Anda di halaman 1dari 13

PROSEDUR LABORATORIUM

SIFAT FISIK TANAH , TRIAXIAL TEST, UCS, DAN DIRECT SHEAR

DISUSUN OLEH:

Bimo Ario P

270110120117

GEOLOGI D

FAKULTAS TEKNIK GEOLOGI

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2015

A. Uji Basic Properties


1. Moisture Content
Menghitung berat tanah saat kondisi basah
Menghitung berat tanah saat kondisi kering
Nilai selisih merupakan berat air

Berat Air
x 100
Moisture Content : Berat Tanah Kering

2. Unit Weight (Bobot Isi)

Prinsip nya mirip dengan densitas

Berat Tanah
: Volume

3. Spesific Gravity

Berat jenis Tanah


GS : Berat jenis Air

4. Grain size Ananlisis


Sieve, untuk tanah butir kasar
Hidrometer, untuk tanah butir halus

5. Atterberg Limits (Tery R. Weit, 1992)

Gambar. Atterberg Limit

Membahas fase tanah (plastis,


liquid, shrinkage

6. Angka Aktivitas (A)


Daya material lempung untuk mengembang atau mengerut

IP
A: lempung dimana IP : Indeks Plasticity yang diperoleh pada Atterberg

Limit (Liquid Limit Plastis Limit)

B. Uniaxial Compresive Strength ( UCS )

Penekanan uniaksial terhadap contoh batuan selinder merupakan uji sifat


mekanik yang paling umum digunakan. Uji kuat tekan uniaksial dilakukan untuk
menentukan kuat tekan batuan (t ), Modulus Young (E), Nisbah Poisson (v) , dan
kurva tegangan-regangan. Contoh batuan berbentuk silinder ditekan atau dibebani
sampai runtuh. Perbandingan antara tinggi dan diameter contoh silinder yang umum
digunakan adalah 2 sampai 2,5 dengan luas permukaan pembebanan yang datar,
halus dan paralel tegak lurus terhadap sumbu aksis contoh batuan.

Peralatan :

Mesin tekan Controls


Dial Gauge
Jangka Sorong
Stopwatch

Langkah Kerja

1. Gunakan safety glasses dan safety shoes.


2. Siapkan formulir data jika pengambilan data dilakukan secara manual.
3. Contoh uji harus memenuhi syarat L/D = 2.
4. Lakukan persiapan alat mesin tekan, letakkan contoh batuan dipusat antara plat
atas dan plat bawah mesin tekan. Contoh batuan diletakkan dengan permukaan
bawah menempel pada plat bawah.
5. Pada mesin tekan dipasang tiga buah dial gauge untuk mengukur deformasi
aksial, lateral 1, dan lateral 2.
6. Pompa dihidupkan, sehingga oli yang bertekanan tinggi akan masuk kedalam
silinder. Piston dalam silinder bergerak kebawah sampai permukaan contoh batuan
menyentuh plat tekan bagian atas. Karena kedua permukaan contoh batuan telah
menyentuh plat tekan menyebabkan kenaikan piston terhambat sehingga gaya
didalam contoh batuan meningkat. Besarnya gaya yang ada di dalam contoh batuan
ini ditransmisikan ke system alat pengukur gaya. Matikan pompa.
7. Atur jarum penunjuk pada ketiga dial gauge pada posisi nol
8. hidupkan kembali pompa dan mulai lakukan pembacaan gaya setiap interval 2
kN hingga terjadi failure dan dicatat proses pembebanan deformasi aksial dan
lateralnya.
9. Alat pengukur gaya terdiri dari dua buah jarum penunjuk yaitu jarum hitam dan
jarum merah. Jarum hitam menunjukkan gaya di dalam contoh batuan, sedangkan
jarum merah di gerakkan oleh jarum hitam. Bila contoh batuan hancur (failure)
gaya di dalam contoh batuan berkurang, jarum hitam akan bergerak kembali ke nol
dan jarum merah tertinggal pada skala terakhir yang ditunjukkan jarum hitam.
Maka gaya maksimum yang mampu ditahan oleh contoh batuan akan ditunjukkan
oleh jarum merah.
10. Matikan motor dan catat juga lamanya waktu percobaan. Lakukan cara yang
sam untuk contoh batuan yang lain.

Dari hasil pengujian akan didapat beberapa data seperti:

1. Kuat Tekan Batuan (c)


Tujuan utama uji kuat tekan uniaksial adalah untuk mendapatkan nilai kuat
tekan dari contoh batuan. Harga tegangan pada saat contoh batuan hancur
didefinisikan sebagai kuat tekan uniaksial batuan dan diberikan oleh hubungan :

F
c : A , dimana:

c = Kuat tekan uniaksial batuan (MPa)

F = Gaya yang bekerja pada saat contoh batuan hancur (kN)

A = Luas penampang awal contoh batuan yang tegak lurus arah gaya (mm)

2. Modulus Young ( E )

Modulus Young atau modulus elastisitas merupakan faktor penting dalam


mengevaluasi deformasi batuan pada kondisi pembebanan yang bervariasi. Nilai
modulus elastisitas batuan bervariasi dari satu contoh batuan dari satu daerah
geologi ke daerah geologi lainnya karena adanya perbedaan dalam hal formasi
batuan dan genesa atau mineral pembentuknya. Modulus elastisitas dipengaruhi
oleh tipe batuan, porositas, ukuran partikel, dan kandungan air. Modulus
elastisitas akan lebih besar nilainya apabila diukur tegak lurus perlapisan
daripada diukur sejajar arah perlapisan (Jumikis, 1979).


= a dimana :

E = Modulus elastisitas (MPa)

. = Perubahan tegangan (MPa)

a = Perubahan regangan aksial (%)


Terdapat tiga cara yang dapat digunakan untuk menentukan nilai modulus
elastisitas yaitu :

a) Tangent Youngs Modulus, yaitu perbandingan antara tegangan aksial dengan


regangan aksial yang dihitung pada persentase tetap dari nilai kuat tekan.
Umumnya diambil 50% dari nilai kuat tekan uniaksial.
b) Average Youngs Modulus, yaitu perbandingan antara tegangan aksial dengan
regangan aksial yang dihitung pada bagian linier dari kurva tegangan- tegangan.
c) Secant Youngs Modulus, yaitu perbandingan antara tegangan aksial dengan
regangan aksial yang dihitung dengan membuat garis lurus dari tegangan nol ke
suatu titik pada kurva regangan-tegangan pada persentase yang tetap dari nilai
kuat tekan. Umumnya diambil 50% dari nilai kuat tekan uniaksial.

3. Nisbah Poisson ( Poisson Ratio )

Nisbah Poisson didefinisikan sebagai perbandingan negatif antara regangan


lateral dan regangan aksial. Nisbah Poisson menunjukkan adanya pemanjangan ke arah
lateral (lateral expansion) akibat adanya tegangan dalam arah aksial. Sifat mekanik ini
dapat ditentukan dengan persamaan :

l
V= a , dimana :

V = Nisbah Poisson

l = regangan lateral (%)

a= regangan aksial (%)

Pada uji kuat tekan uniaksial terdapat tipe pecah suatu contoh batuan pada saat runtuh.
Tipe pecah contoh batuan bergantung pada tingkat ketahanan contoh batuan dan kualitas
permukaan contoh batuan yang bersentuhan langsung dengan permukaan alat penekan
saat pembebanan. Kramadibrata (1991) mengatakan bahwa uji kuat tekan uniaksial
menghasilkan tujuh tipe pecah, yaitu :

a. Cataclasis

b. Belahan arah aksial (axial splitting)

c. Hancuran kerucut (cone runtuh)

d. Hancuran geser (homogeneous shear)

e. Hancuran geser dari sudut ke sudut (homogeneous shear corner to corner)

f. Kombinasi belahan aksial dan geser (combination axial dan local shear)

g. Serpihan mengulit bawang dan menekuk (splintery union-leaves and buckling)

C. Uji triaxial

Tujuan utama uji triaksial adalah untuk menentukan kekuatan batuan padakondisi
pembebanan triaksial melalui persamaan kriteria keruntuhan. Kriteria keruntuhan yang
sering digunakan dalam pengolahan data uji triaksial adalah criteria Mohr-Coulomb.
Hasil pengujian triaksial kemudian diplot kedalam kurva Mohr- Coulomb sehingga
dapat ditentukan parameter-parameter kekuatan batuan sebagai berikut:

Strength envelope (kurva intrinsik)


Kuat geser (Shear strength)
Kohesi (C)
Sudut geser dalam ()
Pada pengujian triaksial, contoh batuan dimasukkan kedalam sel triaksial, diberi
tekanan pemampatan (3), dan dibebani secara aksial (1), sampai runtuh. Pada uji ini,
tegangan menengah dianggap sama dengan tekanan pemampatan (3= 1).

Peralatan

Mesin Tombol Controls


Sex Triaksial
Dial Gauge
Jangka Sorong
Stop watch
Karet Ban

Langkah Kerja

1. Gunakan safety glasses dan safety shoes.


2. Contoh batuan yang digunakan berdimensi panjang = dua kali diameter.
3. Contoh batuan dimasukkan ke dalam selubung karet kemudian ditutup kedua
ujungnya dengan menggunakan plat, kemudian diletakkan kedalam sel triaksial dan
ditutup. Didalam sel triaksial ini akan dipompakan oli bertekanan dari pompa
hidrolik untuk memberikan tekanan pengukungan.
4. Letakkan sel triaksial yang berisi contoh batuan di pusat antara plat atas dan plat
bawah mesin tekan. Contoh batuan diletakkan dengan permukaan bawah menempel
pada plat bawah.
5. Pada alat mesin tekan dipasang dial gauge untuk mengukur deformasi aksial.
6. Hidupkan mesin tekan sehingga sel triaksial menyentuh plat tekan bagian atas.
Matikan mesin.
7. Atur jarum penunjuk dial gauge pada posisi nol.
8. Oli dipompakan ke dalam sel triaksial dengan menggunakan pompa hidrolik
sampai pada tekanan tertentu (tekanan pengukungan 1 = x1). Pada saat bersamaan,
hidupkan kembali mesin tekan dan mulai lakukan pembacaan gaya setiap interval
tertentu (2 kN atau 1 kn) hingga terjadi failure.
9. Catat deformasi aksial pada setiap pembacaan gaya selama proses pembebanan.
10. Bila contoh batuan hancur (failure) yang ditunjukkan oleh jarum hitam yang
bergerak kembali ke nol, matikan motor dan catat juga lamanya waktu percobaan.
11. Lakukan prosedur yang sama untuk contoh batuan ke-2 dan ke-3, tetapi dengan
pengukungan yang berbeda ( x2 dan x3)

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Uji Triaksial

1. Tekanan pemampatan

Tekanan pemampatan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi dalam uji triaksial.
Besarnya tegangan aksial pada saat contoh batuan runtuh saat pengujian triaksial selalu
lebih besar daripada tegangan aksial saat contoh batuan runtuh pada pengujian kuat
tekan uniaksial. Hal ini disebabkan karena adanya penekanan (pemampatan) dari arah
lateral dari sekeliling contoh batuan pada uji triaksial. Berbeda pada pengujian kuat
tekan uniaksial, tekanan pemampatannya adalah nol (zero confining pressure), sehingga
tegangan aksial batuan lebih kecil. Berdasarkan penelitian Von Karman (1911) pada
batuan marbel Carrara dapat dilihat dengan adanya tekanan pemampatan pada contoh
batuan mengakibatkan kenaikan tekanan aksial dan bersifat lebih ductile. Gambar 2.5
menunjukkan semakin tingginya tegangan puncak (peak) jika tekanan pemampatannya
semakin besar.

2. Tekanan pori
Dari penelitian Schwartz pada tahun 1964 yang mempelajari tentang tekanan pori pada
uji triaksial terhadap batuan sandstone (lihat Gambar 2.6). Dapat disimpulkan bahwa
naiknya tekanan pori akan menurunkan kekuatan batuan.

3. Temperatur

Secara umum, kenaikan temperatur menghasilkan penurunan kuat tekan batuan dan
membuat batuan semakin ductile. Gambar 2.7 menunjukkan kurva tegangan diferensial
(deviatoric stress,3-1) regangan aksial untuk batuan granit pada tekanan pemampatan
500 MPa dan pada temperatur yang berbeda-beda. Pada temperatur kamar, sifat batuan
adalah brittle, tetapi pada temperatur 800 0C batuan hampir seluruhnya ductile. Efek
temperatur terhadap tegangan diferensial saat runtuh untuk setiap tipe batuan adalah
berbeda. Pada penelitian ini, pengaruh temperature diabaikan.

4. Laju deformasi

Kenaikan laju deformasi secara umum akan menaikkan kuat tekan batuan. Hal ini
terbukti dari penelitian-peneliatian terdahulu. Pada tahun 1961, Serdengecti dan Boozer
melakukan penelitian tentang pengaruh kenaikan laju deformasi pada uji triaksial. Dari
penelitian mereka pada batuan limestone dan gabbro solenhofen,

5. Bentuk dan Dimensi contoh batuan

Bentuk contoh batuan pengujian triaksial sama seperti uji kuat tekan uniaxial bentuk
silinder. Semakin bertambahnya ukuran contoh batuan, kemungkinan tiap contoh batuan
dipengaruhi oleh bidang lemah akan semakin besar. Oleh karena itu, semakin besar
contoh batuan yang akan diuji, kekuatan contoh batuan tersebut akan berkurang.
Variasi perbandingan panjang terhadap diameter contoh batuan ( /d) diketahui akan
mempengaruhi kekuatan contoh batuan. Kekuatan contoh batuan akan menurun seiring
dengan menaiknya perbandingan panjang terhadap diameter contoh batuan ( /d). Hal ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan Mogi pada tahun 1962.

Menurut ISRM (1972) untuk contoh batuan pada uji triaksial dan kuat tekan uniaksial,
perbandingan antara tinggi dan diameter contoh silinder yang umum digunakan adalah 2
sampai 2,5 dengan area permukaan pembebanan yang datar, halus dan paralel tegak
lurus terhadap sumbu aksis contoh batuan.

6. Tipe Deformasi Batuan pada Uji Triaksial

Secara garis besar tipe deformasi yang terjadi saat contoh batuan runtuh dapat dibedakan
menjadi dua tipe, yaitu brittle fracture dan ductile fracture. Serdengecti dan Boozer
menyebutkan bahwa brittle fracture terjadi pada tekanan pemampatan yang rendah,
temperatur yang rendah dan laju deformasi yang besar. Sebaliknya, ductile fracture lebih
sering terjadi pada tekanan pemampatan yang tinggi, temperatur yang tinggi dan laju
deformasi yang rendah (Vutukuri, Lama & Saluja, 1974).

D. Direct Shear Test

Tes ini dilakukan untuk mengetahui kuat geser batuan, harga kohesi dan sudut geser
dalam baik puncak (peak), semu ( apparent) atau sisa dari batuan pada tegangan normal
tertentu.

Peralatan :

Direct Shear Box Apparatur Test


Jangka Sorong
Stop watch

Langkah Kerja :
1. Gunakan safety glasses dan safety shoes
2. Contoh batuan diletakkan dalamsuatu cetakan beton dengan perbandingan
tertentu sehingga merupakan suatu kesatuan dengan beton tersebut.
3. Letakkan contoh batuan yang telah berada dalam cetakan beton ke dalam
alat shear box.
4. Pasang dial gauge untuk mrngukur perpindahan pada arah pergeseran. Atur pada
posisi nol.
5. Berikan gaya normal menggunakan bandul dengan berat tertentu.
6. Berikan gaya gaser dengan besar tertentu menggunakan mesin direct shear
otomatis.
7. Lakukan pembacaan pertambanhangaya setiap interval deformasi sebesar 0,5
mm. Lakukan tegangan geser mencapai puncak (kondisi residual).
8. Setelah contoh patah, berikan gaya yang berlawanan arah dengan gaya yang
sebelumnya sampai tegangan gesernya mencapai puncak (kondisi residual).
9. Selama pemberian gaya, lakukan pula pembacaan gaya setiap interval deformasi
sebesar atau 0,5 mm.
Daftar Pustaka

Mekanika Batuan, melalui


https://bumih.wordpress.com/about/
Tanah Geoteknik, melalui
http://sci-geoteknik.blogspot.co.id/2013/03/definisi-tanah-geoteknik-teknik-
sipil.html
Sifat Sifat Indeks Tanah, melalui
http://sci-geoteknik.blogspot.co.id/2012/05/sifat-sifat-indeks-tanah-mekanika-
tanah.html

Anda mungkin juga menyukai