek infrastruktur
pemerintah, khususnya dari Kementerian Pekerjaan
100
Umum dan Perumahan Rakyat. Akselerasi belanja modal
80 tersebut menjadi motor utama bagi peningkatan investasi,
terutama investasi bangunan pada triwulan III dan IV
60
2015, di tengah sikap wait and see yang masih ditunjukkan
40 olehswasta.

20
Realisasi Bantuan Sosial sedikit menurun sebesar 0,9%
0 (yoy) dengan serapan terhadap target mencapai 90,1%
Belanja K/L Belanja non K/L Belanja Pemerintah Pusat
dari APBN-P. Hal ini sejalan dengan semangat realokasi
2010 2011 2012 2013 2014 2015*
* Data per 22 Januari 2016 subsidi kepada belanja yang mendukung kebijakan
Sumber: Kementerian Keuangan, diolah dari Keterangan Pers Realisasi Sementara 2015 pemerintah terkait penguatan program perlindungan
update 22 Januari 2016
sosial dan percepatan penanggulangan kemiskinan untuk
mengurangi kesenjangan antarkelompok pendapatan.
1,1%. Pergeseran komponen belanja K/L dan nonK/L Upaya yang ditempuh antara lain (i) pelaksanaan Program
tersebut mencerminkan realokasi belanja yang terus Simpanan Keluarga Sejahtera (PSKS) melalui Kartu Keluarga
berlanjut, terlihat dari kebijakan pemerintah untuk Sejahtera (KKS) yang menyasar Rumah Tangga Sasaran
melakukan realokasi belanja dari subsidi energi ke jenis (RTS) termasuk untuk Penyandang Masalah Kesejahteraan
belanja yang lebih produktif seperti belanja modal. Sosial (PMKS), (ii) bantuan stimulan untuk pengembangan
usaha ekonomi produktif, dan (iii) pelaksanaan Program
Kontraksi belanja pemerintah pusat pada tahun 2015 Keluarga Harapan (PKH) dengan sasaran Keluarga Sangat
terutama disebabkan oleh penurunan subsidi. Subsidi Miskin(KSM).
mengalami penurunan 52,6% dibandingkan realisasi tahun
lalu yang sebagian besar disumbang oleh penurunan
subsidi energi. Subsidi energi mengalami penurunan 7.3. PEMBIAYAAN
sebesar Rp222,7 triliun, dari Rp341,8 triliun menjadi
Rp119,1 triliun, dengan penurunan terbesar berasal dari Shortfall pajak yang cukup besar berdampak pada
penghematan subsidi BBM, LPG, dan BBN. Subsidi BBM, peningkatan pembiayaan. Pemenuhan tambahan defisit
LPG, dan BBN mengalami penurunan sebesar 74,7% dari tersebut selanjutnya dipenuhi melalui peningkatan
Rp240,0 triliun pada tahun 2014 menjadi Rp60,8 triliun penerbitan SBN maupun pinjaman. Dalam keterangan pers
pada tahun 2015. Penurunan tersebut terkait dengan Kementerian Keuangan tanggal 22 Januari 2016, realisasi
kebijakan pemerintah untuk menghapuskan subsidi untuk defisit pada 31 Desember 2015 mencapai Rp292,1 triliun
bahan bakar Premium dan menetapkan subsidi tetap atau sebesar 2,5% PDB. Dengan perkembangan tersebut,
Rp1.000 per liter untuk bahan bakar Solar. Adapun subsidi realisasi pembiayaan fiskal tahun 2015 mencapai Rp318,1
listrik turun sebesar 42,7% dari Rp101,8 triliun pada tahun triliun, meningkat sebesar 34% (yoy) dan melampaui
2014 menjadi Rp58,3 triliun pada tahun 2015. target sebesar 43,0%. Pembiayaan dalam negeri
meningkat 23,4% dan melampaui target sebesar 22,9%
Penghematan subsidi belum dapat diserap secara sementara pembiayaan luar negeri mencapai neto positif
optimal oleh belanja pemerintah pusat lainnya. Meskipun Rp20,0 triliun, dari rencana awal capaian negatif (net
demikian, adanya perubahan dalam nomenklatur bayar) Rp20,0 triliun. Pelampauan pembiayaan tersebut
kementerian/lembaga menyebabkan realisasi belanja menghasilkan SiLPA sebesar Rp26,1 triliun. Peningkatan
modal dan belanja barang pemerintah baru menunjukkan defisit tersebut masih lebih rendah dibandingkan dengan
peningkatan signifikan memasuki triwulan III 2015. beberapa negara-negara lain seperti Amerika Serikat,
Realisasi belanja barang dan modal pada triwulan III Jepang, Brazil, dan Inggris (Grafik 7.8). Secara keseluruhan,
masing-masing tumbuh 34,8% (yoy) dan 58,7% (yoy). dengan perkiraan total realisasi APBD mencatatkan surplus
Peningkatan belanja tersebut berlanjut pada triwulan IV 0,2% PDB, defisit total masih mencatatkan defisit yang
seperti terlihat pada pertumbuhan belanja barang dan cukup jauh di bawah batas defisit dalam UU No.17 tahun
modal yang tercatat tinggi masing-masing sebesar 56,1% 2003 tentang Keuangan Negara sebesar maksimum 3%
(yoy) dan 50,4% (yoy). dari PDB (Grafik 7.9).

108 Bab 7 LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015


Grafik 7.10 Tren defisit fiskal di beberapa negara Grafik 7.12. Komposisi Denominasi SBN
Grafik 7.8. Tren Defisit Fiskal di Beberapa Negara Grafik 7.10. Komposisi Denominasi SBN

Persen serapan Persen


1% 1% 1% 1% 1% 1%
40 100 2% 2% 2% 2% 1% 1%
4% 3% 3% 3% 3% 3%
90 12%
9% 8%
20 17% 14%
18%
80
0
70 29% 31%
22% 24% 29%
-20 21%
60
-40
50
-60
40
-80 30
54% 55% 56% 53% 57% 56%
-100 20

-120 10

-140
0
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2010 2011 2012 2013 2014 2015*)

Brazil Tiongkok Indonesia Jepang


IDR USD JPY EUR SDR AUD
Rusia Meksiko Inggris Amerika Serikat
Sumber: International Monetary Fund, World Economic Outlook Database, Oktober 2015 Sumber: Prol Utang Pemerintah Pusat Januari 2016, Direktorat Jenderal Pengelolaan
dan Kementerian Keuangan Pembiayaan Risiko Kementerian Keuangan

Guna memenuhi kebutuhan pembiayaannya, Pemerintah pusat terhadap PDB pada posisi 31 Desember 2015
kembali menerapkan strategi front loading. Secara sebesar 26,8% dari PDB, sedikit meningkat dibandingkan
keseluruhan, penerbitan SBN neto sepanjang tahun tahun 2014 yang sebesar 24,7% (Grafik 7.12). Tingkat
2015 mencapai Rp361,6 triliun (Grafik 7.10). Porsi utang rasio tersebut masih di bawah batasan maksimal rasio
pemerintah pusat yang berasal dari SBN meningkat dari utang dalam UU No.17 tahun 2003 tentang Keuangan
74,2% pada tahun 2014 menjadi 75,7% dengan porsi SBN Negara sebesar 60% dari PDB, dan lebih baik dari negara-
berdenominasi rupiah yang sedikit turun dibandingkan negaralain.
tahun 2014, yaitu menjadi 56% dari sebelumnya 57%.
Porsi SBN dalam mata uang asing meningkat sejalan upaya Dalam rangka akselerasi program-program APBN 2016,
Pemerintah untuk melakukan diversifikasi antara lain Pemerintah melakukan prefunding APBN 2016. Pada bulan
dalam bentuk penerbitan Samurai Bonds. Imbal hasil SBN Desember 2015, Pemerintah telah menerbitkan Global
meningkat untuk berbagai tenor dibandingkan tahun 2014 Bond sebesar 3,5 miliar dolar AS dan Private Placement
(Grafik 7.11). sebesar Rp15 triliun, sehingga total prefunding yang
diperoleh sekitar Rp63 triliun atau setara dengan 12% dari
Realisasi pembiayaan berdampak pada peningkatan rencana penerbitan SBN bruto 2016. Upaya menyediakan
rasio utang pemerintah, meskipun masih jauh dari batas pembiayaan yang lebih cepat untuk belanja di tahun
maksimal sebesar 60% PDB. Rasio Utang pemerintah 2016 yang disertai dengan peningkatan penerimaan pajak

Grafik 7.11. Perkiraan Defisit Agregat Pemerintah Grafik 7.13. Imbal Hasil SBN
Grafik 7.9. Perkiraan Defisit Agregat Pemerintah Grafik 7.11. Imbal Hasil SBN

Persen PDB Persen PDB Persen


0,5 1,0 10

0,5
0 9
0
-0,5 8
0,5

7
-1 -1

-1,5 6
-1,5
-2
5
-2
-2,5
4
-2,5 -3 1Y 2Y 3Y 4Y 5Y 6Y 7Y 10Y 15Y 20Y 30Y
Surplus Pemerintah Daerah (skala kanan) Desit Pemerintah Pusat (skala kanan)
Total Desit Des-15 Des-14 Des-13 Des-12 Des-11 Des-10

Sumber: Diolah berdasarkan LKPP dan Proyeksi Realisasi Sementara 31 Desember 2015 Siaran Sumber: Prol Utang Pemerintah Pusat Februari 2016, Direktorat Jenderal Pengelolaan
Pers update 22 Januari 2015, Surplus Pemerintah Daerah adalah perkiraan sementara Pembiayaan Risiko Kementerian Keuangan

LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015 Bab 7 109


Grafik 1.2. Paste Judul di Sini
Grafik 7.12. Porsi Utang Pemerintah terhadap PDB Tabel 7.4. Net Claims on Government (NCG) 2013-2015

Triliun rupiah Persen dalam miliar Rp


3.500 27 28
25 25 3099 Keterangan Des-13 Des-14 Des-15 Total 2015
23 23
3.000 23
2375 2609 Total Inflow 152.410 170.068 278.153 1.846.178
2.500
18 Total Outflow 221.605 173.383 230.686 1.993.973
1978
2.000 1809 Net Kontraksi/
13 -69.195 -3.315 47.467 -147.794
1.500
(Ekspansi) Rupiah
08 Kumulatif YTD -193.711 -170.790 -147.794
1.000 2347
1188 1661 1931
1361
500 03
621 617 714 678 752
0 -02
2011 2012 2013 2014 2015* berdampak ekspansi sejalan dengan belanja pemerintah
Pinjaman SBN Total Utang Pertumbuhan Total Utang
(yoy, skala kanan)
yang meningkat. Namun, pada bulan Desember 2015,
Rasio Total Utang terhadap PDB (skala kanan)
*) Berdasarkan angka realisasi sementara APBN-P 2015 kebijakan prefunding dan peningkatan pajak yang
Sumber: Kementerian Keuangan, diolah berdasarkan LKPP dan Keterangan Pers Realisasi signifikan berdampak pada kontraksi likuiditas. Hal ini
Sementara 2015 update 22 Januari 2015
menyebabkan net ekspansi likuiditas pemerintah untuk
keseluruhan tahun 2015 mengalami penurunan di tengah
sepanjang Desember 2015 berdampak pada perubahan peningkatan nominal defisit dibandingkan tahun-tahun
pola likuiditas perbankan. Berdasarkan pola historis, sebelumnya (Tabel 7.4). Perubahan ini cukup berdampak
operasi keuangan pemerintah pada bulan Desember akan terhadap likuiditas perbankan pada Desember 2015.

110 Bab 7 LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015


Keterangan gambar:
Seiring meningkatnya
ketidakpastian di pasar
keuangan global, kinerja pasar
saham dan pasar obligasi
domestik mengalami tekanan.
Namun demikian, stabilitas
sistem keuangan secara
umum tetap terkendali.
Sistem Keuangan
Bab 8
Stabilitas sistem keuangan masih terkendali dengan baik di tengah
tekanan yang meningkat. Belum pulihnya perekonomian domestik
yang diikuti dengan peningkatan persepsi risiko kredit oleh bank telah
mengurangi dampak pelonggaran kebijakan makropudensial dalam
mendorong pertumbuhan kredit. Pertumbuhan kredit perbankan,
termasuk kredit kepada UMKM, tahun 2015 relatif terbatas dan lebih
rendah dari prakiraan semula. Meski demikian, dukungan modal yang
tinggi telah menopang resiliensi industri perbankan yang kuat di tengah
penurunan kinerja keuangan perbankan. Di pasar keuangan, kondisi
domestik dan global yang kurang menguntungkan juga memberikan
tekanan terhadap perkembangan pasar saham dan obligasi.
Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) masih terjaga di level Gabungan (IHSG) yang menurun, serta meningkatnya
yang aman meskipun terjadi perlambatan ekonomi volatilitas imbal hasil dari SBN dan IHSG.
domestik sejak tahun 2014. Kebijakan yang diambil oleh
Bank Indonesia, Pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan Di tengah perlambatan pertumbuhan kredit, pembiayaan
(OJK) berhasil menahan risiko instabilitas di sektor nonbank mengalami peningkatan. Peningkatan
keuangan. Salah satu indikator yang digunakan oleh Bank pembiayaan nonbank tersebut lebih banyak dilakukan
Indonesia untuk menilai kondisi stabilitas sistem keuangan oleh emiten di luar sektor keuangan sehingga pangsa
adalah Indeks Stabilitas Sistem Keuangan (ISSK).1 Selama emiten sektor keuangan menurun. Peningkatan
tahun 2015, ISSK meningkat menjadi 0,93 dibandingkan pembiayaan nonbank tersebut tidak terlepas dari
tahun 2014 sebesar 0,79, namun masih cukup jauh dari peningkatan lending standard oleh bank dalam
threshold sebesar 2 (Grafik 8.1). penyaluran kredit seiring dengan peningkatan persepsi
kredit oleh bank. Kondisi tersebut mendorong korporasi
Pada tahun 2015, kinerja industri perbankan, Industri untuk menggunakan alternatif pembiayaan selain kredit,
Keuangan Nonbank (IKNB) dan pasar modal mengalami yaitu pembiayaan nonbank baik pasar saham, pasar
sedikit perlambatan seiring dengan perlambatan obligasi dan sukuk korporasi, serta pasar Medium Term
pertumbuhan ekonomi domestik. Meskipun demikian, di Note (MTN) dan Negotiable Certificate of Deposit (NCD).
tengah berbagai tekanan, ketahanan perbankan nasional
masih cukup kuat yang tercermin dari rasio permodalan
yang tinggi dan risiko kredit yang terkendali. Sementara, 8.1. KINERJA PERBANKAN
IKNB secara umum juga menunjukkan penurunan kinerja
pada tahun 2015 yang tercermin pada perlambatan Pada tahun 2015, kinerja industri perbankan mengalami
pertumbuhan aset perusahaan pembiayaan (PP), industri sedikit perlambatan seiring dengan perlambatan
asuransi dan perusahaan dana pensiun. Dari sisi risiko, pertumbuhan ekonomi domestik. Meskipun kinerja
risiko PP dan asuransi juga meningkat, seperti tercermin intermediasi melambat, industri perbankan masih mampu
pada peningkatan rasio Non Performing Financing (NPF) menjaga profitabilitasnya tumbuh positif. Pertumbuhan
dan rasio klaim bruto dibandingkan premi bruto. Kinerja kredit pada tahun 2015 melambat menjadi 10,4% dari
pasar obligasi dan saham juga menurun seiring dengan 11,6% pada tahun 2014. Akibat dari perlambatan tersebut,
meningkatnya risiko di pasar keuangan. Penurunan kinerja rasio Return on Asset (ROA) dan Net Interest Margin (NIM)
di pasar obligasi dan saham pada tahun 2015 tercermin juga mengalami penurunan, namun masih pada level yang
pada imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) dengan cukup tinggi.
tenor 10 tahun yang meningkat, Indeks Harga Saham
Di tengah berbagai tekanan, ketahanan perbankan
nasional masih cukup kuat yang tercermin dari rasio
Grafik 8.1. Indeks Stabilitas Sistem Keuangan
permodalan yang tinggi dan risiko kredit yang terkendali.
Grafik 8.1. Indeks Stabilitas Sistem Keuangan Capital Adequacy Ratio (CAR) atau rasio kecukupan modal
tahun 2015 meningkat menjadi 21,2% dari 19,5% pada
3
tahun 2014. CAR tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan negara lain di kawasan yang mencatat CAR
2,5 tertinggi, yakni Thailand dengan CAR sebesar 17%. Risiko
kredit masih terjaga pada level yang cukup rendah, dengan
2 Non Performing Loan (NPL) sebesar 2,5%, hanya sedikit
meningkat dibanding akhir tahun 2014 sebesar 2,2%.
1,5 Kondisi ini mendorong perbankan lebih berhati-hati dalam
menghadapi perlambatan ekonomi yang terjadi dengan
1 menjaga kemampuannya menyeraprisiko.

0,5
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Guna menjaga momentum pemulihan pertumbuhan
ekonomi, Bank Indonesia menerbitkan beberapa
kebijakan makroprudensial yang bersifat akomodatif
untuk mendorong pertumbuhan kredit. Kebijakan
makroprudensial tersebut meliputi: pelonggaran rasio
1 Komponen pembentuk ISSK adalah Indeks Stabilitas Institusi
Loan to Value (LTV), perluasan basis sumber pendanaan
Keuangan yang terdiri dari komponen tekanan, intermediasi dan bank dengan Loan to Funding Ratio (LFR), kebijakan
efisiensi perbankan serta Indeks Stabilitas Pasar Keuangan.

114 Bab 8 LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015


pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Grafik8.2.
Grafik 8.2. JumlahJumlah Kantor
Kantor Bank Bank
dan dan
Rasio Rasio Densitas
Densitas Tahun
Tahun 2010-2015
(UMKM), dan kebijakan untuk memperkuat permodalan 2010-2015
bank melalui ketentuan countercyclical buffer. Kebijakan Jumlah orang Jumlah kantor

tersebut mampu menahan perlambatan pertumbuhan 35.000 8.000

kredit yang sempat mencapai 9,7% kembali di atas 10% 30.000 7.000

dan menurunkan NPL yang sempat mencapai 2,8% kembali 25.000


6.000

ke kisaran 2,5%. 5.000


20.000
4.000
15.000
3.000
Perkembangan, Kinerja, dan Risiko Bank Umum 10.000
2.000
5.000 1.000
Struktur industri keuangan Indonesia pada tahun 2015
0 0
masih didominasi oleh perbankan yang terdiri dari Bank I II III IV
2010
I II III IV
2011
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I II III IV
2015
Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Hal ini terlihat Density Ratio BUK
dari total aset industri perbankan terhadap lembaga BUS+UUS (skala kanan) BPR (skala kanan)
keuangan yang mencapai 78,2%.2 Namun demikian,
perlambatan kinerja intermediasi cukup berdampak
pada perlambatan pertumbuhan aset perbankan. Secara
kelembagaan, jumlah bank umum turun dari 119 bank menyebabkan korporasi mengurangi permintaannya
menjadi 118 bank dan jumlah BPR turun dari 1.643 terhadap kredit yang digunakan untuk modal kerja.
menjadi 1.637. Namun demikian, total aset perbankan Selain kurangnya permintaan dari korporasi, perbankan
tetap meningkat dari Rp5.615,1 triliun menjadi Rp6.132,8 juga bersikap lebih berhati-hati dalam menyalurkan
triliun pada tahun 2015, atau meningkat 9,2%. Peningkatan kredit dalam rangka menjaga risiko kreditnya pada level
tersebut lebih rendah dibanding tahun sebelumnya yang yang aman. Namun demikian, indeks lending standard
mencapai 13.4%. Peningkatan total aset tersebut didukung mengalami penurunan pada semester II 2015 menjadi
dengan perluasan jaringan usaha bank, tercermin dari sebesar 5,9 pada akhir tahun 2015 sejalan dengan mulai
peningkatan jumlah kantor bank umum dari 25.477 terciptanya perbaikan momentum perkembangan ekonomi
menjadi 30.662 kantor dan jumlah kantor BPR dari 4.895 (Grafik 8.4).4 Pada tahun 2015, Bank Indonesia telah
menjadi 5.100 kantor. mengeluarkan beberapa kebijakan yang bertujuan untuk
menahan laju perlambatan kredit, yaitu pelonggaran
Bertambahnya jaringan kantor bank menunjukkan upaya LTV, perluasan sumber pendanaan intermediasi dengan
bank berekspansi dan mendorong akses masyarakat aturan LFR, dan pengembangan UMKM. Pelonggaran
yang lebih besar terhadap sistem keuangan (financial LTV ditujukan untuk memberikan ruang bagi perbankan
inclusion). Peningkatan akses masyarakat terhadap layanan untuk meningkatkan kredit pada sektor properti dan
perbankan antara lain tercermin dari penurunan rasio otomotif. Sementara itu, aturan LFR diarahkan untuk
jumlah kantor bank dengan jumlah penduduk (density memberikan ruang bagi bank untuk meningkatkan
ratio). Rasio densitas pada tahun 2015 menunjukkan peran intermediasinya secara lebih luas tidak hanya
bahwa satu kantor bank melayani 7.741 orang, membaik mengandalkan sumber DPK. Kedua kebijakan tersebut
dibandingkan tahun sebelumnya yang melayani 9.021 ditempuh dalam konteks peran kebijakan makroprudensial
orang (Grafik 8.2).3 Secara spasial, sebagian besar daerah sebagai kebijakan kontrasiklikal, yaitu mengurangi laju
di Indonesia telah memiliki rasio densitas yang cukup baik perlambatan pertumbuhan kredit danperekonomian.
(Grafik 8.3). Beberapa daerah yang masih memiliki rasio
densitas tinggi menjadi tantangan bagi industri perbankan Meskipun kinerja intermediasi cenderung melambat,
untuk memperluas jaringan kantornya ke daerah tersebut. namun peran perbankan dalam pembiayaan ekonomi
masih meningkat. Hal ini ditunjukkan oleh rasio kredit
Pada tahun 2015, kredit perbankan tumbuh melambat terhadap PDB yang meningkat mencapai 45,6% pada
menjadi 10,4% dibandingkan tahun 2014 yang mencapai tahun 2015 dibanding 40,1% pada tahun 2014. Namun
11,6%, sebagai dampak dari perlambatan ekonomi apabila dibandingkan dengan negara lain di kawasan,
domestik. Perlambatan ekonomi domestik telah seperti Malaysia, rasio tersebut masih cukup rendah. Rasio

2 Kajian Stabilitas Sistem Keuangan (KSK) edisi September 2015.


3 Koreksi terhadap data jumlah kantor BUK yang diterbitkan dalam 4 Indeks yang menunjukkan perubahan persepsi atas tingkat keketatan
Statistik Perbankan Indonesia oleh OJK. penyaluran kredit perbankan.

LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015 Bab 8 115


Gambar 8.3. Sebaran Spasial Rasio Densitas
Grafik 8.3. Sebaran Spasial Rasio Densitas

<8.000 8.000 - 12.000 12.000 - 15.000 >15.000

kredit terhadap PDB Malaysia telah mencapai 123,1% sektor rumah tangga, terdiri atas Kredit Pemilikan Rumah
pada tahun 2015 (Grafik 8.5). (KPR) dan Kredit Multiguna. Penurunan kinerja korporasi
juga berdampak pada penurunan penghasilan rumah
Berdasarkan jenis penggunaannya, kredit modal kerja tangga sehingga mengurangi kredit konsumsinya. Namun
(KMK) dan kredit konsumsi (KK) mengalami perlambatan, demikian, laju perlambatan kredit konsumsi berhasil
sementara kredit investasi (KI) tumbuh sedikit lebih ditahan oleh pelonggaran aturan LTV.
tinggi. KMK tumbuh melambat menjadi 9,0% pada akhir
2015 dibandingkan dengan tahun 2014 yang mencapai Secara sektoral, perlambatan pertumbuhan kredit terjadi
10,8%. Sementara itu, KI justru tumbuh meningkat di di hampir semua sektor ekonomi. Perlambatan terutama
akhir tahun menjadi 14,7% dibandingkan dengan tahun terjadi pada sektor pertambangan, perdagangan dan
2014 sebesar 13,2% (Grafik 8.6). Perlambatan pada lain-lain sebagai dampak dari penurunan harga komoditas
KMK disebabkan oleh permintaan yang rendah dan yang menyebabkan kinerja korporasi menurun, baik yang
percepatan pelunasan dari korporasi akibat perlambatan memproduksi maupun yang memperdagangkan komoditas
kegiatan ekonomi yang memengaruhi kinerja korporasi. terkait (Grafik 8.7). Pada tahap awal, sektor yang terkena
Sementara, kredit konsumsi (KK) tumbuh melambat dampak terbesar adalah sektor pertambangan. Namun
menjadi 9,1% dibandingkan dengan tahun 2014 sebesar kemudian, dampak perlambatan menjalar ke sektor
11,5%. Kredit konsumsi sebagian besar berasal dari perdagangan sebagai second round effect dari penurunan

Grafik 8.4. Perkembangan Indeks Lending Standard Grafik 8.5. Rasio Kredit terhadap PDB
Grafik 8.4. Perkembangan Indeks Lending Standard Grafik 8.5. Rasio Kredit terhadap PDB

Persen
30

25 150

20

100
15

10
50
5

0
IV I II III IV
0
2014 2015 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

Indonesia Malaysia Filipina

116 Bab 8 LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015


Grafik 8.6. Pertumbuhan Kredit Total dan Per Jenis Penggunaan cukup dalam sebagai dampak lanjutan dari menurunnya
Grafik 8.6. Pertumbuhan Kredit Total dan Per Jenis Penggunaan
kinerja korporasi yang menyebabkan penghasilan rumah
Persen, yoy tanggamenurun.
50
45 Risiko kredit perbankan cenderung meningkat di
40
sepanjang tahun 2015 tetapi masih cukup jauh di bawah
35
batas aman sebesar 5%. Rasio NPL gross perbankan
30
25
pada tahun 2015 meningkat menjadi 2,5% dari
20 2,2% pada tahun 2014 (Grafik 8.8). Peningkatan NPL
15 tersebut terutama disebabkan oleh penurunan kinerja
10 korporasi di sektor yang terkena dampak penurunan
5
harga komoditas. Dengan kondisi tersebut, sektor yang
0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV mengalami peningkatan NPL terutama berasal dari
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
sektor pertambangan, pengangkutan, dan perdagangan.
KMK KI
Meskipun mengalami pemburukan dibandingkan dengan
KK Total Kredit
sektor lainnya, namun rasio NPL untuk ketiga sektor
tersebut masih di bawah batas aman sebesar 5%.

harga komoditas, terutama pada subsektor terkait Untuk sektor pertambangan, peningkatan NPL diakibatkan
perdagangan ekspor komoditas. Second round effect yang oleh penurunan kinerja perusahaan tambang akibat
terjadi menyebabkan perlambatan kredit yang lebih dalam penurunan permintaan, khususnya batubara, dan
dibanding perlambatan yang terjadi pada tahun 2014. penurunan harga di pasar internasional. Pemburukan pada
Pada sektor pertambangan, kinerja subsektor batubara sektor tersebut telah terjadi sejak tahun sebelumnya,
yang merupakan salah satu produk komoditas utama namun berangsur mulai membaik pada akhir tahun 2015.
mengalami penurunan yang signifikan. Menurunnya Sejalan dengan hal ini, perbankan mengurangi penyaluran
permintaan ekspor secara signifikan berdampak pada kredit kepada sektor tersebut dan lebih proaktif dalam
penurunan prospek usaha perusahaan sehingga mengupayakan penyelesaian kredit yang telah disalurkan
permintaan terhadap kredit juga menurun. Akibat sebelumnya. Peningkatan risiko kredit pada sektor
tingginya risiko yang dihadapi subsektor tersebut serta pengangkutan dan perdagangan terutama disebabkan
adanya penundaan ekspansi usaha atau restrukturisasi oleh second round effect dari penurunan permintaan dan
kredit bermasalah, korporasi yang menjadi debitur penurunan harga komoditas. Sektor pengangkutan yang
cenderung melakukan pelunasan pinjaman lebih awal dari terkena dampak terbesar adalah angkutan komoditas
yang dijadwalkan. Sementara untuk kredit sektor lain-lain melalui laut. Sementara itu, sektor perdagangan yang
atau kredit konsumsi yang sebagian besar merupakan terkena dampak terbesar adalah ekspor barang komoditas.
KPR dan Multiguna juga mengalami perlambatan yang

Grafik 8.7. Pertumbuhan Kredit 5 Sektor Ekonomi terbesar Grafik 8.8. Pertumbuhan Risiko Kredit
Grafik 8.7. Pertumbuhan Kredit Lima Sektor Ekonomi Terbesar Grafik 8.8. Perkembangan NPL Bank Umum

Persen, yoy Persen


130 4

110 3,5
90
3
70
2,5
50
2
30
1,5
10
1
-10

-30 0,5
I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
0
2010 2011 2012 2013 2014 2015
Perdagangan Lain-lain Industri Pertanian Pertambangan

LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015 Bab 8 117


Di sisi pendanaan, pertumbuhan DPK juga melambat Grafik 8.10.
Grafik 8.10. Perkembangan
Perkembangan Rata-rata
Rata-Rata Suku Suku
BungaBunga Kredit, Suku
Kredit,
menjadi 7,3% pada akhir 2015 dibandingkan dengan Suku Bunga Deposito Rupiah
Bunga dan BI
Deposito Rate dan BI Rate
Rupiah
tahun 2014 sebesar 12,3% seiring dengan melambatnya Triliun rupiah Persen
pertumbuhan kredit perbankan (Grafik 8.9). Perlambatan 700 16

pertumbuhan DPK antara lain terkait dengan upaya 600 14


peningkatan efisiensi perbankan melalui pengurangan
500
biaya dana yang bersumber dari dana mahal dalam rangka 12

menjaga tingkat profitabilitas. Disamping itu, menurunnya 400


10
pertumbuhan DPK juga disebabkan oleh penurunan 300

penghasilan masyarakat, akibat melemahnya kinerja 200


8

korporasi, dan dampak dari peningkatan jumlah surat 100 6


berharga yang dimiliki oleh Institusi Keuangan Non Bank
0 4
pada tahun 2015. I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2010 2011 2012 2013 2014 2015

DPK-Kredit SB Kredit Rp (skala kanan)


Strategi efisiensi perbankan yang ditempuh berdampak SB Deposito Rp 1bln (skala kanan) BI Rate(skala kanan)
pada penurunan suku bunga simpanan yang cukup
signifikan sejak awal tahun 2015. Penurunan biaya dana
(cost of fund) tersebut diikuti oleh penurunan tingkat
suku bunga kredit, walaupun dengan efek tunda (lag) Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional
dan besaran yang lebih kecil, sehingga spread suku bunga (BOPO) yang meningkat. Penurunan kinerja yang
cenderung melebar (Grafik 8.10). Meskipun pertumbuhan tetap terjadi di tengah keberhasilan perbankan
DPK melambat, kondisi likuiditas perbankan selama dalam menurunkan biaya dananya disebabkan oleh
tahun 2015 relatif stabil karena pertumbuhan kredit juga meningkatnya biaya pencadangan akibat dari perlambatan
melambat. Hal ini tercermin pada relatif stabilnya rasio pertumbuhan kredit yang disertai peningkatan risiko
Alat Likuid (AL) terhadap DPK yang hanya menurun tipis kredit. Namun demikian, dibandingkan dengan negara
dari 20,5% pada tahun 2014 menjadi 19,4% pada akhir kawasan, ROA perbankan Indonesia masih lebih tinggi.
tahun 2015 (Grafik 8.11). Rasio likuiditas tersebut masih Penurunan ROA yang terjadi didorong oleh penurunan
jauh lebih besar dibandingkan batas aman sebesar 8,5% rasio NIM perbankan sebagai akibat dari perlambatan
yang mengindikasikan masih amannya kondisi perbankan pertumbuhan kredit yang telah menyebabkan penurunan
dalam mengantisipasi risiko penurunan likuiditas yang pendapatan bunga perbankan (Grafik 8.12). Rasio NIM
dapatterjadi. pada akhir tahun 2015 tercatat 5,2%, lebih rendah
dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang sebesar
Kinerja intermediasi perbankan yang tertahan berdampak 5,5%. Meski menurun, NIM perbankan di Indonesia
pada penurunan profitabilitas dan efisiensi perbankan tersebut masih jauh lebih tinggi dibanding negara lain di
yang tercermin pada rasio ROA yang menurun dan rasio kawasan, seperti Malaysia dan Singapura yang berada

Grafik 8.9. Perkembangan DPK Grafik 8.11. LDR dan Rasio AL/DPK
Grafik 8.9. Pertumbuhan DPK Grafik 8.11. LDR dan Rasio AL/DPK

Persen, yoy Persen Triliun rupiah


30 100 1.000
90 900
25
80 800
20 70 700
60 600
15
50 500

10 40 400
30 300
5
20 200

0 10 100
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 0 0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2013 2014 2015

DPK Giro Tabungan Deposito LDR AL/DPK AL (skala kanan)

118 Bab 8 LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015


Grafik 8.12. Return on Asset (ROA) Grafik 8.13.
Grafik 8.13. BiayaBiaya Operasional
Operasional terhadap
terhadap Pendapatan
Pendapatan Operasional
Operasional (BOPO)
Grafik 8.12. Return on Asset (ROA)
(BOPO)

Persen Persen
3,8 95

3,6

3,4 90

3,2
85
3

2,8
80
2,6

2,4 75
2,2

2 70
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

pada kisaran 1,6-2,0%. Lebih lanjut, meningkatnya biaya profile bank. Penilaian ketahanan permodalan terhadap
pencadangan dan menurunnya pendapatan bunga risiko pelemahan nilai tukar diukur melalui skenario
tersebut berdampak pada peningkatan rasio BOPO dari pelemahan nilai tukar. Sementara itu, eksposur portofolio
sebesar 75,1% pada tahun 2014 menjadi 82,2% pada akhir SBN bank dalam kategori trading dan Available-for-
tahun 2015 (Grafik8.13). Sale (AFS) digunakan untuk menilai kerentanan bank
terhadap risiko penurunan harga SBN di pasar obligasi.
Perbankan di Indonesia tetap bersikap hati-hati (prudent) Hasil stress test dengan menggunakan skenario terburuk
dalam menyikapi meningkatnya risiko eksternal dan menunjukkan bahwa meskipun terjadi penurunan
perlambatan pertumbuhan ekonomi domestik. Dalam kondisi perbankan, secara umum industri perbankan
kaitan ini, perbankan Indonesia pada tahun 2015 telah masih memiliki ketahanan permodalan yang cukup
meningkatkan rasio permodalan sebagai bantalan risiko tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan CAR yang masih di
yang mungkin terjadi. Permodalan perbankan meningkat atas batas aman. Apabila terjadi pemburukan ekonomi
dari Rp722,2 triliun pada tahun 2014 menjadi Rp938,1 yang sangat signifikan, hasil stress test yang terintegrasi
triliun pada akhir tahun 2015. Rasio CAR pada akhir tahun menunjukkan bahwa terdapat beberapa bank yang
2015 tercatat sebesar 21,2%, lebih tinggi dibandingkan membutuhkan suntikan modal untuk menjaga CAR-nya di
dengan CAR tahun sebelumnya sebesar 19,4% atas riskprofile.
(Grafik8.14). Peningkatan permodalan yang ditempuh
disamping untuk menjaga ketahanan menghadapi risiko
yang dapat terjadi juga ditujukan sebagai persiapan
perbankan untuk menghadapi berlakunya ketentuan Basel Grafik 8.14. Perkembangan CAR Perbankan
Grafik 8.14. Perkembangan CAR Perbankan
III yang mensyaratkan rasio permodalan yang lebih tinggi.
Persen
Bank Indonesia secara rutin melakukan asesmen 23
ketahanan permodalan (CAR) bank terhadap risiko 22
kredit dan risiko pasar dengan melakukan stress test, 21
baik secara industri maupun individual bank. Penilaian 20
ketahanan permodalan diuji terhadap risiko kredit dan 19
risiko pasar. Stress test risiko kredit dilakukan dengan 18
memperhitungkan dampak peningkatan NPL terhadap 17
permodalan bank. Sementara, stress test risiko pasar
16
dilakukan dengan memperhitungkan dampak peningkatan
15
suku bunga, nilai tukar, dan penurunan harga SBN. Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sept Okt Nov Des
Dampak risiko kenaikan suku bunga terhadap bank diukur
2005 2008 2012
melalui eksposur net asset dan kewajiban rupiah jangka
2013 2014 2015
pendek (di bawah 1 tahun) berdasarkan data maturity

LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015 Bab 8 119


Perkembangan, Kinerja dan Risiko Perbankan Grafik 8.16. Perkembangan Risiko Kredit Bank Syariah
Grafik 8.16. Perkembangan NPF Bank Syariah
Syariah
Persen
Perkembangan perbankan syariah pada tahun 2015 relatif 7
stagnan. Dari sisi kelembagaan, jumlah Bank Umum
6
Syariah (BUS) tercatat sebanyak 12 bank, dengan 1.990
kantor, menurun dibanding tahun sebelumnya sebanyak 5

2.151 kantor. Sementara itu, jumlah Unit Usaha Syariah 4


(UUS) tetap sebanyak 22 UUS, dengan jumlah kantor
sebanyak 311 kantor. Dari sisi aset, total aset perbankan 3

syariah pada akhir tahun 2015 mencapai Rp296,3 triliun, 2

meningkat Rp23,9 triliun atau 8,8% dari tahun 2014.


1
Dengan total aset tersebut, pangsa perbankan syariah
terhadap perbankan nasional sebesar 4,8% menurun tipis 0 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

dibanding dengan tahun sebelumnya. 2011 2012 2013 2014 2015

Perlambatan kinerja intermediasi dan peningkatan risiko


pembiayaan juga dialami perbankan syariah. Sejalan
dengan perlambatan penyaluran kredit perbankan, 0,49%, meningkat tipis dibanding tahun 2014 sebesar
pertumbuhan pembiayaan industri perbankan syariah 0,41%. Rasio profitabilitas yang rendah tersebut diikuti
pada tahun 2015 juga melambat menjadi 4,1%, dari 8,7% oleh rasio permodalan yang lebih rendah dibanding
pada akhir tahun 2014 (Grafik 8.15). Perlambatan juga industri. CAR bank syariah pada tahun 2015 sebesar 15,0%
terjadi pada kinerja penghimpunan DPK dari 19,0% pada turun dibanding CAR tahun 2014 sebesar 15,7%.
akhir tahun 2014 menjadi 2,4% pada akhir tahun 2015.
Perlambatan kinerja intermediasi perbankan syariah
tersebut lebih dalam dibandingkan dengan perlambatan Perkembangan, Kinerja dan Risiko Kredit UMKM
industri perbankan nasional secara umum, dengan NPF
yang cukup tinggi yaitu 4,8%, sedikit membaik dari tahun Perlambatan pertumbuhan ekonomi domestik juga
sebelumnya yang mencapai 5% (Grafik 8.16). berdampak pada perlambatan permintaan kredit usaha
mikro, kecil dan menengah (UMKM) akibat turunnya
Perlambatan intermediasi bank syariah diikuti dengan permintaan barang dan jasa. Di sisi lain, meningkatnya
penurunan kinerja. Secara profitabilitas, bank syariah persepsi risiko kredit membuat perbankan semakin
cenderung stagnan di level yang cukup rendah, yang berhati-hati dalam menyalurkan kredit. Pada tahun
ditunjukkan dengan ROA yang jauh di bawah industri 2015, kredit UMKM mencapai Rp790,5 triliun atau hanya
perbankan. ROA bank syariah pada tahun 2015 sebesar tumbuh sebesar 8,0% (yoy), lebih lambat dibandingkan
dengan tahun 2014 yang tumbuh sebesar 15,1% (yoy).
Perlambatan kredit UMKM terjadi hampir di seluruh
Grafik 8.15. Perkembangan Intermediasi Bank Syariah sektor ekonomi, seperti sektor industri pengolahan yang
Grafik 8.15. Perkembangan Intermediasi Bank Syariah
tumbuh 10,0%, lebih rendah dibandingkan pertumbuhan
Persen, yoy
2014 sebesar 19,6%. Menurunnya permintaan barang dan
80 jasa juga berdampak pada sektor lainnya, seperti sektor
70 pertambangan yang bersumber dari UMKM pendukung
60 (sewa truk, peralatan, dan upah buruh) dan sektor
50 transportasi yang mengalami kontraksi masing-masing
40 sebesar 19,2% dan 4,6%.
30

20 Berdasarkan klasifikasi usaha, perlambatan kredit


10 UMKM terutama terjadi pada usaha mikro yang tumbuh
0 sebesar 11,2%, lebih rendah dibandingkan dengan
II III I II III I II III I II III I II III
tahun sebelumnya sebesar 33,4%. Hal ini terkait dengan
2011 2012 2013 2014 2015
strategi perbankan, terutama bank-bank yang memiliki
DPK Kredit keterbatasan jaringan dan SDM, yang cenderung
menahan penyaluran kredit usaha mikro akibat

120 Bab 8 LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015


meningkatnya NPL. Bank-bank tersebut lebih fokus pada Grafik 8.17. Trend Penyaluran Kredit UMKM
Grafik 8.17. Trend Penyaluran Kredit UMKM
upaya perbaikan NPL pada tahun 2015. Di sisi lain, kredit
usaha kecil menunjukkan peningkatan pertumbuhan dari Triliun rupiah Persen, yoy
1,3% pada tahun 2014 menjadi 6,4% pada tahun 2015. 900 30

800
25
Pangsa kredit UMKM terhadap total kredit perbankan 700

pada tahun 2015 mencapai 19,3%, lebih rendah 600 20

dibandingkan dengan tahun 2014 yang mencapai 500


15
19,7%. Porsi tersebut sebagian besar diserap oleh 400

sektor perdagangan besar dan eceran sebesar 52,2% 300 10

200
(Rp412,7triliun). Berdasarkan klasifikasi usaha, sebagian 5
100
besar kredit UMKM disalurkan kepada usaha menengah
0 0
dengan pangsa 48,6%, disusul oleh usaha kecil dengan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2011 2012 2013 2014 2015
pangsa 29,1%, dan usaha mikro dengan pangsa 22,3%
(Grafik 8.17). Sementara itu berdasarkan lokasi proyek, BD Usaha Menengah BD Usaha Kecil BD Usaha Mikro
Pertumbuhan Kredit UMKM (skala kanan) Pangsa Kredit UMKM (skala kanan)
penyerapan kredit UMKM masih terpusat di Jawa dengan
pangsa sebesar 57,8%, disusul Sumatera sebesar 20,3%,
dan Sulawesi sebesar 7,1%. Mayoritas kredit UMKM di
ketiga wilayah tersebut diserap oleh sektor perdagangan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Permenko)
besar dan eceran masing-masing sebesar 50,7%, 51,3% No.6 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan
dan 62,5%. Kredit Usaha Rakyat pada tanggal 7 Agustus 2015
(Tabel 8.1). KUR skema baru terdiri dari KUR Mikro,
Untuk terus mendorong penyaluran kredit kepada UMKM KUR Ritel, dan KUR TKI dengan target penyaluran KUR
yang memiliki peran strategis dalam perekonomian, pada tahun 2015 sebesar Rp30 triliun dengan suku bunga
tahun 2015 Bank Indonesia menerbitkan aturan yang 12%. Selanjutnya, untuk mendorong penyaluran KUR,
memberikan insentif dan disinsentif bagi Bank Umum Pemerintah mengubah skema penyaluran KUR melalui
dalam pencapaian target penyaluran kredit UMKM. Pada penerbitan Permenko No. 8 Tahun 2015. Perubahan yang
akhir tahun 2015, Bank Umum wajib memenuhi tahap dilakukan antara lain meliputi: (i) penambahan sektor
awal rasio kredit/pembiayaan UMKM minimal 5% dari jasa-jasa dari sebelumnya yang hanya sektor pertanian,
total kredit/pembiayaan, serta menjaga rasio NPL kurang perikanan, industri pengolahan, dan perdagangan, (ii)
dari 5%. Mayoritas bank telah memenuhi rasio kredit tidak diwajibkannya agunan tambahan, (iii) penambahan
UMKM di atas 5%, dan sebagian besar di antaranya juga jangka waktu kredit, dan (iv) mekanisme penyaluran
mampu menjaga rasio NPL kredit UMKM dan NPL total melalui linkage baik channeling maupun executing. Bank
kredit di bawah 5%. yang ditunjuk sebagai penyalur KUR Mikro dan KUR Retail
adalah BRI, BNI, dan Bank Mandiri. Sementara, untuk
Sejalan dengan hal tersebut, Pemerintah meluncurkan KUR TKI bank yang ditunjuk adalah Bank Sinarmas dan
skema Kredit Usaha Rakyat (KUR) baru melalui Peraturan

Tabel 8.1. Skema KUR 2015

Keterangan KUR Mikro KUR Ritel KUR TKI


Terutama negara penempatan
Bidang Usaha Pertanian, perikanan, industri pengolahan dan perdagangan yang terkait Singapura, Malaysia, Brunei, Hong
Kong, Taiwan, Korea Selatan dan Jepang
Plafon s.d. Rp25 juta >Rp25 juta s.d. Rp500 juta s.d. Rp25 juta
Sumber Dana 100% dana bank pelaksana KUR
- Langsung dari bank pelaksana
- Langsung dari bank pelaksana
Mekanisme Penyaluran - Melalui lembaga linkage (pola
- Melalui lembaga linkage (pola channeling)
channeling atau sindikasi)
Suku Bunga 12% (efektif per annum) atau dapat disesuaikan dengan suku bunga flat yang setara
- Maksimum 2 tahun untuk KMK - Maksimum 3 tahun untuk KMK Maksimum sesuai masa kerja dan tidak
Jangka Waktu
- Maksimum 4 tahun untuk KI - Maksimum 5 tahun untuk KI melebihi 3 tahun
Perusahaan Penjamin Perum Jamkrindo dan PT. Askrindo

LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015 Bab 8 121


Bank Maybank Indonesia dengan penjaminan oleh Perum terjadi pada usaha kecil dan usaha menengah, yang pada
Jamkrindo dan PT Askrindo. tahun 2015 masing-masing mencapai 4,9% dan 4,5%.
Tingkat NPL tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan
Sejak Agustus 2015 hingga 31 Desember 2015, realisasi tahun 2014 yang masing-masing tercatat sebesar 4,7%
KUR skema baru mencapai Rp22,8 triliun atau 75,9% dari dan 3,8%. Namun demikian, NPL usaha mikro menurun
target penyaluran. Jumlah penyaluran tersebut terdiri menjadi 2,6%, dari sebesar 3,3% pada tahun 2014.
dari KUR Mikro sebesar Rp14,1 triliun (70,5% dari target), Hal tersebut disebabkan oleh sikap perbankan yang
KUR Retail sebesar Rp8,7 triliun (96,2% dari target), cenderung menahan laju penyaluran kredit usaha mikro,
dan KUR TKI sebesar Rp4,7 miliar (0,5% dari target). sejalan dengan peningkatan NPL, sehingga perbankan
Tidak tercapainya target penyaluran KUR 2015 antara lebih fokus pada perbaikan NPL.
lain terkait dengan periode penyaluran KUR yang relatif
pendek (lima bulan), terbatasnya bank penyalur, serta
kurangnya sosialisasi skema KUR baru dan ketentuan 8.2. KINERJA SEKTOR KORPORASI DAN
pelaksanaannya. Selain itu, penyaluran KUR juga masih RUMAH TANGGA
terkonsentrasi di wilayah Jawa (Jawa Timur, Jawa Tengah,
dan Jawa Barat) dengan jumlah debitur sebanyak Pada tahun 2015, kinerja sektor korporasi mengalami
1.003.663. penurunan namun masih memiliki ketahanan yang cukup
baik. Profitabilitas korporasi mengalami penurunan
Risiko kredit UMKM juga mengalami peningkatan pada yang menyebabkan kemampuan membayar hutang
tahun 2015. Rasio NPL kredit UMKM tahun 2015 tercatat juga mengalami penurunan. Di sisi lain, sejalan dengan
sebesar 4,2%, meningkat dibandingkan dengan tahun peningkatan volatilitas nilai tukar pada tahun 2015,
2014 sebesar 4% (Grafik 8.18). Memburuknya NPL kredit korporasi cenderung mengurangi pengajuan kredit dan
UMKM terutama disebabkan oleh menurunnya kondisi mulai melunasi kreditnya yang masih outstanding.
keuangan debitur akibat perlambatan usaha seiring
dengan menurunnya daya beli masyarakat. Selain itu, Secara umum, kinerja sektor korporasi publik di Indonesia
memburuknya NPL kredit UMKM juga disebabkan oleh melemah, tercermin dari penurunan profitabilitas
belum kuatnya analisa dan monitoring yang dilakukan dan kemampuan membayar hutang korporasi secara
bank dalam penyaluran kredit UMKM. Tingginya rasio NPL keseluruhan. ROA dan ROE, yang merupakan indikator
kredit UMKM terutama terjadi pada sektor perdagangan profitabilitas, cenderung menurun pada tahun 2015.
besar dan eceran, yang memiliki kontribusi yang cukup ROA turun dari 4,9% pada akhir 2014 menjadi 3,2% pada
besar terhadap pembentukan NPL UMKM tahun 2015 akhir September 2015. Sementara itu, ROE juga menurun
sebesar 49,2%. Sementara itu, rasio NPL kredit UMKM dari 10,9% pada akhir 2014 menjadi 7,3% pada akhir
sektor perdagangan besar dan eceran mencapai 4%, September 2015 (Grafik 8.19). Penurunan profitabilitas
meningkat dibandingkan dengan tahun 2014 sebesar tersebut telah menyebabkan proporsi hutang terhadap
3,8%. Berdasarkan klasifikasi usaha, peningkatan NPL

Grafik 8.18. Trend Rasio NPL Kredit UMKM Grafik 8.19. Rasio Profitabilitas Korporasi Publik
Grafik 8.18. Trend Rasio NPL Kredit UMKM Grafik 8.19. Rasio Profitabilitas Korporasi Publik

Persen Persen Persen


6,5 30 ROA ROE (skala kanan) 60
6
25 50
5,5
20 40
5
4,5 15 30
4
10 20
3,5
3
5 10

2,5 0 0
2
12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 -5 -10
I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II
2014 2015
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

UMKM Usaha Mikro Usaha Kecil Usaha Menengah Komoditas Nonkomoditas Agregat

Sumber: Lapkeu BEI dan Bloomberg, diolah

122 Bab 8 LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015


Grafik 8.20. Perkembangan Hutang Korporasi Publik Grafik 8.22. Interest Coverage Ratio Korporasi Publik
Grafik 8.20. Perkembangan Hutang Korporasi Publik Grafik 8.22. Interest Coverage Ratio Korporasi Publik

2,3 DER Current Ratio TA/TL 15


2,1

1,9 12

1,7
9
1,5

1,3
6
1,1

0,9
3
0,7

0,5 0
I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II

08 09 10 11 12 13 14 15 08 09 10 11 12 13 14 15 08 09 10 11 12 13 14 15 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Komoditas Nonkomoditas Agregat Komoditas Nonkomoditas Agregat

Sumber: Lapkeu BEI dan Bloomberg, diolah Sumber: Lapkeu BEI dan Bloomberg, diolah

modal korporasi menjadi semakin besar, tercermin dari dari Debt Service Ratio (DSR) yang meningkat tajam dari
indikator Debt to Equity Ratio (DER) yang meningkat tipis sebesar 144,5% pada 2014 menjadi 255,6% pada 2015
dari sebesar 1,2 pada akhir 2014 menjadi 1,3 pada bulan (Grafik 8.21). Disamping itu, rasio Interest Coverage Ratio
September 2015 (Grafik 8.20). Melambatnya kinerja (ICR) korporasi memburuk dari sebesar 2,6 pada tahun
keuangan korporasi tersebut terutama dipengaruhi oleh 2014 menjadi 1,7 pada tahun 2015 (Grafik 8.22).
pertumbuhan ekonomi domestik yang melambat dan
perlambatan ekonomi global yang berpengaruh pada Perlambatan kinerja korporasi menyebabkan permintaan
penurunan harga komoditas. terhadap kredit perbankan melemah, terlebih ditambah
adanya percepatan pelunasan kredit oleh korporasi
Tren penurunan harga komoditas yang terus berlanjut untuk mengurangi risiko volatilitas nilai tukar. Selain itu,
sejak tahun 2012 berpengaruh terhadap kinerja korporasi perlambatan kinerja korporasi juga telah menyebabkan
yang bergerak pada sektor tersebut. Strategi beberapa peningkatan risiko kredit yang dihadapi perbankan
korporasi dalam menghadapi penurunan harga komoditas, yang pada akhirnya berdampak pada kinerja perbankan
salah satunya adalah dengan peningkatan volume ekspor, secara keseluruhan. Selain berdampak terhadap kinerja
meski terjadi peningkatan biaya dan penurunan margin. perbankan, penurunan kinerja korporasi juga berdampak
Hal tersebut berdampak pada menurunnya kemampuan pada penurunan pendapatan rumah tangga yang
membayar korporasi sektor komoditas yang tercermin tercermin pada penurunan indeks penghasilan dari 123,8%

Grafik 8.21. Debt Service Ratio Korporasi Publik Grafik 8.23. Perkembangan Pendapatan Rumah Tangga*
Grafik 8.21. Debt Service Ratio Korporasi Publik Grafik 8.23. Perkembangan Pendapatan Rumah Tangga

Persen Indeks
300 140

130
250
120
200
110

150 100

90
100
80
50
70

0 60
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
2010 2011 2012 2013 2014 2015

Komoditas Nonkomoditas Agregat Penghasilan saat ini Ketepatan waktu pembelian barang tahan lama

Sumber: Lapkeu BEI dan Bloomberg, diolah

LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015 Bab 8 123


Grafik 8.24 Perkembangan DPK Berdasarkan Kepemilikan Kinerja pasar modal, baik di pasar obligasi maupun pasar
Grafik 8.24. Perkembangan DPK Berdasarkan Kepemilikan
saham, juga mengalami penurunan pada tahun 2015. Di
Persen, yoy
sisi pasar obligasi, penurunan kinerja tercermin dari imbal
hasil SBN dengan tenor 10 tahun yang meningkat dari 7,80%
30
pada tahun 2014 menjadi 8,75% pada tahun 2015. Di sisi
25 pasar saham, penurunan kinerja tercermin pada turunnya
20 IHSG menjadi sebesar 4.593,01 pada akhir tahun 2015,
atau turun 12,13% dari IHSG pada akhir tahun 2014 sebesar
15
5.226,95. Sejalan dengan penurunan kinerja tersebut,
10 risiko di pasar obligasi dan pasar saham juga meningkat.
5
Peningkatan risiko di pasar obligasi tercermin baik pada
peningkatan imbal hasil SBN tenor 10 tahun maupun
0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV peningkatan volatilitas dari imbal hasil SBN dengan tenor 10
2012 2013 2014 2015
tahun. Sementara, peningkatan risiko di pasar saham pada
Perseorangan Bukan Perseorangan Total Industri tahun 2015 tercermin pada turunnya IHSG dan volatilitas
IHSG yang meningkat.

Sementara itu, pembiayaan nonbank pada tahun 2015


pada akhir 2014 menjadi 112,3% pada akhir tahun 2015 mengalami peningkatan. Pembiayaan nonbank tersebut
(Grafik 8.23). Penurunan penghasilan ini juga tercermin lebih banyak dilakukan oleh emiten nonsektor keuangan
pada peningkatan DSR rumah tangga dari 13,0 pada sehingga pangsa emiten sektor keuangan menurun.
akhir tahun 2014 menjadi 13,2 pada akhir tahun 2015. Pembiayaan nonbank, baik melalui pasar saham, pasar
Peningkatan DSR rumah tangga ini mengindikasikan obligasi dan sukuk korporasi, serta pasar MTN dan NCD
semakin besarnya porsi cicilan terhadap pendapatan. pada tahun 2015 mencapai Rp136,1 triliun, atau meningkat
Selain itu, penurunan penghasilan juga tercermin pada dibandingkan pada tahun 2014 sebesar Rp111,4 triliun.
pertumbuhan DPK milik Perseorangan yang menurun Peningkatan tersebut tidak terlepas dari peningkatan
sehingga menjadi lebih rendah daripada pertumbuhan lending standard oleh bank dalam penyaluran kredit
DPK Nonperseorangan (Grafik 8.24). Selain menyebabkan seiring dengan peningkatan persepsi kredit oleh bank.
penurunan DPK Perseorangan, penurunan penghasilan Kondisi tersebut mendorong korporasi untuk menggunakan
juga berkontribusi terhadap perlambatan pertumbuhan alternatif pembiayaan selain kredit, yaitu pembiayaan
dan peningkatan rasio NPL kredit konsumsi. nonbank baik pasar saham, pasar obligasi dan sukuk
korporasi, serta pasar MTN dan NCD.

8.3. INDUSTRI KEUANGAN NON BANK


(IKNB) DAN KINERJA PASARKEUANGAN Kinerja Industri Keuangan Nonbank (IKNB)

IKNB menunjukkan penurunan kinerja pada tahun IKNB secara umum mencatat perlambatan pertumbuhan
2015. Perusahaan pembiayaan (PP), industri asuransi aset sejalan dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi
dan perusahaan dana pensiun mencatat perlambatan pada tahun 2015. Perusahaan pembiayaan (PP), industri
pertumbuhan aset sejalan dengan perlambatan asuransi, dan perusahaan dana pensiun mencatat
pertumbuhan ekonomi pada tahun 2015. Sementara, jasa perlambatan pertumbuhan aset pada tahun 2015, yaitu
pengadaian mencatat peningkatan pertumbuhan aset masing-masing tumbuh sebesar 1,3%, 4,6%, dan 10,2%,
pada tahun 2015, yaitu sebesar 10,9%, atau meningkat atau turun dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang
dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 6,0%. tumbuh masing-masing sebesar 5%, 17,1%, dan 13,7%.
Dari sisi risiko, seiring dengan perlambatan pertumbuhan Sementara itu, jasa pegadaian mencatat peningkatan
ekonomi, risiko IKNB juga mengalami peningkatan. Risiko PP pertumbuhan aset pada tahun 2015, yaitu sebesar 10,9%,
meningkat seperti tercermin pada peningkatan rasio NPF, lebih tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya
meski masih terjaga dalam level yang rendah. Sementara sebesar 6,0%. Peningkatan kinerja jasa pegadaian juga
itu, untuk industri asuransi, peningkatan risiko tingkat usaha ditunjukkan oleh peningkatan pertumbuhan pembiayaan
ditunjukkan oleh rasio klaim bruto terhadap premi bruto. jasa pegadaian yang tumbuh sebesar 12,3%, lebih tinggi
Namun demikian, disisi lainnya, risiko likuiditas asuransi dibandingkan pertumbuhan tahun 2014 sebesar 5,3%.
relatif masih terjaga yang tercermin dari masih tingginya Salah satu faktor pendorong peningkatan pertumbuhan
rasio current asset terhadap current liabilities. pembiayaan jasa pegadaian tersebut adalah peningkatan

124 Bab 8 LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015


kebutuhan sektor usaha, seperti perusahaan konveksi dan mengalami sedikit peningkatan dari 1,4% pada akhir tahun
jasa kontraktor, untuk memperoleh permodalan jangka 2014 menjadi sebesar 1,4% pada Juni 2015. Meskipun
pendek setiap tahunnya dengan menggadaikan asetnya mengalami peningkatan, rasio NPF tersebut masih terjaga
agar semakin produktif. dalam level rendah seiring dengan intensifnya PP dalam
melakukan penagihan pembiayaan bermasalah. Sementara
Dari sisi pembiayaan oleh PP, pertumbuhan pembiayaan itu, untuk industri asuransi, peningkatan risiko tingkat
pada tahun 2015 melambat menjadi -0,8% dibandingkan usaha ditunjukkan oleh rasio klaim bruto terhadap premi
dengan tahun 2014 sebesar 5,2% seiring dengan bruto pada semester I 2015 sebesar 71,3% atau meningkat
perlambatan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2015. dibandingkan dengan semester II 2014 sebesar 62,4%.
Berdasarkan jenis pembiayaan, pembiayaan sewa guna Namun demikian, disisi lainnya, risiko likuiditas asuransi
usaha mencatat pertumbuhan negatif sebesar -5,0%, relatif masih terjaga yang tercermin dari masih tingginya
meski sudah lebih baik dibandingkan pada tahun 2014 rasio current asset terhadap current liabilities.
sebesar -5,5%. Sementara itu, pembiayaan konsumen
dan anjak piutang mencatat pertumbuhan positif, yaitu
masing-masing sebesar 0,5% dan 14,1%, atau melambat Kinerja Pasar Obligasi
dibandingkan dengan tahun 2014 masing-masing sebesar
10,2% dan 22,3%. Berdasarkan jenisnya, pembiayaan Kinerja pasar obligasi selama tahun 2015 menunjukkan
konsumen masih mendominasi pembiayaan PP dengan penurunan yang tercermin dari imbal hasil SBN yang
kontribusi sekitar 68,0% dari total pembiayaan, atau naik meningkat. Imbal hasil SBN dengan tenor 10 tahun pada
dibandingkan dengan tahun 2014 sebesesar 67,12%. akhir tahun 2015 tercatat sebesar 8,75%, meningkat
Sementara itu, sewa guna usaha merupakan jenis 95 bps dibandingkan dengan akhir tahun 2014 sebesar
pembiayaan terbesar kedua dengan pangsa pada akhir 7,80% (Grafik 8.25). Di pasar perdana, kinerja pasar SBN
tahun 2015 sebesar 29,0%, atau sedikit turun dibandingkan juga menunjukkan penurunan ditunjukkan oleh imbal
dengan tahun 2014 sebesar 30,3%. Secara nominal, jumlah hasil SBN yang menunjukkan tren kenaikan. Imbal hasil
pembiayaan selama tahun 2015 mencapai Rp363,3 triliun SBN untuk tenor 1 tahun yang terakhir ditawarkan pada
dalam bentuk pembiayan konsumen (Rp247,1 triliun), tahun 2015 tercatat sebesar 6,94% atau meningkat
leasing (Rp105,4 triliun), anjak piutang (Rp10,7 triliun), dan dibandingkan dengan akhir tahun 2014 sebesar 6,82%.
kartu kredit (Rp95,0 miliar). Dengan demikian, sebagaimana Penurunan kinerja tersebut tidak terlepas dari sentimen
pada tahun sebelumnya, fokus PP masih pada pembiayaan dari perekonomian global, khususnya terkait dengan
konsumen, khususnya dengan jangka waktu pendek. pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang masih melambat,
ketidakpastian di pasar keuangan global, terutama
Dari sisi risiko, seiring dengan perlambatan pertumbuhan kenaikan FFR dan devaluasi yuan, serta divergensi
ekonomi, risiko PP dan asuransi juga meningkat, tercermin kebijakan moneter negara maju. Sementara, dari
pada peningkatan rasio NPF dan rasio klaim bruto perekonomian domestik, rilis pertumbuhan ekonomi yang
dibandingkan premi bruto. Rasio NPF pada semester I 2015

Grafik 8.25. Imbal Hasil SBN 10 Tahun dan Faktor Sentimen Selama 2015
Grafik 8.25. Imbal Hasil SBN 10 Tahun dan Faktor Sentimen Selama 2015

29 Sep
Paket Kebijakan
10 Pem. Jilid II
8 Jun 12 Agus
9,5 3 Mar Rilis tk USA PBoC mendevaluasi
PM Tiongkok: revisi membaik yuan
target PDB mjd 7%
9
17 Feb
BI rate turun 15 Apr
8,5 Rilis PDB
25 bps
Tiongkok 7% 5 Okt 17 Des
8 21 Agus Ririls data NFP Kenaikan FFR
Rilis data US turun dalam,
7,5 manufaktur Tiongkok diluar perkiraan
, diluar perkiraan
7 27 Jul
5 Mei Rilis US
Rilis PDB Indonesia, Manufacturing PMI
6,5 dibawah perkiraan membaik
6
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
Jan 2015 Feb 2015 Mar 2015 Apr 2015 Mei 2015 Jun 2015 Jul 2015 Agus 2015 Sep 2015 Okt 2015 Nov 2015 Des 2015

Sumber: Bloomberg, diolah

LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015 Bab 8 125


di bawah perkiraan cukup berdampak pada penurunan Grafik 8.26. Imbal Hasil SBN dan Net Beli/Jual Asing
Grafik 8.26. Imbal Hasil SBN dan Net Beli/Jual Asing
kinerja di pasar obligasi.
Persen Triliun rupiah
Risiko pasar obligasi juga menunjukkan peningkatan pada 10 45

tahun 2015 dipengaruhi oleh penurunan kinerja indikator- 35


9
indikator risiko pasar obligasi. Hal ini tercermin pada imbal
25
hasil SBN dengan tenor 10 tahun mengalami kenaikan pada 8
25
tahun 2015. Selain itu, volatilitas imbal hasil SBN dengan 7
tenor 10 tahun pada tahun 2015 tercatat sebesar 0,65 atau 5

meningkat dibandingkan dengan tahun 2014 sebesar 0,31. 6


-5
Credit Default Swap (CDS) Indonesia juga menunjukkan 5 -15
penurunan kinerja yang tercermin dari naiknya CDS dari
4 -25
160,31 pada akhir 2014 menjadi 222,92 pada akhir 2015. I II III IV I II III IV I II III IV
2013 2014 2015

Dinamika selama tahun 2015 diwarnai oleh imbal balik Net Beli/Jual (skala kanan) Yield SBN 10 Tahun

SBN sempat meningkat pada triwulan I 2015 seiring


Sumber: Bloomberg, diolah
dengan optimisme pelaku pasar. Optimisme tersebut
merupakan respons atas bauran kebijakan Bank Indonesia
dan Pemerintah dalam menjaga stabilitas dan mendorong SBN sebesar Rp96,1 triliun, lebih rendah dibandingkan net
reformasi struktural untuk pertumbuhan ekonomi yang beli nonresiden pada tahun 2014 sebesar Rp137,5 triliun.
berkelanjutan. Kebijakan BI yang menurunkan BI rate pada Pada triwulan I 2015, investor nonresiden sempat mencatat
bulan Februari 2015 direspons positif oleh pasar dengan net beli cukup besar mencapai Rp42,7 triliun seiring
keyakinan inflasi akan tetap terkendali dan rendah. Pada dengan optimisme atas respons bauran kebijakan Bank
triwulan II hingga akhir 2015, imbal balik SBN menunjukkan Indonesia dan Pemerintah (Grafik 8.26). Namun demikian,
penurunan kinerja, yang tercermin dari imbal balik SBN pada triwulan III 2015, investor nonresiden mencatat net
yang terus menunjukkan kenaikan. Pertumbuhan ekonomi jual seiring dengan meningkatnya ketidakpastian di pasar
Tiongkok yang dibawah ekspektasi pasar, kebijakan keuangan dunia akibat pertumbuhan ekonomi Tiongkok
devaluasi yuan oleh bank sentral Tiongkok atau Peoples yang di bawah ekspektasi pasar, devaluasi yuan, serta
Bank of China (PBoC), dan kekhawatiran kenaikan FFR kekhawatiran kenaikan FFR yang meningkat. Kondisi
yang meningkat, pasca rilis data dan manufaktur AS yang tersebut berbalik pada triwulan IV 2015 seiring dengan
membaik, merupakan sentimen negatif yang mendorong meredanya ketidakpastian di pasar keuangan global yang
kenaikan imbal balikSBN. ditopang optimisme yang meningkat sejalan dengan
langkah-langkah stabilisasi rupiah yang ditempuh Bank
Tren kenaikan imbal balik SBN tersebut dapat tertahan Indonesia dan rangkaian paket kebijakan ekonomi yang
seiring dengan koordinasi Bank Indonesia dan Pemerintah ditempuh Pemerintah.
melalui bauran kebijakan dalam menghadapi tekanan di
pasar keuangan. Paket Kebijakan Pemerintah, khususnya
Paket Kebijakan Pemerintah Jilid 2 pada tanggal 9 Grafik 8.27.
Grafik 8.27. Pangsa
Pangsa Kepemilikan
Kepemilikan Investor
Investor Nonresiden
Non Residen di Pasar SBN
September 2015 (yang difokuskan untuk memperbaiki diPasarSBN
iklim investasi dan tetap menjaga stabilitas nilai tukar Triliun rupiah Persen
rupiah) berdampak positif pada penurunan imbal balik 1.800 100
SBN. Pada periode yang sama, menurunnya kekhawatiran 1.600 90

kenaikan FFR seiring dengan rilis data Nonfarm Payroll 1.400 80


70
(NFP) yang turun dalam diluar ekspektasi pelaku pasar, 1.200
60
juga mendorong penurunan imbal balik SBN lebih jauh. 1.000
50
Meskipun demikian, pada akhir tahun, imbal hasil SBN pada 800
40
akhir tahun 2015 tercatat sebesar 8,75% atau meningkat 95 600
30
bps dibandingkan dengan akhir tahun 2014 sebesar 7,80% 400 20
200 10
0 0
Kinerja pasar SBN selama tahun 2015 yang menunjukkan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
penurunan juga tercermin pada turunnya aktivitas investor
nonresiden yang membeli SBN. Selama tahun 2015, Pangsa Asing (skala kanan) Total Asing Total SBN

investor nonresiden tercatat melakukan net beli di pasar


Sumber: Kementerian Keuangan, diolah

126 Bab 8 LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015


Peran investor nonresiden masih cukup besar di pasar terlepas dinamika IHSG yang menunjukkan tren penurunan
SBN. Pangsa kepemilikan investor nonresiden di pasar SBN sejak triwulan II 2015. Pada triwulan II hingga akhir 2015,
selama tahun 2015 relatif stabil di kisaran 37%. Secara IHSG menunjukkan tren penurunan kinerja. Diawali dengan
rata-rata, pangsa kepemilikan investor nonresiden di sentimen negatif kinerja emiten utama pada triwulan I
pasar SBN pada tahun 2015 tercatat sebesar 37,4%, atau 2015 yang dibawah ekspektasi, IHSG mulai menunjukkan
meningkat dibandingkan dengan tahun 2014 sebesar tren penurunan pada awal April 2015. Sementara itu, dari
34,5% (Grafik8.27). Kontribusi investor nonresiden yang sisi eksternal, berbagai sentimen negatif yang mendorong
cukup besar dalam kepemilikan SBN berimplikasi pada penurunan pasar obligasi juga menyebabkan mendorong
kuatnya faktor eksternal dalam memengaruhi dinamika turunnya IHSG lebih lanjut (Grafik 8.28).
di pasar SBN serta cukup tingginya risiko apabila terjadi
pembalikansentimen. Bauran kebijakan Bank Indonesia dan Pemerintah mampu
menahan penurunan IHSG. Seperti halnya di pasar
obligasi, tren penurunan kinerja IHSG dapat tertahan
Kinerja Pasar Saham seiring dengan koordinasi Bank Indonesia dan Pemerintah
melalui bauran kebijakan dalam menghadapi tekanan di
Pasar saham domestik juga menunjukkan penurunan pasar keuangan, termasuk dalam hal ini Paket Kebijakan
kinerja, yang tercermin pada turunnya IHSG menjadi Pemerintah, khususnya Paket Kebijakan Pemerintah Jilid 2
sebesar 4.593,01 pada akhir tahun 2015, atau turun pada tanggal 9 September 2015. Meredanya kekhawatiran
12,13% dari IHSG pada akhir tahun 2014 sebesar 5.226,95. pasar terkait perkiraan ditundanya kenaikan FFR pada
Pada triwulan I 2015, IHSG sempat menunjukkan Oktober 2015 juga turut menopang kenaikan IHSG pada
peningkatan seiring dengan ekspektasi membaiknya akhir tahun 2015. Namun demikian, secara keseluruhan
pendapatan emiten pada tahun 2014 dan sentimen positif tahun 2015, IHSG pada akhir tahun tercatat sebesar
atas rilis laporan keuangan dan pembayaran deviden oleh 4.593,01 pada akhir tahun 2015, atau turun 12,13% dari
emiten. Sementara itu, sentimen positif dari perekonomian IHSG pada akhir tahun 2014 sebesar 5.226,95.
global pada awal tahun 2015 juga mendorong penguatan
IHSG. Sentimen positif dari eksternal tersebut antara lain Penurunan kinerja pasar saham pada tahun 2015 juga
meliputi peluncuran kebijakan ECB pada akhir Januari 2015 terefleksikan pada tingginya net jual investor nonresiden
untuk memperluas QE dan spekulasi stimulus lanjutan dari di pasar saham. Selama tahun 2015, investor nonresiden
PBoC pada akhir Maret 2015. tercatat melakukan net jual di pasar saham sebesar
Rp22,6 triliun, sementara pada tahun 2014, investor
Risiko pasar saham juga menunjukkan peningkatan pada nonresiden tercatat melakukan net beli sebesar Rp42,6
tahun 2015 dipengaruhi turunnya IHSG dan naiknya triliun (Grafik 8.29). Di sisi dinamika triwulan, pada
volatilitas IHSG. Volatilitas IHSG pada tahun 2015 tercatat triwulan I 2015, investor nonresiden masih mencatat net
sebesar 407,7, meningkat dibandingkan dengan tahun beli sebesar Rp5,4 triliun didorong oleh sentimen positif di
2014 sebesar 256,3. Tingginya volatilitas tersebut tidak pasar saham, antara lain ekspektasi membaiknya kinerja

Grafik 8.28. IHSG dan Faktor Sentimen Selama 2015


Grafik 8.28. IHSG dan Faktor Sentimen Selama 2015

6000
6 Feb 30 Mar 26 Mei
5800 Ekspektasi membaiknya Spekulasi stimulus Pelonggaran
8 Jun 27 Jul 21 Agus
earning emiten 2014 lanjutan PBoC Kebijakan LTV
5600 Rilis tk USA Rilis US Manufacturing Rilis data manufaktur
membaik PMI membaik Tiongkok , diluar perkiraan
5400
12 Agus
5200 31 Mar 23 Sept
PBoC mendevaluasi Yuan
Sentimen positif rilis Rilis data manufaktur Tiongkok
5000 dalam, diluar perkiraan 17 Des
22 Jan laporan keuangan dan
ECB: peluncuran pembayaran dividen Kenaikan FFR
4800
QE yg diperluas
4600 15 Jun
Akhir Apr Ketidakpastian bailout Yunani, tidak
4400 17 Feb Kinerja emiten tercapai kesepakatan dengan IMF
5 Okt
BI rate turun 25 bps utama Tw-1 dibawah 29 Sep Rilis data NFP US turun
4200
ekspektasi Paket Kebijakan Pem. Jilid II dalam, diluar perkiraan
4000
I II III IV
2015

Sumber: Bloomberg, diolah

LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015 Bab 8 127


Grafik 8.29. IHSG dan Net Beli/Jual Asing keuangan sehingga pangsa sektor keuangan mengalami
Grafik 8.29. IHSG dan Net Beli/Jual Asing
penurunan. Penurunan pangsa sektor keuangan terjadi
Persen Triliun rupiah terutama pada pembiayaan melalui pasar saham. Turunnya
5600 15 pangsa sektor keuangan dalam pasar saham tersebut
5400 10 (atau peningkatan peran sektor non keuangan) merupakan
5200 5 indikasi dari berjalannya pendalaman pembiayaan melalui
5000 -
pasar saham. Sementara itu, pangsa sektor keuangan
4800 -5
masih dominan pada pembiayaan non bank lainnya, baik
4600 -10
melalui obligasi maupun melalui Medium Term Note (MTN)
dan Negotiable Certificate of Deposit (NCD).
4400 -15

4200 -20
Pembiayaan nonbank baik melalui pasar saham, pasar
4000 -25
I II III IV I II III IV I II III IV obligasi dan sukuk korporasi serta pasar MTN dan NCD
2013 2014 2015
menunjukkan peningkatan pada tahun 2015, dibandingkan
Net Beli/Jual Asing (skala kanan) IHSG dengan tahun sebelumnya. Peningkatan tersebut tidak
terlepas dari peningkatan lending standard oleh bank
dalam penyaluran kredit seiring dengan peningkatan
emiten, keyakinan inflasi yang akan tetap terkendali, persepsi kredit oleh bank. Kondisi tersebut mendorong
serta kebijakan ECB pada akhir Januari 2015 untuk korporasi untuk menggunakan alternatif pembiayaan
memperluas QE. Namun demikian, sejak triwulan II selain kredit, baik dari pasar saham, pasar obligasi dan
2015, tekanan jual oleh investor nonresiden meningkat sukuk korporasi, serta pasar MTN danNCD.
seiring sentimen negatif, terutama dari sektor eksternal,
antara lain devaluasi yuan, concern kenaikan FFR yang Jumlah pembiayaan di pasar saham selama tahun 2015,
meningkat, dan ekspektasi pertumbuhan ekonomi baik melalui right issue maupun Initial Public Offering
Tiongkok yang lebih rendah dari perkiraan. Seperti yang (IPO), tercatat sebesar Rp53,5 triliun, atau meningkat
terjadi di pasar obligasi, tekanan net jual mulai mereda, 12,3%, dibandingkan dengan tahun 2014 sebesar Rp47,7
terutama pada triwulan IV 2015, seiring dengan mulai triliun. Peningkatan pembiayaan di pasar saham tersebut
meredanya ketidakpastian di pasar keuangan global didorong oleh peningkatan pembiayaan baik melalui right
dan perkembangan domestik yang mulai membaik. issue maupun IPO. Pembiayaan dalam bentuk right issue
Sejak triwulan II 2015 sampai dengan akhir tahun, di pasar perdana tercatat sebesar Rp42,3triliun, atau naik
investor nonresiden tercatat melakukan net jual sebesar 7,3% dibandingkan dengan tahun 2014 sebesar Rp39,2
Rp26,6triliun. triliun. Sementara itu, jumlah pembiayaan melalui Initial
Public Offering (IPO) tercatat sebesar Rp11,3 trilun, atau
Peran investor nonresiden juga masih cukup besar di naik 35,8% dibandingkan dengan tahun 2014 sebesar
pasar saham. Pangsa investor nonresiden (beli) dalam nilai
perdagangan cukup berfluktuatif, namun dengan pangsa
yang cukup besar (>30%). Secara rata-rata, pangsa nilai Tabel 8.2. Total Pembiayaan Nonbank
perdagangan investor nonresiden di pasar saham pada
tahun 2015 tercatat sebesar 42,2%, atau sedikit meningkat Keterangan 2014 2015
dibandingkan dengan tahun 2014 sebesar 42,0%.
TOTAL PEMBIAYAAN NONBANK 111,4 136,05
Kontribusi investor nonresiden yang cukup besar dalam
Total o/w Emiten Sektor Keuangan 52,3 60,4
nilai perdagangan tersebut mencerminkan kuatnya faktor
eksternal dalam memengaruhi dinamika di pasar saham Pangsa Sektor Keuangan (%) 47,0 44,4

dan besarnya risiko pembalikan di pasar saham. Saham 47,7 53,5


Saham o/w Emiten Sektor Keuangan 9,8 3,9
Pangsa Sektor Keuangan (%) 20,5 7,3
Pembiayaan Nonbank Obligasi dan Sukuk 48,7 62,4
Obligasi o/w Emiten Sektor Keuangan 33,4 42,3
Pembiayaan nonbank pada tahun 2015 meningkat dengan
Pangsa Sektor Keuangan (%) 68,5 67,7
pangsa sektor keuangan yang menurun. Pembiayaan
MTN dan Promissory Notes +NCD 14,9 20,1
nonbank pada tahun 2015 mencapai Rp136,1 triliun,
MTN, NCD o/w Emiten Sektor Keuangan 9,2 14,2
atau meningkat dibandingkan pada tahun 2014 sebesar
Rp 111,4 triliun (Tabel 8.2). Pembiayaan nonbank pada Pangsa Sektor Keuangan (%) 61,3 70,6

tahun 2015 lebih banyak dilakukan oleh emiten nonsektor Sumber: OJK dan KSEI, diolah

128 Bab 8 LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2015


Tabel 8.3. Pembiayaan IPO dan Right Issue

IPO
Realisasi 2014 Realisasi 2015
Sektor
Jumlah Emiten Nilai* Pangsa (%) Jumlah Emiten Nilai* Pangsa (%)
Pertanian 1 0,2 2,4 - - -
Pertambangan 1 0,3 3,9 1 0,8 7,4
Industri Dasar 2 1,8 21,8 - - -
Aneka Industri - - - 2 0,3 2,6
Industri Barang Konsumsi 1 0,1 1,2 1 0,9 7,7
Properti dan Real Estate 1 0,4 5,2 5 3,5 30,7
Infrastruktur, Utility,dan Transportasi 4 3,2 38,8 - - -
Keuangan 6 0,5 6,1 3 0,1 1,2
Perdagangan, Jasa, dan Investasi 4 1,7 20,6