Anda di halaman 1dari 28

ST Elevasi Miokard Infark 25

BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit kardiovaskuler adalah penyebab kematian nomor satu di dunia.


Acute Coronary Syndrome (ACS) adalah suatu istilah atau terminologi yang
digunakan untuk menggambarkan spektrum keadaan atau kumpulan proses
penyakit yang meliputi angina pektoris tidak stabil (unstable angina/UA), infark
miokard tanpa elevasi segmen ST (non-ST elevation myocardial
infarction/NSTEMI), dan infark miokard dengan elevasi segmen ST (ST elevation
myocardial infarction/STEMI).
Setiap tahun, lebih dari satu juta penduduk Amerika menderita Acute
Coronary Syndrome(ACS). Faktor risiko Acute Coronary Syndrome (ACS)
meliputi jenis kelamin (pria sedikit lebih tinggi risikonya), usia (pria > 45 tahun
dan wanita > 55 tahun), riwayat keluarga dengan penyakit kardiovaskuler, dan
faktor risiko yang dimodifikasi. Faktor risiko yang dimodifikasi meliputi
hipertensi, hiperlipidemia, diabetes melitus, gaya hidup sedentari, dan merokok..
Infark Miokard Akut (IMA) merupakan gangguan aliran darah ke jantung
yang menyebabkan sel otot jantung mati. Aliran darah di pembuluh darah terhenti
setelah terjadi sumbatan koroner akut, kecuali sejumlah kecil aliran kolateral dari
pembuluh darah di sekitarnya. Daerah otot di sekitarnya yang sama sekali tidak
mendapat aliran darah atau alirannya sangat sedikit sehingga tidak dapat
mempertahankan fungsi otot jantung, dikatakan mengalami infark.
Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (ST Elevation Myocardial
Infarct) merupakan bagian dari spektrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri
atas angina pektoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST, dan IMA dengan elevasi ST.
Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) terjadi jika aliran darah
koroner menurun secara mendadak akibat oklusi trombus pada plak aterosklerotik
yang sudah ada sebelumnya. Trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada
lokasi injuri vaskuler, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti
merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid.

BAB II
ST Elevasi Miokard Infark 25

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Jantung


Jantung terletak di cavum thoracica, tepatnya di mediastinum media,
posterior terhadap korpus sterni dan cartilago costa II-VI. Didalamnya, jantung
dilapisi oleh pericardium yang merupakan kantung fibroserosa. Fungsinya adalah
untuk membatasi pergerakan jantung dan menyediakan pelumas sehingga bagian-
bagian jantung yang berbeda dapat berkontraksi. Morfologi jantung pada manusia
dewasa mepunyai ukuran panjang 12 cm, lebar 8-9 cm, diameter antero-posterior
6 cm.
Pada pria, jantung memiliki massa 340-380 gram dan pada wanita 230-280
gram. Jantung memiliki bagian atas yang lebar (basis jantung) yang mengarah ke
bahu kanan dan bagian bawah mengerucut (apex jantung) yang mengarah ke
panggul kiri. Dinding jantung terdiri dari lapisan tebal yang terdiri dari luar ke
dalam yaitu epikardium, miokardium, dan endokardium. Jantung dibagi oleh septa
vertical menjadi empat ruang: atrium dextra, atrium sinistra, ventrikel dextra, dan
ventrikel sinistra.1,2
Jantung dilengkapi dengan suatu sistem khusus untuk :

1) Mencetuskan impuls-impuls listrik ritmis yang menyebabkan kontraksi ritmis


otot jantung, dan

2) Menghantarkan impuls. Didalam atrium ada nodus sinus. Nodus Sinus (nodus
sinoatrial atau sinus SA) merupakan bagian otot jantung yang khusus, kecil,
tipis dan berbentuk elips, lebar 3mm, panjang 15 mm, dan tebal 1 mm.

Nodus ini terletak di dalam dinding postero-lateral superior dari atrium kanan
tepat dibawah dan sedikit lateral dari lubang vena cava superior. Serabut-serabut
nodus ini hampir tidak memiliki filamen otot kontraktil dan hanya berdiameter 3-
5 mikrometer. Namun serabut nodus sinus secara langsung berhubungan serabut
otot atrium, sehingga setiap potensial aksi yang dimulai di nodus SA akan segera
menyebar ke dinding otot atrium. Nodus atrioventrikular (Nodus AV) terletak
pada dinding posterior atrium kanan, tepat dibelakang katup trikuspid.1
ST Elevasi Miokard Infark 25

Eksitasi jantung normal berasal dari nodus sinus yang berfungsi sebagai
pacemaker tempat impuls ritmis yang normal dicetuskan; jalur internodus yang
menghantarkan impuls dari nodus sinus menuju ke nodus AV.
Nodus AV, tempat impuls dari atrium mengalami perlambatan sebelum
masuk ke ventrikel; berkas AV, yang menghantarkan impuls dari atrium ke
ventrikel, kedua cabangnya atau (cabang-cabang berkas serabut Purkinje kiri dan
kanan). Eksitasi yang mencapai serabut purkinje akan diteruskan ke miokardium
ventrikel. Di dalam miokardium, eksitasi menyebar dari endokardium ke
epikardium dan dari apeks ke basal. 1,2,3
Dalam eksitasi nodus SA terdapat penundaan waktu ke nodus AV dan
sistem berkas AV sekitar 0,16 detik, sebelum akhirnya sinyal eksitasi
menyebabkan kontraksi otot ventrikel. Hal ini (penundaan) terjadi karena
hilangnya sejumlah gap junction diantara se-sel yang saling berderet dalam jalur
konduksi sehingga terdapat resistensi terhadap konduksi ion-ion yang tereksitasi
dari satu serabur ke serabut lainnya. Sistem konduksi ini diatur sedemikian rupa
untuk memberi waktu yang cukup bagi atrium untuk mengosongkan darah
kedalam ventrikel sebelum kontraksi ventrikel dimulai.1,3

Gamb
ar 2.1 Struktur Anatomi Jantung
ST Elevasi Miokard Infark 25

2.2 Sistem Konduksi Jantung

Di dalam otot jantung terdapat jaringan khusus yang menghantarkan aliran listrik,
jaringan tersebut mempunyai sifat-sifat yang khusus2,3, yaitu sebagai berikut:

1). Otomatisasi : kemampuan menghasilkan impuls secara spontan

2). Ritmisasi : pembangkitan impuls yang teratur

3). Konduktifitas : kemampuan untuk menyalurkan impuls

4). Daya rangsang : kemampuan untuk menanggapi stimulasi


Berdasarkan sifat-sifat tersebut diatas, maka secara spontan dan teratur
jantung akan menghasilkan impuls-impuls yang disalurkan melalui sistem hantar
untuk merangsang otot jantung dan bisa menimbulkan kontraksi otot.
Komponen-komponen eksitasi dari jantung secara urut terdiri dari nodus
sinoatrial (SA node), jaras internodal atrium, nodus atrioventricular (AV node),
bundle His, cabang kiri-kanan bundle dan sistem Purkinje.

Gambar 2.2 Sistem Konduksi Jantung


ST Elevasi Miokard Infark 25

1). Nodus SA terdiri dari sel spesial yang berfungsi sebagai pacu jantung
(pacemaker). Nodus SA terletak di antara vena kava superior dan atrium
kanan. Ukurannya pada dewasa 15x5x1,5 mm, serta dipengaruhi oleh saraf
simpatik dan parasimpatik. Nodus SA terdiri dari sel P dan sel transisional. Sel
P banyak ditemukan pada neonatus dan berkurang seiring bertambahnya umur.
Sedangkan sel transisional lebih banyak pada dewasa. Kemudian dilanjutkan
oleh jaras internodal atrium yang menuju nodus AV yang terdiri dari 3 jaras.
Pertama jaras internodal anterior (Bachman). Kedua jaras internodal media
(Wenckebach). Ketiga jaras internodal posterior (Thorel).

2). Nodus AV terdiri dari sel yang kecepatan konduksinya rendah yang secara
normal berfungsi untuk menghasilkan kontraksi atrial dan ventrikel yang
ringan. Nodus AV terletak pada permukaan endokardium pada bagian kanan
septum interatrium, tepat di antara anulus katup trikuspid dan muara sinus
koronarius. Dari nodus AV impuls menuju bundel His pada pars membranasea
septum ventrikel. Selanjutnya menuju sistem purkinje. Sel Purkinje secara
khusus berfungsi untuk konduksi yang sangat cepat. Sehingga kecepatan
konduksi paling cepat terdapat di serabut purkinje yaitu 4000 mm/detik.

3). Bundle HIS berfungsi menghantarkan impuls dari nodus AV ke sistem bundle
branch.

4). Bundle branch merupakan lanjutan dari bundle of his yang bercabang menjadi
dua bagian berikut :

a. Right bundle branch (RBB/ cabang kanan), mengirim impuls ke otot


jantung ventrikel kanan.
b. Left bundle branch (LBB/ cabang kiri), yang terbagi dua yaitu :
- Deviasi ke belakang (left posterior vesicle) menghantarkan
impuls ke endokardium ventrikel kiri bagian posterior dan
inferior.
- Deviasi ke depan (left anterior vesicle) menghantarkan
impuls ke endokardium ventrikel kiri bagian anterior dan
superior.
ST Elevasi Miokard Infark 25

5) Sistem purkinje merupakan bagian ujung dari bundle branch. Menghantarkan


atau mengirimkan impuls menuju lapisan subendokard pada kedua ventrikel,
sehingga terjadi depolarisasi yang diikuti oleh kontraksi ventrikel. Serabut
purkinje yang meninggalkan simpul AV melalui berkas AV dan masuk ke
dalam ventrikel mempunyai sifat-sifat fungsional yang sangat berlawanan
dengan sifat-sifat fungsional serabut simpul AV, serabut purkinje
mengeluarkan impuls dengan kecepatan antara 20 40 kali/menit, serabut ini
merupakan serabut yang sangat besar, bahkan lebih besar dari pada serabut
otot ventrikel normal.1,2,3

BAB III
ST ELEVASI MIOKARD INFARK (STEMI)
ST Elevasi Miokard Infark 25

3.1 Definisi
STEMI adalah salah satu tipe serangan jantung yang diakibatkan oleh karena
menurunnya aliran darah koroner ke miokardium secara mendadak yang dapat
dideteksi melalui pemeriksaan EKG (Elektrokardiografi) dan ditemukan adanya
elevasi ST. IMA dengan elevasi ST (ST Elevation Myocardial Infarction=
STEMI) juga merupakan bagian dari spektrum SKA yang terdiri dari angina
pektoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST, dan IMA dengan elevasi ST. 1.4

3.2 Faktor Risiko


Faktor risiko biologis infark miokard yang tidak dapat diubah yaitu usia, jenis
kelamin, ras, dan riwayat keluarga, sedangkan faktor risiko yang masih dapat
diubah sehingga berpotensi dapat memperlambat proses aterogenik, antara lain
kadar serum lipid, hipertensi, merokok, gangguan toleransi glukosa, dan diet yang
tinggi lemak jenuh, kolesterol, serta kalori.6
Penelitian histologis menunjukkan plak koroner cenderung mengalami ruptur
jika fibrous cap tipis dan inti kaya lipid (lipid rich core). Gambaran patologis
klasik pada STEMI terdiri atas fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi
dasar sehingga STEMI memberikan respon terhadap terapi trombolitik.5
Berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin, serotonin) memicu aktivasi
trombosit pada lokasi ruptur plak, yang selanjutnya akan memproduksi dan
melepaskan tromboksan A2 (vasokonstriktor lokal yang poten). Selain itu,
aktivasi trombosit memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIIa.
Reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein
adhesi yang terlarut (integrin) seperti faktor von Willebrand (vWF) dan
fibrinogen, dimana keduanya adalah molekul multivalen yang dapat mengikat 2
platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan platelet dan agregasi
setelah mengalami konversi fungsinya.1,5
Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue activator pada sel endotel
yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protombin
menjadi trombin, yang kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri
koroner yang terlibat akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri atas
agregat trombosit dan fibrin.1,5
ST Elevasi Miokard Infark 25

Penyebab lain infark tanpa aterosklerosis koronaria antara lain emboli


arteri koronaria, anomali arteri koronaria kongenital, spasme koronaria terisolasi,
arteritis trauma, gangguan hematologik, dan berbagai penyakit inflamasi
sistemik.9

3.3 Patofisiologi
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara
mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada
sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat
biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral
sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat
pada lokasi jejas vaskular, di mana jejas ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti
merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid. Pada sebagian besar kasus, infark
terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, ruptur, atau ulserasi dan jika
kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi trombus
mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian
histologis menunjukkan plak koroner cenderung mengalami ruptur jika
mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid (lipid rich core). Pada
STEMI gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich red trombus, yang
dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI memberikan respons terhadap terapi
trombolitik.4.6
Istilah aterosklerosis berasal dari bahasa Yunani, yang berarti penebalan
tunika intima arteri (sclerosis, penebalan) dan penimbunan lipid (athere, pasta)
yang mencirikan lesi yang khas. Secara morfologi, aterosklerosis terdiri atas lesi-
lesi fokal yang terbatas pada arteri-arteri otot dan jaringan elastis berukuran besar
dan sedang, seperti aorta (yang dapat menyebabkan penyakit aneurisma), arteria
poplitea dan femoralis (menyebabkan penyakit pembuluh darah perifer), dan
arteria karotis (menyebabkan stroke). Patogenesis aterosklerosis merupakan suatu
proses interaksi yang kompleks, teori patogenesis yang mencakup konsep
hipotesis respon terhadap cedera, dengan beberapa cedera tunika intima yang
mengawali inflamasi kronis dinding arteri dan menyebabkan timbulnya ateroma.6
ST Elevasi Miokard Infark 25

Gambar 3.3 Proses Aterosklerosis

Dinding pembuluh darah terpajan berbagai iritan yang terdapat dalam


hidup keseharian. Diantaranya adalah faktor-faktor hemodinamik, hipertensi,
hiperlipidemia, serta derivat merokok dan toksin (misalnya homosistein atau
LDL-C teroksidasi). Agen infeksius (Chlamydia penumoniae) juga dapat
menyebabkan cedera. Dari semua agen ini, efek sinergis gangguan hemodinamik
yang menyertai fungsi sirkulasi normal yang digabungkan dengan efek merugikan
hiperkolesterolemia dianggap merupakan faktor terpenting dalam patogenesis
aterosklerosis. Lapisan intima terdiri atas sel-sel endotel yang membatasi arteri
dan merupakan satu-satunya bagian dinding pembuluh darah yang berinteraksi
dengan komponen darah. Hal penting mengenai endotel adalah mengandung
reseptor utuk LDL-C dan bekerja sebagai sawar dengan permeabilitas yang sangat
selektif, memberikan permukaan nontrombogenik oleh lapisan heparin dan oleh
sekresi PGI2 (vasodilator kuat dan inhibitor agregasi trombosit), dan oleh sekresi
plasminogen, mensekresi oksida nitrat (suatu vasodilator kuat), dan berinteraksi
dengan trombosit, monosit, makrofag, limfosit T, dan sel-sel otot polos melalui
berbagai sitokin dan faktor pertumbuhan. Lapisan media merupakan bagian
bagian otot dinding arteri dan terdiri atas sel-sel otot polos, kolagen, dan elastin.
Lapisan intima melindungi lapisan media dari komponen-komponen darah.
ST Elevasi Miokard Infark 25

Lapisan media bertanggung jawab atas kontraktilitas dan kerja pembuluh darah.
Lapisan adventisia merupakan lapisan terluar dinding pembuluh darah dan terdiri
atas sebagian sel-sel otot polos dan fibroblast. Lapisan ini juga mengandung vasa
vasorum, yaitu pembuluh darah kecil yang menghantarkan suplai darah ke
dinding pembuluh darah. Pada aterosklerosis, terjadi gangguan integritas lapisan
media dan intima, sehingga menyebabkan terbentuknya ateroma. Hipotesis
respons terhadap cedera memperkirakan bahwa langkah awal dalam aterogenesis
adalah cedera yang kemudian menyebabkan disfungsi endotel arteri dengan
meningkatnya permeabilitas terhadap monosit dan lipid darah.6

3.4 Manifestasi Klinis


Gambaran klinis STEMI yaitu nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala
kardinal pasien infark miokard akut. Nyeri dada ini bersifat seperti rasa sakit yang
ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat seperti distusuk, rasa diperas dan
dipelintir; berlokasi di substernal, retrosternal, dan precordial. penjalarannya
biasanya ke lengan kiri dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi,
punggung/interskapula, perut, dan dapat juga ke lengan kanan. Nyeri membaik
atau hilang dengan istirahat, atau obat nitrat. Faktor pencetusnya adalah latihan
fisik, stres emosi, udara dingin, dan sesudah makan.6

3.5 Diagnosis
Diagnosis IMA dengan elevasi segmen ST ditegakkan berdasarkan anamnesis
nyeri dada yang khas dan gambaran EKG adanya elevasi ST >2 mm, minimal
pada 2 sandapan prekordial yang berdampingan atau >1 mm pada 2 sandapan
ekstremitas.4
3.5.1. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik menunjukkan pasien tampak cemas dan tidak bisa beristirahat
(gelisah) dengan ekstremitas pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada
substernal >30 menit dan banyak keringat merupakan kecurigaan kuat adanya
STEMI.4 Penurunan intensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksikal bunyi
jantung kedua. Dapat ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik apikal yang
bersifat sementara karena disfungsi aparatus katup mitral dan precordial friction
ST Elevasi Miokard Infark 25

rub. Peningkatan suhu sampai 38 C dapat dijumpai dalam minggu pertama pasca
STEMI.6
3.5.2. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan sebagai bagian dalam tatalaksana
pasien STEMI tetapi tidak boleh menghambat implementasi terapi reperfusi.
Pemeriksaan petanda kerusakan jantung yang dianjurkan adalah creatinin kinase
(CK)MB dan cardiac specific troponin (cTn) T atau cTn I, yang dilakukan secara
serial, cTn digunakan sebagai petanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai
kerusakan otot skeletal karena pada keadaan ini juga akan diikuti peningkatan
CKMB.4
Terapi reperfusi diberikan segera mungkin pada pasien dengan elevasi ST dan
gejala IMA serta tidak tergantung pada pemeriksaan biomarker. Peningkatan nilai
enzim diatas dua kali nilai batas atas normal menunjukkan adanya nekrosis
jantung.4
1) CKMB meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak
dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi jantung,
miokarditis, dan kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB.
2) cTn : ada dua jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam
bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih
dapat dideteksi setelah 5-14 hari sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.
Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu mioglobin, creatinine kinase (CK),
Lactic dehydrogenase (LDH). Reaksi non spesifik terhadap injuri miokard adalah
leukositosis polimorfonuklear yang dapat terjadi dalam beberapa jam setelah
onset nyeri dan menetap selama 3-7 hari. Leukosit dapat mencapai 12.000-
15.000/ul.4

Pemeriksaan EKG 12 sandapan harus dilakukan pada semua pasien


dengan nyeri dada atau keluhan yang dicurigai STEMI, dalam waktu 10 menit
sejak kedatangan di IGD sebagai landasan dalam menentukan keputusan terapi
reperfusi. Jika pemeriksaan EKG awal tidak diagnostik untuk STEMI tetapi
pasien tetap simptomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serian
dengan interval 5-10 menit atau pemantauan EKG 12 sandapan secara kontinyu
ST Elevasi Miokard Infark 25

harus dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen ST.


EKG sisi kanan harus diambil pada pasien dengan STEMI inferior, untuk
mendeteksi kemungkinan infark ventrikel kanan.4

Tabel hubungan lokasi infark dengan elevasi segmen ST :

Lokasi infark Elevasi segmen Perubahan


ST resiprokal
Antero-septal V1, V2, V3, V4 V7, V8, V9
Anterior V3 dan V4 V7, V8, V9
Septum V1 dan V2 V7, V8, V9
Lateral V5 dan V6 II, III, aVF
Anterolateral I, Avl, V3, V4, II, III, Avf, V7,
V5, V6 V8, V9
Anterior-Ekstensif I, Avl, V1-V6 II, III, aVF
High lateral I, Avl, V5, V6 II, III, Avf
Posterior V7-V9 V1, V2, V3
Inferior II, III, aVF I, Avl, V2, V3
Right ventrikel V2R-V4R I, aVL

Karakteristik EKG dari STEMI dan evolusinya :

Fase 1. Hyperacute T wave


ST Elevasi Miokard Infark 25

Gelombang T yang tinggi dan simetris pada area yang mengalami infark
Muncul pada 5 - 30 menit pertama dari saat infark miokardium mulai
terjadi

Fase 2. ST Elevasi pada minimal 2 lead yang berdekatan

ST Elevasi > 0.2 mV pada lead V2-3 pada pria > 40 tahun, > 0.25mV
pada pria < 40 tahun dan > 0.15mV pada wanita
Lead Standar yang lain : > 0.1 mV
Lead V3R, V4R, V7-9 : > 0.05 mV
Bisa terdapat reciprocal ST depresi dan merupakan tanda yang sensitif dan
spesifik untuk infark miokardium akut
Muncul pada waktu 0 - 12 jam setelah awal terjadi infark miokardium

Fase 3. Gelombang Q patologis mulai muncul dan gelombang R mulai


memendek
ST Elevasi Miokard Infark 25

Gelombang Q mulai muncul disertai gelombang R yang makin memendek


Telah terjadi nekrosis miokardium secara perlahan dan mengakibatkan
skar pada miokardium
Mulai muncul pada waktu 2 - 12 jam pertama dari onset infark
miokardium akut dan memuncak 24 - 48 jam kedua

Fase 4. Inversi gelombang T dan resolusi dari segmen ST

Gelombang Q menetap, ST segmen mengalami resolusi dan terjadi inversi


dari gelombang T
Otot jantung seluruhnya mengalami nekrosis pada area yang terkena
Mulai terjadi setelah 2 - 5 hari pasca infark miokardium akut atau recent
infarction

Fase 5. Gelombang T kembali positif disertai sequele gelombang Q patologis


Gelombang Q menetap, gelombang T kembali positif seperti semula
ST Elevasi Miokard Infark 25

Muncul dalam waktu minggu dan bulanan pasca infark

3.6 Penatalaksanaan
Tatalaksana IMA dengan elevasi ST mengacu pada data-data dari evidence
based berdasarkan penelitian randomized clinical trial yang terus berkembang
ataupun konsensus dari para ahli sesuai pedoman (guideline).4
Tujuan utama tatalaksana IMA adalah mendiagnosis secara cepat,
menghilangkan nyeri dada, menilai dan mengimplementasikan strategi reperfusi
yang mungkin dilakukan, memberi antitrombotik dan anti platelet, memberi obat
penunjang. Terdapat beberapa pedoman (guideline) dalam tatalaksana IMA
dengan elevasi ST yaitu dari ACC/AHA tahun 2009 dan ESC tahun 2008, tetapi
perlu disesuaikan dengan kondisi sarana/fasilitas di masing-masing tempat dan
kemampuan ahli yang ada.4,7,8

3.6.1. Tatalaksana awal


3.6.1.1 Tatalaksana Pra Rumah Sakit
Kematian di luar rumah sakit pada STEMI sebagian besar diakibatkan adanya
fibrilasi ventrikel mendadak, yang terjadi dalam 24 jam pertama onset gejala dan
lebih dari separuhnya terjadi pada jam pertama, sehingga elemen utama
tatalaksana pra hospital pada pasien yang dicurigai STEMI antara lain.5,10,11
1) Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis.
2) Pemanggilan tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan
resusitasi
3) Transportasi pasien ke rumah sakit yang mempunyai fasilitas ICCU/ICU
serta staf medis dokter dan perawat yang terlatih.
4) Melakukan terapi reperfusi
Keterlambatan terbanyak pada penanganan pasien disebabkan oleh lamanya
waktu mulai onset nyeri dada sampai keputusan pasien untuk meminta
pertolongan. Hal ini dapat diatasi dengan cara edukasi kepada masyarakat oleh
tenaga profesional kesehatan mengenai pentingnya tatalaksana dini.5,10
Pemberian fibrinolitik pre hospital hanya bisa dikerjakan jika ada paramedik di
ambulans yang sudah terlatih untuk menginterpretasikan EKG dan managemen
ST Elevasi Miokard Infark 25

STEMI serta ada kendali komando medis online yang bertanggung jawab pada
pemberian terapi.5,10,11

3.6.1.2 Tatalaksana di ruang emergensi


Tujuan tatalaksana di IGD adalah mengurangi/menghilangkan nyeri dada,
mengidentifikasi cepat pasien yang merupakan kandidat terapi reperfusi segera,
triase pasien risiko rendah ke ruangan yang tepat di rumah sakit dan menghindari
pemulangan cepat pasien dengan STEMI.5,10,11
Terapi yang dimaksud adalah Morfin, Oksigen, Nitrat, Aspirin (disingkat
MONA), yang tidak harus diberikan semua atau bersamaan.
1. Tirah baring (Kelas I-C)
2. Suplemen oksigen harus diberikan segera bagi mereka dengan saturasi
O2 arteri <95% atau yang mengalami distres respirasi (Kelas I-C)
3. Suplemen oksigen dapat diberikan pada semua pasien SKA dalam 6 jam
pertama, tanpa mempertimbangkan saturasi O2 arteri (Kelas IIa-C)
4. Aspirin 160-320 mg diberikan segera pada semua pasien yang tidak
diketahui intoleransinya terhadap aspirin (Kelas I-A). Aspirin tidak
bersalut lebih terpilih mengingat absorpsi sublingual (di bawah lidah)
yang lebih cepat (Kelas I-C)
5. Penghambat reseptor ADP (adenosine diphosphate)
a. Dosis awal ticagrelor yang dianjurkan adalah 180 mg
dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 2 x 90 mg/hari kecuali
pada pasien STEMI yang direncanakan untuk reperfusi
menggunakan agen fibrinolitik (Kelas I-B),atau
b. Dosis awal clopidogrel adalah 300 mg dilanjutkan dengan dosis
pemeliharaan 75 mg/hari (pada pasien yang direncanakan untuk
terapi reperfusi menggunakan agen fibrinolitik, penghambat
reseptor ADP yang dianjurkan adalah clopidogrel) (Kelas I-C).
4 Nitrogliserin (NTG) spray/tablet sublingual bagi pasien dengan nyeri dada
yang masih berlangsung saat tiba di ruang gawat darurat (Kelas I-C). jika
nyeri dada tidak hilang dengan satu kali pemberian, dapat diulang setiap
lima menit sampai maksimal tiga kali. Nitrogliserin intravena diberikan
pada pasien yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual
ST Elevasi Miokard Infark 25

(kelas I-C). dalam keadaan tidak tersedia NTG, isosorbid dinitrat (ISDN)
dapat dipakai sebagai pengganti
5 Morfin sulfat 1-5 mg intravena, dapat diulang setiap 10-30 menit, bagi
pasien yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual
(kelasIIa-B)

3.6.1.3 Tatalaksana di rumah sakit


RUANG ICCU
1) Aktivitas : pasien harus istirahat dalam 12 jam pertama
2) Diet : pasien harus puasa atau hanya minum cair dengan mulut dalam 4-12
jam karena risiko muntah dan aspirasi segera setelah infark miokard.
3) Sedasi : pasien memerlukan sedasi selama perawatan untuk
mempertahankan periode inaktivitas dengan penenang. Diazepam 5mg,
oksazepam 15-30 mg, atau lorazepam 0,5-2 mg, diberikan 3-4 kali/hari
4) Saluran pencernaan (bowels) : istirahat di tempat tidur dan efek
menggunakan narkotik untuk menghilangkan rasa nyeri sering
mengakibatkan konstipasi, sehingga dianjurkan penggunaan kursi komod
di samping tempat tidur, diet tinggi serat, dan penggunaan pencahar ringan
secara rutin seperti dioctyl sodium sulfosuksinat (200 mg/hari).5,11

3.6.2. Terapi pada pasien STEMI


3.6.2.1. Terapi Reperfusi
Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan
derajat disfungsi dan dilatasi vetrikel, serta mengurangi kemungkinan pasien
STEMI berkembang menjadi pump failure atau takiaritmia ventrikular yang
maligna.5
Sasaran terapi reperfusi adalah door to needle time untuk memulai terapi
fibrinolitik dapat dicapai dalam 30 menit atau door to balloon time untuk PCI
dapat dicapai dalam 90 menit.5,11
Waktu onset gejala untuk terapi fibrinolitik merupakan prediktor penting
terhadap luas infark dan outcome pasien Efektivitas obat fibrinolitik dalam
menghancurkan trombus tergantung waktu. Terapi fibrinolitik yang diberikan
ST Elevasi Miokard Infark 25

dalam 2 jam pertama (terutama dalam jam pertama) dapat menghentikan infark
miokard dan menurunkan angka kematian.5
Pemilihan terapi reperfusi dapat melibatkan risiko perdarahan pada pasien.
Jika terapi reperfusi bersama-sama (tersedia PCI dan fibrinolitik), semakin tinggi
risiko perdarahan dengan terapi fibrinolitik, maka semakin kuat keputusan untuk
memilih PCI.Jika PCI tidak tersedia, maka terapi reperfusi farmakologis harus
mempertimbangkan manfaat dan risiko. Adanya fasilitas kardiologi intervensi
merupakan penentu utama apakah PCI dapat dikerjakan.5

3.6.2.1.1 Percutaneous Coronary Interventions (PCI)


Intervensi koroner perkutan (angioplasti atau stenting) tanpa didahului fibrinolitik
disebut PCI primer (primary PCI). PCI efektif dalam mengembalikan perfusi pada
STEMI jika dilakukan beberapa jam pertama infark miokard akut. PCI primer
lebih efektif dari fibrinolitik dalam membuka arteri koroner yang tersumbat dan
dikaitkan dengan outcome klinis jangka pendek dan jangka panjang yang lebih
baik. PCI primer lebih dipilih jika terdapat syok kardiogenik (terutama pada
pasien < 75 tahun), risiko perdarahan meningkat, atau gejala sudah ada sekurang-
kurangnya 2 atau 3 jam jika bekuan darah lebih matur dan kurang mudah hancur
dengan obat fibrinolitik. Namun, PCI lebih mahal dalam hal personil dan fasilitas,
dan aplikasinya terbatas berdasarkan tersedianya sarana, hanya di beberapa rumah
sakit.5,10

3.6.2.1.2 Fibrinolitik
Terapi fibrinolitik lebih baik diberikan dalam 30 menit sejak masuk (door
to needle time < 30 menit) bila tidak terdapat kontraindikasi.Tujuan utamanya
adalah merestorasi patensi arteri koroner dengan cepat. Terdapat beberapa macam
obat fibrinolitik antara lain tissue plasminogen activator (tPA), streptokinase,
tenekteplase (TNK), reteplase (rPA), yang bekerja dengan memicu konversi
plasminogen menjadi plasmin yang akan melisiskan trombus fibrin.5,10
Fibrinolitik dianggap berhasil jika terdapat resolusi nyeri dada dan
penurunan elevasi segmen ST >50% dalam 90 menit pemberian fibrinolitik.
Fibrinolitik tidak menunjukkan hasil pada graft vena, sehingga pada pasien paska
CABG datang dengan IMA, cara reperfusi yang lebih disukai adalah PCI.
Kontraindikasi terapi fibrinolitik :3
ST Elevasi Miokard Infark 25

A. Kontraindikasi absolut
1) Setiap riwayat perdarahan intraserebral
2) Terdapat lesi vaskular serebral struktural (malformasi AV)
3) Terdapat neoplasia ganas intrakranial
4) Strok iskemik dalam 3 bulan kecuali strok iskemik akut dalam 3 jam
5) Dicurigai diseksi aorta
6) Perdarahan aktif atau diastasis berdarah (kecuali menstruasi)
7) Trauma muka atau kepala tertutup yang bermakna dalam 3 bulan
B. Kontraindikasi relatif
1. Riwayat hipertensi kronik berat, tak terkendali
2. Hipertensi berat tak terkendali saat masuk ( TDS >180 mmHg atau
TDS>110 mmHg)
3. Riwayat strok iskemik sebelumnya >3 bulan, dementia, atau diketahui
patologi intrakranial yang tidak termasuk kontraindikasi
4. Resusitasi jantung paru traumatik atau lama (>10menit) atau operasi besar
(<3 minggu)
5. Perdarahan internal baru dalam 2-4 minggu
6. Pungsi vaskular yang tak terkompresi
7. Untuk streptase/anisreplase : riwayat penggunaan >5 hari sebelumnya atau
reaksi alergi sebelumnya terhadap obat ini
8. Kehamilan
9. Ulkus peptikum aktif
10. Penggunaan antikoagulan baru : makin tinggi INR makin tinggi risiko
perdarahan.

Obat Fibrinolitik
1) Streptokinase : merupakan fibrinolitik non-spesifik fibrin. Pasien yang pernah
terpajan dengan SK tidak boleh diberikan pajanan selanjutnya karena
terbentuknya antibodi. Reaksi alergi tidak jarang ditemukan. Manfaat
mencakup harganya yang murah dan insidens perdarahan intrakranial yang
rendah.12
ST Elevasi Miokard Infark 25

2) Tissue Plasminogen Activator (tPA, alteplase) : Global Use of Strategies to


Open Coronary Arteries (GUSTO-1) trial menunjukkan penurunan mortalitas
30 hari sebesar 15% pada pasien yang mendapatkan tPA dibandingkan SK.
Namun, tPA harganya lebih mahal disbanding SK dan risiko perdarahan
intrakranial sedikit lebih tinggi.13
3) Reteplase (retevase) : INJECT trial menunjukkan efikasi dan keamanan
sebanding SK dan sebanding tPA pada GUSTO III trial dengan dosis bolus
lebih mudah karena waktu paruh yang lebih panjang.14
4) Tenekteplase (TNKase) : Keuntungannya mencakup memperbaiki spesisfisitas
fibrin dan resistensi tinggi terhadap plasminogen activator inhibitor (PAI-1).
Laporan awal dari TIMI 1- B menunjukkan tenekteplase mempunyai laju TIMI
3 flow dan komplikasi perdarahan yang sama dibandingkan dengan tPA.15
Terapi fibrinolitik pada STEMI akut merupakan salah satu terapi yang
manfaatnya sudah terbukti, tetapi mempunyai beberapa risiko seperti
perdarahan.15

3.6.2.2. Terapi lainnya


ACC/AHA dan ESC merekomendasikan dalam tata laksana semua pasien dengan
STEMI diberikan terapi dengan menggunakan anti-platelet (aspirin, clopidogrel,
thienopyridin), anti-koagulan seperti Unfractionated Heparin (UFH) / Low
Molecular Weight Heparin (LMWH), nitrat, penyekat beta, ACE-inhibitor, dan
Angiotensin Receptor Blocker.11,12

1) Anti platelet/Anti trombotik


Antiplatelet dan antitrombin yang digunakan selama fase awal STEMI
berperan dalam memantapkan dan mempertahankan patensi arteri koroner yang
terkait infark.Aspirin merupakan antiplatelet standar pada STEMI. Menurut
penelitian ISIS-2 pemberian aspirin menurunkan mortalitas vaskuler sebesar 23%
dan infark non fatal sebesar 49%.16
Inhibitor glikoprotein menunjukkan manfaat untuk mencegah komplikasi
trombosis pada pasien STEMI yang menjalani PCI. Penelitian ADMIRAL
membandingkan abciximab dan stenting dengan placebo dan stenting, dengan
ST Elevasi Miokard Infark 25

hasil penurunan kematian, reinfark, atau revaskularisasi segera pada 20 hari dan 6
bulan pada kelompok abciximab dan stenting.16
Obat antitrombin standar yang digunakan dalam praktek klinis adalah
unfractionated heparin (UFH). UFH intravena yang diberikan sebagai tambahan
terapi regimen aspirin dan obat trombolitik spesifik fibrin relatif, membantu
trombolisis dan memantapkan serta mempertahankan patensi arteri yang terkait
infark.Dosis yang direkomendasikan adalah bolus 60 U/kg (maksimum 4000U)
dilanjutkan infus inisial 12 U/kg perjam (maksimum 1000 U/jam).Activated
partial thromboplastin time selama terapi pemeliharaan harus mencapai 1,5-2
kali.5
Pasien dengan infark anterior, disfungsi ventrikel kiri berat, gagal jantung
kongestif, riwayat emboli, trombus mural pada ekokardiografi 2 dimensi atau
fibrilasi atrial merupakan risiko tinggi tromboemboli paru sistemik dan harus
mendapatkan terapi antitrombin kadar terapetik penuh (UFH atau LMWH) selama
dirawat, dilanjutkan terapi warfarin minimal 3 bulan.5

Antiplatelet Dosis

Aspirin Dosis loading 150-300 mg, dosis pemeliharaan 75-100 mg


Ticagrelor Dosis loading 180 mg, dosis pemeliharaan 2x90 mg/hari
Clopidogrel Dosis loading 300 mg, dosis pemeliharaan 75 mg/hari

2) Thienopiridin

Clopidogrel (thienopiridin) berguna sebagai pengganti aspirin untuk pasien


dengan hipersensitivitas aspirin dan dianjurkan untuk pasien dengan STEMI yang
menjalani reperfusi primer atau fibrinolitik.11
Penelitian Acute Coronary Syndrome (ACOS) registry investigators
mempelajari pengaruh clopidogrel di samping aspirin pada pasien STEMI yang
mendapat perawatan dengan atau tanpa terapi reperfusi, menunjukkan penurunan
kejadian kasus jantung dan pembuluh darah serebral (kematian, reinfark non fatal,
dan stroke non fatal). Manfaat dalam penurunan kematian terbesar pada kelompok
pasien tanpa terapi reperfusi awal (8%), yang memiliki angka kematian 1 tahun
tertinggi (18%).1,8
ST Elevasi Miokard Infark 25

3) Penyekat Beta
Penyekat beta pada pasien STEMI dapat memberikan manfaat yaitu
manfaat yang terjadi segera jika obat diberikan secara akut dan yang diberikan
dalam jangka panjang jika obat diberikan untuk pencegahan sekunder setelah
infark. Penyekat beta intravena memperbaiki hubungan suplai dan kebutuhan
oksigen miokard, mengurangi nyeri, mengurangi luasnya infark, dan menurunkan
risiko kejadian aritmia ventrikel yang serius.5
Terapi penyekat beta pasca STEMI bermanfaat untuk sebagian besar
pasien termasuk yang mendapatkan terapi inhibitor ACE, kecuali pada pasien
dengan kontraindikasi (pasien dengan gagal jantung atau fungsi sistolik ventrikel
kiri sangat menurun, blok jantung, hipotensi ortostatik, atau riwayat asma).5

Penyekat beta Selektivitas Aktivitas agonis parsial Dosis untuk angina


Atenolol B1 - 50-200 mg/hari
Bisoprolol B1 - 10 mg/hari
Carvedilol a dan b + 2x6,25 mg/hari,
titrasi sampai maksimum 2x25mg/hari

Metoprolol B1 - 50-200 mg/hari


Propanolol Nonselektif - 2x20-80 mg/hari

4) Inhibitor ACE
Inhibitor ACE menurunkan mortalitas pasca STEMI dan memberikan
manfaat terhadap penurunan mortalitas dengan penambahan aspirin dan penyekat
beta. Penelitian SAVE, AIRE, dan TRACE menunjukkan manfaat inhibitor ACE
pada pasien dengan risiko tinggi (pasien usia lanjut atau infark anterior, riwayat
infark sebelumnya, dan atau fungsi ventrikel kiri menurun global). Kejadian
infark berulang juga lebih rendah pada pasien yang mendapat inhibitor ACE
menahun pasca infark.
Inhibitor ACE harus diberikan dalam 24 jam pertama pada pasien STEMI.
Pemberian inhibitor ACE harus dilanjutkan tanpa batas pada pasien dengan bukti
klinis gagal jantung, pada pasien dengan pemeriksaan imaging menunjukkan
ST Elevasi Miokard Infark 25

penurunan fungsi ventrikel kiri secara global, atau terdapat abnormalitas gerakan
dinding global, atau pasien hipertensi.5

Inhibitor ACE Dosis

Captopril 2-3 x 6,25-50 mg

Ramipril 2,5-10 mg/hari dalam 1 atau 2 dosis

Lisinopril 2,5-20 mg/hari dalam 1 dosis

Enalapril 5-20 mg/hari dalam 1 atau 2 dosis

5) Antikoagulan
Terapi antikoagulan harus ditambahkan pada terapi antiplatelet secepat
mungkin.

a. Pemberian antikoagulan disarankan untuk semua pasien yang


mendapatkan terapi antiplatelet (Kelas I-A).
b. Pemilihan antikoagulan dibuat berdasarkan risiko perdarahan dan
iskemia, dan berdasarkan profil efikasi-keamanan agen tersebut. (Kelas
I-C).
c. Fondaparinuks secara keseluruhan memiliki profil keamanan berbanding
risiko yang paling baik. Dosis yang diberikan adalah 2,5 mg setiap hari
secara subkutan (Kelas I-A).
d. Bila antikoagulan yang diberikan awal adalah fondaparinuks, penambahan
bolus UFH (85 IU/kg diadaptasi ke ACT, atau 60 IU untuk mereka yang
mendapatkan penghambat reseptor GP IIb/IIIa) perlu diberikan saat IKP
(Kelas I-B).17
e. Enoksaparin (1 mg/kg dua kali sehari) disarankan untuk pasien dengan
risiko perdarahan rendah apabila fondaparinuks tidak tersedia (Kelas I-B).
f. Heparin tidak terfraksi (UFH) dengan target aPTT 50-70 detik atau
heparin berat molekul rendah (LMWH) lainnya (dengan dosis yang
ST Elevasi Miokard Infark 25

direkomendasikan) diindaksikan apabila fondaparinuks atau enoksaparin


tidak tersedia (Kelas I-C).
g. Dalam strategi yang benar-benar konservatif, pemberian antikoagulasi
perlu dilanjutkan hingga saat pasien dipulangkan dari rumah sakit (Kelas
I-A).

h. Crossover heparin (UFH and LMWH) tidak disarankan (Kelas III-B).

Antikoagulan Dosis
Fondaparinuk 2,5 mg subkutan
sEnoksaparin 1mg/kg, dua kali sehari
Heparin Bolus i.v. 60 U/g, dosis maksimal
tidak 4000 U.
terfraksi Infus i.v. 12 U/kg selama
24-48 jam dengan dosis maksimal 1000 U/jam
target aPTT 11/2-2x kontrol

3.7 Komplikasi
1) Disfungsi Ventrikular
Ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam bentuk ukuran, dan ketebalan
pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut
remodelling ventricular yang sering mendahului berkembangnya gagal jantung
secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark. Pembesaran ruang
jantung secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan dengan ukuran dan lokasi
infark, dengan dilatasi terbesar pasca infark pada apeks ventrikel kiri yang
mengakibatkan penurunan hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal
jantung dan prognosis lebih buruk.5
2) Gangguan Hemodinamik
ST Elevasi Miokard Infark 25

Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama kematian di rumah


sakit pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi dengan
tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan
sesudahnya.5
3) Syok kardiogenik
Syok kardiogenik ditemukan pada saat masuk (10%), sedangkan 90% terjadi
selama perawatan. Biasanya pasien yang berkembang menjadi syok kardiogenik
mempunyai penyakit arteri koroner multivesel.5

4) Infark ventrikel kanan


Infark ventrikel kanan menyebabkan tanda gagal ventrikel kanan yang berat
(distensi vena jugularis, tanda Kussmaul, hepatomegali) dengan atau tanpa
hipotensi.5
5) Aritmia paska STEMI
Mekanisme aritmia terkait infark mencakup ketidakseimbangan sistem saraf
autonom, gangguan elektrolit, iskemi, dan perlambatan konduksi di zona iskemi
miokard.5
6) Ekstrasistol ventrikel
Depolarisasi prematur ventrikel sporadis terjadi pada hampir semua pasien
STEMI dan tidak memerlukan terapi. Obat penyekat beta efektif dalam mencegah
aktivitas ektopik ventrikel pada pasien STEMI.5
7) Takikardia dan fibrilasi ventrikel
Takikardi dan fibrilasi ventrikel dapat terjadi tanpa bahaya aritmia sebelumnya
dalam 24 jam pertama. 5
8) Fibrilasi atrium
9) Aritmia supraventrikular
10) Asistol ventrikel
11) Bradiaritmia dan Blok
12) Komplikasi Mekanik
Ruptur muskulus papilaris, ruptur septum ventrikel, ruptur dinding
ventrikel.5
ST Elevasi Miokard Infark 25

3.8 Prognosis
Terdapat beberapa sistem untuk menentukan prognosis paska IMA salah satunya13.
Klasifikasi Killip berdasarkan pemeriksaan fisik bedside sederhana, S3 gallop,
kongesti paru dan syok kardiogenik

Tabel 1. Klasifikasi Killip pada Infark Miokard Akut


Kelas Definisi Mortalitas (%)
I Tak ada tanda gagal jantung 6
II +S3 dan atau ronki basah 17
III Edema Paru 30-40
IV Syok kardiogenik 60-80
ST Elevasi Miokard Infark 25

DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton AC, Hall JE. 2008. The Heart. In: Schmitt W, Gruliow R, eds. Textbook of
Medical Physiology 11th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders, 108.

2. Snell RS. 2008. Anatomi dasar, dalam Hartanto editor, Alih bahasa Sugiharto S.
Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC pp 31-4.

3. Tortora GJ, Derrickson B. 2012. Principles of Anatomy and Physiology 13 th ed.


USA: John Wiley & Sons.

4. David, L.C., S. Jamshid, et al. 2015. Acute Coronary Syndrome. Medscape.

5. Sudoyo, A.W., B. Setiyohadi, et al. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi
ke-4, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta.

6. Price, S.A. dan L.MC. Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Edisi ke-6, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

7. Santoso M, Setiawan T. 2005. Penyakit Jantung Koroner. Cermin Dunia


Kedokteran. 147: 6-9.

8. Robbins SL, Cotran RS, Kumar V. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins. EGC:
Jakarta.

9. Libby P, Bonow RO, Mann DL, Zipes DP. 2008. Braunwalds Heart Diseases: A
Textbook of Cardiovascular Medicine. Philadelphia: Elsevier.

10. Fauci, Braunwald, dkk. 17thEdition Harrisons Principles of Internal Medicine.


New South Wales: McGraw Hill. 2010.

11. Antman EM, Hand M, Armstrong PW, et al. Focused update of the ACC/AHA
2004 guidelines for the management of the patients with ST- elevation
myocardial infarction : a report of the American College of Cardiology
American Heart Association Task Force on Practice Guidelines. 2008;51:210
247.

12. Fesmire FM, Bardy WJ, Hahn S, et al. Clinical policy: indications for
reperfusion therapy in emergency department patients with suspected acute
myocardial infarction. American College of Emergency Physicians Clinical
Policies Subcommittee (Writing Committee) on Reperfusion Therapy in
ST Elevasi Miokard Infark 25

Emergency Department Patients with Suspected Acute Myocardial Infarction.


Ann Emerg Med. 2006;48:358383.

13. Rieves D, Wright G, Gupta G. Clinical Trial (GUSTO-1 and INJECT) Evidence
of Earlier Death for Men thanWomen after Acute Myocardial Infarction. Am J
Cardiol.2000; 85 : 147-153.

14. International Joint Efficacy Comparison of Thrombolytics. Randomized,


Double-blind Comparison of Reteplase Doublebolus Administration with
Streptokinase in Acute Myocardial Infarction. Lancet.1995; 346 : 329-336.

15. Manning, JE "Fluid and Blood Resuscitation" in Emergency Medicine: A


Comprehensive Study Guide. JE Tintinalli Ed. McGraw-Hill: New York. 2004.
p.227.

16. ISIS 2 Collaborative Group: Randomized trial of intravenous streptokinase, oral


aspirin, both or neither among 17.187 cases of suspected AMI. Lancet.1986;
1:397.

17. Montalescot G, Barragan P, Wittenberg O, et al, for the ADMIRAL (Abciximab


before Direct Angioplasty and Stenting in Myocardial Infarction Regarding
Acute and Long-Term Follow Up) Investigators. Platelet Glycoprotein IIb/IIIa
inhibition with coronary stenting for acute myocardial infarction. N Engl J Med.
2001;344:1895-903.

Anda mungkin juga menyukai