DISUSUN OLEH:
Bimo Ario P
270110120117
GEOLOGI D
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2015
Berat Air
x 100
Moisture Content : Berat Tanah Kering
Berat Tanah
: Volume
3. Spesific Gravity
IP
A: lempung dimana IP : Indeks Plasticity yang diperoleh pada Atterberg
Peralatan :
Langkah Kerja
F
c : A , dimana:
A = Luas penampang awal contoh batuan yang tegak lurus arah gaya (mm)
2. Modulus Young ( E )
= a dimana :
l
V= a , dimana :
V = Nisbah Poisson
Pada uji kuat tekan uniaksial terdapat tipe pecah suatu contoh batuan pada saat runtuh.
Tipe pecah contoh batuan bergantung pada tingkat ketahanan contoh batuan dan kualitas
permukaan contoh batuan yang bersentuhan langsung dengan permukaan alat penekan
saat pembebanan. Kramadibrata (1991) mengatakan bahwa uji kuat tekan uniaksial
menghasilkan tujuh tipe pecah, yaitu :
a. Cataclasis
f. Kombinasi belahan aksial dan geser (combination axial dan local shear)
C. Uji triaxial
Tujuan utama uji triaksial adalah untuk menentukan kekuatan batuan padakondisi
pembebanan triaksial melalui persamaan kriteria keruntuhan. Kriteria keruntuhan yang
sering digunakan dalam pengolahan data uji triaksial adalah criteria Mohr-Coulomb.
Hasil pengujian triaksial kemudian diplot kedalam kurva Mohr- Coulomb sehingga
dapat ditentukan parameter-parameter kekuatan batuan sebagai berikut:
Peralatan
Langkah Kerja
1. Tekanan pemampatan
Tekanan pemampatan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi dalam uji triaksial.
Besarnya tegangan aksial pada saat contoh batuan runtuh saat pengujian triaksial selalu
lebih besar daripada tegangan aksial saat contoh batuan runtuh pada pengujian kuat
tekan uniaksial. Hal ini disebabkan karena adanya penekanan (pemampatan) dari arah
lateral dari sekeliling contoh batuan pada uji triaksial. Berbeda pada pengujian kuat
tekan uniaksial, tekanan pemampatannya adalah nol (zero confining pressure), sehingga
tegangan aksial batuan lebih kecil. Berdasarkan penelitian Von Karman (1911) pada
batuan marbel Carrara dapat dilihat dengan adanya tekanan pemampatan pada contoh
batuan mengakibatkan kenaikan tekanan aksial dan bersifat lebih ductile. Gambar 2.5
menunjukkan semakin tingginya tegangan puncak (peak) jika tekanan pemampatannya
semakin besar.
2. Tekanan pori
Dari penelitian Schwartz pada tahun 1964 yang mempelajari tentang tekanan pori pada
uji triaksial terhadap batuan sandstone (lihat Gambar 2.6). Dapat disimpulkan bahwa
naiknya tekanan pori akan menurunkan kekuatan batuan.
3. Temperatur
Secara umum, kenaikan temperatur menghasilkan penurunan kuat tekan batuan dan
membuat batuan semakin ductile. Gambar 2.7 menunjukkan kurva tegangan diferensial
(deviatoric stress,3-1) regangan aksial untuk batuan granit pada tekanan pemampatan
500 MPa dan pada temperatur yang berbeda-beda. Pada temperatur kamar, sifat batuan
adalah brittle, tetapi pada temperatur 800 0C batuan hampir seluruhnya ductile. Efek
temperatur terhadap tegangan diferensial saat runtuh untuk setiap tipe batuan adalah
berbeda. Pada penelitian ini, pengaruh temperature diabaikan.
4. Laju deformasi
Kenaikan laju deformasi secara umum akan menaikkan kuat tekan batuan. Hal ini
terbukti dari penelitian-peneliatian terdahulu. Pada tahun 1961, Serdengecti dan Boozer
melakukan penelitian tentang pengaruh kenaikan laju deformasi pada uji triaksial. Dari
penelitian mereka pada batuan limestone dan gabbro solenhofen,
Bentuk contoh batuan pengujian triaksial sama seperti uji kuat tekan uniaxial bentuk
silinder. Semakin bertambahnya ukuran contoh batuan, kemungkinan tiap contoh batuan
dipengaruhi oleh bidang lemah akan semakin besar. Oleh karena itu, semakin besar
contoh batuan yang akan diuji, kekuatan contoh batuan tersebut akan berkurang.
Variasi perbandingan panjang terhadap diameter contoh batuan ( /d) diketahui akan
mempengaruhi kekuatan contoh batuan. Kekuatan contoh batuan akan menurun seiring
dengan menaiknya perbandingan panjang terhadap diameter contoh batuan ( /d). Hal ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan Mogi pada tahun 1962.
Menurut ISRM (1972) untuk contoh batuan pada uji triaksial dan kuat tekan uniaksial,
perbandingan antara tinggi dan diameter contoh silinder yang umum digunakan adalah 2
sampai 2,5 dengan area permukaan pembebanan yang datar, halus dan paralel tegak
lurus terhadap sumbu aksis contoh batuan.
Secara garis besar tipe deformasi yang terjadi saat contoh batuan runtuh dapat dibedakan
menjadi dua tipe, yaitu brittle fracture dan ductile fracture. Serdengecti dan Boozer
menyebutkan bahwa brittle fracture terjadi pada tekanan pemampatan yang rendah,
temperatur yang rendah dan laju deformasi yang besar. Sebaliknya, ductile fracture lebih
sering terjadi pada tekanan pemampatan yang tinggi, temperatur yang tinggi dan laju
deformasi yang rendah (Vutukuri, Lama & Saluja, 1974).
Tes ini dilakukan untuk mengetahui kuat geser batuan, harga kohesi dan sudut geser
dalam baik puncak (peak), semu ( apparent) atau sisa dari batuan pada tegangan normal
tertentu.
Peralatan :
Langkah Kerja :
1. Gunakan safety glasses dan safety shoes
2. Contoh batuan diletakkan dalamsuatu cetakan beton dengan perbandingan
tertentu sehingga merupakan suatu kesatuan dengan beton tersebut.
3. Letakkan contoh batuan yang telah berada dalam cetakan beton ke dalam
alat shear box.
4. Pasang dial gauge untuk mrngukur perpindahan pada arah pergeseran. Atur pada
posisi nol.
5. Berikan gaya normal menggunakan bandul dengan berat tertentu.
6. Berikan gaya gaser dengan besar tertentu menggunakan mesin direct shear
otomatis.
7. Lakukan pembacaan pertambanhangaya setiap interval deformasi sebesar 0,5
mm. Lakukan tegangan geser mencapai puncak (kondisi residual).
8. Setelah contoh patah, berikan gaya yang berlawanan arah dengan gaya yang
sebelumnya sampai tegangan gesernya mencapai puncak (kondisi residual).
9. Selama pemberian gaya, lakukan pula pembacaan gaya setiap interval deformasi
sebesar atau 0,5 mm.
Daftar Pustaka