BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
ST Elevasi Miokard Infark 25
TINJAUAN PUSTAKA
2) Menghantarkan impuls. Didalam atrium ada nodus sinus. Nodus Sinus (nodus
sinoatrial atau sinus SA) merupakan bagian otot jantung yang khusus, kecil,
tipis dan berbentuk elips, lebar 3mm, panjang 15 mm, dan tebal 1 mm.
Nodus ini terletak di dalam dinding postero-lateral superior dari atrium kanan
tepat dibawah dan sedikit lateral dari lubang vena cava superior. Serabut-serabut
nodus ini hampir tidak memiliki filamen otot kontraktil dan hanya berdiameter 3-
5 mikrometer. Namun serabut nodus sinus secara langsung berhubungan serabut
otot atrium, sehingga setiap potensial aksi yang dimulai di nodus SA akan segera
menyebar ke dinding otot atrium. Nodus atrioventrikular (Nodus AV) terletak
pada dinding posterior atrium kanan, tepat dibelakang katup trikuspid.1
ST Elevasi Miokard Infark 25
Eksitasi jantung normal berasal dari nodus sinus yang berfungsi sebagai
pacemaker tempat impuls ritmis yang normal dicetuskan; jalur internodus yang
menghantarkan impuls dari nodus sinus menuju ke nodus AV.
Nodus AV, tempat impuls dari atrium mengalami perlambatan sebelum
masuk ke ventrikel; berkas AV, yang menghantarkan impuls dari atrium ke
ventrikel, kedua cabangnya atau (cabang-cabang berkas serabut Purkinje kiri dan
kanan). Eksitasi yang mencapai serabut purkinje akan diteruskan ke miokardium
ventrikel. Di dalam miokardium, eksitasi menyebar dari endokardium ke
epikardium dan dari apeks ke basal. 1,2,3
Dalam eksitasi nodus SA terdapat penundaan waktu ke nodus AV dan
sistem berkas AV sekitar 0,16 detik, sebelum akhirnya sinyal eksitasi
menyebabkan kontraksi otot ventrikel. Hal ini (penundaan) terjadi karena
hilangnya sejumlah gap junction diantara se-sel yang saling berderet dalam jalur
konduksi sehingga terdapat resistensi terhadap konduksi ion-ion yang tereksitasi
dari satu serabur ke serabut lainnya. Sistem konduksi ini diatur sedemikian rupa
untuk memberi waktu yang cukup bagi atrium untuk mengosongkan darah
kedalam ventrikel sebelum kontraksi ventrikel dimulai.1,3
Gamb
ar 2.1 Struktur Anatomi Jantung
ST Elevasi Miokard Infark 25
Di dalam otot jantung terdapat jaringan khusus yang menghantarkan aliran listrik,
jaringan tersebut mempunyai sifat-sifat yang khusus2,3, yaitu sebagai berikut:
1). Nodus SA terdiri dari sel spesial yang berfungsi sebagai pacu jantung
(pacemaker). Nodus SA terletak di antara vena kava superior dan atrium
kanan. Ukurannya pada dewasa 15x5x1,5 mm, serta dipengaruhi oleh saraf
simpatik dan parasimpatik. Nodus SA terdiri dari sel P dan sel transisional. Sel
P banyak ditemukan pada neonatus dan berkurang seiring bertambahnya umur.
Sedangkan sel transisional lebih banyak pada dewasa. Kemudian dilanjutkan
oleh jaras internodal atrium yang menuju nodus AV yang terdiri dari 3 jaras.
Pertama jaras internodal anterior (Bachman). Kedua jaras internodal media
(Wenckebach). Ketiga jaras internodal posterior (Thorel).
2). Nodus AV terdiri dari sel yang kecepatan konduksinya rendah yang secara
normal berfungsi untuk menghasilkan kontraksi atrial dan ventrikel yang
ringan. Nodus AV terletak pada permukaan endokardium pada bagian kanan
septum interatrium, tepat di antara anulus katup trikuspid dan muara sinus
koronarius. Dari nodus AV impuls menuju bundel His pada pars membranasea
septum ventrikel. Selanjutnya menuju sistem purkinje. Sel Purkinje secara
khusus berfungsi untuk konduksi yang sangat cepat. Sehingga kecepatan
konduksi paling cepat terdapat di serabut purkinje yaitu 4000 mm/detik.
3). Bundle HIS berfungsi menghantarkan impuls dari nodus AV ke sistem bundle
branch.
4). Bundle branch merupakan lanjutan dari bundle of his yang bercabang menjadi
dua bagian berikut :
BAB III
ST ELEVASI MIOKARD INFARK (STEMI)
ST Elevasi Miokard Infark 25
3.1 Definisi
STEMI adalah salah satu tipe serangan jantung yang diakibatkan oleh karena
menurunnya aliran darah koroner ke miokardium secara mendadak yang dapat
dideteksi melalui pemeriksaan EKG (Elektrokardiografi) dan ditemukan adanya
elevasi ST. IMA dengan elevasi ST (ST Elevation Myocardial Infarction=
STEMI) juga merupakan bagian dari spektrum SKA yang terdiri dari angina
pektoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST, dan IMA dengan elevasi ST. 1.4
3.3 Patofisiologi
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara
mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada
sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat
biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral
sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat
pada lokasi jejas vaskular, di mana jejas ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti
merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid. Pada sebagian besar kasus, infark
terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, ruptur, atau ulserasi dan jika
kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi trombus
mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian
histologis menunjukkan plak koroner cenderung mengalami ruptur jika
mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid (lipid rich core). Pada
STEMI gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich red trombus, yang
dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI memberikan respons terhadap terapi
trombolitik.4.6
Istilah aterosklerosis berasal dari bahasa Yunani, yang berarti penebalan
tunika intima arteri (sclerosis, penebalan) dan penimbunan lipid (athere, pasta)
yang mencirikan lesi yang khas. Secara morfologi, aterosklerosis terdiri atas lesi-
lesi fokal yang terbatas pada arteri-arteri otot dan jaringan elastis berukuran besar
dan sedang, seperti aorta (yang dapat menyebabkan penyakit aneurisma), arteria
poplitea dan femoralis (menyebabkan penyakit pembuluh darah perifer), dan
arteria karotis (menyebabkan stroke). Patogenesis aterosklerosis merupakan suatu
proses interaksi yang kompleks, teori patogenesis yang mencakup konsep
hipotesis respon terhadap cedera, dengan beberapa cedera tunika intima yang
mengawali inflamasi kronis dinding arteri dan menyebabkan timbulnya ateroma.6
ST Elevasi Miokard Infark 25
Lapisan media bertanggung jawab atas kontraktilitas dan kerja pembuluh darah.
Lapisan adventisia merupakan lapisan terluar dinding pembuluh darah dan terdiri
atas sebagian sel-sel otot polos dan fibroblast. Lapisan ini juga mengandung vasa
vasorum, yaitu pembuluh darah kecil yang menghantarkan suplai darah ke
dinding pembuluh darah. Pada aterosklerosis, terjadi gangguan integritas lapisan
media dan intima, sehingga menyebabkan terbentuknya ateroma. Hipotesis
respons terhadap cedera memperkirakan bahwa langkah awal dalam aterogenesis
adalah cedera yang kemudian menyebabkan disfungsi endotel arteri dengan
meningkatnya permeabilitas terhadap monosit dan lipid darah.6
3.5 Diagnosis
Diagnosis IMA dengan elevasi segmen ST ditegakkan berdasarkan anamnesis
nyeri dada yang khas dan gambaran EKG adanya elevasi ST >2 mm, minimal
pada 2 sandapan prekordial yang berdampingan atau >1 mm pada 2 sandapan
ekstremitas.4
3.5.1. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik menunjukkan pasien tampak cemas dan tidak bisa beristirahat
(gelisah) dengan ekstremitas pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada
substernal >30 menit dan banyak keringat merupakan kecurigaan kuat adanya
STEMI.4 Penurunan intensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksikal bunyi
jantung kedua. Dapat ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik apikal yang
bersifat sementara karena disfungsi aparatus katup mitral dan precordial friction
ST Elevasi Miokard Infark 25
rub. Peningkatan suhu sampai 38 C dapat dijumpai dalam minggu pertama pasca
STEMI.6
3.5.2. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan sebagai bagian dalam tatalaksana
pasien STEMI tetapi tidak boleh menghambat implementasi terapi reperfusi.
Pemeriksaan petanda kerusakan jantung yang dianjurkan adalah creatinin kinase
(CK)MB dan cardiac specific troponin (cTn) T atau cTn I, yang dilakukan secara
serial, cTn digunakan sebagai petanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai
kerusakan otot skeletal karena pada keadaan ini juga akan diikuti peningkatan
CKMB.4
Terapi reperfusi diberikan segera mungkin pada pasien dengan elevasi ST dan
gejala IMA serta tidak tergantung pada pemeriksaan biomarker. Peningkatan nilai
enzim diatas dua kali nilai batas atas normal menunjukkan adanya nekrosis
jantung.4
1) CKMB meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak
dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi jantung,
miokarditis, dan kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB.
2) cTn : ada dua jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam
bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih
dapat dideteksi setelah 5-14 hari sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.
Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu mioglobin, creatinine kinase (CK),
Lactic dehydrogenase (LDH). Reaksi non spesifik terhadap injuri miokard adalah
leukositosis polimorfonuklear yang dapat terjadi dalam beberapa jam setelah
onset nyeri dan menetap selama 3-7 hari. Leukosit dapat mencapai 12.000-
15.000/ul.4
Gelombang T yang tinggi dan simetris pada area yang mengalami infark
Muncul pada 5 - 30 menit pertama dari saat infark miokardium mulai
terjadi
ST Elevasi > 0.2 mV pada lead V2-3 pada pria > 40 tahun, > 0.25mV
pada pria < 40 tahun dan > 0.15mV pada wanita
Lead Standar yang lain : > 0.1 mV
Lead V3R, V4R, V7-9 : > 0.05 mV
Bisa terdapat reciprocal ST depresi dan merupakan tanda yang sensitif dan
spesifik untuk infark miokardium akut
Muncul pada waktu 0 - 12 jam setelah awal terjadi infark miokardium
3.6 Penatalaksanaan
Tatalaksana IMA dengan elevasi ST mengacu pada data-data dari evidence
based berdasarkan penelitian randomized clinical trial yang terus berkembang
ataupun konsensus dari para ahli sesuai pedoman (guideline).4
Tujuan utama tatalaksana IMA adalah mendiagnosis secara cepat,
menghilangkan nyeri dada, menilai dan mengimplementasikan strategi reperfusi
yang mungkin dilakukan, memberi antitrombotik dan anti platelet, memberi obat
penunjang. Terdapat beberapa pedoman (guideline) dalam tatalaksana IMA
dengan elevasi ST yaitu dari ACC/AHA tahun 2009 dan ESC tahun 2008, tetapi
perlu disesuaikan dengan kondisi sarana/fasilitas di masing-masing tempat dan
kemampuan ahli yang ada.4,7,8
STEMI serta ada kendali komando medis online yang bertanggung jawab pada
pemberian terapi.5,10,11
(kelas I-C). dalam keadaan tidak tersedia NTG, isosorbid dinitrat (ISDN)
dapat dipakai sebagai pengganti
5 Morfin sulfat 1-5 mg intravena, dapat diulang setiap 10-30 menit, bagi
pasien yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual
(kelasIIa-B)
dalam 2 jam pertama (terutama dalam jam pertama) dapat menghentikan infark
miokard dan menurunkan angka kematian.5
Pemilihan terapi reperfusi dapat melibatkan risiko perdarahan pada pasien.
Jika terapi reperfusi bersama-sama (tersedia PCI dan fibrinolitik), semakin tinggi
risiko perdarahan dengan terapi fibrinolitik, maka semakin kuat keputusan untuk
memilih PCI.Jika PCI tidak tersedia, maka terapi reperfusi farmakologis harus
mempertimbangkan manfaat dan risiko. Adanya fasilitas kardiologi intervensi
merupakan penentu utama apakah PCI dapat dikerjakan.5
3.6.2.1.2 Fibrinolitik
Terapi fibrinolitik lebih baik diberikan dalam 30 menit sejak masuk (door
to needle time < 30 menit) bila tidak terdapat kontraindikasi.Tujuan utamanya
adalah merestorasi patensi arteri koroner dengan cepat. Terdapat beberapa macam
obat fibrinolitik antara lain tissue plasminogen activator (tPA), streptokinase,
tenekteplase (TNK), reteplase (rPA), yang bekerja dengan memicu konversi
plasminogen menjadi plasmin yang akan melisiskan trombus fibrin.5,10
Fibrinolitik dianggap berhasil jika terdapat resolusi nyeri dada dan
penurunan elevasi segmen ST >50% dalam 90 menit pemberian fibrinolitik.
Fibrinolitik tidak menunjukkan hasil pada graft vena, sehingga pada pasien paska
CABG datang dengan IMA, cara reperfusi yang lebih disukai adalah PCI.
Kontraindikasi terapi fibrinolitik :3
ST Elevasi Miokard Infark 25
A. Kontraindikasi absolut
1) Setiap riwayat perdarahan intraserebral
2) Terdapat lesi vaskular serebral struktural (malformasi AV)
3) Terdapat neoplasia ganas intrakranial
4) Strok iskemik dalam 3 bulan kecuali strok iskemik akut dalam 3 jam
5) Dicurigai diseksi aorta
6) Perdarahan aktif atau diastasis berdarah (kecuali menstruasi)
7) Trauma muka atau kepala tertutup yang bermakna dalam 3 bulan
B. Kontraindikasi relatif
1. Riwayat hipertensi kronik berat, tak terkendali
2. Hipertensi berat tak terkendali saat masuk ( TDS >180 mmHg atau
TDS>110 mmHg)
3. Riwayat strok iskemik sebelumnya >3 bulan, dementia, atau diketahui
patologi intrakranial yang tidak termasuk kontraindikasi
4. Resusitasi jantung paru traumatik atau lama (>10menit) atau operasi besar
(<3 minggu)
5. Perdarahan internal baru dalam 2-4 minggu
6. Pungsi vaskular yang tak terkompresi
7. Untuk streptase/anisreplase : riwayat penggunaan >5 hari sebelumnya atau
reaksi alergi sebelumnya terhadap obat ini
8. Kehamilan
9. Ulkus peptikum aktif
10. Penggunaan antikoagulan baru : makin tinggi INR makin tinggi risiko
perdarahan.
Obat Fibrinolitik
1) Streptokinase : merupakan fibrinolitik non-spesifik fibrin. Pasien yang pernah
terpajan dengan SK tidak boleh diberikan pajanan selanjutnya karena
terbentuknya antibodi. Reaksi alergi tidak jarang ditemukan. Manfaat
mencakup harganya yang murah dan insidens perdarahan intrakranial yang
rendah.12
ST Elevasi Miokard Infark 25
hasil penurunan kematian, reinfark, atau revaskularisasi segera pada 20 hari dan 6
bulan pada kelompok abciximab dan stenting.16
Obat antitrombin standar yang digunakan dalam praktek klinis adalah
unfractionated heparin (UFH). UFH intravena yang diberikan sebagai tambahan
terapi regimen aspirin dan obat trombolitik spesifik fibrin relatif, membantu
trombolisis dan memantapkan serta mempertahankan patensi arteri yang terkait
infark.Dosis yang direkomendasikan adalah bolus 60 U/kg (maksimum 4000U)
dilanjutkan infus inisial 12 U/kg perjam (maksimum 1000 U/jam).Activated
partial thromboplastin time selama terapi pemeliharaan harus mencapai 1,5-2
kali.5
Pasien dengan infark anterior, disfungsi ventrikel kiri berat, gagal jantung
kongestif, riwayat emboli, trombus mural pada ekokardiografi 2 dimensi atau
fibrilasi atrial merupakan risiko tinggi tromboemboli paru sistemik dan harus
mendapatkan terapi antitrombin kadar terapetik penuh (UFH atau LMWH) selama
dirawat, dilanjutkan terapi warfarin minimal 3 bulan.5
Antiplatelet Dosis
2) Thienopiridin
3) Penyekat Beta
Penyekat beta pada pasien STEMI dapat memberikan manfaat yaitu
manfaat yang terjadi segera jika obat diberikan secara akut dan yang diberikan
dalam jangka panjang jika obat diberikan untuk pencegahan sekunder setelah
infark. Penyekat beta intravena memperbaiki hubungan suplai dan kebutuhan
oksigen miokard, mengurangi nyeri, mengurangi luasnya infark, dan menurunkan
risiko kejadian aritmia ventrikel yang serius.5
Terapi penyekat beta pasca STEMI bermanfaat untuk sebagian besar
pasien termasuk yang mendapatkan terapi inhibitor ACE, kecuali pada pasien
dengan kontraindikasi (pasien dengan gagal jantung atau fungsi sistolik ventrikel
kiri sangat menurun, blok jantung, hipotensi ortostatik, atau riwayat asma).5
4) Inhibitor ACE
Inhibitor ACE menurunkan mortalitas pasca STEMI dan memberikan
manfaat terhadap penurunan mortalitas dengan penambahan aspirin dan penyekat
beta. Penelitian SAVE, AIRE, dan TRACE menunjukkan manfaat inhibitor ACE
pada pasien dengan risiko tinggi (pasien usia lanjut atau infark anterior, riwayat
infark sebelumnya, dan atau fungsi ventrikel kiri menurun global). Kejadian
infark berulang juga lebih rendah pada pasien yang mendapat inhibitor ACE
menahun pasca infark.
Inhibitor ACE harus diberikan dalam 24 jam pertama pada pasien STEMI.
Pemberian inhibitor ACE harus dilanjutkan tanpa batas pada pasien dengan bukti
klinis gagal jantung, pada pasien dengan pemeriksaan imaging menunjukkan
ST Elevasi Miokard Infark 25
penurunan fungsi ventrikel kiri secara global, atau terdapat abnormalitas gerakan
dinding global, atau pasien hipertensi.5
5) Antikoagulan
Terapi antikoagulan harus ditambahkan pada terapi antiplatelet secepat
mungkin.
Antikoagulan Dosis
Fondaparinuk 2,5 mg subkutan
sEnoksaparin 1mg/kg, dua kali sehari
Heparin Bolus i.v. 60 U/g, dosis maksimal
tidak 4000 U.
terfraksi Infus i.v. 12 U/kg selama
24-48 jam dengan dosis maksimal 1000 U/jam
target aPTT 11/2-2x kontrol
3.7 Komplikasi
1) Disfungsi Ventrikular
Ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam bentuk ukuran, dan ketebalan
pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut
remodelling ventricular yang sering mendahului berkembangnya gagal jantung
secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark. Pembesaran ruang
jantung secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan dengan ukuran dan lokasi
infark, dengan dilatasi terbesar pasca infark pada apeks ventrikel kiri yang
mengakibatkan penurunan hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal
jantung dan prognosis lebih buruk.5
2) Gangguan Hemodinamik
ST Elevasi Miokard Infark 25
3.8 Prognosis
Terdapat beberapa sistem untuk menentukan prognosis paska IMA salah satunya13.
Klasifikasi Killip berdasarkan pemeriksaan fisik bedside sederhana, S3 gallop,
kongesti paru dan syok kardiogenik
DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton AC, Hall JE. 2008. The Heart. In: Schmitt W, Gruliow R, eds. Textbook of
Medical Physiology 11th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders, 108.
2. Snell RS. 2008. Anatomi dasar, dalam Hartanto editor, Alih bahasa Sugiharto S.
Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC pp 31-4.
5. Sudoyo, A.W., B. Setiyohadi, et al. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi
ke-4, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta.
6. Price, S.A. dan L.MC. Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Edisi ke-6, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
8. Robbins SL, Cotran RS, Kumar V. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins. EGC:
Jakarta.
9. Libby P, Bonow RO, Mann DL, Zipes DP. 2008. Braunwalds Heart Diseases: A
Textbook of Cardiovascular Medicine. Philadelphia: Elsevier.
11. Antman EM, Hand M, Armstrong PW, et al. Focused update of the ACC/AHA
2004 guidelines for the management of the patients with ST- elevation
myocardial infarction : a report of the American College of Cardiology
American Heart Association Task Force on Practice Guidelines. 2008;51:210
247.
12. Fesmire FM, Bardy WJ, Hahn S, et al. Clinical policy: indications for
reperfusion therapy in emergency department patients with suspected acute
myocardial infarction. American College of Emergency Physicians Clinical
Policies Subcommittee (Writing Committee) on Reperfusion Therapy in
ST Elevasi Miokard Infark 25
13. Rieves D, Wright G, Gupta G. Clinical Trial (GUSTO-1 and INJECT) Evidence
of Earlier Death for Men thanWomen after Acute Myocardial Infarction. Am J
Cardiol.2000; 85 : 147-153.