Anda di halaman 1dari 16

TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Hipnotik

Hipnotik atau obat-obat tidur (bahasa Yunani: hypnos = tidur) adalah zat-zat
yang diberikan pada malam hari dalam dosis terapi, dapat mempertinggi
keinginan faal dan normal untuk tidur, mempermudah atau menyebabkan tidur
(Tjay dan Rahardja, 2002). Hipnotika bekerja dengan cara mendepresi susunan
saraf pusat (SSP) sehingga menyebabkan tidur, menambah keinginan tidur atau
mempermudah tidur yang realtif tidak selektif, mulai dari yang ringan yaitu
menyebabkan tenang atau kantuk, menidurkan, hingga yang berat (kecuali
benzodiazepin) yaitu hilangnya kesadaran, keadaan anestesi, koma dan mati,
bergantung pada dosis.

Hipnotik efektif dalam mempercepat waktu menidurkan, memperpanjang


waktu tidur dengan mengurangi frekuensi bangun, serta memperbaiki kualitas
(dalamnya) tidur. Akan tetapi mempersingkat periode tidur REM (Rapid Eye
Movement) (Tjay dan Rahardja, 2002). Kebutuhan tidur dapat dianggap sebagai
suatu perlindungan dari organisme untuk menghindari pengaruh yang merugikan
tubuh karena kurang tidur. Tidur yang baik, cukup dalam dan lama. Efek
terpenting yang mempengaruhi kualitas tidur adalah penyingkatan waktu
peniduran, perpanjangan masa tidur dan pengurangan jumlah periode bangun.

Insomnia atau kesulitan tidur dapat diakibatkan oleh banyak gangguan fisik,
misalnya batuk, rasa nyeri, atau sesak nafas. Yang sangat penting pula adalah
gangguan jiwa, seperti emosi, ketegangan, kecemasan atau depresi. Di samping
faktor-faktor itu perlu juga diperbaiki cara hidup yang salah, misalnya melakukan
kegiatan psikis yang melelahkan sebelum tidur. Dianjurkan untuk melakukan
gerak badan secara teratur, jangan merokok dan minum kopi atau alkohol sebelum
tidur. Gerak-jalan, melakukan kegiatan yang rileks, mandi air panas, minum susu
hangat sebelum tidur, ternyata dapat mempermudah dan memperdalam tidur yang
normal. Obat-obat tertentu, kualitas kasur dan bantal yang buruk, ruangan yang
berisik, cahaya yang terang benderang, ventilasi yang jelek, serta suhu kamar
yang tidak menunjang juga dapat menyulitkan tidur.

1
1.2. Sedatif
Sedangkan Obat-obat sedatif/sedativa pada dasarnya
segolongan dengan hipnotik, yaitu obat-obat yang bekerja
menekan reaksi terhadap perangsangan terutama rangsangan
emosi tanpa menimbulkan kantuk yang berat.Jadi, bila obat-obat
hipnotik menyebabkan kantuk dan tidur yang sulit dibangunkan
disertai penurunan refleks hingga kadang-kadang kehilangan
tonus otot (Djamhuri, 1995), obat-obat sedatif hanya menekan
reaksi terhadap perangsangan emosi tanpa menimbulkan kantuk
yang berat.

Golongan obat hipnotik-sedatif dapat dibagi menjadi beberapa


kelompok, yaitu benzodiazepin, contohnya: flurazepam,
lorazepam, temazepam, triazolam; barbiturat, contohnya:
fenobarbital, tiopental, butobarbital; hipnotik sedatif lain,
contohnya: kloralhidrat, etklorvinol, glutetimid, metiprilon,
meprobamat; dan alkohol (Ganiswarna dkk, 1995).

1.3. Hipnotik dan sedatif


Hipnotik dan sedatif merupakan golongan obat pendepresi susunan saraf pusat
(SSP). Efeknya bergantung kepada dosis, mulai dari yang ringan yaitu
menyebabkan tenang atau kantuk, menidurkan, hingga yang berat yaitu hilangnya
kesadaran, keadaan anestesi, koma dan mati.
Pada dosis terapi, obat sedatif menekan aktivitas mental, menurunkan respons
terhadap rangsangan emosi sehingga menenangkan. Obat hipnotik menyebabkan
kantuk dan mempermudah tidur serta mempertahankan tidur yang menyerupai
tidur fisiologis. Efek sedasi juga merupakan efek samping beberapa golongan obat
lain yang tidak termasuk obat golongan depresan SSP. Walaupun obat tersebut
memperkuat penekanan SSP, secara tersendiri obat tersebut memperlihatkan efek
yang lebih spesifik pada dosis yang jauh lebih kecil dari pada dosis yang
dibutuhkan untuk mendepresi SSP secara umum.

2
Beberapa obat dalam golongan hipnotik dan sedatif, khususnya golongan
benzodiazepin diindikasikan juga sebagai pelemas otot, antiepilepsi, antiansietas
(anticemas), dan sebagai penginduksi anestesi.
Alkohol atau etanol memiliki banyak persamaan sifat farmakologik
dengan hipnotik-sedatif non-benzodiazepin, namun kegunaannya untuk
pengobatan insomnia sangat terbatas, bahkan lebih banyak resiko dari
manfaatnya.
Hipnotik dan sedatif merupakan golongan obat pendepresi susunan saraf
pusat (SSP). Efeknya bergantung kepada dosis, mulai dari yang ringan yaitu
menyebabkan tenang atau kantuk, menidurkan, hingga yang berat yaitu hilangnya
kesadaran, keadaan anestesi, koma dan mati.Pada dosis terapi, obat sedatif
menekan aktivitas mental, menurunkan respons terhadap rangsangan emosi
sehingga menenangkan. Obat hipnotik menyebabkan kantuk dan mempermudah
tidur serta mempertahankan tidur yang menyerupai tidur fisiologis.
Efek sedasi juga merupakan efek samping beberapa golongan obat lain yang tidak
termasuk obat golongan depresan SSP. Walaupun obat tersebut memperkuat
penekanan SSP, secara tersendiri obat tersebut memperlihatkan efek yang lebih
spesifik pada dosis yang jauh lebih kecil dari pada dosis yang dibutuhkan untuk
mendepresi SSP secara umum. Beberapa obat dalam golongan hipnotik dan
sedatif, khususnya golongan benzodiazepin diindikasikan juga sebagai pelemas
otot, antiepilepsi, antiansietas (anticemas), dan sebagai penginduksi anestesi.
Alkohol atau etanol memiliki banyak persamaan sifat farmakologik dengan
hipnotik-sedatif non-benzodiazepin, namun kegunaannya untuk pengobatan
insomnia sangat terbatas, bahkan lebih banyak resiko dari manfaatnya.
Obat-obatan sedatif hipnotik diklasifikasikan menjadi 3 kelompok, yakni:
1. Benzodiazepin
2. Barbiturat
3. Golongan obat nonbarbiturat nonbenzodia

1.4. Kasifikasi Obat-obatan Hipnotik-Sedatif


1.4.1. BENZODIAZEPIN

3
Benzodiazepin adalah obat yang memiliki lima efek farmakologi
sekaligus, yaitu anxiolisis, sedasi, anti konvulsi, relaksasi otot melalui
medulaspinalis, dan amnesia retrograde. Benzodiazepine banyak digunakan
dalam praktik klinik.
Keunggulan benzodiazepine dari barbiturate yaitu rendahnya tingkat
toleransi obat, potensi penyalahgunaan yang rendah, margin dosis aman yang
lebar, rendahnya toleransi obat dan tidak menginduksi enzim mikrosom dihati.
Benzodiazepin telah banyak digunakan sebagai pengganti barbiturate sebagai
premedikasi dan menimbulkan sedasi pada pasien dalam monitornganestesi.
Dalam masa perioperative, midazolam telah menggantikan penggunaan diazepam.
Selain itu, benzodiazepine memiliki antagonis khusus yaitu flumazenil.
1. Mekanisme Kerja
Efek farmakologi benzodiazepine merupakan akibat aksi gamma-
aminobutyric acid (GABA) sebagai neurotransmitter penghambat
diotak. Benzodiazepine tidak mengaktifkan reseptor GABA melainkan
meningkatkan kepekaan reseptor GABA terhadap neurotransmitter
penghambat sehingga kanalklorida terbuka dan terjadi hiperpolarisasi
post sinaptik membran sel dan mendorong post sinaptik membran sel
tidak dapat dieksitasi. Hal ini menghasilkan efek anxiolisis, sedasi,
amnesia retrograde, potensiasi alkohol, antikonvulsi dan relaksasi otot
skeletal. Efek sedatif timbul dari aktivasi reseptor GABA.
Perbedaan onset dan durasi kerja diantara benzodiazepine menunjukkan
perbedaan potensi (affinitas terhadap reseptor), kelarutan lemak
(kemampuan menembus sawar darah otak dan redistribusi jaringan perifer)
dan farmakokinetik (penyerapan, distribusi, metabolisme dan ekskresi).
Hampir semua benzodiazepine larut lemak dan terikat kuat dengan protein
plasma. Sehingga keadaa hipoalbumin pada cirrhosis hepatis dan chronic
renal disease akan meningkatkan efek obat ini. Benzodiazepin
menurunkan degradasi adenosin dengan menghambat tranportasi
nuklesida. Adonosin penting dalam regulasi fungsi jantung (penurunan
kebutuhan oksigen jantung melalui penurunan detak jantung dan
meningkatkan oksigenasi melalui vasodilatasi arteri korener) dan semua
fungsi fisiologi proteksi jantung.

4
2.Efek Samping
Kelelahan dan mengantuk adalah efek samping yang biasa pada
penggunaan lama benzodiazepine. Sedasi akan menggangu aktivitas
setidaknya selama 2 minggu. Penggunaan yang lama benzodiazepine tidak
akan mengganggu tekanan darah, denyut jantung, ritme jantung dan
ventilasi. Penggunaan benzodiazepine akan mengurangi kebutuhan akan
obatanestesi inhalasi ataupun injeksi. Walaupun penggunaan midazolam
akan meningkatkan efek depresi napas opioid dan mengurangi efek
analgesiknya.Selain itu, efek antagonis benzodiazepine, juga flumazenil.
3.Contoh Preparat Benzodiazepin
a. Midazolam
Midazolam merupakan benzodiazepine yang larut air dengan struktur
cincin imidazole yang stabil dalam larutan dan metabolisme yang cepat.
Obat ini telah menggantikan diazepam selama operasi dan memiliki potensi
2-3 kali lebih kuat. Selain itu affinitas terhadap reseptor GABA 2 kali lebih
kuat disbanding diazepam. Efek amnesia pada obat ini lebih kuat dibanding
efek sedasi sehingga pasien dapat terbangun namun tidak akan ingat
kejadian dan pembicaraan yang terjadi selama beberapa jam.
Farmakokinetik
Midazolam diserap cepat dari saluran cerna dan dengan cepat melaui sawar
darah otak. Namun waktu equilibriumnya lebih lambat dibanding
propofoldan thiopental. Hanya 50% dari obat yang diserap yang akan masuk
ke sirkulasi sistemik karena metabolisme porta hepatik yang tinggi.
Sebagian besar midazolam yang masuk plasma akan berikatan dengan
protein. Waktu durasi yang pendek dikarenakan kelarutan lemak yang tinggi
mempercepat distribusi dari otak ke jaringan yang tidak aktif begitu juga
dengan klirens hepar yang cepat. Waktu paruh midazolam adalah antara 1-4
jam, lebih pendek dari pada waktu paruh diazepam. Waktu paruh ini dapat
meningkat pada pasien tua dan gangguan fungsi hati. Pada pasien dengan
obesitas, klirens midazolam akan lebih lambat karena obat banyak berikatan
dengan sel lemak. Akibat eliminasi yang cepat dari midazolam, maka efek
pada CNS akan lebih pendek dibanding diazepam.

5
Metabolisme
Midazolam dimetabolisme dengan cepat oleh hepar dan enzim cytochrome
P-450 usus halus menjadi metabolit yang aktif dan tidak aktif. Metabolit
utamayaitu 1-hidroksimidazolam yang memiliki separuh efek obat induk.
Metabolit ini dengan cepat dikonjugasi dengan asam glukoronat menjadi 1-
hidroksimida- zolamglukoronat yang dieskresikan melalui ginjal.
Metabolit lainnya yaitu 4-hidroksimidazolam tidak terdapat dalam plasma
pada pemberian IV.Metabolisme midazolam akan diperlambat oleh obat-
obatan penghambat enzim sitokrom P-450 seperti simetidin, eritromisin,
calsium channel blocker, obat anti jamur. Kecepatan klirens hepatic
midazolam lima kali lebih besar daripada lorazepam dan sepuluh kali lebih
besar daripada diazepam
Efek pada Sistem Organ
Midazolam menurunkan kebutuhan metabolik oksigen otak dan aliran darah
ke otak seperti barbiturat dan propofol. Namun terdapat batasan besarnya
penurunan kebutuhan metabolik oksigen otak dengan penambahan dosis
midazolam. Midazolam juga memiliki efek yang kuat sebagai antikonvulsan
untuk menangani status epilepticus.a) Pernapasan, Penurunan pernapasan
dengan midazolam sebesar 0,15 mg/kg IV setara dengan diazepam 0,3
mg/kg IV. Pasien dengan penyakit paru obstruktif kronis memiliki resiko
lebih besar terjadinya depresi pernapasan walaupun pada orang normal
depresi pernapasan tidak terjadi sama sekali. Pemberian dosis besar (>0,15
mg/kg) dalam waktu cepat akan menyebabkan apneu sementara terutama
bila diberikan bersamaan dengan opioid. Benzodiazepine juga menekan
reflex menelan dan penuruna aktivitas saluran napas bagian atas.
Penggunaan Klinik
Midazolam sering digunakan sebagai premedikasi pada pasien pediatrik
sebagai sedasi dan induksi anestesia. Midazolam juga memiliki efek
antikonvulsan sehingga dapat digunakan untuk mengatasi kejang grand
mal.a) Premedikasi sebagai premedikasi midazolam 0,25 mg/kg diberikan
secara oral berupasirup (2 mg/ml) kepada anak-anak untuk memberiksan
efek sedasi dan anxiolisis dengan efek pernapasan yang sangat minimal.

6
Pemberian 0,5 mg/kg IV 10 menit sebelum operasi dipercaya akan
memberikan keadaan amnesia retrograd yang cukup.

b. Diazepam
Diazepam adalah benzodiazepine yang sangat larut lemak dan memiliki
durasi kerja yang lebih panjang disbanding midazolam. Diazepam
dilarutkan dengan pelarut organik (propilen glikol, sodium benzoate) karena
tidak larut dalam air. Larutannya pekat dengan pH 6,6-6,9.Injeksi secara IV
atau IM akan menyebabkan nyeri.
Farmakokinetik
Diazepam cepat diserap melalui saluran cerna dan mencapai puncaknya
dalam 1 jam (15-30 menit pada anak-anak). Kelarutan lemaknya yang tinggi
menyebabkan Vd diazepam besar dan cepat mencapai otak dan jaringan
terutama lemak. Diazepam juga dapat melewati plasenta dan terdapat dalam
sirkulasi fetus. Ikatan protein benzodiazepine berhubungan dengan
tingginya kelarutanlemak. Diazepam dengan kelarutan lemak yang tinggi
memiliki ikatan denganprotein plasma yang kuat. Sehingga pada pasien
dengan konsentrasi protein plasma yang rendah, seperti pada cirrhosis
hepatis, akan meningkatkan efek samping dari diazepam.
Metabolisme
Diazepam mengalami oksidasi N-demethylation oleh enzim mikrosom hati
menjadi desmethyldiazepam dan oxazepam serta sebagian kecil temazepam.
Desmethyldiazepam memiliki potensi yang lebih rendah serta
dimetabolisme lebih lambat dibanding oxazepam sehingga menimbulkan
keadaan mengantuk pada pasien 6-8 jam setelah pemberian. Metabolit ini
mengalami resirkulasi enterohepatik sehingga memperpanjang sedasi.
Desmethyldiazepam diekskresikan melalui urin setelah dioksidasi dan
dikonjugasikan dengan asam glukoronat.
Waktu Paruh
Waktu paruh diazepam orang sehat antara 21-37 jam dan akan semakin
panjang pada pasien tua, obese dan gangguan fungsi hepar serta digunakan
bersama obat penghambat enzim sitokrom P-450. Dibandingkan

7
lorazepam,diazepam memiliki waktu paruh yang lebih panjang namun
durasi kerjanya lebih pendek karena ikatan dengan reseptor GABA
lebih cepat terpisah. Waktu paruh desmethyldiazepam adalah 48-96 jam.
Pada penggunaan lama diazepam dapat terjadi akumulasi metabolit di
dalam jaringan dan dibutuhkan waktu lebih dari seminggu untuk
mengeliminasi metabolit dariplasma.
Efek pada Sistem Organ
Diazepam hampir tidak menimbulkan efek depresi napas. Namun, pada
penggunaan bersama dengan obat penekan CNS lain atau pada pasien
dengan penyakit paru obstruktif akan meningkatkan resiko terjadinya
depresi napas. Diazepam pada dosis 0,5-1 mg/kg IV yang diberikan sebagai
induksi anestesi tidak menyebabkan masalah pada tekanan darah,cardiac
output dan resistensi perifer. Begitu juga dengan pemberian anestesi
volatile Ns setelah induksi dengan diazepam tidak menyebabkan perubahan
pada kerja jantung.Namun pemberian diazepam 0,125-0,5 mg/kg IV yang
diikuti dengan injeksifentanyl 50 g/kg IV akan menyebabkan penurunan
resistensi vaskuler dan penurunan tekanan darah sistemik. Pada otot
skeletal, diazepam menurunkan tonus otot. Efek ini didapat dengan
menurunkan impuls dari saraf gamma di spinal. Keracunan diazepam
didapatkan bila konsentrasi plasmanya > 1000ng/ml.
Penggunaan Klinis
Penggunaan diazepam sebagai sedasi pada anestesi telah digantikan oleh
midazolam. Sehingga diazepam lebih banyak digunakan untuk mengatasi
kejang.Efek anti kejang didapatkan dengan menghambat
neuritransmitter GABA. Dibanding barbiturat yang mencegah kejang
dengan depresi non selektif CNS, diazepam secara selektif menghambat
aktivitas di system limbik, terutama dihippokampus.

c. Lorazepam
Lorazepam memiliki struktur yang sama dengan oxazepam, hanya berbeda
pada adanya klorida ekstra pada posisi orto 5-phenyl moiety. Lorazepam

8
lebih kuat dalam sedasi dan amnesia dibanding midazolam dan diazepam
sedangkan efek sampingnya sama.
Farmakokinetik
Lorazepam dikonjugasikan dengan asam glukoronat di hati menjadi bentuk
inaktif yang diekskresikan di ginjal. Waktu paruhnya lebih lama yaitu 10-20
jam dengan ekskresi urin > 80% dari dosis yang diberikan. Karena
metabolismenya tidak dipengaruhi oleh enzim mikrosom di hati, maka
metabolismenya tidak dipengaruhi oleh umur, fungsi hepar dan obat
penghambat enzim P-450 seperti simetidin. Namun onset kerja lorazepam
lebih lambat dibanding midazolam dandiazepam karena kelarutan lemaknya
lebih rendah.
Penggunaan Klinik
Lorazepam diserap baik bila diberikan secara oral dan IM dan mencapai
konsentrasi puncak dalam 2-4 jam dan terus bertahan efeknya selama 24-48
jam. Sebagai premedikasi, digunakan dosis oral 50g/kg (maks 4 mg) yang
akan menimbulkan sedasi yang cukup dan amnesia selama 6 jam.
Penambahan dosis akan meningkatkan sedasi tanpa penambahan efek
amnesia. Lorazepam tidak bermanfaat pada operasi singkat karena durasi
kerja yang lama. Onset kerja lambat lorazepam merupakan kekurangan
lorazepam bila digunakan sebagai induksi anestesi, sedasi selama regional
anestesi dan sebagai anti kejang. Lorazepam akan bermanfaat bila
digunakan sebagai sedasi pada pasien yang diintubasi.

d.Oxazepam
Oxazepam merupakan metabolit aktif dari diazepam. Durasi kerjanya lebih
pendek dibanding diazepam karena di sirkulasi akan dikonjugasi dengan
asam glukoronat menjadi metabolit inaktif. Waktu paruhnya 5-15 jam dan
tidak dipengaruhi oleh fungsi hepar atau pemberian simetidin. Absorbsi oral
oxazepam sangat lambat sehingga tidak bermanfaat pada pengobatan
insomnia dengan kesulitan tidur. Namun bermanfaat pada insomnia
memiliki periode tidur yang pendek atau sering terbangun di malam hari.

9
e. Alprazolam
Alprazolam memiliki efek mengurangi kecemasan pada pasien dengan
kecemasan atau serangan panik. Alprazolam merupakan alternatif untuk
premedikasi pengganti midazolam.
1.4.2. BARBITURAT
Barbiturat selama beberapa saat telah digunakan secara ekstensif sebagai
hipnotik dan sedatif. Namun sekarang kecuali untuk beberapa penggunaan yang
spesifik, barbiturat telah banyak digantikan dengan benzodiazepine yang lebih
aman, pengecualian fenobarbital, yang memiliki anti konvulsi yang masih banyak
digunakan.Secara kimia, barbiturat merupakan derivat asam barbiturat.
Asambarbiturat (2,4,4-trioksoheksahidropirimidin) merupakan hasil reaksi
kondensasi antara ureum dengan asam malonat.
Susunan Saraf Pusat efek utama barbiturat ialah depresi SSP. Semua tingkat
depresi dapat dicapai, mulai dari sedasi, hipnosis, koma sampai dengan kematian.
Efek antianseitas barbiturat berhubungan dengan tingkat sedasi yang dihasilkan.
Efek hipnotik barbiturate dapat dicapai dalam waktu 20-60 menitdengan dosis
hipnotik. Tidurnya menyerupai tidur fisiologis, tidak disertai mimpi yang
mengganggu. Efek anastesi umumnya diperlihatkan oleh golongan tiobarbital
dan beberapa oksibarbital untuk anastesi umum. Untuk efek antikonvulsi
umumnya diberikan oleh berbiturat yang mengandung substitusi 5-fenil misalnya
fenobarbital.
Farmakokinetik
Barbiturat secara oral diabsorpsi cepat dan sempurna dari lambung dan usus
halus kedalam darah. Secara IV barbiturat digunakan untuk mengatasi status
epilepsi dan menginduksi serta mempertahankan anastesi umum.
Barbiturat didistribusi secara luas dan dapat melewati plasenta, ikatan
dengan protein plasma sesuai dengan kelarutan dalam lemak; tiopental yang
terbesar. Barbiturat yang mudah larut dalam lemak, misalnya tiopental
dan metoheksital, setelah pemberian secara IV, akan ditimbun di jaringan
lemak dan otot. Hal ini akan menyebabkan kadarnya dalam plasma dan otak
turun dengan cepat. Barbiturat yang kurang lipofilik, misalnya aprobarbital
dan fenobarbital, dimetabolisme hampir sempurna didalam hati sebelum

10
diekskresi di ginjal. Pada kebanyakan kasus, perubahan pada fungsi ginjal
tidak mempengaruhi eliminasi obat. Fenobarbital diekskresi ke dalam urine
dalam bentuk tidak berubah sampai jumlah tertentu (20-30 %) pada
manusia. Faktor yang mempengaruhi biodisposisi hipnotik dan sedatif
dapat dipengaruhi oleh berbagai hal terutama perubahan pada fungsi hati
sebagai akibat dari penyakit, usia tua yang mengakibatkan penurunan
kecepatan pembersihan obat yang dimetabolisme yang terjadi hampir
pada semua obat golongan barbiturat.
Indikasi
Penggunaan barbiturat sebagai hipnotik sedatif telah menurun secara nyata
karena efek terhadap SSP kurang spesifik yang telah banyak digantikan
oleh golongan benzodiazepine. Penggunaan pada anastesi masih banyak
obat golongan barbiturat yang digunakan, umumnya tiopental dan
fenobarbital.
1. Tiopental
Di gunakan untuk induksi pada anestesi umum.
Operasi yang singkat (reposisi fraktur, insisi, jahit luka).
Sedasi pada analgesik regional
Mengatasi kejang-kejang pada eklamsia, epilepsi, dan tetanus
2. Fenobarbital
Untuk menghilangkan ansietas
Sebagai antikonvulsi (pada epilepsi)
Untuk sedatif dan hipnotik
Kontra Indikasi
Barbiturat tidak boleh diberikan pada penderita alergi barbiturat, penyakit
hati atau ginjal, hipoksia, penyakit Parkinson. Barbiturat juga tidak
boleh diberikan pada penderita psikoneurotik tertentu, karena dapat
menambah kebingungan di malam hari yang terjadi pada penderita usia
lanjut.
Efek Samping
1) Hangover, Gejala ini merupakan residu depresi SSP setelah efek hipnotik
berakhir. Dapat terjadi beberapa hari setelah pemberian obat dihentikan.

11
Efek residu mungkin berupa vertigo, mual, atau diare. Kadang kadang
timbul kelainan emosional dan fobia dapat bertambah berat.
2) Eksitasi paradoksal. Pada beberapa individu, pemakaian ulang barbiturat
(terutama fenoberbital dan N-desmetil barbiturat) lebih menimbulkan
eksitasidari pada depresi. idiosinkrasi ini relative umum terjadi diantara
penderita usia lanjut dan lemah.
3) Rasa nyeri, Barbiturat sesekali menimbulkan mialgia, neuralgia, artalgia,
terutama pada penderita psikoneurotik yang menderita insomnia. Bila
diberikan dalam keadaan nyeri, dapat menyebabkan gelisah, eksitasi, dan
bahkan delirium.
4) Alergi, Reaksi alergi terutama terjadi pada individu alergik. Segala
bentuk hipersensitivitas dapat timbul, terutama dermatosis. Jarang terjadi
dermatosiseks-foliativa yang berakhir fatal pada penggunaan
fenobarbital, kadang-kadang disertai demam, delirium dan kerusakan
degeneratif hati.
5) Interaksi Obat. Reaksi obat, Kombinasi barbiturat dengan depresan SSP
lain misal etanol akan meningkatkan efek depresinya; Antihistamin,
isoniasid, metilfenidat, dan penghambat MAO juga dapat menaikkan efek
depresi barbiturat.
Interaksi obat yang paling sering melibatkan hipnotik-sedatif adalah
interaksi dengan obat depresan susunan saraf pusat lain, yang menyebabkan
efek aditif. Efek aditif yang jelas dapat diramalkan dengan penggunaan
minuman beralkohol, analgesik narkotik, antikonvulsi, fenotiazin dan
obat-obat antidepresan golongan trisiklik.
1.4.3.Nonbarbiturat Nonbenzodiazepin
A. Propofol
Propofol adalah zat subsitusi isopropylphenol (2,6 diisopropylphe- nol)
yang digunakan secara intravena sebagai 1% larutan pada zat aktif yang terlarut,
serta mengandung 10% minyak kedele, 2,25% gliserol, dan 1,2% purified egg
phosphatide.
1. Mekanisme Kerja

12
Propofol relatif bersifat selektif dalam mengatur reseptor gammaami-
nobutyric acid (GABA) dan tampaknya tidak mengatur ligand-gate ionchannel
lainnya. Propofol dianggap memiliki efek sedatif hipnotik melalui interaksinya
dengan reseptor GABA. GABA adalah salah satu neurotransmiter penghambat di
SSP. Ketika reseptor GABA diaktivasi, penghantar kloridatrans membrane
meningkat dan menimbulkan hiperpolarisasi di membran sel postsinaps dan
menghambat fungsi neuron post sinaps. Interaksi propofol (termasuk barbiturat
dan etomidate) dengan reseptor komponen spesifik reseptor GABA menurunkan
neurotransmitter penghambat. Ikatan GABA meningkatkan durasi pembukaan
GABA yang teraktifasi melaui chloride channel sehingga terjadi hiperpolarisasi
dari membran sel.
2. Farmakokinetik
Propofol didegradasi di hati melalui metabolisme oksidatif hepatik oleh
cytochrome P-450. Namun, metabolisme tidak hanya dipengaruhi hepatic tetapi
juga ekstrahepatik. Metabolisme hepatik lebih cepat dan lebih banyak
menimbulkan inaktivasi obat dan terlarut air sementara metabolisme asam
glukoronat diekskresikan melalui ginjal. Propofol membentuk 4-
hydroxypropofololeh sitokrom P450. Propofol yang berkonjugasi dengan sulfat
dan glukoronide menjadi tidak aktif dan bentuk 4 hydroxypropofol yang memiliki
1/3 efek hipnotik. Kurang dari 0,3% dosis obat diekskresikan melalui urin. Waktu
paruhpropofol adalah 0,5 1,5 jam tapi yang lebih penting sensitive half time dari
propofol yang digunakan melalui infus selama 8 jam adalah kurang dari 40
menit.Maksud dari sensitive half time adalah pengaruh minimal dari durasi infus
karena metabolisme propofol yang cepat ketika infus dihentikan sehingga obat
kembali dari tempat simpanan jaringan ke sirkulasi.
3. Penggunaan Klinis
Propofol menjadi pilihan obat induksi terutama karena cepat dan efek
mengembalikan kesadaran yang komplit. Infus intravena propofol dengan atau
tanpa obat anestesia lain menjadi metode yang sering digunakan sebagai sedasi
atau sebagai bagian penyeimbang atau anestesi total iv. Penggunaan propofol
melalui infus secara terus menerus sering digunakan di ruang ICU.

13
B. Ketamin
Ketamin adalah derivat phencyclidine yang menyebabkan
disosiativeanesthesia yang ditandai dengan disosiasi EEG pada talamokortikal
dan sistemlimbik. Disosiative anesthesia ini menyerupai kedaan kataleptik dimana
mata pasien terbuka dan diikuti nistagmus yang lambat. Berbagai derajat
hnipertonus dan perpindahan otot yang tanpa tujuan sering terjadi pada proses
pembedahan

C. Dextromethorphan
Dextromethorphan (d-isomer dari levophanol) adalah NMDA antagonis
dengan afinitas ringan yang sering digunakan sebagai penghambat respon batuk
disentral. Obat ini memiliki efek yang seimbang dengan kodein sebagai antitusif
tetapi tidak memiliki efek analgesik Tidak seperti kodein, obat ini tidak
menimbulkan efek sedasi atau gangguan sistem gastrointestinal. DMP memiliki
efek euforia sehingga sering disalah gunakan. Tanda dan genjala penggunaan
berlebihan DMP adalah hipertensi sistemik, takikardia, somnolen, agitasi,
ataxia,diaporesis, kaku otot, kejang, koma, penurunan suhu tubuh.
Hepatotoksisitas meningkat pada pasien yang mendapat DMP dan asetamenofen.

14
KESIMPULAN
1. Hipnotik sedatif merupakan obat-obatan yang mampu mendepresisistem
saraf pusat, sedangkan sedatif adalah substansi yang memiliki aktifitas
moderate yang memberikan efek menenangkan, dan hipnotik adalah
substansi yang dapatmemberikan efek mengantuk dan yang dapat
memberikan onset serta mempertahankan tidur.
2. Obat-Obatan hipnotik sedatif terbagi menjadi tiga jenis yakni golongan
benzodiazepin, barbiturat, dan bukan keduanya.Obat golongan
benzodiazepine berkerja pada reseptor gamma-aminobutyric acid.
3. Efek farmakologi benzodiazepin merupakan akibat aksi gamma-
aminobutyric acid sebagai neurotransmitter penghambat di otak.
4. Obat-obatan barbiturat bekerja pada neurotansmiter penghambat
(gamma - aminobutyric acid) pada sistem saraf pusat. Aktifasi reseptor
ini meningkatkan konduktase klorida transmembran, sehingga terjadi
hiperpolarisasi membran selpostsinaps.
5. Beberapa obat lain yang bukan jenis barbiturat dan banzodiazepin yang
sering digunakan sebagai obat sedasi dan hipnotik antara lain: propofol,
ketamin,dextromethorphan.

15
DEAFTAR PUSTAKA

Djamhuri,A.,1995, Synopsis Farmakologi dengan Terapan Khusus di Klinik dan


Keperawatan, Edisi 1, 76, Hipokkrates, Jakarta.

Ganiswarna, S.G dkk, (1995). Farmakologi dan Terapi. UI. Edisi 5. Jakarta Hal :
237-238

Nelson., M.H, 2006. Sedative Hipnotic Drugs. (Dikutip dari


:http://pharmac.wingate.edu/faculty/mnelson/PDF/Sedative_Hypnotics.pdf
tanggal 25 Februari 2017)

Stoelting RK, Hillier SC. Opioid Agonists and Antagonists. In :


Pharmacology & Physiology in Anestetic Practice 4th Edition. Philadelphia
:Lipincott William & Wilkins; 2006, 87-126

Tjay, T.H., Rahardja, K. (2002). Obat-obat Penting : Khasiat, Penggunaan, dan

Efek-Efek Sampingnya. Edisi VI. Jakarta: Penerbit PT. Elex Media

Komputindo. Halaman 540-541.

16

Anda mungkin juga menyukai